ANBO
ANBO
ANALISIS PROKSIMAT
Disusun Oleh:
KOTA TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirraahiim,
Penyusunan laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Analisis Kimia Terpadu pada Program Keahlian Kimia Analisis di SMK
Bina Putera Nusantara Kota Tasikmalaya.
Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan hingga selesainya
laporan ini.
Penulis menyadari bahwa isi laporan ini masih jauh dari sempurna. Maka
dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................
1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................................
1.3 Tempat dan Waktu Praktikum.................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
2.1 Analisa Proksimat ...................................................................................................
BAB III PROSEDUR KERJA, HASIL ANALISIS DAN PERHITUNGAN...............
3.1 Kadar Air.................................................................................................................
3.2 Kadar Abu ...............................................................................................................
3.3 Kadar Protein...........................................................................................................
3.4 Kadar Lemak...........................................................................................................
3.5 Kadar Karbohidrat...................................................................................................
3.6 Kadar Serat Kasar....................................................................................................
3.7 Kadar Bahan Tambahan Makanan (BTM)..............................................................
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................................
5.1 Kesimpulan..............................................................................................................
5.2 Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pakan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap ternak. Sebagian
besar bahan pakan terdiri dari unsur - unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat,
lemak dan protein. Kelima unsur ini dibutuhkan oleh hewan ternak dan manusia
untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Makanan ternak berisi
zat nutrisi dengan kandungan yang berbeda-beda karena itu perlu dilakukan
analisis untuk mengetahui kualitas dan kuantitas zat gizi yang dibutuhkan oleh
ternak. Kualitas bahan pakan dan komponennya ini dapat dinilai melalui tiga
tahapan penilaian, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari
penilaian ini dapat dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan.
Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan
jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang
dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka
yang mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.
Analisis proksimat berupa analisa kadar air, kadar abu, bahan kering,
analisa protein kasar, lemak kasar dan analisa serat kasar. Pada setiap analisis
terdapat metode – metode yang berbeda. Pada dasarnya, analisis proksimat
bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan
pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya yang selanjutnya disebut
sampel. Selain dari itu, analisis prokimat merupakan dasar dari analisis-analisis
yang lebih lanjut.
Analisis proksimat bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu
bahan pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau
zat pakan dengan hasil analisisnya. Dengan demikian analisis proksimat ini dapat
bermanfaat bagi dunia peternakan, terutama dalam pemberian nutrisi yang dapat
memenuhi kebutuhan ternak. Maka dari itu Berdasarkan uraian di atas, praktikum
tentang analisis proksimat ini penting untuk dilakukan untuk menunjang
pengetahuan tentang cara untuk mengetahui kadar nutrisi dalam suatu pakan.
a) Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air
dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering
sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan
yang paling banyak mengadung kadar air adalah tepung kedele dengan nilai
18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan
nilai 99,7501.Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari
suhu dan kelembaban dari suatu wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai
selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang
dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah
persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui oven
sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan
seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang
bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).
b) Kadar Abu
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari
mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen
Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat
kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah
dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat
anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu
(ash) . Disini, bahan pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu
adalah tepung kulit kerang dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena
tepung kulit kerang memang terdiri bahan anorganik yang terdiri dari mineral -
mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan
perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu
ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur,
pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu
tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya
merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu
juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan
beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan
sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah
sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif
maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
c) Protein
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan
karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan
yang paling banyak mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena
nya,bungkil kedele mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami
praktikumkan. Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah
kandungan zat makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak
kasar,dan serat kasar. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai
nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu
pada istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya
kandungan nitrogen (N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25.
Definisi tersebut berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan
pakan adalah 16 gram per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri
dari protein dan nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non
protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan
protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen
tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N
makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai
hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut
didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.
d) Lemak
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari
penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan
yang mengandung banyak lemak kasar adalah tepung kedele.Ini dikarenakan
tepung kedele merupakan sumber lemak nabati.Cherney (2000) melaporkan
bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat
larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak
kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau
xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter
sebagai bahan pelarutnya, maka dari itu analisa lemak kasar juga sering disebut
sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin),
asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan
lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak
dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah
untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah
warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
e) Serat kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna
oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen
yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra.
2001).
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung
pada species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan
hijauan merupakan sumber serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-
alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya kadar serat kasar
dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998) menyatakan
bahwa Serat kasar merupakan kemudahan bagi makluk hidup untuk mendapatkan
zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa
kandungan serat kasar yang tinggi padapakan akan menurunkan koefisiensi cerna
dalam bahan pakan tersebut,karena serat kasar megandung bagian yang sukar
untuk dicerna. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat
organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang
berturur-turut dimasak selama 30 menit.. Kamal (1998) menyatakan analisis kadar
serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar dalam bahan baku
pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara kimiawi dengan
metode mendell.
Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak
ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya
mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode
pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang
terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut
dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu
yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar
berasal dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan
lignin (Suparjo, 2010). Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan secara
kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid
detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat
pakan sebagai sumber energi erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen
serat seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney
(2000) serat kasar terdiri dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang
berikatan dengan nitrogen dan selulosa.
f) Karbohidrat
Karbohidrat atau sakarida adalah polisakarida aldehid atau polisakarido keton atau
senyawa hasil hidrolisis dari keduanya. Penyusun utama karbohidrat adalah C, H dan O.
karbohidrat merupakan sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh. Ada dua jenis
karbohidrat yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat
sederhana merupakan aneka jenis gula yang langsung membentuk kalori jika dikonsumsi.
Karbohidrat kompleks merupakan sumber kalori yang mengandung vitamin, mineral dan
serat yang bermanfaat bagi tubuh (Soenardi, 2008).
Uji Benedict berdasarkan pada gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas
akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu +, yang mengendap sebagai
Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. Gula pereduksi merupakan gula yang
memiliki gugus alkalis atau keton bebas atau terdapat gugus –OH glikosidis pada
strukturnya (Sumardjo, 2006).
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam
makanan, sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi
benedict. Dipanaskan dalam waterbath selama 4-10 menit. Selama proses ini
larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning,
orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi) (Glory,
2013).
W3
Wet basis = x 100%
W1
0,5783
= x 100%
2,0080
= 28,79%
W2
Total padatan = x 100%
W1
1,4297
= x 100%
2,0080
= 71,20 %
3.2 Kadar Abu
Tujuan :
Menetukan kadar abu dalam sampel
Prinsip :
Alat : Bahan :
1) Cawan porselen 1) Sampel
2) Kaki tiga
3) Segitiga porselen
4) Pembakar Bunsen
5) Tungku
6) Eksikator
7) Penjepit cawan
8) Neraca analitik
Prosedur :
Data Pengamatan :
W 1−W 2
Kadar Abu = X 100 %
W
13,13101−13,0994
= x 100 %
2,0991
= 0,0150 x 100%
= 1,50 %
Primsip :
Reaksi :
Destilasi :
Destruksi :
Titrasi
Alat : Bahan :
1) Labu kjeldhal 1) Sampel makanan
2) Alat destilasi dan kelengkapannya 2) Camputan selen
3) Pemanas listrik atau penangas 3) Indkator campuran
4) Neraca analitik 4) Larutan asam borat H3BO3 2%
5) Larutan asam klorida HCl 0,01N
6) Larutan natrium hidroksida
7) NaOH 30%
Prosedur :
Campuran selen
Campuran 2,5 g serbuk SeO2, 100 gr K2SO2 dan 30 grCuSO4.5H2O
Indikator campuran
Siapkan larutan bromoeresol green 0,1% dan larutan metil merah
0,1%dalam alkohol 95% secara terpisah, campuran 10 mL bromoeresol
green dengan 2 mL metil merah
Larutan asam borat H3BO3 2%
Larutan 10 gr H3BO3 dalam 50 ml air suling setelah dingin pindahkan
kedalam botol bertutup gelas. Campur 500 mL asam borat dengan 5 mL
indikator
Larutan natrium hidroksida NAOH 30%
Larutan 150 gr NaOH kedalam 350 mL air, sampan dalam botol bertutup
karet
Penentuan protein
a) Timbang seksama 2-3 gr cuplikan kedalam labu kjeldhal 100 mL
b) Tambahkan 2 gr campuran selen dan 2g campuran selen dan 25 ml
H2SO4 pekat
c) Panaskan diatas penangas listrik atau pembakar api sampai mendidih
dan larut menjadi jernih kehijau-hijauan(selama 2 jam)
d) Biarkan dingin kemudian encerkan dan masukan kedalam labu ukur
100 ml tepatkan sampai tanda garis
e) Piprt 10ml larutan dan masukan dan masaukan kedalam alat destilasi,
tambahkan 10ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator
f) Sulingkan selama ± 10 menit sebagai penampung gunakan 10 mL
larutan asam borat 2% yang telah dicampurkan indikator
g) Bilas ujung pendingin dengan air suling
h) Titar dengan larutan HCL 0,01 N
i) Kerjakan penetapan blanko
Data Pengamatan :
Penetapan blanko
Perhitungan :
5
x 2 gram = 0,1000 gram
100
(+)2+0,1000=2,1000 gram
(-)2-0,1000=1,9000 gram
W=2,2340 gr
Na2CO3(natrium karbonat)
gr 1000
N= x
B e 100
gr
0,1 = x 10
53
=0,5300 gram
5
x 0,5300=0,0265
100
H3BO3(asam borat)
5
3,000 ⨯ =0,1500
100
Na2CO3.2H2O 0,1 N
gr 1000
N= x
B e 100
gr
0,1= x 10
53
=0,5200 gram
N Sebenarnya Na2CO3.2H2O
gr 1000
N= x
B e 100
0,5200
= x10
53
= 0,0981
Standarisasi HCl
V1.N1=V2.N2
25.0,0981
N1=
022,40
= 0,1095 N
=5,18%
% protein = % N ⨯ FK
= 5,18 ⨯ 6,25
= 32,37 %
Prinsip :
Alat : Bahan :
1) Kertas saring 1) Sampel makanan
2) Labu lemak 2) Heksana atau pelarut lemak
lainnya
3) Soxhlet 3) Batu didih
4) Pemanas listrik
5) Oven
6) Kapas bebas lemak
7) Neraca Analitik
Prosedur :
Data Pengamatan :
Perhitungan:
W 3−W 2
% lemak ¿ × 100 %
W
80,7122−80,5001
¿ × 100 %
3,7758
= 5,62 %
Prinsip :
Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu ²+
menjadi Cu+. Kelebihan Cu + dapat dititar secara iodometri.
Reaksi :
2 S2O32- + I2 → S4O62- +2 I-
Data Pengamatan :
Penetapan sampel
Titrasi V.Sampel V.Na2S2O3 Perubahan warna
1 10,00 11,70 Biru → merah muda
2 10,00 13,00 Biru → merah muda
3 10,00 11,60 Biru → merah muda
Penetapan gula menurut Luff Schrool
Vol Tio Mg Vol Tio Mg
0,1000 N glukosa,fraktosa, 0,1000 N glukosa,fruktosa
Gula inversi Gula inversi
1 2,4 11 27,6
2 4,8 12 30,3
3 7,2 13 33,0
4 9,7 14 35,7
5 12,2 15 38,5
6 14,7 16 41,3
7 17,2 17 44,2
8 19,8 18 47,1
9 22,4 19 50,0
10 25,0 20 53,0
Perhitungan :
= 21,50 – 11,65
= 9,85
9,85
= x 22,4
9
= 24,52 mg
Fpx mg pereduksi
% glukosa = x 100 %
mg sampel
25 x 24,52
= 100 %
3,1165 x 1000
613
= x 100 %
3116,5
= 19,67 %
= 0,90 x 19,67
= 17,70%
Prinsip :
Ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar
Alat : Bahan :
1) Neraca Analitik 1) Sampel makanan
2) Pendingin tegak 2) NaOH 3,25%
3) Corong buchner 3) Etanol 96%
4) Pompa vakum 4) H2SO4 1,25 %
5) Kertas saring whatman 54 atau 41
Prosedur :
Data Pengamatan :
Perhitungan :
325
NaOH = x 50
100
= 1,6250 gram
H2SO4 1,25%
V 1 . C1 = V 2 . C2
100× 125
V1 =
96
= 1,30 ml
Prosedur :
Pewarna
a) Sampel dihancurkan/diiris
b) Ditimbang 1 gram pewarna, dimasukkan ke dalam beaker glass
c) Ditambahkan air secukupnya, lalu dipanaskan sampai mendidih
d) Masukkan bulu domba, biarkan selama 10 menit
Positif tandanya pewarna nempel di bulu domba
Boraks
a) Sampel diarangkan/diabukan di tanur selama 60 menit
b) Ditambahkan H2SO4 pekat 8 ml
c) Tambahkan alcohol 10 ml
d) Bakar diatas Bunsen
e) Warna nyala hijau (+) boraks
Penyedap rasa
a) Ke dalam 10 ml larutan MSG (1:10) tambahkan 5,6 ml HCl 1 N. Saat
didiamkan terbentuk endapan kristal putih asam glutamate
b) Bila kedalam larutan keruh tersebut ditambah HCl 1 N asam glutamate
larut dalam pengocokan.
Data pengamatan :
Pewarna
Pada sampel jasjus jambu mengandung pewarna buatan tetapi sesuai
dosisnya.
Penyedap rasa
Pada sampel bumbu mie gelas diperoleh endapan kristal putih (positif
MSG).
Borak
Pada saat pembakaran sampel baso, nyala api tidak berwarna hijau. Hal ini
membuktikan bahwa baso yang dianalisis tidak mengandung boraks (negatif).
BAB IV
PEMBAHASAN
Nilai serat kasar lebih rendah daripada serat makanan karena H2SO4
dan NaOH mempunyai kemampuan lebih besar untuk menghidrolisis
komponen serat makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Serat
makanan berkisar antara 2-3 kali serat kasar.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia yang sangat
diperlukan utuk diketahui karena analisa ini berguna untuk mengetahui
kandungan bahan pakan yang terdapat pada suatu bahan pakan.
Penentuan Kadar Air menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan
oven dengan suhu 100°-105°C dalam jangka waktu tertentu. hingga seluruh air
yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah
lagi. Penentuan kadar abu Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu
600°C selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa
organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak
terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang
terdapat dalam bahan., abu merupakan total mineral dalam bahan. Penetapan nilai
protein kasar didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam
bahan dengan tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Kadar lemak
Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak
(ether) selama 3-8 jam dengan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat
digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut
dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet) kemudian
dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105°C.
5.2 Saran
Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih teliti dan
hati – hati karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati – hati maka akan
terjadi kesalahan pada hasil analisa proksimat yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of Official Analitic Chemist.
Washington DC. USA.
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam
Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in
Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing : 281-300.
Danuarsa. 2006. “Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas
Kacang-kacangan”. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1
Defano. 2000 . Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas
Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hafes. E. S. E.2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga.
Haris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol. 1
Utah State University. Logan. Utah.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta.
Khairul. 2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Khalil. 1999. “Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan
Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan
Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis”. Media
Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Reseach. Vikas
publising house PVT Ltd. Sahibabad. India
Lu, C.H,R Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian Palm
Kernel Lake ( PKC ). Proc 20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya Malaysia.
Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 1995. Animal Nutrition
Prentice Hall
Mahmudi, S.P dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco.:
Jakarta.
NRC. 2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh Revised Edition: Update
2000. Subcommittee on Beef Cattle Nutrition. Committee on Animal Nutrition.
National Research Council.
Rahardjo,Tri S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah
Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia, Penebar Swadaya, Jakarta
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Suparjo, P. 2010. “Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas
Peternakan. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.Susi . 2001. Analisis
dengan Bahan Kimia 2000. Erlangga. Jakarta.
Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Tillman, A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wati, R. Sumarsono, dkk. 2012. “ Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng Gondok
sebagai Sumber Daya Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah Kototran
Itik”. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1.
Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.