Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 2

Disusun Oleh :
Nama : Desy Puspita Sari
NIM : 161210002
Prodi : S1 Farmasi
Semester : IX (Sembilan)

Dosen Pengampu :
Mawaqit Makani, M.Clin.Pharm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
MODUL 9
GANGGUAN TIROID
I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi
penyakit gangguan tiroid.
II. Dasar Teori
a. Definisi
Penyakit Graves '(GD) adalah gangguan autoimun sistemik yang ditandai
dengan infiltrasi sel T spesifik antigen tiroid ke jaringan yang mengekspresikan
reseptor hormon perangsang tiroid (TSH-R). Autoantibodi stimulasi (Ab) pada GD
mengaktifkan TSH-R yang menyebabkan hiperplasia tiroid dan produksi serta
sekresi hormon tiroid yang tidak teratur (George J. Kahaly., et. al., 2018).
b. Patofisiologi
 Tirotoksikosis terjadi ketika jaringan terpapar oleh kadar T4, T3, atau keduanya
yang berlebihan. Tumor hipofisis yang mensekresi TSH melepaskan hormon
aktif, secara biologis yang tidak responsif terhadap kontrol umpan balik normal.
Tumor dapat menyebabkan pembentukan prolaktin atau hormon pertumbuhan.
 Pada penyakit Graves, hipertiroidisme terjadi akibat aksi antibodi perangsang
tiroid (TSAb) yang diarahkan ke reseptor tirotropin di permukaan sel tiroid.
Imunoglobulin ini mengikat reseptor dan mengaktifkan enzim adenylate cyclase
dengan cara yang sama seperti TSH.
 Nodul tiroid otonom (adenoma toksik) adalah massa tiroid yang fungsinya tidak
bergantung pada kontrol hipofisis. Hipertiroidisme biasanya terjadi dengan
nodul yang lebih besar (diameter> 3 cm) (DiPiro : Pharmacotherapy Handbook
Ninth Edition, 2015).
c. Etiologi
Penyakit Graves dipicu oleh proses dalam sistem kekebalan tubuh, yang
biasanya melindungi dari benda asing seperti bakteri dan virus. Sistem kekebalan
menghancurkan penyerang asing dengan zat yang disebut antibodi yang diproduksi
oleh sel darah yang disebut limfosit. Terkadang sistem kekebalan dapat tertipu untuk
membuat antibodi yang bereaksi silang dengan protein pada sel sendiri. Dalam
banyak kasus, antibodi ini dapat menyebabkan kerusakan sel-sel tersebut. Pada
penyakit Graves, antibodi ini (disebut thyrotropin receptor antibodies (TRAb) atau
thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) melakukan hal yang sebaliknya, yang

1
menyebabkan sel bekerja lembur. Antibodi dalam penyakit Graves mengikat reseptor
pada permukaan sel tiroid dan merangsang sel-sel tersebut untuk memproduksi dan
melepaskan hormon tiroid secara berlebihan, sehingga menyebabkan tiroid yang
terlalu aktif (hipertiroidisme) (American Thyroid Association).
d. Gejala Klinis
Sebagian besar gejala penyakit Graves disebabkan oleh produksi hormon tiroid
yang berlebihan oleh kelenjar tiroid. Gejala yang termasuk berupa : detak jantung
yang berdebar kencang, tremor tangan, sulit tidur, penurunan berat badan, kelemahan
otot, gejala neuropsikiatri dan intoleransi panas. Penyakit Graves adalah satu-satunya
jenis hipertiroidisme yang dapat dikaitkan dengan peradangan mata, pembengkakan
jaringan di sekitar mata, dan mata menonjol (disebut Graves ’ophthalmopathy atau
orbitopathy) (American Thyroid Association).
e. Pemeriksaan Penunjang

Gambar 1. “Pemeriksaan Penunjang pada Graves disease”


(Source : DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017)

f. Tatalaksana Terapi
Tujuan Terapi : Tujuan terapeutik keseluruhan adalah untuk menghilangkan
kelebihan hormon tiroid dan meminimalkan gejala dan konsekuensi jangka panjang
dari hipertiroidisme.
1. Terapi Non-Farmakologi
Operasi pengangkatan kelenjar tiroid yang mengalami hipersekresi dapat
menjadi pertimbangan. Pembedahan harus dipertimbangkan untuk pasien dengan
kelenjar tiroid yang besar (lebih dari 80 g), ophthalmopathy berat, dan kurangnya
remisi pada pengobatan obat antitiroid.

2
2. Terapi Farmakologi

Gambar 2. “Terapi Farmakologi Hipertirodisme yang disebabkan oleh Grave’s Disease”


(Source : DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017)

III. Kasus
Kasus B
Tn. B usia 39 th mengalami batuk selama 1 minggu, keringat dingin, dada terasa
berdebar. Diagnosa awal hipertiroid, palpitasi, hipertensi. Diagnosa akhir Tn. B
adalah Grave’s Disease. Riwayat pengobatan PTU (namun tidak rutin). Tanda-tanda
vital sebagai berikut.

Hasil
Parameter Nilai normal IGD (29/04/20) 30/04/20 01/04/20
(29/04/20)

TD
120/80 156/86 110/60 125/65 120/80
(mmHg)
Nadi
<90 115 109 104 93
(x/menit)
Temperatur
<37 37.5˚C 36.4˚C 36.6˚C 36˚C
(˚C)
Kadar gula
- - 184 103*/176** -
(mg/dl)
HbA1C (%) <7% - - 6,1% -
TSH 0.3 - 4.5 - - 0.01 -
T4 (ng/ml) 52 – 127 - - 296.8 -
T3 (ng/ml) 0.69 - 2.15 - - 10 -

3
Penyelesaian Kasus (Metode SOAP) :
1. Subjektif
Nama : Tn. B
Usia : 39 tahun
Batuk selama 1 minggu, keringat dingin,
Keluhan :
dada terasa berdebar.
PTU (Propylthiouracil)
Riwayat pengobatan :
(Tidak rutin)
Diagnosa awal : Hipertiroid, palpitasi, hipertensi
Diagnosa akhir : Grave’s disease

2. Objektif

Hasil
Parameter Nilai normal IGD (29/04/20) 30/04/20 01/04/20
(29/04/20)

TD
120/80 156/86 110/60 125/65 120/80
(mmHg)
Nadi
<90 115 109 104 93
(x/menit)
Temperatur
<37 37.5˚C 36.4˚C 36.6˚C 36˚C
(˚C)
Kadar gula
- - 184 103*/176** -
(mg/dl)
HbA1C (%) <7% - - 6,1% -
TSH 0.3 - 4.5 - - 0.01 -
T4 (ng/ml) 52 – 127 - - 296.8 -
T3 (ng/ml) 0.69 - 2.15 - - 10 -

3. Assesment
- Terapi obat antitiroid PTU tetap dilanjutkan, dan diusahakan pasien
mematuhi pengobatan sesuai dengan aturan pemakaian dari obat ini.

4
- Terapi antitiroid PTU ini dengan jangka waktu 12-18 bulan,
- Berikan terapi Levothyroxine (jika dibutuhkan). Dimaksudkan apabila dari
penggunaan terapi obat ATD menimbulkan keadaan Hipotiroid pada pasien
“block and replace” (George J. Kahaly, et.al, 2018).
- Pertimbangkan penggunaan terapi RAI (Radioactive Iodine) bila terapi ATD
tidak ada respon, atau bisa dilakukan prosedur operasi apabila kondisi
kelenjar tiroid pasien parah (besar).
IV. Tatalaksana Terapi
4. Plan
Terapi Farmakologi

Penyakit S/O Terapi DRP Plan

Grave’s - Obat tetap diberikan, dan


Disease diusahakan digunakan
secara rutin sesuai aturan
pemakaian obat.
- Obat antitiroid PTU ini
dapat diberikan 50 mg-150
PTU
Obat tepat mg 3x/hari untuk terapi
Hipertiroid (Propylthiouracil
indikasi Graves disease. PTU dapat
)
diberikan dengan range
dosis 300-600 mg dalam
sehari (DiPiro :
Pharmacotherapy
Handbook Tenth Edition,
2017).
Propranolol Ada indikasi - Obat golongan Beta
tidak ada obat adrenergik ini diberikan
sebagai terapi penunjang,
untuk meringankan gejala
adrenergik seperti
palpitasi/hipertensi, tremor,
kecemasan, intoleransi
panas (Henry B. Burch.,

5
et.al, 2015).
- Selain itu, dapat
digunakan sebagai terapi
pada tirotoksikosis.
- Obat ini dapat diberikan
dengan dosis 20-40mg
4x/hari.

MONITORING
- Evaluasi TRAb level.
- Setelah penggunaan terapi 3-6 bulan, evaluasi
efek samping yang terjadi dari penggunaan
Terapi ATD PTU
: ATD, seperti hepatotoksisitas, agranulositosis
(Propythiouracil)
dan lain-lain.
- Evaluasi kadar T3 dan T4 setelah penggunaan
jangka panjang dari ATD.
- Evaluasi kadar T3 dan T4, karna selain dapat
meringankan gejala adrenergik, propranolol
juga dapat menghambat konversi dari T3 →
Terapi Propranolol :
T4.
- Monitoring denyut nadi (keadaan palpitasi)
dan juga blood pressure.

Terapi Non Farmakologi


- Hindari makanan yang mengandung tinggi natrium.
- Pertimbangkan prosedur operasi.

V. Diskusi dan Pembahasan


Penyakit Graves adalah sindrom autoimun yang biasanya terjadi hipertiroidisme,
pembesaran tiroid difus, exophthalmos, dan, yang lebih jarang, miksedema pretibial dan
akropachy tiroid. Penyakit graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroidisme
(DiPiro : Pharmacotherapy Handbook tenth Edition, 2017).

6
 Patofisiologi / alur Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4) menyebabkan
hipertirodisme adalah : T3 dan T4 diproduksi / diregulasi oleh TSH (Thyroid
Stimulating Hormone) dalam keadaan berlebih. Produksi berlebih dari T3 dan T4
akan menyebabkan Tirotoksikosis (DiPiro : Pharmacotherapy Handbook 9th & 10th
Edition, 2015 & 2017).

 Penggunaan terapi obat golongan β-adrenergic (Propranolol) perlu dilakukan


monitoring dari kadar T3 dan T4. Obat ini, selain dapat meringankan gejala
adrenergik seperti tremor, palpitasi, dan lain sebagainya, juga dapat menurunkan
konversi T4 menjadi T3, maka dari itu perlunya monitoring kadar T3 dan T4. Selain
itu dapat memonitoring tanda-tanda vital pasien seperti denyut nadi, dan juga
tekanan darah (Henry B. Burch., et.al, 2015).

 Rekomendasi pemberian Levothyroxine (PRN), dimaksudkan apabila dari


penggunaan ATD dapat memicu terjadinya kondisi hipotirodisme. Namun,

7
penggunaan ATD seperti PTU ini, resiko terjadinya hipotirodisme kecil, berbeda
dengan penggunaan terapi RAI (Radioactive Iodine) yang dapat membuat
hipotirodisme permanent. Maka dari itu, terapi L-Tyroxine ini sebagai antisipasi,
selain itu metode block and replace ini memiliki keuntungan, yaitu dapat
meminimalisasi resiko kekambuhan (L. Bartalena., et. al, 2016).

Untuk dosis penggunaan Levotyroxine ini tergantung pada kondisi hipotirodisme


yang pasien alami (ringan-sedang-berat) (Medscape : Informaton of Drugs
Application).

8
 Terapi pada Graves disease merupakan terapi jangka panjang (Long-term Therapy),
penggunaan terapi ATD harus dengan durasi 12-18 bulan. Adapun efek samping
jangka panjang penggunaan ATD adalah hepatotoksisita, agranulositosis dan
sebagainya. Maka dari itu, selama terapi ini dilakukan monitoring selalu terhadap
kondisi pasien. Adapun hali ini dapat diatasi dengan dilakukannya penyesuaian
dosis.

(Henry B. Burch., et.al, 2015).

 Penderita Graves disease / hipertirodisme disarankan untuk menghindari konsumsi


makanan yang mengandung iodium. Hal ini dikarenakan, asupan iodium dapat
menyebabkan keadaan hipertirodisme pada pasien Graves disease itu meningkat.
Iodium ini sendiri dapat memicu produksi dari kelenjar tiroid (Eftychia G.
KOUKKOU., et. al, 2017).

9
 Obat ATD PTU (Propylthiouracil) bekerja dengan menghambat sintesis hormon
tiroid dengan memblokir oksidasi dari iodine pada tiroid gland, dengan memblokir
sintesis dari Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) (Medscape : Informaton of Drugs
Application).

 Obat antihipertensi golongan β-adrenergik (Propranolol) bekerja sebagai non selektif


beta adrenergik reseptor bloker. Agen kompetitif reseptor β1 dan β2 ini menghambat
dengan hasil yaitu menurunkan detak jantung, kontraktilitas dari myocardial,
kebutuhan oksigen myocardial, dan juga tekanan darah (Medscape : Informaton of
Drugs Application).

 Penggunaan ATD PTU dan juga terapi penunjang β-adrenergik (Propranolol) tidak
memiliki interaksi obat, sehingga aman dikonsumsi oleh pasien. Namun, masing-
masing dari obat ini memiliki interaksi dengan beberapa jenis obat lain, sehingga
tidak dianjurkan untuk dikonsumsi dengan / bersamaan obat-obat tersebut
(Medscape : Informaton of Drugs Application).

10
 Prosedur operasi pengangkatan kelenjar tiroid (Thyrodectomy) merupakan pilihan
alternatif apabila penggunaan terapi obat tidak memberikan perbaikan pada status
klinis pasien. Keuntungan dari prosedur Thyrodectomy ini adalah resiko
kekambuhan dari hipertiroidisme sendiri sangat kecil. Namun, adapula
ketidakuntungan dari prosedur ini, yaitu akan menyebabkan hipotiroidisme yang
bersifat permanent (L. Bartalena., et. al, 2016).

 Setelah prosedur thyrodectomy, kemungkinan sembuh total tidak dapat didukung,


maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan serology dan histologis. Management
post-operative yang dapat dilakukan adalah penghentian penggunaan obat-obatan
ATD dan lebih mengutamakan asupan mineral seperti Calcium, Albumin dan lain
sebagainya. Karena, pasca prosedur operasi, beresiko tinggi mengalami hipokalemia
dan hipotiroidisme.

(Sayaka Kuba., et. al, 2017) (Mary Smithson., et. al, 2019)

11
(Anupam Kotwal., et. al, 2018)

 Hipertiroid juga bisa diobati dengan obat-obat herbal, salah satunya yaitu
menggunakan ciplukan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nita Parisa menyatakan
bahwa ekstrak buah ciplukan dapat menurunkan kadar T4 tikus yang dalam keadaan
hipertiroid. Dosis yang efektif yaitu 250 mg, 500 mg dan 1 gram. Untuk dosis
manusia, dilakukan konversi tikus → manusia, dengan mengalikan dosis ekstrak
pada tikus dengan faktor konversi tikus → manusia (56,0).

(Nita Parisa, 2019)

12
VI. Daftar Pustaka
Bartalena, L., Chiovato, L., & Vitti, P. (2016). Management of hyperthyroidism due to
Graves’ disease: frequently asked questions and answers (if any). Journal of
endocrinological investigation, 39(10), 1105-1114.
Burch, H. B., & Cooper, D. S. (2015). Management of Graves disease: a review. Jama,
314(23), 2544-2554.
DiPiro, B. G. W. J. T., & DiPiro, T. L. S. C. V. (2015). Pharmacotherapy Handbook
Ninth Edition, Barbara G. Wells, PharmD, FASHP, FCCP, 2015 by McGraw-Hill
Education. McGraw-Hill Education.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
(2017). Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach, 10e.
Eftychia, G. K., Roupas, N. D., & Markou, K. B. (2017). Effect of excess iodine intake
on thyroid on human health. Minerva Med, 108(2), 136-146.
Kahaly, G. J., Bartalena, L., Hegedüs, L., Leenhardt, L., Poppe, K., & Pearce, S. H.
(2018). 2018 European thyroid association guideline for the management of Graves’
hyperthyroidism. European thyroid journal, 7(4), 167-186.
Kotwal, A., & Stan, M. (2018). Current and future treatments for Graves’ disease and
Graves’ ophthalmopathy. Hormone and Metabolic Research, 50(12), 871-886.
Kuba, S., Yamanouchi, K., Hayashida, N., Maeda, S., Adachi, T., Sakimura, C., ... &
Eguchi, S. (2017). Total thyroidectomy versus thyroid lobectomy for papillary
thyroid cancer: comparative analysis after propensity score matching: a multicenter
study. International Journal of Surgery, 38, 143-148.
Medscape : Information of Drugs Application
Parisa, N. Efek Ekstrak Buah Ciplukan (Physallis peruvenia) Pada Kadar T4 Tikus Putih.
Smithson, M., Asban, A., Miller, J., & Chen, H. (2019). Considerations for
thyroidectomy as treatment for Graves disease. Clinical Medicine Insights:
Endocrinology and Diabetes, 12, 1179551419844523.

13

Anda mungkin juga menyukai