P02 Pemakaian Alat Ukur Dasar
P02 Pemakaian Alat Ukur Dasar
Tujuan
1. Dapat menggunakan alat-alat ukur dasar panjang dan massa.
2. Dapat menentukan kesalahan pada pengukuran beserta penjalarannya .
Alat-alat Ukur
1. Jangka sorong dengan skala nonius
2. Mikrometer sekrup
3. Timbangan
Bahan Praktikum
1. Silinder logam
2. Balok kayu kecil
Perangkat Lunak
1. Microsoft Excel
2. Microsoft Word
TEORI SINGKAT
A. Pendahuluan
Di dalam berbagai bidang ilmu dan teknologi sering harus dilakukan pengukuran besaran fisis,
seperti misalnya jarak, waktu, massa, kecepatan, tegangan, kuat arus dan sebagainya. Dalam
melakukan pengukuran selalu dihinggapi ketidakpastian. Adapun sebabnya antara lain :
1. Keterbatasan ketelitian alat ukur tersebut. Secara fisik, jarak antara dua goresan yang
berdekatan dalam suatu alat ukur jarang kurang dari 1 mm. Hal ini disebabkan karena mata
manusia agak sukar melihat jarak kurang dari 1 mm dengan tepat.
8
Dalam hal ini 2.99792458 × 10 m⁄s adalah nilai besaran kelajuan cahaya di ruang hampa hasil pengukuran sedangkan 4 m/s adalah nilai
8 8
ketidakpastian pengukurannya. Nilai yang sebenarnya ada diantara rentang 2.99792454 × 10 m⁄s − 2.99792462 × 10 m⁄s. Dalam hal ini hasil
pengukuran dinyatakan dalam sembilan angka penting yang terdiri dari delapan angka yang sudah pasti dan satu angka terakhir yang diragukan. Jadi
kalau kita melakukan pengukuran besaran maka ketidakpastian pengukurannya harus dicantumkan untuk memperlihatkan akurasi dari pengukuran
tersebut.
Suatu nilai hasil pengukuran biasanya terdiri dari beberapa angka, misalnya panjang suatu benda dilaporkan
sebagai:
± ∆ = (7.24 ± 0.03) cm
(2.3)
Angka 7 dan 2 dapat dipastikan kebenarannya, sedangkan angka 4 merupakan angka taksiran.
Ketiga angka (7, 2 dan 4) dalam bilangan ini disebut angka-angka penting. Angka-angka
penting suatu bilangan hasil pengukuran terdiri dari angka-angka yang dapat dipastikan
kebenarannya dan angka pertama hasil taksiran. Jadi pada persamaan (2.3) di atas hasil
pengukuran dinyatakan dalam tiga angka penting.
atau:
± ∆ = (72400 ± 300) μm
(2.5)
Perhatikan bahwa deretan angka nol sebelum angka 7 pada persamaan (2.4) dan setelah angka 4 pada
persamaan (2.5) tidak termasuk angka penting. Jadi jumlah angka penting pada hasil pengukuran ini tetap
tiga, meskipun dinyatakan dalam bentuk yang berbeda. Perhatikan pula bahwa nilai ketidakpastian selalu
dinyatakan dalam satu angka penting. Sebagai catatan, penulisan hasil dengan cara pada persamaan (2.4) dan
(2.5) kurang baik karena menyulitkan pembacaan orde bilangan tersebut. Dalam tabel di bawah ini disajikan
cara penulisan yang kurang baik dan yang baik.
No Penulisan yang kurang baik Penulisan yang baik
1 (34500 ± 600) m 4
(3.45 ± 0.06) × 10 m
Cara memperkirakan dan menyatakan kesalahan bergantung pada pada cara pengukuran yang
dilakukan serta jenis peralatan yang dipakai ditinjau dari skala ukurannya. Dari cara
pengukurannya ada dua macam yaitu pengukuran tunggal dan pengukuran berulang,
sedangkan dari jenis peralatannya tiga jenis yaitu peralatan berskala analog, peralatan
berskala nonius dan peralatan berskala digital.
1. Pengukuran tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja (apapun alasannya). Misalkan kita mengukur
besaran , ketidakpastian pengukuran yaitu ∆ mengikuti aturan sebagai berikut:
0 1 2 3 4 5 6
Gambar 2.1
Panjang sebuah balok diukur sekali dengan menggunakan mistar yang memiliki skala terkecil 0.1 cm.
Hasilnya ditulis dengan tiga angka penting sebagai:
(2.6)
± ∆ = (6.18 ± 0.05) cm
Dalam hal ini angka 8 merupakan angka perkiraan. Ini berarti, pengamat menduga panjang
balok itu sekitar 6.18 cm, yaitu antara 6.13 cm sampai 6.23 cm (tidak dapat diketahui berapa
tepatnya). Dengan kata lain pengamat berkeyakinan benar, bahwa panjang balok tidak kurang
dari 6.13 cm dan tidak lebih dari 6.23 cm.
2. Pengukuran berulang
Pengukuran tunggal seringkali kurang berguna karena kita hanya bergantung pada satu
nilai saja. Adanya ketidakpastian tersistem, ketidakpastian acak atau keterbatasan ketrampilan
pengamat menuntut kita untuk melakukan pengulangan untuk memastikan hasil pengukuran.
Dengan pengukuran berulang diharapkan akan diperoleh informasi yang lebih banyak tentang
nilai benar suatu besaran fisis. Makin banyak suatu nilai dihasilkan dalam pengukuran berulang,
makin yakin kita akan benarnya nilai tersebut.
Misalkan suatu besaran fisis diukur sebanyak n kali, menghasilkan sampel dari populasi , yaitu ( 1, 2,⋯ , , ). Nilai 'terbaik' pengganti nilai
benar dari pengukuran ini adalah nilai rata-rata sampel , yaitu :
1
(2.7)
̅= ∑
=1
Penyimpangan nilai rata-rata sampel terhadap nilai besaran fisis sebenarnya dinyatakan sebagai deviasi
standar terhadap sampel, yang dirumuskan sebagai:
∑ ( ̅− )2
(2.8)
=1
=∆ =√
( − 1)
Anda tidak usah gentar menghadapi data yang banyak. Sekarang sudah tersedia berbagai
perangkat lunak untuk mengolah berbagai macam data. Dalam hal ini kita akan memakai
perangkat lunak Microsoft Excel. Persamaan (2.7) dan (2.8) dapat dikerjakan dengan mudah
dengan menggunakan perangkat lunak tersebut.
Contoh: Diameter sebuah silinder logam diukur sebanya 9 kali dengan memakai jangka sorong.
Data yang didapatkan direkam dalam perangkat lunak “spread sheet” seperti pada
gambar 2.2 a. Carilah nilai rata-ratanya beserta ketidakpastiannya.
Gambar 2.2. (a) Data hasil pengukuran diameter sebuah silinder logam. (b) Sel berwarna kuning
menunjukkan hasil perhitungan nilai rata-rata memakai fungsi
“=AVERAGE(B2:B10)”. (c) Sel berwarna kuning menunjukkan hasil perhitungan
nilai ketidakpastian hasil pengukuran memakai fungsi “=STDEV(B2:B10)”.
Perhatikan Gambar 2.2 (a). Data tersimpan di sel B2 sampai B10. Nilai rata-rata dari sembilan
kali pengukuran tersebut dapat ditentukan dengan mengetikkan “=AVERAGE(B2:B10)” di sel
B11 (sel berwarna kuning pada gambar 2.2 (b). Setelah anda tekan tombol “Enter”, maka di sel
B11 tersebut akan tertulis angka 12,11111111 . Angka tersebut merupakan nilai rata-rata dari
sembilan nilai hasil pengukuran. Ketidakpastian dari nilai samper dapat ditentukan dengan
mengetikkan “=STDEV(B2:B10)” di sel B12 (sel berwarna kuning pada gambar 2.2 (c). Setelah
anda tekan tombol “Enter”, maka di sel B12 tersebut akan tertulis angka 0,153659074. Angka
tersebut merupakan nilai ketidakpastian dari hasil pengukuran. Sebagai catatan, perangkat
lunak yang digunakan memakai tanda koma (,) sebagai tanda desimal. Kita dapat menuliskan hasil pengukuran
tersebut sebagai:
(2.9)
̅
± ∆ = (12.11111111 ± 0.153659074) mm
Nilai ketidakpastian pada pengukuran tersebut jika dinyatakan dalam satu angka berarti adalah 0.2 mm. Jadi
hasil dapat dilaporkan sebagai:
(2.10)
̅
± ∆ = (12.1 ± 0.2) mm
C. Perambatan Kesalahan
Banyak besaran-besaran fisika yang tidak dapat diukur secara langsung. Lebih sering kita dapati bahwa
besaran- besaran itu merupakan fungsi dari besaran-besaran lain yang dapat diukur. Misalkan besaran fisis
merupakan fungsi dari besaran dan :
= ( , )
(2.11)
Besaran dan diukur sehingga didapatkan hasil pengukuran beserta ketidakpastiannya yaitu ( ± ∆ ) dan ( ± ∆ ). Ketidakpastian pada besaran selain tergantung pada besaran dan serta
ketidakpastiannya, juga tergantung pada cara pengukurannya.
) )
Contoh : sebuah silinder logam diukur volume dan massanya masing-masing sekali
sehingga didapatkan hasil
( ± ∆ ) = (6.18 ± 0.05) cc
dan ( ± ∆ ) = (16.800 ± 0.005) gram
Ketidakpastian pengukuran:
∆ = |( ) |∆ + |( ) |∆
1 = | |∆ + |− 2|∆
1 16.80
= (6.18 × 0.005 + (6.18) 2 × 0.05)g⁄cc = 0.0228 g⁄cc
Contoh ;
Diameter dan panjang silinder masing-masing diukur berulang kali sehingga didapatkan
data sebagai berikut : ̅
± ∆ = (1.070
̅ (5.35 0.0 2) cm
0.005)cm
±∆ =
Ketidakpastian volume:
2 2
∆ = √( 2
) (∆ ) + ( ) (∆ )
2
(2.14)
2 2
∆ = √( ) 2
(0.9 × ∆ ) + ( ) (∆ )
2
Contoh :
Diameter silinder diukur sekali, sedangkan panjang silinder diukur berulang kali sehingga
dihasilkan data sebagai berikut ; ± ∆ = (1.07 0.01)cm
̅ (5.35 0.0 2) cm
±∆ =
∆ = √( ) (0.9 ×∆ )
2 +( ) (∆ )
2
2
√ 2 2 2 3
(0.9 × ∆ ) (∆ )
∆ = ( ) + = 0.0626 cm
4 2
1. Jangka Sorong
Ada banyak macam jangka sorong, tapi pada dasarnya ada 3 jenis yaitu jangka sorong
dengan skala putar (gambar 2.3 a), jangka sorong dengan skala nonius geser (gambar 2.3 b)
dan jangka sorong digital (gambar 2.3 c) .
a b c
Gambar 2.3 Macam-macam Jangka Sorong
Jangka sorong memiliki bagian-bagian yaitu rahang atas, rahang bawah, skala utama,
skala nonius dan pengukur kedalaman dapat dilihat pada gambar 2.4.
a b
a b c
Gambar P2.5. Fungsi Jangka Sorong, a. Mengukur diameter luar, b. Mengukur diameter
dalam, dan c. Mengukur kedalaman
a b
Gambar 2.6. Pengukuran silinder berongga dengan jangka sorong skala nonius
Perhatikan gambar 2.6.a. Nilai satu skala utama adalah 1 mm. sedangkan jumlah skala nonius adalah 20.
Maka nilai satu skala nonius adalah:
nilai satu skala utama 1 mm (2.15)
nilai 1 skala noius = 20 =
20 = 0.05 mm
(a) (b)
Gambar 2.7. Pengukuran uang logam 500 rupiah dengan jangka sorong skala nonius putar
Hasil Pengukuran Tunggal:
(2.726 ± 0.001)cm
= 2.7 cm + 0.26 mm
= 2.7 cm + 0.026 cm
= 2.726 cm
(a) (b)
Gambar P3.10. Mengukur ketebalan balok dengan mikrometer sekrup
Skala utama menujukkan angka adalah 9.5 lebih, sedangkan skala putar menunjuk pada
daerah diantara garis ke 29 dan ke 30. Tebal balok dapat dilaporkan sebagai:
= (9.5 + 29 × 0.01 + 0.004) mm = 9.794 mm
Perhatikan bahwa angka 4 pada pengukuran ini merupakan perkiraan. Jadi ukuran tebal
balok tersebut tidak tepat 9.79 mm, tapi ada lebihnya yang diperkirakan sebesar 0.004 mm,
atau 4 mikron. Dengan demikian hasil pengukuran ini dilaporkan sebagai:
( ± ∆ ) = (9.794 ± 0.005) mm
3. NERACA 1 LENGAN
Neraca 1 lengan merupakan salah satu alat ukur dasar untuk mengukur massa benda.
Neraca 1 lengan yang digunakan pada praktikum ini adalah neraca merk OHAUS. Bagian-
bagian dari neraca lengan adalah 1. Bol kalibrasi, 2. Pan Support, dan 3. Lengan massa.
Neraca OHAUS ini memiliki 4 lengan. Batas ukurnya adalah 311 gram, nst 0.01 gram. Yang
harus diperhatikan adalah nomor seri pada neraca ohaus harus sama antara neraca dengan
Pan Support nya.
Proses kalibrasi neraca ohaus adalah dengan memutar bol kalibrasi (lihat gambar 2.11), sehingga jarum penunjuk
1
tepat menunjuk pada angka nol. Kesalahan (∆ ) pada neraca ohaus pada pengukuran tunggal adalah ∆ = 2 × NST.
(a) (b)
Perhatikan gambar 2.12. Objek yang akan ditimbang ditempatkan pada “pan support”. Atur
posisi pembebanan mulai dari yang kasar sampai yang halus sehingga posisi jarum timbangan
ada di titik nol.
Pada contoh penimbangan ini didapatkan pembacaan skala (dari yang terkasar):
1. 0 gram
2. 90 gram
3. 7 gram
4. 0.57 gram
Dengan demikian dapat dilaporkan hasil pengukuran:
( ± ∆ ) = (97.570 ± 0.005) g
Sebenarnya pada skala yang paling halus kita bisa memperkirakan sampai orde miligram. Kalau kita
perhatikan lebih cermat jarum penunjuk pada skala terkecil menunjukkan angka yang sedikit lebih
kecil dari 0.57 gram, jadi seorang pengamat boleh memperkirakan bahwa jarum penunjuk tersebut
berada pada angka 0.568 gram sehingga hasil pengamatannya dapat ditulis sebagai:
( ± ∆ ) = (97.568 ± 0.005) g
4. STOPWATCH
Stopwatch merupakan alat ukur dasar waktu, stopwatch ada 2 yaitu stopwach analog
dan digital (lihat pada gambar P3.11 (a) dan (b)).
(a (b
Stopwatch analog Start, Stop, Reset dan tombol kalibrasinya sama seperti yang ditunjukkan
pada gambar P3.11 (a). Star, Stop, dan Reset dengan cara ditekan, sedangkan untuk
kalibrasi dengan memutarnya. Skala terkecil pada stopwatch analog dengan adalah :
5 ∆ =1×
=
25
=1×0.2
= 0.2
= 0.2
Ketidakpastian pada stopwatch berskala analog adalah satu skala terkecilnya karena
sebetulnya sifat gerakan jarum penunjuknya sama dengan sifat penunjukkan skala digital,
yaitu hanya menunjuk pada suatu angka tertentu.
(a) (b
Massa (gram) Diameter (cm) Panjang (cm) Volume (cc) Rapat Massa
(g/cc)
∆ ∆ ∆ ∆ ∆
PERCOBAAN 2.2
Langkah-langkah percobaan 2
a) Siapkan jangka sorong, mikrometer sekrup, neraca 1 lengan dan balok kayu
b) Timbanglah balok kayu dengan neraca ohaus satu kali ulangan
c) Ukurlah panjang dan lebar balok kayu dengan jangka sorong, masing-masing
sebanyak 8 kali.
d) Ukurlah tebal balok kayu dengan mikrometer sekrup sebanyak 8 kali
e) Catat hasil pengukuran pada tabel P2-2
1
2
3
4
5
6
7
8
̅ ̅
̅=
= =
∆ = ∆ = ∆ =
Tabel P2-2b. Hasil Pengukuran massa, perhitungan volume dan perhitungan rapat massa
balok kayu
Massa (gram) Volume (cc) Rapat Massa
(g/cc)
∆ ∆ ∆
= ;∆ = 2 ×∆ + ×∆
4 4 2
= ;∆ = ×∆ + ×∆
2 2
̅ ̅
( × ) ( ̅× ) × (∆ ) + ( ̅× )
2
1 2
√
= ;∆ = ( ) +(
× (0.9 × ∆ )2 ) × (∆ )2
2
3. Buatlah laporan praktikum dengan format yang sudah diberikan pada pertemuan 1.
Dengan nama file : Nama Kelas Praktikum_Praktikum ke_Nama Lengkap_NIM.pdf
---oo0oo---