Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANALIS PROKSIMAT

Disusun oleh: ANGGI P XII KA 4

SMK BINA PUTERA NUSANTARA KOTA TASIKMALAYA 2014

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini yang yang berjudul Analisis Proksimat Alhamdulillah tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin. Wassalamualaikum Wr.Wb. Tasikmalaya, Februari 2014 Penyusun,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1.2. Tujuan ............................................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Proksimat ............................................................................................. 2.1.1. Air ............................................................................................................ 2.1.2. Abu .......................................................................................................... 2.1.3. Serat Kasar ............................................................................................... 2.1.4. Lemak Kasar ............................................................................................ 2.1.5. Protein Kasar ........................................................................................... 2.1.6. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) .................................................. 2.2. Isi Rumen Kambing ........................................................................................... BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi ................................................................................................................. 3.2. Metode ............................................................................................................... 3.2.1 Analisis Kadar Air .................................................................................... 3.2.2 Analisis Kadar Abu .................................................................................. 3.2.3 Analisis Kadar Serat Kasar ...................................................................... 3.2.4 Analisis Kadar Lemak Kasar .................................................................... 3.2.5 Analisis Kadar Protein Kasar ................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

i ii

1 1

2 2 2 3 3 3 4 4

6 6 6 7 7 8 9

4.1 Hasil .................................................................................................................... 11 4.2 Pembahasan ........................................................................................................ 11 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 14 5.2 Saran ................................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 15

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap contoh hijauan pakan yang dikirim ke laboratorium untuk dianalisis secara kimiawi pada umumnya dalam keadaan basah (segar), sedangkan analisis proksimat kadar air (KA), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), A, Kalsium (Ca), Fosfor (P) dan gross energy (GE) suatu bahan hanya dapat dilakukan dari contoh yang telah dikeringkan. Oleh karena itu salah satu tahap penting dalam suatu analisis kimia tersebut adalah penyediaan contoh kering melalui proses pengeringan contoh pakan hijauan segar. Untuk menghasilkan contoh kering yang baik (yang memenuhi persaratan analisis) dan hasil analisis yang akurat, kesalahan-kesalahan yang bersifat teknis sekecil apapun harus dihindari. Misalnya tertukarnya sampel, terjadinya perubahan fisik atau kimia pada sampel dan terkontaminasinya sampel dengan bahan lain. Oleh karena itu perlakuan awal terhadap sampel yang dikirim ke laboratorium seperti kejelasan label (pelabelan), keterangan keadaan sampel (berat basah d1l.) dan penyimpanan sampel merupakan sesuatu yang perlu mendapat perhatian khusus. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan data analisis kimia suatu bahan secara akurat kepada pengguna baik peneliti maupun penyuluh peternakan sesuai dengan kebutuhannya, dan apabila pengguna menginginkan keterangan tambahan dari data tersebut dapat dengan mudah ditelusuri, terutama data analisis dari bahan segar untuk konversi data analisis lainnya.

1.2. Tujuan a. Mengidentifikasi kandungan zat dalam makanan atau pakan yang belum diketahui b. Menguji kualitas bahan yang telah diketahui dibandingkan dengan standarnya c. Mengevaluasi hasil formula ransum yang telah dibuat d. Merupakan dasar untuk analisis lebih lanjut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Proksimat Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991). Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan mikronutrien difokuskan pada provitamin A (-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak (Winarno, 1997). 2.1.1. Air Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997). 2.1.2. Abu Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang 2

selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994). 2.1.3. Serat Kasar Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan merupakan sumber serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alatalat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998). Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990). 2.1.4. Lemak Kasar Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997). 2.1.5. Protein Kasar Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa 3

kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah. 2.1.6. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994).

2.2. Isi Rumen Kambing Pakan adalah campuran beberapa bahan pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang belum lengkapi, yang disusun secara khusus untuk dapat dimanfaatkan oleh ternak (Soejono, 1994). Bahan pakan merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak (Hartadi et al., 1997). Isi rumen merupakan limbah pemotongan ternak ruminansia yang berasal dari pakan yang dikonsumsi dan belum menjadi feses yang terdapat di dalam rumen (Murni et al., 2008). Nutrisi yang terkandung dalam isi rumen antara lain serat kasar, karbohidrat, dan protein kasar yang merupakan media bagi kehidupan mikroba. Pemanfaatan bolus yang merupakan limbah sebagai bahan pakan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia. Isi rumen dapat meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan kadar serat kasar produk pemeraman (Sutrisno et al., 1992). Kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh macam makanan, mikroba rumen, dan lama makanan dalam rumen. Bolus mengandung serat kasar yang tinggi, 4

protein, mineral dan vitamin. Kandungan nutriennya adalah 10,90% air, 25,07% abu (Sutrisno et al., 1992), 1027,6% bahan kering, 8,4225% protein kasar, 18,2638% serat kasar, 28,91% lemak kasar dan 30,263,17% BETN (Yudijeliman, 2008).

BAB III MATERI DAN METODE

3.1. Materi Materi yang digunakan adalah tepung isi rumen kambing, aquades, H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, aseton, air panas, n heksan, katalisator (selenium), H2SO4 pekat, H3BO4 4%, indikator (MR + MB), NaOH 45%, HCl 0,1 N. Alat yang digunakan adalah botol timbang dan timbangan analitis yang digunakan untuk menimbang sampel, oven untuk mensterilisasikan alat dan bahan, eksikator untuk mensterilisasikan alat dan bahan, penjepit untuk membantu dalam mengambil sampel, tanur listrik untuk analisis kadar abu, crusible porselin untuk tempat sampel, labu erlenmeyer untuk menempatkan larutan, becker glass untuk menempatkan larutan, gelas ukur sebagai pengukur larutan yang akan digunakan, corong buchner untuk alat bantu memasukkan sampel cair, kertas saring bebas abu untuk menyaring sampel pada analisis kadar serat kasar, tabung soxhlet untuk wadah sampel analisis kadar lemak kasar, pendingin tegak untuk analisis lemak kasar, labu kjeldahl untuk analisis protein kasar, buret untuk alat titrasi, kompor listrik untuk mendidihkan sampel pada analisis kadar lemak kasar, alat-alat destilasi sebagai destilator, lemari asam untuk analisis protein kasar, serta kertas minyak untuk menempatkan sampel.

3.2. Metode 3.2.1 Analisis Kadar Air Langkah pertama adalah mencuci botol timbang, kemudian mengeringkan dalam oven pada suhu 105oC sampai 110oC selama 1 jam, memasukkan dalam eksikator selama 15 menit, kemudian menimbang botol timbang (x gram). Menimbang sejumlah sampel, misal beratnya y gram. Memasukkan sampel ke dalam botol timbang mengovennya selama 4-6 jam dengan suhu 105oC-110oC, selanjutnya adalah memasukkan sampel kedalam eksikator selama 15 menit. Setelah itu menimbang botol sampel, misal beratnya z gram. Mengulang pengeringan 3 kali masing-masing 1 jam sampai berat sampel konstan (selisih maksimal 0,2 mg). Menghitung kadar air dengan rumus : Kadar air = x 100 % Keterangan : x = berat botol timbang 6

y = berat sampel z = berat botol timbang dan sampel setelah dioven

3.2.2 Analisis Kadar Abu Langkah pertama dalam analisis kadar abu ini adalah mencuci crusible porselin dengan air sampai bersih, kemudian mengeringkannya dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam dan mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit, kemudian menimbangnya, misal beratnya x gram. Menimbang sejumlah sampel, misal beratnya y gram, penimbangan dengan menggunakan crusible porselin sebagai tempatnya. Setelah itu memijarkan sampel dan cawan dalam tanur listrik pada suhu 400oC-600oC selama 4-6 jam, sampai menjadi abu putih semua. Mengangkat crusible porselin dari tanur listrik dan mendinginkannya sampai suhu 120oC, kemudian memasukkannya dalam eksikator selama 15 menit. Setelah itu menimbang crusible porselin, misal beratnya z gram, kemudian menghitung kadar abu dengan rumus : Kadar abu = x 100 % Keterangan: z = berat crusible porselin dan sampel setelah ditanur y = berat sampel x = berat crusible porselin setelah dioven

3.2.3 Analisis Kadar Serat Kasar Langkah dalam analisis kadar serat kasar adalah mempersiapkan semua alat-alat dan pereaksi yang akan digunakan. Mencuci semua alat dan memasukkannya ke dalam oven dengan suhu 105oC110oC selama 1 jam dan memasukkanya ke dalam eksikator selama 15 menit. Menimbang sampel, misal beratnya x gram dan memasukkannya ke dalam becker glass. Memasukkan H2SO4 0,3 N 50 ml dalam labu erlenmeyer yang berisi sampel tersebut dan memasaknya hingga mendidih selama 30 menit. Mendinginkan sampel tersebut sebentar dan menambahkan dengan NaOH 1,5 N 25 ml serta memasaknya sampai mendidih selama 30 menit. Menimbang crusible porselin dan kertas saring, misal berat kertas saring a gram, memasukkan ke dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105oC110oC dan memasukkan di dalam eksikator selama 15 menit. Cairan yang berisi sampel disaring dengan menggunakan crusible porselin dan kertas saring yang dipasang 7

corong bunchner. Mencuci sampel berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton. Memasukkan crusible porselin dan kertas saring beserta isinya pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam dan memasukkan ke eksikator selama 15 menit. Selanjutnya menimbang crusible porselin dan isinya, misal beratnya y gram. Kemudian memijarkan crusible porselin dan isinya dalam tanur pada suhu 400oC-600oC selama 4-6 jam sampai menjadi abu putih dan mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit. Setelah itu menimbangnya misal beratnya z gram. Penghitungan kadar serat kasar dengan rumus : Kadar serat kasar = y z a /x x 100 % Keterangan : a = kertas saring x = berat sampel y = berat sampel dan crusible porselin setelah dioven z = berat sampel, crusible porselin dan kertas saring setelah ditanur

3.2.4 Analisis Kadar Lemak Kasar Langkah pertama dalam analisis kadar lemak adalah mencuci dan memasukkan semua alat dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam, kemudian memasukkannya ke dalam eksikator selama 15 menit dan menimbang, misal beratnya a gram. Menimbang sampel dan kertas, misal beratnya b gram. berat sampel adalah (b-a) = x gram. Membungkus sampel dengan kertas saring dan memasukkan ke dalam oven selama 4-6 jam pada suhu 105oC-110oC dan eksikator selama 15 menit, serta menimbang kertas saring misal beratnya y gram. Memasukkan sampel dan kertas saring dalam alat soxhlet, kemudian menambahkan n heksan serta memasang alat pendingin tegak yang dialiri air dingin. Melakukan penyaringan sampai 8-10 kali sirkulasi, sampel dikeluarkan dan diangin-anginkan. memasukkannya dalam oven dengan suhu 105oC -110oC selama 1 jam, memasukkan ke eksikator selama 15 menit. Menimbang kertas saring yang berisi sampel tersebut dengan menggunakan timbangan analitis, misal beratnya z gram. Perhitungan untuk analisis kadar lemak adalah sebagai berikut: Kadar lemak = x y /x z x 100 %

Keterangan : x = berat kertas saring dan sampel sebelum diekstraksi y = berat kertas saring dan sampel setelah diekstraksi z = berat kertas saring 3.2.5 Analisis Kadar Protein Kasar Metode yang digunakan dalam analisis kadar protein ada 3 yaitu proses destruksi yang merupakan terjadinya proses oksidasi perubahan N atau protein menjadi (NH4)2 SO4, proses destilasi yaitu pemecahan (NH4)2SO4 yang dilakukan oleh basa kuat, yaitu NaOH serta proses titrasi, yaitu terjadinya reaksi asam basa. Mencuci labu destruksi, kemudian memasukkannya dalam oven pada suhu 105oC110oC selama 1 jam dan memasukkan labu destruksi ke eksikator selama 15 menit. Menimbang sampel, misal beratnya x gram, kemudian memasukannya ke dalam labu destruksi. Menambahkan katalis yang terdiri dari selenium 0,3gr dan menambahkan H2SO4 pekat 25 ml. Memanaskan semua bahan yang ada dalam labu destruksi tersebut secara perlahan-lahan dalam lemari asam, dimana mulamula dengan nyala kecil sama tidak berasap atau tidak berbuih lagi, dengan nyala diperbesar. Melakukan pendidihan (destruksi) bahan dalam labu destruksi sampai terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau jernih atau kuning jernih. Perubahan warna yang terjadi secara bertahap adalah hitam, merah, hijau keruh dan kemudian hijau jernih. Proses selanjutnya adalah proses destilasi yaitu mendinginkan labu destruksi tersebut lalu sampel dimasukkan labu destilasi yang telah dipasang pada rangkaian alat destilasi. Menggojog labu tersebut membentuk angka delapan dengan menambahkan 50 ml aquades dan 40 ml NaOH 45%. Menampung hasil sulingan dalam erlemeyer yang telah berisi asam borat (H3BO4) sebanyak 20 ml dan menambahkan indikator MR + MB sebanyak 1 tetes sampai warna berubah dari ungu menjadi hijau jernih. Selanjutnya melakukan titrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N, hingga membentuk warna ungu. Membuat larutan blangko yaitu memasukkan aquades 50 ml dan 40 ml NaOH 45% kedalam labu destilasi. Melakukan destilasi dan menangkapnya dengan campuran H3BO4 sebanyak 20 ml dan indikator MR + MB sebanyak 1 tetes sampai penangkap tersebut berubah warna dari ungu menjadi hijau. Mentitrasi dengan

menggunakan HCl 0,1 N sampai membentuk warna unggu kembali, kemudian menghitung protein kasar dengan rumus : Kadar protein = (titran sampel blangko ) x N HCl x 0,014 x 6,25 /sampel x 100% Keterangan : 0,014 = 1 ml alkali ekuivalen dengan 1 ml larutan N yang mengandung 0,014 g N 6,25 = Protein mengandung 16 % N N HCl = Normalitas HCl (1 N) Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Menghitung kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dengan rumus : BETN = [100 (kadar abu + kadar SK + kadar LK + kadar PK)] %

10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Berdasarkan hasil praktikum analisis proksimat dengan sampel tepung isi rumen kambing, data tersebut dapat di lihat pada tabel 1 : Tabel 1. Kandungan Nutrisi Tepung Isi Rumen Kambing Pengamatan Bahan kering (%)a Literatur (%) Air 40,14 10,90c Abu 25,94 25,07c Serat kasar 30,72 18,26-38 b Lemak kasar 6,61 2-8,91 b Protein kasar 13,59 8,42-25 b BETN 23,14 30,2-63,17 b Sumber : a = Data Primer Praktikum Bahan Pakan Formulasi Ransum, 2011. b = Yudijeliman (2008). c = Sutrisno et al. (1992).

4.2 Pembahasan Kadar Air Berdasarkan hasil analisis, kadar air tepung isi rumen kambing adalah 40,14 %. Hasil analisis ini tidak sesuai dengan pendapat Sutrisno et al., (1992) yaitu isi rumen kambing mengandung 10,90% air. Hasil analisis yang lebih tinggi dikarenakan kandungan nutrien tepung isi rumen kambing dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Hal ini didukung oleh pendapat Sutrisno et al., (1992) yang menyatakan bahwa kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh macam makanan, mikroba rumen, dan lama makanan dalam rumen.

Kadar Abu Kadar abu tepung isi rumen kambing adalah 25,94%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sutrisno et al., (1992) yaitu isi rumen kambing mengandung 25,07% abu. Hasil analisis yang lebih tinggi dari standar dikarenakan kandungan nutrien tepung isi rumen kambing dipengaruhi oleh pakan yang 11

dikonsumsi oleh ternak. Hal ini didukung oleh pendapat Sutrisno et al., (1992) yang menyatakan bahwa kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh macam makanan, mikroba rumen, dan lama makanan dalam rumen. Sehingga kadar abu yang merupakan senyawa-senyawa anorganik dan mineral dalam tepung isi rumen kambing tinggi.

Kadar Serat Kasar Berdasarkan hasil analisis, kadar serat kasar isi rumen kambing tinggi yaitu 30,72%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa isi rumen kambing mengandung 18,26-38% serat kasar. Tingginya kadar serat kasar pada isi rumen kambing dikarenakan isi rumen kambing mengkonsumsi pakan berupa hijauan. Ternak ruminansia dapat mengonsumsi pakan dengan kadar serat tinggi dikarenakan dalam rumen terdapat mikroorganisme pencerna serat kasar. Menurut Tillman et al. (1991) menambahkan bahwa cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi.

Kadar Lemak Kasar Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak kasar isi rumen kambing adalah 6,61%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa isi rumen kambing mengandung 2-8,91% lemak kasar. Kadar lemak kasar yang cukup tinggi dikarenakan hasil yang diperoleh bukanlah kadar lemak sesungguhnya melainkan campuran dari berbagai zat, sehingga disebut lemak kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) yaitu selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar. Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmudi (1997) yaitu fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih.

Kadar Protein Kasar Berdasarkan hasil analisis, kadar protein kasar tepung isi rumen kambing termasuk dalam standar rendah yaitu 13,59 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa tepung isi rumen kambing mengandung 8,42-25% protein kasar. Kadar protein kasar pada tepung isi rumen kambing ynag 12

cukup ini dikarenakan nutrisi bahan pakan yang dikonsumsi ternak cukup dan mikrobia dalam rumen dapat mengubah senyawa non protein nitrogen (NPN) menjadi protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1994) yang menyatakan bahwa senyawasenyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak.

Kadar BETN Berdasarkan hasil perhitungan, isi rumen kambing mengandung 23,14% BETN. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Yudijeliman (2008) yang menyatakan bahwa isi rumen kambing mengandung 30,2-63,1% BETN. Kadar BETN yang rendah dipengaruhi oleh kadar nutrien lainnya yang cukup tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat Soejono (1990) yaitu kandungan BETN dipengaruhi oleh kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar dikurangi dari 100%. Hasil analisis yang lebih rendah dari standar juga dikarenakan bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Hal ini didukung oleh pendapat Sutrisno et al., (1992) yang menyatakan bahwa kandungan nutrien isi rumen dipengaruhi oleh macam makanan, mikroba rumen, dan lama makanan dalam rumen. Sehingga kadar BETN yang merupakan senyawa-senyawa karbohidrat yang memiliki daya cerna tinggi dalam tepung isi rumen kambing rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994), yaitu BETN merupakan karbohidrat yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi.

13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Tepung isi rumen kambing merupakan bahan pakan inkonvensional. Jika dilihat dari kadar air yang tinggi dalam tepung isi rumen kambing, kandungan nutrien lainnya seperti abu, serat kasar, lemak kasar, protein kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) memiliki kadar yang rendah. Kandungan nutrien isi rumen kambing cukup tinggi dipengaruhi oleh kandungan nutrien dalam pakan yang dikonsumsi. Kandungan nutrien yang cukup tinggi dalam tepung isi rumen kambing membuktikan bahwa bahan pakan ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan bahan pakan ternak.

5.2 Saran Pelaksanaan Praktikum Bahan Pakan Formulasi Ransum berjalan dengan lancar, namun kurangnya ketelitian menyebabkan waktu yang digunakan untuk menganalisis komposisi bahan kimia bahan pakan terlalu banyak. Harapan kedepannya, praktikum dilaksanakan lebih teliti terutama pada analisis kadar protein kasar yang prosesnya cukup panjang.

14

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Farida, W. R. 1998. Pengimbuhan Konsentrat dalam Ransum Penggemukan Kambing Muda di Wamena, Irian Jaya. Media Veteriner 5 (2) : 21-26 Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Mahmudi, M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Fosfat Menggunakan Cara Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksan. Semarang: Universitas Diponegoro. Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai