Anda di halaman 1dari 9

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GIZI

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BOBA TERHADAP OBESITAS

DISUSUN OLEH KELOMPOK B:


Affini Lydia Carissa – P21331118002 Ismi Nurhalisa – P21331118046
Anis Faiqoh Nurullita – P21331118009 Nadyatuz Zahra – P21331118053
Annisa Kurnia Dwi Septi – P21331118011 Nanda Syura – P21331118055
Devita Aliefia Cahya mawarni – P21331118019 Saiyidah Mu’thiyah – P21331118068

Sarjana Terapan Gizi/VIB

DOSEN PENGAJAR :
Dra. Rosmida Magdalena Marbun, M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


JURUSAN GIZI
Jl. Hang Jebat III F3, Gunung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, minuman adalah sesuatu atau
barang yang diminum dan kekinian berarti keadaan sekarang atau terkini, sehingga secara
harafiah minuman kekinian dapat diartikan sebagai sesuatu yang diminum masa kini. Minuman
kekinian merupakan istilah yang digunakan untuk minuman–minuman inovatif dan populer, baik
karena rasa maupun ciri khasnya yang unik. Beberapa jenis minuman kekinian antara lain
minuman boba, cheese tea, kopi susu dengan brown sugar, thai tea, dan regal drink (Listiorini,
2019). Bubble tea itu sendiri adalah minuman yang berbahan dasar teh dengan dikombinasikan
berbagai varian rasa serta diberikan topping (isian) berupa jeli atau sejenisnya. Didirikan di
Taiwan pada tahun 2005. Minuman boba merupakan salah satu jenis minuman kekinian yang
banyak bermunculan di tengah masyarakat Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Minuman
boba pertama kali ditemukan pada tahun 1980 di Taiwan berupa zhen zhu nai cha, atau yang
dalam bahasa Indonesia berarti teh susu mutiara atau lebih dikenal dengan nama teh susu boba
/boba milk tea/ bubble tea. Tekstur kenyal merupakan ciri khas dari bola-bola tapioka tersebut.
Sejak beberapa tahun terakhir gerai–gerai minuman boba terus bermunculan di tengah
masyarakat Indonesia seiring dengan besarnya popularitas minuman tersebut, terutama di
kalangan remaja dan dewasa muda.
Minuman boba mengandung kadar gula dan kalori yang tinggi. Penelitian terkait kadar
gula dan kalori dalam minuman boba yang dilakukan oleh Jae et al., (2017) menunjukkan bahwa
minuman teh susu boba mengandung kadar gula dan kalori yang tinggi, yaitu berkisar antara 38
– 96 gram gula dan 299–515 kkal energi, bergantung pada jenis topping dan ukuran yang dipilh,
selain itu minuman boba merupakan bagian dari kelompok sugar sweetened beverage (SSB) atau
minuman berpemanis yang umumnya mengandung pemanis berupa high fructose corn
syrup/HFCS (55% fruktosa, 45% glukosa) atau sukrosa (50% fruktosa, 50% glukosa). Secara
langsung, fruktosa menyebabkan disregulasi metabolisme lemak dan karbohidrat. Secara tidak
langsung, gula meningkatan asupan energi yang mengarah pada keseimbangan energi positif,
sehingga terjadi peningkatan berat badan dan penambahan lemak, yang pada akhirnya juga
menyebabkan disregulasi metabolisme lemak dan karbohidrat. Selain itu, minuman berpemanis
memiliki kadar gula yang tinggi, namun tidak memberikan rasa kenyang, memiliki nilai gizi
yang rendah.
Boba berasal dari Taiwan dan dikenal dengan nama zenzhu naicha. Makanan ini biasanya
ditambahkan pada jus, es teh dan minuman. Bahkan di beberapa gerai, boba menjadi campuan
makanan ramen dan kue. Rasa boba yang kenyal memang menjadi daya tarik tersendiri bagi
penggemar minuman manis. Bahan utama boba adalah tepung tapioka. Tapioka sendiri tidak
punya rasa, namun rasa manis boba berasal dari gula atau madu yang direndam sebelum
disajikan. Boba atau bubble merupakan kata slang dalam bahasa Mandarin. Boba terbuat dari
tepung tapioka alias singkong. Pada jaman dulu, para imigran Cina yang datang ke Taiwan
mendirikan kedai teh yang mana mencoba manyajikan teh dingin dengan memasukan bola-bola
tapioka kedalam minuman. Boba juga ikut menyebar ke negara-negara Eropa namun belum bisa
mengalahkan inovasi dari Cina. Cina sendiri menawarkan boba milk tea instan yang mana kita
dapat menyimpan stock-nya di rumah dan menyeduhkan ketika dingin.
Obesitas atau lebih dikenal dengan kegemukan merupakan salah satu masalah yang
cukup merisaukan di kalangan remaja1. Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat
dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan2. Penyebab utama obesitas belum diketahui
secara jelas, namun obesitas pada remaja terlihat cenderung kompleks, multifaktorial, dan
menjadi pencetus terjadinya penyakit kronis dan degenerative. Menurut National Health and
Nutrition Examination Survey 1999- 2000, bahwa diperkirakan 13% anak-anak berusia 6-11
tahun dan 14% remaja berusia 12-19 tahun mengalami overweight. Proporsi obesitas pada
remaja setiap tahunnya mengalami peningkatan yaitu tahun 2007 sebesar 18,8% kemudian
meningkat ditahun 2013 menjadi 26,6%. Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan prevalensi
gemuk pada remaja usia 16 – 18 tahun di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2010 yaitu 1,4% menjadi 7,3%. Berdasarkan data riskesdas tahun 2018 proporsi obesitas sentral
pada remaja ≥15 tahun sebesar 31%.
Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor
lingkungan terutama berkaitan dengan perubahan gaya hidup mengarah pada sedentary life style.
Pola makan yang menjadi pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas adalah mengkonsumsi
makanan hingga melebihi kebutuhan, makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat
sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih
makanan berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (softdrink). Selain
pola makan dan perilaku makan, kurang aktivitas juga merupakan faktor penyebab terjadinya
kegemukan dan obesitas. Peningkatan angka kejadian obesitas yang terjadi pada masa remaja
akan berdampak pada peningkatan angka kejadian penyakit kardiovaskular dan degeneratif
(Fachrunnisa, dkk 2016). Obesitas di sebabkan oleh berbagai faktor yang sifatnya multifaktorial
seperti faktor keturunan, faktor lingkungan dan perilaku makan yang kurang tepat. Faktor
lingkungan dan perilaku memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap obesitas, kaitannya
dengan gaya hidup masyarakat (Wiardani, 2017).

B. Filosofi Pelatihan
Pelatihan dan Pendidikan mengenai pengaruh konsumsi boba terhadap obesitas
diselenggarakan dengan memperhatikan:
1. Prinsip Andragogi, yaitu selama pelatihan peserta berhak untuk:
a.Didengarkan dan dihargai pengalamannya dalam melaksanakan pelatihan dan pendidikan
gizi.
b.Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya yang berkaitan dengan kegiatan pelatihan dan
pendidikan gizi.
c.Tidak dipermalukan, dilecehkan atau diabaikan keberadaannya.
2. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk mengembangkan keterampilan yang
sesuai dengan tujuan pelatihan dan pendidikan gizi.
3. Belajar sambil melakukan (learning by doing) yang memungkinkan peserta untuk menerapkan
di kehidupan sehari-hari.
4. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a.Mendapatkan kurikulum dan modul pelatihan.
b.Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan berbagai metode,
melakukan umpan balik dan menguasai materi pelatihan.
c.Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik cara menyampaikan (visual), bahasa
yang digunakan (auditorial), maupun gerak (kinestetik).
d.Belajar dengan pengetahuan yang dimiliki masing-masing.
e.Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi terhadap penyelenggara maupun fasilitator dan dievaluasi tingkat
pemahaman dan kemampuannya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 30 tahun 2013 tentang, Pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan
Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih dari 50 g (4 sendok makan), natrium
lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan lemak/minyak total lebih dari 67 g (5 sendok makan) per
orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.
Gula yang dikonsumsi melampaui kebutuhan akan berdampak pada peningkatan berat
badan, bahkan jika dilakukan dalam jangka waktu lama secara langsung akan meningkatkan
kadar gula darah dan berdampak pada terjadinya diabetes tipe-2, bahkan secara tidak langsung
berkontribusi pada penyakit seperti osteoporosis, penyakit jantung dan kanker. Gula yang
dikenal masyarakat tidak hanya terdapat pada gula tebu, gula aren dan gula jagung yang
dikonsumsi dari makanan dan minuman.
Sedangkan minuman boba mengandung kadar gula dan kalori yang tinggi. Penelitian
terkait kadar gula dan kalori dalam minuman boba yang dilakukan oleh Jae et al., (2017)
menunjukkan bahwa minuman teh susu boba mengandung kadar gula dan kalori yang tinggi,
yaitu berkisar antara 38 – 96 gram gula dan 299–515 kkal energi, bergantung pada jenis topping
dan ukuran yang dipilih, selain itu minuman boba merupakan bagian dari kelompok sugar
sweetened beverage (SSB) atau minuman berpemanis yang umumnya mengandung pemanis
berupa high fructose corn syrup / HFCS (55% fruktosa, 45% glukosa) atau sukrosa (50%
fruktosa, 50% glukosa). Sehingga satu cup boba sudah memenuhi kebutuhan gula sehari-hari
bahkan lebih, belum ditambah dengan kandungan gula dari bahan lain dalam makanan sehari-
hari.

II. Peran Fungsi dan Kompetensi


A. Peran
Sebagai fasilitator untuk memberikan edukasi mengenai pengaruh minuman boba terhadap
kejadian obesitas dikalangan remaja dan dewasa muda.
B. Fungsi
Dalam melakukan perannya, fasilitator berfungsi:
1. Menyelenggarakan webinar
2. Memberikan edukasi terkait minuman boba
3. Melakukan pembinaan terhadap kelompok sasaran
C. Kompetensi
Setelah pelatihan, fasilitator diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut.
1. Mampu menjelaskan peran dan fungsi fasilitator dalam edukasi mengenai pengaruh
minuman boba terhadap kejadian obesitas dikalangan remaja dan dewasa muda
2. Mampu melakukan webinar
3. Mampu mengedukasi terkait materi yang ada
4. Mampu melakukan pembinaan terhadap kelompok sasaran
III. TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum
Setelah selesai mengikuti pelatihan dan pendidikan, remaja dan dewasa muda (A) mampu
memahami dan menginterpretasikan kedalam kesehariannya mengenai perubahan
perilaku dalam konsumsi boba (B) berkaitan dengan obesitas (C)

B. Tujuan Khusus
Setelah selesai mengikuti pelatihan, diharapkan remaja dan dewasa muda dapat:
1. Menjelaskan pengaruh minum boba terhadap obesitas
2. Menjelaskan dampak obesitas terhadap kesehatan tubuh
3. Memberi contoh dari materi yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Menarik kesimpulan dari materi yang dijelaskan.
5. Mengubah kebiasaan minuman boba dari 2x seminggu menjadi 1x sebulan

NOTE:
Tanggapan Ainun: untuk diklat sebaiknya dapat merubah kebiasaan
Tanggapan bu rina: latar belakang apakah perilaku tersebut bermasalah, mungkin dapat survey
pendahuluan, apakah sasaran itu diperlukan. apakah perilaku sasaran tsb bermasalah sehingga
perlu dilakukan perubahan? Latar belakang bisa ditambahin data konsumsi boba. Nambahin
populasi data konsumsi boba.
Tanggapan bu ros: Hasil survey pendahaluan dimasukkan kedalam latar belakang. Lalu untuk
latar belakang sebaiknya menggunakan segitiga terbalik, dari umum ke khusus, bisa membahas
obesitasnya duluu baru dijelaskan faktor2 apa saja penyebabnya lalu baru bahas minuman dan si
bobanya.

IV. PESERTA, PELATIH, NARASUMBER, DAN PENYELENGGARA


A. Peserta
Kriteria: (inklusi dan eksklusi)
Remaja dan dewasa muda umur (16-23)
Sering meminum boba minimal 2x/minggu
B. Pelatih
C. Narasumber
D. Penyelenggara
DAFTAR PUSTAKA
https://ijhd.upnvj.ac.id/index.php/ijhd/article/download/48/31
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1115251058-2-BAB%20I.pdf
https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe/article/download/191/136/
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1131/3/3.%20Chapter%201.doc.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1335/3/Chapter%201.doc.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1806/2/BAB%20I.pdf
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ijhd.upnvj.ac.id/index.php/ijhd/article/download/48/31/&v
ed=2ahUKEwimnLXziPjuAhXK8XMBHe40Akk4ChAWMAN6BAgGEAI&usg=AOvVaw0HV
f8ra-o_oPZG6cw3FH5W

Anda mungkin juga menyukai