Anda di halaman 1dari 29

Kelompok 6

(HT, DM dan Hipertiroid)


1. Ineska Suci M (I1C017006)
2. Ayu Demi Pertiwi (I1C017020)
3. M. Faiz Nur Faza (I1C017042)
4. Septiana Resti F (I1C017076)
5. Yulia Ekawati (I1C017080)
Outline

Assesment
Drug
Patofisiologi Kasus Related
Problem

Rencana Evidence
Parameter
Asuhan Based Pemantauan
kefarmasian
Medicine
Patofisiologis
Chronic Kidney Disease Diabetes Melitus
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit ginjal yang ditandai Diabetes tipe 2 adalah suatu kondisi metabolik kronis
dengan penurunan nilai Glomerulus Filtration Rate (GFR) selama tiga yang ditandai oleh resistensi insulin (yaitu
bulan atau lebih. Ginjal merupakan pengatur utama natrium, ketidakmampuan tubuh untuk secara efektif
keseimbangan air, serta homeostasis asam-basa. Ginjal juga menggunakan insulin) dan produksi insulin pankreas
memproduksi hormon yang diperlukan untuk sintesis sel darah merah yang tidak mencukupi, mengakibatkan kadar glukosa
dan homeostasis kalsium. Pada awalnya, ginjal yang normal darah tinggi (hiperglikemia). Diabetes tipe 2 umumnya
mempunyai kemampuan untuk mempertahankan nilai Glomerulus dikaitkan dengan obesitas, aktivitas fisik, tekanan darah
Filtration Rate (GFR). Namun, karena beberapa faktor, ginjal mengalami meningkat, kadar lemak darah terganggu dan
penurunan jumlah nefron. Karena penurunan jumlah nefron, glomerulus kecenderungan untuk berkembang trombosis, dan
mengalami hiperfiltrasi yaitu peningkatan tekanan glomerular yang karenanya diketahui memiliki peningkatan risiko
dapat menyebabkan hipertensi sistemik di dalam glomerulus. kardiovaskular. Itu terkait dengan komplikasi
Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi pada mikrovaskuler dan makrovaskuler jangka panjang,
nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap ini bersama dengan penurunan kualitas hidup dan harapan
akan terjadi polyuria yang menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia hidup (Nice,2015)
akibat eksresi natrium melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria
sebanding dengan tingkat perkembangan dari gagal ginjal (Derebail, et
al., 2011).
Patofisiologis
Hipertiroidism
Hipertiroid adalah konsentrasi berlebihan hormon tiroid
dalam jaringan yang disebabkan oleh peningkatan HIPERTENSI CVD
sintesis hormon tiroid, pelepasan hormon tiroid yang
terbentuk secara berlebihan, atau sumber ekstrathyroidal
endogen atau eksogen. Penyebab paling umum dari
produksi hormon tiroid yang berlebihan adalah penyakit
Graves, gondok multinodular toksik, dan adenoma toksik.
Penyebab paling umum dari pelepasan hormon tiroid
pasif yang berlebihan adalah tiroiditis yang tidak
menimbulkan rasa sakit,walaupun presentasi klinisnya
sama dengan penyebab lainnya. Hipertiroidisme yang
disebabkan oleh produksi berlebih hormon tiroid dapat
diobati dengan obat antitiroid (methimazole dan
propiltiourasil), ablasi yodium radioaktif dari kelenjar tiroid,
atau tiroidektomi bedah. Ablasi yodium radioaktif adalah
pengobatan yang paling banyak digunakan di Amerika
Serikat. Pilihan pengobatan tergantung pada diagnosis
yang mendasarinya, adanya kontraindikasi terhadap
modalitas pengobatan tertentu, keparahan
hipertiroidisme, dan preferensi pasien (Kravets, 2016)
KASUS
• Nama : Tn SR

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Usia : 59 tahun

• BB/TB : 93 kg/173 cm

• Tgl MRS : 25 Oktober 2019

• Tgl KRS : 27 Oktober 2019

• Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang

Pasien merasa lemas dan pusing, dan berdebar-debar sejak kemarin

• Diagnosa : DM, HT, Hipertiroidisme

• RPD : DM, HT, Hipertiroid

• RPO : Novomix, PTU, Valesco Terapi selama di RS


KASUS
Data Laboratorium
Nilai 25/1
Parameter 0
               
normal
Hemoglobin 11.7-15.5
g/dL 12.1                
Pemeriksaan TTV
Eritrosit 4.4-
5.9x103/uL 3.99                 Tanda-Tanda Vital Nilai normal 25/10 26/10 27/10

Hematokrit 40-52% 33.4                 TD (mmHg)  


MCV 80-100 fl 83.8                 170/90 160/90 1610/90
MCH 26-34 pg 30.4                 Nadi (x/menit)   110 105 105
MCHC 32-36 g/dL 36.3                
Suhu ( C)
o
  36.5 36.6 36.1
Trombosit 150-
450x103/uL 245                 Nafas (x/menit)   20 20 20
Leukosit 3.6-
11x103/uL 4.68                
Pemeriksaan Penunjang
Neutrofil 50-70% 65                
GDP   125                
25/10 Kesan rontgen thorax: kardiomegali
GD 2 PP   206                
Kreatinin 0.6-1.2
mg/dL 1.6                
Ureum 10.7-42.8
mg/dL 37                
Assesment DRP & Rencana Asuhan Kefarmasiaan
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik
CHF dan Berdebar- -Hasil EKG : Valesco DRP : Perlu Terapi Tambahan Diuretik yang dipilih adalah jenis loop Terapi nom farmakologi:
hipertensi debar kardiomegali (Valsartan Pasien telah menerima Valesco diuretik, dengan obat yang dipilih adalah - Pengurangan berat
-TD (mmHg) 1x80 mg po) (Valsartan). Namun, pasien furosemide 80 mg/hari IV (Mullens, et al.,
170/90 badan pasien
mengalami CHF dengan terapi 2019; Shah, et al., 2014; Mentz et al., 2016).
160/90 yang disarankan adalah Diuretik + Beta bloker yang direkomendasikan adalah
obesitas (IMT > 30
160/90 ACEi/ARB + Beta bloker. Oleh propanolol atau nadolol karena pasien juga kg/m2)
(Tinggi) karena itu, diperlukan tambahan mengalami hipertiroid. Nadolol lebih - Menghindari perilaku
-Nadi diuretik dan beta bloker untuk direkomendasikan untuk diberikan Nadolol yang dapat
110 mengatasi CHF akibat hipertensi lebih dipilih karena penggunaan nadolol memperburuk kondisi
105 (PERKI, 2015) dapat meningkatkan kepatuhan pasien (seperti hindari
105 dikarenakan hanya diminum sekali sehari
(Tinggi)
merokok)
serta memiliki t1/2 yang lebih panjang - Latihan fisik
dibandingkan dengan propranolol.
- Restriksi cairan 1,5 - 2
Propranolol memiliki efek samping dapat
menimbulkan eksaserbasi pada CHF Liter/hari
sehingga tidak cocok diberikan kepada - Pemantauan berat
pasien yang mempunyai problem medik badan mandiri
CHF (Drugs.com 2020; Ross, et al., 2016). (PERKI, 2015)
Selain itu, dalam penelitian lain yang
dibandingkan dengan plasebo menyebutkan
bahwa propanolol dan atenolol dapat
meningkatkan 44% resiko terjadinya
diabetes dengan pasien yang memiliki
kondisi hipertensi (Bangolore, et al., 2007).
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik

CHF dan Berdebar- -Hasil EKG : Aspilet 1 x 80 mg DRP : - Terapi aspilet dapat Terapi nom
hiperten debar kardiomegali po dilanjutkan
Penggunaan aspilet farmakologi:
si -TD (mmHg)
170/90 dengan dosis 75-162 - Pengurangan
160/90 mg/hari (80 mg/hari) sudah berat badan
160/90 tepat diberikan kepada pasien obesitas
(Tinggi) pasien yang mengalami (IMT > 30 kg/m2)
-Nadi diabetes melitus karena - Menghindari
110 aspilet dapat mengurangi perilaku yang
105 resiko terjadinya penyakit dapat
105
(Tinggi)
kardiovaskuler memperburuk
aterosclerosis dan sebesar kondisi (seperti
12 % aspilet dapat hindari merokok)
mengurangi kejadian - Latihan fisik
kardiovaskuler serius pada - Restriksi cairan
laki - laki (ADA, 2015) 1,5 - 2 Liter/hari
- Pemantauan
berat badan
mandiri
(PERKI, 2015)
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik
CKD - Kadar Renosteril DRP: - Terapi renosteril Batasi protein hingga
kreatinin (3x1 tablet/hari) Terapi renosteril dilanjutkan dengan 0,8 g/kg/hari
1,6 (suplemen ketoanalog) dosis 3x1 tablet per Disarankan berhenti
mg/dL>1,2 pada pasien CKD sudah hari merokok yang bertujuan
mg/dL sesuai. Pemberian untuk memperlambat
ketoanalog bersamaan perkembangan CKD
dengan pembatasan dan mengurangi risiko
pemberian protein pada terhadap CVD
pasien juga dapat Disarankan olahraga
mengurangi tingkat minimal 30 menit lima
perkembangan CKD, dan kali seminggu dan
mengurangi isiko memulai pencapaian indeks
dialisis jangka panjang massa tubuh (BMI) 20
sebesar 46% (Wu et al, hingga 25 kg
2017) juga dapat (Dipiro,2015)
meningkatkan nilai eGFR
pada pasien dan efisien
dalam melindungi eGFR
yang nilainya >18
mL/min/1.73m2 (Li et al,
2019)
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik
DM Tipe II Lemas GDP : Novomix DRP : - Terapi Novomix 3x20 iu Edukasi yang dapat diberikan
dan 125 3x20 iu Penggunaan Novomix (insulin) sebagai terapi dilanjutkan, dilakukan yaitu berupa terapi non
pusing mg/dL>126   diabetes melitus sudah tepat dengan dosis monitoring nilai HbA1c, apabila farmakologis seperti:
  mg/dL yang diberikan 3x20 iu. Dosis yang nilai HbA1c < 7, maka dapat - Melakukan terapi nutrisi
GD 2 PP: direkomendasikan adalah 0.5-1 iu/kgBB/hari ditambah terapi dengan OHO medis
206 mg/dL (Drugs, 2020). Berdasarkan BB pasien maka yaitu GLP-1 untuk pengobatan
<200 mg/dL) diperoleh dosis novomix yang dapat diberikan DM. Agonis GLP-1 dapat - Meningkatkan kegiatan
(Perki, 2015). adalah 46.5-93 iu/hari. Selain itu, ketika GDP bekerja pada sel-beta sehingga jasmani dan latihan jasmani
  > 180 mg/dL, maka dilakukan adjustment terjadi peningkatan pelepasan yang teratur sebanyak 3-5
dose dengan menambahkan 6 iu (EMA, insulin, mempunyai efek kali perminggu selama sekitar
2019). menurunkan berat badan, 30-45 menit, dengan total 150
Menurut Witting et al (2014) dosis akhir yang menghambat pelepasan menit perminggu. Jeda antar
direkomendasikan adala sebesar 52.5-99 glukagon, dan menghambat latihan tidak lebih dari 2 hari
iu/hari sehingga dosis yang diberikan pasien nafsu makan. Efek penurunan berturut-turut. Dianjurkan
sudah tepat karena berada di rentang. Pasien berat badan agonis GLP-1 juga untuk melakukan
dengan DM dan hipertiroid akan memiliki digunakan untuk indikasi pemeriksaan glukosa darah
interaksi antara penyakit tiroid dengan kontrol menurunkan berat badan sebelum latihan jasmani.
metabolik pada DM sehingga menyebabkan pada pasien DM dengan
kebutuhan terapi insulin yang lebih awal obesitas, karena pasien - Melakukan perawatan kaki
memiliki BMI sebesar 31 dan secara berkala.
pasien dengan BMI 30-35 (Perkeni, 2015)
(Perkeni,2015)
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik
Hipertiroid Berdebar nadi 105- PTU DRP : Terapi tidak efektif Dapat diberikan monoterapi Terapi non-farmakologi:
-debar 110/meni methimazo (Duplikasi terapi) . antitiroid thionamides yaitu • Pengangkatan kelenjar tiroid secara operasi
t le Terapi antitiroid yang diberikan methimazol 10–30 mg harus dipertimbangkan pada pasien dengan
kepada pasien merupakan sekali sehari tergantung kelenjar besar (> 80 g), ophthalmopathy
duplikasi terapi antitiroid, yaitu pada keparahan berat, atau kurangnya remisi pada terapi obat
pada pemberian propiltiourasil hipertiroidisme. Karena antitiroid.
dan methimazol. Secara methimazol lebih efektif • Jika tiroidektomi direncanakan,
umum rekomendasi jumlah dan lebih aman daripada propiltiourasil (PTU) atau methimazole
maksimum obat golongan PTU. (Kahaly GJ et al. biasanya diberikan sampai pasien secara
antitiroid yang diperbolehkan 2018) biokimia euthyroid (biasanya 6-8 minggu),
yaitu hanya satu jenis, dimana diikuti dengan penambahan iodida (500 mg /
kedua obat ini merupakan hari) selama 1-14 hari sebelum operasi untuk
golongan obat yang sama mengurangi vaskularisasi
yaitu thionamides yang • Propranolol telah digunakan selama
mempunyai mekanisme aksi beberapa minggu sebelum operasi dan 7
yang sama yaitu menghambat hingga 10 hari setelah operasi untuk
kopling iodothyronines dan mempertahankan denyut nadi kurang dari 90
mengurangi biosintesis TH. denyut / menit. Pra-perlakukan kombinasi
(Kahaly GJ et al. 2018 ; dengan propranolol dan 10 hingga 14 hari
Drugs.com 2020) kalium iodida juga telah dianjurkan. (Dipiro et
al,2015)
 
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik
Hipertiroid Berdebar- nadi  PTU dan DRP : Terapi tambahan Nadolol 40-160mg sekali Pemantauan : Dosis awal ATD dapat
debar 105-110/ methimazol pasien hipertiroid dapat sehari (Ross DS, et al. dikurangi secara bertahap (rejimen
menit e diberikan tambahan terapi selain 2016) titrasi) ketika tirotoksikosis membaik.
Antitiroid, yaitu obat golongan Tes fungsi tiroid ditinjau 3-4 minggu
beta bloker. Beta bloker tidak
setelah memulai pengobatan, dan dosis
mempengaruhi sintesis hormon
tiroid, namun digunakan untuk dititrasi berdasarkan kadar T4 dan T3
mengontrol gejala adrenergik free. Kemudian Dosis pemeliharaan
seperti palpitasi dan aritmia.   ATD harian yang biasa dalam rejimen
Penghambat beta adrenergik titrasi adalah 2,5-10 mg methimazol.
direkomendasikan pada semua Durasi optimal terapi ATD untuk rejimen
pasien simptomatik, terutama
titrasi adalah 12-18 bulan (Kahaly GJ et
pasien usia tua dengan denyut
nadi istirahat > 90 kali per menit al. 2018)
atau ada disertai kondisi
kardiovaskuler. Propanolol serta
nadolol lebih dipilih karena
memiliki kemampuan
menghambat konversi T3
menjadi T4 di perifer
(Kravets,2016 ; Ross DS, et al.
2016)
Problem S O Terapi Assesment Rekomenasi terapi Edukasi
medik
Anemia Pasien Kadar Suplemen Zat DRP: Indikasi belum Dipilih suplemen Dilakukan pengecekan tambahan
merasa Hematokrit Besi diterapi besi IV karena berupa kadar ferritin dan kadar zat
lemas dan 33,4% < 40- Pasien memiliki kadar memiliki keamanan besi dalam darah. Kemudian
pusing 52% hematokrit dan kadar dalam jangka dilakukan evaluasi kadar ferritin
Kadar eritrosit dibawah normal, panjang setidaknya setiap 3 bulan sehingga
Eritrosit sehingga harus diberikan (KDIGO,2012). dapat untuk mengantisipasi
3,99x103/μL terapi anemia pada CKD. Pemberian zat besi kebutuhan zat besi di masa
<4,4- (Fishbane and berupa iron sucrose mendatang. Terapi non farmakologi :
5,9x103/μL Spinowitz,2017) IV diberikan 5 mL Mengonsumsi makanan yang
(100 mg zat besi) mengandung zat besi seperti daging
tidak diencerkan dan ikan (Dipiro, et al., 2015).
secara IV lambat
selama 2 sampai 5
menit, dengan dosis
total perawatan
1000 mg.
Pemberian awal
selama sesi dialisis
umumnya dalam
satu jam pertama
(Drugs.com, 2020)
Evidence Based
Medicine
CHF & HIPERTENSI

Pada kasus ini, pasien menderita hipertensi


sehingga menyebabkan CHF. Hal tersebut
ditandai dengan adanya data berdebar - debar,
dan hasil EKG menyatakan adanya
kardiomegali. Tanda - tanda tersebut
menyatakan bahwa pasien termasuk kedalam
CHF Stadium C Kelas II karena pasien
mengalami berdebar - debar (palpitasi) tanpa
ada batasan aktivitas bermakna (PERKI, 2015)

Hipertensi dengan CHF ini telah diberi obat


Valesco (valsartan) 1 x 80 mg. Namun, menurut
PERKI (2015), terapi yang diberikan untuk
pasien CHF adalah kombinasi Diuretik + (PERKI, 2015)
ACEi/ARB + Beta bloker. Oleh karena itu,
diperlukan tambahan diuretik dan beta bloker
untuk mengatasi CHF akibat hipertensi (PERKI,
2015).
(PERKI, 2015)
CHF & HIPERTENSI
Valsartan merupakan golongan ARB sehingga tepat diberikan pada kasus
tersebut atau pasien yang memiliki gangguan ginjal karena ARB mengalami
sekresi di hati, tidak seperti ACEi yang mengalami metabolisme di ginjal yag
dapat menyebabkan AKI dan mempercepat perkembangan CKD sehingga
lebih aman diberikan kepada pasien yang memiliki gangguan ginjal. Selain
itu, ARB tidak memerlukan penyesuaian dosis bahkan pada pasien CKD
berat (Chaumont, et al., 2016).

Penambahan terapi untuk mengatasi CHF akibat hipertensi adalah salah


satunya golongan obat diuretik (PERKI, 2015). Diuretik yang dipilih adalah
golongan loop diuretik. Hal tersebut karena loop diuretik bioavaibilitasnya
tidak dipengaruhi oleh adanya CKD dibandingkan dengan diuretik lainnya
serta rekomendasi utama untuk gagal jantung kronik dalam mencegah tanda
dan gejala kongesif. Selain itu, secara klinis kejadian gangguan elektrolit
seperti hiperkalemia dan hipokalemia lebih rendah dibandingkan dengan
thiazid dan hema2014)t kalium. Alasan lainnya loop diuretik tidak berinteraksi
dengan beta bloker seperti diuretik thiazid yang dapat meningkatkan kadar
glukosa dalam darah (Mullens, et al., 2019; Shah, et al. 2014)
CHF & HIPERTENSI
Obat golongan loop diuretik yang dipilih adalah
furosemide hal tersebut karena meskipun furosemid
memiliki bioavaibilitas yang bervariasi dan waktu paruh
yang lebih pendek dari jenis loop diuretik lainnya,
efikasi furosemid tidak ada perbedaan dengan jenis
loop diuretik lainnya (torsemide) dalam mengatasi
hipertensi atau gagal jantung dengan pasien yang
mengalami CKD serta penggunaan torsemide terbukti
dapat meningkatkan nilai BUN, sehingga dapat
mempengaruhi fungsi ginjal (Mullens, et al., 2019;
Velazquez, et al., 2015).
Selain itu, dalam sebuah penelitan, sebagian besar
pasien HF mengalami gambaran keparahan yang lebih
besar dan meningkatkan mortalitas pada penggunaan
loop diuretic lainnya (torsemide) dibanding pasien
yang menggunakan furosemid (Mentz et al., 2016).
Furosemide yang diberikan yaitu 80 mg/hari IV.
Sediaan IV lebih dipilih karena pemberian furosemid IV
infus lebih berefek dan efek samping ototoxic yang
lebih sedikit dibanding IV bolus pada pasien dengan
gagal jantung parah. Selain itu, IV infus signifikan lebih
efektif dan menghasilkan dieresis yang lebih efisien
dibanding dengan IV bolus (Raghuraman et al., 2015).
CHF & HIPERTENSI
Beta bloker yang dipilih adalah nadolol atau
propanolol. Hal tersebut karena pasien juga
didiagnosa mengalami hipertiroid sehingga dibutuhkan
juga obat beta bloker yang memiliki fungsi lain sebagai
penghambat konversi perifer T4 dan T3, yaitu
propanolol dan nadolol (Ross, et al., 2016).
Nadolol lebih dipilih karena penggunaan nadolol dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dikarenakan hanya
diminum sekali sehari serta memiliki t1/2 yang lebih (Bangolore, et al., 2007)
panjang dibandingkan dengan propranolol. Propranolol
(Ross, et al., 2016) memiliki efek samping dapat menimbulkan
eksaserbasi pada CHF sehingga tidak cocok diberikan
kepada pasien yang mempunyai problem medik CHF
(Drugs.com 2020; Ross, et al., 2016). Selain itu, dalam
penelitian lain yang dibandingkan dengan plasebo
menyebutkan bahwa propanolol dan atenolol dapat
meningkatkan 44% resiko terjadinya diabetes dengan
pasien yang memiliki kondisi hipertensi (Bangolore, et
al., 2007). Dosis nadolol sebagai hipertensi dengan
indikasi tertentu (gagal jantung) adalah 80 mg/hari
(PIONAS, 2020)
 
CHF & HIPERTENSI

Penggunaan aspilet dengan dosis 75-


162 mg/hari (80 mg/hari) sudah tepat
diberikan kepada pasien yang
mengalami diabetes melitus karena
aspilet dapat mengurangi resiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler
aterosclerosis dan sebesar 12 % aspilet
dapat mengurangi kejadian
kardiovaskuler serius pada laki - laki
(ADA, 2018)
CKD

• Pemberian ketoanalog bersamaan


dengan pembatasan pemberian
protein pada pasien juga dapat
(Hendry Ford, 2011) mengurangi tingkat perkembangan
CKD, dan mengurangi isiko
memulai dialisis jangka panjang
sebesar 46% (Wu et al, 2017) juga
dapat meningkatkan nilai eGFR
pada pasien dan efisien dalam
melindungi eGFR yang nilainya
>18 mL/min/1.73m2 (Li et al, 2019)

(Li et al,2019) (Wu et al, 2017)


DIABETES MELITUS
Pemberian Novomix pada pasien yang mengalami DM 2 sudah tepat karena
pasien memiliki GDP rendah, GD2P yang tinggi dan kadar HbAIC tinggi.
Novomix dapat diberikan 30 menit sebelum makan. Jika belum mencapai
target Dosis kemudian dititrasi sekali atau dua kali seminggu tergantung
pada kadar glukosa darah terendah (puasa / prandial) selama 3 hari terakhir
dengan Dosis harian dua kali sehari dititrasi untuk mencapai target puasa
dan kontrol glikemik prandial Dibandingkan dengan insulin basal yang
dicampur dengan insulin basal, premix insulin lebih dipilih karena sederhana,
aman, dan mudah untuk inisiasi pengobatan diabetes. (Kalra et al,2018) .
Jika pasien belum juga sembuh setelah titrasi dosis maka dapat
ditambahkan obat antidiabetes
HIPERTIROID

Terapi antitiroid yang diberikan kepada pasien dirumah sakit merupakan


duplikasi terapi antitiroid, yaitu pada pemberian propiltiourasil dan
methimazol. Secara umum rekomendasi jumlah maksimum obat golongan
antitiroid yang diperbolehkan yaitu hanya satu jenis, dimana kedua obat ini
merupakan golongan obat yang sama dengan mekanisme yang sama
sehingga rekomendasi untuk pasien yaitu penggantian obat saja dengan
pengobatan monoterapi. (Kahaly GJ et al. 2018 ; Drugs.com 2020)
PTU bukan merupakan pengobatan lini pertama pada hipertiroid, kecuali
pada wanita hamil selama trimester pertama, intoleransi terhadap
methimazole, dan badai tiroid karena kepatuhan pasien yang rendah dan
efek samping berat seperti hepatotoksik (Dipiro et al,2015) Metimazol
merupakan lini pertama pengobatan hipertiroid karena efek samping yang
relatif lebih rendah, faktor kepatuhan pasien, serta efektivitas yang lebih
baik dibandingkan PTU (Emiliano et al,2010 ; Bahn et al,2011)
(Kahaly GJ et al. 2018 ) Pada tingkat keparahan pasien yang masih rendah maka dosis awal
methimazol yang digunakan yaitu 10mg/ hari (De Leo et al,2016). Kemudian
Dosis awal ATD dapat dikurangi secara bertahap ketika tirotoksikosis
membaik. Tes fungsi tiroid ditinjau 3-4 minggu setelah memulai
pengobatan, dan dosis dititrasi berdasarkan kadar T4 dan T3 bebas. Obat
antitiroid harus dilanjutkan selama 12 hingga 18 bulan, kemudian
diturunkan atau dihentikan jika tingkat TSH kembali normal. dosis
pemeliharaan yang dapat diberikan pada pasien 5 mg/hari. (Kahaly GJ et al.
2018 ; Kravets, 2016).
(De Leo et al,2016)
Golongan beta bloker lain yang memiliki efek
Pada hipertiroid dapat diberikan tambahan sebagai penghalang konversi perifer T4 ke
terapi tambahan berupa beta T3 yaitu nadolol dan propranolol, untuk obat beta
blocker,dimana penambahan beta
bloker lainnya tidak terdapat efek penghalang
bloker ini dapat meringankan gejala
hipertiroid yang dirasakan pada konversi perifer T4 ke T3 (Dipiro et al,2015 ; Ross DS
pasien. Kemudian penggunaan beta et al. 2016).Pemilihan obat golongan beta bloker
bloker ini juga dapat mencegah lebih dipilih nadolol, karena penggunaan nadolol
terjadinya aritmia dan dapat dapat meningkatkan kepatuhan pasien dikarenakan
mengembalikan fungsi otot (De Leo hanya diminum sekali sehari, memiliki t1/2 yang lebih
et al,2016) Beta adrenergik panjang. Propranolol juga memiliki efek samping
direkomendasikan pada pasien
yaitu dapat menimbulkan eksaserbasi pada CHF
yang tua dengan denyut jantung
istirahat lebih dari 90 denyut per dimana pasien mempunyai problem medik CHF
menit atau adanya penyakit (Drugs.com 2020 ; Kravets, 2016). Dosis nadolol
kardiovaskular. (Ross DS et al, yang dapat digunakan yaitu 40-160mg sekali sehari
2016). (Ross DS et al. 2016)

(De Leo et al,2016)

(Ross DS et al, 2016) (Kravets, 2016)


ANEMIA
Pasien CKD dewasa dapat digolongkan mengalami anemia
ketika hb <13 g/dl pada laki-laki dan <12 g/dl pada
perempuan. Pasien mengalami penurunan hb 12,1 g/dl,
eritrosit 3990 uL dan hematokrit 33,4 %. Dari data lab
tersebut pasien mengalami anemia yang dikarenakan CKD
yang diderita pasien (KDIGO, 2012) Pada pasien dengan
kadar Hb >10g/dl tidak membutuhkan terapi berupa ESA
(erythropoiesis stimulating agent), karena terapi ESA dimulai
pada pasien dengan hb 9-10 g/dl, sehingga pasien cukup (KDIGO, 2012)
diberikan dengan suplemen besi. Untuk pasien anemia dan
belum mendapatkan terapi zat besi atau ESA, dapat diberi
tata laksana terapi zat besi. Pasien dengan CKD dapat
diberikan suplemen besi IV ketika TSAT <21% dan kadar
ferritin <101 ng/ml. Namun tidak diketahui data TSAT dan
kadar ferritin pasien, sehingga dapat diberikan terapi besi IV.
Terdapat penelitian yang mendukung pemberian suplemen
besi IV lebih efektif dibandingkan dengan suplemen besi oral
karena dapat mencapai target kadar Hb dengan cepat
dengan pasien CKD. (Simon, 2017)
(Simon, 2017)
PARAMETER PEMANTAUAN
Efektivitas ESO
Obat
Klinis TTV Lab Klinis TTV Lab
Aspilet 80 mg/hari po - - - Pendarahan ulcer, Aspilet 80 -
nyeri, mual, muntah mg/hari po
(MIMS, 2020)
Nadolol 80 Tidak berdebar- Denyut nadi - Hipotensi, sakit Nadolol Tidak berdebar-
mg/hari debar istirahat > 90 kepala, kesulitan tidur 80 debar
kali per menit (Drugs.com,2020) mg/hari
(Ross DS et al.
2016)
Efektivitas ESO
Obat
Klinis TTV Lab Klinis TTV Lab
Meningkatkan nilai Hyperkalsemia (MIMS,
Renosteril - - - -
eGFR 2020)
Lemas dan - GDP : 125 mg/dL (nilai Dehidrasi - -
pusing normal >126 mg/dL) Kulit kering
GD 2 PP : 206 mg/dL (nilai Sakit kepala
Liraglutide
normal <200 mg/dL) (Drugs,2020)
1.2-1.8 mg/hari
(Perki, 2015).
 

HbA1c < 6,5 Hypoglikemia


GDP < 140 mg/dL Gejala influenza
GD 2 PP < 200 mg/dL Sakit kepala Kadar gula darah
Novomix (Kim et al., 2019). (Medscape,2020) <70 mg/dL
Lemas dan Pusing -  
3x20 iu Terapi dengan novomix Memar (Sutawardana et al.,
selama 28 minggu dapat Bengkak atau gatal di 2016).
menurunkan nilai HbA1c tempat suntikan.
sebesar 2,8% (EMA, 2019). (MIMS,2020)
Nadolol Tidak berdebar-debar denyut nadi istirahat > 90 - Hipotensi, sakit kepala, - -
kali per menit (Ross DS et kesulitan tidur
al. 2016) (Drugs.com,2020)
Methimazol - - TSH meningkat Kulit ruam, urtikria, mual - -
T4 dan T3 turun (Kahaly GJ (Drugs.com,2020)
et al. 2018)
Hipotensi, pengelihatan
HCT 40—52%
Iron sucrose IV - - tidak jelas, pusing, sakit - -
Eritrosit 4,4- 5,9x103/μL
kepala (Drugs.com, 2020)
1. Masalah terkait obat yang ditemukan adalah perlu terapi tambahan,
terapi tidak efektif, dan indikasi belum diterapi.
2. Rencana rekomendasi yang diusulkan adalah novomix insulin 3x20
iu, aspilet 1 x 80 mg po, furosemide 80 mg/hari iv, valesco
(valsartan) 40 mg 2 x sehari, iron sucrose IV, nadolol 80 mg/hari,
methimazol, renosteril 3 x sehari po, dan Liraglutide 1.2-1.8 mg/hari
3. Rencana materi edukasi yang akan diberikan anatara lain
• Edukasi terkait penyakit, terapi, cara penggunaan obat (insulin) dan
faktor resiko
• Tekankan pentingnya kepatuhan minum obat pada pasien
• Monitoring efek samping
• Perubahan gaya hidup : Kurangi makanan yang mengandung garam
dan berlemak, Olahraga ringan, Pikiran rileks, Batasi protein hingga
KESIMPULAN 0,8 g/kg/hari jika GFR< 30 mL/menit/1,73 m2 dan Disarankan
berhenti merokok yang bertujuan untuk memperlambat
perkembangan CKD dan mengurangi risiko terhadap CVD
4. Rencana pemantauan terapi obat yang akan dilakukan antara lain:
efektivitas terapi dan monitoring ESO.
 
DAFTAR PUSTAKA

AACE/ACE Consensus Statement. 2020. Consesus Statement By The American Association Of Clinical Endocrinologist And American College Of Endocrinology On The
Comprehensive Type 2 Diabetes Management Algoritm – 2020 Executive Summary. Endocrine Practice Vol 26 No. 1
Astrup, A., Carraro,R., Finer,N., and Harper,A. 2012. Safety, tolerability and sustained weight loss over 2 years with the once-daily human GLP-1 analog, liraglutide. International
Journal of obesity : 36
ADA. 2018. 9. Cardiovascular Disease and Risk Management: Standards of Medical Care in Diabetes—2018. Diabetes Care. 41(01): S86-S104.
Auerbach, Michael and Harold Ballard, 2010. Clinical Use of Intravenous Iron: Administration, Efficacy, and Safety. American Society of Hematology.
Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I, Ross DS. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: Management Guidelines of The American Thyroid
Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Thyroid. 2011;21(6):593-646.
Bathgate. Gabriella, Efthimia Karra, Bernard Khoo. 2018. New diagnosis of hyperthyroidism in primary care. BMJ;362:k2880.
Bangalore, S., Parkar, S., Grossman, E., Messerli, FH. A meta-analysis of 94,492 patients with hypertension treated with beta blockers to determine the risk of new-onset diabetes
mellitus. Am J Cardiol. 100: 1254 –1262.
De Leo. Simone, Sun Y Lee, Lewis E Braverman. 2016. Hyperthyroidism . Lancet; 388: 906–18.
Dipiro, JT et al. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9 th edition. New york: Mc Graw Hill Government of South Australian
Drugs.com 2020. NovoMix. Diakses pada https://www.drugs.com/uk/novomix/html diakses 13 Mei 2020.
Drugs.com . 2020 Liragliptin https://www.drugs.com/search.php?searchterm =liraglutide&a=1 diakses 20 Mei 2020
Drugs.com. 2020 https://www.drugs.com/sfx/methimazole-side-effects.html diakses 13 Mei 2020
Drugs.com. 2020. https://www.drugs.com/sfx/nadolol-side-effects.html diakses 13 Mei 2020
Drugs.com. 2020. https://www.drugs.com/compare/nadolol-vs-propranolol diakses 23 Mei 2020
Drugs.com. 2020. https://www.drugs.com/interactions-check.php?drug_list=1586-0,1958-0,1956-0 diakses 13 Mei 2020
Drug.com. 2020. https://www.drugs.com/dosage/iron-sucrose.html. diakses 23 Mei 2020
Fishbane,S and Spinowitz,B. 2017. Update on Anemia in ESRD and Earlier Stages of CKD: Core Curriculum 2018. AJKD. Vol 7
Henry Ford Health System.2011. Chronic Kidney Disease (CKD): Clinical Practice Recommendations for Primary Care Physicians and Healthcare Providers. Divisions Of Nephrology
& Hypertension And General Internal Medicine
Emiliano AB, Governale L, Parks M, Cooper DS. Shifts in propylthiouracil and methimazole prescribing practices: antithyroid drug use in the United States from 1991 to 2008. The
Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism . 2010;95(5): 2227-2233.
Kahaly GJ et al. 2018 European Thyroid Association Guideline for the Management of Graves’ Hyperthyroidism. Eur Thyroid J 2018;7:167–186.
Kalra,S., Czupryniak,L., Kilof,G., and Lamptey ,R. 2018. Expert Opinion: Patient Selection for Premixed Insulin Formulations in Diabetes Care. Diabetes Ther 9:2185–2199.
KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline For The Evaluation And Management Of Chronic Kidney Disease . Vol 2 Issue 4
Kravets, I. 2016 Hyperthyroidism : Diagnosis and Treatment. Am Fam Physician. 2016 Mar 1;93(5):363-370
Li, A. , Lee, H.Y., and Lin,Y.C. 2019. The Effect of Ketoanalogues on ChronicKidney Disease Deterioration: A Meta-Analysis. Nutrients. 11 (957), PP : 1-17.
Medscape. 2020. https://reference.medscape.com/drug/novolog-mix-50-50-novolog-mix-70-30-insulin-aspart-protamine-insulin-aspart-999552#4 diakses 13 Mei 2020
MIMS.2020.Side Effect/Adverse Reaction of Ketoanalouges. Diakses melalui https://www.mims.com/philippines/drug/info/rhea%20ketoanalogue/side-effects pada tanggal 13
Mei 2020
Mentz et al. 2016. Torsemide versus furosemide in patients with acute heart failure (From the ASCEND-HF Trial). Am J Cardiol. 117(3) : 404-411.
Mullens, W., et al. 2019. The use of diuretics in heart failure with congestion — a position statement from the Heart Failure Association of the European Society of Cardiology.
Europa Journal of Heart Failure. 21 (02) : 137-155
Mozenson, O and Raz,I . 2013. Intensification of Insulin Therapy for Type 2 Diabetic Patients in Primary Care: Basal-Bolus Regimen Versus Premix Insulin Analogs.
Diabetes Care : (36)
Perkeni.2015. Konsensus Penngelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia . Perkeni
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung . Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
PIONAS. 2020. Nadolol. Diakses melalui http://pionas.pom.go.id/monografi/nadolol pada tanggal 24 Mei 2020.
Puspitasari, A.D., Kusuma,H., Ratri,D.M., Wibisono,C., Suprapti,B. 2020. The Effect Of Premixed Insulin to Blood Glucose Concetration in Patient With Type 2 Diabetes
Mellitus. Journal of Basic and Clinical Physiology and Pharmacology
Raghuraman,M.S.,Saravanavel,A., and Jayasingh,K. 2015. A Comparative Study of Continuous Infusion of Frusemide Vs Intermittent Bolus Administration in Congestive
Heart Failure. International Journal of Health Sciences & Research . Vol.5 No. 8, PP : 162-167.
Rivera,Rodolfo Fernando., Luca Di Lullo, Antonio De Pascalis, Fulvio Floccari, Giancarlo Joli, Elena Pezzini, Elena Brioni and Maria Teresa,Sciarrone Alibrandi. 2016. Anemia
in patients with chronic kidney disease: current screening and management approaches. Nephrology and Renal Diseases . Volume 1(1): 1-9
Roger S. D. (2017). Practical considerations for iron therapy in the management of anaemia in patients with chronic kidney disease.  Clinical kidney journal, 10(Suppl 1), i9–
i15.
Ross DS et al. 2016. American Thyroid Association Guidelines for Diagnosis and Management of Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis. THYROID 2016.;
26(10): 1343-1421Chaumont, M, et al. 2016. Acute Kidney Injury in Elderly Patients With Chronic Kidney Disease: Do Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors Carry a
Risk?. The Journal of Clinical Hypertension. Vol.18 (6).
Shah, P. B., et al. 2014. Diuretics for people with chronic kidney disease. Cohrane. 2014 (10) : 1-12
Velazquez, et al. 2015. Comparative effectiveness of torsemide versus furosemide in heart failure patients: insights from the PROTECT trial. Future Cardiol. 11(5): 585–595.
Witting, V., Bergis, D., Sadet, D., dan Klaus, B. 2014. Thyroid disease in insulin-treated patients with type 2 diabetes: a retrospective study. Thyroid Research. 7(2).
Wu,Che.Ya,Wen.,Shu,C.,Ko,Lin.,Kwan,D.Vincent,W.dan aaceTsung,C.2017. Ketoanalogues Supplementation Decreases Dialysis And Mortality Risk In Patients With Anemic
Advanced Chronic Kidney Disease. Research Article.Vol 7

Anda mungkin juga menyukai