Anda di halaman 1dari 102

Toolkits Perencanaan

Multiguna Hutan
Multiple Use
Forest Planning Toolkits

BUKU C:
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

PU S AT PE NE L I T I A N DAN P E N G E M B A NGA N H UTA N


B ADAN PEN E L I TI A N , PE N G E M B A N G A N, DA N INOVA SI
K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P DAN KEHUTANAN

BUKU C:

RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN


Toolkits
Perencanaan Multiguna Hutan

Multiple Use Forest Planning


Toolkits

PENGARAH:
Agus Justianto
Kirsfianti L. Ginoga

DISUSUN OLEH:
Rinaldi Imanuddin Midian S. Manurung
Agustinus Tampubolon Didid Sulastiyo
Miranti Triana Zulkifli Nassat Idris
Bontor L. Tobing Nurka Cahyaningsih
Adi Suprihadhi Eko Budi Wiyono
Rahayu Wulandini Ade Wahyu
Adhi Nurul Hadi Deden Nurochman
Akub Indrajaya Harityas Wiyoga
Ramdhani Ristianto Pribadi

Diterbitkan oleh:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan


Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Bekerjasama dengan:
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan
Multiple Use Forest Planning Toolkits

Pengarah:
Agus Justianto
Kirsfianti L. Ginoga

Disusun oleh:
Rinaldi Imanuddin Midian S. Manurung
Agustinus Tampubolon Didid Sulastiyo
Miranti Triana Zulkifli Nassat Idris
Bontor L. Tobing Nurka Cahyaningsih
Adi Suprihadhi Eko Budi Wiyono
Rahayu Wulandini Ade Wahyu
Adhi Nurul Hadi Deden Nurochman
Akub Indrajaya Harityas Wiyoga
Ramdhani Ristianto Pribadi

Desain sampul dan tata letak:
Harityas Wiyoga

ISBN 978-602-1681-44-2

Penerbit:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. Raya Gunung Batu No.5, Kotak Pos 165, Bogor 16610
Telepon: (0251) 8633234
Fax: (0251) 8638111

Bekerjasama dengan United States Agency for International Development dan


United States Forest Service, International Programs

Cetakan ke-1, Januari 2018


BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

Daftar Isi

Daftar Isi 1
C: Rencana Pengelolaan Hutan 5
C1- Menyusun atau Merevisi Rencana 5
C1.1 - Menyusun atau Merevisi Rencana 5
C1.11 - Langkah Umum untuk Menyusun atau Merevisi Rencana 5
C1.12 - Pertimbangan Dalam Penyusunan Rencana Baru atau Rencana Revisi 6
C1.13 – Peluang untuk mengkoordinasikan Perencanaan dan Kegiatan Lainnya 7
C1.14 - Koordinasi Untuk Penjangkauan Publik (Public Outreach) dan Ruang
Lingkup Kegiatan untuk Revisi Rencana 8
C 1.2 – Basis Informasi untuk Penyusunan dan Revisi Rencana 11
C 1.21 – Kebutuhan untuk Revisi rencana 11
C1.22 – Spesies yang Dilindungi 12
C1.22a – Identifikasi spesies konservasi 12
C1.22b – Mengevaluasi Informasi Baru Mengenai Spesies Yang Menjadi Perhatian
Konservasi 13
C1.23 – Penjangkauan dalam penyusunan atau revisi rencana 13
C1.24 – Konsultasi Dengan Komunitas Lokal 14
C1.3 – Merevisi Rencana 14
C1.31 - Revisi Rencana Kegiatan yang Spesifik dan Reviu Administratif 15
C1.32 – Upaya Pelibatan Masyarakat dalam Revisi Rencana dan Konsultasi 15
C1.33 - Konsistensi Kegiatan Dengan Revisi Rencana 15
C1.4 – Penyelesaian Proses Penyusunan atau Revisi Rencana 15
C1.41 - Dokumen Keputusan 15
C1.42 - Dokumentasi Revisi Rencana dan Catatan Perencanaan 17
C1.43 - Mendokumentasikan Pelibatan Publik 18
C1.5 - Perubahan Administratif 18
C1.51 - Membuat Perubahan Administratif pada Kegiatan Pemantauan 19
C1.6 – Penyusunan atau Revisi Rencana Sesuai Aturan perencanaan Sebelumnya
(sebelum toolkits ini disusun) 19
C1.7 – Keputusan Kegiatan Yang Bersamaan Dengan Keputusan Rencana 19
C1.8 – Tata Tertib Penggunaan Publik 20
C2 – Persyaratan untuk mengintegrasikan substansi rencana 22

1
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C2.1 – Komponen Rencana 23


C2.11 – Kondisi yang diinginkan 25
C2.12 – Tujuan Rencana Pengelolaan Hutan 26
C2.13 – Standar 27
C2.14 – Pedoman 28
C2.15 - Kesesuaian Kawasan Hutan 28
C2.16 – Sasaran 30
C2.2 - Dimana Komponen Rencana Berlaku 31
C2.21 – Identifikasi Wilayah Pengelolaan dan Wilayah Geografis 31
C2.3 – Substansi Lainnya yang Diperlukan dalam Rencana 32
C2.31 – DAS Prioritas 33
C2.32 – Peran dan Kontribusi Khusus dari Wilayah Rencana 33
C2.33 –Pemantauan Rencana 35
C2.34 – Rencana Kegiatan 35
C2.4 –Substansi yang Bersifat Opsional dalam Rencana 36
C3 – Pertimbangan Sumber Daya untuk Komponen Rencana Terpadu 37
C3.1 –Kelestarian Ekologi dan Keanekaragaman Komunitas Tumbuhan dan Satwa
39
C3.11–Komponen Rencana Untuk Keutuhan dan Keanekaragaman Ekosistem 40
C3.11a –Rentang Variasi Alami (Natural Range of variation) 41
C3.11b - Keutuhan ekosistem 42
C3.11c- Peluang Untuk Memulihkan Ekosistem Yang Adaptif terhadap Kebakaran 45
C3.11d – Keanekaragaman Ekosistem 46
C3.11e – Wilayah Riparian 47
C3.12 - Komponen Rencana untuk Udara, Tanah, dan Air 49
C3.12a - Kualitas Udara 50
C3.12b – Tanah dan Produktivitas Tanah 50
C3.12c – Kualitas Air dan Sumberdaya Air 51
C3.13 –Komponen rencana untuk Spesies Beresiko (At-Risk Species) 52
C3.13a – Jenis yang Terancam dan Terancam Punah 54
C3.13b – Spesies Usulan dan Spesies Kandidat 54
C3.13c – Spesies Yang Menjadi Pusat Perhatian Konservasi 55
C3.2 – Kelestarian Sosial dan Ekonomi dan Multiguna 57
C3.21 –Kontribusi Wilayah Rencana Terhadap Kelestarian Sosial dan Ekonomi 58

2
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C3.21a –Multiguna 59
C3.21b – Jasa Ekosistem 59
C3.22 – Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi yang Dipengaruhi oleh Rencana 60
C3.23 – Pertimbangan Multiguna Hutan, Jasa Ekosistem, dan Infrastruktur 61
C3.23a – Kelestarian Sumberdaya Rekreasi dan Peluang Untuk Menghubungkan
Masyarakat dengan Alam 61
C3.23b - Ikan, Satwa Liar, dan Tumbuhan 66
C3.23c - Daerah Aliran Sungai dan Sumber Daya Air 66
C3.23d – Lahan Penggembalaan, Tanaman untuk Pakan Ternak dan
Penggembalaan 67
C3.23e –Kayu dan Vegetasi 69
C3.23f – Pemandangan Indah, Nilai estetika, Area pandang, dan Corak Geologi 70
C3.23g – Sumberdaya Budaya, dan Sejarah 72
C3.23h – Wilayah Kepentingan Masyarakat 74
C3.23i – Mineral dan Sumberdaya Energy Yang Tidak Terbarukan 74
C3.23j – Bencana Geologi 77
C3.23k – Energi terbarukan 77
C3.23l – Infrastruktur, Jalan, dan Jalan setapak 79
C3.23m – Status Kawasan Hutan, Penggunaan, Akses dan Keterkaitannya dengan
Kawasan Lain 80
C3.23n –Pertimbangan Lain untuk (manfaat) Multiguna 82
C.4 – Wilayah yang ditetapkan 82
C4.1 - Mengidentifikasi Wilayah Yang Ditetapkan (eksisting) dan
Merekomendasikan Wilayah Yang Ditetapkan baru dalam rencana 85
C4.2 –Komponen rencana untuk Wilayah Yang Ditetapkan dan Wilayah yang
Direkomendasikan untuk Menjadi Wilayah Yang Ditetapkan 86
C4.3 –Rencana (untuk) Wilayah yang Ditetapkan 87
C4.4– Jenis Spesifik Wilayah yang Ditetapkan dalam Rencana Pengelolaan hutan 87
C4.41 – Hutan Belantara (alam) 87
C4.42 - Sungai Alami dan Indah 89
C4.43 – Jalur yang Indah dan Bersejarah 91
C4.44 –Areal dengan Aksesibilitas Terbatas 93
C5. Matriks Rencana Pengelolaan Hutan 94

3
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

4
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

C: Rencana Pengelolaan Hutan



Buku ini menjelaskan prosedur untuk menyusun atau merevisi rencana pengelolaan
hutan dalam tahap perencanaan. Persyaratan dan proses penilaian (assessment) untuk
penyusunan maupun revisi dari rencana Pengelolaan Hutan dijelaskan pada Buku B.
Secara umum, tugas Kepala KPH dalam proses penyusunan atau revisi rencana adalah
sebagai berikut:
1. Menyelesaikan penyusunan rencana segera setelah organisasi KPH dibentuk.
2. Membentuk dan memberikan arahan tim multidisiplin
3. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan aspek sumber daya serta faktor-faktor
terkait pengelolaan hutan
4. Memastikan rencana berada dalam batas kewenangan dan kemampuan anggaran
KPH
5. Mengkoordinasikan proses penyusunan perencanaan bersama para pihak

C1- Menyusun atau Merevisi Rencana


Bagian ini memberikan panduan pada tahap perencanaan tentang bagaimana menyusun
atau merevisi sebuah rencana pengelolaan hutan. Buku B (Penilaian) menjelaskan
persyaratan pada tahap penilaian untuk menyusun atau merevisi rencana pengelolaan
hutan. Rencana pengelolaan hutan menyajikan deskripsi kawasan hutan, misi dan visi,
strategi, rencana aksi/tindak, pedoman, kendala/hambatan, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan.

C1.1 - Menyusun atau Merevisi Rencana

C1.11 - Langkah Umum untuk Menyusun atau Merevisi Rencana

Rencana pengelolaan hutan disusun oleh Kepala KPH setelah organisasi KPH dibentuk.
Proses penyusunan atau revisi rencana pengelolaan dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi dan karakteristik lokal di masing-masing KPH.
Tim multidisiplin perlu merancang proses penyusunan atau revisi yang transparan dan
efisien, agar mencerminkan prinsip-prinsip pengelolaan yang adaptif. Masyarakat perlu
dilibatkan dalam berbagai kesempatan sebagai proses yang partisipatif sejak awal
perencanaan maupun pada saat revisi rencana serta pelaksanaan rencana pengelolaan
hutan.
Kepala KPH memiliki kebijaksanaan untuk menentukan ruang lingkup, metode, forum,
dan waktu dalam proses penyusunan atau revisi rencana, dengan tetap berkoordinasi
dengan para pihak dan memenuhi ketentuan yang berlaku (lihat Buku E).
Kepala KPH perlu membentuk Tim Multidisiplin untuk melaksanakan proses
perencanaan dan memberikan arahan kepada Tim mengenai ruang lingkup dan jenis
dari rencana yang akan disusun atau yang akan direvisi. Setelah tahap penilaian dan
selama tahap perencanaan, Tim Multidisiplin menyusun/menetapkan substansi
rencana, mereviu, mengevaluasi, dan menyempurnakannya selama tahap perencanaan
untuk memastikan koherensi rencana secara keseluruhan.

5
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Langkah-langkah umum dalam melakukan proses perencanaan meliputi:


1. Mengidentifikasi kebutuhan untuk menyusun atau merevisi rencana.
2. Menggambarkan peran dan kontribusi dari rencana yang disusun dalam lanskap
hutan yang lebih luas.
3. Mengidentifikasi spesies yang menjadi perhatian konservasi.
4. Menyusun usulan rencana atau rencana yang dilakukan melalui partisipasi publik.
5. Menganalisis kebijakan serta arahan kehutanan pada tingkat nasional dan provinsi
serta mengimplementasikannya pada dokumen rencana baru atau revisi rencana.
6. Mereviu kegiatan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan oleh para pihak di
wilayah KPH.
7. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk memberikan tanggapan dan
usulan terhadap rencana (baru) atau rencana (revisi).
8. Mempertimbangkan masukan publik dan menyiapkan konsep awal rencana (baru)
atau rencana (revisi).
9. Mengkonsultasikan konsep rencana dengan instansi pemerintah terkait.
10. Proses persetujuan konsep akhir rencana (baru) atau konsep final rencana (revisi)
dituangkan dalam sebuah dokumen keputusan, dan disosialisasikan kepada publik.

C1.12 - Pertimbangan Dalam Penyusunan Rencana Baru atau Rencana Revisi

Kepala KPH perlu mengidentifikasi dan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
dan isu-isu yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana baru atau rencana revisi.
Pertimbangan tersebut perlu didukung oleh informasi yang dihasilkan dari partisipasi
publik atau berasal dari sumber lain. Berikut adalah beberapa hal utama yang harus
dipertimbangkan oleh KPH:
1. Kepala KPH harus memastikan bahwa proses perencanaan, komponen rencana, dan
isi rencana lainnya berada di dalam batas kewenangan KPH, kemampuan yang
melekat pada wilayah rencana, dan kemampuan anggaran KPH.
2. Sebelum atau pada saat proses penyusunan komponen rencana untuk rencana baru
atau rencana revisi, Tim Multidisiplin perlu menyelesaikan hal-hal berikut:
a. Identifikasi spesies yang menjadi perhatian konservasi.
b. Deskripsi tentang peran dan kontribusi khusus wilayah rencana dalam lanskap
hutan yang lebih luas.
c. Identifikasi kebutuhan untuk merevisi rencana yang ada.
d. Identifikasi daerah aliran sungai prioritas.
e. Pertimbangan tujuan dan sasaran rencana strategis KPH.
f. Identifikasi keadaan dan mempertimbangkan pentingnya berbagai sumber
daya ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta pertimbangan sejarah pada
wilayah rencana berdasarkan penilaian dan kebutuhan untuk menyusun atau
mengubah komponen rencana.
g. Pertimbangan kondisi, tren, dan sumber tekanan yang teridentifikasi dalam
penilaian (assessment) terkait kebutuhan untuk mengubah komponen rencana.
h. Inventarisasi dan evaluasi kawasan hutan dalam rangka melaksanakan fungsi
konservasi pada wilayah KPH.

6
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


i. Identifikasi kelayakan sungai untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari
rencana pengelolaan hutan.
j. Identifikasi areal hutan untuk fungsi pelestarian alam.
k. Identifikasi areal hutan yang sesuai untuk produksi kayu dan menentukan
jumlah maksimum kayu yang mungkin diproduksi dari kawasan yang
direncanakan.
l. Identifikasi pertanyaan, parameter dan indikator untuk kegiatan pemantauan
rencana.
m. Identifikasi substansi rencana lainnya.
n. Identifikasi izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
o. Identifikasi kebijakan dan arahan kehutanan tingkat nasional dan provinsi.
3. Tata letak penulisan dokumen rencana dapat berpedoman pada pedoman dan
regulasi yang berlaku.
4. Kepala KPH perlu memastikan bahwa komponen rencana harus:
a. Menjamin kelestarian dan keutuhan ekologi, keragaman komunitas tumbuhan
dan satwa, jasa ekosistem, dan multiguna hutan;
b. Berkontribusi pada keberlanjutan aspek sosial dan ekonomi;
c. Menyediakan kerangka strategis dan praktis untuk mengelola hutan pada
wilayah yang direncanakan;
d. Berada dalam batas kewenangan KPH, kemampuan yang melekat pada wilayah
rencana, dan kemampuan anggaran KPH; dan
e. Menjaga keseimbangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar KPH.
5. Kepala KPH harus memahami:
a. Konsep pengelolaan hutan lestari;
b. Kebijakan perundangan terkait yang berlaku;
c. Adat istiadat dan budaya setempat;
d. Kepentingan, kebutuhan, perspektif, dan keinginan publik yang berbeda dan
mungkin bertentangan, termasuk sudut pandang pusat dan daerah; dan
e. Nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dan masukan para pihak.

C1.13 – Peluang untuk mengkoordinasikan Perencanaan dan Kegiatan Lainnya

Proses perencanaan lingkungan dan proses perencanaan hutan harus terintegrasi.


Kepala KPH harus mampu mengarahkan Tim Multidisiplin untuk menyusun pendekatan
strategis perencanaan yang sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan. Koordinasi yang
dilakukan secara kolaboratif memungkinkan keselarasan pelaksanaan proses
perencanaan dengan peraturan perundangan yang ada.
Proses perencanaan lingkungan dan proses perencanaan hutan yang terintegrasi harus
memperhatikan persyaratan sebagai berikut:
1. Penggunaan hasil penilaian (assessment) dalam menggambarkan lingkungan yang
terkena dampak melalui analisis dampak lingkungan. Apabila terdapat perbedaan
informasi selama atau setelah proses penilaian (assessment), maka diperlukan
informasi tambahan untuk menjelaskan secara efektif lingkungan yang terkena
dampak.

7
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

2. Tujuan dan kebutuhan penilaian (assessment) untuk analisis dampak lingkungan


didasarkan pada dokumen yang menyatakan kebutuhan untuk revisi rencana. Pada
tahap awal proses perencanaan, hasil identifikasi kebutuhan awal untuk mengubah
rencana dan masukan publik dapat membantu meningkatkan fokus penyusunan
atau revisi rencana.
3. Memasukan aspek perencanaan dan persyaratan lingkungan dalam strategi
partisipasi publik (Buku E).
4. Mengintegrasikan ruang lingkup lingkungan, ke dalam kegiatan yang melibatkan
publik untuk mendukung penyusunan komponen rencana dan konten rencana
lainnya. Penajaman ruang lingkup kegiatan mencakup: menyempurnakan kegiatan
yang diajukan, menentukan instansi pemerintah dan para pihak lain untuk bekerja
sama, dan mengidentifikasi masalah/isu awal. Keterlibatan publik sejak awal
selama proses perencanaan dapat membantu mengidentifikasi tujuan dan masalah
di wilayah yang direncanakan. Tahap ini memberikan kesempatan bagi Tim
Multidisiplin untuk memenuhi ruang lingkup persyaratan penilaian lingkungan dan
oleh karena itu, Tim Multidisiplin perlu memahami elemen-elemen berikut selama
proses analisis dampak lingkungan:
a. Pembatasan alternatif (pengelolaan dampak lingkungan) berdasarkan isu
penting untuk pertimbangan.
b. Analisis berdasarkan alternatif yang potensial, dan
c. Dampak potensial dari alternatif yang dipilih.

C1.14 - Koordinasi Untuk Penjangkauan Publik (Public Outreach) dan Ruang


Lingkup Kegiatan untuk Revisi Rencana

Kepala KPH memiliki kewenangan untuk menentukan kapan memulai tahap penetapan
ruang lingkup aspek lingkungan; misalnya, selama penilaian, segera setelah penilaian
selesai, sebelum menyusun komponen-komponen rencana, atau pada saat awal
penyusunan komponen rencana. Kepala KPH dapat menyesuaikan tahap dan isi proses
penetapan ruang lingkup.
Kepala KPH harus memastikan bahwa Tim Multidisiplin telah merencanakan secara
tepat untuk memenuhi dan mengintegrasikan persyaratan lingkungan dan persyaratam
penjangkauan publik, serta telah mengakomodir hasill pembahasan sebelumnya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat mengkoordinasikan
penjangkauan publik dan penetapan ruang lingkup kegiatan. Berikut ini adalah dua
contoh yang dapat dijadikan pertimbangan:
1. Melibatkan publik dalam penyusunan proposal dan kemudian memulai penetapan
ruang lingkup aspek lingkungan.
• Pada saat Kepala KPH memulai proses perencanaan melalui pemberitahuan
untuk memulai penyusunan revisi rencana, Tim Multidisiplin akan melakukan
kegiatan yang melibatkan publik untuk mendapatkan masukan dalam
menyusun proposal.
• Proposal tersebut dapat terdiri dari kebutuhan rinci untuk mengubah rencana,
usulan areal pengelolaan, komponen rencana, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut.

8
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


• Sebelum dimulainya penyiapan konsep analisis dampak lingkungan, Kepala
KPH berhak memulai proses penetapan ruang lingkup aspek lingkungan.
• KPH dapat menyediakan proposal yang lebih spesifik, sehingga masukan dari
publik lebih fokus.
• Kepala KPH harus menetapkan harapan yang akan menjadi pertimbangan, dan
menggunakan seluruh masukan publik, untuk memperbaiki proposal.
2. Melibatkan publik dalam penyusunan proposal dan pada saat yang sama memulai
penetapan ruang lingkup aspek lingkungan.
• Penetapan ruang lingkup aspek lingkungan bisa dimulai bersamaan dengan
proses perencanaan.
• Pemberitahuan rencana untuk menyiapkan kajian dampak lingkungan dapat
dikombinasikan dengan pemberitahuan untuk memulai penyusunan revisi
rencana.
• Upaya untuk melibatkan publik dimaksudkan untuk mengidentifikasi masalah
dan cara penyelesaian terbaik, serta untuk merancang komponen rencana,
yang diselesaikan secara bersamaan.
• Pelibatan publik mungkin diperlukan kembali saat proposal telah selesai
disusun untuk mengidentifikasi masalah spesifik yang terkait dengan proposal
tersebut.
Tabel 01 menampilkan sebuah model tentang bagaimana perencanaan, lingkungan, dan
kesempatan untuk berpartisipasi saling berhubungan satu sama lain dalam proses revisi
rencana. Awal proses penilaian berada di kolom sebelah kiri sedangkan akhir dari
proses perencanaan berada di kolom sebelah kanan. Kegiatan yang terjadi pada waktu
yang hampir bersamaan disusun di atas satu sama lain. Lamanya kegiatan tertentu akan
bervariasi tergantung pada keadaan atau kondisi tertentu.

9
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Tabel 01
Hubungan Perencanaan, Lingkungan, dan Kesempatan untuk Berpartisipasi dalam Revisi Rencana

Tata waktu Perencanaan
Proses Perencanaan
Penilaian Identifikasi awal kebutuhan untuk Penyusunan Memperhatikan Menyusun rencana Persetujuan rencana
mengubah rencana komponen rencana saran publik pada
dan substansi rencana yang
rencana lainnya diajukan
untuk rencana yang
akan diajukan
Kebijakan Lingkungan
Penetapan ruang lingkup lingkungan Mengidentifikasi Memperhatikan Pertimbangkan komentar dan Mencatat keputusan yang
(fleksibilitas untuk memulai penetapan alternatif-alternatif saran publik tanggapi/respon masukan. menyetujui rencana
pada situasi apapun dalam proses Menjelaskan terhadap konsep
penilaian dan perencanaan) lingkungan yang dokumen analisis Menyusun konsep akhir dokumen
Reviu hasil penetapan, identifikasi terdampak dampak analisis lingkungan dan konsep
tujuan dan kebutuhan berdasarkan Memperkirakan lingkungan dan keputusan rencana
kebutuhan untuk mengubah rencana pengaruh setiap alternatif terpilih
alternatif
Menyusun penilaian
dampak lingkungan
Kesempatan Partisipasi Publik
Pemberitahuan Pemberitahuan awal revisi rencana Menginformasi-kan Pemberitahuan Pemberitahuan atas persetujuan
resmi dimulainya kepada publik tentang rencana
penilaian tentang hasil ketersediaan
penetapan ruang analisis dampak
lingkup aspek lingkungan dan
lingkungan rencana yang
diusulkan
Pelibatan publik Pemberitahuan untuk menyusun Pelibatan publik Pelibatan publik Pelibatan publik Pelibatan publik tentang
dalam penilaian. analisis dampak lingkungan (saat persetujuan rencana
penetapan ruang lingkup aspek
lingkungan dimulai)
Pelibatan publik dalam proses
perencanaan dan proses penetapan
ruang lingkup aspek lingkungan.

10
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

C 1.2 – Basis Informasi untuk Penyusunan dan Revisi Rencana

1. Rencana baru dan rencana revisi didasarkan pada kebutuhan untuk menyusun atau
mengubah rencana tersebut. Kepala KPH memulai revisi rencana karena sudah
saatnya untuk melakukan revisi (minimal setiap 5 tahun). Seberapa banyak konten
dari rencana yang harus diubah dalam proses revisi disesuaikan dengan seberapa
besar kebutuhan untuk mengubah rencana itu sendiri.
2. Jika kebutuhan untuk mengubah rencana tidak dapat ditempuh melalui perubahan
administratif atau dengan mengubah pelaksanaan pengelolaan, maka revisi harus
segera dimulai sebagaimana mestinya. Penentuan untuk mengubah rencana harus
didasarkan pada sumber informasi yang baik dan benar. Catatan-catatan hasil
penilaian (dijelaskan pada Buku B), bersamaan dengan catatan perencanaan,
merupakan sumber informasi yang penting bagi rencana baru atau rencana revisi.
3. Untuk proses revisi rencana, proses penilaian (assessment) tidak dipersyaratkan
(lihat Buku. B). Kepala KPH dapat mengandalkan laporan pemantauan atau
dokumentasi lainnya yang berisikan informasi terkini, menginformasikan kondisi
atau situasi yang berubah untuk mengidentifikasi kebutuhan revisi rencana.
4. Kepala KPH harus fokus pada hasil evaluasi informasi terkait yang tersedia.

C 1.21 – Kebutuhan untuk Revisi rencana

Kebutuhan untuk mengubah rencana membantu menentukan tindakan, tujuan dan


kebutuhan, dan penetapan kerangka kerja untuk analisis lingkungan yang berkaitan
dengan proses perencanaan. Kepala KPH dapat melibatkan publik dan para pihak
lainnya dalam menentukan kebutuhan untuk revisi rencana, termasuk memberikan
masukan terhadap kebutuhan awal untuk mengubah rencana. Kebutuhan untuk
mengubah rencana harus ditulis sehingga jelas bagi publik yang mana komponen
rencana yang diusulkan untuk diubah dan yang mana yang tidak.
1. Banyak sumber informasi tersedia bagi kepala KPH untuk membantu menentukan
kebutuhan untuk revisi rencana, antara lain:
a. Evaluasi informasi hasil pemantauan.
b. Penilaian (assessment) untuk penyusunan rencana atau revisi rencana (Buku
B).
c. Penilaian terfokus untuk revisi rencana, jika hal tersebut dibutuhkan (Buku B,
Bagian B5).
d. Dokumentasi lainnya dari berbagai sumber terkait informasi baru, kondisi atau
situasi yang berubah pada wilayah rencana.
e. Perubahan pada peraturan perundangan dan kebijakan terkait.
2. Ketika menyusun atau merevisi rencana, kepala KPH dapat meminta masukan
publik dan para pihak terkait lainnya terhadap kebutuhan awal untuk merevisi
rencana, sehingga:
a. Aspirasi publik digunakan untuk memperbaiki kebutuhan untuk revisi
rencana.
b. Menentukan skala revisi rencana.

11
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

c. Kebutuhan revisi rencana dapat menentukan untuk mempertahankan


komponen rencana yang ada atau menyusun komponen rencana baru.
3. Kepala KPH harus mendokumentasikan kebutuhan revisi rencana sebagai bagian
dari tujuan dan kebutuhan dalam dokumen analisis lingkungan untuk penyusunan
dan revisi rencana.

C1.22 – Spesies yang Dilindungi

C1.22a – Identifikasi spesies konservasi

Dalam hal mengidentifikasi spesies yang menjadi perhatian konservasi, KPH


berkoordinasi dengan Unit kerja dibidang konservasi sumber daya alam (contoh: Balai
Konservasi Sumber Daya Alam/BKSDA) selama tahap perencanaan, atau kapanpun
sesuai kebutuhan.
1. KPH bersama BKSDA mempunyai peran dan tanggung jawab untuk:
a. Mereviu dasar pemikiran dan pendokumentasian spesies yang potensial untuk
menjadi perhatian konservasi (Buku C, Bag. C.3.13c), dan menentukan apakah
berdasarkan informasi ilmiah yang tersedia:
1) Spesies tersebut adalah asli dan diketahui terdapat atau berada di
wilayah rencana (wilayah KPH), dan
2) Terdapat kekhawatiran besar tentang kemampuan spesies untuk
bertahan dalam jangka waktu panjang di wilayah rencana.
b. Berdasarkan reviu dimaksud, dilakukan penetapan spesies yang menjadi
perhatian konservasi di wilayah rencana (wilayah KPH). Kewenangan untuk
mengidentifikasi dan menetapkan spesies yang menjadi perhatian konservasi
ini tidak bisa dilimpahkan.
c. Identifikasi awal spesies yang menjadi perhatian konservasi dilakukan guna
mempercepat proses perencanaan.
d. Memanfaatkan keahlian pakar dan pengetahuan publik untuk mengidentifikasi
spesies yang menjadi perhatian konservasi.
e. Melibatkan dan meminta masukan publik ketika mengidentifikasi spesies yang
menjadi perhatian konservasi, sebagai bagian dari strategi partisipasi publik
(lihat Buku E, Bag.E.2)
f. Mendokumentasikan dasar pemikiran dalam penetapan spesies yang menjadi
perhatian konservasi
g. Memberitahukan kepada publik mengenai spesies konservasi yang menjadi
perhatian konservasi
h. Mengidentifikasi spesies yang menjadi perhatian konservasi di luar proses
perencanaan sesuai kebutuhan dan sebagaimana mestinya.
2. Kepala KPH memiliki wewenang untuk:
a. Memanfaatkan keahlian pakar, pengetahuan publik, dan instansi terkait
konservasi sumber daya alam untuk menentukan apakah komponen rencana
perlu untuk ditambah, dihapus, atau diubah berdasarkan adanya penemuan
spesies baru yang menjadi perhatian konservasi.
b. Merekomendasikan perubahan pada daftar spesies yang menjadi perhatian
konservasi ke BKSDA, jika diperlukan.

12
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C1.22b – Mengevaluasi Informasi Baru Mengenai Spesies Yang Menjadi Perhatian
Konservasi

Spesies yang menjadi perhatian konservasi dapat diperoleh dari hasil identifikasi
BKSDA serta literatur/kajian ilmiah lainnya. Apabila KPH menerima informasi ilmiah
yang baru sebelum atau sesudah rencana baru atau revisi rencana disetujui, maka:
1. Apabila terdapat informasi ilmiah baru yang mengindikasikan adanya potensi
perubahan terhadap daftar spesies yang menjadi perhatian konservasi, kepala KPH
dapat:
a. Mengevaluasi informasi terbaru menggunakan panduan Buku D, untuk
menyusun rekomendasi usulan perubahan daftar spesies yang menjadi
perhatian konservasi.
b. Memanfaatkan keahlian pakar dan pengetahuan publik.
c. Mendokumentasikan dasar penentuan suatu spesies sebagai spesies yang
menjadi perhatian konservasi di wilayah rencana.
d. Mengirimkan dokumen dan rekomendasi kepada BKSDA.
2. Ketika BKSDA menerima sebuah rekomendasi dari Kepala KPH untuk mengubah
daftar spesies yang menjadi perhatian konservasi dalam wilayah rencana, BKSDA
dapat:
a. Mempertimbangkan rekomendasi tersebut.
b. Memanfaatkan keahlian pakar dan pengetahuan publik.
c. Mendokumentasikan tanggapan atas rekomendasi tersebut dan dasar
pemikirannya.
d. Memberitahukan kepada publik dan kepala KPH jika terdapat perubahan pada
daftar spesies yang menjadi perhatian konservasi di wilayah rencana (wilayah
KPH).
3. Jika BKSDA mengidentifikasi adanya penambahan spesies yang menjadi perhatian
konservasi, maka Kepala KPH dapat:
a. Mereviu informasi yang berkaitan dengan ancaman, pemicu tekanan, dan
resiko lainnya terhadap keberadaan spesies tersebut pada wilayah rencana.
b. Melakukan evaluasi apakah komponen rencana yang telah ada dapat
menyediakan kondisi ekologi yang diperlukan untuk mempertahankan
keberadaan spesies pada wilayah rencana.
c. Menentukan perlu tidaknya komponen rencana untuk spesies tertentu
(spesifik) dalam rangka mempertahankan keberadaan spesies tersebut dalam
jangka waktu panjang.
d. Mendokumentasikan penentuan tersebut, dan mengubah rencana jika
diperlukan.
4. Jika BKSDA menghapus suatu spesies dari daftar spesies yang menjadi perhatian
konservasi, kepala KPH dapat mengkaji ulang rencana dan mengubah rencana, jika
hal tersebut diperlukan.

C1.23 – Penjangkauan dalam penyusunan atau revisi rencana

Panduan strategi penjangkauan publik dan pemerintah, termasuk konsultasi publik, dan
metode untuk memberikan masukan dibahas dalam Buku E.

13
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

• Jika persetujuan dari rencana, atau revisi rencana, dapat mempengaruhi daftar
spesies atau habitat yang kritis, kepala KPH harus mengikuti prosedur yang
berkaitan dengan bidang tersebut.
• Untuk penyusunan atau revisi rencana yang berakibat mempengaruhi benda-benda
bersejarah atau situs budaya/agama yang penting bagi masyarakat setempat,
kepala KPH harus mengikuti prosedur yang berkaitan dengan subjek tersebut

C1.24 – Konsultasi Dengan Komunitas Lokal

Kepala KPH melakukan konsultasi dengan pimpinan masyarakat lokal (masyarakat


adat) mengenai rencana baru atau revisi rencana sebagai bagian dari hubungan antar
pemerintah dengan masyarakat adat/lokal. (lihat Toolkit Buku E – Partisipasi
Masyarakat, untuk panduan mengenai konsultasi dan koordinasi dengan masyarakat
setempat (Toolkit Buku E, Bag. E.4.3)

C1.3 – Merevisi Rencana

Perubahan pada substansi rencana yang berkaitan dengan komponen rencana (kondisi
yang diinginkan, sasaran, pedoman, tujuan, standar atau kesesuaian lahan untuk
pengunaan) harus dibuat berdasarkan rencana perubahan atau rencana revisi. Semua
tambahan atau perubahan terhadap dokumen rencana harus disusun sesuai komponen
rencana sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Revisi rencana merupakan alat manajemen adaptif untuk menjaga agar rencana tetap
mutakhir dan terkini, efektif, dan tetap relevan. Revisi membantu kepala KPH
menyesuaikan rencana yang ada dengan informasi baru dan kondisi/situasi yang
berubah.
Ruang lingkup perubahan tergantung pada kebutuhan untuk mengubah rencana
tersebut. Penilaian (assessment) untuk revisi rencana tidak diperlukan, namun dapat
disusun berdasarkan diskresi Kepala KPH (lihat Buku B, bag. B.5).
Sebuah revisi diusulkan baik sebagai respon terhadap adanya perubahan kondisi atau
adanya kegiatan baru yang lebih spesifik. Kepala KPH harus menjaga ruang lingkup dan
skala proses revisi, termasuk partisipasi publik.
Proses revisi rencana mengacu pada hasil identifikasi kebutuhan revisi rencana yang
dapat diperoleh dari hasil penilaian terbaru; laporan pemantauan; informasi terbaru
lainnya; atau kondisi/situasi yang berubah.
Secara umum, langkah-langkah untuk melakukan revisi rencana adalah sebagai berikut:
1. Kepala KPH mengidentifikasi kebutuhan revisi rencana.
2. Meminta masukan dari publik mengenai kebutuhan untuk mengubah rencana yang
teridentifikasi pada langkah pertama di atas. (Buku E).
3. Mempertimbangkan masukan publik, melengkapi dokumentasi mengenai
kebutuhan revisi rencana, dan menentukan apakah perubahan yang dilakukan
sudah sesuai.
4. Mendokumentasikan kebutuhan revisi rencana dalam dokumen analisis
lingkungan.

14
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


5. Memberikan kesempatan kepada publik untuk menanggapi usulan perubahan dan
dokumen analisis lingkungan.
6. Menyetujui konsep akhir revisi rencana dan memberitahukan kepada publik.
Koreksi terhadap kesalahan penulisan dalam komponen rencana bukan merupakan
revisi rencana tetapi hanya perubahan secara administratif.

C1.31 - Revisi Rencana Kegiatan yang Spesifik dan Reviu Administratif

Jika kegiatan yang diusulkan tidak konsisten dengan rencana yang ada, Kepala KPH
memiliki kewenangan untuk melakukan revisi rencana, yang dapat mengakomodasi
kegiatan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa revisi dapat dilakukan untuk kegiatan
yang spesifik.
Proses reviu administrasi untuk revisi rencana bervariasi berdasarkan pada satu
kegiatan atau beberapa kegiatan di masa yang akan datang. Jika revisi rencana hanya
berlaku untuk satu kegiatan saja, revisi tersebut merupakan proses reviu kegiatan.
Ketika revisi rencana dan kegiatan disetujui dalam dokumen keputusan yang sama,
Kepala KPH memiliki tanggung jawab terhadap kedua dokumen tersebut, meskipun
kegiatan tersebut hanya berada di wilayah Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH)
atau Resor Pengelolaan Hutan (RPH). Dokumen keputusan untuk perubahan kegiatan
dan revisi rencana harus memasukan alasan mengapa melakukan perubahan tersebut.
Jika revisi rencana kegiatan yang spesifik dilakukan berulang-ulang pada hal yang sama,
sebaiknya revisi dilakukan terhadap komponen rencana. Kepala KPH harus mengetahui
kapan terdapat revisi yang berulang pada kegiatan yang spesifik, dan mengevaluasi
adanya kebutuhan perubahan rencana yang harus diselesaikan melalui proses revisi
rencana.

C1.32 – Upaya Pelibatan Masyarakat dalam Revisi Rencana dan Konsultasi

Pelibatan masyarakat dan konsultasi selama proses revisi rencana hampir sama dengan
pelibatan masyarakat dan konsultasi untuk penyusunan rencana. Lihat Toolkit Buku E
untuk panduan tambahan tentang partisipasi publik.

C1.33 - Konsistensi Kegiatan Dengan Revisi Rencana

Setiap kegiatan harus konsisten dengan revisi rencana atau komponen rencana yang
berlaku. Dokumen persetujuan kegiatan harus menjelaskan bagaimana kegiatan sesuai
dengan komponen rencana yang berlaku atau yang telah direvisi. Apabila konsistensi
tidak diterapkan maka dapat menambah peluang adanya perubahan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan mendasar untuk merubah atau mempertahankan rencana. Oleh
karenanya, penting untuk menerapkan konsistensi pada saat awal penyusunan rencana
sesuai standar dan pedoman yang berlaku.

C1.4 – Penyelesaian Proses Penyusunan atau Revisi Rencana

C1.41 - Dokumen Keputusan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetujui rencana yang disusun atau
direvisi, melalui dokumen keputusan yang disusun sesuai ketentuan yang berlaku.

15
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Dokumen keputusan untuk rencana baru, atau rencana revisi, harus memenuhi
persyaratan, yang tercantum dalam Tabel 02.

Tabel 02
Persyaratan untuk Dokumen Keputusan

Rencana
Persyaratan Dokumen Keputusan Rencana Baru
revisi/perubahan
Alasan untuk persetujuan Ya Ya
Penjelasan tentang bagaimana komponen rencana Ya Jika dapat
memenuhi persyaratan kelestarian, persyaratan diaplikasikan
keanekaragaman, persyaratan multiguna, dan
persyaratan kebutuhan dan produksi kayu
Setiap dokumen keputusan menyetujui rencana, revisi Ya Ya
rencana yang telah disetujui oleh pemerintah Provinsi
dan sekaligus menyatakan bahwa
pemanfaatan/penggunaan yang ada sebelum dokumen
keputusan dibuat tetap berlaku. Jika dokumen
keputusan tidak menyatakan penggunaan/pemanfaatan
yang telah ada tersebut maka selanjutnya harus
disesuaikan atau mengikuti rencana yang disetujui
tersebut.
Dokumentasi tentang bagaimana informasi ilmiah Ya Ya
terbaik yang tersedia digunakan dalam proses
penyusunan rencana, komponen rencana, dan substansi
rencana lainnya, termasuk kegiatan pemantauan
rencana.
Rekomendasi dari Unit Kerja terkait lingkup Badan Jika dapat Jika dapat
Litbang jika dalam rencana terdapat rencana penelitian diaplikasikan diaplikasikan
dan pengembangan atau terdapat wilayah untuk
dijadikan objek penelitian.
Tanggal efektif berlakunya rencana atau rencana revisi Ya Ya
Dokumen keputusan juga harus menyertakan ringkasan tentang bagaimana rencana
dan proses perencanaan memenuhi semua persyaratan yang berlaku. Ringkasan ini
harus memberikan gambaran bagaimana keputusan rencana menerima saran dari
publik termasuk keberhasilan dalam melibatkan masyarakat berpendapatan rendah dan
masyarakat minoritas serta generasi muda dalam proses perencanaan. Batasan atau
ruang lingkup dari ringkasan harus setara dengan kompleksitas pembuatan keputusan.
Untuk rencana hasil revisi, dokumen keputusan hanya membahas persyaratan yang
harus diterapkan dalam komponen rencana yang telah revisi. Sebagai contoh, jika
rencana hasil revisi tidak berkaitan dengan penelitian atau tidak ada rencana
pembuatan hutan penelitian maka tidak memerlukan rekomendasi dari unit kerja
terkait lingkup Badan litbang.
Rencana berfungsi sebagai payung untuk kegiatan dan rencana alokasi sumber daya.
Jika kegiatan dan rencana alokasi sumber daya yang sedang berjalan tidak sesuai
dengan rencana atau rencana hasil revisi, maka kegiatan tersebut harus dibuat
konsisten dengan rencana yang ada, kecuali jika dokumen keputusan mengizinkan hal
tersebut untuk dilanjutkan tanpa adanya perubahan. Dokumen keputusan harus

16
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


mengidentifikasi kegiatan dan rencana alokasi sumber daya serta menetapkan jadwal
untuk memodifikasi kegiatan yang sedang berjalan agar sesuai dengan rencana.

C1.42 - Dokumentasi Revisi Rencana dan Catatan Perencanaan

Kepala KPH harus menjaga dokumen-dokumen berikut agar dapat diakses oleh publik
baik secara online maupun melalui:

• Laporan penilaian;
• Perencanaan, termasuk kegiatan pemantauan;
• Rencana yang diusulkan, rencana perubahan, atau rencana revisi;
• Pemberitahuan umum dan dokumen lingkungan yang terkait dengan rencana;
• Dokumen keputusan rencana; dan
• Laporan evaluasi pemantauan.
Catatan perencanaan mencakup dokumen yang mendukung kesimpulan analitis yang
dibuat dan alternatif yang dipertimbangkan selama proses perencanaan. Kepala KPH
memastikan catatan perencanaan tersedia di Kantor KPH. Kesimpulan analitis harus
ditulis menggunakan bahasa sederhana yang membahas resiko dan ketidakpastian
dalam asumsi yang digunakan. Tim Multidisiplin dapat mendukung kesimpulan, salah
satu contohnya dengan menggunakan Model "Issue-Rule-Analysis/Application-Conclusion
(IRAC)”. Model tersebut menggunakan formulasi sebagai berikut:
1. Bagian Penilaian isu/masalah mengemukakan pertanyaan kunci yang harus dijawab
atau isu/masalah yang perlu ditangani.
2. Bagian Aturan Penilaian menyajikan kriteria yang diperlukan untuk mengatasi
masalah.
3. Bagian analisis/aplikasi menerapkan asumsi, data, fakta, atau hasil analisis pakar
sumber daya yang relevan untuk aturan-aturan.
4. Kesimpulan secara langsung menjawab pertanyaan yang terkemuka dalam
penilaian isu/masalah berdasarkan materi yang ada dalam bagian aturan penilaian
maupun analisis
Untuk lebih jelasnya lihat kotak 01 berikut sebagai contoh.

Kotak 01
Contoh model Issue-Rule-Analysis/Application-Conclusion

Isu/masalah: Apakah komponen rencana harus mensyaratkan tutupan hutan yang
spesifik untuk menyediakan kondisi ekologis yang diperlukan untuk mempertahankan
populasi spesies XX yang layak di dalam wilayah perencanaan (spesies yang menjadi
perhatian konservasi).
Aturan: Peraturan perencanaan menuntut komponen rencana menyediakan kondisi
ekologis yang diperlukan untuk memelihara populasi yang layak dari setiap spesies
yang menjadi perhatian konservasi di dalam wilayah perencanaan kecuali jika Kepala
KPH menentukan bahwa hal tersebut berada di luar kewenangan KPH atau tidak dalam
kapasitas yang melekat/berada pada wilayah rencana
Analisis: Informasi ilmiah terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa populasi spesies

17
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

XX dapat terpelihara melalui pengelolaan habitat untuk memenuhi kondisi ekologis 1, 2,


dan 3. Spesifik persentase tutupan hutan bukanlah salah satu dari kondisi ekologis
tersebut.
Kesimpulan: Komponen rencana tidak menuntut luas tutupan hutan tertentu karena
informasi ilmiah terbaik yang ada menunjukkan bahwa tutupan hutan tertentu tidak
diperlukan untuk mempertahankan populasi spesies XX yang layak di dalam wilayah
rencana.
(Catatan: analisis untuk rencana yang sesungguhnya kemungkinan akan lebih rinci).

C1.43 - Mendokumentasikan Pelibatan Publik

Tim Multidisiplin harus mendokumentasikan bagaimana pelibatan publik berkontribusi


terhadap penyusunan rencana yang diusulkan dalam dokumen "proses partisipasi". Tim
harus mendokumentasikan "siapa, apa, dimana, kapan dan bagaimana" partisipasi
publik dalam penyusunan rencana. Tim harus mendokumentasikan langkah-langkah
proses partisipasi publik terkait dengan penyusunan kebutuhan perubahan rencana dan
alternatif pengembangannya. Komentar dan masukan dari publik juga harus dikelola
dan didokumentasikan. Dokumentasi harus memasukan alamat yang bisa dihubungi
baik alamat surat maupun surat elektronik (email) dan dimasukan dalam lampiran pada
dokumen rencana.

C1.5 - Perubahan Administratif

Perubahan administratif adalah perubahan terhadap rencana yang bukan merupakan


revisi rencana. Perubahan administratif mencakup koreksi kesalahan penulisan pada
bagian-bagian rencana yang disusun, kesesuaian rencana dengan persyaratan dalam
peraturan yang baru, atau perubahan pada isi lainnya dalam rencana.
Perubahan substantif terhadap kegiatan pemantauan yang dilakukan di luar proses
revisi rencana hanya dapat dilakukan setelah pemberitahuan kepada publik mengenai
perubahan tersebut dan setelah mempertimbangkan masukan dari publik. Semua
perubahan administratif lainnya dapat dilakukan setelah pemberitahuan publik.
Perubahan administratif antara lain:
1. Koreksi kesalahan penulisan terhadap substansi rencana, termasuk komponen
rencana;
2. Setiap perubahan untuk menyesuaikan rencana dengan ketentuan baru yang wajib
dipatuhi.
3. Perubahan lainnya diluar substansi maupun komponen rencana.
Kepala KPH harus menyampaikan pemberitahuan kepada publik sebelum menetapkan
perubahan administratif dalam rangka memberikan kesempatan kepada publik untuk
memberikan masukan. Pemberitahuan publik dapat dilakukan dengan cara apa pun
yang dianggap tepat oleh Kepala KPH, asal tidak seadanya atau hanya untuk memenuhi
syarat; pemberitahuan harus sampaikan secara daring.
Setelah mereviu masukan/catatan atas usulan perubahan tersebut, jika ada, Kepala KPH
dapat segera membuat perubahan tersebut dengan mempublikasikannya secara daring.

18
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Kepala KPH harus transparan kepada publik saat melakukan perubahan administratif
terhadap "substansi rencana lainnya" dengan segera menyampaikannya kepada publik.
Ketika mempertimbangkan partisipasi publik, Kepala KPH harus mempertimbangkan
pentingnya kebutuhan perubahan rencana dan melakukan pelibatan yang sesuai dengan
perubahan yang akan dibuat dan tingkat kepentingan publik. Pelibatan publik mungkin
minimal atau bahkan tidak perlu untuk perubahan yang sifatnya kesalahan penulisan.

C1.51 - Membuat Perubahan Administratif pada Kegiatan Pemantauan

Perubahan terhadap kegiatan pemantauan rencana yang ada dilakukan dengan


perubahan administratif, kecuali jika perubahan tersebut dilakukan sebagai bagian dari
revisi rencana.
Kepala KPH memberikan kesempatan partisipasi kepada publik saat
mempertimbangkan perubahan pada kegiatan pemantauan.
1. Setiap perubahan pada kegiatan pemantauan dapat dilakukan setelah
pemberitahuan kepada publik mengenai perubahan yang diinginkan dan setelah
mempertimbangkan masukan publik.
2. Batas waktu masukan publik terhadap usulan perubahan kegiatan pemantauan
disepakati bersama para pihak.

C1.6 – Penyusunan atau Revisi Rencana Sesuai Aturan perencanaan Sebelumnya


(sebelum toolkits ini disusun)

Kepala KPH dapat memilih untuk menyesuaikan proses perencanaan yang sedang
berlangsung sesuai dengan ketentuan baru, jika hal itu memungkinkan dan tepat untuk
dilakukan.
Untuk menyesuaikannya, kepala KPH harus mengevaluasi proses perencanaan yang
berjalan dan menentukan sampai sejauh mana perencanaan itu sudah sesuai dengan
ketentuan baru dan memperbaiki proses perencanaan yang sedang berjalan untuk
memenuhi ketentuan baru tersebut. Jika kepala KPH memutuskan untuk memperbaiki
proses perencanaan, kepala KPH harus mengeluarkan pemberitahuan resmi kepada
publik melalui media massa dalam rangka mengumumkan dan menjelaskan bagaimana
revisi rencana akan di sesuaikan dengan ketentuan pada ketentuan baru.

C1.7 – Keputusan Kegiatan Yang Bersamaan Dengan Keputusan Rencana

Kepala KPH dapat menemukan bahwa proses lingkungan untuk sebuah kegiatan dapat
lebih efisien dilakukan bersamaan dengan proses revisi rencana. Hubungan antara
proses penetapan kegiatan dan proses perencanaan yaitu sebagai berikut:
1. Keputusan penetapan kegiatan dapat dibuat pada saat yang bersamaan dengan
keputusan untuk menyetujui rencana pengelolaan hutan atau perubahannya, tetapi
keputusan penetapan kegiatan seperti itu tidak menjadi komponen rencana atau
bagian dari sebuah rencana.
2. Keputusan penetapan kegiatan harus didukung oleh analisis lingkungan yang
berbeda dari analisis lingkungan untuk rencana atau revisi rencana.

19
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

3. Analisis lingkungan untuk kegiatan dapat dimasukkan ke dalam dokumen yang


sama dengan analisis lingkungan untuk penyusunan rencana, namun perlu
pemisahan yang jelas antara kedua analisis tersebut.
4. Keputusan penetapan kegiatan dapat dimasukkan ke dalam dokumen keputusan
rencana atau dalam dokumen keputusan yang terpisah. Jika keputusan penetapan
kegiatan dimasukkan ke dalam dokumen yang sama dengan dokumen keputusan
rencana, maka perbedaan antara kedua keputusan harus jelas.
5. Reviu administratif untuk kegiatan harus sesuai prosedur yang tepat untuk
keputusan penetapan kegiatan.
a. Jika sebuah rencana hasil revisi telah disetujui untuk diterapkan pada kegiatan
spesifik tertentu, kesempatan melakukan reviu administratif untuk revisi
rencana tersebut harus sesuai dengan keputusan penetapan kegiatan.
b. Jika revisi rencana akan diterbitkan pada waktu yang bersamaan dengan
keputusan penetapan kegiatan, dan revisi rencana itu berlaku juga bagi
kegiatan yang akan datang, maka terdapat dua peluang reviu administratif,
yaitu untuk menguji kegiatan dan untuk menguji revisi rencana.
6. Contoh dari keputusan penetapan kegiatan adalah sebagai berikut:
a. Pemberian kewenangan atas kegiatan pengelolaan hutan yang spesifik.
b. Desain jalan, jalan setapak dan area untuk penggunaan kendaraan bermotor.
c. Mengeluarkan aturan/tata tertib pelarangan atau pembatasan penggunaan
kawasan hutan oleh publik.

C1.8 – Tata Tertib Penggunaan Publik

Adanya batasan penggunaan areal oleh publik di wilayah KPH sesuai peraturan
perundangan, harus ditindaklanjuti oleh kepala KPH dengan membuat tata tertib atau
aturan lebih rinci terkait hal tersebut. Tata tertib dapat berupa penutupan areal tertentu
atau pelarangan melalu pengaturan waktu penggunaan atau pembatasan penggunaan
suatu areal. Contohnya: “Tindakan berikut dilarang pada kawasan hutan di wilayah
KPH: memiliki atau menggunakan kendaraan bermotor, kecuali pada jalan hutan yang
terbuka menuju jalan besar dimana kendaraan diperbolehkan, jalan setapak ditujukan
hanya untuk penggunaan sepeda, pengembangan area rekreasi, dan jalan masuk
melewati hutan.”
Sebuah rencana merupakan arahan atau pedoman bagi KPH, bukan bagi publik; oleh
karena itu, rencana itu sendiri tidak bisa melarang penggunaan publik seperti
bersepeda, berperahu, kemah, memancing, mendaki, menunggang kuda, berburu atau
berpiknik. Lihat Kotak 02 untuk menunjukkan bagaimana desain kawasan hutan tidak
sesuai untuk penggunaan publik berdampak pada pengelolaan hutan.





20
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Kotak 02
Contoh bagaimana kesesuaian kawasan hutan untuk penggunaan tertentu
berdampak pada pengelolaan permukaan tanah.

Sebuah rencana dapat mengidentifikasi suatu area tidak sesuai untuk kegiatan off road.
Rencana tersebut tidak dapat memberikan dampak seketika terhadap publik. Orang-
orang mungkin masih melakukan off road di area tersebut.
Karena rencana tersebut, KPH tidak menerbitkan izin untuk kegiatan off road, atau
menyetujui pembangunan atau pemeliharaan jalan untuk off road.
Kepala KPH dapat menerbitkan tata tertib/aturan/perintah penutupan (mengikuti
analisis lingkungan yang tepat) untuk melarang kegiatan pada area yang tidak sesuai
dengan peruntukannya. Perintah penutupan dapat di terbitkan bersamaan dengan
dokumen keputusan rencana, atau terpisah, tergantung diskresi kepala KPH.
Tidak ada yang dapat menghalangi kewenangan kepala KPH untuk menerbitkan suatu
perintah/tata tertib, apabila hal itu dibutuhkan dan sesuai dengan aturan perundangan
dalam rangka pengelolaan dan kelestarian kawasan dan sumber daya hutan. Dalam
konteks perencanaan, terdapat dua pilihan yang berhubungan dengan penggunaan
publik yaitu pencegahan terhadap kondisi yang diinginkan untuk wilayah rencana atau
bagian dari wilayah rencana:
1. Penetapan keputusan rencana dan kegiatan secara berurutan. Kepala KPH bisa
mengidentifikasi kawasan hutan dimana penggunaannya tidak sesuai dan
menyusun sebuah tujuan dalam rangka mengendalikan penggunaan tersebut
dengan batasan waktu tertentu. Setelah rencana disetujui, kepala KPH dapat
mengajukan permintaan penutupan, menganalisis dampak dari rencana kegiatan
dan menerbitkan kegiatan untuk menerbitkan tata tertib yang melarang
penggunaan tersebut. Kepala KPH tidak perlu untuk mengajukan dan menerbitkan
perintah penutupan, dan penggunaan publik terus berlangsung meskipun kawasan
hutan tersebut tidak sesuai untuk mereka, selama perintah penutupan tidak
berlaku. Komponen dari perencanaan tersebut, bagaimanapun, menghalangi KPH
dalam memberikan izin penggunaan seperti itu, sebagai contoh, kapan penggunaan
tersebut akan dilakukan sebagai sebuah kegiatan yang memerlukan sebuah izin
penggunaan khusus.
2. Penetapan keputusan rencana dan kegiatan secara bersamaan. Selama proses
penyusunan rencana, kepala KPH dapat mengidentifikasi kawasan hutan dimana
penggunaan yang dilakukan saat ini sebagai penggunaan yang tidak sesuai, dan
menetapkan tujuan dalam rencana untuk dapat mengendalikan penggunaan seperti
itu pada periode waktu tertentu. Pada saat yang sama, kepala KPH juga dapat
mengajukan penutupan suatu area dan menganalisis usulan secara terpisah dari
analisa dampak lingkungan rencana. Kepala KPH akan memasukkan ke dalam
dokumen keputusan rencana atau keputusan terpisah yang menetapkan penutupan
suatu wilayah tertentu yang spesifik, dan kepala KPH akan menerbitkan perintah
penutupan pada waktu yang sama.

21
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C2 – Persyaratan untuk mengintegrasikan substansi rencana


Rencana Pengelolaan Hutan harus memasukkan komponen rencana dan substansi
rencana lainnya. Komponen rencana harus dapat menyediakan strategi dan kerangka
kerja praktis untuk mengelola wilayah rencana. Komponen rencana harus dapat
diaplikasikan pada sumber daya dan masalah yang ada di wilayah rencana, dan harus
merefleksikan peran dan kontribusi khusus KPH. Kepala KPH harus mengintegrasikan
antar komponen rencana agar rencana yang disusun selalu konsisten. Secara
keseluruhan, rangkaian komponen rencana harus menjamin keberlanjutan sosial,
ekonomi, dan ekologi serta multiguna hutan. Aturan perencanaan menuntut komponen
rencana untuk pengelolaan sumber daya yang terintegrasi.
Perencanaan didefinisikan sebagai “upaya pengelolaan sumber daya dan multiguna
hutan yang terintegrasi untuk mencapai kelestarian ekologi, sosial dan ekonomi”.
Peraturan menetapkan persyaratan untuk komponen rencana ke dalam empat bagian:
Keberlanjutan, keanekaragaman komunitas tumbuhan dan satwa, multiguna, dan
persyaratan pemanfaatan kayu.
Komponen rencana harus mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, budaya dan ekologi.
Sebagai contoh, kondisi yang diinginkan untuk lanskap hutan berkelanjutan harus
dibangun dalam konteks tujuan multiguna. Ketika sebuah rencana menghendaki adanya
multiguna dari kawasan hutan, maka rencana tersebut juga harus memastikan bahwa
berbagai pemanfaatan/penggunaan kawasan hutan tersebut dilakukan secara
berkelanjutan, serta memberikan jaminan kelestarian secara ekologis.
Sebuah rencana bukanlah sebuah kumpulan dari rencana kegiatan yang memiliki
komponen rencana khusus untuk setiap sumber daya. Sebuah rencana merupakan satu
kesatuan yang dapat mengintegrasikan aspek ekologi, keanekaragaman komunitas
tumbuhan dan satwa, pengelolaan multiguna, produksi barang dan jasa yang
berkelanjutan, dan berkontribusi terhadap keberlanjutan sosial dan ekonomi.
Istilah “integrasi” berarti bahwa antar komponen rencana bersinergi, tetapi bukan
berarti bahwa semua komponen tersebut harus diterapkan di seluruh kawasan hutan.
“Multiguna” berarti mengelola lahan secara bijaksana terhadap sebagian atau seluruh
sumber daya terbarukan yang tersedia.
Integrasi dari komponen rencana berarti bahwa setiap komponen rencana bersinergi
untuk mencapai atau mempertahankan kondisi yang diinginkan. suatu komponen
rencana tidak boleh bertentangan dengan komponen rencana lainnya atau menghambat
pencapaiannya. Seluruh komponen rencana pada wilayah yang spesifik harus serasi dan
saling mendukung sehingga membutuhkan kualifikasi untuk mengurangi pertentangan
arahan antar komponen rencana. Sebagai contoh, standar untuk wilayah transisi antara
hutan alam dengan wilayah pemukiman mensyaratkan bahwa pengelolaan vegetasi
tidak boleh meninggalkan pohon mati atau serasah kayu; Standar hutan secara umum
mensyaratkan setiap pengelolaan vegetasi meninggalkan sejumlah pohon mati atau
serasah kayu.

22
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C2.1 – Komponen Rencana
Komponen rencana menjadi pedoman untuk membuat keputusan kegiatan di masa
depan. Rencana berisi komponen rencana yang berlaku untuk seluruh wilayah rencana
atau hanya pada sebagian dari wilayah rencana.
Bagian ini dan bagian C.2.2 sampai C.2.7 memberikan pedoman untuk penyusunan
komponen rencana yang dibutuhkan bagi setiap rencana pengelolaan hutan.
Berikut adalah komponen-komponen rencana dalam rencana pengelolaan hutan:
• Kondisi yang diinginkan.
• Tujuan.
• Standar.
• Pedoman.
• Kesesuaian areal hutan.
• Sasaran (bersifat opsional)
Komponen rencana harus ditulis secara jelas dan singkat, sehingga pemantauan dapat
menilai efektifitas dan dapat menguji asumsi yang menjadi dasar penyusunannya.
Komponen-komponen rencana:
a. Harus berada dalam batas kewenangan KPH dan kemampuan yang melekat pada
wilayah rencana.
b. Ditulis secara jelas serta tidak multi tafsir sehingga dapat menjamin konsistensi
antara kegiatan dengan komponen rencana.
c. Harus memiliki kejelasan batas wilayah penerapan (seluruh wilayah rencana,
wilayah pengelolaan atau wilayah geografis tertentu, atau kawasan hutan dengan
karakteristik spesifik).
d. Memberikan arahan dalam penyusunan kegiatan di masa depan.
e. Dalam penyusunannya harus berdasarkan pada hasil penilaian, pemantauan,
partisipasi publik, dan informasi ilmiah terbaik yang tersedia.
f. Memperkaya aturan perundangan dan tidak mengulangi ketentuan yang ada dalam
aturan perundangan dengan menambahkan referensi dari sumber ilmiah lain.
g. Mengarahkan dan mengatur seluruh personil KPH.
h. Tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku dan hak-hak yang ada.
i. Dapat dinyatakan hanya berlaku pada musim tertentu atau hanya pada kondisi
ekologi tertentu. Lihat Kotak 03 untuk contoh sederhana dari kondisi yang
diinginkan, tujuan, standar dan pedoman.

Kotak contoh 03
Contoh komponen-komponen rencana untuk sebuah wilayah pengelolaan
(contoh areal hutan pinus)

Kondisi yang diinginkan untuk Area Pengelolaan XX:
Secara umum, lingkungan alami mencirikan wilayah pengelolaan, pengguna memiliki
kesempatan untuk merasakan tingkat kebebasan di lingkungan alami, merasakan
kedekatan dengan alam, merasakan kesunyian, dan keterpencilan. Kepuasan

23
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

pengalaman berekreasi diperuntukkan bagi pengunjung hutan. Wilayah seperti ini


berkontribusi dalam keberlanjutan ekonomi dengan menyediakan zona pengamatan
burung yang cukup sering menggunakan peralatan dan pemandu dalam melakukan
pengamatan burung.
Areal hutan pinus mendominasi daerah aliran sungai (DAS) pada wilayah pengelolaan
ini (perlu disajikan dalam peta). Pada lereng bagian atas dan punggung bukit yang
melintasi wilayah ini, merupakan semak belukar (penutupan tajuk pohon kurang dari
10%) dan hutan pinus (dengan penutupan tajuk antara 10-60%). Secara umum,
kerapatan kayu meningkat mengikuti penurunan kelerengan, tetapi kerapatan tersebut
beragam dan berubah secara gradual. Kerapatan pohon rata-rata 150 batang per hektar
dalam sebuah daerah aliran sungai. Rerumputan alami mendominasi pada bagian
bawah tegakan pohon.
Pada kelerengan menengah dan rendah didominasi oleh hutan pinus (tutupan tajuk
antara 60-80 persen), dengan tumbuhan bawah berupa pohon pinus muda yang
tersedia dalam jumlah tertentu yang cukup untuk mempertahankan keberadaan pinus
di tempat ini dari waktu ke waktu. Pada kelerengan yang paling bawah terdapat
berbagai jenis pohon dengan stratifikasi tajuk. Pada wilayah riparian (peralihan
ekosistem sungai dan daratan), lapisan vegetasi yang tumbuh di pinggiran sungai
(vegetative filter strips) 80 persennya terdiri atas rerumputan/alang-alang, atau
tumbuhan lain selain rumput (forbs). Pada wilayah riparian, banjir merupakan faktor
perusak utama.
Di wilayah kawasan yang bervegetasi rerumputan/alang-alang dan kawasan hutan
tanaman pinus pada wilayah pengelolaan ini, bermacam rerumputan dan tumbuhan
bawah menyediakan tumbuhan herba, benih/biji dan serangga yang beragam dan
berlimpah. Kondisi keragaman pada lapisan bawah ini juga mendukung beragam
kumpulan satwa liar. Spesies tumbuhan dan satwa yang beradaptasi pada hutan terbuka
dan kawasan alang-alang/rumput akan muncul dan menyebar dengan jumlah yang akan
mendukung keberlanjutan populasinya. Diantaranya termasuk burung pipit, rangkong,
bunga aster, anggrek, rotan, orang utan, beruang madu, harimau, dan ular sanca.
Mamalia kecil seperti hewan pengerat, dan rusa berjumlah sangat banyak, yang
mendukung meningkatnya populasi predator, seperti burung elang, dan harimau.
Tujuan Pengelolaan Wilayah XX:
• Menjaga perubahan rata-rata kerapatan pohon tidak lebih dari X batang/hektar
selama tahun rencana yang disetujui.
• Menambah 5 ribu hektar habitat burung rangkong dari kondisi saat ini sebanyak XX
hektar, pada tahun YY.
• Memiliki X wilayah perkemahan berdampak tinggi yang telah direhabilitasi selama
Y tahun (selama tahun rencana yang disetujui).
• Dalam 5 tahun, setidaknya 80 persen pengunjung hutan memberi respon
‘memuaskan” pada survey tahunan kepuasan pengunjung hutan
Standar Pengelolaan Wilayah XX:
Pemanenan kayu tidak boleh dilakukan di wilayah riparian kecuali untuk memelihara
atau memperbaiki ekosistem riparian tersebut. Penyangga riparian setidaknya 100
meter ditepi atas sebelah kiri dan kanan sungai abadi (yang terus mengalir sepanjang

24
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


tahun). Riparian setidaknya 50 sampai 75 meter atau lebih untuk sungai musiman
diukur dari kondisi sungai yang penuh.
Pedoman Pengelolaan Wilayah XX:

• Pada kemiringan lebih dari 35 persen, alat berat sebaiknya tidak digunakan untuk
penyiapan mekanik untuk menghindari erosi tanah.
• Regenerasi buatan harus menggunakan jenis tanaman endemik untuk menyediakan
habitat yang sesuai untuk satwa liar.
• Pembuatan/konstruksi jalan tidak boleh dilakukan di wilayah riparian untuk
mencegah erosi tanah dan sedimentasi.
Kesesuaian kawasan Hutan:
Wilayah pengelolaan ini sesuai untuk ekowisata dan edukasi lingkungan.

C2.11 – Kondisi yang diinginkan

Kondisi yang diinginkan adalah deskripsi spesifik dari aspek sosial, ekonomi, dan
ekologi dari wilayah rencana, atau bagian dari wilayah rencana, yang akan dicapai
melalui pengelolaan hutan. Kondisi yang diinginkan harus dapat dijelaskan secara
spesifik sehingga kemajuan pencapaiannya dapat diketahui.
Kondisi yang diinginkan menjelaskan proyeksi atau visi tentang bagaimana wilayah
rencana (atau bagian dari wilayah rencana) yang ingin dicapai selama periode
pengelolaan dan menetapkan komponen rencana yang lain untuk mencapai kondisi
kawasan dan sumber daya hutan tersebut. Ruang lingkup kondisi yang diinginkan dari
wilayah KPH mencakup peran dan nilai suatu kawasan hutan dalam suatu lanskap yang
lebih luas. Kondisi yang diinginkan harus konsisten dipahami dan dilaksanakan di dalam
lingkup KPH, Dinas Provinsi, dan tingkat Nasional, dan dipahami oleh publik secara
lebih luas. Kondisi yang diinginkan harus dapat merefleksikan potensi dari wilayah
pengelolaan sesuai hasil penilaian (assessment) dan kemampuan anggaran KPH. Kondisi
yang diinginkan harus dapat memenuhi persyaratan rencana pengelolaan hutan yang
bertujuan untuk mewujudkan ekosistem yang berkelanjutan dengan keterpaduan
secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam konteks pengelolaan multiguna.
Kondisi yang diinginkan, sebagai kunci dari komponen rencana, merupakan hal
mendasar dalam menentukan strategi dan persyaratan dalam pemantauan (monitoring).
Kondisi yang diinginkan harus menentukan skala geografis sehingga dapat diaplikasikan
untuk mengukur perubahan secara spasial. Dokumen rencana pengelolaan hutan harus
memberikan penjelasan yang cukup rinci mengenai kondisi yang diinginkan sehingga
dapat digunakan untuk menentukan tujuan pengelolaan dan identifikasi kebutuhan
untuk mencapai kondisi yang berbeda dibandingkan kondisi saat ini sebagai baseline.
Saat menentukan kondisi yang diinginkan, kepala KPH harus mengetahui dan
mempertimbangkan kondisi kawasan di sekitar wilayah KPH dan mempertimbangkan
kebutuhan dari instansi/lembaga pemerintah, pemerintah daerah, pemilik lahan,
masyarakat yang terkena dampak pada wilayah rencana. Karena kondisi yang
diinginkan ini memberi pengaruh kepada generasi sekarang dan generasi yang akan
datang, maka seharusnya dikembangkan dengan pelibatan publik dan melalui sebuah
proses perencanaan yang kolaboratif.

25
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Kondisi yang diinginkan memiliki faktor-faktor utama, yaitu:


1. Meliputi kondisi ekologi, ekonomi dan sosial yang diinginkan secara berkelanjutan.
Faktor pertimbangan dalam penentuan kondisi yang diinginkan meliputi:
a. Menjelaskan apa yang diinginkan dari keutuhan ekosistem; udara, tanah, dan
kualitas air; wilayah riparian; keberlanjutan sosial dan ekonomi; keragaman
ekosistem; komponen rencana tambahan untuk spesies-spesifik; dan
multiguna (tersaji di bagian C.3)
b. Dapat diimplementasikan melalui pengelolaan sumberdaya.
c. Pengelolaan yang dilakukan berkontribusi terhadap keberlanjutan sosial dan
ekonomi, antara lain:
1) Hubungan sosial, tradisi, budaya, dan kegiatan masyarakat di wilayah
rencana.
2) Kapasitas masyarakat dalam memperoleh manfaat ekonomi dari wilayah
KPH.
2. Kondisi yang diinginkan memiliki prasyarat agar dapat diimplimentasikan, yaitu:
a. Ditulis dengan cukup rinci agar kondisi pencapaian jelas dan kemajuan menuju
pencapaian tersebut dapat diukur dan dievaluasi (lihat Kotak 03);
b. Kondisi yang diinginkan dapat sama dengan kondisi saat ini, jadi usaha untuk
mencapai kondisi yang diinginkan difokuskan pada upaya mempertahankan
kondisi saat ini;
c. Harus memungkinkan untuk dapat dicapai, meskipun untuk mencapainya
dapat melebihi periode rencana;
d. Tidak secara langsung melakukan tindakan atau melarang melakukan
tindakan, atau mengusulkan metode tertentu (seperti penjarangan, perburuan)
untuk mencapai tujuan atau dalam rangka mempertahankan kondisi yang ada;
e. Disusun dengan rinci dan jelas untuk membantu para Kepala BKPH/RPH
menentukan penggunaan dan tipe pengelolaan yang sesuai untuk mencapai
atau mempertahankan kondisi yang diinginkan;
f. Dapat dinyatakan dengan istilah yang dapat dibandingkan seperti “lebih” atau
“kurang” atau “bertambah” atau “berkurang” tetapi hanya jika kondisi awal
(baseline) dari kondisi yang diinginkan tersebut diketahui secara jelas;
g. Dapat dinyatakan dalam sebuah rentang kondisi atau kondisi yang spesifik;
dan
h. Dapat dilengkapi dan didukung dengan foto atau ilustrasi.

C2.12 – Tujuan Rencana Pengelolaan Hutan

Tujuan disusun dengan ringkas, dapat diukur, dan memiliki batasan waktu yang jelas
untuk dinilai dan dipantau dalam mencapai kondisi yang diinginkan. Tujuan harus
didasarkan pada ketersediaan sumber daya secara wajar.
Prasyarat tujuan rencana:
1. Harus memiliki rancangan outcomes agar kegiatan yang dilakukan terfokus dan
terukur menuju kondisi yang diinginkan;
2. Membantu menentukan dasar penentuan prioritas wilayah dan kegiatan
berdasarkan sumberdaya yang tersedia;

26
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


3. Harus dinyatakan secara jelas dan terukur dengan batas waktu yang wajar; (batas
waktu dapat menggunakan baik pada akhir tahun, contoh: pada tahun 2020”) atau
melalui rentang waktu tertentu (contoh: dalam waktu 5 tahun sejak rencana
disahkan”.);
4. Harus dicapai dengan kemampuan anggaran KPH, yang ditentukan melalui
proyeksi analisa tren anggaran KPH saat ini dan sebelumnya (3 sampai 5 tahun)
atau analisis sumber-sumber anggaran yang lain;

C2.13 – Standar

Standar merupakan batasan/ukuran tertentu yang dibuat untuk menjadi dasar kualitas
dan kuantitas dari suatu kegiatan. Standar dibuat untuk membantu mencapai atau
menjaga kondisi yang diinginkan, untuk menghindari atau mengurangi dampak yang
tidak diinginkan, serta memenuhi ketentuan yang berlaku.
Standar adalah suatu batasan untuk memfokuskan kegiatan agar mencapai kondisi yang
diinginkan. Standar berbeda dengan pedoman. Standar adalah batasan yang ketat,
dimana tidak diperbolehkan adanya variasi/penyimpangan dari standar, sedangkan
sebuah pedoman mengizinkan variasi asalkan hasil/tujuan yang didapatkan sama.
Standar digunakan saat persyaratan bersifat mutlak, menjamin kegiatan tidak akan
menghalangi pencapaian kondisi yang diinginkan dan tidak melanggar aturan hukum.
Contohnya aturan mengenai penebangan kayu di wilayah KPH untuk kawasan lindung,
konservasi satwa dan tumbuhan langka. Standar juga digunakan untuk
mempertahankan konektivitas habitat dan membatasi gangguan akibat kegiatan
terhadap sarang satwa, sungai, dan habitat satwa liar. Selain itu, standar dapat
digunakan untuk melindungi sumber daya dengan cara membatasi kewenangan
penggunaan atau kegiatan tertentu pada keadaan atau kondisi tertentu, antara lain:
membuat api unggun, menggembalakan ternak, menggunakan kendaraan bermotor,
konstruksi jalan, pemanenan kayu, pengerukan pasir dan kerikil, fasilitas pembuangan
sampah, tempat menyimpan bahan bakar dan hunian di daerah riparian.
Standar:
1. Memberikan dasar dalam merancang atau membatasi kegiatan untuk menghindari
dampak yang tidak diharapkan, atau untuk memenuhi aturan hukum yang berlaku.
2. Dinyatakan dengan cara yang tepat, dan dengan kalimat perintah atau larangan,
seperti “harus” , “dilarang”.
3. Ditulis dengan jelas dan lugas sehingga konsisitensi antara kegaiatan dengan
standar dapat dengan mudah diketahui.
4. Sebaiknya tidak mengarahkan atau memaksakan proses, seperti analisis, penilaian,
konsultasi, perencanaan, inventarisasi, atau pemantauan. (proses tersebut dapat
menjadi bagian dari substansi rencana lainnya seperti pendekatan pengelolaan)
5. Tidak mengulang isi komponen rencana yang lain
6. Dapat digunakan untuk menyediakan batasan atau arahan penggunaan alat
tertentu.
7. Bersifat spesifik hanya untuk areal yang terdampak dari kegiatan.
8. Dapat memaksakan alternatif batasan. Alternatif-alternatif batasan dapat secara
khusus berguna pada keadaan dimana kondisi saat ini tidak tersedia data. Sebagai
contoh, “Aktivitas pengelolaan vegetasi harus mempertahankan rata-rata kerapatan

27
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

tegakan 150 pohon per hektar, meskipun data rata-rata kerapatan tegakan tersebut
tidak tersedia”.

C2.14 – Pedoman

Pedoman merupakan batasan dalam suatu penentuan keputusan kegiatan yang


memperbolehkan adanya perbedaan cara pandang sepanjang tujuan dari pedoman
dapat tercapai. Pedoman disusun untuk mencapai atau mempertahankan kondisi yang
diinginkan, untuk menghindari dampak yang tidak dinginkan serta memenuhi
ketentuan yang berlaku.
Pedoman:
1. Memberikan dasar dalam merancang atau membatasi kegiatan untuk mencapai
atau mempertahankan kondisi yang diinginkan, serta menghindari dampak yang
tidak diinginkan dan memenuhi ketentuan yang berlaku.
2. Pedoman tidak bersifat mutlak, memperbolehkan adanya perbedaan cara pandang
sepanjang tujuan dasarnya terpenuhi. Pedoman menggunakan kata-kata
"seharusnya/boleh" dan "seharusnya tidak /jangan".
3. Sebaiknya memberikan penjelasan keadaan dan cara dalam penerapannya sehingga
pilihan lain dapat digunakan jika memenuhi tujuan dari pedoman.
4. Tidak boleh mengarahkan atau memaksakan proses seperti analisis, penilaian,
konsultasi, inventarisasi, perencanaan, atau pemantauan.
5. Tidak mengulangi isi komponen rencana yang lain.
6. Dapat digunakan untuk menyediakan batasan atau arahan penggunaan alat
tertentu.
7. Bersifat spesifik hanya untuk areal yang terdampak dari kegiatan.
8. Dapat memaksakan alternatif batasan. Alternatif-alternatif batasan dapat secara
khusus berguna pada keadaan dimana kondisi saat ini tidak tersedia data. Misalnya,
"Pipa, jalur gas, atau kabel listrik (transmisi kurang dari 34,5 kV) harus dikubur
pada kedalaman minimum 3 meter untuk melindungi dari kerusakan. Pengecualian
dapat dilakukan jika kondisi lokasi membenarkan, seperti lokasi yang berbatu yang
membutuhkan penghancuran/peledakan. "

C2.15 - Kesesuaian Kawasan Hutan

Kawasan hutan di dalam wilayah rencana akan diidentifikasi kesesuaiannya untuk


berbagai penggunaan atau kegiatan berdasarkan kondisi yang diinginkan dan dapat
diterapkan pada kawasan hutan tersebut. Rencana pengelolaan hutan juga akan
mengidentifikasi kawasan hutan di dalam wilayah rencana yang tidak sesuai untuk
penggunaan dan tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan untuk kawasan hutan
tersebut. Kesesuaian kawasan hutan tidak perlu diidentifikasi untuk setiap penggunaan
atau kegiatan. Identifikasi kesesuaian dapat dilakukan setelah mempertimbangkan
sejarah penggunaannya dan isu-isu yang muncul dalam proses perencanaan. Setiap
rencana harus mengidentifikasi kawasan hutan yang tidak sesuai untuk pemanfaatan
hasil hutan kayu dan non kayu.
Kawasan hutan di wilayah KPH pada umumnya sesuai untuk berbagai penggunaan
(rekreasi di alam terbuka, penggembalaan, pengolahan/produksi kayu, daerah aliran
sungai, satwa liar dan perikanan) sepanjang konsisten dengan tujuan pembentukan

28
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


KPH. Kesesuaian kawasan hutan di wilayah rencana harus mengintegrasikan aspek
sosial, ekonomi, budaya, dan ekologi. Identifikasi kesesuaian kawasan hutan tidak
diperlukan untuk setiap sumber daya atau kegiatan. Untuk beberapa sumber daya,
mengidentifikasi kesesuaian penggunaan atau kegiatan di wilayah tertentu mungkin
lebih tepat dilakukan di tingkat kegiatan dengan analisis lokasi spesifik, partisipasi para
pihak, dan desain kriteria yang diusulkan.
Identifikasi tingkat kesesuaian menjaga konsistensi antara kegiatan dengan kondisi
yang diinginkan. Identifikasi kesesuaian kawasan hutan didasarkan pada kondisi yang
diinginkan untuk kawasan hutan tersebut dan kemampuan kawasan hutan untuk
mendukung penggunaannya.Identifikasi tingkat kesesuaian dapat berasal dari informasi
dan isu yang muncul dalam konsultasi/partisipasi publik.
Ketika mulai mengidentifikasi kawasan hutan yang sesuai untuk berbagai pengunaan,
Tim Multidisiplin harus mempertimbangkan penggunaan kawasan hutan saat ini,
pemantauan, perencanaan kegiatan, dan rencana sumber daya termasuk rencana
pengelolaan wisata, rencana daerah aliran sungai, dan rencana sumber daya lainnya.
Kepala KPH harus mendokumentasikan dan menyampaikan kepada publik alasan
mengidentifikasi kesesuaian kawasan hutan dan sumber informasi, alat, standar,
dokumen panduan teknis, dan basis data yang digunakan dalam identifikasi tersebut.
Kepala KPH tidak boleh mengidentifikasi kesesuaian kawasan hutan untuk sumber daya
tertentu, seperti mineral, jika terdapat instansi/Lembaga yang memiliki kewenangan
atas sumber daya tersebut.
Perbedaan identifikasi kawasan hutan yang sesuai dan tidak sesuai untuk penggunaan
atau kegiatan tertentu adalah sebagai berikut:
1. Kawasan hutan yang teridentifikasi sesuai untuk penggunaan atau kegiatan
tertentu. Identifikasi rencana terhadap kawasan hutan tertentu yang sesuai untuk
suatu penggunaan bukanlah komitmen untuk mengizinkan penggunaan tersebut
namun hanya indikasi bahwa penggunaannya mungkin sesuai. Penggunaan atau
kegiatan tertentu dapat disetujui atau mungkin tidak disetujui di area yang
diidentifikasi sesuai untuk jenis penggunaan tersebut. Misalnya, sebuah rencana
dapat mengidentifikasi wilayah pengelolaan yang sesuai untuk koridor utilitas
(utility corridors), namun, penetapan kesesuaian tersebut tidak berimplikasi bahwa
konstruksi pipa di wilayah tersebut akan disetujui.
2. Kawasan hutan yang ditentukan tidak sesuai untuk penggunaan atau kegiatan. Jika
sebuah rencana mengidentifikasi kawasan hutan tertentu yang tidak sesuai untuk
sebuah penggunaan, maka penggunaan atau kegiatan tersebut tidak dapat
diizinkan. Penggunaan kawasan hutan yang bersifat umum yang tidak memerlukan
persetujuan penggunaan khusus, seperti bersepeda, berperahu, berkemah, dan
lintas alam, tidak akan terpengaruh oleh penetapan ketidaksesuaian dalam rencana
tersebut; Penggunaan semacam itu hanya dapat dibatasi oleh tindakan seperti
perintah penutupan.
Rencana mungkin tidak mengidentifikasi penggunaan atau kegiatan yang sesuai,
tetapi harus mengidentifikasi wilayah yang tidak sesuai untuk penggunaan atau
kegiatan di wilayah rencana, apabila salah satu dari kondisi berikut berlaku:

29
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

a. Aturan Perundang-undangan atau kebijakan Pemerintah melarang penggunaan


atau kegiatan tersebut;
b. Penggunaan tersebut akan mengakibatkan penurunan produktivitas kawasan
hutan atau sumber daya terbarukan baik sementara atau permanen; atau
c. Penggunaan tersebut tidak sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan
untuk wilayah rencana, atau bagian dari wilayah rencana.
Rencana dapat memasukan penilaian kesesuaian atau ketidaksesuaian untuk
penggunaan atau kegiatan tertentu, namun sebaiknya tidak memuat penilaian
kesesuaian atau ketidaksesuaian untuk penggunaan alat pengelolaan seperti alat untuk
pembakaran, alat penebangan pohon, atau penggunaan bahan kimia. Pedoman atau
standar dapat digunakan untuk memberikan batasan atau arahan mengenai
penggunaan yang tepat dari alat pengelolaan tersebut.
Banyak pendekatan dalam mengidentifikasi kawasan hutan yang sesuai atau tidak
sesuai untuk suatu penggunaan atau kegiatan, antara lain: secara geografis (berbagai
teknik pemetaan); deskripsi naratif tentang tipe-tipe kondisi fisik, ekologi, atau
ekonomi; foto yang menunjukkan tipe-tipe kondisi; dan mencocokan jenis penggunaan
tertentu dengan tabel kesesuaian lahan wilayah pengelolaan. Contoh deskripsi naratif
untuk mengidentifikasi kawasan hutan yang tidak sesuai adalah "produksi kayu tidak
sesuai untuk tipe tanah tertentu. "Jika peta digunakan untuk menunjukkan di mana
komponen rencana diterapkan, perubahan substantif pada peta tersebut dilakukan
melalui revisi rencana.

C2.16 – Sasaran

Sasaran adalah penilaian tujuan yang luas, selain kondisi yang diinginkan, biasanya
berkaitan dengan proses atau interaksi dengan publik. Sasaran dinyatakan dalam istilah
umum dan luas, namun tidak termasuk waktu penyelesaian.
Kepala KPH dapat memilih untuk memasukkan atau tidak memasukkan sasaran sebagai
komponen rencana karena sifatnya opsional. Sasaran mungkin tepat untuk
menggambarkan perubahan antara kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan namun
tanpa menggunakan indikator tertentu (luas, persentase, frekuensi, dll). Sasaran juga
mungkin tepat untuk menggambarkan secara keseluruhan kondisi yang diinginkan dari
wilayah rencana yang tergantung pada wilayah di luar wilayah rencana atau di luar
kewenangan KPH. Sasaran untuk kondisi sumber daya mungkin tepat jika informasi
ilmiah tidak memadai untuk memberikan penjelasan yang cukup untuk menetapkan
kondisi yang diinginkan. Namun, menggunakan sasaran sebagai pengganti kondisi yang
diinginkan harus dihindari.
Sasaran (bukan tujuan) mungkin tepat digunakan jika Kepala KPH tidak yakin dengan
penilaian ringkas, terukur, dan spesifik-waktu dari tingkat kemajuan yang diinginkan
berada dalam kendali KPH; Namun, menggunakan sasaran sebagai pengganti tujuan
harus dihindari. Contohnya adalah:
1. Jika outcome adalah hasil kemitraan antara KPH dan pemilik lahan lainnya di dalam
lanskap hutan yang lebih luas.
2. Jika outcome tidak pasti dapat tercapai atau tidak, karena bisa berada di luar
kemampuan anggaran KPH

30
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C2.2 - Dimana Komponen Rencana Berlaku

Rencana harus menjelaskan komponen rencana mana yang diterapkan berdasarkan


wilayah, diseluruh atau hanya disebagian wilayah rencana. Beberapa komponen
rencana berlaku untuk wilayah dengan karakteristik spesifik (misalnya riparian, jalan,
mata air, sungai, dan lahan basah) dan dijelaskan dalam komponen rencana itu sendiri.
Masyarakat, instansi/lembaga pemerintah dan KPH perlu mengetahui di mana
komponen rencana berlaku.
Sebuah rencana hanya berlaku untuk kawasan hutan pada wilayah KPH dan oleh karena
itu tidak akan berlaku lagi jika kawasan hutan telah berubah menjadi bukan kawasan
hutan (APL). Sebaliknya rencana berlaku pada kawasan hutan yang diperoleh dari hasil
tukar menukar atau proses lainnya. Selain itu, komponen rencana berlaku untuk
wilayah pengelolaan atau wilayah geografis yang seluruhnya atau sebagian besar
merupakan wilayah rencana, kecuali jika rencana direvisi untuk menambahkan
komponen rencana yang spesifik hanya untuk wilayah tersebut.

C2.21 – Identifikasi Wilayah Pengelolaan dan Wilayah Geografis


Setiap rencana harus memiliki wilayah pengelolaan atau wilayah geografis atau
keduanya. Rencana bisa mengidentifikasi wilayah yang ditunjuk atau direkomendasikan
sebagai wilayah pengelolaan atau wilayah geografis.
Istilah "wilayah pengelolaan" dan "wilayah geografis" dapat digunakan untuk
menjelaskan penerapan komponen rencana di sebagian wilayah KPH yang spesifik,
dengan lokasi yang ditunjukkan pada peta. Wilayah geografis didasarkan pada tempat,
sedangkan wilayah pengelolaan didasarkan pada tujuan.
1. Wilayah pengelolaan (WK). Peta wilayah pengelolaan menggambarkan penekanan
pengelolaan berbasis lanskap hutan. Peta wilayah pengelolaan sering menunjukkan
kawasan hutan dengan informasi kemungkinan arahan penggunaannya. Sebagai
contoh, peta wilayah pengelolaan dari wilayah rencana dapat diberi label sebagai
berikut: WK 1, untuk semua kawasan hutan di wilayah rencana yang menekankan
pengembangan untuk rekreasi; WK 2, untuk semua kawasan hutan di wilayah
rencana yang sesuai untuk produksi kayu; WK 3, untuk semua kawasan hutan di
wilayah rencana yang menyediakan jalur kendaraan; WK 4, untuk semua kawasan
hutan di unit yang merupakan hutan alam; WK 5, untuk semua kawasan hutan yang
menekankan hasil hutan bukan kayu.
2. Wilayah geografis (WG). Peta wilayah geografis menggambarkan wilayah yang luas
yang memiliki kondisi yang diinginkan dengan berbagai kemungkinan penekanan
pengelolaan sumber daya. Berbeda dengan peta yang menekankan pada aspek
pengelolaan, peta wilayah geografis cenderung berfokus pada lokasi/tempat
(Danau Toba, Gunung Kerinci, atau mungkin daerah aliran sungai tertentu).
Pendekatan geografis didasarkan pada gagasan bahwa rencana berfungsi sebagai visi
jangka panjang untuk suatu wilayah rencana. Batasan untuk berbagai penggunaan yang
sesuai dalam wilayah geografis dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa
peta. Sebagai contoh, tumpang susun berbagai peta dapat mengidentifikasi bagaimana
kesesuaian untuk penggunaan kendaraan bermotor, dan perbedaan produksi kayu
dalam sebuah wilayah geografis.

31
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Kombinasi antara wilayah geografis dan wilayah pengelolaan harus sesuai dengan
wilayah rencana, kejelasan penggunaan wilayah geografis dan wilayah pengelolaan, dan
di mana komponen rencana berlaku.
Wilayah pengelolaan dan wilayah geografis boleh jadi tumpang tindih. Wilayah
pengelolaan boleh jadi juga tumpang tindih dengan wilayah pengelolaan lainnya jika
komponen rencana yang ditentukan tidak saling bertentangan. Tidak setiap bagian dari
wilayah rencana diperuntukan menjadi wilayah pengelolaan atau wilayah geografis.
Wilayah pengelolaan atau wilayah geografis dapat ditetapkan untuk wilayah yang
ditetapkan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah dengan aksesibilitas
rendah.
Pedoman rencana di wilayah pengelolaan atau wilayah geografis (WK atau WG) dapat
berbeda dari pedoman untuk keseluruhan wilayah rencana dengan cara berikut:
1. Pedoman WK atau WG dapat membatasi kegiatan yang tidak dibatasi oleh pedoman
wilayah rencana (sebagai contoh, pedoman wilayah rencana tidak mengatur untuk
meninggalkan pohon-pohon mati (snags), tapi pedoman WK-WG mengharuskan
untuk meninggalkan pohon mati (snags) sejumlah X per hektar);
2. Pedoman WK atau WG dapat memberikan batasan yang lebih tinggi daripada
pedoman wilayah rencana (sebagai contoh, pedoman wilayah rencana mengatakan
untuk meninggalkan rata-rata pohon mati (snags) sejumlah X per hektar, namun
pada WK 1 mengatakan untuk meninggalkan rata-rata X + 3 pohon mati (snags) per
hektar; atau
3. WK atau WG dapat bertentangan dengan pedoman wilayah rencana sepanjang
pedoman wilayah rencana mengakomodir pertentangan tersebut.
Nama-nama wilayah yang ditetapkan (lihat bagian C.4) seharusnya tidak digunakan
sebagai nama "wilayah pengelolaan" atau "wilayah geografis" kecuali wilayah tersebut
telah ditetapkan secara khusus.
Nama-nama berikut adalah untuk wilayah yang ditetapkan, kecuali Kepala KPH
menunjuk atau merekomendasikan wilayah tersebut sebagai wilayah yang ditetapkan
secara administratif sebagai bagian dari rencana:
1. Area Botani.
2. Area Geologi.
3. Area Bersejarah.
4. Area Paleontologi.
5. Area Rekreasi.
6. Area dengan pemandangan indah.
7. Area Zoologi

C2.3 – Substansi Lainnya yang Diperlukan dalam Rencana

Rencana pengelolaan hutan harus memiliki komponen rencana dan "substansi lain yang
dibutuhkan". (Bagian C.2.9 sampai C.2.12 membahas DAS prioritas, peran dan
kontribusi berbeda dari wilayah rencana, merencanakan kegiatan pemantauan, dan
usulan dan tindakan yang mungkin dilakukan).

32
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C2.31 – DAS Prioritas

Rencana pengelolaan hutan harus:


(i) Mengidentifikasi DAS prioritas untuk pemeliharaan atau pemulihan;
Identifikasi DAS prioritas dilakukan untuk memfokuskan upaya pemulihan terpadu
kondisi DAS di wilayah rencana. Kepala KPH harus mengidentifikasi sejumlah DAS
dalam wilayah rencana untuk pemeliharaan atau pemulihan sesuai dengan tujuan
rencana yang dapat dicapai untuk periode 5 tahun sesuai kemampuan anggaran KPH.
DAS prioritas dalam rencana tersebut adalah DAS yang akan dipertahankan atau
dipulihkan.
Identifikasi DAS prioritas untuk penyusunan rencana dilakukan oleh Tim Multidisiplin,
sedangkan untuk mengidentifikasi DAS prioritas dalam revisi rencana dapat
menggunakan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu. Selain itu, Kepala KPH dapat
menggunakan pendekatan alternatif lainnya melalui koordinasi dengan unit kerja dan
para pihak terkait, mendapatkan justifikasi ilmiah dari lembaga/instansi berwenang
atau memperoleh persetujuan dari Dinas Kehutanan.
Identifikasi DAS prioritas juga didasarkan pada hal berikut:
1. Kebijakan pemulihan DAS prioritas yang telah ditetapkan.
2. Pentingnya sumber daya air dan DAS (nilai ekologi, sosial, dan ekonomi), kegiatan
pengelolaan yang mendesak untuk mengatasi kondisi dan ancaman dalam
mempertahankan atau memulihkan kondisi DAS prioritas.
3. Penyelarasan tujuan DAS dengan tujuan strategis dan prioritas lainnya.
4. Penyelarasan tujuan DAS dengan strategi dan prioritas pemerintah dan pemerintah
daerah, publik, dan LSM konservasi.
5. Memperhatikan ekosistem yang terganggu, perairan yang terganggu, spesies yang
terancam atau terancam punah, kualitas udara yang buruk, spesies invasif, atau
kondisi vegetasi yang terdegradasi, dan wilayah di mana kegiatan pemulihan sangat
penting untuk memenuhi ketentuan atau memenuhi kondisi yang diinginkan.
Identifikasi daerah aliran sungai prioritas diharapkan dapat membantu kepala KPH
dalam menyusun jadwal rencana kerja, terutama dalam kondisi keterbatasan anggaran
dan sumber daya.
Tim Multidisiplin harus menyusun komponen rencana untuk menangani kondisi yang
ada di daerah aliran sungai prioritas.
Perubahan suatu daerah aliran sungai menjadi DAS “prioritas” dilakukan dalam revisi
administratif.

C2.32 – Peran dan Kontribusi Khusus dari Wilayah Rencana

Aturan perencanaan mengharuskan rencana pengelolaan hutan untuk menjelaskan


peran dan kontribusi yang khusus dari suatu wilayah rencana dalam lanskap hutan yang
lebih luas.
Peran dan kontribusi khusus dari suatu wilayah rencana pada lanskap hutan yang lebih
luas dapat membantu menyusun berbagai komponen rencana yang lebih terarah dan
fokus. Dalam menggambarkan peran dan kontribusi khusus dari wilayah rencana,

33
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Kepala KPH harus mempertimbangkan berbagai peran yang potensial dari suatu
wilayah rencana.
Beberapa peran mungkin tidak dapat dibedakan namun tetap bernilai penting. Misalnya,
semua hutan di wilayah rencana dapat berperan dalam kelestarian air di bagian hulu
untuk masyarakat di bagian hilir, membuat kontribusi dari wilayah rencana tersebut
terhadap kualitas dan ketersediaan air menjadi penting. Kepala KPH harus mencatat
peran dan kontribusi yang paling relevan dengan kawasan hutan dan pengelolaan
sumber daya dari suatu unit wilayah. Deskripsi ini penting karena memberikan pondasi
bagi kondisi dan tujuan yang diinginkan. Kondisi dan tujuan yang diinginkan tersebut
harus menangani seluruh peran dan kontribusi yang penting.
Tim Multidisiplin harus menjelaskan peran dan kontribusi khusus dari suatu wilayah
rencana dalam lanskap hutan yang lebih luas di awal perencanaan. Tim Multidisiplin
harus mempertimbangkan informasi hasil penilaian yang telah dievaluasi sebagai titik
awal dalam menggambarkan suatu peran dan kontribusi khusus. Tim Multidisiplin
harus mengembangkan pemahaman mengenai aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada
seluruh wilayah rencana. Sebagai contoh, apakah wilayah rencana telah
menggambarkan persentase kepemilikan lahan; berapakah tingkat keragaman ekonomi
lokal suatu wilayah; dan kondisi habitat seperti apa yang dapat disediakan dalam
wilayah rencana? Peran dan kontribusi dari wilayah rencana kemudian harus
ditempatkan dalam konteks tersebut, untuk memberi ukuran kepentingan relatif dari
setiap peran yang potensial.
Ketika mendeskripsikan peran dan kontribusi khusus dari wilayah rencana pada
lanskap hutan yang lebih luas, Tim Multidisiplin harus mempertimbangkan hal-hal
berikut:
1. Apakah peran dan kontribusi khusus dari wilayah rencana dalam lanskap hutan
yang luas tersebut:
a. Merupakan atribut atau manfaat khusus (kegunaan, nilai, produk, dan jasa)
yang diberikan dari wilayah rencana dalam lanskap hutan yang lebih luas.
b. Merupakan hal penting dan relevan pada tingkat lokal, provinsi, dan/atau
nasional; dan
c. Berkontribusi mencapai keberlanjutan sosial, ekonomi, dan ekologi.
2. Deskripsi peran dan kontribusi khusus dari wilayah rencana dapat
menggambarkan:
a. Peran ekologi suatu wilayah rencana dalam lanskap hutan yang lebih luas;
b. Manfaat ekonomi dalam pemanfaatan/penggunaan produk, dan jasa yang
disediakan oleh wilayah rencana;
c. Sumber daya dan pengelolaan dari kawasan hutan lainnya dalam lanskap
hutan yang lebih luas terkait dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan
ekologi; dan
d. Peran dari wilayah rencana dalam menyediakan sumber daya yang multiguna
dan lestari meliputi rekreasi alam, lahan penggembalaan, kayu, daerah aliran
sungai, dan satwa liar;
e. Peran dari wilayah rencana dalam menyediakan barang dan jasa secara lestari
termasuk jasa ekosistem.
f. Peran dari wilayah rencana terkait hubungannya dengan rencana dan strategi
provinsi atau nasional.

34
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


3. Contoh dari peran dan kontribusi khusus dari wilayah rencana pada lanskap hutan
yang lebih luas dapat mencakup:
a. Penetapan areal pendakian
b. Areal sumber air untuk masyarakat luas.
c. Areal sumber utama pasokan kayu untuk industri lokal.
d. Areal konservasi primer bagi fauna tertentu.
e. Wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan dengan pemandangan indah yang
menjadi daya tarik wisata.
f. Kontribusi terhadap kualitas hidup dan kesempatan untuk meningkatkan
kesehatan jasmani dan rohani.
g. Areal suatu sungai tertentu sebagai lokasi arung jeram.
4. Masukan dari publik dapat diterima dari berbagai sudut pandang termasuk:
a. Keterlibatan dari komunitas, individu, masyarakat adat, dan lainnya pada awal
proses partisipatif, untuk menentukan keberadaan serta peran dan kontribusi
yang diinginkan dari wilayah rencana;
b. Melibatkan pemuda, kaum minoritas, dan penduduk berpenghasilan rendah.
c. Proses kolaboratif untuk mencapai pemahaman mengenai gaya hidup, nilai-
nilai, sikap, kepercayaan, dan kondisi lainnya, yang relevan untuk wilayah
rencana;
d. Pertimbangan wilayah dan populasi penduduk guna memilih kontribusi
wilayah rencana yang akan diterapkan yang sesuai dan wajar;
e. Pertimbangan dalam konteks perspektif lokal, provinsi, dan nasional.
f. Pertimbangan dalam konteks misi dan sasaran rencana strategis pusat dan
daerah; dan
g. Pertimbangan terhadap luaran (output) kegiatan serta jasa ekosistem saat ini
dan yang akan datang.

C2.33 –Pemantauan Rencana

Sebuah rencana pengelolaan hutan harus memuat suatu kegiatan pemantauan rencana.
Lihat Buku D untuk panduan bagi penyusunan kegiatan pemantauan rencana.

C2.34 – Rencana Kegiatan

Rencana pengelolaan hutan harus berisi informasi yang menggambarkan usulan dan
kemungkinan tindakan yang dapat terjadi dalam suatu wilayah rencana selama rencana
tersebut berlaku, antara lain: kegiatan penjualan kayu; tingkat penebangan/pemanenan
kayu; metode yang mungkin digunakan dalam praktik pengelolaan hutan. Informasi
tersebut bukanlah sebuah komitmen dalam melakukan suatu tindakan.
Rencana pengelolaan hutan harus memasukkan daftar berbagai tindakan yang mungkin
dilakukan untuk 10 tahun ke depan dalam rangka mencapai kondisi dan tujuan yang
diinginkan. Daftar kegiatan tersebut dapat disajikan dalam sebuah lampiran berupa
ringkasan mengenai tindakan- tindakan tersebut.
Dalam rencana, harus dijelaskan bahwa tindakan yang mungkin dilakukan tersebut
tidak serta merta menjadi tindakan yang pasti dilakukan atau diizinkan oleh KPH, tetapi
merupakan tindakan yang mungkin dilakukan sepanjang konsisten dengan komponen
rencana, terutama kondisi dan tujuan yang diinginkan.

35
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Daftar tindakan-tindakan tersebut harus memasukkan contoh atau bukti mengenai


kemungkinan kegiatan penjualan kayu, tingkat pemanenan kayu, dan metode
pengelolaan hutan yang dapat digunakan, tetapi tidak perlu memasukan perkiraan
mengenai jumlah, frekuensi, lokasi, magnitude, atau jumlah tindakan selama periode
rencana.
Jika pendekatan pengelolaan dimasukan sebagai substansi pilihan dalam rencana, maka
pendekatan pengelolaan tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan usulan dan
kemungkinan tindakan di masa depan.

C2.4 –Substansi yang Bersifat Opsional dalam Rencana

Sebuah rencana dapat memasukan substansi tambahan, antara lain pendekatan


pengelolaan yang potensial atau peluang strategis dan kerjasama atau kegiatan
koordinasi.
Rencana dapat memuat substansi yang sifatnya pilihan, antara lain kondisi saat ini,
narasi penjelasan, prinsip pengelolaan, tantangan pengelolaan, pendekatan pengelolaan,
capaian kinerja sebelumnya, hambatan capaian kinerja, atau sumber referensi.
Substansi pilihan ini dalam penulisannya harus dibedakan dengan komponen rencana
yang lain. Selain itu, substansi pilihan tidak boleh memasukan daftar “yang akan
dikerjakan” dari tindakan.
Sebagai contoh: sebuah rencana dapat memasukan narasi penjelasan dalam capaian
kinerja guna menunjukkan pada publik mengenai kemajuan pencapaian kondisi yang
diinginkan. Pembahasan terkait hambatan dalam capaian kinerja dapat memberikan
harapan yang realistis kepada publik mengenai kemampuan wilayah rencana dalam
memenuhi tujuan-tujuannya. Substansi pilihan dalam rencana tersebut dapat
mewujudkan transparansi dan memberi pemahaman yang jelas kepada publik
mengenai kondisi yang diinginkan yang akan dirasakan oleh publik. Substansi pilihan
dalam rencana tersebut juga dapat menggambarkan peluang kemitraan yang
mendukung pencapaian kondisi dan tujuan yang diinginkan.
Pendekatan pengelolaan akan menggambarkan strategi utama dan kegiatan prioritas
yang harus dilakukan Kepala KPH berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
Pendekatan pengelolaan harus berkaitan dengan kondisi yang diinginkan dan dapat
mengindikasikan tujuan dimasa depan, mengenali kondisi dan ketersediaan anggaran,
kebutuhan dan penyelesaian kegiatan. Pendekatan pengelolaan dapat membahas
proses-proses potensial, diantaranya adalah analisis, penilaian, inventarisasi,
perencanaan kegiatan, atau pemantauan. Prinsip kehati-hatian perlu digunakan agar
tidak memberikan harapan yang tidak realistis dalam menetapkan kegiatan.
Rencana pengelolaan hutan bukanlah satu-satunya sarana dalam menyediakan
informasi untuk kegiatan dalam mencapai kondisi yang diinginkan. Rencana
pengelolaan hutan dapat memberikan acuan sumber informasi lain misalnya ketentuan
standar pembangunan jalan dan jalan setapak, ketentuan penggunaan khusus, nota
kesepahaman antara KPH dan para pihak lainnya, atau panduan praktik pengelolaan
terbaik (best management practice).
Substansi rencana pilihan dapat diubah melalui perubahan administratif.

36
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C3 – Pertimbangan Sumber Daya untuk Komponen Rencana
Terpadu
Suatu rencana menyatakan visi, misi, strategi, dan potensi hambatan yang akan
dihadapi dalam pengelolaan hutan pada wilayah rencana. Bagian ini menyajikan
kerangka kerja dalam pengembangan berbagai komponen rencana yang secara
bersama-sama menjamin kelestarian ekologi, sosial dan ekonomi dari wilayah rencana
serta dalam konteks lanskap yang lebih luas. Komponen rencana harus berada dalam
batas kemampuan yang melekat dari wilayah rencana, pada batas kewenangan KPH,
dan kemampuan anggaran KPH.
Untuk menjamin kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial di wilayah rencana berikut
adalah pertimbangan umum yang harus diperhatikan:
(a) Kelestarian ekologi. Suatu rencana harus berisi berbagai komponen rencana,
termasuk standar dan pedoman, untuk mempertahankan atau memperbaiki keutuhan
ekosistem, baik ekosistem darat (terrestrial) maupun ekosistem perairan (aquatic),
serta daerah aliran sungai dalam wilayah rencana. Selain itu, suatu rencana harus berisi
komponen rencana untuk mempertahankan, atau memulihkan struktur, fungsi,
komposisi, dan konektivitas dalam sebuah ekosistem.
(b) Kelestarian sosial dan ekonomi. Rencana harus berisi berbagai komponen, termasuk
standar dan pedoman, untuk memberikan arahan dalam pengelolaan hutan sehingga
dapat menjamin kelestarian manfaat sosial dan ekonomi.
Persyaratan atau ketentuan untuk komponen rencana ditetapkan dalam bagian ini, tema
demi tema. Bagian ini menyajikan persyaratan atau ketentuan dari komponen rencana
secara terpisah, namun dalam penyusunan rencana maupun revisinya, komponen-
komponen rencana harus dapat terintegrasi satu sama lain. Sebuah rencana pengelolaan
hutan harus memiliki komponen-komponen rencana, termasuk standar dan pedoman
untuk berbagai tema, seperti kualitas udara; kontribusinya bagi kelestarian sosial dan
ekonomi; keanekaragaman ekosistem; keutuhan ekologi; pengelolaan sumber daya
terpadu; tanah dan produktivitas tanah; pemanenan kayu; kualitas air; dan sumber daya
air serta tema atau topik lainnya yang relevan.
Sebuah rencana dapat berisi bagian atau komponen rencana khusus untuk sebuah tema,
tetapi bukan menjadi keharusan. Komponen rencana harus diintegrasikan sehingga
rencana tersebut secara keseluruhan memenuhi setiap ketentuan yang dipersyaratkan.
Satu komponen rencana dapat menjawab lebih dari satu persyaratan, sebagai contoh,
suatu standar yang membatasi gangguan terhadap tanah ketika proses pemanenan kayu
juga dapat memenuhi ketentuan bahwa penebangan kayu tidak merusak tanah secara
permanen dan dilakukan dengan memperhatikan aspek perlindungan terhadap tanah,
sekaligus menjawab persyaratan mengenai pemeliharaan atau pemulihan keutuhan
ekologi, daerah riparian dan kualitas air.
Lihat kotak 05 untuk daftar persyaratan komponen rencana, termasuk standar dan
pedoman. Harap dicatat bahwa kondisi yang diinginkan harus meliputi semua tema
yang ada dalam kotak 05, terkecuali untuk tema atau sumber daya yang tidak berada di
wilayah rencana.

37
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Kotak 05
Tema yang diperlukan untuk komponen rencana

• Keutuhan ekologi dari ekosistem darat dan perairan, serta daerah aliran sungai
dalam wilayah rencana.
• Kualitas air; tanah dan produktivitas tanah, termasuk petunjuk untuk
menurunkan tingkat erosi tanah dan laju sedimentasi; dan air.
• Keutuhan ekologi pada wilayah riparian.
• Kontribusi bagi kelestarian sosial dan ekonomi.
• Keanekaragaman ekosistem dan berbagai jenis habitat.
• Kondisi ekologi dalam suatu wilayah rencana untuk spesies tertentu.
• Pengelolaan sumber daya yang tepadu untuk menyediakan jasa ekosistem dan
multiguna hutan.
• Rekreasi yang berkelanjutan; termasuk desain rekreasi, peluang, dan akses; serta
karakter keindahan alam.
• Perlindungan terhadap budaya dan sejarah.
• Pengelolaan wilayah bagi kepentingan suku (masyarakat adat).
• Perlindungan kawasan hutan alam primer.
• Perlindungan sungai yang memiliki keindahan alam serta pengelolaan sungai
yang tepat sesuai dengan karakteristik sungai tersebut.
• Pengelolaan paling sesuai pada wilayah yang ditetapkan.
• Tidak ada penebangan pohon untuk tujuan produksi kayu pada lahan yang tidak
sesuai.
• Tanah, kelerengan, dan daerah aliran sungai tidak akan rusak secara permanen.
• Perlindungan tanah, daerah aliran sungai, ikan, satwa liar, rekreasi, dan sumber
daya estetik (keindahan).
• Batasan maksimum untuk pembukaan hutan/lahan (komponen rencana harus
berbentuk standar; tidak berbentuk pedoman)
• Pemanenan kayu dilakukan hanya ketika memenuhi persyaratan perlindungan
sumber daya.
• [Pengambilan kayu] berbasis kelestarian hasil.
• [Regenerasi hanya dari] tegakan yang secara umum telah mencapai puncak rata-
rata riap pertumbuhan tahunan.
Bagian C3.1 dari Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan ini, “Kelestarian Ekologi dan
Keanekaragaman Komunitas Tumbuhan dan Satwa,” menyediakan pedoman dalam
penyusunan berbagai komponen rencana yang berhubungan dengan kelestarian
ekologi, kebutuhan ekosistem dan kondisi yang memenuhi kebutuhan spesies terancam
dalam wilayah rencana.
Bagian C3.2 dari Toolkits Perencanaan Hutan ini, “Kelestarian Sosial dan Ekonomi dan
Multiguna hutan,” menyediakan pedoman dalam penyusunan berbagai komponen
rencana untuk menjamin kontribusi wilayah rencana terhadap kelestarian sosial dan
ekonomi (seperti lapangan pekerjaan, pendapatan, kesejahteraan masyarakat, dan
kebudayaan).

38
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Penyusunan berbagai komponen rencana adalah proses yang berulang (iteratif). Sebagai
contoh, komponen rencana yang ada dapat disesuaikan untuk memastikan bahwa
pengelolaan multiguna hutan akan dilakukan dengan cara menjamin kondisi ekologis
yang berkelanjutan, dan sebaliknya.
Komponen rencana dapat lebih menjamin suatu keberlanjutan jika komponen rencana
tersebut mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi yang lebih luas. Selain
itu, komponen rencana harus berada dalam batas kewenangan KPH, kemampuan yang
melekat pada wilayah rencana, dan kemampuan anggaran KPH.
C3.1 –Kelestarian Ekologi dan Keanekaragaman Komunitas Tumbuhan dan Satwa
Untuk menyusun rencana pengelolaan hutan yang konsisten melalui upaya
mempertahankan kelestarian ekologi, rencana tersebut harus berisi berbagai komponen
rencana, termasuk standar atau pedoman, yang dirancang untuk mempertahankan,
memulihkan, atau mendorong:

• Keutuhan ekologi baik ekosistem darat, riparian, maupun perairan;


• Memelihara keanekaragaman komunitas tumbuhan dan satwa; dan
• Mendukung keberlangsungan dari spesies asli pada wilayah rencana, sesuai dengan
batasan kewenangan KPH dan kemampuan yang melekat dari wilayah rencana.
Bagian ini memberikan arahan untuk penyusunan berbagai komponen rencana bagi
kelestarian ekologi dan keanekaragaman komunitas tumbuhan dan satwa, yang terdiri
dari tiga sub bagian.
Dua sub bagian pertama, “Komponen rencana untuk keutuhan ekosistem dan
keanekaragaman ekosistem” dan “Komponen rencana untuk udara, tanah, dan air”,
memberikan arahan untuk merancang komponen rencana untuk tingkat ekosistem dan
daerah aliran sungai pada suatu wilayah rencana.
Sub bagian ketiga, “Tambahan Komponen rencana untuk spesies tertentu", memberikan
arahan untuk merancang komponen rencana apabila sub bagian pertama dan kedua
(yang disusun untuk tingkat ekosistem dan tingkat DAS) tidak menyediakan kondisi
ekologis yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan untuk spesies tertentu.
Proses penyusunan rencana untuk kelestarian ekologi dan keanekaragaman komunitas
tumbuhan dan satwa harus mengutamakan komponen rencana pada tingkat ekosistem
dan daerah aliran sungai, khususnya yang mendukung kondisi ekologi untuk spesies
terancam.
Dalam menyusun komponen rencana yang terpadu, tim multidisiplin harus
mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
1. Jenis vegetasi utama dan tahapan suksesinya, ukuran petak/bidang tanah,
pengaturan ruang, dan konektivitas;
2. Proses ekologi yang dominan dan pola gangguan pada wilayah rencana;
3. Ekosistem dan habitat unik termasuk yang langka dan terancam;
4. Sumber atau penyebab tekanan (Stressor) antara lain perubahan dampak manusia
terhadap wilayah rencana, gangguan terhadap karakteristik ekosistem kunci akibat
bencana kebakaran, dampak perubahan iklim, spesies invasif, atau gangguan
terhadap aliran air;

39
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

5. Sumber daya tanah dan produktivitas tanah;


6. Sumber daya geologi dan bencana geologi;
7. Sumber daya udara;
8. Kualitas dan kuantitas air, arus sungai dan aliran air alami lainnya, morfologi sungai
dan danau, areal lahan basah (wetland), daerah riparian, dataran banjir, dan
ekosistem yang bergantung pada air tanah (groundwater-dependent ecosystems);
9. Strategi pengelolaan untuk mengurangi dampak dari stressor, memulihkan
keutuhan ekologi, atau strategi adaptasi untuk menurunkan tingkat kerentanan;
10. Akses, desain rekreasi, dan karakter pemandangan alam yang indah;
11. Mempertahankan atau memulihkan karakteristik ekosistem kunci yang
teridentifikasi dalam penilaian (assessment);
12. Rentang kondisi ekologis ditetapkan berada dalam batasan kondisi hutan alam,
vegetasi, dan proses gangguan yang telah ada sebelum terjadinya perubahan
ekstensif akibat campur tangan manusia;
13. Variasi kondisi fisik dan biologi diperlihatkan oleh ekosistem karena penggerak
sistem (system drivers), stressors, fluktuasi iklim, dan pola gangguan, termasuk yang
berada di luar kendali KPH.
14. Konsep bahwa kondisi lingkungan yang mendukung kelestarian spesies dan
komponen ekosistem lainnya di masa lalu cenderung untuk mendukung kelestarian
spesies tersebut (setidaknya dalam jangka pendek) di masa depan.
C3.11–Komponen Rencana Untuk Keutuhan dan Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem memiliki keutuhan ketika komposisi, struktur, fungsi, dan konektivitasnya
bekerja secara alami dalam skala spasial dan temporal. Namun, tidak setiap kondisi
yang diinginkan harus memenuhi definisi keutuhan ekologi, karena beberapa wilayah
tertentu mungkin tidak memiliki kemampuan untuk mencapainya atau karena fokus
pada perhatian yang lain seperti keselamatan dan keamanan publik yang lebih penting
dalam suatu wilayah.
Adanya kemungkinan perubahan komposisi spesies akibat perubahan iklim, dan
memperhatikan fokus pada upaya pemulihan, KPH merancang komponen rencana
untuk menjamin ekosistem fungsional dalam rangka mendukung fungsi-fungsi ekologi
utama sehingga tetap dapat memberikan jasa ekosistem.
Restorasi fungsional mungkin diperlukan untuk memulihkan proses timbal balik antara
unsur biotik dan abiotik pada ekosistem yang terdegradasi. Restorasi fungsional fokus
pada proses-proses dasar ekosistem yang mungkin terdegradasi, terlepas dari kondisi
struktur ekosistemnya. Dengan demikian, ekosistem yang dipulihkan secara fungsional
mungkin akan memiliki struktur dan komposisi yang berbeda dari kondisinya di masa
lalu.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kepala KPH sebaiknya:
1. Berkoordinasi dengan Badan Litbang untuk menyusun komponen rencana terkait
proses adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
2. Mengarahkan tim multidisiplin untuk merancang komponen rencana sehingga
berada dalam batas kewenangan KPH, kemampuan yang melekat pada wilayah
rencana, dan kemampuan anggaran KPH, dengan tujuan:

40
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


a. Menjamin kondisi ekologi untuk memulihkan, membangun, dan memelihara
fungsi ekosistem di wilayah KPH yang dapat mendukung multiguna dan
menyediakan berbagai barang dan jasa.
b. Memulihkan, membangun, dan memelihara fungsi ekosistem yang akan
memiliki kapasitas adaptif yang lebih besar untuk bertahan dari gangguan dan
dapat pulih kembali dari kerusakan (resiliensi), terutama akibat perubahan
kondisi lingkungan yang tidak menentu serta cuaca ekstrim.
c. Menjamin kondisi ekologi yang dapat mempertahankan kondisi ekosistem
sehingga dapat melindungi dan melestarikan keanekaragaman komunitas
tumbuhan dan satwa, serta keberlangsungan spesies asli di wilayah rencana.
d. Memperhitungkan dampak perubahan iklim.
e. Menjaga keutuhan ekologi, jasa ekosistem, dan multiguna hutan di dalam
wilayah rencana secara terpadu.

C3.11a –Rentang Variasi Alami (Natural Range of variation)

Pemahaman tentang rentang variasi alami yang terkait dengan karakteristik ekosistem
kunci memberikan konteks dan wawasan terhadap perancangan komponen rencana.
Salah satu peran dan tujuan KPH adalah untuk mendorong keutuhan ekosistem di
wilayah rencana. Namun, keutuhan ekosistem tersebut tidak mungkin atau tidak tepat
dilakukan dengan mengembalikannya pada kondisi masa lalu di seluruh wilayah
rencana.
Pemahaman mengenai rentang variasi alami merupakan hal mendasar dalam pemikiran
dan perencanaan strategis, terutama dalam upaya pemulihan ekosistem. Rentang variasi
alami berguna untuk memahami dinamika ekosistem, termasuk karakter ekosistem saat
ini dan pada masa yang akan datang, berdasarkan proyeksi pola perubahan iklim, dan
aspek yang mempengaruhi lainnya.
Rentang variasi alami adalah panduan untuk memahami bagaimana mengembalikan
ekosistem yang tangguh dengan sifat struktur dan fungsi yang memungkinkannya
bertahan pada masa yang akan datang. Tujuan memahami rentang variasi alami adalah
untuk membantu merancang komponen rencana dalam upaya memelihara atau
memulihkan keanekaragaman ekosistem darat, riparian, dan perairan serta tipe-tipe
habitat di seluruh wilayah rencana, serta memberikan sebuah pendekatan ekosistem
untuk mempertahankan keberlangsungan spesies asli.
Saat menyusun komponen rencana, tim multidisiplin harus mempertimbangkan peran
rentang variasi alami sebagai berikut:
1. Secara umum, Tim multidisiplin merancang komponen rencana yang bertujuan
untuk mempertahankan atau memulihkan rentang variasi alami dari karakteristik
ekosistem kunci tertentu yang diperlukan untuk mendorong keutuhan ekosistem di
wilayah rencana.
2. Untuk wilayah tertentu dalam ekosistem, Kepala KPH dapat menentukan wilayah
tersebut tidak sesuai, tidak praktis, tidak layak, atau tidak diinginkan untuk
dikembalikan ke kondisi rentang variasi alaminya. Rentang variasi alami mencakup
beragam karakteristik. Beberapa karakteristik lebih umum daripada karakteristik
lainnya. Untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi, budaya, atau ekologi, mungkin
perlu untuk mengelola karakteristik yang tidak umum di areal tertentu di wilayah

41
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

rencana. Agar ekosistem mampu bertahan atau pulih dari kerusakan atau gangguan
yang diakibatkan oleh kondisi tertentu, perlu untuk mengelola ekosistem sehingga
menjadi ekosistem yang baru yang tidak pernah ada di masa lalu. Berikut ini adalah
contoh kondisi yang tidak sesuai, tidak praktis, tidak layak, atau tidak diinginkan
untuk merancang komponen rencana untuk memulihkan menjadi seperti kondisi
masa lalu untuk wilayah tertentu dalam ekosistem tersebut:
a. Ekosistem sudah sangat terdegradasi sehingga restorasi tidak memungkinkan.
b. Kemampuan untuk mengembalikan kondisi ekologi atau karakteristik
ekosistem yang diinginkan berada di luar kewenangan KPH, kemampuan
anggaran KPH, atau kemampuan yang melekat pada wilayah rencana.
c. Ekosistem tersebut tidak lagi mampu mempertahankan karakteristik kunci
yang diidentifikasi sebagai hal yang umum di masa lalu berdasarkan kondisi
lingkungan masa depan yang mungkin terjadi.
d. Kondisi yang jarang atau tidak pernah terjadi di masa lalu, tapi yang bisa
dikelola untuk masa depan, akan lebih berkontribusi terhadap kelestarian
ekosistem jangka panjang dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
e. Kondisi yang jarang atau tidak pernah terjadi di masa lalu, tapi yang bisa
dikelola di masa depan, akan lebih baik dalam mengatasi masalah kesehatan
dan keselamatan masyarakat.
f. Kondisi yang umum di masa lalu bertentangan dengan kondisi yang diinginkan
(kondisi yang diinginkan menunjukan keseimbangan kebutuhan sosial,
ekonomi, budaya dan ekologi).
3. Jika kondisi masa lalu tidak sesuai dengan rentang variasi alami:
a. Tim multidisiplin merancang komponen rencana berdasarkan pemahaman
ekologi mengenai kondisi tertentu yang dapat mempertahankan karakteristik
ekosistem kunci dan spesies terancam dengan menggunakan faktor-faktor
seperti: keterwakilan, redundansi, hubungan antar habitat dari spesies
tertentu, dinamika gangguan, atau kondisi yang teramati di wilayah yang
menjadi rujukan (referensi), dan
b. Kepala KPH harus secara singkat menjelaskan dalam dokumen keputusan
rencana, mengenai dasar pemikiran untuk TIDAK mendasarkan rancangan
komponen rencana pada kondisi yang umum di masa lalu relatif (tidak sesuai)
terhadap rentang variasi alami.

C3.11b - Keutuhan ekosistem

Rencana harus mencakup komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, untuk
memelihara atau memulihkan keutuhan ekologi dari ekosistem darat, perairan dan
daerah aliran sungai di wilayah rencana, termasuk komponen rencana untuk
memelihara atau memulihkan struktur, fungsi, komposisi, dan konektivitas, dengan
mempertimbangkan:
1. Saling ketergantungan antara ekosistem darat dan perairan di wilayah rencana.
2. Kontribusi wilayah rencana terhadap kondisi ekologi pada lanskap hutan yang lebih
luas yang dipengaruhi oleh wilayah rencana.
3. Kondisi di lanskap hutan yang lebih luas yang dapat mempengaruhi kelestarian
sumber daya dan ekosistem di dalam wilayah rencana.

42
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


4. Penggerak sistem (system drivers), termasuk proses ekologi yang dominan, pola
gangguan, dan sumber/penyebab tekanan (stressors), seperti suksesi alami,
kebakaran hutan, spesies invasif, dan perubahan iklim; dan kemampuan ekosistem
darat dan perairan pada wilayah rencana untuk beradaptasi terhadap perubahan.
5. Kebakaran hutan dan peluang untuk memulihkan ekosistem yang adaptif terhadap
kebakaran.
6. Peluang restorasi pada skala lanskap hutan.
Tim multidisiplin harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini ketika menyusun
komponen rencana:
1. Saling ketergantungan antara ekosistem darat dan perairan di wilayah rencana. Tim
multidisiplin harus menyusun komponen rencana secara terpadu, mencerminkan
interaksi dan saling ketergantungan antara ekosistem darat, perairan, dan riparian
di wilayah rencana.
2. Kontribusi wilayah rencana terhadap kondisi ekologi di dalam lanskap hutan yang
lebih luas yang dipengaruhi oleh wilayah rencana. Saat menyusun komponen
rencana, tim multidisiplin harus mempertimbangkan:
a. Kondisi ekologi di dalam lanskap hutan yang lebih luas dan bagaimana kondisi
tersebut dipengaruhi oleh sumber daya atau pengelolaan di dalam wilayah
rencana.
b. Konektivitas ekologi pada berbagai skala temporal dan spasial yang
mendukung pertukaran sumber daya dan pergerakan spesies melintasi
lanskap hutan yang lebih luas.
c. Kondisi ekologi, habitat, atau karakteristik ekosistem kunci di wilayah rencana
yang unik, kurang terwakili, atau jarang diantara lanskap hutan yang lebih luas.
d. Peluang untuk mempertahankan atau memulihkan kondisi ekologi dan
meningkatkan kesehatan satwa penyerbuk (polinators).
3. Kondisi pada lanskap hutan yang lebih luas yang dapat mempengaruhi kelestarian
sumber daya dan ekosistem di wilayah rencana. Saat menyusun komponen rencana,
Tim multidisiplin harus mempertimbangkan kondisi ekologi pada lanskap hutan
yang lebih luas yang dapat mempengaruhi kelestarian wilayah rencana dengan
mempertimbangkan hal berikut:

a. Kondisi lanskap hutan yang lebih luas saat ini yang mempengaruhi
kemampuan dari wilayah rencana untuk memelihara dan
memulihkan keutuhan ekologi dari ekosistem wilayah rencana.
Kondisi dimaksud meliputi fragmentasi habitat, pola penggunaan
kawasan hutan, pengelolaan sumber daya, atau urbanisasi.
b. Menggunakan atau meniru proses-proses ekologi dominan dan
penggerak sistem (system drivers) dari lanskap hutan yang lebih
luas, khususnya yang terkait dengan ekosistem yang mudah
beradaptasi dengan kebakaran.
c. Bekerja sama dengan kepala KPH lain (pemangku kawasan
lainnya) saat menyusun pendekatan kawasan hutan menyeluruh
(all-Forest lands approach) untuk merencanakan sumber daya
ekologi yang tepat yang mendorong keutuhan ekologi dari
ekosistem darat, riparian, dan perairan di wilayah rencana.

43
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

4. Penggerak sistem (System drivers), termasuk proses ekologi yang dominan, pola
gangguan, dan stressors. Ketika menyusun komponen rencana, Tim multidisiplin
harus mempertimbangkan proses ekologi dominan, pola gangguan, dan stressors,
dan harus:
a. Mempertimbangkan komponen rencana yang dirancang untuk memfasilitasi
adaptasi ekosistem terhadap dampak dari stressor.
b. Mempertimbangkan menyusun komponen rencana yang dirancang untuk
membatasi kemampuan stressors untuk mempengaruhi keutuhan ekosistem.
Dalam melakukan hal tersebut, pertimbangkan:
1) Menyediakan perlindungan dari stressors untuk area yang keutuhan
ekosistemnya tinggi, atau area yang sosial, budaya atau ekonominya
penting.
2) Memitigasi stressors yang terkait dengan pengelolaan hutan dan areal
penggembalaan, seperti dampak peralatan pada tanah dan air, atau
pergerakan dari spesies invasif melalui kendaraan dan pejalan kaki.
3) Memitigasi dampak dari stressors lingkungan yang luas seperti polusi
udara dan pengaruh dari iklim yang berubah.
4) Berkoordinasi dengan Badan Litbang dan Unit kerja lainnya untuk
menyusun komponen rencana terkait adaptasi dampak perubahan iklim.
5. Peluang restorasi untuk skala lanskap hutan. Ketika menyusun komponen rencana
mengenai peluang restorasi pada skala lanskap hutan menuju keutuhan ekologinya,
Tim multidisiplin harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Berbagai skala spasial dan temporal. Penyusunan kondisi ekologi, karakteristik
ekosistem kunci, dan sasaran pengelolaan pada berbagai skala spasial dan
temporal adalah penting.
1) Peran ekologi dari wilayah rencana dalam lanskap hutan yang lebih luas,
termasuk kemampuan dan kondisi dari ekosistem darat, perairan, dan
riparian.
2) Bekerja sama dan saling melengkapi antar wilayah KPH untuk mencapai
tujuan pemulihan ekosistem yang utuh dan saling berhubungan
(terintegrasi) dengan wilayah rencana, jika tersedia.
3) Kesempatan untuk mengganti kondisi yang terdegradasi pada lanskap
hutan yang lebih luas.
4) Kelangkaan dan kelimpahan dalam konteks skala lanskap yang luas, dan
kemampuan KPH untuk memulihkan dan memelihara karakteristik atau
kondisi yang diinginkan yang langka pada lanskap hutan yang lebih luas.
5) Peluang untuk menyelaraskan kondisi ekologi yang diinginkan dengan
unit ekologi pada skala lanskap hutan, jika mungkin, untuk
menyederhanakan analisis dan pengelolaan dengan mengurangi variasi
dari klasifikasi ekologi antar unit KPH.
6) Peluang bekerja sama untuk mendukung pemulihan kondisi ekologis pada
skala geografis yang sesuai.
b. Spesies terancam. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan karakteristik
ekosistem kunci, ekosistem, dan kondisi ekologi yang diperlukan untuk
mempertahankan spesies terancam.
c. Pola lanskap hutan yang mendorong keutuhan ekologi dan keanekaragaman
ekosistem jangka panjang. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan

44
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


komponen rencana untuk pola lanskap hutan yang mendukung keutuhan
ekologi dan keanekaragaman ekosistem dalam jangka panjang. Pola lanskap
hutan didefinisikan sebagai susunan, konektivitas, komposisi, ukuran, dan
kelimpahan relatif dari bagian ekosistem (ecosystem patches) yang terjadi di
dalam suatu areal hutan pada waktu tertentu. Bagian ekosistem dapat
dicirikan oleh jenis vegetasi, seral stage, tipe habitat, atau fitur lain yang
relevan dengan hutan atau kisaran pertanyaan tentang pengelolaan hutan.
Contoh cara merancang komponen rencana untuk pola tersebut meliputi:
1) Merancang konektivitas ekosistem berdasarkan pola lanskap hutan,
padang rumput, lahan penggembalaan (rangelands), arus sungai, dan
lahan basah (wetland) yang terbentuk melalui proses ekologi dan pola
gangguan lanskap hutan yang terjadi sebelum adanya
pengaruh/keterlibatan manusia yang luas.
2) Merancang konfigurasi spasial dari kondisi ekologi yang diinginkan relatif
terhadap rentang variasi alami, termasuk skala, frekuensi, dan intensitas
penggerak sistem (system drivers) dari perubahan ekosistem dari waktu ke
waktu (atau model referensi ekologi lainnya jika informasi rentang variasi
alami tidak tersedia).
3) Mempertahankan rentang keterwakilan dari suksesi semua ekosistem dan
dalam konfigurasi bagian lahan yang serupa dengan yang terjadi dalam
kondisi masa lalu, pada sebuah skala yang tahan terhadap gangguan alami.
4) Merancang keutuhan ekosistem berdasarkan pemahaman ekologi dari
kondisi tertentu yang akan mempertahankan karakteristik ekosistem
kunci dan spesies terancam menggunakan faktor-faktor seperti
keterwakilan, redundansi, asosiasi habitat dari spesies tertentu, atau
faktor-faktor lain yang relevan.
5) Menjaga keutuhan areal yang unik melalui komponen rencana untuk
kondisi yang diinginkan, standar atau pedoman untuk membatasi tingkat
gangguan pada daerah sekitarnya.

C3.11c- Peluang Untuk Memulihkan Ekosistem Yang Adaptif terhadap Kebakaran

Ketika menyusun komponen rencana untuk keutuhan ekologi, Tim multidisiplin harus
mempertimbangkan dan mengintegrasikan komponen rencana terkait kebakaran lahan
dan hutan, pengelolaan bahan bakar, dan restorasi ekosistem yang adaptif terhadap
kebakaran. Penyusunan komponen rencana tersebut harus didasarkan pada kebutuhan
perubahan rencana, menggunakan informasi seperti strategi nasional penanganan
kebakaran lahan dan hutan, penilaian dan rencana mitigasi, sejarah kebakaran di
wilayah rencana, rencana perlindungan kebakaran dari masyarakat setempat, penilaian
risiko lokal, tren dalam perilaku kebakaran, dan wilayah peralihan antara hutan alam
dengan pemukiman yang diidentifikasi dalam tahap penilaian, atau dari informasi yang
dibawa selama proses partisipasi publik. Komponen rencana untuk pengelolaan
kebakaran atau bahan bakar harus mencakup antara lain sebagai berikut:
1. Kondisi yang diinginkan. Kondisi yang diinginkan harus mendefinisikan dan
mengidentifikasi peran kebakaran dalam ekosistem, kondisi bahan bakar, tingkat
keparahan kebakaran, frekuensi kebakaran, dan sebagainya. Kondisi yang
diinginkan harus diintegrasikan dengan kondisi yang diinginkan lainnya: untuk

45
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

udara, tanah, spesies terancam dan terancam punah, vegetasi, air, dan sebagainya.
Selain itu, tema-tema berikut harus dipertimbangkan ketika menyusun kondisi
yang diinginkan seperti, strategi pengelolaan saat ini, bahan bakar yang berbahaya,
pencegahan, keselamatan publik dan petugas pemadam kebakaran, pengelolaan
asap, nilai-nilai yang harus dilindungi atau ditingkatkan oleh kebakaran lahan dan
hutan, dan kawasan peralihan antara hutan alam dan pemukiman.
2. Tujuan. Jika kondisi bahan bakar merupakan masalah di kawasan peralihan antara
hutan alam dan pemukiman, rencana tersebut harus mencakup tujuan yang
menetapkan proyeksi jumlah perlakuan terhadap bahan bakar sehingga memenuhi
kondisi vegetasi dan bahan bakar dalam waktu tertentu untuk menuju (atau
mempertahankan) kondisi yang diinginkan.
3. Standar atau pedoman. Rencana tersebut dapat mencakup standar atau pedoman
yang berkaitan dengan praktik-praktik dasar pengelolaan asap, perlakuan terhadap
bahan bakar, rehabilitasi pasca-kebakaran, dan respon terhadap kebakaran. Sebuah
pedoman atau standar dapat memberikan panduan tentang kapan atau bagaimana
suatu alat (pemadam) tertentu yang sesuai untuk digunakan.

C3.11d – Keanekaragaman Ekosistem

Rencana harus mencakup komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, untuk
mempertahankan atau memulihkan keanekaragaman ekosistem dan jenis habitat di
seluruh wilayah rencana. Dengan demikian, rencana tersebut harus mencakup
komponen rencana untuk memelihara atau memulihkan:
1. Karakteristik kunci yang terkait dengan tipe ekosistem darat dan perairan;
2. Komunitas tumbuhan dan satwa perairan dan daratan yang langka; dan
3. Keanekaragaman spesies pohon asli.
Keanekaragaman ekosistem dan habitat daratan, riparian, dan perairan merupakan
dasar untuk menjamin kondisi ekologi yang mendukung kelimpahan, distribusi, dan
ketahanan jangka panjang dari spesies asli dan keanekaragaman komunitas tumbuhan
dan hewan. Selain itu, keanekaragaman ekosistem dan tipe habitat dalam wilayah KPH
merupakan aspek penting dari pendekatan coarse-filter.
Ekosistem daratan, riparian, dan perairan yang harus ditangani dalam proses
perencanaan diidentifikasi dalam analisis kebutuhan untuk mengubah rencana pada
tahap penilaian atau diidentifikasi berdasarkan informasi yang diperoleh selama proses
partisipasi publik. Lihat bagian C.3.1-C.3.9 dari Toolkits Perencanaan Hutan ini
mengenai komponen rencana untuk memelihara atau memulihkan ekosistem daratan,
riparian, dan perairan.
Ketika menyusun komponen rencana untuk mempertahankan dan memulihkan
keanekaragaman ekosistem dan jenis habitat, Tim multidisiplin harus
mempertimbangkan hal berikut:
1. Batas dan distribusi spasial ekosistem dan tipe habitat serta hubungan spasial
terhadap rentang variasi alami (atau kondisi referensi habitat lainnya jika
penggunaan rentang variasi alami tidak sesuai).
2. Pentingnya ekosistem dan tipe habitat untuk menjamin kondisi ekologi yang
berkontribusi terhadap pemulihan spesies terancam dan terancam punah,

46
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


melindungi spesies yang berpotensi terancam, dan mempertahankan populasi
spesies yang menjadi perhatian konservasi.
3. Bagaimana komponen rencana dalam perspektif dan pertimbangan ekosistem yang
luas akan memelihara atau memulihkan komunitas langka atau unik.
4. Bagaimana komponen rencana dalam pertimbangan ekosistem berkontribusi untuk
mempertahankan keberlangsungan spesies pohon asli dalam wilayah rencana.
5. Bagaimana komponen rencana untuk karakteristik ekosistem kunci dan tipe-tipe
habitat berkontribusi terhadap keanekaragaman hayati ekosistem antar wilayah
perencanaan.

C3.11e – Wilayah Riparian


Rencana harus mencakup komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, untuk
mempertahankan atau memulihkan keutuhan ekologi dari areal riparian di wilayah
rencana, termasuk komponen rencana untuk mempertahankan atau memulihkan
struktur, fungsi, komposisi, dan konektivitas, dengan mempertimbangkan:
a. Suhu air dan komposisi kimia;
b. Penyumbatan aliran air;
c. Deposit endapan/sedimen;
d. Habitat perairan dan daratan;
e. Konektivitas ekologi;
f. Kebutuhan restorasi; dan
g. Nilai dataran banjir (floodplain) dan risiko kerugian akibat banjir.
Rencana harus menetapkan batas dan luas zona pengelolaan riparian di sekitar danau,
sungai permanen (sungai yang mengalir sepanjang tahun) dan sungai musiman, serta
lahan basah (wetland), di mana komponen rencana yang ditentukan pada bagian ini
akan berlaku, memberikan perhatian khusus pada kawasan hutan dan vegetasi
sepanjang kurang lebih 100 meter dari tepi sungai dan danau permanen.
a. Batas dan luas zona pengelolaan riparian dapat bervariasi berdasarkan faktor
ekologi atau geomorfik atau tubuh air; dan akan digunakan, kecuali terdapat hasil
delineasi yang spesifik di wilayah riparian.
b. Komponen rencana harus memastikan bahwa tidak ada praktik pengelolaan yang
diizinkan di dalam zona pengelolaan riparian yang menyebabkan perubahan suhu
air atau komposisi kimia yang merugikan, penyumbatan saluran air, atau endapan
sedimen yang secara serius dan buruk mempengaruhi kondisi air atau habitat ikan.
Ketentuan rencana untuk menjaga keutuhan ekologi daerah riparian tidak melarang
kegiatan yang memiliki dampak yang merugikan dalam jangka pendek terhadap kondisi
air dan habitat ikan, namun akan mempertahankan atau memulihkan struktur, fungsi,
komposisi, dan konektivitas daerah riparian dalam jangka panjang.
Daerah riparian adalah elemen penting dari daerah aliran sungai yang menyediakan
zona transisi penting, menghubungkan ekosistem darat dan perairan. Restorasi daerah
riparian dapat dilakukan melalui pengelolaan pasif atau aktif terutama di daerah
dimana gangguan alam seperti kebakaran atau banjir telah dicegah untuk terjadi.

47
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Bagian C.3.1-C.3.9 dari Toolkit Perencanaan Hutan ini memberikan arahan mengenai
komponen rencana yang terkait dengan pemeliharaan atau pemulihan keutuhan ekologi
semua ekosistem termasuk ekosistem riparian.
Rencana harus menetapkan batas dan luas zona pengelolaan riparian untuk semua
danau, sungai permanen dan musiman, dan lahan basah terbuka (open wetland)
sehingga KPH mengetahui di mana komponen rencana untuk keutuhan ekologi kawasan
riparian diterapkan.
1. Saat menetapkan zona pengelolaan riparian, Tim multidisiplin harus
mempertimbangkan:
a. Informasi yang tersedia mengenai lokasi dan luas permukaan tubuh air, mata
air, lahan basah (wetland), vegetasi, tanah, geomorfologi, topografi, dan
informasi lain yang relevan.
b. Indikator tanah dan vegetasi daerah riparian yang meliputi tanah dan vegetasi
riparian yang bebeda menurut wilayah, atau potensi tanah untuk mendukung
vegetasi yang berbeda menurut wilayah.
c. Indikator geomorfis fluvial daerah riparian seperti erosi tebing sungai atau
bukti deposisi fluvial.
d. Periode banjir 100 tahunan. Ketinggian permukaan air yang merupakan tinggi
muka air rata-rata dari banjir 100 tahunan mungkin lebih baik digunakan
daripada tinggi muka air yang diukur dari arus sungai (misalnya, daerah
penyangga 100 kaki dari badan air sungai) karena standar jarak yang
ditetapkan dapat terlalu besar untuk arus sungai kecil dan terlalu kecil untuk
arus sungai yang lebih besar.
e. Hasil delineasi batas daerah riparian, jika tersedia.
f. Dampak perubahan iklim terhadap aliran arus sungai yang mempengaruhi
batas dan luas zona pengelolaan riparian.
2. Pada saat menetapkan batas dan luas pengelolaan riparian dimana ketersediaan
informasi mengenai distribusi sumber daya yang bergantung pada wilayah riparian
sangat terbatas, Tim multidisiplin harus mempertimbangkan hal sebagai berikut:
a. Menetapkan jarak dari semua tepi danau, sungai permanen, sungai musiman,
dan lahan basah (wetland) terbuka, seperti tanda bekas aliran air, atau batas
arus maksimal sungai, untuk zona pengelolaan riparian.
b. Memberikan perhatian khusus pada 100 meter dari semua tepi sungai, danau,
dan permukaan tubuh air permanen lainnya yang terdapat tumbuhan dan
satwa perairan atau yang mendukung vegetasi yang dianggap penting. Dengan
kata lain, komponen rencana untuk zona pengelolaan riparian harus
dikembangkan untuk: memelihara, memperbaiki, atau memulihkan kondisi
hutan di sekitar tubuh air, mengenali nilai unik dan pentingnya kondisi
kawasan hutan terhadap daerah aliran sungai sekaligus menyediakan
multiguna hutan di wilayah KPH.
c. Memberikan perhatian pada sungai atau saluran dengan vegetasi riparian yang
minimal atau tidak ada vegetasi yang mendukung vegetasi riparian di bagian
hilir karena adanya aliran bawah permukaan, melalui saluran sungai atau
endapan aluvial yang berdekatan.

48
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


3. Ketika menyusun komponen rencana untuk keutuhan ekologi daerah riparian, Tim
multidisiplin sebaiknya:
a. Merancang komponen rencana yang membatasi kegiatan agar tidak
menimbulkan perubahan yang merugikan pada sumber daya air yang
"memberikan dampak negatif terhadap kondisi air atau habitat ikan".
Ketentuan ini tidak melarang kegiatan yang memiliki dampak yang merugikan
dalam jangka pendek terhadap kondisi air dan habitat ikan, namun akan
mempertahankan atau memulihkan struktur, fungsi, komposisi, dan
konektivitas daerah riparian dalam jangka panjang.
b. Merancang komponen rencana untuk memulihkan proses yang mendukung
keutuhan ekosistem riparian yang diinginkan termasuk membiarkan akar
tanaman mengakses air tanah.
c. Merancang komponen rencana yang menyediakan pengelolaan pasif atau
pengelolaan aktif. Contoh pengelolaan pasif adalah mengembalikan unsur-
unsur yang mempengaruhi pola aliran sungai, dengan membatasi kegiatan
yang merusak. Contoh pengelolaan aktif adalah memperbaiki kontur jalan atau
menyingkirkan tegakan. Pengelolaan yang aktif mungkin tepat di daerah
dimana pengelolaam pada masa lalu telah mencegah gangguan alami (seperti
kebakaran atau banjir), atau jika kegiatan dan aktivitas di masa lalu telah
mengubah fungsi riparian (seperti adanya jalan yang berada di daerah
riparian).

C3.12 - Komponen Rencana untuk Udara, Tanah, dan Air

Rencana harus mencakup komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, untuk
mempertahankan atau memulihkan:
i. Kualitas udara.
ii. Tanah dan produktivitas tanah, termasuk panduan untuk mengurangi erosi dan
sedimentasi tanah.
iii. Kualitas air.
iv. Sumber daya air di wilayah rencana, termasuk danau, sungai, dan lahan basah
(wetland); air tanah; pasokan air untuk publik; sumber akuifer tunggal; daerah
perlindungan sumber air; dan sumber air minum lainnya (termasuk panduan
untuk mencegah atau mengurangi perubahan terhadap kualitas, kuantitas, dan
ketersediaan).
Komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, yang dirancang untuk
mempertahankan atau memulihkan elemen ekosistem, memberikan dasar untuk
mempertahankan atau memulihkan keutuhan ekologi wilayah rencana. Selain sumber
daya hutan, udara bersih, pasokan air yang bersih dan melimpah, sumber daya geologi,
dan daerah riparian juga harus dipertimbangkan saat menyusun komponen rencana.
Saat menyusun komponen rencana untuk menjaga kualitas udara, produktivitas tanah,
kualitas air, dan sumber air di dalam wilayah rencana, Tim multidisiplin harus
mempertimbangkan:
1. Rentang kondisi ekologi ditetapkan berada dalam batasan bentuk hutan alam,
vegetasi, dan proses gangguan yang ada sebelum adanya campur tangan manusia.

49
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

2. Variasi kondisi fisik dan biologi yang ditunjukkan oleh ekosistem karena fluktuasi
iklim dan pola gangguan.
3. Konsep bahwa kondisi lingkungan yang telah mendukung kelestarian komponen
ekosistem pada masa lalu, akan tetap mendukung komponen ekosistem pada masa
yang akan datang.
4. Pengaruh potensial dari ancaman dan stressor yang berada di dalam atau diluar
pengaruh tindakan pengelolaan, yang akan mempengaruhi kondisi ekologi pada
wilayah rencana selama masa periode rencana.

C3.12a - Kualitas Udara

Penyusunan komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, untuk kualitas udara
harus didasarkan pada kebutuhan perubahan rencana yang diidentifikasi dari penilaian
atau dari informasi yang diperoleh selama proses partisipasi publik.
Untuk mengatasi masalah kualitas udara, saat menyusun, mengubah, atau merevisi
sebuah rencana, Tim multidisiplin harus mempertimbangkan:
1. Visibilitas (kualitas pandang). Dalam menyusun komponen rencana
mempertimbangkan visibilitas (kualitas pandang) sesuai standar/ketentuan yang
ada.
2. Emisi. Menyusun komponen rencana untuk emisi dari kegiatan pengelolaan seperti
pertambangan atau aktifitas pengeboran minyak dan gas yang diizinkan.
3. Endapan dan Paparan Polusi Udara terhadap Sumber Daya Biofisik. Ketika beban
kritis polusi udara terhadap air, tanah, tumbuhan atau satwa telah melampaui
batas. Perlu disusun komponen rencana untuk membantu melindungi atau
memulihkan karakteristik ekosistem kunci dari sumber daya yang ada di wilayah
rencana, meliputi kimia air, kimia tanah, produktivitas tanah, dan siklus
biogeokimia. Komponen rencana dapat termasuk kondisi yang diinginkan dan
tujuan untuk target beban endapan dan tingkat paparan polusi udara.
4. Pengelolaan Asap. Perlu disusun komponen rencana untuk pengelolaan asap.
Pertimbangkan program dan ketentuan terkait pengendalian asap baik di tingkat
nasional, provinsi maupun di masyarakat dalam menyusun komponen rencana
untuk pengendalian asap. Untuk informasi tambahan terkait pengelolaan asap,
rujuk praktik-praktik dasar pengelolaan asap yang ada dan relevan.

C3.12b – Tanah dan Produktivitas Tanah

Penyusunan komponen rencana untuk tanah dan produktivitas tanah meliputi standar
atau pedoman, harus didasarkan pada kebutuhan perubahan rencana yang telah
diidentifikasi pada tahap penilaian atau informasi yang telah diperoleh dalam proses
partisipasi publik.
1. Selain mempertimbangkan informasi yang telah diketahui dalam tahap penilaian,
tim multidisiplin dapat mempertimbangkan rekomendasi yang ada pada dokumen
pedoman praktik pengelolaan terbaik (best management practices) yang tersedia
khususnya terkait tanah dan produktivitas tanah.
2. Ketika menyusun komponen rencana untuk tanah dan produktivitas tanah dalam
rangka mempertahankan kemampuan produksi wilayah rencana, sumber daya

50
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


ekologinya, dan fungsi DAS, Tim multidisiplin harus mempertimbangkan komponen
rencana yang berhubungan dengan:
a. Pemulihan wilayah yang telah terdegradasi.
b. Mempertahankan keutuhan ekologi dan fungsi tanah dengan mengelola
komunitas vegetasi, serta tingkat dan jumlah gangguan pada tanah.
c. Menjaga sifat dan materi biologi tanah seperti tingkat bahan organik yang tepat
untuk menjaga siklus biologi.
d. Menjaga penggunaan bahan organik dan menghindari kehilangan bahan
organik untuk membantu menjaga atau meningkatkan simpanan karbon tanah.
e. Mengurangi dampak gangguan terhadap tanah, khususnya tanah yang
teridentifikasi rentan terhadap gangguan.
f. Mencegah dampak potensial dari perubahan iklim seperti perubahan kejadian
badai yang ekstrim, atau frekuensi banjir yang ekstrem (dengan kata lain,
apakah dampak tersebut mempengaruhi penggunaan tanah?)
g. Membatasi dampak potensial pada sifat fisik tanah, contohnya pemadatan,
retak, polusi, pengambilan permukaan tanah dan erosi.
h. Membatasi dampak potensial pada sifat kimia tanah, seperti potensi
pengurangan nutrisi, pengasaman, atau keduanya.

C3.12c – Kualitas Air dan Sumberdaya Air

Rencana harus memiliki komponen rencana termasuk standar atau pedoman untuk
mempertahankan atau memulihkan kualitas air dan sumber daya air di wilayah rencana
termasuk danau, sungai dan lahan basah (wetland); air tanah; pasokan air untuk publik;
sumber akuifer tunggal; area perlindungan sumber daya air; dan sumber daya lainnya
untuk air minum (termasuk pedoman untuk mencegah atau mengurangi perubahan
yang merusak pada kuantitas, kualitas dan ketersediaan).
Tim multidisiplin harus mempertimbangkan kualitas air permukaan dan air bawah
permukaan dan pasokan air untuk publik yang berada atau berasal dari daerah aliran
sungai di wilayah rencana. Tim multidisiplin juga harus bekerjasama dengan pihak
terkait dan masyarakat sebagai pengguna air mengenai perlindungan sumberdaya,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tim multidisiplin harus menyusun kondisi yang diinginkan untuk kualitas dan kuantitas
air pada wilayah rencana dan mempertimbangkan penyusunan komponen rencana
untuk:
1. Mempertahankan atau memulihkan kualitas, kuantitas, pengaturan waktu, dan
distribusi yang dibutuhkan untuk kelangsungan ekosistem dalam jangka panjang,
dengan:
a. Memasukkan pedoman yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi
perubahan yang merusak kuantitas, kualitas dan ketersediaan air termasuk
perubahan suhu dan sedimentasi serta bahan yang mengakibatkan polusi air
lainnya.
b. Memastikan implementasi dari kegiatan praktik pengelolaan terbaik untuk
kualitas air.
c. Mengukur kebutuhan air untuk mempertahankan dan memulihkan ekosistem
darat, riparian dan perairan serta spesies yang tergantung dari ekosistem

51
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

tersebut, termasuk spesies perairan dan ekosistem yang bergantung pada air
tanah di wilayah rencana, apabila diperlukan dan dapat dilakukan.
d. Menentukan aliran lingkungan (environmental flows) dan level air yang tepat.
2. Mendukung restorasi perairan atau sungai yang terganggu di dalam atau disekitar
wilayah KPH, yang berpotensi terpengaruh oleh kegiatan pengelolaan hutan dan
kegiatan lainnya pada wilayah rencana.
3. Mempertahankan atau memulihkan pasokan air untuk publik, sumberdaya akuifer
tunggal, area perlindungan untuk sumberdaya air dan sumber air minum lainnya
pada wilayah rencana.
4. Mempertahankan atau memulihkan keutuhan danau, sungai, lahan basah (wetland)
dan air tanah pada wilayah rencana.
5. Memprioritaskan komponen rencana dan kegiatan tersebut pada DAS prioritas

C3.13 –Komponen rencana untuk Spesies Beresiko (At-Risk Species)

Komponen rencana yang disusun untuk keutuhan dan keanekaragaman ekosistem


diharapkan menjamin kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan
atau berkontribusi terhadap pemulihan spesies asli dalam wilayah rencana termasuk
jenis yang telah teridentifikasi beresiko pada tahap penilaian (assessment).
Spesies beresiko sebagai objek perencanaan adalah spesies yang secara nasional
ditetapkan terancam, mendekati kepunahan, diusulkan dan kandidat spesies yang
berpotensi terancam; dan jenis yang menjadi perhatian konservasi. Kondisi ekologi
meliputi habitat dan dampak dari pemanfaatan/penggunaan oleh manusia (Contohnya,
rekreasi, penggembalaan dan pertambangan).
Kepala KPH harus menentukan komponen rencana termasuk standar atau pedoman,
untuk mempertahankan atau memulihkan keutuhan dan keanekaragaman ekosistem
dapat menjamin kondisi ekologi yang cukup untuk spesies beresiko, atau menentukan
apakah komponen rencana secara khusus diarahkan untuk menyediakan kondisi
tertentu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut harus disusun.
Untuk menentukan komponen rencana yang tepat, Kepala KPH harus mengevaluasi
apakah komponen rencana yang telah disusun yang menjamin keutuhan dan
mempertahankan keanekaragaman ekologi, akan memberikan kondisi ekologi yang
dibutuhkan untuk spesies beresiko di wilayah rencana. Apabila evaluasi menunjukan
komponen rencana tidak dapat memberikan kondisi cukup yang dibutuhkan oleh
spesies beresiko tersebut, maka Kepala KPH harus menyusun komponen rencana
tambahan untuk spesies beresiko termasuk standar atau pedoman untuk setiap spesies
tersebut.
Contoh komponen rencana tersebut termasuk sebuah standar untuk melindungi pohon
yang menjadi sarang burung rangkong pada saat kebakaran hutan, atau membangun
tempat penyimpanan makanan yang dirancang untuk meminimalkan konflik antara
satwa dengan manusia, atau sebuah standar untuk menetapkan ukuran dan
penempatan saluran untuk jalur ikan-ikan sungai.
Kepala KPH harus merancang proses evaluasi terhadap komponen rencana yang ada
apakah telah memenuhi ketentuan untuk menyediakan kondisi yang diperlukan bagi

52
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


spesies beresiko. Kepala KPH harus mempertimbangkan kebutuhan untuk mengubah
rencana berdasarkan status setiap spesies beresiko.
Komponen rencana yang menyediakan kondisi ekologi untuk keutuhan dan
keanekaragaman ekosistem adalah konteks utama untuk mengevaluasi spesies yang
beresiko. Untuk sebagian besar spesies, satu-satunya evaluasi kuantitaif yang dapat
dilakukan terhadap kondisi ekologi yang mereka butuhkan adalah dengan menilai
kondisi habitatnya. Komponen rencana yang disusun untuk multiguna hutan, dapat
berkontribusi, atau mengurangi, kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk spesies
beresiko. Contohnya, beberapa hutan atau savana, di bagian wilayah rencana mungkin
dibiarkan untuk tetap alami dengan tujuan sebagai tempat rekreasi alam. Kondisi
tersebut harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengevaluasi kondisi ekologi untuk
spesies beresiko karena hal itu mungkin dapat mencegah atau mengurangi beberapa
pemicu tekanan (stressor), berkontribusi pada kondisi ekologi atau menyediakan
tempat perlindungan bagi spesies beresiko.
Proses untuk mengevaluasi komponen rencana yang telah disusun, meliputi:
a. Mengembangkan komponen rencana yang telah ada tersebut yang memberikan
keutuhan dan keanekaragaman ekosistem.
b. Mengevaluasi apakah komponen rencana yang telah ada tersebut akan
mempertahankan kondisi ekologi yang dibutuhkan oleh spesies beresiko.
c. Memperbaiki komponen rencana tersebut yang tidak cukup dalam mendukung
spesies beresiko berdasarkan evaluasi status spesies tersebut atau tidak dapat
mempertahankan kondisi ekologi yang dibutuhkan oleh spesies beresiko, dengan:
1) Membuat penyesuaian komponen rencana yang telah disusun untuk
kepentingan keutuhan dan keanekaragaman ekosistem yang dibutuhkan dalam
mendukung kondisi ekologi spesies beresiko;
2) Menambah komponen rencana untuk spesies tertentu yang dibutuhkan untuk
menyediakan kondisi ekologi yang ditentukan bagi spesies beresiko; atau
3) Kombinasi dari dua hal tersebut.
d. Mengulang langkah-langkah di atas apabila pertimbangan sosial, ekonomi dan
ekologi lainnya ditambahkan dan mempengaruhi komponen rencana sehingga
dapat mempengaruhi spesies beresiko.
Ketika mengevaluasi komponen rencana yang telah disusun untuk mendukung spesies
beresiko, Tim multidisiplin harus mempertimbangkan hal berikut ini:
a. Informasi yang diperoleh dari hasil penilaian status spesies beresiko baik faktor
yang membatasi, ancaman maupun stressors untuk setiap spesies terancam.
b. Hubungan habitat kunci terhadap spesies, melalui:
1) Mengevaluasi hubungan antara kondisi habitat dan dampak yang ditimbulkan
terhadap populasi
2) Menggunakan prinsip ekologi, apabila pengetahuan tentang hubungan antara
spesies, populasi dan habitat tidak tersedia.
3) Menggunakan model spasial habitat, model demografi atau model lainnya yang
tersedia
4) Menggunakan metode kualitatif seperti pendapat ahli atau penilaian habitat
sederhana ketika informasi atau model yang memadai tidak tersedia.

53
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

5) Membatasi evaluasi dalam konteks resiko dan ketidakpastian, tanpa


memperhatikan metode evaluasi yang digunakan
c. Melakukan evaluasi komponen rencana yang ada sesuai skala populasi biologi dari
suatu spesies.
d. Dampak, pengaruh, dan kontribusi dari kawasan hutan atau kawasan lain diluar
wilayah rencana maupun kegiatan diluar wilayah rencana.

C3.13a – Jenis yang Terancam dan Terancam Punah

Penyusunan atau perubahan komponen rencana untuk menjamin kondisi ekologi


spesies terancam dan terancam punah harus berdasarkan kebutuhan perubahan
rencana yang telah teridentifikasi berdasarkan hasil penilaian kondisi ekologi yang
dibutuhkan untuk berkontribusi dalam mempertahankan atau memulihakan habitat
yang kritis, atau berdasarkan informasi yang diperoleh selama proses partisipasi publik.
Pada saat menyusun komponen rencana (untuk ekosistem dan spesies tertentu) untuk
menyediakan kondisi ekologi yang berkontribusi terhadap pemulihan spesies terancam
dan terancam punah pada wilayah rencana, Tim multidisiplin harus:
1. Mempertimbangkan ukuran dan tindakan konservasu yang telah teridentifikasi
pada rencana pemulihan untuk setiap spesies.
2. Mempertimbangkan faktor pembatas (contohnya, populasi kecil dan terisolasi
secara alami, perubahan iklim) dan ancaman kunci pada setiap spesies.
3. Bekerjasama dengan Unit kerja dibidang konservasi sumber daya alam dalam
proses evaluasi kondisi eksisting dari spesies, serta dalam penyusunan komponen
rencana untuk pemulihan spesies tersebut.
4. Bekerja diluar batas wilayah KPH dengan berkolaborasi dan bekerjasama dengan
Unit kerja dibidang konservasi sumber daya alam, Pemerintah Provinsi, masyarakat
lokal, pemilik lahan dan KPH lain untuk mendukung pendekatan kawasan secara
menyeluruh dalam upaya pemulihan spesies.
5. Mendukung reintroduksi jenis yang masuk dalam kategori terancam ke habitat
asalnya di wilayah KPH, sesuai dengan tujuan rencana pemulihan.
6. Bekerjasama dengan Unit kerja dibidang konservasi sumber daya alam dalam
proses evaluasi dampak yang terjadi terhadap spesies perairan yang terancam dan
terancam punah di bagian hilir yang diakibatkan oleh tindakan yang dilakukan di
dalam wilayah rencana.

C3.13b – Spesies Usulan dan Spesies Kandidat

Penyusunan komponen rencana untuk spesies yang diusulkan dan spesies kandidat
harus berdasarkan kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk melestarikan spesies
tersebut yang teridentifikasi pada tahap penilaian atau informasi yang diperoleh selama
proses partisipasi publik, dan mempertahankan atau memulihkan habitat spesies
tersebut pada wilayah rencana untuk mencegah spesies tersebut masuk dalam daftar
spesies terancam dan terancam punah.
Pada saat menyusun komponen rencana untuk spesies yang diusulkan dan spesies
kandidat, Tim multidisiplin sebaiknya:

54
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


1. Mempertimbangkan tindakan konservasi dan kesepakatan yang telah ada dalam
strategi konservasi.
2. Mempertimbangkan faktor pembatas dan ancaman kunci untuk spesies.
3. Bekerjasama dengan Unit kerja dibidang konservasi sumber daya alam dalam
mengevalusasi kondisi eksisting untuk spesies dan dalam menyusun komponen
rencana yang dirancang untuk melestarikan spesies tersebut.
4. Bekerja diluar batas wilayah KPH dengan berkolaborasi dan bekerjasama dengan
Unit kerja dibidang konservasi sumber daya alam, Pemerintah Provinsi, masyarakat
lokal, pemilik lahan dan KPH lain untuk mendukung pendekatan kawasan secara
menyeluruh dalam upaya melestarikan spesies.

C3.13c – Spesies Yang Menjadi Pusat Perhatian Konservasi

Sebuah rencana harus memiliki komponen rencana untuk menyediakan kondisi ekologi
yang dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah populasi viabel untuk setiap spesies
yang menjadi pusat perhatian konservasi di wilayah rencana. Kondisi ekologi tersebut
dapat merupakan kondisi yang dihasilkan dari pendekatan coarse filter atau pendekatan
fine-filter (untuk populasi spesies yang spesifik). Ketika kewenangan KPH atau
kemampuan yang melekat pada wilayah rencana tidak cukup untuk menyediakan
kondisi ekologi untuk menjaga jumlah populasi spesies yang menjadi pusat perhatian
konservasi, KPH wajib mempertahankan jumlah populasi viabel dari spesies yang
menjadi pusat perhatian konservasi dalam batas kewenangannya.
Tim multidisiplin harus mengevaluasi apakah komponen rencana dapat menyediakan
kondisi ekologi penting yang dibutuhkan untuk mempertahankan atau memulihkan
jumlah populasi viabel untuk setiap spesies yang menjadi pusat perhatian konservasi di
wilayah rencana.
Tiga aspek evaluasi akan dijelaskan dalam paragraf berikut ini yaitu: (1) populasi viabel,
(2) tiga outcome dalam evaluasi komponen rencana, dan (3) kewajiban Kepala KPH
ketika memelihara populasi viabel yang menjadi pusat perhatian konservasi di dalam
wilayah rencana apakah melampaui batas wewenang KPH atau tidak.
1. Populasi viabel. Populasi viabel dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Populasi spesies yang dapat terus bertahan dalam jangka panjang dengan
distribusi yang cukup untuk tahan dan dapat beradaptasi dengan sumber
gangguan (stressor) dan kemungkinan kondisi lingkungan di masa depan.
b. Prinsip-prinsip berikut harus dipertimbangkan dalam menyusun komponen
rencana dalam menyediakan kondisi ekologi yang dibutuhkan dalam menjaga
jumlah populasi viabel untuk spesies yang menjadi pusat perhatian konservasi
dalam wilayah rencana:
1) Prinsip kelestarian mempersyaratkan kondisi ekologi untuk menjaga
jumlah populasi viabel.
2) Individu dari spesies yang menjadi pusat perhatian konservasi yang
terdapat pada wilayah rencana harus tetap dipertimbangkan sebagai
bagian populasi dari spesies tersebut karena pada beberapa situasi,
individu atau kelompok individu mungkin diketahui atau diduga secara
reproduktif terisolasi dan terpisah dari individu lainnya (terpisah dari
populasinya). Individu atau kelompok individu tersebut mungkin perlu

55
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

dipertimbangkan ketika mempertimbangkan “distribusi yang cukup”


sebagaimana dijelaskan dalam butir 1d pada bagian ini.
3) Kata “bertahan dalam jangka panjang” memiliki arti bahwa spesies
tersebut dapat terus bertahan (ada) di wilayah rencana selama periode
yang cukup panjang yang meliputi beberapa generasi dari spesies
tersebut, interval waktu antara peristiwa gangguan utama, interval waktu
untuk setiap tahap suksesi pada tipe habitat utama, atau interval waktu
yang dibutuhkan untuk keseluruhan ekosistem untuk merespon kegiatan
pengelolaan. Tingkat keyakinan dalam mengevaluasi kelangsungan suatu
spesies akan menurun tajam seiring bertambah panjangnya waktu yang
diproyeksi dalam evaluasi.
4) “Distribusi yang cukup” dari suatu spesies harus dipertimbangkan dalam
konteks sejarah alami dan asal usul distribusi historis, serta pada
distribusi habitat dalam wilayah rencana. Distribusi habitat dan populasi
bersifat dinamis dari waktu ke waktu. “Distribusi yang cukup”
memungkinkan individu berinteraksi dalam wilayah rencana dalam
batasan sejarah alami spesies tersebut. “Distribusi yang cukup” juga
berarti bahwa kondisi ekologi yang tepat disediakan untuk mendukung
kelebihan jumlah populasi sehingga kehilangan satu atau beberapa spesies
tanpa adanya penggantian akan tetap mendukung populasi viabel.
Pengelolaan kawasan hutan KPH tidak perlu menyediakan habitat yang
luas atau merata di seluruh wilayah rencana untuk semua spesies, selama
terdapat habitat yang cukup untuk menjaga jumlah populasi viabel.
5) Kata “tangguh” menyiratkan bahwa ketika terjadi gangguan atau stressor
yang menyebabkan hilangnya atau musnahnya spesies lokal dari suatu
wilayah rencana, rekolonisasi habitat yang sesuai dapat terjadi untuk
jangka panjang di wilayah rencana.
6) Kata “dapat beradaptasi” memiliki arti bahwa spesies mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru. Kondisi ekologi untuk
mendukung distribusi spesies pada berbagai tipe ekosistem untuk
meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap kondisi ekosistem dimasa
depan yang tidak dapat diprediksi.
7) Distribusi spesies juga dapat dicapai dengan ketentuan komponen rencana
yang mempertahankan atau memulihkan keanekaragaman ekosistem dan
tipe habitat di wilayah rencana, dan ketentuan komponen rencana untuk
mempertahankan atau memulihkan konektivitas.
2. Tiga kemungkinan outcome dari evaluasi komponen rencana. Ada berbagai metode
untuk melakukan evaluasi ini, seperti pendapat ahli, panel ahli, model Bayesian-
Belief, model kesesuaian habitat dan seterusnya. Evaluasi komponen rencana
terkait ekosistem dan spesies tertentu dapat menghasikan 3 outcome:
a. Komponen rencana yang telah ada, ketika diimplementasikan, akan
menyediakan kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk menjaga populasi viabel
dari spesies yang menjadi pusat perhatian konservasi.
b. Penyesuaian terhadap komponen rencana ekosistem yang telah ada,
penambahan komponen rencana untuk spesies tertentu, atau keduanya.
Penyesuaian tersebut, akan menjamin kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk
menjaga populasi viabel dari spesies yang menjadi pusat perhatian konservasi.

56
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


c. Apabila upaya untuk menyediakan kondisi ekologi yang diperlukan untuk
mempertahankan populasi spesies tertentu yang menjadi pusat perhatian
konservasi tidak dapat dilakukan mengingat berada diluar kewenangan KPH
maupun diluar kemampuan yang melekat pada wilayah rencana, maka Kepala
KPH harus mendokumentasikan kondisi tersebut dalam catatan perencanaan.
3. Tugas Kepala KPH. Apabila Kepala KPH menyatakan bahwa upaya untuk
mempertahankan atau memulihkan kondisi ekologi dalam rangka menjaga populasi
viabel dari spesies yang menjadi pusat perhatian konservasi berada diluar
kewenangan KPH atau tidak sesuai dengan kemampuan yang melekat dari wilayah
rencana, maka Kepala KPH harus:
a. Menjelaskan dasar kondisi tersebut.
b. Menyusun komponen rencana termasuk standar atau pedoman yang masih
berada dalam kewenangannya.
c. Berkoordinasi dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan
pengelola kawasan lainnya yang terkait dengan populasi spesies. Dalam
melaksanakan hal tersebut, pertimbangkan:
1) Wilayah jelajah spesies yang melewati batas wilayah rencana, dan peran
ekologi di wilayah rencana untuk berkontribusi dalam populasi viabel
lintas lanskap hutan yang lebih luas.
2) Bekerja dalam konteks keutuhan lanskap hutan secara utuh untuk tujuan
konservasi spesies, dengan pengelola kawasan hutan lainnya (KPH
lainnya) yang wilayahnya merupakan wilayah jelajah dari spesies
tersebut, termasuk upaya untuk mengurangi ancaman atau stressors dan
untuk menyediakan kondisi ekologi yang akan mendukung spesies
tersebut.

C3.2 – Kelestarian Sosial dan Ekonomi dan Multiguna


Kelestarian sosial dan ekonomi dapat didefinisikan sebagai berikut:
• ”Kelestarian sosial” merujuk pada kemampuan masyarakat untuk mendukung
kelangsungan jejaring hubungan, tradisi, budaya dan aktivitas yang
menghubungkan antara masyarakat dengan kawasan hutan dan sebaliknya, serta
untuk mendukung komunitas/masyarakat yang dinamis (vibrant communities).
• ”Kelestarian ekonomi” merujuk pada kemampuan masyarakat untuk memproduksi
dan mengkonsumsi atau mendapat keuntungan lainnya dari barang dan jasa
termasuk kontribusi terhadap pekerjaan, keuntungan pasar (finansial) dan
keuntungan non pasar.
Rencana harus memiliki komponen rencana untuk mengarahkan wilayah rencana
sehingga berkontribusi terhadap kelestarian sosial dan ekonomi serta untuk
pengelolaan sumberdaya terpadu dalam rangka mendukung penyediaan jasa ekosistem
dan berbagai multiguna hutan. Komponen rencana harus terintegrasi dalam memenuhi
ketentuan tersebut termasuk ketentuan untuk kelestarian ekologi dan keanekaragaman
spesies seperti yang dijelaskan pada bagian C.2 dan C.3 pada Toolkit Perencanaan Hutan
ini. Sistem ekologi, sosial dan ekonomi diketahui saling bergantung satu sama lain, tanpa
salah satunya menjadi prioritas dibanding yang lain.

57
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C3.21 –Kontribusi Wilayah Rencana Terhadap Kelestarian Sosial dan Ekonomi

Rencana harus meliputi komponen rencana yang mengarahkan kontribusi wilayah


rencana terhadap kelestarian sosial dan ekonomi untuk memastikan masyarakat dan
komunitas mendapatkan manfaat sosial, budaya dan ekonomi baik untuk generasi saat
ini maupun generasi yang akan datang. Kondisi yang diinginkan harus meliputi
penjelasan mengenai kontribusi wilayah rencana terhadap kondisi sosial, ekonomi dan
budaya.
Rencana harus meliputi komponen rencana termasuk standar atau pedoman untuk
mengarahkan kontribusi wilayah rencana terhadap kelestarian sosial dan ekonomi,
mempertimbangkan:
1) Kondisi sosial, budaya dan ekonomi pada wilayah yang terpengaruh oleh rencana
2) Rekreasi berkelanjutan; meliputi desain rekreasi, kesempatan, dan akses; dan
karaktersitik keindahan alam.
3) Multiguna hutan yang berkontribusi kepada kelestarian ekonomi nasional, provinsi,
dan ekonomi setempat.
4) Jasa ekosistem.
5) Sumberdaya budaya dan sejarah serta penggunaanya.
6) Peluang untuk menghubungkan masyarakat dengan alam.
7) Resiko yang diperkirakan ke depan terhadap pencapaian kelestarian ekologi, sosial
dan ekonomi
Penyediaan multiguna hutan, layanan ekosistem, infrastruktur, dan kehadiran KPH di
masyarakat adalah jenis kontribusi yang paling mungkin mempengaruhi kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya. Tahap penilaian mengidentifikasi kontribusi tersebut dari
wilayah rencana dan risiko yang dapat mempengaruhi kemampuan rencana untuk
mempertahankan kontribusi tersebut.
Petunjuk khusus terkait penyusunan komponen rencana untuk infrastruktur tercantum
dalam sub bagian kelestarian rekreasi, pemandangan, energi terbarukan dan
infrastruktur, jalan, serta transportasi.
Kegiatan pengelolaan hutan biasanya dirancang untuk mendukung rencana tersebut
dan berkontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap keberadaan KPH di
masyarakat. Tim multidisiplin mengevaluasi dampak sosial, budaya, dan ekonomi dari
kegiatan KPH dan keberadaan KPH sebagai bagian dari analisis lingkungan.
Komponen rencana harus dirancang untuk memastikan kontribusi berkelanjutan dari
aspek sosial, budaya, dan ekonomi sekaligus mengenali kemungkinan risiko ke depan
dan ketidakpastian yang diperkirakan dapat mempengaruhi kelestarian kontribusi
tersebut di wilayah rencana.
Kondisi yang diinginkan dalam rencana harus menggambarkan kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya yang diinginkan termasuk kondisi di luar wilayah rencana. Tujuan rencana
dapat menggambarkan hasil pencapaian untuk aspek sosial, ekonomi dan ekologi dalam
waktu tertentu. Kesesuaian lahan, standar, dan pedoman harus menjelaskan bagaimana
dan dimana bagian-bagian tertentu dari jenis penggunaan dan kegiatan yang mungkin
atau tidak mungkin dilaksanakan dengan segala pertimbangan, seperti
mempertahankan dan memulihkan kelestarian ekologi dan keanekaragaman spesies,

58
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


atau menghindari konflik diantara pengguna kawasan. Peran dan kontribusi yang
berbeda dari wilayah rencana dapat menonjolkan kontribusi khusus yang utama dari
wilayah rencana terhadap kelestarian sosial dan ekonomi.
Tim multidisiplin harus mempertimbangkan beberapa pertanyaan berikut dalam
menyusun komponen rencana terkait kelestarian sosial dan ekonomi:
1. Kontribusi apa yang dibutuhkan atau diinginkan dari wilayah rencana terhadap
kondisi sosial dan ekonomi?
2. Akankah wilayah rencana dapat mempertahankan keberlanjutan kontribusi
tersebut?
3. Bagaimana komponen rencana mempengaruhi keberlanjutan kontribusi dari
wilayah rencana terhadap kelestarian sosial dan ekonomi?
4. Bagaimana rencana dapat mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di
wilayah rencana dan seberapa besar pengaruhnya, serta bagaimana pengaruhnya
terhadap lanskap hutan yang lebih luas? Akankah rencana tersebut berdampak
buruk atau menguntungkan masyarakat minoritas atau masyarakat berpendapatan
rendah?
5. Akankah rencana dapat mempertahankan kontribusi terhadap kondisi sosial,
budaya, dan ekonomi dengan risiko dan ketidakpastian yang mungkin timbul pada
wilayah rencana, pada wilayah yang terpengaruh serta risiko dan ketidakpastian
pada lanskap hutan yang lebih luas?
6. Apakah komponen rencana telah terintegrasi untuk menjamin kelestarian ekologi,
dan keberlanjutan ekonomi dan sosial?

C3.21a –Multiguna

Rencana harus dapat mengoptimalkan jasa ekosistem dan multiguna, termasuk rekreasi
alam terbuka, penggembalaan, pemanenan kayu, daerah aliran sungai (DAS), ikan dan
satwa liar, dalam batas kewenangan KPH dan kemampuan yang melekat pada wilayah
rencana.
Rencana harus menyertakan komponen rencana, termasuk standar, dan pedoman,
untuk mengintegritasikan pengelolaan sumber daya dan menyediakan jasa ekosistem
dan multiguna hutan di wilayah rencana. Saat menyusun komponen rencana, Kepala
KPH harus mempertimbangkan nilai estetika, kualitas udara, budaya dan peninggalan
sejarah, jasa ekosistem, jenis ikan dan satwa liar, pakan ternak, corak geologi,
penggembalaan dan lahan penggembalaan, habitat dan konektivitas habitat, pengaturan
dan kesempatan rekreasi, daerah riparian, keindahan alam, tanah, kualitas air
permukaan dan air bawah permukaan, kayu, jalan setapak, vegetasi, hutan belantara,
dan sumber daya lainnya yang relevan dan berguna.

C3.21b – Jasa Ekosistem

Tim multidisiplin harus mereviu hasil penilaian (assessment) jasa ekosistem kunci yang
disediakan oleh wilayah rencana beserta informasi tentang kemampuan wilayah
rencana untuk menyediakan jasa ekosistem kunci tersebut. Informasi hasil reviu
dimaksud memberikan kerangka kerja untuk mengevaluasi bagaimana komponen
rencana disediakan dan mempengaruhi jasa ekosistem kunci.

59
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Jasa ekosistem kunci antara lain: jasa penyediaan oksigen, air, energi, serat, dan mineral;
jasa pengaturan seperti stabilisasi tanah; dan jasa budaya seperti nilai warisan budaya,
dan rekreasi alam.
Sebuah rencana dapat mengidentifikasi jasa ekosistem kunci yang disediakan oleh
wilayah rencana: misalnya, jasa penyediaan sumber pangan dan jasa pengaturan
pengendalian banjir. Untuk itu, rencana harus memiliki komponen rencana yang
dikhususkan untuk jasa tersebut. Saat menyusun komponen rencana untuk jasa
ekosistem kunci, Tim multidisiplin harus mempertimbangkan bagaimana jasa tersebut
berkontribusi pada kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Rencana harus dapat menjelaskan kondisi yang diinginkan untuk jasa ekosistem kunci
di wilayah rencana yang dapat menggambarkan berbagai jenis jasa ekosistem yang
berbeda dari berbagai wilayah pengelolaan atau wilayah geografis. Tim multidisiplin
harus mempertimbangkan keterkaitan antara jasa ekosistem kunci dengan upaya
pencapaian kondisi yang diinginkan, meliputi: tingkat, kualitas maupun distribusi
kemanfaatan dari jasa ekosistem kunci tersebut.

C3.22 – Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi yang Dipengaruhi oleh Rencana

Ketika menyusun komponen rencana, termasuk standar dan pedoman, Tim


multidisiplin harus mempertimbangkan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi dari
wilayah rencana dan lanskap hutan yang lebih luas.
Ketika menyusun komponen rencana, Tim multidisiplin harus:
a. Mereviu kembali hasil penilaian (assessment), dan informasi yang diperoleh dari
partisipasi publik, mengenai kondisi sosial, budaya, dan ekonomi dan hubungannya
dengan kontribusi dari wilayah rencana. Pertimbangan aspek sosial dan ekonomi,
seringkali berkaitan dengan aspek ekologi.
b. Mempertimbangkan beberapa hal berikut:
1) Peluang wilayah rencana untuk berkontribusi pada kondisi sosial seperti
kesehatan, keselamatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, serta kualitas hidup
masyarakat dan komunitas yang terkena dampak rencana. Peluang yang dapat
memberikan layanan atau keterlibatan masyarakat, dan aktivitas lain yang
dapat menghubungkan masyarakat dengan kawasan hutan maupun
sebaliknya.
2) Peluang bagi wilayah rencana untuk berkontribusi pada kondisi budaya seperti
tradisi, sejarah, kesenian, dan kearifan lokal. Peluang tersebut antara lain
penggunaan tradisional seperti pemungutan tumbuhan, ikan, atau satwa liar
untuk kebutuhan hidup; situs keramat; peternakan (penggembalaan ternak);
atau sarana untuk mengakses wilayah rencana seperti berkuda, berkendara
(off road), atau sebagai landasan terbang.
3) Peluang bagi wilayah rencana untuk berkontribusi pada kondisi ekonomi
seperti penyediaan lapangan kerja, usaha kecil, penghasilan keluarga,
penerimaan daerah dan pusat, dan penyediaan manfaat yang signifikan secara
ekonomi, berupa barang dan jasa, yang bernilai pasar maupun tidak.
4) Upaya untuk meminimalisir dampak negatif terhadap keberadilan lingkungan
masyarakat yang teridentifikasi selama proses penilaian atau proses
partisipasi publik.

60
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Rencana harus mencakup gambaran mengenai kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
yang diinginkan. Gambaran tersebut dapat meliputi:
a. Bagaimana masyarakat dapat menggunakan wilayah rencana dan jenis lingkungan
sosial yang dapat disediakan oleh wilayah rencana?
b. Aspek-aspek budaya di wilayah rencana termasuk hubungannya dengan
masyarakat tertentu, peran dalam mempertahankan budaya dan penggunaan
tempat-tempat tertentu untuk acara adat.
c. Kondisi ekonomi dalam hal penyediaan kesempatan kerja dan penggunaan sumber
daya yang diinginkan di wilayah rencana.
Kondisi yang diinginkan dalam rencana juga harus berisi sebuah deskripsi tentang
kontribusi dari wilayah rencana terhadap kondisi sosial, budaya, dan ekonomi di
wilayah rencana dan di luar wilayah rencana pada lanskap hutan yang lebih luas.
Deskripsi dimaksud dapat mencakup kontribusi seperti contoh berikut:
a. Peluang yang dirancang untuk menyediakan kesempatan rekreasi dan edukasi
untuk kepentingan komunitas, sekolah, dan individu.
b. Pengelolaan sumber daya budaya atau interpretasi dari sumber daya budaya
tersebut untuk mengembangkan kegiatan pendidikan dan kebudayaan.
c. Penggunaan sumber daya atau infrastruktur seperti arena rekreasi,
penggembalaan, kayu, atau air dan jalur transmisi energi atau jalan yang membantu
kelangsungan usaha dan kesempatan kerja.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa kondisi yang diinginkan tidak harus menggambarkan
kondisi sosial, budaya, dan ekonomi di luar wilayah rencana disebabkan itu bukan
kewenangan KPH, tetapi KPH harus menggambarkan kontribusi wilayah rencana
terhadap kondisi diluar wilayah KPH.
Tim Multidisiplin harus menganalisis kemungkinan dampak dari komponen rencana
pada kondisi sosial, budaya dan ekonomi sebagai bagian dari analisis lingkungan untuk
setiap revisi rencana. Dokumen analisis lingkungan juga harus menjelaskan pengaruh
lingkungan pada masyarakat minoritas, masyarakat berpenghasilan rendah, atau
masyarakat adat, termasuk dampak pada kesehatan manusia, sosial, dan ekonomi.
Penjelasan ini harus memasukkan evaluasi mengenai kelestarian dari kontribusi dari
wilayah rencana.

C3.23 – Pertimbangan Multiguna Hutan, Jasa Ekosistem, dan Infrastruktur

C3.23a – Kelestarian Sumberdaya Rekreasi dan Peluang Untuk Menghubungkan


Masyarakat dengan Alam

Penyusunan komponen rencana harus mengakomodir rekreasi alam yang mampu


berkontribusi untuk ekonomi secara berkelanjutan. Dalam menyusun komponen
rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan desain rekreasi dan peluang, jalur
rekreasi dan alokasi zona rekreasi yang tepat dan pengelolaan fasilitas arena rekreasi
yang berkelanjutan.
Pada saat menyusun komponen rencana Tim multidisiplin sebaiknya:
a. Mereviu kembali informasi dari hasil penilaian, kebutuhan perubahan rencana,
peran dan kontribusi yang berbeda mengenai desain rekreasi, peluang, dan akses di

61
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

wilayah rencana. Perlu dipertimbangkan juga informasi mengenai kecenderungan


masyarakat atau permintaan masyarakat terhadap peluang rekreasi serta
kesesuaian dari rekreasi tersebut. Informasi tersebut menjadi titik awal untuk
mengintegrasikan desain rekreasi, kesempatan, dan akses, dengan nilai sumber
daya lainnya, multiguna hutan, jasa ekosistem dan wilayah yang ditetapkan.
b. Mempertimbangkan bagaimana rekreasi yang berkelanjutan dikaitkan dengan
kelestarian ekologi wilayah rencana dan kontribusinya terhadap keberlanjutan
sosial dan ekonomi. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan keselarasan dari
penggunaan arena rekreasi yang berbeda di areal tertentu pada wilayah rencana.
Selain itu, Tim multidisiplin harus mempertimbangkan bagaimana penggunaan
arena rekreasi akan mempengaruhi kondisi ekologi.
c. Menyusun komponen rencana yang berada dalam batas kewenangan KPH,
kemampuan yang melekat pada wilayah KPH dan kemampuan anggaran KPH.
Terkait kemampuan anggaran, Tim multidisiplin harus mengidentifikasi potensi-
potensi kerja sama/kemitraan.
Tabel 03 berikut menggambarkan bagaimana rekreasi yang berkelanjutan berkontribusi
terhadap upaya pencapaian setiap aspek kelestarian, dan memberikan contoh
bagaimana komponen rencana dapat disusun untuk hal dimaksud.

Tabel 03
Kontribusi Rekreasi Terhadap Kelestarian Ekologi, Ekonomi Dan Sosial

Aspek Kelestarian Peran Rekreasi Berkelanjutan Contoh Penyusunan Komponen rencana

Kelestarian ekologi Kesehatan dan ketahanan suatu Kelas Spektrum Peluang Rekreasi (Recreation Opportunity
mengacu pada unit sumber daya alam sangat Spectrum/ROS) bermotor yang diinginkan terletak di
kemampuan ekosistem penting untuk mendukung lanskap hutan dimana topografi, geologi, tanah, dapat
untuk menjaga kelangsungan peluang dan mendukung penggunaan motor dan jalan serta jalur yang
keutuhan ekologi desain rekreasi berbasis alam. digunakan. Meskipun penetapan rute perjalanan tertentu
Dengan demikian, delineasi dari tidak dapat ditentukan dalam rencana pengelolaan hutan,
pengaturan dan peluang ROS menyediakan kerangka kerja dimana peluang rekreasi
rekreasi yang diinginkan harus tertentu, aktivitas rekreasi, dan pengalaman yang
sesuai dengan kemampuan diinginkan wisatawan digabungkan untuk memastikan
lanskap hutan untuk kesesuaian dengan nilai lanskap hutan alam dan nilai-nilai
mendukung jenis kegiatan, sumber daya budaya yang ada.
tingkat penggunaan, akses, dan
Selain mengidentifikasi kelas ROS yang diinginkan,
infrastruktur.
komponen rencana dapat membatasi kegiatan rekreasi
yang telah diidentifikasi sebagai penyebab tekanan pada
sistem ekologi. Komponen rencana juga dapat dirancang
untuk membatasi atau menempatkan hambatan pada
aktivitas rekreasi yang diidentifikasi sebagai penyebab
tekanan.

Contoh rekreasi sebagai penyebab tekanan antara lain


kemah yang terpencar di daerah riparian, atau rekreasi di
habitat satwa liar.

62
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Aspek Kelestarian Peran Rekreasi Berkelanjutan Contoh Penyusunan Komponen rencana

Kelestarian sosial Rekreasi merupakan sarana Komponen rencana dapat menyediakan berbagai desain
mengacu pada penting bagi masyarakat agar rekreasi, peluang, dan tempat rekreasi, atau untuk
kemampuan terhubung dengan alam; mencapai tujuan pengelolaan seperti keamanan pengunjung
masyarakat untuk berpetualang; bersosialisasi; atau meminimalkan konflik antara berbagai penggunaan.
mendukung jejaring atau tujuan lainnya. Manfaat Komponen rencana lainnya yang spesifik untuk rekreasi
hubungan, tradisi, sosial termasuk meningkatkan berkelanjutan dapat menggambarkan pendekatan
budaya dan aktivitas kualitas hidup bagi individu dan manajemen untuk:
yang menghubungkan masyarakat serta manfaat
• Pelibatan sosial melalui program integrasi rekreasi;
antara masyarakat kesehatan yang dapat diperoleh
• Relasi yang lebih luas antara wilayah rencana dengan
dengan ekosistem dari kegiatan di alam.
masyarakat lokal, pemuda dan masyarakat kelas
hutan maupun
bawah;
sebaliknya serta untuk
• Memenuhi kebutuhan pengunjung;
mendukung
komunitas/masyarakat • Menciptakan hubungan antara manusia dan alam;
yang dinamis (vibrant • Mendorong kesehatan fisik dan mental; dan
communities). • menanamkan budaya menghargai dan melayani.

Kelestarian ekonomi Rekreasi dan pariwisata Komponen rencana dapat mengidentifikasi peluang
mengacu pada seringkali menjadi bagian rekreasi pada daerah tertentu dalam wilayah rencana. Hal
kemampuan penting dari ekonomi lokal dan tersebut dapat meliputi pengelolaan wilayah untuk arena
masyarakat untuk daerah. Penjualan cindera mata, olah raga ekstrem, olah raga berkuda, atau pendidikan alam
memproduksi dan kerajinan tertentu, penyewaan dan lokasi berkemah. Hal tersebut juga dapat meliputi
mengkonsumsi atau sarana dan prasarana rekreasi, daerah yang teridentifikasi sebagai tempat yang cocok
mendapatkan atau manfaat dari adanya untuk jenis kegiatan rekreasi tertentu seperti bersepeda
keuntungan lainnya rekreasi lainnya berkontribusi gunung atau arung jeram. Komponen rencana dapat
dari barang dan jasa untuk menciptakan lapangan mengidentifikasi perubahan umum pada infrastruktur
ekosistem hutan. pekerjaan dan menyediakan rekreasi yang diinginkan seperti arena berkemah dan jalan
aliran pendapatan bagi yang menghubungkan antara arena rekreasi yang
masyarakat. diinginkan dengan sumberdaya yang tersedia. Komponen
dan substansi rencana lainnya dapat disusun untuk
menonjolkan, menjaga, atau meningkatkan peluang rekreasi
tertentu dalam mendukung kontribusi ekonomi di wilayah
rencana, wilayah terdampak dan lanskap hutan yang lebih
luas.


d. Tim multidisiplin menggunakan spektrum peluang rekreasi untuk menentukan
desain rekreasi dan mengelompokkannya ke dalam kelas-kelas yang berbeda
sebagai kerangka untuk menggambarkan desain rekreasi. Setiap pengaturan
rekreasi memberikan peluang bagi pengunjung untuk merasakan berbagai aktivitas
rekreasi yang menghasilkan pengalaman dan sensasi yang berbeda.
Selanjutnya dalam menentukan desain rekreasi, Tim Multidisiplin sebaiknya
menciptakan sub kelas spektrum peluang rekreasi yang diinginkan. Sebagai contoh, sub
kelas “modifikasi jalan” untuk membedakan jalan yang ada akibat aktifitas pemanenan
kayu di masa lalu dengan akses jalan yang telah ada secara alami. Tim multidisiplin juga
dapat menciptakan sub kelas spektrum peluang rekreasi yang diinginkan untuk
mencerminkan variasi rekreasi musiman. Kelas spektrum peluang rekreasi “musim
hujan“ dapat dibangun untuk menggambarkan perubahan lokasi, distribusi pengaturan
atribut, akses, dan peluang terkait (baik bermotor dan tidak bermotor). Dengan
demikian, aspek perubahan musim dalam pengaturan dan peluang rekreasi dapat

63
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

diintegrasikan dengan beberapa multiguna hutan, nilai sumberdaya, dan tujuan


pengelolaan, seperti melindungi pengembalaan, memberikan akses ke tujuan pada
musim hujan, atau membatasi akses ke daerah rawan longsor.
Tim multidisiplin didorong untuk menggunakan pendekatan baru dalam mengelola
rekreasi di wilayah rencana. Tim multidisiplin harus proaktif dalam menyusun suatu
sistem yang koheren dari peluang rekreasi yang berkelanjutan dan sesuai dengan
tatanan dan nilai sosial.
Rencana harus memasukkan komponen rencana, termasuk standar dan pedoman, untuk
membuat rekreasi berkelanjutan terintegrasi dengan komponen rencana lainnya. Agar
memenuhi ketentuan ini maka rencana:
a. Harus memasukkan kondisi yang diinginkan untuk rekreasi berkelanjutan dengan
menggunakan pemetaan kelas spektrum peluang rekreasi yang diinginkan.
Pemetaan ini dapat berdasarkan wilayah pengelolaan, wilayah geografis, wilayah
yang ditetapkan, tumpang susun peta, atau kombinasi dari pendekatan-pendakatan
tersebut. Kelas spektrum peluang rekreasi yang diinginkan dapat berbeda dengan
kelas yang sudah ada. Kumpulan kelas spektrum peluang rekreasi yang diinginkan
adalah hasil dari proses perencanaan terpadu dimana rekreasi berkontribusi
terhadap keberlanjutan sosial, ekonomi, dan kelestarian ekologi.
b. Dapat memasukkan komponen rencana tambahan untuk menambah dan
melengkapi dalam upaya mencapai kelas spektrum peluang rekreasi yang
diinginkan. Pertimbangkan kondisi yang diinginkan dan komponen rencana yang
berkaitan dengan multiguna hutan, jasa ekosistem, dan kelestarian ekologi.
Komponen rencana tersebut harus dirancang dalam struktur rencana pengelolaan
hutan yang utuh untuk memastikan integrasi seluruh komponen rencana dalam
mewujudkan rekreasi berkelanjutan.
c. Dapat memasukkan tujuan dimana spektrum peluang rekreasi yang ditetapkan
pada sebuah wilayah berbeda dengan spektrum peluang rekreasi yang diinginkan
untuk area tersebut. Beberapa contoh dari tujuan tersebut adalah: tujuan
menghilangkan jalan dalam periode waktu tertentu di kawasan hutan dengan kelas
spektrum peluang rekreasi yang diinginkan adalah untuk rekreasi tidak bermotor,
atau sebaliknya tujuan untuk menciptakan pengaturan konektivitas jalur bermotor
dalam jangka waktu tertentu dengan kelas spektrum peluang rekreasi yang
dinginkan adalah untuk rekreasi bermotor. Tujuan juga dapat dirancang untuk
kegiatan dalam rangka mengubah kondisi wilayah rekreasi, lokasi yang tersebar,
infrastruktur termasuk jalan setapak, atau jasa untuk mencapai kelestarian kondisi
rekreasi yang diinginkan pada wilayah rencana.
d. Harus menyertakan penentuan kesesuaian untuk rekreasi bermotor termasuk
seluruh kendaraan yang sesuai dengan kelas spektrum peluang rekreasi yang
diinginkan. Kesesuaian area ini dapat berubah tergantung musim. Keputusan
pengelolaan perlintasan/perjalanan dengan menggunakan kendaraan dalam
kawasan hutan merupakan hal yang terpisah. Keputusan yang menentukan wilayah
dan jalur khusus untuk rekreasi bermotor sesuai dengan wilayah yang
teridentifikasi dalam rencana sebagai wilayah yang sesuai untuk rekreasi bermotor.
Wilayah dan jalur khusus dibuka untuk rekreasi bermotor merupakan hasil dari
proses perencanaan bertahap (Bag. C.3.31 pada Toolkits Perencanaan Hutan ini).

64
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Kesesuaian atau komponen rencana lainnya tidak dapat melarang masyarakat
melakukan rekreasi tanpa proses tambahan untuk menentukan/memutuskan hal
tersebut (Bag. C.1.23 pada Toolkits Perencanaan Hutan ini)
e. Dapat menyertakan kesesuaian dari kawasan hutan untuk berbagai jenis rekreasi
yang bersifat mekanis, dan peluang rekreasi tidak bermotor yang sesuai dalam
setiap pengaturan spektrum peluang rekreasi yang diinginkan.
f. Dapat menyertakan penentuan kesesuaian untuk jenis fasilitas rekreasi, akses,
infrastruktur, dan penggunaan khusus yang tepat dalam setiap pengaturan
spektrum peluang rekreasi yang diinginkan.
g. Harus menyertakan standar atau pedoman spesifik pembatasan diperlukan untuk
memastikan pencapaian atau perkembangan menuju kelas spektrum peluang
rekreasi yang diinginkan. Standar atau pedoman dapat juga diterapkan pada
pengaturan kelas spektrum peluang rekreasi tertentu yang diinginkan, peluang
rekreasi tertentu, jalan setapak, rekreasi yang telah berkembang, peluang rekreasi
edukasi, rekreasi yang tersebar, penggunaan khusus, atau kegiatan rekreasi lainnya.
h. Dapat juga mencakup komponen rencana lain (yang terpisah) untuk kelas
spektrum peluang rekreasi tertentu, areal pengelolaan tertentu yang teridentifikasi,
wilayah geografis, wilayah khusus, atau tempat lain yang diidentifikasi di dalam
wilayah rencana. Contoh areal tertentu yang mungkin memerlukan komponen
rencana tambahan dapat mencakup lanskap hutan yang menunjukkan formasi
geologi unik, corak/sifat air, atau kualitas keindahan alam; yang mengandung corak
budaya atau lanskap hutan yang penting sebagai warisan budaya dan identitas
wilayah; atau memiliki destinasi wisata/rekreasi yang khas/unik, kegiatan atau jasa
yang penting bagi industri pariwisata di kawasan tertentu.
Pengembangan komponen-komponen rencana harus memperhitungkan peluang yang
menghubungkan manusia dengan alam.
Tim multidisiplin harus mengevaluasi informasi dari hasil penilaian, kebutuhan akan
perubahan, dan peran serta kontribusi yang berbeda sebagai titik awal untuk
menentukan bagaimana rencana tersebut dapat memberikan peluang untuk
menghubungkan manusia dengan alam. Komponen rencana yang menyediakan peluang
rekreasi merupakan satu cara penting yang dapat dilakukan untuk mewujudkan
upaya/tujuan menghubungkan manusia dengan alam.
Rencana tersebut dapat memasukkan pendekatan pengelolaan yang menjelaskan cara
menghubungkan generasi muda atau masyarakat kelas bawah untuk memiliki
kesempatan berekreasi yang lebih baik, memberikan informasi yang berkualitas kepada
pengunjung yang beragam agar mengetahui ke mana harus mencari pengalaman
berekreasi yang selama ini mereka cari, memberikan pengetahuan kepada pengunjung
tentang keselamatan melalui aksi pendidikan dan pengelolaan, meningkatkan
pemahaman pengunjung terhadap lingkungan alam dan budaya mereka, dan memberi
kesempatan kepada orang-orang untuk mengembangkan rasa melayani, memiliki dan
menghargai terhadap wilayah rencana. Kawasan pendidikan lingkungan atau pusat
informasi pengunjung (visitor center) dapat diidentifikasi secara khusus untuk
memberikan kesempatan pendidikan bagi sekolah maupun masyarakat umum.

65
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C3.23b - Ikan, Satwa Liar, dan Tumbuhan

Sebuah rencana memasukkan komponen rencana termasuk standar atau pedoman


untuk pengelolaan sumber daya terpadu dalam upaya menyediakan jasa lingkungan dan
pemanfaatan multiguna [termasuk satwa liar dan ikan].
Ketika menyusun komponen rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan
tumbuhan, satwa liar dan ikan, serta kegunaan yang terkait dengan hal tersebut yang
berkontribusi secara berkelanjutan pada ekonomi lokal, provinsi, dan nasional.
Mempertimbangkan jenis ikan, satwa liar serta habitat dan konektivitas habitat.
Pertimbangan lain yang diperlukan dalam pengembangan komponen rencana ini
meliputi Kondisi habitat, sesuai dengan persyaratan/ketentuan, untuk satwa liar, ikan
dan tumbuhan yang biasanya dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat; untuk
perburuan, pemancingan, penangkapan, pengumpulan, pengamatan, mata pencaharian
dan kegiatan lainnya (bekerjasama dengan masyarakat adat, Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten).
Ketika menyusun komponen-komponen rencana:
1. Tim Multidisiplin harus mengidentifikasi pengaruh ikan, satwa liar, jenis
tumbuhan, dan pemanfaatannya, terhadap kelestarian ekonomi dan sosial.
Penilaian tersebut memberikan informasi tentang jenis ikan, satwa liar, dan
tumbuhan yang umum dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat, kondisi dan
kecenderungan yang terkait dengan spesies tersebut, dan pengaruh pemanfaatan
dan pengelolaan spesies tersebut terhadap kelestarian sosial dan ekonomi.
Komponen-komponen rencana yang terkait dengan kelestarian ekologi dan
keanekaragaman jenis juga berpengaruh terhadap kelestarian sosial dan ekonomi.
Selain pengaruh ini, Tim multidisiplin juga harus mempertimbangkan apakah
komponen rencana lainnya dapat meningkatkan kualitas ikan, satwa liar, dan
tumbuhan yang umum dimanfaatkan dan dikelola masyarakat.
2. Kepala KPH harus bekerja sama dengan pemerintah (pusat, provinsi dan
kabupaten), termasuk organisasi masyarakat, untuk merancang komponen
rencana untuk kondisi habitat dan peluang rekreasi/wisata yang berkelanjutan
yang berpengaruh dalam pemanfaatan dan pengelolaan ikan, satwa liar, dan
tumbuhan. Komponen rencana untuk kelestarian ekologi, konektivitas habitat,
keanekaragaman jenis, dan pariwisata juga dapat berpengaruh terhadap
pemanfaatan dan pengelolaan ikan, satwa liar, dan tumbuhan.
Kepala KPH dapat menyediakan untuk pemanfaatan dan kesenangan publik
(masyarakat) spesies ikan, satwa liar, dan tumbuhan sepanjang kondisi ekologi untuk
spesies tersebut dapat didukung oleh masyarakat dan cara masyarakat menikmati atau
menafaatkan spesies tersebut. Spesies dan cara pemanfaatan dapat berbeda untuk areal
reancana tertentu.

C3.23c - Daerah Aliran Sungai dan Sumber Daya Air

Sebuah rencana mencakup komponen-komponen rencana termasuk standar atau


pedoman untuk pengelolaan sumber daya terpadu dalam penyediaan jasa lingkungan
dan multiguna hutan [termasuk daerah aliran sungai].

66
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


Ketika Menyusun komponen rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan daerah
aliran sungai yang secara berkelanjutan menyumbang devisa bagi perekonomian
daerah, provinsi, dan nasional dan juga mempertimbangkan kualitas air permukaan
dan air dibawah permukaan. Pertimbangan lain yang diperlukan dalam pengembangan
komponen rencana ini meliputi persediaan/pasokan air untuk publik dan kualitas air
tersebut.
Pengelolaan sumber air dan daerah aliran sungai juga berperan memberikan manfaat
lain, seperti pariwisata-berbasis air atau energi berbasis air. Penilaian terhadap hal
tersebut memberikan informasi mengenai manfaat daerah aliran sungai dan sumber air
kepada masyarakat, kondisi dan kecenderungan terkait dengan pemanfaatan air, dan
pengaruh pemanfaatan air terhadap kelestarian sosial dan ekonomi. Ketika menyusun
komponen rencana, tim multidisiplin harus mempertimbangkan pengaruh sumber air
dan daerah aliran sungai di dalam wilayah rencana terhadap kelestarian ekonomi dan
sosial.
Pedoman terkait dengan kelestarian ekologi yang berhubungan dengan daerah aliran
sungai, kualitas air baik air di permukaan dan air di bawah permukaan, serta
persediaan/pasokan dan kualitas air untuk publik, tercantum dalam sub bagian C.3.9.
Komponen rencana yang mendukung kelestarian ekologi juga akan mendukung
kelestarian sosial dan ekonomi dari air dan daerah aliran sungai di dalam wilayah
rencana. Kepala KPH juga harus mempertimbangkan apakah komponen rencana
tambahan diperlukan untuk mendukung nilai air dan daerah aliran sungai, penggunaan
lainnya yang terkait dengan sumber air dan daerah aliran sungai, kualitas air dan
persediaan air minum publik dan pengaruh sumber air dan daerah aliran sungai
terhadap kelestarian sosial dan ekonomi.

C3.23d – Lahan Penggembalaan, Tanaman untuk Pakan Ternak dan


Penggembalaan

Sebuah rencana mencakup komponen-komponen rencana termasuk standar atau


pedoman untuk pengelolaan sumber daya terpadu dalam penyediaan jasa lingkungan
dan pemanfaatan multiguna [termasuk lahan penggembalaan].
Ketika menyusun komponen rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan wilayah
yang memberikan kontribusi secara berkelanjutan pada perekonomian lokal, provinsi,
dan nasional serta mempertimbangkan lahan penggembalaan, tanaman pakan ternak,
dan penggembalaan.
Sepanjang dapat dilakukan untuk rencana pengelolaan hutan, Kepala KPH harus
berkoordinasi dengan Dinas yang menangani urusan kehutanan, pertanian, perikanan
dan peternakan untuk menyelaraskan tujuan/target populasi binatang buruan (game
species) dengan komponen rencana yang terkait dengan penggembalaan hewan ternak.
1. Ketika menyusun komponen rencana, Tim multidisiplin harus:
a. Mereviu hasil penilaian untuk informasi mengenai kondisi dan kecenderungan
dari lahan penggembalaan, lahan penggembalaan sementara, dan lahan
penggembalaan lainnya, kelestarian kondisi ekologis yang mendukung
penggembalaan ternak, dampak penggembalaan pada keutuhan ekologis dan

67
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

keanekaragaman spesies, serta kontribusi penggembalaan ternak terhadap


kelestarian (ekologi, ekonomi dan sosial).
b. Pertimbangkan kondisi, kecenderungan, dan stressor, yang mempengaruhi
kemampuan wilayah rencana untuk mempertahankan spesies mamalia besar
asli (alami), spesies lain, dan ternak peliharaan yang bergantung pada tanaman
pakan ternak yang diproduksi di wilayah rencana, sesuai dengan ketentuan
keutuhan ekologis dan keanekaragaman spesies yang dijelaskan pada bagian
C.3.1. dalam Tool Kits Perencanaan Hutan ini.
c. Kenali pengaruh penting penggembalaan di wilayah rencana yang dapat
memberikan jaminan kelangsungan hidup penduduk lokal dan masyarakat
yang bergantung pada penggembalaan. Strategi pelibatan masyarakat harus
mencakup partisipasi komunitas masyarakat peternak jika memungkinkan,
dalam penyusunan komponen rencana yang mempengaruhi penggembalaan
dari hewan ternak.
d. Pertimbangkan pengelolaan wilayah lahan penggembalaan saat ini (eksisting)
dalam pengembangan komponen rencana yang akan digunakan dalam
pembagian wilayah penggembalaan di dalam wilayah rencana.
e. Kenali potensi interaksi yang berlawanan/merugikan antara hewan ternak
dengan spesies asli (alami) dan persiapkan komponen rencana yang sesuai
untuk menghindari atau mengurangi risiko tersebut.
f. Pertimbangkan wilayah jelajah satwa liar yang ada di wilayah rencana dan
pengelolaan satwa liar tersebut dalam penyusunan komponen rencana yang
akan berlaku pada wilayah tersebut.
2. Rencana harus mencakup komponen-komponen rencana, termasuk standar atau
pedoman, untuk pengelolaan sumber daya terpadu dalam penyediaan jasa
lingkungan dan pemanfaatan multiguna yang terintegrasi dengan komponen
rencana lainnya seperti yang dijelaskan dalam bagian C.3.16. Untuk memenuhi
ketentuan tersebut, rencana dapat memasukkan:
a. Kondisi yang diinginkan untuk lahan penggembalaan, penggembalaan
sementara, dan kawasan untuk penggembalaan lainnya yang menggambarkan
tipe, tingkat, dan lokasi yang umum untuk penggembalaan di wilayah rencana
sambil mempertimbangkan kelestarian kontribusinya terhadap kondisi sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut dan pada lanskap hutan
yang lebih luas.
b. Tujuan yang mengidentifikasi kemajuan yang diharapkan untuk
indikator kesehatan lahan penggembalaan atau pencapaian lain yang
diharapkan seperti peningkatan luasan atau jumlah penggembalaan dan
penyediaan lahan untuk spesies asli.
c. Penentuan kesesuaian untuk mengindikasikan suatu areal pengelolaan atau
areal lain sesuai atau tidak sesuai untuk penggembalaan ternak atau
pengelolaan satwa liar, tergantung pada pertimbangan fisik dan ekologi dan
kondisi yang diinginkan untuk wilayah tersebut.
d. Standar atau pedoman, seperti penutupan musiman atau pembatasan
berdasarkan kondisi tanaman pakan ternak, untuk menjaga kelestarian
ekologis dan kelestarian pakan ternak penggembalaan.

68
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


e. Isi/konten rencana lainnya yang menjelaskan pendekatan terhadap
pengelolaan penggembalaan untuk mencapai kesehatan lahan penggembalaan,
pemulihan, dan peluang penggembalaan untuk hewan ternak
Merancang komponen rencana untuk mengakomodasi wilayah jelajah baik untuk
individu, spesies, dan komunitas tumbuhan. Rencana pengelolaan untuk lahan ternak,
dan pengelolaan wilayah jelajah (teritori) untuk satwa liar memberikan panduan
operasional yang spesifik serta alat pengelolaan untuk penentuan tinggi minimum
tunggul pohon, rata-rata penggunaan, atau batas perubahan/kerusakan tebing sungai.
Tingkat pengelolaan yang tepat untuk populasi satwa liar ditetapkan dalam rencana
pengelolaan wilayah jelajah satwa. Ketika sebuah rencana disusun, diubah, atau direvisi,
rencana lahan ternak dan wilayah jelajah satwa liar harus dievaluasi agar konsistensi
dengan rencana baru atau rencana hasil revisi.

C3.23e –Kayu dan Vegetasi

Sebuah rencana mencakup komponen-komponen rencana seperti standar atau


pedoman untuk pengelolaan sumber daya terpadu dalam penyediaan jasa lingkungan
dan pemanfaatan multiguna [termasuk kayu].
Ketika menyusun komponen rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan kayu yang
berkontribusi secara berkelanjutan terhadap ekonomi lokal, provinsi, dan nasional
dengan cara yang lestari dan pertimbangkan vegetasi.
Pengelolaan vegetasi hutan untuk kelestarian ekologi, keanekaragaman spesies, dan
kelestarian sosial dan ekonomi merupakan salah satu fokus utama perencanaan.
1. Saat menyusun komponen rencana, Tim multidisiplin harus:
a. Mereviu hasil penilaian untuk informasi tentang kondisi hutan terkini,
pemanenan kayu dan aktifitas produksi kayu lainnya terhadap kelestarian
sosial, ekonomi, dan ekologi. Pemanenan kayu juga dapat menjadi sumber
tekanan (stressor) untuk lingkungan dan berpengaruh pada keanekaragaman
spesies.
b. Mengevaluasi proses ekologi dan stressor dengan dan tanpa pemanenan kayu
aktif. Langkah ini sering kali menjadi bagian terpenting dari proses
perencanaan. Evaluasi ini dapat didukung dengan informasi GIS dan model
analisis yang mengeksplorasi metode dan jadwal pemanenan yang berbeda
yang dapat mengarah pada campuran komunitas tumbuhan dan tahapan
pertumbuhan yang berbeda dari yang diinginkan. Evaluasi ini dapat mencakup
pemanenan kayu yang dapat menghasilkan kayu yang dapat dijual dan
berkontribusi untuk pabrik penggergajian kayu (mills) atau usaha lain yang
dapat mendukung ekonomi lokal. Kondisi yang diinginkan yang berbeda untuk
vegetasi dan pendekatan yang berbeda terkait dengan kawasan hutan yang
tersedia untuk ditebang, metode pemanenan, dan jadwal pemanenan dapat
ditentukan pada proses perencanaan.
c. Mengidentifikasi peran dari pemanenan kayu di dalam wilayah rencana untuk
memelihara dan mengembalikan kondisi vegetasi yang diinginkan untuk
kelestarian lingkungan dan keanekaragaman spesies sekaligus kontribusinya
untuk ekonomi dan sosial. Peran ini dapat meliputi bagaimana pemanenan

69
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

kayu dapat berkontribusi menciptakan pola kebakaran yang diingingkan atau


kondisi vegetatif lainnya.
2. Rencana harus meliputi komponen-komponen rencana, termasuk standar atau
pedoman, yang terintegrasi dengan komponen rencana lainnya untuk menyediakan
pengelolaan sumberdaya terpadu dalam upaya menyediakan layanan ekosistem
dan multiguna. Untuk memenuhi ketentuan ini, rencana tersebut dapat
memasukkan:
a. Kondisi yang diinginkan yang menjelaskan campuran kondisi vegetasi yang
spesifik contohnya komunitas tumbuhan, tahap pertumbuhan (suksesi)
vegetasi atau pola kebakaran. Kondisi yang diinginkan juga dapat menjelaskan
tentang mekanisme/cara pengelolaan kayu yang sesuai.
b. Tujuan yang menggambarkan pencapaian yang diharapkan dari kondisi
vegetatif tertentu seperti tahap pertumbuhan (suksesi) vegetasi dimana
pemanenan kayu adalah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan juga
dapat mengidentifikasi aktifitas pengelolaan pemanenan dengan melihat
luasan dari kegiatan pengelolaan vegetasi, proyeksi kuantitas penjualan kayu,
atau proyeksi kuantitas penjualan kayu gelondongan. Pertimbangkan,
termasuk tujuan pengelolaan kayu untuk menjaga, meningkatkan, dan
memulihkan habitat satwa liar untuk spesies yang biasanya diburu atau
disenangi masyarakat. Tujuan juga dapat termasuk pemanenan kayu untuk
memulihkan kondisi kawasan hutan dimana pemanenan atau produksi yang
terus menerus tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
c. Kesesuaian, standar, dan pedoman sebagaimana diperlukan sehingga
pemanenan kayu sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan tujuan untuk
sumberdaya lainnya termasuk keutuhan lingkungan dan keanekaragaman
spesies.
d. Konten rencana lainnya yang membahas mengenai pendekatan pengelolaan
umum untuk pengelolaan kayu atau strategi kerjasama dalam upaya
meningkatkan pasar bagi wilayah yang fokus pada produksi kayu.

C3.23f – Pemandangan Indah, Nilai estetika, Area pandang, dan Corak Geologi

Rencana harus mencakup komponen-komponen rencana, termasuk standar dan


pedoman, untuk menyediakan karakter alam dengan pemandangan yang indah.
Saat menyusun komponen-komponen rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan
karakter pemandangan dan mempertimbangkan nilai estetika, corak geologi,
pemandangan indah dan area pandang.
The scenery management system (SMS) atau Sistem pengelolaan pemandangan indah
adalah kerangka kerja untuk menyusun komponen-komponen rencana yang
berhubungan dengan karakter pemandangan alam yang indah. Perhatikan bahwa istilah
“karakter alam yang indah (Scenic character)” menggantikan “karakter lanskap hutan”.
Area pandang adalah elemen spesifik yang harus dipertimbangkan saat menyusun
komponen-komponen rencana dalam kerangka scenery management system (SMS),
karena hal tersebut menjelaskan wilayah yang dapat dilihat dari lokasi tertentu seperti
jalan, jalan setapak, atau area perkemahan. Informasi yang dibutuhkan (seperti
preferensi masyarakat) digunakan untuk mengidentifikasi atribut/indikator dari

70
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


karakter pemandangan indah yang dibutuhkan, area pandang yang kritis, dan tingkat
kepentingan dari wilayah rencana dalam konteks kawasan hutan di sekitarnya. Reviu
atas informasi hasil penilaian harus mencakup pertimbangan terhadap informasi lain
yang diberikan oleh masyarakat mengenai pemandangan indah yang tidak tercakup
dalam Scenery Management System. Informasi hasil penilaian (assessment), bersama
dengan pertimbangan ekologi, harus menghasilkan komponen rencana yang terkait
dengan pemandangan alam yang indah yang melengkapi transisi visual dari masyarakat
lokal, yang sesuai dengan pengaturan dan peluang rekreasi yang diinginkan, dan
mencerminkan kesehatan, ketahanan lanskap hutan.
1. Saat menyusun komponen-komponen rencana, tim multidisiplin harus:
a. Mereviu informasi dari penilaian yang mencakup evaluasi dari kondisi
karakter yang ada saat ini, kecenderungan, dan karakter dari wilayah rencana
serta stressor yang mempengaruhi pemandangan alam yang indah. Informasi
tersebut merupakan titik awal untuk mengintegrasikan pemandangan indah
dengan keutuhan ekologis, keanekaragaman spesies, multiguna, jasa
lingkungan, dan wilayah yang ditetapkan. Karakter yang indah dari wilayah
rencana, atau sebagian wilayah rencana, dapat diidentifikasi sebagai karakter
yang khas atau unik bila dilihat dalam lanskap hutan yang lebih luas.
b. Pertimbangkan untuk dimasukan dalam komponen rencana konsep dari
keutuhan, stabilitas dan kelestarian dari pemandangan indah, pada berbagai
skala (seperti pada skala luas wilayah KPH/BKPH/Resort, berdasarkan letak
geografi, bedasarkan wilayah-wilayah pengelolaan, berdasarkan rancangan
spektrum peluang rekreasi, berdasarkan koridor, berdasarkan area pandang,
berdasarkan potensi geologi atau sejarah, atau berdasarkan asosiasi lokasi).
c. Pertimbangkan untuk menyusun komponen rencana terkait unsur estetika
dalam desain, dalam proses pembangunan, dan proses pemeliharaan dari
infrastruktur, fasilitas-fasilitas atau yang lainnya yang diusulkan dalam
rencana.
d. Mengintegrasikan pemeliharaan dan pemulihan karakter pemandangan alam
yang indah dengan komponen-komponen rencana yang lain, seperti komponen
rencana untuk sumber daya yang lain, multiguna hutan dan jasa lingkungan,
sehingga dapat berfungsi secara bersama-sama dalam mewujudkan kelestarian
ekologi, sosial, dan ekonomi.
2. Rencana harus mencakup standar dan pedoman untuk mendukung karakter
pemandangan alam yang indah yang terintegrasi dengan komponen-komponen
rencana lainnya. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, rencana:
a. Harus memasukkan deskripsi dari karakter alam yang indah berdasarkan
sistem pengelolaan pemandangan indah (scenery management system), kecuali
terdapat pengecualian untuk tidak menggunakan sistem tersebut. Karakter
alam yang indah yang diinginkan mungkin berbeda dari kondisi eksisting yang
ada atau yang teridentifikasi pada saat penilaian. Hal tersebut tergantung pada
atribut biofisik dan budaya dari lanskap hutan pada wilayah rencana. Mungkin
terdapat beberapa karakter pemandangan alam yang indah yang berasosiasi
dengan area tertentu yang spesifik.
(1) Kondisi yang diinginkan yang menggambarkan karakter pemandangan
alam yang indah harus memasukkan tujuan dari keutuhan pemandangan

71
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

alam yang indah yang menjelaskan sejauh mana atribut-atribut dari


karakter pemandangan alam yang indah tersebut harus dipertahankan.
Tujuan keutuhan pemandangan alam yang indah tersebut harus
ditetapkan di seluruh wilayah rencana. (perlu dicatat bahwa tujuan
keutuhan pemandangan alam yang indah berbeda dengan komponen
rencana “tujuan”)
(2) Kondisi yang diinginkan dapat juga menggambarkan stabilitas, kelestarian,
dan ukuran lain yang digunakan dalam sistem pengelolaan pemandangan
alam yang indah. Kondisi yang diinginkan dapat berupa peta, grafik, foto,
atau simulasi visual yang menggambarkan tentang karakter pemandangan
alam yang diinginkan.
b. Harus berisi standar dan pedoman, untuk menghindari atau mengurangi
dampak yang tidak diinginkan yang tidak sesuai dengan kondisi pemandangan
alam yang diinginkan. Standar dan pedoman juga dapat diterapkan pada
tujuan keutuhan pemandangan alam yang spesifik, wilayah pengelolaan,
wilayah geografi, wilayah yang ditetapkan atau areal/lokasi khusus yang sudah
diidentifikasi lainnya. Standar dan pedoman juga dapat diterapkan pada
aktifitas pengelolaan yang spesifik seperti pemanenan kayu, koridor utilitas
(utility corridors), pembangunan jalan setapak, pengembangan fasilitas, atau
pembangunan jalan.
Corak geologi yang khas juga harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan. Corak
tersebut sering kali menjadi atraksi pemandangan yang unik. Pada beberapa situasi,
komponen rencana dapat dikembangkan untuk melindungi atau menginterpretasikan
corak geologi di dalam wilayah pengelolaan, wilayah geografis, atau di wilayah yang
ditetapkan atau untuk lanskap hutan atau tempat tertentu.

C3.23g – Sumberdaya Budaya, dan Sejarah

Rencana harus meliputi komponen-komponen rencana, termasuk standar dan pedoman,


untuk perlindungan sumber daya budaya dan sumber daya sejarah.
Saat menyusun komponen rencana, kepala KPH harus memperhatikan penggunaan
sumber daya budaya dan sumberdaya sejarah serta mempertimbangkan
penggunaan/pemanfaatan dari warisan budaya.
1. Ketika menyusun komponen rencana:
a. Tim multidisiplin harus mereviu informasi dari penilaian tentang konteks
budaya dan sejarah yang ada di wilayah rencana, kondisi dan kecenderungan
yang memengaruhi sumberdaya ini, dan bagaimana sumberdaya ini dapat
membantu kelangsungan masyarakat adat dan berkontribusi untuk kelestarian
sosial dan ekonomi. Gambaran dari sumberdaya budaya atau program rencana
terhadap warisan sejarah dapat memiliki banyak informasi yang berguna. KPH
juga menggunakan istilah “sumberdaya budaya dan aset warisan budaya”
untuk menjelaskan sumberdaya budaya dan sumberdaya sejarah.
b. Tim multidisiplin harus menyusun komponen rencana yang sesuai untuk
perlindungan sumberdaya budaya dan sumberdaya sejarah dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut:

72
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


(1) Komponen rencana yang dibutuhkan untuk perlindungan kekayaan
sejarah, sumber daya budaya yang teridentifikasi namun belum dievaluasi,
dan sumberdaya budaya yang mungkin akan ditemukan dan akan
dievaluasi selama perencanaan kegiatan. Komponen rencana ini dapat
berlaku di seluruh wilayah KPH.
(2) Apakah komponen rencana yang khusus diperlukan untuk sumberdaya
budaya atau sejarah yang bernilai khusus. Aset warisan budaya prioritas
adalah contoh dari sumberdaya budaya dan sejarah yang mungkin
memiliki nilai yang khusus.
(3) Apakah komponen rencana untuk karakter pemandangan alam sesuai
dengan upaya pelestarian sejarah nasional, dimana kekayaan sejarah
mendapatkan keutuhannya melalui pengaturan (pemandangan dan area
pandang).
c. Kepala KPH harus berkonsultasi dengan pihak terkait. Konsultasi tersebut
antara lain dilakukan dengan petugas pelestarian sejarah di provinsi,
komunitas pelestarian sejarah, masyarakat adat, dan pihak terkait lainnya.
2. Rencana harus meliputi komponen rencana termasuk standar dan pedoman untuk
perlindungan sumberdaya budaya dan sumberdaya sejarah. Untuk memenuhi
persyaratan tersebut, rencana harus meliputi:
a. Kondisi yang diinginkan yang menjelaskan sumberdaya budaya dan sejarah di
wilayah rencana. Untuk wilayah interpretatif, aset warisan budaya/sejarah
prioritas atau lanskap hutan adat/budaya, kesatuan kondisi yang diinginkan
mungkin sesuai dengan perlindungan, pengelolaan, dan penggunaan dari
sumberdaya tersebut.
b. Standar dan pedoman yang sesuai untuk perlindungan, pengelolaan, dan
penggunaan dari kekayaan sejarah dan sumberdaya budaya. Standar dan
pedoman mungkin dibuat secara spesifik untuk suatu kegiatan dan aktifitas
tertentu untuk menghindari kerusakan atau kehancuran dari sumberdaya
budaya dan sumber daya sejarah. Penggunaan dari praktik pengelolaan terbaik
dapat sangat membantu penyusunan komponen rencana untuk pengelolaan
sumberdaya budaya atau aset warisan budaya terutama yang lokasinya juga
berada dalam kawasan hutan yang dikelola oleh KPH lain atau instansi
pemerintah lainnya.
c. Wilayah geografi dapat digunakan untuk mengidentifikasi lanskap hutan
budaya. Pada situasi lain, khususnya diwilayah yang aktifitas atau kegiatan
budayanya cukup aktif, atau pada lokasi dengan kekayaan budaya tradisional
atau tempat keramat, Kepala KPH seharusnya tidak boleh menyebarluaskan,
atau mungkin memilih untuk tidak menyebarluaskan, informasi lokasi apapun
dalam menjaga kerahasiaan dari situs tersebut. Merundingkan hal ini kepada
pihak terkait saat proses perencanaan.
d. Konten rencana lainnya untuk menjelaskan tentang pendekatan pengelolaan
untuk mengevaluasi situs budaya atau sejarah sesuai data tempat bersejarah
nasional, serta untuk mengidentifikasi sumberdaya budaya dan sejarah yang
unik/khas, lanskap hutan adat, aset warisan budaya nasional, jalur bersejarah
nasional, atau budaya yang khas.

73
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C3.23h – Wilayah Kepentingan Masyarakat

Rencana harus meliputi komponen rencana, termasuk standar dan pedoman, untuk
pengelolaan wilayah kepentingan masyarakat.
1. Ketika menyusun komponen rencana:
a. Tim multidisiplin harus mereviu informasi dari penilaian mengenai wilayah
kepentingan masyarakat, hukum masyarakat yang dipercaya saat ini, dan
kondisi serta kecenderungan dari wilayah kepentingan masyarakat ini.
b. Kepala KPH harus mengakui wilayah kepentingan masyarakat dan menyusun
komponen rencana yang sesuai untuk wilayah tersebut. Wilayah kepentingan
masyarakat tidak selalu merupakan sumberdaya budaya.
c. Kepala KPH harus berkonsultasi dengan komunitas lokal untuk penyusunan
rencana mengenai pengelolaan wilayah kepentingan masyrakat.
d. Kepala KPH harus menyusun komponen rencana untuk pengelolaan kawasan
hutan yang terdapat situs keramat. Ketentuan untuk bentuk perlindungan,
pengelolaan, atau penggunaan yang spesifik dari wilayah tersebut
dikembangkan melalui konsultasi dan bekerjasama dengan masyarakat lokal
dan instansi terkait.
e. Beberapa masyarakat lokal mungkin tidak ingin wilayah kepentingan
masyarakat diidentifikasi dan diekspose. Kepala KPH seharusnya tidak
menyebarluaskan informasi apapun dalam menjaga kerahasiaan wilayah
kepentingan masyarakat tersebut. Situs keramat diidentifikasi oleh masyarakat
lokal, dan berdasarkan kesepakatan dapat dijadikaan lokasi rahasia oleh KPH.
2. Rencana harus meliputi standar dan pedoman untuk pengelolaan dari wilayah
kepentingan masyarakat yang terintegrasi dengan komponen rencana lainnya.
Untuk melaksanaan ketentuan ini, hal yang perlu diketahui sebagai berikut:
a. Kondisi yang diinginkan dengan secara jelas mengakui wilayah kepentingan
masyarakat dan akses untuk ke wilayah tersebut meskipun. Kondisi yang
diinginkan dapat termasuk penggunaan tradisional dari wilayah rencana oleh
masyarakat lokal.
b. Standar, pedoman, atau penggunaan batasan atau syarat atas kegiatan atau
aktifitas yang dapat memengaruhi area kepentingan masyarakat.
c. Konten rencana lainnya untuk menjelaskan bentuk strategi kerjasama yang
sedang berjalan dengan masyarakat lokal dalam upaya untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan.

C3.23i – Mineral dan Sumberdaya Energy Yang Tidak Terbarukan

Dalam menyusun komponen rencana, termasuk standar dan pedoman, kepala KPH
harus mempertimbangan sumberdaya terbarukan dan sumberdaya tidak terbarukan
serta sumberdaya mineral.
Dengan mempertimbangan sumberdaya ini, kepala KPH harus mengetahui dan
mengidentifikasi para pihak yang berwenang dalam pengelolaan sumberdaya mineral
dan sumberdaya energi tidak terbarukan serta menentukan keputusan yang akan dibuat
dalam perencanaan, secara bersama. Kewenangan KPH atas pengelolaan mineral dan
sumberdaya tidak terbarukan mengikuti aturan perundangan yang berlaku.

74
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


KPH dapat mengidentifikasi kawasan hutan di wilayahnya yang mungkin sesuai atau
mungkin tidak seuai atau tersedia untuk pengembangan sumber daya mineral dan
sumberdaya energi yang tidak terbarukan. Pada rencana pengelolaan hutan, komponen
rencana yang berlaku untuk pengembangan mineral dan sumberdaya tidak terbarukan
harus sejalan dengan hukum serta undang-undang terkait mineral dan sumber daya
energi, termasuk ketentuan dalam peraturan bidang kehutanan.
Kepala KPH harus mengevaluasi dampak dari kegiatan penambangan mineral dan
pengembangan energi yang tidak terbarukan di wilayah rencana dan hubungan antara
komponen rencana dengan dampak ini untuk saat ini dan di masa mendatang. Rencana
harus mengidentifikasi kontribusi saat ini atau potensi yang akan datang dan dampak
aktifitas pengelolaan energi mineral dan energi tidak terbarukan di wilayah rencana,
walaupun kegiatan tersebut di luar kewenangan KPH.
Dalam menyusun kesatuan komponen rencana yang terpadu, kepala KPH harus
menyertakan komponen rencana untuk memandu pengembangan sumberdaya mineral
dan sumberdaya energi yang tidak terbarukan yang dilakukan di wilayah rencana dan
dimana kepala KPH memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut sebagai bagian
dalam proses perencanaan pengelolaan hutan. Kepala KPH juga harus
mempertimbangkan keputusan lain mengenai pengelolaan mineral yang akan sesuai
atau perlu untuk tujuan pengelolaan hutan yang efektif. Sertakan alasan yang rasional
untuk keputusan tersebut dalam hal dokumen keputusan rencana.
1. Saat menyusun komponen rencana untuk sumberdaya energi yang tidak
terbarukan dan sumberdaya mineral: Tim multidisiplin harus mereviu hasil
penilaian untuk informasi mengenai kondisi saat ini, potensi, dan kecenderunga
dari aktifitas mineral dan energi yang tidak terbarukan di wilayah rencana.
2. Komponen rencana yang berhubungan dengan sumberdaya energi yang tidak
terbarukan dan sumberdaya mineral harus berada dalam batas kewenangan KPH,
hukum dan undang-undang yang berlaku. Kewenangan yang berlaku untuk
sumberdaya energi yang tidak terbarukan dan sumberdaya mineral yang
berhubungan dengan wilayah rencana harus diketahui dan dipahami sebelum
menyusun komponen rencana.
3. Komponen rencana harus mengetahui hak (izin) yang ada atau hak yang berlaku,
seperti hak yang telah diberikan oleh negara, hak khusus/luar biasa (jika ada),
maupun hak mineral milik perseorangan (jika ada) atau hak untuk mengakses
kawasan hutan untuk mengambil mineral dibawah undang-undangan
pertambangan.
4. Komponen rencana yang berhubungan dengan sumberdaya energi tak terbarukan
dan sumberdaya mineral harus konsisten dengan ketentuan, termasuk untuk
kelestarian, keanekaragaman komunitas tumbuhan dan satwa, dan penggunaan
lainnya. Ketika menyusun komponen rencana tim multidisiplin harus
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Apakah komponen rencana untuk mengarahkan pengembangan sumberdaya
yang tak terbarukan dan sumberdaya mineral diperlukan untuk mencapai
kondisi atau tujuan yang diinginkan berkaitan dengan kelestarian,
keanekaragaman komunitas satwa dan tumbuhan, dan penggunaan lainnya.

75
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

b. Untuk wilayah rencana yang diidentifikasi memiliki potensi pengembangan


batubara, ketentuan penggunaan kawasan hutan harus diikuti. Rencana harus
mengidentifikasi wilayah yang dapat diterima untuk penambangan batubara,
termasuk mereviu kawasan hutan tertentu untuk menilai dimana wilayah yang
tidak cocok/sesuai untuk semua atau sebagian metode penambangan. Rencana
juga harus mencakup wilayah penambangan batubara yang dapat dipulihkan
baik dengan metode penambangan permukaan atau penambangan bawah
tanah atau keduanya.
c. Untuk wilayah rencana dengan sumberdaya minyak dan gas, kawasan hutan
yang tersedia untuk digunakan mungkin dapat ditentukan bersamaan dengan
proses perencanaan. Keputusan mengenai kawasan hutan mana yang tersedia
untuk kegiatan minyak dan gas didukung melalui penyiapan analisis kelayakan
penggunaan. Analisis penggunaan dapat digunakan untuk sebagian atau
seluruh wilayah rencana.
d. Untuk wilayah KPH dimana keputusan penggunaan kawasan untuk minyak dan
gas telah dibuat, kepala KPH harus mempedomani keputusan penggunaan
tersebut dan dapat melakukan reviu untuk menentukan apakah keputusan
tersebut sesuai dengan komponen rencana dari pengelolaan hutan yang baru
atau hasil revisi. Jika penggunaan tersebut tidak sesuai dengan rencana
pengelolaan KPH, maka pilihannya adalah penggunaan tersebut harus
konsisten dengan rencana pengelolaan hutan atau rencana pengelolaan hutan
menyesuaikan dan secara tegas membolehkan penggunaan tersebut untuk
dilanjutkan tanpa perubahan. Untuk memutuskan pilihan tersebut KPH
berkoordinasi dan berkonsultasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun
di provinsi
e. Untuk areal KPH yang telah ditetapkan menjadi wilayah pengembangan energi
mineral atau energi yang tak terbarukan, proyeksi dari potensi kegiatan
pengembangan tersebut atau skenario pembangunan terkait pengembangan
minyak dan gas mungkin diperlukan tidak hanya untuk mengestimasi
kontribusi dari sumberdaya mineral, tetapi juga pengaruh dari pengembangan
tersebut terhadap sumberdaya lainnya. Proyeksi tersebut atau skenario
pengembangan harus dilakukan bersama dengan instansi/unit terkait dan
menjadi bagian dari analisis dampak lingkungan.
5. Rencana tersebut data memuat:
a. Kondisi yang diinginkan yang mengidentifikasi penggunaan mineral yang
terjadi dalam jangka panjang. Kondisi yang diinginkan dapat menjelaskan
sumberdaya yang dapat terdampak oleh kegiatan pengembangan sumber daya
mineral baik di permukaan, maupun sumberdaya bawah permukaan seperti air
bawah tanah dan gua.
b. Tujuan untuk memelihara dan memulihkan kondisi sumberdaya permukaan
dan sumberdaya bawah permukaan.
c. Kesesuaian, standar, atau pedoman untuk mengidentifikasi ukuran, dalam
batas kewenangan dari KPH, untuk meminimalkan atau menghindari dampak
pada sumberdaya permukaan dan sumberdaya bawah permukaan atau untuk
melindungi tujuan keberadaan kawasan hutan. Komponen rencana untuk
aspek pengembangan mineral di bawah kewenangan KPH harus sesuai dengan
komponen rencana lainnya, termasuk untuk kelestarian lingkungan.

76
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


d. Konten perencanaan lainnya untuk mendeskripsikan dengan jelas prinsip
pengelolaan secara umum, tantangan pengelolaan, dan pendekatan
pengelolaan untuk operasi mineral yang sedang berlangsung dan kemungkinan
pengembangan di masa depan. Pengembangan sumberdaya mineral dapat
menjadi peran istimewa dan kontribusi dari wilayah rencana dan dalam
lanskap hutan yang lebih luas.
Dokumen analisis lingkungan mengevaluasi dampak potensial dari keputusan rencana
mengenai pengembangan energi mineral dan energi tak terbarukan pada kondisi sosial,
ekonomi, budaya, dan ekologi.

C3.23j – Bencana Geologi

Penilaian yang dilakukan termasuk mengidentifikasi bahaya geologis seperti bahaya


tanah longsor di hutan, banjir ataupun bencana geologi lain yang dapat berbahaya bagi
para pengunjung maupun sumberdaya yang ada pada wilayah rencana. Berdasarkan
informasi tersebut, Kepala KPH harus mempertimbangkan tingkat kepekaan komponen
rencana terhadap bahaya-bahaya tersebut dan menyiapkan mekanisme mitigasi yang
sesuai. Apabila tidak memungkinkan, Kepala KPH harus segera memberikan perintah
kepada tim multidisiplin untuk menambahkan komponen yang dapat mengatasi bahaya
geologis tersebut.
Kondisi yang diinginkan dari rencana dapat mendeskripsikan wilayah tertentu yang
memiliki bahaya geologis untuk dihindari atau dimitigasi. Mungkin ada tujuan dalam
sebuah rencana untuk memperbaharui infrastruktur ataupun mengatur kawasan hutan
tertentu untuk mengurangi resiko di wilayah yang berbahaya (rawan bencana).
Kesesuaian, standar maupun pedoman dapat menentukan larangan penggunaan
tertentu, kegiatan maupun aktivitas yang berada di dekat wilayah yang memiliki bahaya
geologis tersebut.

C3.23k – Energi terbarukan

Dalam penyusunan komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, kepala KPH
harus mempertimbangkan sumberdaya energi terbarukan dan penempatan yang tepat
serta pengelolaan yang lestari dari infrastruktur seperti koridor utilitas (utility
corridors).
Kesatuan pengelolaan hutan dapat memproduksi energi (terbarukan) melalui berbagai
metode. Sebagian besar sumber energi seperti angin, cahaya matahari, biomassa dan
mikrohidro merupakan energi terbarukan mengingat sumber energi tersebut dapat
menghasilkan energi tanpa harus menghabiskan sumber dari energi itu sendiri.
Sedangkan ekstraksi bahan bakar fosil (minyak, gas alam dan batu bara) dan energi
geotermal pada prinsipnya meghabiskan sumber dari energinya (tidak terbarukan).
Pengembangan energi dalam kawasan hutan KPH sering membutuhkan infrastruktur
untuk mentrasfer tenaga listrik maupun bahan bakar fosil melaui suatu koridor
transmisi untuk sampai ke konsumen (pengguna).

77
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

1. Ketika menyusun komponen rencana:


a. Tim multidisiplin harus mereviu kembali informasi tentang pengembangan
energi yang potensial, kontribusinya dan dampak terhadap wilayah maupun
area sekitarnya pada saat ini ataupun masa mendatang.
b. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan fasilitas yang tersedia dan potensi
pembangkitan serta tansmisi energi dari dalam ataupun dari sekitar kawasan
hutan KPH.
c. Kepala KPH harus berkoordinasi dan bekerja sama dengan instansi pemerintah
pusat atau provinsi maupun pemerintahan kabupaten yang memiliki
kewenangan dalam bidang energi dan fasilitasnya terutama yang berada di
wilayah KPH. Kerjasama yang sesuai dengan instansi pemerintahan tersebut
serta pengetahuan yang mendalam mengenai hukum dan regulasi terkait
energi sangatlah penting menjadi salah satu bagian dalam proses perencanaan.
d. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan apakah dan bagaimana rencana
pengelolaan hutan dapat menyediakan lokasi untuk pengembangan energi
terbarukan seperi pemanfaatan sinar matahari, angin, biomassa maupun mikro
hidro. Tim tersebut harus mengevaluasi area hutan yang paling sesuai untuk
penggunaan dan menghindari area hutan yang sensitif, Batasan secara hukum
untuk pengembangannya atau suatu areal telah digunakan untuk penggunaan
lain dimana pengembangan energi dalam bentuk tersebut tidak menjadi
pilihan.
2. Rencana tersebut dapat meliputi:
a. Kondisi yang diinginkan, yang mengindentifikasi pengembangan energi jangka
panjang, penggunaan sumberdaya seperti biomasa untuk energi, atau koridor
transmisi (transmission corridors) dan konteks kondisi yang diinginkan dari
kegiatan pengembangan energi.
b. Tujuan, yang mengidentifikasi outcome yang terukur atau capaian yang
diharapkan dalam pengelolaan sumber daya energi tersebut, seperti
peningkatan kondisi infrastruktur, penyediaan bahan baku untuk pembangkit
energi seperti kayu bakar, biomasa ataupun hasil mitigasi kerusakan habitat
yang berhubungan dengan pengembangan energi, seperti modifikasi
lubang/celah untuk ikan pada sebuah dam.
c. Penggunaan area yang sesuai maupun tidak sesuai untuk tipe pengembangan
energi tertentu atau sumberdaya yang digunakan terkait aturan legal dan
kemampuan/kapabilitas kawasan hutan.
d. Standar atau pedoman untuk mengidentifikasi praktik tertentu yang
berhubungan dengan penggunaan, pembangunan, atau transmisi energi di
dalam wilayah rencana, dan dalam batas kewenangan dari KPH.
e. Penyediaan dan transmisi energi antar wilayah rencana.
Dokumen analisis lingkungan mengevaluasi potensi dampak dari keputusan rencana
mengenai pengembangan energi terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya dan ekologi
pada daerah di sekitar wilayah rencana.


78
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


C3.23l – Infrastruktur, Jalan, dan Jalan setapak

Penyusunan komponen rencana harus mempertimbangkan keberadaan jalan, jalan


setapak dan penempatannya yang sesuai serta pengelolaan infrastruktur yang
berkelanjutan, seperti fasilitas rekreasi dan transportasi serta koridor utilitas.
Infrastruktur meliputi sistem jalan, sistem jalan setapak, fasilitas rekreasi, fasilitas
administrasi, landasan terbang maupun fasilitas lain yang diperlukan pada wilayah
rencana maupun di dekat wilayah rencana. Pertimbangan utama dalam perencanaan
pengelolaan hutan untuk infrastruktur yaitu kondisi yang diinginkan dan komponen
rencana lainnya menetapkan kerangka kerja untuk pengelolaan perencanaan
infrastruktur dan mitigasi dari dampak negatif yang ditimbulkan.
1. Dalam menyusun komponen rencana, tim multidisiplin harus:
a. Mereviu kembali hasil penilaian mengenai informasi infrastruktur saat ini.
Berdasarkan informasi dari penilaian dan setelah konsultasi publik, tim
multidisiplin dapat menentukan seberapa baik infrastruktur tersebut
mendukung ataupun berkontribusi terhadap kelestarian aspek sosial, ekonomi
maupun ekologi serta komponen rencana apakah yang dibutuhkan untuk
menangani infrastruktur tersebut.
b. Menyusun komponen rencana untuk menggambarkan tingkat kebutuhan
infrastruktur demi mendapatkan kondisi yang diinginkan dan mencapai tujuan
dari perencanaan. Perencanaan harus memuat infrastruktur yang diinginkan
secara realistis dan berkelanjutan serta dapat dikelola selaras dengan
komponen rencana lain termasuk kelestarian ekologi.
c. Komponen rencana tersebut harus berada pada batas kemampuan anggaran
KPH dan mitranya (jika ada), dalam batas kewenangan KPH, serta kemampaun
yang melekat pada wilayah rencana.
2. Terkait dengan jalan, sebuah rencana:
a. Harus memuat kondisi yang diinginkan untuk sistem jalan yang diinginkan
untuk wilayah rencana, untuk kepentingan pengelolaan atau untuk area
geografisnya. Kondisi yang diinginkan harus memperlihatkan sistem jalan yang
menyediakan akses primer menuju dan di dalam wilayah rencana serta dapat
mendeskripsikan penggunaan secara umum dan tipe jalan lainnya. Kondisi
yang diinginkan dapat berbeda-beda sesuai dengan area pengelolaan, area
geografis ataupun area lain yang berada di dalam wilayah rencana. Desain
rekreasi dan ruang rekreasi yang berhubungan dengan kebutuhan akses jalan
merupakan faktor penting yang mempengaruhi penggunaan dan kelestarian
dari kebutuhan dan keberadaan jalan. Penggunaan lain seperti penggembalaan,
pemanenan kayu, mineral dan pengembangan energi, maupun penggunaan
administratif juga menentukan kebutuhan dari sistem akses jalan tersebut.
Kondisi yang diinginkan harus dapat menjelaskan kerangka kerja dasar serta
ukuran kelestarian sistem transportasi yang sesuai dengan kebutuhan
tersebut. Kondisi yang diinginkan juga harus dapat menjelaskan kerapatan
jalan untuk wilayah pengelolaan, area geografis dan wilayah rencana lainnya
b. Dapat memuat komponen rencana lainnya utuk sistem jalan pada kondisi yang
diinginkan:

79
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

(1) Sasaran, seperti mengurangi jalan pada beberapa wilayah dimana jalan-
jalan tersebut sudah tidak dikehendaki, atau meningkatkan jalan pada
wilayah yang memerlukan peningkatan jalan, seperti penggantian gorong-
gorong atau stabilisasi tipe jalan tertentu.
(2) Penentuan kesesuaian untuk mengidentifikasi tipe jalan yang sesuai atau
tidak sesuai pada wilayah pengelolaan dan wilayah geografis tertentu.
(3) Pedoman atau standar untuk membatasi kontruksi maupun aktivitas
pengelolaan jalan, diantaranya untuk melindungi zona riparian atau wilayah
dengan pemandangan alam yang sensitif.
3. Sehubungan dengan jalur rekreasi, rencana:
a. Harus meliputi kondisi yang diinginkan untuk jalur rekreasi. Kondisi yang
diinginkan untuk jalur rekreasi dapat meliputi rancangan keseluruhan dari
sistem jalur/jalan sehingga dapat meningkatkan kegunaan dari jalur tersebut
serta mengatasi konflik pengguna dari jalur tersebut dalam wilayah rencana.
Kondisi yang diinginkan dapat menggambarkan rancangan dan distribusi jalur,
serta tipe jalur untuk berbagai tujuan penggunaan seperti pendakian, off-road,
sepeda gunung, atau kegiatan berkuda.
b. Dapat memuat sasaran untuk mengidentifikasi outcome yang diharapkan atau
capaian dari konstruksi atau pemeliharaan jalur, seperti konstruksi jalur atau
rekonstruksi untuk menghindari konflik pengguna pada jalur tersebut atau
mengurangi dampak terhadap wilayah lingkungan yang penting seperti sarang
satwa liar.
c. Dapat mengidentifikasi tipe jalur dan penggunaan untuk rekreasi yang sesuai
atau tidak sesuai dalam wilayah pengelolaan atau wilayah geografis tertentu;
hal tersebut harus selaras dengan pengaturan maupun peluang rekreasi yang
diinginkan. Meskipun rencana tidak menentukan penggunaan dari setiap jalur
yang ada, namun rencana menetapkan kondisi yang diinginkan dan komponen
rencana yang lain menetapkan tipe atau jenis jalur yang sesuai untuk areal-
areal tertentu di wilayah rencana.
4. Rencana dapat memuat hal-hal berikut ini yang berhubungan dengan tipe
infrastruktur lain seperti jalur untk penggunaan non-rekreasi, fasilitas bagi
pengunjung rekreasi, landasan udara, maupun koridor utilitas.
a. Kondisi yang diinginkan untuk infrastruktur lain yang sesuai dan diperlukan di
wilayah rencana, diperlukan untuk pengelolaan tertentu atau untuk wilayah
geografis.
b. Tujuan, yang mengindikasikan perkembangan yang diharapkan dalam
mencapai kondisi yang diinginkan
c. Komponen kesesuaian untuk mengidentifikasi jenis infrastruktur yang sesuai
pada areal tertentu di wilayah rencana.
d. Standar atau pedoman yang berhubungan dengan pengembangan dan
pengelolaan infrastruktur

C3.23m – Status Kawasan Hutan, Penggunaan, Akses dan Keterkaitannya dengan


Kawasan Lain

Pengembangan komponen rencana harus mempertimbangkan habitat dan konektivitas


habitat, dan peluang untuk berkoordinasi dengan pemilik kawasan atau lahan yang

80
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


berdekatan dalam rangka keterhubungan dan keutuhan kawasan dan
mempertimbangkan tujuan pengelolaan bersama jika memungkinkan dan sesuai.
1. Saat menyusun komponen rencana, Tim multidisiplin harus:
a. Mereviu informasi hasil penilaian tentang status, penggunaan dan akses
kawasan hutan di dalam dan sekitar wilayah KPH.
b. Mengenali dan secara aktif mempertimbangkan status lahan, kepemilikan, dan
akses hutan di dalam dan di sekitar wilayah rencana. Secara khusus, pengaruh
sumber daya dan pengelolaan terhadap status lahan, kepemilikan, dan
penggunaan kawasan hutan harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan. Misalnya, pertimbangkan isu-isu seperti: potensi dampak
fragmentasi pada habitat di wilayah atau bentang lahan yang bagian-bagiannya
dimiliki oleh pihak yang berbeda, bagaimana tekanan pembangunan non
kehutanan dapat mempengaruhi wilayah rencana, dan akses melalui wilayah
rencana untuk penggunaan public dan untuk pengelolaan hutan. Perhatian
penting tambahan adalah pertimbangan peluang untuk menciptakan
konektivitas habitat dan ruang terbuka lintas kepemilikan lahan.
c. Mereviu dan pertimbangkan rencana dan kebijakan penggunaan kawasan
hutan dari kawasan lain yang berdekatan sepanjang relevan dan dapat diakses
olek Kepala KPH.
d. Pertimbangkan peluang untuk berkolaborasi dengan pemilik/pengelolan
kawasan lain yang terdekat untuk mewujudkan pendekatan lanskap hutan
yang utuh dalam bingkai pengelolaan berkelanjutan.
e. Pertimbangkan hal berikut:
(1) Perjanjian adat dan hak-hak lain yang dilindungi di wilayah rencana;
(2) Hak yang berlaku saat ini terkait dengan kepemilikan lain di dalam dan di
sekitar wilayah rencana;
(3) Status dan kepemilikan kawasan hutan, termasuk pihak lain yang memiliki
kuasa atau hak lainnya dalam wilayah rencana;
(4) Mengubah kepemilikan, penggunaan, atau fragmentasi yang sedang
berlangsung atau yang direncanakan di dekat wilayah rencana dan
bagaimana hal ini dapat mempengaruhi sumber daya wilayah rencana.
(5) Jalur akses dan area yang diakses oleh masyarakat untuk rekreasi,
konektivitas jalan, dan penggunaan lain dari wilayah rencana;
(6) Komitmen ruang terbuka dari pengelola/pemilik kawasan lain yang
berdekatan dan terhubung secara langsung atau akan terhubung dengan
wilayah rencana;
(7) Resiko terhadap wilayah rencana atau kawasan lain yang berdekatan di
sepanjang batas wilayah rencana; dan
(8) Koordinasi dengan instansi yang berwenang terkait perbatasan negara
mengenai isu-isu yang berkaitan dengan keamanan nasional di sepanjang
perbatasan negara.
2. Rencana dapat meliputi:
a. Kondisi alami yang diinginkan dari pola kawasan hutan, penggunaan, dan
akses dari wilayah rencana, termasuk kondisi khas yang diinginkan untuk
wilayah tertentu berdasarkan status kawasan hutan atau kedekatannya dengan
kepemilikan lain.

81
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

b. Tujuan, untuk mengidentifikasi outcome yang diinginkan untuk memperbaiki


status kawasan hutan atau beberapa pola kepemilikan lahan, menghubungkan
ruang terbuka, memperbaiki masalah atau kondisi akses di sepanjang batas
wilayah rencana seperti perlakuan untuk zona peralihan antara hutan dan
areal pemukiman.
c. Kesesuaian kawasan hutan untuk penggunaan, dan standar atau pedoman
untuk membatasi kegiatan atau aktifitas dengan pertimbangan kepemilikan
lahan, status, dan pengaruh lainnya yang lintas batas
kepemilikan/kewenangan.
d. wilayah pengelolaan atau wilayah geografis dimana seperangkat komponen
rencana tertentu dapat digunakan untuk menangani pengaruh penting yang
melewati batas kepemilikan. Contohnya termasuk daerah zona peralihan hutan
dan pemukiman atau ketersambungan ruang terbuka.
e. Konten rencana lainnya untuk menjelaskan pendekatan manajemen dalam
rangka bekerja bersama dengan berbagai instansi pemerintah da pemilik lahan
lain yang berdekatan untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama. Ini dapat
termasuk deskripsi kemitraan/kerja sama dan koordinasi yang dirancang
untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dalam lanskap
hutan yang lebih luas. Konten rencana lainnya dapat menggambarkan
bagaimana Kepala KPH dapat bekerja untuk membuat kesepakatan untuk
tujuan bersama dengan pemilik lahan atau wilayah kelola lain yang
berdekatan.
Dokumen analisis lingkungan meneliti dampak keputusan dari perencanaan di kawasan
hutan yang bersebelahan dan dekat dengan wilayah rencana.

C3.23n –Pertimbangan Lain untuk (manfaat) Multiguna

Rencana berisi komponen rencana lainnya untuk pengelolaan sumber daya yang
terpadu guna menyediakan multiguna hutan sehingga penyusunan komponen rencana
tersebut mempertimbangkan kualitas udara, daerah riparian, tanah, dan sumber daya
lain yang rekevan dan penggunaannya. Pertimbangan lain yang diperlukan dalam
pengembangan komponen rencana meliputi:

• Risiko yang cukup penting untuk kelestarian ekologi, sosial, dan ekonomi.
• Penggerak sistem (system drivers), termasuk proses ekologi yang dominan, pola
gangguan, dan stressor, seperti suksesi alami, kebakaran lahan, spesies invasif dan
perubahan iklim; dan kemampuan ekosistem darat dan perairan pada wilayah
rencana untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan.

C.4 – Wilayah yang ditetapkan


Wilayah yang ditetapkan sebagai:
Wilayah atau corak yang diidentifikasi dan dikelola untuk mempertahankan
karakter atau tujuan yang unik dan khusus. Beberapa kategori wilayah yang
ditetapkan hanya dapat ditetapkan oleh undang-undang dan beberapa kategori
dapat ditetapkan secara administratif dalam proses perencanaan pengelolaan
hutan atau proses administratif lainnya. Contoh wilayah yang ditetapkan melalui

82
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


undang-undang adalah kawasan warisan budaya/sejarah nasional, kawasan
rekreasi nasional, jalan setapak dengan pemandangan indah nasional, sungai
alami dan berpemandangan indah, kawasan hutan alam/belantara, dan kawasan
hutan alam untuk pendidikan. Contoh wilayah yang ditetapkan secara
administratif adalah hutan penelitian, kawasan penelitian alami, kawasan botani,
dan gua-gua yang penting.
Rencana pengelolaan hutan dapat berisi rekomendasi untuk menetapkan tambahan
atau memodifikasi wilayah yang ditetapkan. Beberapa kawasan mungkin secara resmi
ditetapkan atau dibentuk bersamaan dengan penetapan/keputusan rencana, sementara
wilayah yang ditetapkan lainnya mungkin tidak diputuskan atau ditetapkan bersamaan.
Istilah " wilayah yang ditetapkan" mengacu pada kategori suatu kawasan atau corak
yang ditetapkan oleh, atau sesuai dengan, undang-undang, peraturan, atau kebijakan.
Sekali ditetapkan maka penetapan itu terus berlaku sampai keputusan lain dari instansi
yang berwenang membatalkan penetapan tersebut.
Tabel 02 menampilkan daftar beberapa tipe wilayah yang ditetapkan yang mungkin
dapat menjadi bahan pertimbangan Kepala KPH untuk merekomendasikan
penetapannya, kewenangan penetapannya untuk setiap jenis wilayah yang ditetapkan,
dan pedoman yang ada untuk penentuannya.
Daftar dalam Tabel 02 tidak komprehensif. Beberapa wilayah rencana mungkin
memiliki kawasan khas/unik yang ditetapkan oleh undang-undang atau bentuk
keputusan administratif lainnya selain jenis yang dijelaskan dalam sub bagian ini. Jika
kawasan hutan tidak memenuhi syarat sebagai sebuah wilayah yang ditetapkan, Kepala
KPH dapat mengidentifikasi wilayah tersebut sebagai kawasan pengelolaan atau
kawasan geografis untuk menerapkan komponen rencana khusus/spesifik dalam
rencana pengelolaan hutan.
Tabel 02
Wilayah yang ditetapkan-Kewenangan Penetapan dan Pedoman referensi
(cross reference)

Lokasi/Tempat Pedoman
Kawasan Khusus Kewenangan Penetapan
Tambahan
Kawasan khusus berdasarkan Undang-Undang/Peraturan

Kawasan Warisan Budaya


………………… …………………
Nasional

Monumen Nasional ………………… …………………

Kawasan rekreasi dengan


Pemandangan Alam yang Indah ………………… …………………
Nasional

Kawasan Wisata/Rekreasi
………………… …………………
Nasional

Pemandangan Alam yang Indah


dan Jejak/jalur sejarah ………………… …………………
(bersejarah) nasional

83
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Lokasi/Tempat Pedoman
Kawasan Khusus Kewenangan Penetapan
Tambahan
sungai alami/liar dan
………………… …………………
berpemandangan indah

Belantara (rimba), atau


………………… …………………
Daerah Studi Belantara

Sistem Jalan Raya, Antar


………………… …………………
Provinsi dan Nasional

Daerah yang Ditunjuk Secara Administratif

Area Botani, Kawasan Geologi,


Kawasan Bersejarah, Kawasan
Paleontologi, Kawasan
………………… …………………
Rekreasi, Kawasan
Pemandangan Indah, atau
Kawasan Zoologi

Habitat kritis ………………… …………………

Kawasan/wilayah tanpa
………………… …………………
aksesibilitas/jalan

Hutan penelitian atau areal


………………… …………………
penggembalaan

Landmark Hutan Bersejarah


Nasional
………………… …………………
Landmark Hutan Alam
Nasional

Kawasan Penelitian Alami ………………… …………………

Jalan kecil (byway) dengan


………………… …………………
pemandangan indah- Provinsi

Jalan kecil (byway) dengan


………………… …………………
pemandangan indah - Nasional

Gua-gua yang penting ………………… …………………

Teritorial dari satwa liar ………………… …………………

HCV

HCS

Maksud di balik identifikasi wilayah yang ditetapkan dalam rencana dan


merekomendasikan tambahan wilayah yang ditetapkan adalah untuk:
a. Meyakinkan bahwa rencana telah mengidentifikasi wilayah yang ditetapkan dan
menyediakan komponen rencana yang sesuai untuk wilayah yang ditetapkan
tersebut; dan
b. Merekomendasikan wilayah yang ditetapkan karena dengan hal itu dapat
membantu dalam melaksanakan peran dan kontribusi yang berbeda dari wilayah
rencana pada lanskap hutan yang lebih luas atau berkontribusi untuk mencapai

84
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


kondisi yang diinginkan untuk wilayah rencana. Rekomendasi untuk wilayah yang
ditetapkan terbatas pada kawasan yang memenuhi kualifikasi khusus untuk
penetapan yang bervariasi menurut kategori atau jenis yang tercantum dalam Tabel
di atas

C4.1 - Mengidentifikasi Wilayah Yang Ditetapkan (eksisting) dan


Merekomendasikan Wilayah Yang Ditetapkan baru dalam rencana

Kepala KPH harus dapat mengidentifikasi wilayah yang ditetapkan dan menentukan
apakah akan merekomendasikan wilayah yang ditetapkan tambahan. Jika Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki kewenangan untuk menetapkan wilayah
yang ditetapkan yang baru atau memodifikasi wilayah yang ditetapkan yang telah ada,
maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat menetapkan wilayah
tersebut saat menyetujui rencana, rencana perubahan, atau revisi rencana.
1. Kepala KPH harus mengidentifikasi hal berikut dalam rencana pengelolaan hutan:
a. Wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya oleh undang-undang atau melalui
proses administrasi yang terpisah.
b. Wilayah yang direkomendasikan untuk ditetapkan sebagai wilayah yang
ditetapkan melalui prosedur yang tepat baik melalui penetapan undang-
undang atau penetapan administratif.
2. Semua kawasan khusus yang telah ditetapkan melalui iundang-undang/peraturan
atau direkomendasikan untuk ditetapkan secara resmi harus ditampilkan dengan
disertai peta dalam rencana, kecuali jika tidak dituntut demikian, untuk melindungi
sumber daya di wilayah yang ditetapkan tersebut. Pemetaan dapat menunjukkan
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan pengelolaan, kawasan geografis atau
sebagai bagian tersendiri untuk menunjukkan lokasi wilayah yang ditetapkan
tersebut. Wilayah lain yang ditetapkan secara administratif juga harus tercantum
dalam rencana baik melalui peta atau dengan menggunakan narasi.
3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus mengidentifikasi semua
rekomendasi untuk tambahan wilayah yang ditetapkan dan dasar penentuan
keputusan atas rekomendasi tersebut dalam dokumen keputusan rencana.
4. Pemerintah Provinsi dapat menetapkan wilayah yang ditetapkan sesuai
kewenangannya dengan menggunakan prosedur yang tepat bersamaan dengan
proses persetujuan perubahan rencana atau revisi rencana. Kepala KPH harus
bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi saat mempertimbangkan dan
mengevaluasi wilayah untuk menjadi wilayah yang ditetapkan yang penetapannya
berada di bawah wewenang provinsi.
5. Jika Kepala KPH bermaksud untuk memiliki wilayah yang ditetapkan yang
diusulkan/direkomendasikan bersamaan dengan proses persetujuan rencana,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus mengidentifikasi wilayah
yang ditetapkan tersebut, dasar penetapannya, dan dokumentasi pendukung lain
dalam dokumen keputusan rencana.


85
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C4.2 –Komponen rencana untuk Wilayah Yang Ditetapkan dan Wilayah yang
Direkomendasikan untuk Menjadi Wilayah Yang Ditetapkan

Rencana harus mencakup komponen rencana, termasuk standar atau pedoman, untuk
pengelolaan yang tepat dari wilayah yang ditetapkan atau yang direkomendasikan
menjadi wilayah yang ditetapkan di wilayah rencana, termasuk kawasan penelitian
alami.
1. Saat Menyusun komponen rencana :
a. Tim multidisiplin harus mereviu kembali informasi hasil penilaian mengenai
wilayah yang ditetapkan di wilayah rencana, evaluasi umum terhadap
kebutuhan dan potensi peluang untuk penambahan wilayah yang ditetapkan,
dan kontribusi wilayah yang ditetapkan terhadap kelestarian sosial, ekonomi,
dan ekologi. Setiap jenis wilayah yang ditetapkan memiliki tujuan dan otoritas
tersendiri.
b. Kepala KPH harus memasukkan komponen rencana yang menyediakan
pengelolaan yang sesuai untuk wilayah yang ditetapkan berdasarkan
kewenangan yang berlaku dan tujuan spesifik dari penetapan wilayah yang
ditetapkan tersebut. Penggunaan/pemanfaatan dan aktivitas pengelolaan
diperbolehkan di wilayah yang ditetapkan sejauh penggunaan tersebut sesuai
dengan tujuan penetapannya. Untuk wilayah yang masih dalam status
direkomendasikan, penggunaan dan kegiatan/aktivitas yang diperbolehkan
harus sesuai dengan dasar rekomendasi.
c. Kepala KPH harus menyediakan komponen rencana untuk wilayah yang
ditetapkan yang tidak menghalangi/mengganggu pelaksanaan hak-hak yang
ada di wilayah tersebut.
d. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan bagaimana wilayah yang
ditetapkan berkontribusi terhadap kondisi yang diinginkan atau tujuan untuk
kelestarian ekologi, ekonomi, atau sosial.
e. Kepala KPH harus berkoordinasi dengan Kepala KPH lain untuk menyusun
komponen rencana yang sesuai untuk diterapkan di berbagai wilayah rencana,
bila wilayah yang ditetapkan berada di beberapa wilayah pengelolaan hutan
yang melintasi beberapa KPH.
2. Rencana tersebut harus mencakup komponen rencana termasuk standar atau
pedoman untuk pengelolaan wilayah yang ditetapkan atau yang direkomendasikan,
terintegrasi dengan komponen rencana lainnya. Untuk memenuhi ketentuan ini,
rencana dapat meliputi:
a. Kondisi yang diinginkan untuk wilayah yang ditetapkan dan kontribusinya
terhadap kelestarian sosial, ekonomi, atau ekologi. Kondisi yang diinginkan
dapat dikembangkan untuk wilayah yang ditetapkan secara lebih spesifik.
b. Standar, pedoman, atau kesesuaian untuk memberikan batasan atau ketentuan
pada kegiatan atau aktifitas yang dapat mempengaruhi tujuan penetapan
wilayah yang ditetapkan.
c. Pengakuan atas wilayah yang ditetapkan sebagai bagian dari peran dan
kontribusi dari wilayah rencana.
Untuk mengatur komponen rencana yang dapat digunakan pada wilayah yang
ditetapkan, Tim multidisiplin dapat mengidentifikasi wilayah yang ditetapkan dari

86
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


kawasan pengelolaan, kawasan geografis, kawasan lainnya. Kawasan pengelolaan atau
kawasan geografis dapat menjadi wilayah yang ditetapkan, namun tidak perlu demikian,
karena beberapa wilayah yang ditetapkan mungkin tidak memerlukan komponen
rencana yang khusus/tersendiri.
Bila beberapa wilayah yang ditetapkan (eksisting atau yang direkomendasikan) saling
tumpang tindih di kawasan hutan yang sama, rencana harus menyediakan arahan yang
sesuai untuk memenuhi kebutuhan seluruh wilayah yang ditetapkan tersebut. Hal ini
sering dipahami secara sempit dimana wilayah yang ditetapkan dengan status lebih
tinggi atau paling ketat harus selalu diikuti dalam pengelolaan kawasan hutan,
seharusnya tidak selalu demikian.

C4.3 –Rencana (untuk) Wilayah yang Ditetapkan

Perencanaan untuk wilayah yang ditetapkan dapat dipenuhi melalui rencana


pengelolaan hutan, kecuali pihak yang memiliki kewenangan dalam penetapan wilayah
yang ditetapkan tersebut menghendaki sebuah rencana yang tersendiri. Rencana khusus
untuk wilayah yang ditetapkan harus konsisten dengan komponen rencana pengelolaan
hutan. Pihak yang berwenang menetapkan wilayah yang ditetapkan mungkin
menghendaki sebuah rencana khusus (seperti rencana untuk sungai alami dan
berpemandangan indah, atau rencana untuk jalur/jejak bersejarah dan indah nasional)
untuk wilayah yang ditetapkan dengan ketentuan tambahan selain yang ada dalam
aturan perencanaan yang berlaku. Setiap bagian dari rencana wilayah yang ditetapkan
yang memenuhi ketentuan untuk komponen rencana pengelolaan hutan harus
disertakan dalam rencana pengelolaan hutan. Keseluruhan rencana wilayah yang
ditetapkan tidak perlu dimasukkan dalam rencana pengelolaan hutan. Rencana
pengelolaan hutan juga harus sesuai dengan rencana wilayah yang ditetapkan atau
keduanya harus diubah/revisi agar memiliki kesesuaian satu sama lain.

C4.4– Jenis Spesifik Wilayah yang Ditetapkan dalam Rencana Pengelolaan hutan

Bagian berikut memberikan panduan untuk mengenali dan menyediakan komponen


rencana untuk wilayah yang ditetapkan tertentu/spesifik. Panduan umum yang
diberikan pada bagian C.4 Toolkit Perencanaan Hutan ini juga berlaku untuk kawasan
khusus ini. Panduan umum ini harus dikonsultasikan untuk semua jenis kawasan
khusus yang tidak dijelaskan lebih lanjut secara khusus pada bagian C.4 dari Toolkit
Perencanaan Hutan ini.

C4.41 – Hutan Belantara (alam)

Rencana harus mencakup komponen rencana, termasuk standar atau pedoman untuk
perlindungan areal hutan belantara (alam) yang ditetapkan serta pengelolaan areal
yang direkomendasikan untuk ditetapkan sebagai hutan belantara (alam) untuk
melindungi dan memelihara karakteristik ekologi dan sosial yang menjadi dasar
penetapan areal tersebut sebagai wilayah yang ditetapkan.
Rencana yang mencakup areal hutan belantara yang ditetapkan sebagai wilayah yang
ditetapkan harus memiliki komponen rencana yang menyediakan pengelolaan hutan
belantara sesuai dengan ketentuan terkait hutan belantara (wilderness), dan undang-

87
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

undang yang menetapkan areal hutan belantara tersebut serta undang-undang lainnya
yang berlaku.
Apabila wilayah rencana memiliki areal dimana Kepala KPH membuat rekomendasi
administrasi pendahuluan untuk penentuan areal tersebut sebagai wilayah yang
ditetapkan sebagai hutan belantara, rencana harus mencakup komponen rencana yang
melindungi karakteristik ekologi dan sosial yang merupakan dasar bagi penetapannya
sebagai wilayah yang ditetapkan sebagai hutan belantara.
1. Tim multidisiplin harus mereviu kembali informasi hasil penilaian tentang areal
hutan belantara yang ada di wilayah rencana, evaluasi umum mengenai kebutuhan
dan potensi peluang untuk menambah wilaya yang ditetapkan berupa hutan
belantara, dan kontribusi hutan belantara terhadap kelestarian sosial, ekonomi, dan
ekologi.
2. Saat menyusun komponen rencana untuk wilayah yang ditetapkan sebagai hutan
belantara di dalam wilayah rencana, Kepala KPH harus mempertimbangkan:
a. Tindakan dan ukuran untuk melindungi dan meningkatkan karakteristik areal
hutan belantara tersebut.
b. Pengelolaan kawasan yang berdekatan dengan wilayah KPH, terutama bila
kawasan tersebut juga merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai hutan
belantara. Jika kawasan hutan yang berdampingan adalah bagian dari wilayah
yang ditetapkan sebagai hutan belantara yang sama, Kepala KPH harus
berkoordinasi dengan Kepala KPH terkait atau pemangku kawasan tersebut
untuk memastikan pengelolaan yang sesuai di kedua wilayah.
3. Saat menyusun komponen rencana untuk areal hutan belantara yang
direkomendasikan sebagai wilayah yang ditetapkan, Kepala KPH mengikuti
panduan sebagai berikut:
Ketika menyusun komponen rencana untuk areal hutan belantara yang
direkomendasikan sebagai wilayah yang ditetapkan, Kepala KPH memiliki
kebijaksanaan untuk menerapkan berbagai pilihan pengelolaan. Semua komponen
rencana yang berlaku untuk wilaya atau areal tersebut harus melindungi dan
memelihara karakteristik sosial dan ekologi yang menjadi dasar rekomendasi.
Sebagai tambahan, perencanaan tersebut dapat mencakup satu atau lebih
komponen rencana untuk wilayah atau areal hutan belantara yang
direkomendasikan yaitu:
a. Meningkatkan karakteristik ekologi dan sosial yang menjadi dasar bagi
penentuan areal hutan belantara sebagai wilayah yang ditetapkan.
b. Melanjutkan penggunaan yang sudah ada, hanya jika penggunaan tersebut
tidak menjadi penghalang dalam upaya perlindungan dan pemeliharaan
karakteristik sosial dan ekologi yang menjadi dasar bagi penentuan areal hutan
belantara sebagai wilayah yang ditetapkan.;
c. Mengubah penggunaan yang sudah ada, tergantung pada kewenangan dan hak
yang ada/berlaku; atau
d. Menghilangkan penggunaan yang sudah ada, kecuali yang memiliki
hak/kewenangan yang sah dan valid.
4. Rencana harus secara jelas mengidentifikasi dan memetakan areal atau wilayah
hutan belantara baik yang eksisting maupun yang direkomendasikan di dalam

88
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


wilayah rencana. Rencana dapat mengidentifikasi setiap areal atau tipe areal
sebagai wilayah pengelolaan atau wilayah geografis, dengan komponen rencana
yang berlaku untuk masing-masing wilayah tersebut.
5. Kepala KPH harus mengidentifikasi semua rekomendasi terkait hutan belantara
dalam dokumen keputusan untuk (pengesahan) rencana.
6. Rencana harus mencakup komponen rencana termasuk standar atau pedoman
untuk perlindungan kawasan hutan belantara sebagai wilayah yang ditetapkan baik
yang eksisting maupun yang direkomendasikan terpadu dengan komponen rencana
lainnya. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, rencana dapat mencakup jenis
komponen rencana berikut:
a. Kondisi yang diinginkan yang menggambarkan karakter hutan belantara yang
ada (eksisting) maupun yang direkomendasikan dari perspektif ekologi atau
sosial.
b. Standar atau pedoman yang sesuai untuk memberikan batasan atau ketentuan
terhadap suatu kegiatan atau aktifitas yang dapat mempengaruhi karakter
hutan belantara yang sudah ada, atau yang direkomendasikan. Beberapa
pemanfaatan tertentu mungkin diidentifikasi sebagai pemanfaatan yang sesuai
atau tidak sesuai dengan areal hutan belantara. Areal hutan belantara telah
dicabut penetapannya sebagai wilayah yang ditetapkan, dari dan tidak sesuai
dengan areal pemanfaatan untuk produksi kayu. Kawasan hutan belantara
yang direkomendasikan juga tidak sesuai untuk kegiatan produksi kayu karena
kegiatan seperti itu tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan dari hutan
belantara.
c. Kontribsi hutan belantara sebagai bagian dari peran dan kontribusi khusus
dari wilayah rencana .
Kawasan hutan belantara yang telah ditetapkan dapat memiliki rencana pengelolaan
tersendiri atau spesifik. Rencana pengelolaan tersebut harus konsisten dengan rencana
pengelolaan hutan atau salah satu dari dua rencana tersebut harus diubah agar
konsisten satu sama lain. Hanya komponen-komponen rencana yang terdapat dalam
rencana hutan belantara yang perlu dimasukkan dalam rencana pengelolaan hutan.
Keseluruhan rencana hutan belantara tidak perlu dimasukkan dalam rencana
pengelolaan hutan.

C4.42 - Sungai Alami dan Indah

Rencana harus mencakup komponen-komponen rencana, termasuk standar atau


pedoman untuk perlindungan terhadap sungai yang alami dan indah yang telah
ditetapkan serta pengelolaan sungai yang memenuhi ketentuan sebagai sungai yang
alami dan indah, untuk melindungi nilai-nilai yang menjadi dasar penentuannya sebagai
sungai alami dan indah.
Rencana yang didalamnya menetapkan sungai yang alami dan indah harus memiliki
komponen rencana untuk pengelolaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai
pengelolaan sungai, daerah aliran sungai dan peraturan terkait lainnya.
Bagian sungai tertentu dapat dievaluasi kesesuaiannya untuk dimasukkan atau
ditetapkan sebagai wilayah yang ditetapkan sebagai sungai yang alami dan indah selama

89
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

proses revisi rencana. Namun, evaluasi kesesuaian bagian sungai tersebut dapat
dilakukan secara terpisah di luar proses revisi rencana.
1. Ketika menyusun komponen rencana untuk sungai alami dan indah baik yang telah
ditetapkan, yang layak atau yang memenuhi syarat:
a. Tim multidisiplin harus mereviu kembali informasi hasil penilaian mengenai
daerah sungai yang alami danindah yang ada, termasuk pengelompokan sungai
tersebut ke dalam kategori alami, indah, atau bagian daerah rekreasi. Mereviu
informasi mengenai sungai yang memenuhi syarat dan sesuai yang
teridentifikasi dalam proses studi. Penilaian tersebut juga memberikan
evaluasi umum terhadap potensi kebutuhan dan peluang untuk penambahan
bagian (segmen) sungai alami dan indah serta kontribusinya terhadap
kelestarian sosial, ekonomi, dan ekologi.
b. Tim multidisiplin harus menyusun komponen rencana untuk pengelolaan
sungai alami dan indah yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Rencana harus memiliki komponen rencana untuk melindungi nilai yang
menjadi dasar penetapannya sebagai wilayah yang ditetapkan sebagai sungai
alami dan indah.
d. Tim multidisiplin harus menyediakan komponen rencana untuk bagian
(segmen) sungai alami dan indah yang tidak mengganggu pelaksanaan hak-hak
yang ada dan valid.
e. Kepala KPH harus berkoordinasi dengan Kepala KPH lainyang berdekatan
untuk memastikan pengelolaan yang sesuai untuk sungai alami dan indah yang
melewati batas wilayah pengelolaan hutannya.
f. Tim multidisiplin harus mempertimbangkan:
(1) Tindakan dan ukuran untuk melindungi dan meningkatkan kualitas arus
sungai, kualitas air, dan nilai dari sungai tersebut ; dan
(2) Pengelolaan kawasan hutan yang bersebelahan di dalam kesatuan jalur
sungai (river corridor).
2. Rencana harus secara jelas mengidentifikasi bagian sungai yang telah ditetapkan,
layak dan memenuhi syarat sebagai wilayah yang ditetapkan dalam wilayah
rencana. Untuk mengatur komponen rencana yang dapat diterapkan pada sungai
alami dan indah tersebut, Kepala KPH dapat mengidentifikasi satu atau lebih
wilayah pengelolaan atau wilayah geografis untuk sungai alami dan indah atau
menggunakan cara lain untuk menunjukkan di mana komponen-komponen
perencanaaan dapat diterapkan.
3. Rencana harus mencakup komponen-komponen rencana termasuk standar atau
pedoman untuk perlindungan sungai alami dan indah (baik telah ditetapkan
maupun yang layak atau memenuhi syarat untuk ditetapkan) yang terintegrasi
dengan komponen rencana lainnya. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, rencan
dapat meliputi:
a. Kondisi yang diinginkan yang menggambarkan kondisi yang diharapkan
bagian sungai alami dan indah dan jalur sungainya. Kondisi yang diharapkan
ini harus didasarkan pada tipe atau jenis bagian sungai tersebut (alami, indah
atau rekreasi). Kondisi yang diharapkan dapat bervariasi untuk bagian sungai

90
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


yang berbeda, tergantung pada klasifikasi masing-masing bagian dan nilai
yang terkandung didalamnya.
b. Standar, pedoman, atau kesesuaian untuk menetapkan syarat dan ketentuan
atas suatu kegiatan atau aktifitas untuk memastikan bahwa dampak buruk
yang mempengaruhi nilai sungai alami dan indah dapat dihindari. Standar
atau pedoman juga dapat melindungi karakter alami, indah atau karakter
rekreasi yang diharapkan dari bagian sungai yang telah ditetapkan. Bagian
sungai yang alami dan indah dikeluarkan dari kegiatan industri perkayuan.
Daerah sungai alami dan indah tidak sesuai untuk produksi perkayuan
karena industri semacam itu tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan
untuk sungai tersebut di masa depan.
c. Bagian sungai alami dan indah mungkin menjadi bagian dari peran dan
kontribusi khusus dari suatu wilayah rencana. Konten rencana lainnya dapat
menggambarkan pendekatan pengelolaan dari Kepala KPH untuk
menyelesaikan studi kelayakan dari sungai yang memenuhi syarat atau
menyelesaikan rencana pengelolaan wilayah yang ditetapkan sebagai sungai
alami dan indah.
4. Kepala KPH harus menjelaskan status dan rekomendasi untuk sungai alami dan
indah dalam dokumen surat keputusan.
Sungai alami dan indah yang telah ditetapkan juga harus memiliki rencana pengelolaan
sungai yang komprehensif. Oleh karenanya rencana pengelolaan hutan harus harus
sesuai dengan rencana pengelolaan sungai yang komprehensif tersebut, apabila tidak
sesuai keduanya harus direvisi/diubah sehingga sesuai satu sama lain. Hanya
komponen rencana yang terkandung dalam satu rencana pengelolaan sungai yang perlu
dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan hutan. Keseluruhan rencana pengelolaan
sungai tidak perlu dimasukkan dalam rencana pengelolaan hutan.

C4.43 – Jalur yang Indah dan Bersejarah

1. Ketika menyusun komponen rencana untuk jalur (wisata alam) yang indah dan
bersejarah:
a. Tim multidisiplin harus mereviu hasil penilaian untuk informasi tentang jalur
yang indah dan bersejarah yang ada di wilayah rencana dan petunjuk yang
terdapat dalam rencana yang komprehensif (comprehensive plans). Untuk
kawasan jalur yang indah dan bersejarah yang tidak memiliki informasi yang
dipublikasikan, penilaian mengidentifikasi dan mengevaluasi informasi lain
yang berkaitan dengan lokasi dan pengelolaan areal tersebut.
b. Tim multidisiplin harus mengidentifikasi jalur yang indah dan bersejarah yang
telah ditetapkan dan komponen rencana untuk pengelolaan dan hak
penggunaannya yang sesuai dengan peraturan/ketentuan yang berlaku.
Komponen rencana harus harus disediakan sesuai sifat dan maksud dari jalur
yang indah dan bersejarah yang ada (eksisting) dan untuk potensi hak
penggunaan dari jalur yang ditetapkan untuk pendidikan.
c. Tim multidisiplin sebaiknya menggunakan aturan terkait hak penggunaan atau
hak perlintasan jalur yang indah dan bersejarah untuk memetakan lokasi jalur
tersebut. Jika aturan mengenai hak penggunana atau perlintasan belum ada,
Tim multidisiplin agar merujuk pada peraturan perundang-undangan sebagai

91
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

sumber utama untuk mengidentifikasi dan memetakan hak penggunaan dan


perlintasan jalur yang indah dan bersejarah tersebut. Atau menggunakan
informasi lain untuk mendelineasi jalur yang indah dan bersejarah yang
melindungi nilai sumber daya sebagai tujuan ditetapkannya atau diusulkannya
jalur yang indah dan bersejarah tersebut.
d. Kepala KPH harus berkonsultasi dengan Kepala KPH lain yang berdekatan
ketika menyusun komponen rencana untuk kawasan jalur yang indah dan
bersejarah yang melintasi batas KPH dan harus berusaha untuk
mempertahankan atau menetapkan pendekatan pengelolaan yang sesuai dan
mengetahui beragam kebutuhan dan kondisi sumber daya di berbagai wilayah
rencana KPH yang lain.
e. Komponen rencana harus sesuai dengan tujuan dan praktik yang diidentifikasi
dalam rencana yang komprehensif untuk pengelolaan jalur yang indah dan
bersejarah. Tujuan dan praktik meliputi identifikasi sumber daya yang harus
dilestarikan dan daya dukung kawasan tersebut.
f. Kepala KPH harus memasukkan komponen rencana yang sesuai untuk sifat
alami dan maksud dari jalur yang indah dan bersejarah di wilayah rencana.
Dalam melakukan hal itu, Kepala KPH harus mempertimbangkan aspek lain
dalam rencana yang terkait dengan kawasan tersebut seperti akses, sumber
daya budaya dan sejarah, desain rekreasi, karakter keindahan, dan hak-hak
yang ada dan berlaku (valid).
2. Rencana tersebut harus mencakup komponen-komponen rencana termasuk
standar atau pedoman untuk wilayah yang ditetapkan. Untuk memenuhi ketentuan
tersebut, maka rencana:
a. Harus mencakup kondisi yang diinginkan yang menggambarkan jalur yang
indah dan bersejarah dan nilai rekreasi, keindahan alam, sejarah, dan nilai
sumber daya lainnya yang menjadi alasan penetapannya sebagai wilayah yang
ditetapkan.
b. Dapat termasuk tujuan untuk jalur yang indah dan bersejarah dimana kondisi
eksisting (pengaturan, peluang, karakter keindahan alam, nilai sumber daya
budaya dan nilai sumber daya lainnya) berbeda dari kondisi yang diharapkan.
Tujuan ini dapat mengidentifikasi kegiatan yang diinginkan untuk
memperbaiki kondisi jalur yang indah dan bersejarah, meningkatkan nilai
sumber daya, menciptakan atau memperbaiki hubungan dengan masyarakat
dan pengunjung, atau outcome yang diharapkan dan terukur lainnya yang akan
memperbaiki jalur yang indah dan bersejarah tersebut.
c. Dapat mencakup standar atau pedoman untuk menetapkan syarat dan
ketentuan atas suatu kegiatan atau aktifitas, untuk melindungi jalur yang indah
dan bersejarah dan nilai sumber daya yang terkait.
d. Dapat memasukkan komponen rencana kesesuaian untuk membatasi atau
mencegah penggunaan dan aktivitas yang tidak sesuai.
e. Harus mengidentifikasi dan memetakan jalur yang indah dan bersejarah
f. Dapat menerapkan komponen rencana yang khusus untuk jalur yang indah dan
bersejarah: sediakan satu atau lebih wilayah pengelolaan atau wilayah
geografis untuk dijadikan sebagai jalur yang indah dan bersejarah;
rujuk/pedomani aturan mengenai hak penggunaan atau perlintasan jalur yang
indah dan bersejarah yang teridentifikasi atau yang ada, tempatkan koridor

92
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN


disekitar jalur tersebut, atau gunakan cara lain untuk mengidentifikasi secara
pasti di mana komponen rencana dapat diterapkan pada jalur yang indah dan
bersejarah tersebut.

C4.44 –Areal dengan Aksesibilitas Terbatas

Rencana harus mengidentifikasi areal yang memiliki aksesibilitas terbatas (tidak


memiliki infrastruktur jalan). Areal dengan aksesibilitas terbatas dapat diidentifikasi
sebagai wilayah pengelolaan atau wilayah geografis yang khas/unik dalam rencana.
Bagaimanapun, Kepala KPH harus memastikan bahwa komponen rencana yang dapat
diterapkan pada areal tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada mengenai
pembatasan aksesibilitas. Rencana dapat memiliki komponen rencana yang berbeda
yang diterapakan di beberapa wilayah pengelolaan atau wilayah geografis pada wilayah
dengan aksesibiltas terbatas selama komponen-komponen rencana tersebut sesuai
dengan batasan atau larangan dalam aturan terkait pembatasan aksesibilitas (antara
lain pembatasan pembangunan jalan).
Wilayah yang ditetapkan sebagai areal dengan aksesibilitas terbatas, dapat menjadi
wilayah perlindungan sebagaimana wilayah yang ditetapkan sebagai hutan belantara.
Tujuan dari penetapan areal dengan aksesibitas terbatas adalah untuk membatasi
dampak negatif dari pembangunan, dan pemeliharaan serta penggunaan jalan oleh
kendaraan terhadap sumber daya yang ada di wilayah rencana. Selain itu, areal dengan
aksesibilitas terbatas ditujukan untuk melindungi ekosistem hutan yang tidak masuk
sebagai kawasan konservasi.








93
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

C5. Matriks Rencana Pengelolaan Hutan


Kondisi Prediksi
Hasil penilaian Ukuran Sumber Tata Penanggung
Aspek Perencanaan Hutan yang Indikator Kegiatan Kebutuhan
(assessment) Kinerja Pembiayaan Waktu Jawab
diinginkan biaya (Rp)

1. Kelestarian Ekologi dan


Keanekaragaman Komunitas Tumbuhan
dan Satwa
A. Komponen Rencana Untuk Keutuhan
dan Keanekaragaman Ekosistem
• Rentang variasi alami
• Keutuhan ekosistem
• Peluang untuk Memitigasi Kebakaran
Hutan
• Keanekaragaman Ekosistem
• Wilayah Riparian (peralihan antara
ekosistem perairan dan daratan)
B. Komponen Rencana untuk Udara,
Tanah, dan Air
• Kualitas Udara
• Tanah dan Produktifitas Tanah
• Kualitas Air dan Sumberdaya Air
C. Komponen rencana untuk Spesies
Terancam (dalam resiko)
• Jenis yang Terancam dan Terancam
(Hampir) Punah
• Usulan dan Calon Spesies (yang masuk
dalam perhatian konservasi atau
terancam dan terancam punah)

94
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

Kondisi Prediksi
Hasil penilaian Ukuran Sumber Tata Penanggung
Aspek Perencanaan Hutan yang Indikator Kegiatan Kebutuhan
(assessment) Kinerja Pembiayaan Waktu Jawab
diinginkan biaya (Rp)

• Jenis yang Menjadi Pusat Perhatian


Konservasi
2. Kelestarian Sosial dan Ekonomi dan
Multiguna/Multi Manfaat

A. Kontribusi Wilayah rencana pada


Kelestarian Sosial dan Ekonomi
• Multi Manfaat/Multiguna
• Jasa Ekosistem

B. Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi


yang Dipengaruhi oleh Rencana
C. Pertimbangan untuk Multiguna hutan,
Jasa Ekosistem, dan Infrastruktur
• Sumberdaya Rekreasi yang
Berkelanjutan dan Peluang
Menghubungkan Masyarakat dengan
Alam
• Ikan, Satwa Liar, dan Tumbuhan
• Daerah Aliran Sungai dan Sumber
Daya Air
• Lahan Penggembalaan/perburuan,
Tanaman untuk Pakan Ternak dan
Penggembalaan
• Pohon (Kayu) dan Tumbuhan
(vegetasi)
• Pemandangan Indah, Nilai estetika,
Area pandang, dan Corak Geologi

95
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Kondisi Prediksi
Hasil penilaian Ukuran Sumber Tata Penanggung
Aspek Perencanaan Hutan yang Indikator Kegiatan Kebutuhan
(assessment) Kinerja Pembiayaan Waktu Jawab
diinginkan biaya (Rp)

• Sumberdaya Budaya, dan Sejarah


• Wilayah Kepentingan Masyarakat
• Mineral dan Sumberdaya Energi yang
Tidak Terbarukan
• Bencana Geologi
• Energi terbarukan
• Infrastruktur, Jalan, dan Jalan setapak
• Status Kawasan Hutan, Kepemilikan,
Penggunaan, Akses dan Keterkaitan
Ruang dengan Kepemilikan Lain
(kawasan lain)
• Pertimbangan Lain untuk Multiguna
hutan

96
BUKU C: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN

CATATAN:

97
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN


CATATAN:

98
I S B N 9 7 8 - 6 0 2 - 1 6 8 1 - 44- 2

9 786021 681442

Anda mungkin juga menyukai