Perempuan Dengan Segala Luka Dalam Kumpulan Cerpen
Perempuan Dengan Segala Luka Dalam Kumpulan Cerpen
PEREMPUAN DENGAN SEGALA LUKA DALAM
KUMPULAN CERPEN SUATU HARI BUKAN DI HARI MINGGU
Woman with All the Pains in the Short Story Collection Suatu Hari Bukan di Hari Minggu
Dessy Wahyuni
Balai Bahasa Provinsi Riau, Jalan Binawidya, Kompleks Universitas Riau, Panam, Pekanbaru,
Pos‐el: dessy_wahyuni@yahoo.com
(Makalah diterima tanggal 19 Maret 2013—Disetujui tanggal 30 Oktober 2013)
Abstrak: Empat belas cerpen Yetti A. Ka yang terangkum dalam Satu Hari Bukan di Hari Minggu
menghadirkan realita perempuan yang terluka dan kecewa meskipun mereka hidup secara bebas.
Oleh sebab itu, masalah penulisan ini adalah bagaimana bentuk penggambaran Yetti A. Ka
mengenai para perempuan dan segala luka yang mereka miliki dalam kumpulan cerpen tersebut?
Melalui pendekatan feminisme, dapat disimpulkan bahwa perempuan yang disajikan pengarang
ini sesungguhnya merasa terikat oleh budaya patriarki. Akan tetapi, dengan segala kebebasan
yang mereka miliki, mereka tetap memilih menjadi perempuan dalam lingkaran patriarki tersebut
meskipun dengan membawa luka yang tidak pernah usai.
KataKata Kunci: kumpulan cerpen, perspektif feminisme, luka perempuan
Abstract: Yetti A. Ka’s fourteen short stories compiled in Suatu Hari Bukan di Hari Minggu
collection represent the reality of women who were hurt and disappointed, although they had free
lifes. Therefore, the problem of this article is formulated as follows: how is the shape of Yetti A. Ka’s
depiction on the women and all the injuries they have in the short story collection? Through the
perspective of feminism, it can be concluded that the women presented by the author actually feel
bound by a patriarchal culture. However, with all the freedom they have, they still choose to be a
woman in a patriarchal circles, although with a wound that never ends.
Key Words: short story collection, the perspective of feminism, women's injury
PENDAHULUAN Luka, airmata, doa, keringat, mimpi, le‐
Berbicara tentang perempuan memang lah, ataupun sesalan memang melumuri
tidak ada habisnya. Hal‐hal mengenai pe‐ diri tapi memberi basis mentalitas untuk
rempuan memang tak kunjung surut un‐ mengolah kisah. Hidup pun bertaburan
tuk dikupas. Daya tarik perempuan ba‐ kisah dan bergelimang makna.
nyak menghiasi berbagai ruang dalam Nasib kaum perempuan Indonesia
kehidupan. Dalam ruang sastra, kehi‐ di tengah dominasi budaya patriarkat
dupan perempuan seringkali menjadi ki‐ dapat ditelusuri sejak roman Siti Nurba
sahan yang menarik untuk disajikan. Se‐ ya (1920) karya Marah Rusli yang terbit
lain itu, ruang kreativitas perempuan da‐ pada masa pra‐Pujangga Baru. Menjadi
lam menulis karya sastra bukan pula representasi dari keadaan zamannya,
merupakan hal baru. dalam novel itu perempuan digambar‐
Makna diri sebagai perempuan ti‐ kan dalam posisi yang lemah dan men‐
dak meruntuhkan etos sastra. Kehadiran jadi “korban” kepentingan orang tua,
diri sebagai pengisah hidup justru mem‐ adat, dan nafsu lelaki. Untuk melunasi
buat pengabdian sastra mirip takdir. hutang ayahnya, Siti Nurbaya harus
247
ATAVISME, Vol. 16, No. 2, Edisi Desember 2013:247—257
menikah dengan Datuk Maringgih, lelaki rasa lain. Perempuan dalam cerpen Yetti
tua yang sudah bau tanah. bukan perempuan yang tertindas, me‐
Meskipun ditulis oleh pengarang le‐ lainkan perempuan dengan cara hidup
laki, dan tidak secara jelas membela ka‐ yang sudah bebas, sudah punya pilihan,
um perempuan, novel tersebut sebenar‐ tetapi pilihan itu diambil karena tekanan
nya dapat dimaknai sebagai suatu “ke‐ ataupun kekecewaan (http://www.
saksian zaman” tentang nasib kaum pe‐ padangmedia.com/?mod=berita&id
rempuan. Karena itu, dalam jangka pan‐ =65619).
jang kesaksian itu dapat mengundang Berangkat dari pemaparan Elly
empati terhadap nasib kaum perempu‐ Delfia tentang feminisme dalam rasa lain
an, dan pada akhirnya akan mengun‐ tersebut, dapat dilihat bahwa cerpen‐
dang pembelaan. Kenyataannya, pada cerpen Yetti ini berusaha menyuarakan
pasca‐kolonialisme, Siti Nurbaya cukup kehidupan perempuan dengan segala lu‐
memberi inspirasi untuk mendorong ke‐ ka dan kekecewaan, serta pilihan hidup
bangkitan kaum perempuan agar tidak yang tidak tertawar. Perempuan‐perem‐
bernasib seperti Siti Nurbaya. puan dalam SHBdHM tidak berusaha ke‐
Yetti A. Ka menghadirkan realitas ras untuk keluar dari luka yang menga‐
keperempuanan dalam empat belas cer‐ nga tersebut. Bahkan, sebagian perem‐
pennya yang terkumpul dalam Satu Hari puan di dalamnya seolah‐olah menikma‐
Bukan di Hari Minggu (selanjutnya di‐ ti perihnya luka itu. Hal inilah yang ba‐
singkat SHBdHM) terbitan Gress Pub‐ rangkali disebut Elly Delfia sebagai femi‐
lishing, Yogyakarta tahun 2011. Sebagai nisme dalam rasa lain. Untuk itu, masa‐
pengarang perempuan yang berada pa‐ lah penulisan ini dapat dirumuskan se‐
da masa kini—yang seringkali berupaya bagai berikut: bagaimanakah penggam‐
mendobrak budaya patriarkat—Yetti baran Yetti A. Ka mengenai para perem‐
hadir dengan sekumpulan cerpennya puan dan segala luka yang mereka miliki
yang tidak terjebak dalam kehidupan dalam kumpulan cerpen Satu Hari Bu
kosmopolitan dan berpesta merayakan kan di Hari Minggu?
tubuh serta seksualitas perempuan. Kumpulan cerpen yang menyuara‐
Kumpulan cerpen ini pernah dibe‐ kan kehidupan perempuan dengan sega‐
dah di pelataran Kafe Uniang Kamek, Fa‐ la luka dan kekecewaan yang ditawar‐
kultas Sastra Universitas Andalas, Pa‐ kan pengarang ini menarik pembaca un‐
dang, 5 Januari 2011. Pembicara dalam tuk mengetahui lebih jauh bentuk‐ben‐
bedah buku tersebut adalah Romi tuk luka tersebut. Oleh sebab itu, maka
Zarman (cerpenis asal Sumatra Barat) tujuan penulisan ini adalah untuk men‐
dan Elly Delfia (cerpenis dan dosen di dapatkan bentuk pengggambaran Yetti
Fakultas Sastra Unand). Romi Zarman A. Ka mengenai para perempuan dan se‐
berpendapat bahwa cerpen‐cerpen Yetti gala luka yang mereka miliki dalam
A. Ka dalam kumpulan cerpen ketiganya kumpulan cerpen tersebut.
ini berkisah tentang kehidupan yang Tulisan ini diharapkan dapat mem‐
sangat alami. Keberadaan karya Yetti berikan manfaat untuk semua pihak,
yang sangat alami ini menjadi sebuah baik manfaat secara teoretis maupun se‐
arus perlawanan terhadap kehadiran pa‐ cara praktis. Secara teoretis, tulisan ini
ra penulis perempuan yang berbincang diharapkan dapat memberikan sum‐
seputar kehidupan kosmopolitan. Se‐ bangan bagi kemajuan dan perkembang‐
mentara itu, Elly Delfia dalam pemapar‐ an ilmu sastra, terutama bagi perkem‐
annya mengatakan bahwa cerpen‐cer‐ bangan penulisan dengan menggunakan
pen Yetti A. Ka adalah feminisme dalam pendekatan feminis. Bagi penulis, tulisan
248
Perempuan dengan Segala Luka ... (Dessy Wahyuni)
ini dapat menambah pengetahuan dan tersembunyi melalui gambaran atau ci‐
wawasan mengenai teori sastra feminis. tra perempuan dalam karya sastra. De‐
Bagi pembaca, tulisan ini dapat membe‐ ngan demikian, pembaca atau peneliti
rikan informasi secara tertulis maupun akan membaca teks sastra dengan kesa‐
sebagai referensi mengenai feminisme daran bahwa dirinya adalah perempuan
sastra. yang tertindas oleh sistem sosial patri‐
arkat sehingga dia akan jeli melihat ba‐
TEORI gaimana teks sastra yang dibacanya itu
Feminisme merupakan gerakan yang di‐ menyembunyikan dan memihak pan‐
awali oleh persepsi tentang ketimpang‐ dangan patriarkis (http://staff.undip.
an posisi keperempuanan. Gerakan Fe‐ ac.id/sastra/hendrati/2009/07/21/
minisme lahir dari sebuah ide yang di pendekatan‐feminisme‐dalam‐studi‐
antaranya berupaya melakukan pem‐ gender/).
bongkaran terhadap ideologi penindas‐ Dasar pemikiran dalam kajian sas‐
an atas nama gender, pencarian akar ke‐ tra berperspektif feminis adalah upaya
tertindasan perempuan, sampai upaya pemahaman kedudukan dan peran pe‐
penciptaan pembebasan perempuan se‐ rempuan seperti dalam karya sastra. Pe‐
cara sejati. Feminisme adalah basis teori ran dan kedudukan perempuan tersebut
dari gerakan pembebasan perempuan akan menjadi sentral pembahasan kajian
(http://www.dudung.net/artikel‐bebas/ sastra. Menurut Suwardi Endraswara
feminisme‐koqsalah‐kaprah.html). (2008:146—147), terdapat lima sasaran
Pada awalnya, feminisme bangkit penting dalam analisis feminisme sastra.
untuk membela para wanita dari keter‐ Kelima sasaran tersebut adalah (1)
tindasan serta menuntut penyetaraan mengungkap karya‐karya penulis wanita
hak perempuan dan laki‐laki dalam se‐ masa lalu dan masa kini agar jelas citra
gala bidang (http://impiandalamhati. wanita yang merasa ditekan oleh tradisi;
blogspot.com/2011/03/teori‐kritik‐sas‐ (2) mengungkap berbagai tekanan pada
tra‐feminis. html). Namun kemudian, fe‐ tokoh wanita dalam karya yang ditulis
minisme yang semula lahir sebagai ge‐ oleh pengarang pria; (3) mengungkap
rakan yang seharusnya dapat mening‐ ideologi pengarang wanita dan pria, ba‐
katkan harga diri wanita yang ingin dini‐ gaimana mereka memandang diri sen‐
lai sesuai dengan potensinya sebagai diri dalam kehidupan nyata; (4) meng‐
manusia tanpa harus memandang gen‐ kaji dari aspek ginokritik, yakni mema‐
der mulai disalahartikan. Banyak wanita hami bagaimana proses kreatif kaum fe‐
yang menjadi korban salah kaprah ini. minis; dan (5) mengungkap aspek psiko‐
Feminisme yang terlahir sebagai cita‐cita analisis feminis, yaitu mengapa wanita,
mulia para wanita pendahulu berubah baik tokoh maupun pengarang, lebih
menjadi kemerosotan harga diri seorang suka pada hal‐hal yang halus, emosional,
wanita. Ironisnya, wanita tersebut tidak penuh kasih sayang, dan sebagainya.
menyadari bahwa ia telah menjatuhkan Hal yang sejalan dengan kritik sas‐
harga dirinya sendiri (http://alislamu. tra feminis ini adalah konsep reading as
com/artikel/40‐feminisme‐dalam‐tim‐ a woman (Culler dalam Sugihastuti
bangan. html). 2007:139). Konsep ini dipakai untuk
Teori sastra feminisme melihat kar‐ membongkar praduga dan ideologi ke‐
ya sastra sebagai cerminan realitas sosial kuasaan laki‐laki yang androsentris atau
patriarkat. Oleh karena itu, tujuan pe‐ patriarkal, yang sampai sekarang di‐
nerapan teori ini adalah untuk mem‐ asumsikan menguasai penulisan dan
bongkar anggapan patriarkat yang pembacaan sastra. Dalam hal ini,
249
ATAVISME, Vol. 16, No. 2, Edisi Desember 2013:247—257
250
Perempuan dengan Segala Luka ... (Dessy Wahyuni)
HASIL DAN PEMBAHASAN kebebasan untuk memilih hidupnya, tan‐
Yetti A. Ka dan Karyanya pa ada paksaan. Dengan bahasa yang in‐
Yetti A. Ka adalah seorang penulis pe‐ dah dan puitis, Yetti dalam kumpulan
rempuan yang lahir dan besar di Beng‐ cerpennya ini tidak hadir untuk menan‐
kulu. Sejak tahun 1999, istri penyair Su‐ tang budaya patriarkat. Ia hanya menco‐
matera Barat, Sondri B.S., ini hijrah dan ba memutar ke hadapan pembaca ten‐
berkreativitas di Sumatera Barat. Tuli‐ tang realita kehidupan wanita, kehidup‐
sannya berupa cerita pendek, puisi, dan an yang lebih banyak pahitnya diban‐
artikel pernah dimuat di beberapa media ding manisnya, kehidupan yang kerap
massa; Koran Tempo, Media Indoneesia, menghadirkan luka yang berkepanjang‐
Republika, Jawa Pos, Nova, Koran Jurnal an, namun harus dijalani meski tanpa
Nasional, Suara Merdeka, Jurnal Cerpen paksaan, sebaik atau seburuk apapun
Indonesia, Jurnal Perempuan, Gong, Was itu, seperti diutarakan oleh Falantino, se‐
pada Medan, Lampung Pos, Padang Eks orang pengajar di salah satu perguruan
pres, Singgalang, Haluan, dan Riau Pos. tinggi di Ambon, dalam komentarnya
Cerita pendeknya tergabung dalam tentang SHBdHM pada sampul belakang
sejumlah antologi bersama; Bob Marley buku. Lihat kutipannya berikut ini.
dan 11 Cerpen Pilihan Sriti.com 0809
(GPU, 2009), Pipa Air Mata (Yayasan “Kisah tentang keluarga, perempuan,
Sagang, 2008), Rahasia Bulan (GPU, rumah dan cinta ini terjalin dengan ba‐
2006), Mencintaimu (Logung Pustaka, hasa yang indah, penuh keintiman….
2004), Kalau Julies Sedang Rindu Membaca kumcer ini membuat saya se‐
makin merasa pasti bahwa sebuah ru‐
(Logung Pustaka dan Akar Indonesia,
mah, sebaik atau seburuknya, tetaplah
2004), Yang Dibalut Lumut (CWI, 2003),
tempat untuk pulang. Kumcer ini se‐
dan lain sebagainya. Buku kumpulan harusnya semakin mengukuhkan Yetti
cerita pendek tunggal yang telah terbit; sebagai penulis perempuan Indonesia
Numi (Logung Pustaka, Jogjakarta, 2004) yang karyanya patut dinanti. Salut! (Ka,
dan Musim yang Menggugurkan Daun 2011)
(Penerbit Andi, Yogyakarta, 2010). Suatu
Hari Bukan di Hari Minggu ini Dalam kumpulan cerpen ini, Yetti
merupakan kumpulan cerpen ketiganya. menggambarkan ketidakadilan gender.
Perbedaan peran dan fungsi laki‐laki dan
Luka dan Kecewa Para Perempuan perempuan atau yang lebih dikenal de‐
Dalam buku kumpulan cerpen Suatu ngan perbedaan gender yang terjadi di
Hari Bukan Di Hari Minggu terdapat em‐ masyarakat tidak menjadi permasalah‐
pat belas cerpen, yaitu “Kisah Bambu”, an sepanjang perbedaan tersebut tidak
“Re Hati (Kisah Bambu II)”, “Bunga Me‐ mengakibatkan diskriminasi atau keti‐
ranti (Kisah Bambu III )”, “Pelabuhan”, dakadilan. Dengan mengacu kepada be‐
“Suatu Hari Bukan di Hari Minggu”, “Hu‐ berapa sasaran penting dalam analisis
jan, Pulanglah”, “Gadis Pemetik Jamur”, feminisme yang diungkapkan
“Perempuan Bunga Kertas”, “Perempuan Endraswara, yakni (1) mengungkap
dan Mata yang Menatap”, “Lampu Ta‐ kumpulan cerpen ini agar jelas terlihat
man”, “Seseorang yang Menyimpan Ra‐ citra wanita yang merasa ditekan oleh
hasia di Sepasang Bola Mata”, “Kosong”, tradisi dan (2) mengungkap ideologi
“Cerita Daun”, dan “Dalam Kabut, Aku”. pengarang dalam memandang diri sen‐
Keempat belas cerpen ini masing‐masing diri dalam kehidupan nyata, terkait
mengisahkan tokoh perempuan yang diskriminasi atau ketidakadilan gender
menyimpan luka namun memiliki seperti yang dimaksudkannya.
251
ATAVISME, Vol. 16, No. 2, Edisi Desember 2013:247—257
252
Perempuan dengan Segala Luka ... (Dessy Wahyuni)
253
ATAVISME, Vol. 16, No. 2, Edisi Desember 2013:247—257
hanya bisa melihat dirinya yang palsu; dengan cacat di wajah dan sebagian tu‐
ia yang periang, lincah, dan manis. Se‐ buhnya yang dibawa seumur hidupnya.
lebihnya hanya dirinya sendiri yang ta‐ Akhirnya ia memilih hidup terdampar
hu. Juga tentang rencana‐rencana me‐ dari satu ruas jalan ke ruas jalan lainnya,
nyingkirkan bibi dari ayahnya. Mem‐
dari satu keramaian ke keramaian lain,
buat perempuan itu tidak pernah dicin‐
bahkan dari satu lelaki ke lelaki lain de‐
tai ayahnya secara sungguh‐sungguh
sebagai pengganti ibunya (Ka, ngan kedua bola matanya yang pecah.
2011:65). ” Yetti berusaha mendobrak budaya
patriarkat dalam cerpennya yang berju‐
Cerpen lain yang terdapat dalam dul “Perempuan dan Mata yang Mena‐
SHBdHM ini adalah “Perempuan Bunga tap”. Dalam cerpen ini tokoh Nuna ada‐
Kertas”. Dalam cerpen ini terdapat se‐ lah seorang perempuan yang rendah ha‐
orang perempuan yang hidup dalam ke‐ ti dan tidak pernah membenci laki‐laki.
palsuan untuk menyembunyikan dirinya
setelah terjadi sebuah tragedi. “Ia perempuan rendah hati, dan tidak
pernah membenci laki‐laki. Tapi orang‐
orang menatapnya dengan mata penuh
“Perempuan Bunga Kertas. Panggil saja
sindiran, seolah ia telah melukai dada
demikian. Meskipun, tentu saja, itu bu‐
seluruh laki‐laki seisi dunia; termasuk
kan nama sebenarnya. Segala sesuatu
ayah, paman, tetangga‐tetangga berke‐
dalam diri dia memang hampir se‐
lamin laki‐laki, suami atau bahkan
penuhnya palsu setelah suatu tragedi
ponakan‐ponakannya yang sering ber‐
merebut seluruh hidupnya. Dalam ke‐
tandang ke rumah beberapa hari atau
palsuan itulah dia menyembunyikan di‐
sampai hitungan minggu (Ka,
ri dalam kotak teka‐teki. Kepalsuan
2011:81).”
yang justru dinilai oleh banyak perem‐
puan, sungguh genit dan menjijikkan.
Sebaliknya, bagi banyak lelaki kepal‐ Hal ini terjadi sebab Nuna dianggap
suan itu serupa rimba gelap yang te‐ tidak menghargai kehidupan. Padahal ia
ngah menanti untuk ditualangi (Ka, hanya seorang perempuan yang tidak
2011:72).” ingin berada di tempat paling belakang,
yaitu sumur dan dapur. Pemberontakan
Luka yang dialami “Perempuan Bu‐ yang dilakukan Nuna ternyata selalu
nga Kertas” ini berawal dari kurangnya menghantuinya. Ia serasa dikejar‐kejar
kasih sayang seorang ibu. Ibunya tidak oleh berpasang‐pasang mata sebab
pernah punya waktu dan keinginan un‐ Nuna dianggap telah membunuh harga
tuk mendengarkan cerita apapun dari diri laki‐laki.
anaknya. Sedangkan gadis itu memiliki Cerita tentang seorang perempuan
segudang cerita dan membutuhkan se‐ kesepian terdapat pada cerpen “Lampu
orang teman untuk berbagi. Pada saat Taman”. Hara, nama perempuan kesepi‐
itulah seorang lelaki yang disukainya, be‐ an itu, sejak lama telah memilih hidup
kas teman sekolahnya, mengajak si gadis sendiri. Yetti mencipta Hara sebagai pe‐
berkencan. Ia terjebak permainan cinta. rempuan yang haus kasih sayang se‐
Sehabis berkencan, lelaki itu pergi begitu orang ayah, membutuhkan perlindungan
saja meninggalkan dirinya. Untuk itu pe‐ seorang ayah, serta rindu kelakar dan
rempuan bunga kertas pun harus men‐ canda tawa seorang ayah. Ayahnya telah
dapat hukuman dari ibunya, dikurung di meninggalkan ia dan ibunya sejak ia di‐
kamar hukuman. Tiba‐tiba terjadi keba‐ lahirkan ke dunia, bahkan ayahnya ha‐
karan, ibunya meninggal dan ia hidup nya sempat membisikkan nama untuk‐
(karena diselamatkan oleh ibunya), tapi nya di telinga ibunya sebelum ia
254
Perempuan dengan Segala Luka ... (Dessy Wahyuni)
255
ATAVISME, Vol. 16, No. 2, Edisi Desember 2013:247—257
256
Perempuan dengan Segala Luka ... (Dessy Wahyuni)
257