Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS PROKSIMAT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Analisis Bahan Organik

Disusun Oleh:

Agnia Mauidoh Hasanah 171810111


Farida Nur Aisha 171810121
Juwita Ningsih 171810123
Rani Nuraeni 171810131

PROGRAM KEAHLIAN KIMIA ANALISIS

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BINA PUTERA NUSANTARA

KOTA TASIKMALAYA

2020
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirraahiim,

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh,

Puji serta syukur marilah kita panjatkan ke Hadirat Allaah Subhaanahu


Wa Ta’aala, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan ini. Shalawat serta salam semoga tersampaikan kepada Nabiullaah
Muhammmaad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallaam, kepada keluarganya, sahabatnya,
serta kita selaku umatnya. Aamiin.

Penyusunan laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Analisis Kimia Terpadu pada Program Keahlian Kimia Analisis di SMK
Bina Putera Nusantara Kota Tasikmalaya.

Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan hingga selesainya
laporan ini.

Penulis menyadari bahwa isi laporan ini masih jauh dari sempurna. Maka
dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tasikmalaya, 12 September 2020

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................
1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................................
1.3 Tempat dan Waktu Praktikum.................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
2.1 Analisa Proksimat ...................................................................................................
BAB III PROSEDUR KERJA, HASIL ANALISIS DAN PERHITUNGAN...............
3.1 Kadar Air.................................................................................................................
3.2 Kadar Abu ...............................................................................................................
3.3 Kadar Protein...........................................................................................................
3.4 Kadar Lemak...........................................................................................................
3.5 Kadar Karbohidrat...................................................................................................
3.6 Kadar Serat Kasar....................................................................................................
3.7 Kadar Bahan Tambahan Makanan (BTM)..............................................................
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................................

4.1 Kadar Air.................................................................................................................


4.2 Kadar Abu ...............................................................................................................
4.3 Kadar Protein...........................................................................................................
4.4 Kadar Lemak...........................................................................................................
4.5 Kadar Karbohidrat...................................................................................................
4.6 Kadar Serat Kasar....................................................................................................
4.7 Kadar Bahan Tambahan Makanan (BTM)..............................................................
BAB V PENUTUP.............................................................................................................

5.1 Kesimpulan..............................................................................................................
5.2 Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pakan merupakan kebutuhan pokok  bagi setiap ternak. Sebagian
besar  bahan pakan terdiri dari unsur - unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat,
lemak dan protein. Kelima unsur ini dibutuhkan oleh hewan ternak dan manusia
untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Makanan ternak berisi
zat nutrisi dengan kandungan yang berbeda-beda karena itu perlu dilakukan
analisis untuk mengetahui kualitas dan kuantitas zat gizi yang dibutuhkan oleh
ternak. Kualitas bahan pakan dan komponennya ini dapat dinilai melalui tiga
tahapan penilaian, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari
penilaian ini dapat dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan.
Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan
jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang
dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka
yang mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.
Analisis proksimat berupa analisa kadar air, kadar abu, bahan kering,
analisa protein kasar, lemak kasar dan analisa serat kasar. Pada setiap analisis
terdapat metode – metode yang berbeda. Pada dasarnya, analisis proksimat
bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan
pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya yang selanjutnya disebut
sampel. Selain dari itu, analisis prokimat merupakan dasar dari analisis-analisis
yang lebih lanjut.
Analisis proksimat bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu
bahan pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau
zat pakan dengan hasil analisisnya. Dengan demikian analisis proksimat ini dapat
bermanfaat bagi dunia peternakan, terutama dalam pemberian nutrisi yang dapat
memenuhi kebutuhan ternak. Maka dari itu Berdasarkan uraian di atas, praktikum
tentang analisis proksimat ini penting untuk dilakukan untuk menunjang
pengetahuan tentang cara untuk mengetahui kadar nutrisi dalam suatu pakan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui analisis proksimat berupa
kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar pada sampel yaitu
sosis.

1.3 Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Kimia SMK Bina Putera
Nusantara Pada waktu yang telah ditentukan oleh guru di Jl. Liunggunung No.261
Indihiang Kota Tasikmalaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisa Proksimat
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan
nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini
dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di
Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991).
Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total,
lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan
mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996).
Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk
hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi
lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi,
kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak (Susi .  2001).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui
kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat
pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di
sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997).
McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi
enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar
dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan
asistennya Stohman pada tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh
karena itu analisis model ini dikenal juga dengan analisis Wendee. Pada
prinsipnya bahan pakan terdiri atas dua bagian yaitu air dan bahan kering yang
dapat diketahui melalui pemanasan pada suhu 105°C. Selanjutnya bahan kering
ini dapat dipisahkan antara kadar abu dan kadar bahan organik melalui
pembakaran dengan suhu 500°C ( Sutardi, 2012 ).
Sutardi (2012) menambahkan bahan organik dapat dipisahkan menjadi
komponen nitrogennya yang kemudian dihitung sebagai protein dengan teknik
kyeldahl dan bagian lainya adalah bahan organik tanpa nitrogen. Bahn organik
tanpa N dapat dipisahkan menjadi karbohidrat dan lemak. Selanjutnya karbohidrat
dapat dipisah menjadi serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Bahan pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua
makanan mengandung air yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi
rendahnya kadar air mempengaruhi kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya
air yang terkandung pada suatu bahan makanan dapat diketahui jika bahan
tersebut dipanaskan atau dikeringkan pada temperatur tertentu. Menurut Krishna
(1980), komponen air adalah air dan senyawa organik yang mudah menguap. Abu
sendiri terdiri dari unsur mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral
dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai
indek untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu.

a) Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air
dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering
sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan
yang paling banyak mengadung kadar air adalah  tepung kedele dengan nilai
18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan
nilai 99,7501.Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari
suhu dan kelembaban dari suatu wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan
pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai
selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang
dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah
persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui oven
sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan
seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang
bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).

b) Kadar Abu
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari
mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen
Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat
kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah
dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat
anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu
(ash) . Disini, bahan pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu
adalah  tepung kulit kerang dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena
tepung kulit kerang memang terdiri bahan anorganik yang terdiri dari mineral -
mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan
perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu
ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur,
pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu
tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya
merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu
juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan
beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan
sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah
sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif
maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
c) Protein
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan
karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan
yang paling banyak mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena
nya,bungkil kedele mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami
praktikumkan. Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah
kandungan zat makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak
kasar,dan serat kasar. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai
nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu
pada istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya
kandungan nitrogen (N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25.
Definisi tersebut berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan
pakan adalah 16 gram per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri
dari protein dan nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan
protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak
selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non
protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan
protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen
tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N
makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai
hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut
didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.
d) Lemak
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari
penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan
yang mengandung banyak lemak kasar adalah tepung kedele.Ini dikarenakan
tepung kedele merupakan sumber lemak nabati.Cherney (2000) melaporkan
bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat
larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak
kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau
xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter
sebagai bahan pelarutnya, maka dari itu analisa lemak kasar juga sering disebut
sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin),
asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan
lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak
dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah
untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah
warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
e) Serat kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna
oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen
yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra.
2001).
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung
pada species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan
hijauan merupakan sumber serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-
alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya kadar serat kasar
dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998) menyatakan
bahwa Serat kasar merupakan kemudahan bagi makluk hidup untuk mendapatkan
zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.  Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa
kandungan serat kasar yang tinggi padapakan akan menurunkan koefisiensi cerna
dalam bahan pakan tersebut,karena serat kasar megandung bagian yang sukar
untuk dicerna. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat
organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang
berturur-turut dimasak selama 30 menit.. Kamal (1998) menyatakan analisis kadar
serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar dalam bahan baku
pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara kimiawi dengan
metode mendell.
Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak
ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya
mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode
pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang
terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut
dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu
yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar
berasal dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan
lignin (Suparjo, 2010). Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan secara
kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid
detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat
pakan sebagai sumber energi erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen
serat seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney
(2000) serat kasar terdiri dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang
berikatan dengan nitrogen dan selulosa.
f) Karbohidrat
Karbohidrat atau sakarida adalah polisakarida aldehid atau polisakarido keton atau
senyawa hasil hidrolisis dari keduanya. Penyusun utama karbohidrat adalah C, H dan O.
karbohidrat merupakan sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh. Ada dua jenis
karbohidrat yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat
sederhana merupakan aneka jenis gula yang langsung membentuk kalori jika dikonsumsi.
Karbohidrat kompleks merupakan sumber kalori yang mengandung vitamin, mineral dan
serat yang bermanfaat bagi tubuh (Soenardi, 2008).
Uji Benedict berdasarkan pada gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas
akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu +, yang mengendap sebagai
Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. Gula pereduksi merupakan gula yang
memiliki gugus alkalis atau keton bebas atau terdapat gugus –OH glikosidis pada
strukturnya (Sumardjo, 2006).
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam
makanan, sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi
benedict. Dipanaskan dalam waterbath selama 4-10 menit. Selama proses ini
larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning,
orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi) (Glory,
2013).

g) Bahan Tambahan Makanan (BTM)


Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Viana, 2012).
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan
pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Viana, 2012).
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu sebagai berikut:
a.       Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan
itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan,
sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
b.      Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja,
baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses
produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu
atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi
bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan
yang akan dikonsumsi. Contoh :
residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan  rodentisida), anti
biotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.
Bahan tambahan pangan (BTP) sebaiknya digunakan dengan dosis
dibawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis penggolongan BTP ada 2
yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek
toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable
Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake
) demi  menjaga/melindungi kesehatan konsumen.
Beberapa bahan tambahan pangan yang diijinkan digunakan dalam
makanan menurut PP Permenkes No 33 tahun 2012 adalah sebagai berikut:
antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan
pematang telur, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras,
pewarna, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, dan sekuestrans. Peraturan ini
dibuat untuk membatasi penggunaan bahan tambahan pangan yang dirasa masih
cukup aman untuk dikonsumsi masyarakat terhadap timbulnya efek negatif yang
dapat timbul akibat pemakaian yang berlebihan. Pemanis dapat memberikan rasa
manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007)
BAB III
PROSEDUR KERJA, HASIL ANALISIS
DAN PERHITUNGAN

3.1 Kadar Air


Prinsip :
Kehilangan bobot pada pemanasan 105oC dianggap sebagai kadar air yang
terdapat pada contoh
Alat dan Bahan :
Alat : Bahan :
1) Botol timbang bertutup 1) Sampel (sosis)
2) Desikator 2) Pasir kuarsa atau kertas
3) Oven saring
4) Neraca analitik
5) Tang penjepit
Prosedur :
a) Mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam
b) Mendinginkan dalam desikator selama 30 menit
c) Menimbang cawan porselen yang telah dikeringkan dan catat bobotnya
d) Pemanasan, pendinginan dan penimbangan diulang sampai diperoleh
bobot yang konstan
e) Menimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 1 gram dalam cawan
porselen yang telah konstan
f) Mengeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam
g) Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit
h) Menimbang cawan porselen beserta analit yang telah dikeringkan dan catat
bobotnya
i) Mengulangi sampai bobot konstan
Data pengamatan :
Cawan kosong :19,2351 gram
Sampel : 2,0080 gram
Cawan + sampel setelah dikeringkan I : 20,6648 gram
II : 20,6649 gram
Perhitungan :
W3
Dry basis = x 100%
W2
0,5783
= x 100%
1,4297
= 40,45%

W3
Wet basis = x 100%
W1
0,5783
= x 100%
2,0080
= 28,79%

W2
Total padatan = x 100%
W1
1,4297
= x 100%
2,0080
= 71,20 %
3.2 Kadar Abu
Tujuan :
Menetukan kadar abu dalam sampel
Prinsip :

Sejumlah tertentu sampel diabukan lalu dipijarkan pada suhu 1100°C -


1200°C dalam cawan yang telah diketahui beratnya, Berat residu yang
tertinggal merupakan berat abu,Sampel dioksidasi dengan suhu yang sangat
tinggi menghasilkan abu.
Alat dan Bahan :

Alat : Bahan :
1) Cawan porselen 1) Sampel
2) Kaki tiga
3) Segitiga porselen
4) Pembakar Bunsen
5) Tungku
6) Eksikator
7) Penjepit cawan
8) Neraca analitik
Prosedur :

a) Timbang cawan kosong pada neraca analitik


b) Timbang 1 gram sampel tanah (pada cawan kosong tadi)
c) Masukan sampel tersebut (pada cawan + isi) ke dalam oven selama 30
menit dengan suhu 102 – 105 °C
d) Pindahkan cawan beserta isi kedalam tanur selama 2 jam dengan suhu
1100°C - 1200°C
e) Dinginkan diudara selama 5 menit dan didesikator selama 10 menit,
lalu timbang
f) Langkah tersebut dilakukan dengan pemanasan 30 menit (pada tanur)
hingga diperoleh berat yang konstan
g) Hitung kadar abu dalam sampel

Data Pengamatan :

Massa Cawan kosong : 13,0994

Massa sampel roti tawar : 2,0991

Massa sampel setelah dikeringkan I : 13,1310

Massa sampel setelah dikeringkan II : 13,1310


Perhitungan :

W 1−W 2
Kadar Abu = X 100 %
W

13,13101−13,0994
= x 100 %
2,0991

= 0,0150 x 100%

= 1,50 %

3.3 Kadar Protein


Tujuan :

Untuk menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metode kjeldhal

Primsip :

Senyawa nitrogen diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 yang


berbentuk diuraikan dengan NaOH. Ammonium yang dibilaskan diniat dengan
asam borat dan kemudian dititar dengan larutan baku asam

Reaksi :

 Destilasi :

Senyawa N-Organik + H2SO4(p) → CO2+H2O(NH4)2SO4

 Destruksi :

(NH4)2SO4 + NaOH → Na2SO4 + NH3 + 2H2O

 Titrasi

NH3 + HCl → NH4Cl

Sisa HCl+NaOH → NaCl+H2O


Atau

NH3 + H3BO3 → NH4H2BO3

NH4H2BO3 + HCl → NH4Cl+H3BO3

Alat dan Bahan :

Alat : Bahan :
1) Labu kjeldhal 1) Sampel makanan
2) Alat destilasi dan kelengkapannya 2) Camputan selen
3) Pemanas listrik atau penangas 3) Indkator campuran
4) Neraca analitik 4) Larutan asam borat H3BO3 2%
5) Larutan asam klorida HCl 0,01N
6) Larutan natrium hidroksida
7) NaOH 30%

Prosedur :

 Campuran selen
Campuran 2,5 g serbuk SeO2, 100 gr K2SO2 dan 30 grCuSO4.5H2O
 Indikator campuran
Siapkan larutan bromoeresol green 0,1% dan larutan metil merah
0,1%dalam alkohol 95% secara terpisah, campuran 10 mL bromoeresol
green dengan 2 mL metil merah
 Larutan asam borat H3BO3 2%
Larutan 10 gr H3BO3 dalam 50 ml air suling setelah dingin pindahkan
kedalam botol bertutup gelas. Campur 500 mL asam borat dengan 5 mL
indikator
 Larutan natrium hidroksida NAOH 30%
Larutan 150 gr NaOH kedalam 350 mL air, sampan dalam botol bertutup
karet
 Penentuan protein
a) Timbang seksama 2-3 gr cuplikan kedalam labu kjeldhal 100 mL
b) Tambahkan 2 gr campuran selen dan 2g campuran selen dan 25 ml
H2SO4 pekat
c) Panaskan diatas penangas listrik atau pembakar api sampai mendidih
dan larut menjadi jernih kehijau-hijauan(selama 2 jam)
d) Biarkan dingin kemudian encerkan dan masukan kedalam labu ukur
100 ml tepatkan sampai tanda garis
e) Piprt 10ml larutan dan masukan dan masaukan kedalam alat destilasi,
tambahkan 10ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator
f) Sulingkan selama ± 10 menit sebagai penampung gunakan 10 mL
larutan asam borat 2% yang telah dicampurkan indikator
g) Bilas ujung pendingin dengan air suling
h) Titar dengan larutan HCL 0,01 N
i) Kerjakan penetapan blanko

Data Pengamatan :

 Standarisasi HCl dengan Na2CO3

Titrasi V. HCl V. Na2CO3.2H2O Perubahan warna


I 22,48 ml 25 ml Kuning→merah sangat muda
II 22,40 ml 25 ml Kuning→merah sangat muda
II 22,40 ml 25 ml Kuning→merah sangat muda
Rata-rata 22,40 ml

 Penetapan blanko

Titrasi V. HCl V. H3BO3 Perubahan warna


I 0,20 ml 25 ml Ungu→hijau→merah panta
II 0,20 ml 25 ml Ungu→hijau→merah panta
Rata-rata 0,20 ml
 Penetapan sampel

Titrasi V. HCL V. Sampel Perubahan warna


I 7,40 ml 25 ml Ungu→hijau→merah panta
Rata-rata 7,40 ml

Perhitungan :

5
x 2 gram = 0,1000 gram
100

2,5 % =0,1000 gram

(+)2+0,1000=2,1000 gram

(-)2-0,1000=1,9000 gram

W=2,2340 gr

 Na2CO3(natrium karbonat)

gr 1000
N= x
B e 100

gr
0,1 = x 10
53

=0,5300 gram

5
x 0,5300=0,0265
100

(+) 0,5300 + 0,0265 = 0,5567 gram

(-)0,5300 - 0,0265 = 0,5035 gram

Hasil penimbangan = 0,5200 gram

 H3BO3(asam borat)

5
3,000 ⨯ =0,1500
100

(+) 3.500+0,1500=3,1500 gram


(-) 3,500- 0,1500=2,0500 gram

Hasil penimbangan = 2,7925 gram

 Na2CO3.2H2O 0,1 N
gr 1000
N= x
B e 100
gr
0,1= x 10
53
=0,5200 gram

 N Sebenarnya Na2CO3.2H2O
gr 1000
N= x
B e 100
0,5200
= x10
53
= 0,0981

 Standarisasi HCl
V1.N1=V2.N2
25.0,0981
N1=
022,40
= 0,1095 N

ml HC l ( sampel−blanko ) , n . HC l x mr natrium x fpx 100 %


%N=
gram sampel x 1000

( 7,40−0,25 ) . 0,1035 x 14 x 10 x 100 %


=
2 x 1000

7,15 x 0,1035 x 14 x 10 x 100 %


= 2000

=5,18%
% protein = % N ⨯ FK

= 5,18 ⨯ 6,25

= 32,37 %

3.4 Kadar Lemak


Tujuan :

Untuk menentukan kadar lemak pada sampel sosis dengan menggunakan


metode soxhlet

Prinsip :

Ekstraksi lemak bebas dengan pelarut non polar

Alat dan bahan :

Alat : Bahan :
1) Kertas saring 1) Sampel makanan
2) Labu lemak 2) Heksana atau pelarut lemak
lainnya
3) Soxhlet 3) Batu didih
4) Pemanas listrik
5) Oven
6) Kapas bebas lemak
7) Neraca Analitik

Prosedur :

a) Timbang seksama 1-2 gram contoh,masukan kedalam segolong kertas


yang dialasi dengan kapas
b) Sumbat selongsong kertas berisi contoh dengan kertas, keringkan dalam
oven pada suhu tidak lebih dari 80° selama lebih kurang satu jam,
kemudian maskan ke dalam alat soxhlet dengan labu lemak berisi batu
didih yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya
c) Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selain lebih kurang 6
jam
d) Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering
pada suhu 105°C
e) Dinginkan dan timbang
f) Ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap

Data Pengamatan :

 Labu kosong I : 80,5664 gr


 Labu kosong II : 80,5002 gr
 Labu kosong III : 80,5001 gr
 Berat sampel mie : 3,7758 gr
 Labu + sampel kering I : 80,7777 gr
 Labu + sampel kering II : 80,7122 gr

Perhitungan:

W 3−W 2
% lemak ¿ × 100 %
W

80,7122−80,5001
¿ × 100 %
3,7758
= 5,62 %

3.5 Kadar Karbohidrat


Tujuan :

Menetukan kadar karbohidrat dalam sampel

Prinsip :
Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu ²+
menjadi Cu+. Kelebihan Cu + dapat dititar secara iodometri.

Reaksi :

R-CHO + 2 Cu2+ → R-COOH + Cu2O


2 Cu2+ + 4 I → Cu2I2 + I2

2 S2O32- + I2 → S4O62- +2 I-

Alat dan Bahan :


Alat : Bahan :
1) Neraca analitik 1) Sampel makanan
2) Erlenmeyer 500 ml 2) Asam klorida 3 %
3) Pendingin tegak 3) Natrium hidroksida, NaOH 30 %
4) Labu ukur 500 ml 4) Kertas lakmus
5) Corong 5) Larutan Luff Schrool
6) Pipet gondok 10 ml dan 25 6) Larutan Kalium iodide, KI 20%
ml 7) Larutan Asam Sulfat, H2SO4 25%
7) Pemanas listrik 8) Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
8) Stopwach 9) Indikator larutan kanji 0,5%
9) Gelas ukur
10) Buret
11) Pipet tetes
Prosedur :

 Pembuatan pereaksi Luff-Schoorl


Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 ml air suling. Sambil di
aduk, Tambahkan 50 g asam sitrat yang telah di larutkan dengan 50 ml air
suling. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah di larutkan dengan 100
ml air suling. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu 1 liter, tepatkan
sampai tanda garis dengan air suling dan kocok. Biarkan semalam dan
saring bila perlu, larutan ini mempunyai kepekatan Cu2+ 0,1N dan Na2CO3
 Pengujian kepekatan larutan Luff-Schoorl
a) Pipet 25 ml larutan Luff, tambahkan 3 gr KI dan 25 ml larutan
H2SO4 6N titar dengan larutan natrium tio sulfat yang
dipergunakan untuk titrasi (25±2ml)
b) Pipet 10 ml larutan Luff, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
encerkan ke dalam Erlenmeyer berisi 24 ml HCl 0,1 N
c) Masukan erlenmeyer tersebut ke dalam penangaas air mendidih
dan biarkan selama 1 jam kemudian angkat dan dinginkan
d) Encerkan dengan air suling dan titar dengan larutan NaOH 0,1 N
dengan indikator Pp
e) Pipet 10 ml hasil pengenceran, masukan ke dalam erlenmeyer dan
titar dengan HCL 0,1 M dengan indikator Pp
f) Larutan HCL 0,1 M yang dipergunakan untuk titrasi harus sekitar
6,0 ml-7,5 ml
g) Larutan Luff harus mempunyai pH 9,3-9,4
 Penetapan Karbohidrat
a) Timbang seksama lebih kurang 5 g cuplikan ke dalam erlenmeyer
500 ml
b) Tambahkan 200 ml larutan HCl 3 % didihkan selama 3 jam dengan
pendingin tegak
c) Dinignkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan
lakmus/Pp) dan di tambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana
larutan agak sedikit asam
d) Pindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml tambahkan 25 ml
larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15
ml air suling
e) Panaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap. Usahakan
agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stop
watch) didihkan terus selama tepat 10 menit (di hitung dari mulai
mendidih dan gunakan stop watch) kemudian dengan cepat
dinginkan dalam bak berisi es
f) Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan H 2SO4 25%
perlahan-lahan
g) Titar secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan indikator kanji
0,5 %)
h) Kerjakan juga blanko

Data Pengamatan :

 Massa sampel : 3,1165


 Massa K2Cr2O7 : 0,4910/100
 Standarisasi Na2S2O3

 Standarisasi K2Cr2O7 dengan Na2S2O3


Titrasi V.K2Cr2O7 V.Na2S2O3 Perubahan warna
1 10,00 ml 10,70 ml Biru → merah muda
2 10,00 ml 12,00 ml Biru → merah muda
3 10,00 ml 10,70 ml Biru → merah muda
 Penetapan blanko
Titrasi V.Blanko V.Na2S2O3 Perubahan warna
1 10,00 21,50 Biru → merah muda
2 10,00 21,50 Biru → merah muda

 Penetapan sampel
Titrasi V.Sampel V.Na2S2O3 Perubahan warna
1 10,00 11,70 Biru → merah muda
2 10,00 13,00 Biru → merah muda
3 10,00 11,60 Biru → merah muda
 Penetapan gula menurut Luff Schrool
Vol Tio Mg Vol Tio Mg
0,1000 N glukosa,fraktosa, 0,1000 N glukosa,fruktosa
Gula inversi Gula inversi
1 2,4 11 27,6
2 4,8 12 30,3
3 7,2 13 33,0
4 9,7 14 35,7
5 12,2 15 38,5
6 14,7 16 41,3
7 17,2 17 44,2
8 19,8 18 47,1
9 22,4 19 50,0
10 25,0 20 53,0

Perhitungan :

V.Tio yang diapakai = V.Blanko – V.Tio sampel

= 21,50 – 11,65

= 9,85

Tio yang dipakai


Mg pereduksi = x Mg pereduksi
Tio standar

9,85
= x 22,4
9

= 24,52 mg
Fpx mg pereduksi
% glukosa = x 100 %
mg sampel

25 x 24,52
= 100 %
3,1165 x 1000

613
= x 100 %
3116,5

= 19,67 %

% Karbohidrat = 0,90 x Kadar glukosa

= 0,90 x 19,67

= 17,70%

3.6 Kadar Serat Kasar


Tujuan :
Untuk menentukan kadar serat kasar dalam sampel makanan

Prinsip :

Ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar

Alat dan Bahan :

Alat : Bahan :
1) Neraca Analitik 1) Sampel makanan
2) Pendingin tegak 2) NaOH 3,25%
3) Corong buchner 3) Etanol 96%
4) Pompa vakum 4) H2SO4 1,25 %
5) Kertas saring whatman 54 atau 41
Prosedur :

a) Timbang seksama 2-4 gram, bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi


dengan cara soxlet / dengan cara mengendap tuang contoh dalam pelarut
organik sebanyak-banyaknya,keringkan contoh dan masukkan ke dalam
erlenmeyer.
b) Tambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25% kemudian didihkan selama 30
menit dengan menggunakan pendingin tegak.
c) Tambahkan 50 ml larutan NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30
menit.
d) Dalam keadaan panas, saring dengan corong butcher yang berisi kertas
saring tak berabu whatman 54 / 41 yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya .
e) Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut H2S04
1,25% panas, air panas, dan etanol 96%.
f) Angkat kertas saring beserta isinya, keringkan pada suhu 105 oC
dinginkan dan timbang sampai bobot tetap.
g) Bilas ternyata kadar serat kasar lebih dari 1% abukan kertas saring
beserta isinya, timbang sampai bobot tetap.

Data Pengamatan :

Sampel = 4,0000 gram


Cawan kosong = 9,0851 gram
Cawan yang telah dikeringkan 1= 10,5822 gram
Cawan yang telah dikeringkan 2= 9,0882 gram

Perhitungan :

325
NaOH = x 50
100
= 1,6250 gram

H2SO4 1,25%
V 1 . C1 = V 2 . C2
100× 125
V1 =
96
= 1,30 ml

W1 = Cawan isi – cawan kosong


= 9,0882 – 9,0851
= 0,0031 gram
W −W 1
% Kadar Serat = ⨯ 100%
W2
4 – 0,0031
= ⨯ 100%
10,5822
= 37,77%
= 38%

3.7 Kadar Bahan Tambahan Makanan (BTM)


Tujuan :
Menentukan bahan tambahan makanan dalam sampel
Prinsip :
Bahan tambahan makanan mencakup analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis BTM dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan bahan
tambahan yang ada pada makanan. Analisis kualitatif didasarkan pada
reaksinya terhadap reagen tertentu. Sedangkan analisis kuantitatif berdasarkan
nilai yang dihasilkan dari suatu perhitungan tertentu.
Alat dan Bahan :
Alat : Bahan :
1) Neraca analitik 1) Sampel
2) Kaca arloji 2) Aquadest
3) Spatula 3) Bulu domba
4) Tanur 4) H2S2O4 pekat 8 ml
5) Beaker gelas 5) Alkohol 10 Ml
6) Bunsen 6) Larutan MSG
7) HCl 1 N

Prosedur :
 Pewarna
a) Sampel dihancurkan/diiris
b) Ditimbang 1 gram pewarna, dimasukkan ke dalam beaker glass
c) Ditambahkan air secukupnya, lalu dipanaskan sampai mendidih
d) Masukkan bulu domba, biarkan selama 10 menit
Positif tandanya pewarna nempel di bulu domba
 Boraks
a) Sampel diarangkan/diabukan di tanur selama 60 menit
b) Ditambahkan H2SO4 pekat 8 ml
c) Tambahkan alcohol 10 ml
d) Bakar diatas Bunsen
e) Warna nyala hijau (+) boraks
 Penyedap rasa
a) Ke dalam 10 ml larutan MSG (1:10) tambahkan 5,6 ml HCl 1 N. Saat
didiamkan terbentuk endapan kristal putih asam glutamate
b) Bila kedalam larutan keruh tersebut ditambah HCl 1 N asam glutamate
larut dalam pengocokan.
Data pengamatan :
 Pewarna
Pada sampel jasjus jambu mengandung pewarna buatan tetapi sesuai
dosisnya.
 Penyedap rasa
Pada sampel bumbu mie gelas diperoleh endapan kristal putih (positif
MSG).
 Borak
Pada saat pembakaran sampel baso, nyala api tidak berwarna hijau. Hal ini
membuktikan bahwa baso yang dianalisis tidak mengandung boraks (negatif).

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kadar Air


Prinsip kerja kadar air yaitu menguapkan air yang terdapat dalam bahan
dengan oven pada suhu 100o – 105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam )
hingga sseluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat
bahan tidak berubah lagi. Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang
paling kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah
yang kecil. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).
4.2 Kadar Abu
Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600°C selama 4-5
jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N)
habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu
yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan.
Dengan perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan.
Karra(2007)menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu
400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik
yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu(ash).
4.3 Lemak
Prinsip kerjanya yaitu Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat
dalam bahan dengan pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam. Ekstraksi
menggunakan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah
kloroform, heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut)
terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari
pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105°C. Pelarut akan
menguap sedangkan lemak tidak (titik didih lemak lebih besar dari 105°C,
sehingga tidak menguap dan tinggal di dalam wadah). Lemak yang tinggal
dalam wadah ditentukan beratnya.
Pada praktikum ini dilakukan dengan metode sokhlet yaitu dengan
memasukkan sampel kedalam alat sokhlet. Hal ini sesuai dengan (Soejono,
1990) yaitu Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan
metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet.
Perhitungan kadar Lemak Kasar : x 100 %
Kadar Lemak hasil perhitungan diatas dari yang terbesar yaitu R3
(11.43%), R0 (9,34%), R1 (9.33%) dan terkecil yaitu R2 (8.37%). Lemak yang
didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung
lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik,
alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak
sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan
dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk
mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna
dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
4.4 Protein
Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena
analisis ini didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam
bahan. Kandungan nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan angka 6,25 sebagai
angka konversi menjadi nilai protein. Nilai 6,25 diperoleh dari asumsi bahwa
protein mengandung 16% nitrogen (perbandingan protein : nitrogen =100 :16 =
6,25:1). Definisi tersebut menurut Cherney : 2000 merupakan asumsi bahwa rata
– rat kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram per 100 gram protein
Penentuan nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analisa kimia,
yaitu:
1. Tahap Destruksi
Perubahan N-protein menjadi amonium sulfat ((NH 4)2SO4).
Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan katalisator yang
akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi amonium sulfat
kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. CO2 dan H2O terus menguap. SO2 yang
terbentuk sebagai hasil reduksi dari sebagian asam sulfat juga menguap.
Dalam reaksi ini digunakan katalisator selenium/Hg/Cu. Destruksi
dihentikan jika larutan berwarna hijau jernih.
Zat Organik + H2SO4            CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2
2. Tahap Destilasi
Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan
kemudian larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan
aquades. Pengencer-an dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika
larutan ditambah larutan alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan
(NH4)2SO4 akan melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan
air ditangkap oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan
membentuk senyawa (NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila
semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam labu erlenmeyer.
NH3 + H2SO4             (NH4)2SO4 + H2SO4            
3. Tahap Titrasi
Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan untuk menangkap N
dititrasi dengan NaOH. Titrasi dihentikan jika larutan berubah dari biru ke
hijau.
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi
kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua
sel hidup.

Perhitungan kadar protein:


% Protein Kasar = kadar nitrogen x 6.25 x 100 %

Pada praktikum kali ini didapatkan % N dan % PK berturut – turut R0


(-1.316%, -8.2238%), R1 (-0.811%, -5.0669%), R2 (-1.089%, -6.8063%),
R3 (0.312%, 1.9500%). Hasil ini terjadi kesalahan yaitu pada saat
membandingkan hasil titrasi dangan titer blanko tidak dilakukan secara
bersamaan. Jika kita lakukan secara bersamaan, otomatis cara yang kita
gunakan adalah sama, sedangkan jika dilakukan setelah atau sebelum
membuat titrasi sampel, bisa memungkinkan adanya perberdaan cara kita
melakukan titrasi. Hal ini mengakibatkan hasil yang didapatkan pun
sangat jauh melenceng dari yang seharusnya.
. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak
pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua
nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua
nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein
16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16%
(Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein
nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan
protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.

4.5 Serat Kasar


Sample yang digunakan praktikum kali ini adalah daun singkong.
Metode pengujian yang dilakukan dalam penentuan kadar serat kasar ini
adalah berdasarkan pada SNI 01-2891-1992, dalam penentuan kadar serat
kasar ini dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu deffeating, digestion, dan
penyaringan.

Sample yang berhasil ditimbang adalah 4,0000 gram, setelah sample


ditimbang kemudian sample memasuki tahapan deffeating, tahapan ini
adalah menambahkan pelarut lemak yang bertujuan untuk menghilangkan
lemak yang terkandung dalam sample, pelarut yang dipergunakan saat
praktikum adalah pelarut n-Hexane.

Proses pelarutan lemak ini dilakukann dengan cara sederhana, yaitu


menambahkan n-Hexane sebanyak 50 mL dalam erlenmeyer yang berisi
sample dan mengaduknya sebentar, setelah itu memindahkan n-Hexane
yang mengandung lemak tersebut ke dalam beaker glass, kemudian isi
kembali erlenmeyer yang berisi sample tersebut dengan n-Hexane
sebanyak 50 mL dan proses selanjutnya sama seperti diatas. Proses ini
dilakukan sebanyak 3 kali.

Setelah itu sampel yang sudah dikurangi lemaknya tersebut


kemudian ditambahkan larutan H2SO4 1,25% sebanyak 50 mL, kemudian
dipanaskan diatas hot plate dengan tambahan rangkaian pendingin balik
dan biarkan mendidih selama 30 menit, hal ini dilakukan untuk
menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sample dengan
asam.

Setelah mendidih selama 30 menit, kemudian larutan dalam


erlenmeyer tersebut ditambahkan dengan NaOH 3,25% sebanyak 50 mL,
proses penambahan ini bertujuan hampir sama dengan tujuan penambahan
H2SO4, yaitu untuk menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam
sample dengan menggunakan basa.

Nilai serat kasar lebih rendah daripada serat makanan karena H2SO4
dan NaOH mempunyai kemampuan lebih besar untuk menghidrolisis
komponen serat makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Serat
makanan berkisar antara 2-3 kali serat kasar.

Setelah ditambahkan NaOH, larutan dipanaskan dengan hot plate


dan rangkaian pendingin balik, dan dididihkan kembali selama 30 menit,
proses pendidihan ini harus diawasi dengan baik karena saat proses
pendidihan larutan berbuih, dan buih tersebut akan naik keatas, apabila
dibiarkan buih tersebut akan meluap. Untuk mencegah hal itu terjadi, maka
proses pemanasan ini perlu diawasi, jika buih sudah mencapai setengah
dari tinggi erlenmeyer, maka angkat sedikit erlenmeyer dari permukaan
hot plate dan mengocoknya sebentar untuk mencegah buih naik ke
permukaan.

Setelah proses deffeating dan digestion sudah dilakukan, maka


proses selanjutnya adalah penyaringan, proses ini dilakukan dengan
metode penyaringan vacuum. Yaitu dengan menggunakan corong buchner
dan pompa. Corong buchner yang dipergunakan sebelumnya dialasi
dengan kertas saring watman no 42. Setelah kertas saring diletakan di
dasar corong, kemudian semprotkan aquadest pada kertas saring tersebut,
sehingga kertas saring akan menempel dengan kuat pada corong dan
proses penyaringan vacuum dapat tercapai karena tidak ada udara yang
masuk pada celah-celah pinggiran kertas saring tersebut, hal ini juga akan
mempercepat proses penyaringan. Kandungan protein sample juga dapat
mempengaruhi proses penyaringan, kandungan protein yang cukup tinggi
akan mempersulit proses penyaringan, untuk itulah sebaiknya dilakukan
digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim proteolitik.

Kadar dari serat kasar diketahui berdasarkan perbandingan berat


sample dan kertas saring sebelum pengeringan dengan sesudah
dikeringkan (gravimetri).
Proses penyaringan harus dilakukan secepat mungkin setelah proses
digestion selesai dilakukan, hal ini dikarenakan penundaan yang terlalu
lama akan mengakibatkan hasil analisa menjadi lebih kecil karena terjadi
pengerusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai.

Penyaringan juga dilakukan saat larutan masih dalam keadaan panas,


karena dalam keadaan dingin larutan mengental dan menjadi labih sulit
untuk disaring, sehingga saat praktikum larutan terus dipanaskan diatas hot
plate untuk menjaga suhu larutan tetap tinggi.

Setelah proses penyaringan selesai, maka selanjutnya adalah proses


pembilasan. Larutan yang pertama kali digunakan untuk pembilasan
adalah asam, yaitu H2SO4 1,25%, asam yang dipergunakan saat praktikum
adalah ± 10 mL, asam ini dipergunakan dalam keadaan panas, suhu yang
tinggi akan meningkatkan daya hidrolisis serat makanan oleh asam.

Pelarut kedua yang dipergunakan adalah aquadest, seperti halnya


pada pembilasan dengan asam, pembilasan ini pun menggunakan aquadest
dalam keadaan panas. Pembilasan dengan menggunakan aquadest ini
bertujuan untuk melarutkan serat larut air yang masih tersisa sehingga
terbawa menjadi filtrat. Pembilasan dengan aquadest dilakukan sampai
filtrat sedikit bening.

Pelarut terakhir yang dipergunakan adalah etanol 96%, berbeda


dengan 2 pelarut lainnya, etanol yang dipergunakan tidak dalam keadaan
panas. Etanol yang dipergunakan sebanyak ±10 mL.
Setelah endapan dibilas dengan 3 pelarut tadi, kemudian endapan
tersebut diangkat dan dipindahkan dalam cawan petri bersih, bobot dari
cawan kosong yaitu 9,0851 gram.

Setelah kertas saring yang berisi endapan tersebut dipindakan ke


dalam cawan petri, maka langkah selanjutnya adalah memasukan cawan
tersebut ke dalam oven, proses pemanasan ini dilakukan dengan
menggunakan suhu 105OC selama 1 jam, kemudian timbang dengan
menggunakan neraca analitik, hasil dari proses pemanasan yang pertama
adalah 10, 5822 gram. Proses pemanasan dengan oven, pada suhu 105OC
selama 1 jam dilakukan kembali, dan sesudah itu ditimbang. Hasil
penimbangan yang kedua adalah 9,0882 gram. Maka hasil penimbangan
yang diambil sebagai berat konstan adalah hasil penimbangan terkecil,
yaitu penimbangan yang ke 2 dengan hasil 9,0882 gram.

Persentase hasil praktikum dan perhitungan serat kasar dapat


dipergunakan untuk mengevaluasi suatu proses penngolahan, misalnya
proses penggilingan, atau proses pemisahan antara kulit dan katiledon.
Akan tetapi hasil ini belum dapat dipastikan akurat, karena berat konstan
yang sebenarnya masih tidak dapat diketahui, meskipun proses
pengkonstanan sudah dilakukan sebanyak 2 kali.

Hal ini dapat disebabkan karena pada saat proses pengeringan


dengan oven, posisi cawan pada saat pengeringan yang pertama tidak sama
dengan penimbangan yang kedua dan selanjutnya, hal ini tentu
berpengaruh pada hasil penimbangan karena suhu di dalam oven tidak
merata, dan beberapa titik memiliki suhu yang berbeda, ada yang kurang
dari 105OC, dan bahkan di beberapa titik tertentu mungkin memiliki suhu
yang lebih dari 105OC.

4.6 Bahan Tambahan Makanan (BTM)


 Pewarna
Adapun sampel yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu jasjus
jambu berupa serbuk yang berwarna merah muda. Pertama yang dilakukan yaitu
dengan menimbang 1 gram sampel, dilarutkan kemudian dididihkan. Setelah itu
masukkan bulu domba kedalam larutan tersebut, lalu diamkan selama 10 menit.
Kemudian cuci bulu domba, apabila warna pada bulu domba tersebut memudar
maka minuman tersebut mengandung bahan pewarna buatan. Begitupun
sebaliknya, jika warna pada bulu domba tersebut tidak memudar maka minuman
tersebut mengandung pewarna alami. Pada sampel jasjus jambu mengandung
pewarna buatan tetapi sesuai dosisnya.
 Penyedap rasa
Untuk mengetahui adanya penyedap rasa (MSG) dengan cara
melarutkan sampel 1 gram dalam 10 ml air (1:10), lalu ditambahkan 5,6 ml HCl
1 N dan didiamkan beberapa saat. Jika pada larutan tersebut terbentuk kristal
putih itu menandakan sampel positif mengandung MSG. Pada sampel bumbu
mie gelas diperoleh endapan kristal putih (positif MSG).
 Borak
Untuk mengetahui adanya boraks dalam sampel, ditambahkan 8 ml
H2SO4 dan 10 mL alkohol. Hasil reaksi antara borat, asam sulfat pekat, dan
alcohol jika terbakar akan menghasilkan nyala api berwarna hijau. Warna hijau
ini mengiidikasikan adanya boraks dalam sampel. Pada saat pembakaran sampel
baso, nyala api tidak berwarna hijau. Hal ini membuktikan bahwa baso yang
dianalisis tidak mengandung boraks(negatif).

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia yang sangat
diperlukan utuk diketahui karena analisa ini berguna untuk mengetahui
kandungan bahan pakan yang terdapat pada suatu bahan pakan.
Penentuan Kadar Air menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan
oven dengan suhu 100°-105°C dalam jangka waktu tertentu. hingga seluruh air
yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah
lagi. Penentuan kadar abu Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu
600°C selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa
organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak
terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang
terdapat dalam bahan., abu merupakan total mineral dalam bahan. Penetapan nilai
protein kasar didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam
bahan dengan tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Kadar lemak
Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak
(ether) selama 3-8 jam dengan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat
digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut
dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet) kemudian
dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105°C.

5.2 Saran
Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih teliti dan
hati – hati karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati – hati maka akan
terjadi kesalahan pada hasil analisa proksimat yang dilakukan.

                            

DAFTAR PUSTAKA

 
AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion  of Official Analitic Chemist.
Washington DC. USA.
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam
Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in
Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing : 281-300.
Danuarsa. 2006. “Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas
Kacang-kacangan”.  Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1
Defano. 2000 . Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas
Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hafes. E. S. E.2000.  Metode Analisis Proksimat.  Jakarta  :  Erlangga.
Haris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol. 1
Utah State University. Logan. Utah.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta.
Khairul. 2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Khalil. 1999. “Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan
Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan
Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis”. Media
Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
Krishna G and S.K.  Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Reseach. Vikas
publising house PVT Ltd. Sahibabad. India
Lu, C.H,R Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian Palm
Kernel Lake ( PKC ). Proc 20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya Malaysia.  
Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 1995. Animal Nutrition
Prentice Hall
Mahmudi, S.P dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco.:
Jakarta.
NRC. 2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh Revised Edition: Update
2000. Subcommittee on Beef Cattle Nutrition. Committee on Animal Nutrition.
National Research Council.
Rahardjo,Tri S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah
Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia, Penebar Swadaya, Jakarta
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Suparjo, P. 2010. “Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas
Peternakan. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.Susi .  2001. Analisis
dengan Bahan  Kimia  2000.  Erlangga. Jakarta.
Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Tillman, A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 
Wati, R. Sumarsono, dkk. 2012. “ Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng Gondok
sebagai Sumber Daya Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah Kototran
Itik”. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1.
Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai