Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PAKAN DAN NUTRISI RUMINANSIA


IN VITRO

Oleh :

KELOMPOK 5

LABORATORIUM ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
PAKAN DAN NUTRISI RUMINANSIA
IN VITRO

Oleh :
KELOMPOK 5
Anggota :
1. Chika Kumarant (D1A017027)
2. Bagas Arya Satya Prayoga (D1A017038)
3. Alif Widi Wahyu Imam (D1A017072)
4. Maimunah Husniatus Sa’adah (D1A017227)
5. Syifa Salsabilah (D1A017139)
6. Muhammad Rifqi Fadhiila (D1A016103)
7. Gigih Pambudhiharjo (D1A017188)
8. Evalita Kusuma (D1B019010)
9. Aldi Indratama (D1A017047)
10. Agung Gumelar (D1A017225)

LABORATORIUM ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PAKAN DAN NUTRISI RUMINANSIA


IN VITRO

Oleh :
1. Chika Kumarant (D1A017027)
2. Bagas Arya Satya Prayoga (D1A017038)
3. Alif Widi Wahyu Imam (D1A017072)
4. Maimunah Husniatus Sa’adah (D1A017227)
5. Syifa Salsabilah (D1A017139)
6. Muhammad Rifqi Fadhiila (D1A016103)
7. Gigih Pambudhiharjo (D1A017188)
8. Evalita Kusuma (D1B019010)
9. Aldi Indratama (D1A017047)
10. Agung Gumelar (D1A017225)

Diterima dan disetujui


Pada tanggal…………………

Koordinator Asisten Pendamping


Pakan dan Nutrisi Ruminansia Pakan dan Nutrisi Ruminansia

RIZKI IHBAR W P AMARA NUR SYAWALNI


NIM D1A016253 NIM D1A016202

Koordinator Umum

AULIA RIZALDI HAFIZ H


NIM D1A016131
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,


dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Praktikum Pakan dan Nutrisi Ruminansia. Laporan akhir praktikum ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar dalam pembuatan laporan akhir praktikum ini dan kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan akhir praktikum ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa. Dengan tangan terbuka Kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan akhir
praktikum ini. Akhir kata kami berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Purwokerto, 14 November 2019

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Waktu dan Tempat 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik .
(KBK & KBO) 3
2.2 Volatil Fatty Acid (VFA) 4
2.3 Teknik Penyulingan Gas In Vitro (Gas test) 5
2.4 Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3) 5
III. MATERI DAN CARA KERJA 7
3.1. Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik
(KBK & KBO) 7
3.1.1.Alat 7
3.1.2.Bahan 7
3.1.3. Cara Kerja 7
3.2. Volatil Fatty Acid ( VFA ) 8
3.2.1. Alat 8
3.2.2.Bahan 8
3.2.3. Cara Kerja 8
3.3. Teknik Pengukuran Gas In Vitro (Gas Test) 9
3.3.1. Alat 9
3.3.2. Bahan 9
3.3.3. Cara Kerja 9
3.4. Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3) 10
3.4.1. Alat 10

iii
3.4.2. Bahan 10
3.4.3. Cara Kerja 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 11
4.1. Hasil 11
4.1.1. Kecernaan Bahan Kering (KBK) 11
4.1.2. Kecernaan Bahan Organik (KBO) 12
4.1.3. Volatil Fatty Acid VFA 14
4.1.4. Teknik Pengukuran Gas In Vitro (Gast Test) 15
4.1.5. Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3) 16
4.2. PEMBAHASAN 17
4.2.1. Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik
(KBK & KBO) 17
4.2.2. Volatil Fatty Acid (VFA) 19
4.2.3. Teknik Pengukuran Gas In Vitro (Gas Test) 21
4.2.4. Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3) 22
V. PENUTUP 24
5.1 Kesimpulan 24
5.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Degredasi Bk............................................................................................18
Tabel 2 Kadar KBK................................................................................................19
Tabel 3 Kadar KBO (%)..........................................................................................19
Tabel 4 Hasil KBK Dan KBO...................................................................................21
Tabel 5 Hasil Gas Test...........................................................................................21
Tabel 6 Hasil N-NH3.............................................................................................23
Tabel 7Hasil VFA...................................................................................................24

v
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan dari pada memelihara ternak ruminansia yaitu untuk memperoleh
hasil ternaknya, baik produksi daging ataupun susu. Produktivitas dari ternak
yang tinggi akan membuat hasil ternak juga tinggi dalam arti memiliki korelasi
positif antara produktivitas ternak dengan tujuan dari beternak yaitu untuk
mencapai hasil baik berupa daging ataupun susu. Salah satu faktor yang berperan
penting ialah kualitas suatu bahan pakan, yang mana bahan pakan ini merupakan
kebutuhan pokok ternak.
Pengujian dalam menentukan kualitas pakan akan mendukung performan
yang dihasilkan nantinya. Metode invitro salah satunya yang merupakan suatu
metode percobaan pencernaan yang dilakukan diluar tubuh ternak dengan
menyediakan tempat sesuai. Metode invitro ini terdiri atas beberapa uji
diantaranya yaitu KBK, KBO, gas tes, VFA, dan N-NH3.
Uji KBK KBO dibutuhkan untuk menentukan potensi pakan yang
dimanfaatkan oleh ternak. Adapun kecernaan merupakan suatu rangkaian proses
yang terjadi dalam alat pencernaan sampai terjadinya penyerapan. Pengukuran
KBK KBO ini memiliki prinsip yaitu mengukur kecernaan dengan anggapan bahwa
proses pencernaan yang berlangsung selama 24 jam pencernaan fermentatif dan
24 jam pencernaan hidrolitis.
Uji gas tes merupakan suatu metode pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui total gas yang dihasilkan oleh mikroba dalam menfermentasi bahan
pakan. Pengujian ini dilakukan dengan mengamati pertambahan gas setiap 4 jam
sekali pada sampel yang telah diberikan beberapa perlakuan. Adapun prinsip gas
tes yaitu estimasi kecernaan bahan organik berdasarkan hubungannya dengan
produksi gas (CO2 dan CH4) secara invitro apabila bahan pakan diinkubasi dengan
cairan rumen selama 24 jam menggunakan metode menke.
Asam-asam lemak atsiri atau VFA (Volatile Fatty Acids) merupakan produk
akhir dari hasil proses pencernaan pada ruminansia yang nantinya akan
digunakan untuk kebutuhan hidup pokok ataupun produksi. Uji VFA bertujuan

1
untuk mengetahui total VFA yang dihasilkan oleh suatu bahan pakan. Prinsip dari
uji ini yaitu menguapkan asam lemak atsiri (VFA) dengan teknik penyulingan dan
mengikat dengan larutan basa sehingga terbentuk garam. Kelebihan basa yang
tidak terbentuk garam dititrasi dengan asam.
Uji N-NH3 memiliki tujuan untuk mengetahui kadar N-NH3 yang
dihasilkan dari suatu bahan pakan. Prinsip dari uji N-NH3 yaitu menangkap uap
N-NH3 dengan asam borat sehingga terbentuk NH4 kemudian dititrasi dengan
H2SO4. Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui setiap uji maka perlu
praktikum invitro.

1.2 Tujuan
 Mengetahui persentase KBK KBO pada rumput raja.
 Mengetahui total VFA pada rumput raja.
 Mengetahui kadar gas total pada rumput raja.
 Mengetahui kadar N-NH3 pada rumput raja.

1.3 Waktu dan Tempat


Praktikum invitro dilaksanakan tanggal 4 – 7 November 2019 pada pukul
14.30 s/d Selesai. Bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik (KBK &
KBO)
Uji bahan pakan secara biologis salah satunya dengan metode in vitro
yaitu metode penelitian bahan pakan dengan mengadopsi keadaan yang sama
pada tubuh ternak, namun dilakukan di laboratorium dengan menggunakan
tabung fermentasi serta rumen ternak. Parameter yang diamati adalah kecernaan
bahan kering dan bahan organik secara in vitro. Nilai kecernaan perlu diukur
untuk mengetahui seberapa besar zat pakan yang mampu diserap oleh tubuh
ternak (Dewi dkk, 2012).
Proses pencernaan makanan dalam rumen terutama dilakukan oleh
mikroba. Rumen membutuhkan kondisi optimum agar bakteri mampu melakukan
aktivitas fermentasi dengan baik. Pada kondisi tersebut, kecernaan ransum yang
dikonsumsi akan meningkat baik kecernaan bahan kering maupun kecernaan
bahan organik. Kecernaan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi dalam
alat pencernaan sampai terjadinya penyerapan (Wahyuni dkk, 2014). Uji
kecernaan dibutuhkan untuk menentukan potensi pakan yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak.
Kecernaan pakan sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk
menentukan mutu pakan tersebut.Tingkat kecernaan suatu bahan pakan yang
semakin tinggi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Faktor yang
mempengaruhi kecernaan bahan pakan antara lain komposisi kimia bahan pakan,
komposisi ransum, bentuk fisik ransum, tingkat pemberian pakan dan faktor
internal ternak (McDonald et al., 2010). Bahan pakan mempunyai kecernaan
tinggi apabila bahan tersebut mengandung zat-zat nutrisi mudah dicerna.
Nilai kecernaan adalah tanda awal ketersediaan nutrien dalam bahan
pakan ternak tertentu.Kecernaan yang tinggi menunjukkan besarnya nutrien yang
disalurkan pada ternak, sedangkan kecernaan yang rendah menunjukkan bahan
pakan tersebut belum bisa memberikan nutrien bagi ternak baik untuk hidup

3
pokok ataupun untuk produksi.Kecernaan dapat dinyatakan dalam bentuk bahan
kering dan organik sehingga dalam prosentase dapat disebut koefisien cerna
(Jovitry, 2011).

2.2 Volatil Fatty Acid (VFA)


Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam lemak terbang merupakan produk
fermentasi karbohidrat oleh mikroba rumen yang dapat dijadikan sebagai sumber
energi pada ternak ruminansia. Zat makanan seperti karbohidrat dan protein
sangat mendukung untuk keberlangsungan aktivitas secara metabolik di dalam
saluran pencernaan ternak ruminansia. Ketersediaan karbohidrat sangat
diperlukan oleh mikroba, fermentasi karbohidrat oleh mikroba akan
menghasilkan VFA, oleh karena itu nilai konsentrasi VFA juga berpengaruh
(Riswandi, 2014).
McDonalld et al. (2002) menyatakan bahwa VFA juga dapat terbentuk dari
proses hidrolisis karbohidrat polisakarida oleh mikroba rumen, polisakarida
diubah menjadi monosakarida terutama glukosa, selanjutnya dirombak menjadi
asetat, propionat, butirat dan juga isobutirat, valerat, isovalerat, methan dan
CO2. VFA merupakan sumber energi utama bagi ternak dan mempunyai fungsi
penting dalam proses metabolisme zat yang terkandung dalam pakan atau
ransum. pakan yang masuk ke dalam rumen difermentasi untuk menghasilkan
produk berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metan dan CO2.
Produksi VFA yang tinggi merupakan kecukupan energi bagi ternak.
Semakin tinggi konsentrasi VFA mengindikasikan proses fermentasi semakin
efektif, meskipun demikian konsentrasi VFA yang terlampau tinggi dapat
berdampak mengganggu keseimbangan sistem rumen. Komposisi VFA di dalam
rumen berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf
dan frekuensi pemberian pakan, serta pengolahan (Gusasi, 2014).

2.3 Teknik Penyulingan Gas In Vitro (Gas test)


Fermentasi nutrien yang terjadi di dalam rumen akan menghasilkan gas.
Bahan organik yang didegradasi oleh mikrobia rumen merupakan sumber utama

4
di hasilkannya gas. Semakin besar bahan organik yang digunakan oleh mikrobia
rumen maka akan semakin tinggi pula gas yang dihasilkan produksi gas
menunjukkan aktivitas mikrobia rumen dalam mendegradasi pakan. Produksi gas
semakin cepat mencapai puncak bila fraksi yang larut dan mudah terdegradasi
semakin banyak (Zakariah dkk, 2016).
Teknik in vitro gas merupakan salah satu metoda dalam mengevaluasi
pakan. Gas yang dihasilkan selama inkubasi merupakan produk buangan dari
fermentasi substrat didalam tabung fermentor seperti gas metan,
karbondioksida, oksigen dan gas lainnya. Gas ini akan memberikan gambaran
intensitas fermentasi yang terjadi didalam tabung. Selama inkubasi akan
diperoleh informasi mengenai profil gas seperti total produksi gas, laju produksi
gas, lag time. Informasi ini juga erat kaitannya dengan proses fermentasi dan
degradasi substrat didalam tabung fermentor selama inkubasi. Produksi gas lebih
tinggi bila menggunakan cairan rumen dibandingkan cairan rectum (Alwi, 2009).
Tinggi produksi gas, menunjukkan semakin tinggi pula aktivitas mikrobia
di dalam rumen dan dapat menggambarkan bahan organik yang tercerna
sehingga mencerminkan kualitas bahan pakan tersebut. Semakin tinggi produksi
gas yang dihasilkan maka semakin baik kualitas bahan pakan tesebut, dalam arti
kecernaanya tinggi. Jumlah gas yang dihasilkan jika bahan pakan diinkubasi
secara in vitro dengan cairan rumen mempunyai hubungan erat dengan nilai
kecernaannya dan nilai energi bahan pakan tersebut untuk ruminansia (Gusasi,
2014).

2.4 Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3)


Amonia merupakan salah satu produk dari aktivitas fermentasi dalam
rumen, yakni dari degradasi protein yang berasal dari pakan dan sumber nitrogen
yang cukup penting untuk sintesis mikroba rumen. Amonia (NH3) adalah produk
utama dari hasil fermentasi protein pakan di dalam rumen oleh mikroba rumen,
dimana semakin tinggi konsentrasi NH 3 semakin tinggi protein pakan mengalami
fermentasi di dalam rumen (Hartoyo dkk, 2015). Produk NH 3 ini di dalam rumen
akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk sintesis tubuhnya.

5
Menurut Haryanto (1994) tinggi rendahnya konsentrasi amonia
ditentukan oleh tingkat protein pakan yang dikonsumsi, derajat degradabilitas,
lamanya pakan berada dalam rumen dan pH rumen.Kadar amonia yang optimum
di dalam rumen adalah berkisar antara 4-12 milimol. Kadar NH3 yang terlalu
tinggi dalam rumen akan berakibat tidak baik bagi kesehatan ternak karena dapat
menyebabkan overflow.
Pengukuran konsentrasi NH3 digunakan teknik mikrodifusi Conway (Sandi
dkk, 2015).Bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin.Supernatan diambil
sebanyak 1 ml kemudian diletakkan di kiri sekat cawan Conway dan larutan
Na2CO3 jenuh diambil sebanyak 1 ml lalu diletakkan di kanan sekat. Cawan kecil
di bagian tengah diisi dengan asam borat berindikator merah metil dan brom
kresol hijau sebanyak 1 ml. Cawan Conway ditutup rapat kemudian digoyang-
goyangkan membentuk angka 8 agar supernatan bercampur dengan Na 2CO3 lalu
didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar. Amonia yang terikat oleh asam borat

dititrasi dengan H2SO4.

6
III. MATERI DAN CARA KERJA

3.1. Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik (KBK &
KBO)

3.1.1.Alat
1. Erlenmeyer 7. Cawan berpori
2. Shaker waterbath 8. Kompor
3. Tutup berpentil 9. Dispenser
4. Timbangan analitik 10. Glasswool
5. Tanur 11. Oven
6. Tabung oksigen
1. Larutan Mc. Dougalls 24 ml
3.1.2.Bahan
2. Cairan rumen 16 ml 3.1.3. Cara Kerja
3. HgCl2 jenuh Pencernaan Fermentatif
4. Pepsin HCl 0,5 %
2 gram sampel dimasukkan kedalam tabung glass.

Ditambahkan 24 ml larutan Mc.Dougalls.

Di inkubasi hingga suhu 390C selama 24 jam di shaker waterbath.

Ditambahkan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes.

Ditambahkan 16 ml cairan rumen dan aliri CO2, ditutup dengan tutup


berpentil.

Di inkubasi selama 24 jam di shaker water bath secara anaerob dengan


kecepatan 60-70 rpm pada suhu 39℃.

Dipisahkan residu dan supernatant menggunakan cawan porselin berpori


yang di lapisi glas wool.
3.2. Volatil Fatty Acid ( VFA )

3.2.1. Alat
1. Destilator
2. Erlenmeyer
3. Pipet tetes

7
4. Buret

3.2.2.Bahan
1. Supernatan 5 ml 4. NaOH 0,5 N
2. H2SO4 15 % 1 ml 5. Indikator PP 2 tetes
3. Akuades secukupnya 6. HCl 0,5 N

3.2.3. Cara Kerja

Destilator dididihkan.

Tempat sampel di cuci dengan akuades

Ditambahkan 5 ml supernatan, 1 ml H2SO4 15 %, dan akuades secukupnya.

Ditampung hasil destilat pada erlen meyer yang berisi NaOH 0,5 N, sampai
volume 100 ml.

Ditambahkan indikator PP 2 tetes.

Dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai jernih.

3.3. Teknik Pengukuran Gas In Vitro (Gas Test)

3.3.1. Alat
1. Piston 5. Spatula
2. Tabung Menkey 6. Dispenser
3. Timbangan analitik 7. Penjepit
4. Oven

3.3.2. Bahan
1. Sampel 0,2 gram
2. Larutan medium 20 ml
3. Cairan rumen 10 ml
4. Vaselin putih

8
3.3.3. Cara Kerja
Ditimbang sampel sebanyak 0,2 gram.

Diolesi piston dengan vaselin putih.

Di inkubasi selama 24 jam di oven.


Dimasukkansampelkedalamtabungmenkey.

Ditambahkan 20 ml larutan medium dan 10 ml cairan rumen.

Diatur skala awal pada piston.

Di inkubasi pada suhu 38-39℃ di oven.

Diamati pertambahan gas setiap 4 jam sekali.

3.4. Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3)

3.4.1. Alat
1. Cawan Conway
2. Pipet 1 ml
3. Oven
4. Buret

3.4.2. Bahan
1. Asam borat berindikator 1 ml
2. Supernatan 1 ml
3. Na2CO3 jenuh1 ml
4. H2SO4 0,01 N
5. Vaselin putih

3.4.3. Cara Kerja


Cawan Conway diolesi dengan vaselin hijau.

Bagianhtengan, ditambahkan 1 ml asam borat berindikator.


Bagian kanan, ditambahkan 1 ml supernatan.
9
Bagian kiri, ditambahkan 1 ml Na2CO3.
Ditutup cawan secara perlahan dari samping.

Diputar angka 8 agar homogen.

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.

Dititrasi dengan H2SO4 0,01 N.

10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kecernaan Bahan Kering (KBK)


Tabel 1 Degredasi BK
Bahan Sampel Fermentatif Hidrolitis
1 18,2509 19,3424
2 17,5363 18,4497
3 20,3829 17,2944

Degradasi BK dalam rumen :


= ( BK Awal – ( BK Residu – BK Residu Blanko ) ) x 100%
BK Awal
BK Residu Blanko : 0,0338
U1 = ( 2 – ( [20,2746 – 18,2509] – 0,338 ) ) x 100%
2
2 – 1,9899 x 100%
2
25,25%
U2 = ( 2 – ( [19,0231 – 17,5363] – 0,338 ) ) x 100%
2
2 – 1,453 x 100%
2
27,35%
U3 = ( 2 – ( [21,9629 – 18,2509] – 0,338 ) ) x 100%
2
2 – 3,6782 x 100%
2
-83,91%

Tabel 2 Kadar KBK

Bahan Sempel Berat Residu Hidrolitis (gr) BK Residu


U1 20,8431 1,5007
U2 19,7937 1,3440
U3 18,7971 1,5027
BK Residu Blanko (KBK) : 0,034
%KBK = BK Awal – (BK Residu – BK Residu Blanko) x 100%
BK Asal

11
U1 = 2 – ( [20,8421 – 19,3424] – 0,034 ) x 100%
2
2 – 1,4667 x 100%
2
26,665%

U2 = 2 – ( [19,7947 – 18,4497] – 0,034 ) x 100%


2
2 – 1,31 x 100%
2
34,5%

U3 = 2 – ( [18,7978 – 17,2944] – 0,034 ) x 100%


2
2 – 1,4687 x 100%
2
26,565%

4.1.2. Kecernaan Bahan Organik (KBO)


Tabel 3 Kadar KBO (%)

Bahan Abu+Cawan+Glasswool Cawan Biasa


Sempel
U1 14,6530 14,4089
U2 16,2804 16,0586
U3 13,3351 13,1195

Sampel Glasswool Abu BO Residu


U1 0,114 0,1301 1,3706
U2 0,1425 0,0793 1,2647
U3 0,1077 0,1079 1,3948

BO Awal : 1,7980
BO Residu Blanko : 0,0102
%KBO = BO Awal – (BO Residu – BO Residu Blanko x 100%
BO Awal
U1 = 1,7980 – (1,3706 – 0,0102 x 100%
1,7980

12
1,7980 – 1,3604 x 100%
= 1,7980
=24,34%
U2 = 1,7980 – (1,2647 – 0,0102 x 100%
1,7980
=1,7980 – 1,2545 x 100%
=1,7980
=30,23%
U3 = 1,7980 – (1,3948 – 0,0102 x 100%
1,7980
=1,7980 – 1,3846 x 100%
=1,7980
=22,99%

Tabel 4 Hasil KBK Dan KBO

Kel. Sampel %KBK %KBO


1 U1 6,185 -40,636
U2 12,35 -1,092
U3 15,705 3,747
2 U1 36,36 32,64
U2 25,79 35,42
U3 35,69 32,63
3 U1 53,67 85,03
U2 58,065 58,38
U3 56,125 38,11
4 U1 18,82 16,60
U2 19,78 15,56
U3 28,32 25,89

13
5 U1 26,665 24,34
U2 34,5 30,23
U3 26,565 22,99

4.1.3. Volatil Fatty Acid VFA


Kadar VFA = ( (y – z) x N HCl x (1000/5) )
U1 = ( (3,4 – 3,6) x 0,5 x (1000/5) )
= -20 mM
U2 = ( (3,4 – 4,76) x 0,5 x (1000/5) )
= (-1,36) x 0,5 x 200
= -136 mM
U3 = ( (3,4 – 4,04) x 0,5 x (1000/5) )
= -0,64 x 100
= -64 mM

Tabel 5 Hasil VFA

Kel. Bahan Pakan Titran VFA(ml) Hasil Titrasi (mm)


1 U1 3,16 24
U2 3,84 -44
U3 2,32 108
2 U1 4,26 -86
U2 3,84 -44
U3 2,8 60
3 U1 2,86 54
U2 4,22 -82
U3 1,84 156
4 U1 3,8 -40
U2 3,6 -20
U3 2,46 94
5 U1 3,6 -20
U2 4,76 -136
U3 4,04 -64

14
4.1.4. Teknik Pengukuran Gas In Vitro (Gast Test)
Tabel 6 Hasil Gas

Kel. 1 2 3 4 5 Blanko
Jam jerami lamtoro indigovera R. odot R. raja

07.00 30 30 30 30 30 30
11.00 30,5 30,5 21 31 31,5 30,5
15.00 31 31 23 32 33 31
19.00 31 31,5 23,5 32,5 33 31
23.00 31 31,5 23,5 32,5 33 31
03.00 31 32 24 32,5 33 32,5
07.00 31 32 25 33 33 32,5

Gas = (V24 - V0 - Gb) x 200 x (1+1)/2


W
= (33 – 30 – 0,6) x 200
200
= 2,4 mg/200 gr/BK

Tabel 7 Hasil Gas Test

Kelompok Gas Test


1 0,5
2 7,5
3 -530,63
4 2,5
5 2,4

4.1.5. Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3)


Kadar N-NH3 = (ml titran v N H2SO4 x (1000/1)
Milititran :
U1 : 1,4 ml
U2 : 1,42 ml
U3 : 1,3ml
Kadar N-NH3 titran U1= (1,48 x 0,01 x (1000/1) )
= 0,0148 x 1000
= 14,8 ml

15
Kadar N-NH3 titran U2= (1,42 x 0,01 x (1000/1) )
= 0,0142 x 1000
= 14,2 ml
Kadar N-NH3 titran U3= (1,3 x 0,01 x (1000/1) )
= 0,013 x 1000
= 13 ml

Tabel 8 Hasil N-NH3

Kel. Bahan Pakan Titran N-NH3 (ml) Hasil Titrasi (mm)


1 U1 1,5 15
U2 1,56 15,6
U3 1,28 12,8
2 U1 1,88 18,8
U2 2,26 22,6
U3 2,08 20,8
3 U1 7,02 70,2
U2 6,89 68,9
U3 6,28 62,8
4 U1 1,92 19,2
U2 1,34 13,4
U3 1,7 17
5 U1 1,48 14,8
U2 1,42 14,2
U3 1,3 13

16
4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik (KBK
& KBO)
Pengukuran kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik
(KBO) memiliki prinsip, yaitu mengukur kecernaan dengan menganggap bahwa
proses pencernaan telah berjalan sempurna selama 24 jam fermentatif dan 24
jam hidrolitis. Pengukuran KBK dan KBO dapat dilakukan secara in vitro. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Dewi dkk (2012) bahwa uji bahan pakan
secara biologis adalah salah satunya metode in vitro dengan parameter yang
diamati adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro.
Pengukuran KBK dan KBO dilakukan dengan menggunakan metode Tilley dan
Terry 1963. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Badarina dkk (2014) bahwa
kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik (KBO) in vitro
dievaluasi menurut metoda Tilley dan Terry 1963.
Pengukuran KBK dan KBO menggunakan alat-alat berupa tabung gelas,
shaker waterbath, glasswool, cawan porselen berpori, oven (105o C) dan tanur
(600o C) dan timbangan analitik. Bahan-bahan yang digunakan berupa sampel
yaitu rumput raja, cairan rumen, gas CO 2, larutan HgCl2 jenuh, larutan Mc
Dougalls, dan larutan pepsin HCl 0,5%. Larutan HgCl2 jenuh berfungsi untuk
membunuh mikroba, gas CO2 untuk menciptakan suasana anaerob, larutan Mc
Dougalls untuk saliva dan glasswool untuk penyaring. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Suningsih dkk (2017) bahwa larutan Mc Dougalls dibuat sebagai
saliva yang terdiri dari beberapa larutan yaitu 9,8 gr NaHCO3, 10 gr Na2HPO4 12
H2O, 0,57 gr KCl, 0,47 gr NaCl, dan 0,12 gr MgSO 4 7 H2O. Larutan pepsin HCl
memiliki fungsi, yaitu pertama HCl akan mengaktifkan pepsinogen untuk
menghasilkan pepsin dan yang kedua pepsin akan mengubah protein menjadi
protease, pepton dan polipeptida.
Rumput raja merupakan hijauan yang memiliki kandungan selulosa dan
hemiselulosa pada dinding selnya sehingga bisa dikatakan bahwa rumput raja
adalah karbohidrat non fermentable sehingga lebih lama untuk dicerna di dalam
rumen. Karbohidrat non fermentabel didalam rumen akan dicerna dengan

17
bantuan mikroba rumen, yaitu bakteri selulolitik dan hemiselulolitik. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Siswanto dkk (2016) bahwa dinding sel tanaman
rumput raja terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang sukar dicerna
terutama bila beri katan dengan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat
diuraikan oleh mikroba rumen, tetapi kecepatan pencernaan dan waktu yang
diperlukan oleh suatu partikel dalam rumen bervariasi. Degradasi bahan kering
(BK) merupakan proses pencernaan secara fermentatif yang terjadi dari mulut
hingga rumen. Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan proses
pencernaan hidrolitis yang terjadi dari mulut sampai abomasum.
Pencernaan fermentatif dalam in vitro diawali dengan 2 gram sampel
dimasukkan kedalam tabung gelas, kemudian tambahkan 24 ml larutan Mc
Dougalls dan di inkubasi dengan shaker water bath pada suhu 39o C dengan rpm
60-70. Cairan rumen ditambahkan sebanyak 16 ml dan dialiri CO2kemudian
tabung ditutup dengan tutup berpentil atau bersedotan dan diinkubasi kembali
selama 24 jam. Inkubasi selesai kemudian ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh dan
disaring pada cawan porselen berpori yang dilapisi glasswool. Hasilnya berupa
residu untuk degradasi BK dan supernathan untuk pengukuran VFA dan N-NH3.
Pencernaan fermentatif merupakan perombakan bahan pakan dengan bantuan
mikroba rumen dan memiliki hasil akhir yang berbeda dengan substrat awalnya.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Muslim dkk (2014) bahwa amonia
merupakan salah satu produk dari aktivitas fermentasi dalam rumen, yakni dari
degradasi protein yang berasal dari pakan dan sumber nitrogen yang cukup
penting untuk sintesis mikroba rumen.
Pencernaan hidrolitis dalam in vitro diawali dengan tabung dari
percobaan fermentatif yang belum disaring, ditambahkan 4 ml pepsin HCl 0,5%
kemudian diinkubasi selama 24 jam di shaker waterbath 39o C dengan rpm 60-70
selama 24 jam secara aerob. Inkubasi selesai kemudian disaring dengan cawan
porselen berpori yang dilapisi glasswool. Supernatan dibuang dan residu dikering
kan dalam oven (105o C) selama 8 jam dan catat BK. Hasil oven kemudian ditanur
(600o C) selama 4-6 jam dancatat BO. Proses pencernaan hidrolitis dibantu
dengan bantuan enzim yang ada di abomasum berupa HCl yang akan

18
mengaktifkan pepsinogen untuk membentuk pepsin yang akan mengubah
protein menjadi pepton dan polipeptida. Hal tersebut didukung oleh pernyataan
Usman (2013) bahwa protein tersebut akan mengalami perombakan secara
hidrolitis oleh enzim menjadi peptide dan asam-asam amino, yang sebagian
besar akan didegradasi dan dideaminasi menjadi asam-asam organik yaitu VFA,
NH3, CO2, dan CH4.

4.2.2. Volatil Fatty Acid (VFA)


VFA merupakan produk fermentasi yang berasal dari bahan yang
mengandung karbohidrat maupun protein (Sutardi, 1977). VFA akan digunakan
sebagai sumber energy bagi ternak ruminansia. VFA yang terdiri atas asam asetat,
propionat dan butirat yang berperan dalam menyumbang energy berupa ATP
pada jalur perubahan komponen pakan menjadi VFA serta perubahan propionate
menjadi glukosa pada proses glukoneogenesis. Selain itu, VFA dapat
menyumbangkan kerangka karbon bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroba rumen sesuai dengan pendapat Preston dan Leng (1987) bahwa VFA
dapat menyumbangkan kerangka karbon..
Pengukuran VFA yang dilaksanakan selama praktikum percobaan invitro
dengan memasukkan 1 ml supernatan ditambah 1 ml H2SO4 kedalam tabung
destilasi. Dilanjutkan larutan NaOH 5 ml 0,05 N yang ditambah 2 tetes PP
dimasukkan dalam tabung Erlen meyer untuk menampung hasil destilasi. Volume
destilasi setelah mencapai 100 ml dititrasi dengan 0,5 N HCl sampai berwarna
bening.
Hasil praktikum menunjukan kadar VFA cairan rumen adalah u1–
20mMol,u2–136mMol,u3–64mMol. Angka yang muncul dinilai terlalu rendah
untuk kadar VFA ditinjau dari bahan pakan yang diberikan yakni rumput raja
Seharusnya angka yang didapat bisa lebih tinggi kadarnya. Keadaan demikian bisa
disebabkan kondisi mikroba rumen yang telah melemah dan menurun
populasinya karena terlalu lamanya waktu inkubasi cairan rumen setelah diambil.
Hasil praktikum tersebut sesuai dengan pernyataan Ulya (2007), yang
menyatakan bahwa semakin lama waktu inkubasi akan terjadi penurunan

19
populasi bakteri amilolitik akibat fase pertumbuhan bakteri yang lebih cepat dan
adanya persaingan dengan protozoa dalam mencernapati. Penurunan populasi
bakteri amilolitik ini juga dapat mempengaruhi produksi VFA yang dihasilkan
pada waktuinkubasi 48 jam.
Perbandingan VFA dalam rumen sapi yaitu 65% asama setat, 24% asam
propionat, 21% butirat (Arora, 1989).Namun, persentase diatas dapat berubah
sesuai pakan yang diberikan. Menurut McDonald et al. (2002), sekitar 75% dari
total VFA yang diproduksi akan diserap langsung di retikulo-rumen masuk
kedarah, sekitar 20,5% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar
5% diserap di usus halus. Pernyataan tersebut kurang sesuai dengan pendapat
Parakkasi (1999), yang menyatakan bahwa sebagian besar VFA diserap langsung
melalui dinding rumen, sedikit asetat, propionat dan sebagian besar butirat
termetabolisme dalam dinding rumen. VFA yang berfungsi sebagai sumber
energy bagi mikroba, digunakan untuk mensintesis protein mikroba karena VFA
merupakan sumber kerangka karbon pembentukan protein mikroba (Sutardi,
1977) dan pertumbuhan sel tubuh mikroba tersebut (Sakinah, 2005).
Hasil pengukuran kadar VFA dengan angka u1 – 20 mMol, u2 – 136 mMol,
u3 – 64 mMol sangatlah sedikit. Berbeda jika dibandingkan VFA dalam rumen
yang dapat mendukung pertumbuhan mikroba berkisar antara 70-150 mM
(McDonald et al., 2002). Hartati (1998), menambahkan bahwa peningkatan
produksi VFA dapat mengindikasikan kemudahan suatu nutrient dalam pakan
terutama karbohidrat dan protein dikecernaan oleh mikroba rumen, sehingga
produksi VFA di dalam rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas
pakan yang berkaitanerat dengan aktivitas dan populasi mikroba rumen.
Perubahan komposisi VFA di dalam rumen sangat berhubungan dengan bentuk
fisik pakan, komposisi pakan, taraf dan frekuensi pemberian pakan, serta
pengolahan.

4.2.3. Teknik Pengukuran Gas In Vitro (Gas Test)


Teknik in vitro produksi gas merupakan salah satu metoda untuk
melakukan evaluasi kualitas pakan terutama untuk ruminansia. Produksi gas

20
selama inkubasi merupakan produk buangan dari fermentasi substrat didalam
tabung seperti gas CH4, CO2, O2, H2S dan gas lainnya. Produksi gas
menggambarkan tingkat proses fermentasi yang terjadi, sehingga diperoleh
informasi mengenai laju produksi gas sesuai dengan sifat kimia bahan pakan yang
diujikan. Informasi ini juga erat kaitannya dengan proses fermentasi dan
degradasi substrat didalam tabung fermentor selama inkubasi. Analisa dengan
teknik produksi gas merupakan salah satu cara untuk evaluasi kualitas pakan yang
cukup murah dan bermanfaat, pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Krishnamoorthy (2001) bahwa gas test dapat menentukan kualitas pakan.
Perbedaan sifat kimia pakan akan memberikan nilai produksi gas yang
berbeda. Pakan sumber karbohidrat akan menghasilkan produksi yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan pakan sumber protein. Uji gas test bisa
diprediksi keberadaan zat anti nutrisi yang selalu akan menghasilkan produksi gas
yang rendah, karena aktifitas mikroba tertentu terhambat, untuk itu dilakukan
penelitian melihat potensi pakan dari data produksi gas.
Pengukuran gas test pada sampel rumput raja praktikum in vitro dilakukan
setiap 4 jam yaitu pada jam 7.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00, 03.00, dan 07.00.
Hasil yang didapatkan dari pengujian rumput raja pada masing masing jam
pengukuran berturut turut yaitu (dalam ml/200 gr BK) 30, 31.5, 33, 33, 33, 33,
dan 33. Pakan sumber energi, akhirnya menghasilkan produksi gas yang lebih
tinggi dibandingkan pakan sumber protein. Produksi gas merupakan gambaran
dari bahan organik yang difermentasi dengan baik di rumen, pernyataan tersebut
sesuai dengan pendapat Pellikaana et al (2011) bahwa produksi gas merupakan
gambaran dari bahan organic yang difermentasi.
Beberapa hal yang menyebabkan produksi gas rendah adalah peran zat
anti nutrisi yang terdapat didalam tanaman (Jayanegara, 2008). Kandungan lignin,
selulosa dan hemiselulosa pada rumput raja berturut turut adalah 8,16%,
20,33%, dan 33,03% (Suyitman, 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa rumput
gajah sebagai sumber energi memiliki kandungan zat polimer organik yang cukup
tinggi.

21
Selulosa adalah sumber organic terbarukan yang paling banyak melimpah
diBumi dan tersebar luas di tanaman, bakteri, ganggang laut, dan biomassa
lainnya yang lebih tinggi. Lignin adalah salah satu polimer organik yang paling
melimpah pada tanaman, tepat di bawah selulosa (Chen, 2014). Lignoselulosa
adalah komponen utama tanaman yang menggambarkan jumlah sumber bahan
organik yang dapat diperbaharui.Unsur utama dari lignoselulosa adalah selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Anindyawati, 2010).Produksi gas yang rendah pada kulit
kopi dan kulit kacang tanah adalah karena jumlah kandungan lignin dan sellulosa
yang cukup tinggi, sehingga aktifitas mikroba jadi terbatas.

4.2.4. Pengukuran Nitrogen-Amonia (N-NH3)


Pengukuran NH3 dilakukan dengan memasukkan 1 ml super natan cairan
rumen di bagian kanan cawan conwey dan di bagian kiri ditambahkan 1 ml
larutan Na2CO3 jenuh serta di bagian tengah ditambahkan 1 ml larutan
asamborat. Cawan digoyang agar supernatan dan larutan Na2CO3 jenuh
bercampur. Setelah 24 jam dalam suhu ruang dilakukan titrasi dengan H2SO4
0,01 N sampai berubah menjadi warna merah muda.
Sutardi (1977) menyatakan bahwa factor keberhasilan dalam mengukur
kadar NH3 yaitu kualitas cairan rumen, perlakuan pasca penampungan rumen dan
ketelitian dalam praktikum. Sumber protein bagi ternak ruminansia harus mampu
menyediakan nitrogen yang mudah terdegradasi dalam rumen untuk sintesis
protein mikroba. Pencernaan protein di dalam rumen hanya terbatas oleh
mikroorganisme yang ada di dalam rumen.Sekitar 40% bakteri rumen memiliki
aktivitas proteolitik. Bakteri ini memiliki enzim protease yang terikat pada
permukaansel dan siap kontak dengan 21 subtrat/pakan. Efektivitas aktivitas
mikroba dalam rumen membutuhkan kondisi 25 yang optimal, misalnya pH 5-6
dengan temperatur sekitar 39oC seperti yang dilakukan pada saat praktikum.
Konsentrasi N-NH3 total ditentukan juga oleh pH rumen. Tingkat pH
rumen relative tinggi pada ternak yang mengkonsumsi hijauan, terutama hijauan
yang berasal dari berasal dari rumput. Pada umumnya rumput muda memiliki

22
kandungan lignin yang rendah sehingga tingkat kecernaan serat kasarnya akan
lebih tinggi (Tillman, 2001).
N-NH3 merupakan sumber energy utama bagi ternak ruminansia dan
dihasilkan dari proses fermentasi pakan dalam rumen. Banyak hal yang
mempengaruhi komposisi N-NH3, salah satunya adalah komposisi populasi
mikroba rumen. Populasi mikroba berkembang lebih cepat, sehingga proses
fermentasi di dalam rumen tidak optimal, hal ini sesuai dengan pendapat Fariani
et al (2008) bahwa apabila fermentasi di dalam rumen kurang optimal, maka N-
NH3 rumen yang dihasilkan cenderung rendah.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Di dapat kan hasil praktikum nilai Kecernaan Bahan Kering (KBK) yaitu dan
Kecernaan Bahan Organik yaitu
Sampel %KBK %KBO
U1 26,665 24,34
U2 34,5 30,23
U3 26,565 22,99
Hal ini membuktikan bahwa Peningkatan Kecernaan Bahan Organik sejalan
dengan meningkatnya Kecernaan Bahan Kering.
2. Produksi gas terakhir pada hasil praktikum yaitu2,4, gas yang dihasil kan
cukup tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa kecernaan nutrient pakan
cukup tinggi.
3. Hasil VFA yang didapat yaitu
U1 3,6 -20
U2 4,76 -136
U3 4,04 -64
Hal ini menunjukan kelebihan karbohidrat yang dapat menyebabkan ternak
mengalami kembung atau Bloat.
4. Hasil N-NH3 yang diperolehyaitu
BahanPakan Titran N-NH3 (ml) HasilTitrasi (mm)
U1 1,48 14,8
U2 1,42 14,2

23
U3 1,3 13
Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi sintesis protein mikroba yang
sesuai standar.

5.2 Saran
Penggunaan alat- alat praktikum lebih hati-hati karena sebagian besar alat
yang digunakan adalah dalam bentuk gelas atau kaca sehingga mudah pecah.
Pembacaan skala pada tabung guna pengukuran gas test atau pun penimbangan
sampel dan saat titrasi harus lebih teliti dan cermat.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Y. 2009. Pemanfaatan Inokulum Feses Sapi dalam Uji Kecernaan In Vitro
ADF dan NDF Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Ilmiah Ilmu
Ilmu Peternakan. 12(2): 72-77.

Anindyawati, T. 2010. Potensi Selulase Dalam Mendegradasi Lignoselulosa Limbah


Pertanian untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa. 45(2):70 – 77.

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia.


Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Badarina, I., D. Evvyernie, T. Toharmat, dan E. N. Herliyana. 2014. Fermentabilitas


Rumen dan KecernaanIn Vitro Ransum yang Disuplementasi Kulit Buah
Kopi Produk Fermentasi Jamur Pleurotusostreatus. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia. 9(2): 102-109.

Chen, H. 2014. Biotechnology of Lignocellulose: Theory and Practice. Chemical


Industry Press. Beijing. 25-69.

Dewi, N. K., S. Mukodiningsih dan C. I. Sutrisno. 2012. Pengaruh Fermentasi


Kombinasi Jerami Padi dan Jerami Jagung dengan Aras Isi Rumen
KerbauTerhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara In
Vitro. Animal Agricultural Journal. 1(2): 134-140.

Fariani. 2008. Pengaruh Tipe Konsentrat Sumber Energi dalam Ransum Sapi
Berproduksi Tinggi terhadap Produksi dan Komposisi Susu. Buletin
Peternakan. 21(1): 45-54.

Gusasi, A. 2014. Nilai pH, Produksi Gas, Konsentrasi Amonia dan VFA Sistem
Rumen In Vitro Ransum Lengkap Berbahan Jerami Padi, Daun Gamal dan
Urea Mineral Molases Liquid. Skripsi. Universitas Hasanuddin.

24
Hartati, E. 1998. Suplementasi Minyak Lemuru Dan Seng Ke Dalam Ransum
yang Mengandung Silase Pod Kakao Dan Urea untuk Memacu
Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartoyo, R., Y. Fenitadan dan E. Sulistyowati. 2015. Uji In Vitro Kecernaan Bahan
Kering, Bahan Organik dan Produksi N-NH3 pada KulitBuah Durian
(Duriozibethinus) yang Difermentasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus) dengan Perbedaan Waktu Inkubasi. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia. 10(2): 87-94.

Haryanto, B. 1994. Respon Produksi Karkas Domba terhadap Strategi Pemberian


Protein By-Pass Rumen. .Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 3 (2).

Jayanegara, A., A. Sofyan. 2008. Penentuan Aktivitas Biologis Tanin Beberapa


Hijauan Secara In Vitro Menggunakan ‘Hohenheim Gas Test’ dengan
Polietilen Glikol Sebagai Determinan. Media Peternakan. 31: 44-52.

Jovitry, I. 2011. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Daun Tanaman Indigofera


sp yang Mendapat Perlakuan Pupuk Cair Untuk Daun. Skripsi.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan
Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Krishnamoorthy, U. 2001. RCA Training Workshop on In-vitro Techniques for


Feed Evaluation. The International Atomic Energy Agency. Vienna.
Austria. 8 – 26.

McDonald, P., Edwards, R.A., Greenhalgh, J.F.D., Morgan, C.A., Sinclair. L.A.
and Wilkinson, R.G. 2010. Animal Nutrition. Seventh Edition. Longman.
New York.

McDonald, P., R. Edwards, J. Greenhalgh and C. Morgan. 2002. Animal


Nutrition.6th Ed. Longman Scientific and Technical.New York.

Muslim, G., J. E. Sihombing, S. Fauziah, A. Abrar, dan A. Fariani. 2014. Aktivitas


Proporsi Berbagai Cairan Rumen dalam Mengatasi Tannin denganTeknik
In Vitro. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 3(1): 25-36.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Pellikaana, W. F., W. H. Hendriksa, G. Uwimanaa, L. J. G. M. Bongersa, P. M.


Beckerc and J. W. Conea. 2011. A Novel Method To Determine
Simultaneously Methane Production During In Vitro Gas Production

25
Using Fully Automated Equipment. Animal Feed Science And
Technology. 168:196- 205.

Preston, T. R. dan R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production and


Systemswith Available Resources in the Tropics and SubTropics. Penambul
Books. Armidale.

Riswandi. 2014. Evaluasi Kecernaan Silase Rumput Kumpai (Hymenachne


acutigluma) dengan Penambahan Legum Turi Mini (Sesbaniarostrata).
Indralaya. UniversitasSriwijaya.

Sakinah, 2005. Ketahanan Protein Bahan Makanan Terhadap Degradasi oleh


Mikroba dan Manfaatnya bagi Peningkatan Produktivitas Ternak.
Prosiding Seminar Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian.
Bogor.

Sandi, S., A. I. M. Ali dan A. A. Akbar. 2015. Uji In-Vitro Wafer Ransum
Komplit dengan Bahan Perekat yang Berbeda. Jurnal Peternakan
Sriwijaya. 4(2): 7-16.

Siswanto, D., B. Tulung, K. Maaruf, M. R. Waani, dan M. M. Tindangen. 2016.


Pengaruh Pemberian Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) dan Tebon
Jagung Terhadap Kecernaan NDF dan ADF PadaSapi PO Pedet Jantan.
Jurnal Zootek. 36(2): 379-386.

Suningsih, N., S. Novianti, dan J. Andayani. 2017. Level Larutan McDougall dan
Asal Cairan Rumen pada Teknik In Vitro. Jurnal Sain Peternakan Indonesia.
12(3): 341-352.

Sutardi, T. 1977. Landasan Ilmu Nutrisi .FakultasPeternakan. Institut Pertanian


Bogor. Bogor.

Sutardi, TI. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Khusus Peternakan Sapi
Perah di Kayu Ambon, Lembang. BIPPPP. Direktorat Jenderal
Peternakan.

Suyitman, S. Jalaludin, Abudinar, N. Muis, Ifradi, N. Jamaran, M. Peto, dan


Tanamasni. 2003. Agrostologi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas,
Padang

Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., dan


Lebdosoekojo, S. 2001. Ilmu Makanan Ternak Kasar. Yogyakarta. UGM
Press.

26
Ulya, 2007. Pengaruh Substitusi Konsentrat dengan Campuran Ampas Brem dan
Onggok dalam Ransum terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Usman, dan Yunasri. 2013. Pemberian Pakan Serat SisaTanaman Pertanian(Jerami


Kacang Tanah, Jerami Jagung, Pucuk Tebu) Terhadap Evolusi pH, N-NH3 dan VFA
di dalam Rumen Sapi. Agripet. 13(2): 53-58.

Wahyuni, I. M. D., A. Muktiani dan M. Christiyanto. 2014. Kecernaan Bahan


Kering, Bahan Organik dan Degradabilitas Serat pada Pakan yang
Disuplementasi Tanin dan Saponin. Jurnal Agripet. 14(2): 115-124.

Zakariah, M. A., R. Utomodan dan Z. Bachruddin. 2016. Pengaruh Inokulasi


Lactobacillus Plantarum dan Saccharomyces Cerevisiae Terhadap
Fermentasi Dan Kecernaan In Vitro Silase Kulit Buah Kakao. Buletin
Peternakan. 40(2): 124-132.

27

Anda mungkin juga menyukai