Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PELAYANAN SWAMEDIKASI

“SWAMEDIKASI LUKA BAKAR AKIBAT SINAR MATAHARI (SUNBURN)”

Dosen Pengampu:
Dr. apt. Titik Sunarni, S.Si., M.Si

Disusun Oleh:
Kelas C Kelompok 17
Violita Munawaroh (2120414680)
Viya Amalia (2120414681)

PROFESI APOTEKER ANGKATAN 41


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi (Sjamsuhidajat, 2005).
Menurut Rahayuningsih (2012), luka bakar merupakan suatu trauma yang disebabkan
oleh panas arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam, sedangkan menurut Murray & Hospenthal (2008) Luka
bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh berbagai sumber non-
mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar matahari atau radiasi nuklir.
Luka bakar akibat sinar matahari secara etiologi merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi (Rahayuningsih, 2012). Menurut Nugroho dkk (2015) menyebutkan
bahwa luka bakar yang paling sering terjadi yaitu luka bakar derajat satu yang
disebabkan oleh sinar matahari dan kontak langsung dengan api dengan intensitas yang
rendah. Luka bakar derajat satu ditandai dengan kemerahan dan lapisan kulit yang
terkena hanya lapisan epidermis (Hardisman, 2014).
Akibat pertama terjadinya luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal
itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat
luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan,
masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran
cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga (Becker, 2005).
Carrougher, dkk 2006 dalam Bikmoradi (2016) menyatakan bahwa luka bakar
merupakan kejadian trauma yang menyakitkan dan sering melemahkan, serta tidak
nyaman untuk pasien. Penderita luka bakar menggambarkan rasa sakit sebagai gejala
umum terburuk dan menyiksa. Rasa sakit akibat luka bakar sering terjadi karena
kerusakan kulit atau karena perawatan untuk mengganti balutan saat perawatan luka
(Tan dkk, 2010). Nyeri merupakan gejala luka bakar yang sudah terjadi sejak awal
terjadinya luka bakar dan bisa berlanjut sampai penyembuhan luka (Smeltzer dan Bare,
2002).
Menurut Prasetyo, dkk (2010) menyatakan bahwa kecepatan penyembuhan
luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam obat yang diberikan, apabila
obat tersebut mempunyai kemampuan merangsang lebih cepat pertumbuhan sel-sel
baru pada kulit maka dapat meningkatkan penyembuhan. Menurut Rahim, dkk (2011),
salah satu upaya terapi luka bakar ialah dengan pemberian zat yang efektif mencegah
inflamasi sekunder.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana swamedikasi pada kasus
luka bakar akibat sinar matahari?

C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui swamedikasi pada kasus luka
bakar akibat sinar matahari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Luka Bakar Akbat Paparan Sinar Matahari (Sunburn)


Luka bakar adalah rusaknya atau hilangnya suatu jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas (scald), bahan kimia, listrik, radiasi, dan
sengatan matahari (sunburn) (Nugroho, 2012). Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat
paparan secara langsung maupun tidak langsung, serta pajanan suhu tinggi dari matahari,
bahan kimia berbahaya serta sengat listrik tegangan tinggi (Jong, 2011). Luka bakar akibat
sinar matahari merupakan salah satu tipe luka bakar yang disebabkan oleh radiasi. Paparan
sinar matahari (sunburn) merupakan reaksi inflamasi kulit akut yang terjadi setelah kulit
terpapar radiasi ultraviolet (RUV) secara berlebihan. Paparan radiasi ultraviolet dapat
berasal dari berbagai sumber, termasuk matahari, tanning bed, lampu fototerapi, dan lampu
busur (Kochevar & Taylor, 2003). Kebanyakan luka bakar akibat sinar matahari
diklasifikasikan sebagai luka bakar superfisial atau derajat pertama.
Luka bakar derajat pertama ditandai dengan luka bakar superfisial dengan
kerusakan pada lapisan epidermis. Umumnya tidak disertai kelepuhan pada kulit, kulit
kemerahan pada bagian yang terbakar, bengkak ringan, nyeri namun kulit tidak terkoyak
karena melepuh, tidak terdapat bula, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
(Rahayuningsih, 2012).
Sunburn merupakan salah satu kondisi luka bakar yang disebabkan sengatan sinar
matahari berlebihan atau sumber sinar ultraviolet lainnya yang melebihi kemampuan
pigmen pelindung tubuh melanin untuk melindungi kulit. Tidak seperti luka bakar termal,
sengatan matahari tidak segera terlihat. Pada saat kulit mulai kemerahan dan terasa sakit
karena kerusakan telah terjadi. Rasa sakitnya paling parah antara 6 dan 48 jam setelah
terpapar sinar matahari. Kulit yang terbakar matahari parah bisa melepuh, edema
(bengkak), terutama di daerah kaki, tidak jarang, seperti demam. Kulit yang terbakar
matahari biasanya mulai mengelupas antara 3 dan 8 hari setelah terpapar (American Burn
Association, 2017).
B. Patofisiologi
Paparan radiasi matahari memiliki efek menguntungkan dalam menstimulasi
sintesis vitamin D di kulit, namun apabila kulit terkena radiasi ultraviolet yang berlebihan,
maka dapat terjadi efek kerusakan pada kulit, yang paling sering terjadi yaitu sengatan
matahari akut atau eritema akibat matahari. Cedera utama yang menyebabkan kulit terbakar
adalah kerusakan langsung pada DNA oleh radiasi ultraviolet (RUV), yang mengakibatkan
peradangan dan apoptosis sel kulit. Peradangan kulit yang terbakar sinar matahari
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah kulit, menyebabkan eritema yang khas. Dalam
satu jam setelah paparan RUV, sel mast melepaskan mediator yang telah dibentuk
sebelumnya, termasuk histamin, serotonin, dan faktor nekrosis tumor, yang mengarah ke
sintesis prostaglandin dan leukotrien. Pelepasan sitokin juga berkontribusi pada reaksi
inflamasi, yang mengarah ke infiltrat neutrofil dan limfosit T. Dalam waktu 2 jam setelah
paparan UV, kerusakan sel kulit epidermis terlihat. Keratinosit epidermal ("sunburn cells")
dan sel Langerhans mengalami perubahan apoptosis sebagai akibat dari kerusakan DNA
yang diinduksi oleh RUV. Eritema biasanya muncul 3-4 jam setelah terpapar, dengan
tingkat puncak pada 24 jam (Van et al., 2005).
Paparan radiasi ultraviolet (RUV) yang kurang intens atau berdurasi lebih pendek
menghasilkan peningkatan pigmentasi kulit, yang dikenal sebagai tanning, yang
memberikan perlindungan terhadap kerusakan lebih lanjut akibat RUV. Peningkatan
pigmentasi kulit terjadi dalam 2 fase: (1) penggelapan pigmen langsung dan (2) tanning
tertunda. Penggelapan pigmen segera terjadi selama paparan RUV dan hasil dari perubahan
melanin yang ada (oksidasi, redistribusi). Hal ini mungkin memudar dengan cepat atau
bertahan selama beberapa hari. Hasil tanning tertunda dari peningkatan sintesis melanin
epidermal dan membutuhkan periode waktu yang lebih lama untuk terlihat (24-72 jam).
Dengan paparan RUV yang berulang, kulit menebal, terutama karena hiperplasia epidermis
dengan penebalan stratum korneum. Paparan RUV juga menekan imunitas yang
diperantarai oleh sel kulit, yang mungkin berkontribusi pada kanker kulit nonmelanoma dan
infeksi tertentu (Walker et al., 2003).
C. Pencegahan Sunburn
Pencegahan merupakan terapi paling efektif untuk sengatan matahari (sunburn).
Program edukasi secara individu dan komunitas dapat efektif dalam mengurangi paparan
sinar matahari secara keseluruhan atau meningkatkan penggunaan tabir surya atau pakaian
pelindung (CDC, 2007).
1) Hindari paparan sinar matahari, terutama selama periode puncak radiasi matahari
(dari jam 10 pagi sampai 4 sore).
2) Gunakan tabir surya secara teratur dengan sun protection factor (SPF) yang sesuai
untuk jenis kulit tertentu.
3) Oleskan setidaknya 30 menit sebelum terkena sinar matahari, dan aplikasikan
kembali setiap 2-3 jam atau gunakan tabir surya tahan air saat berenang atau
banyak berkeringat.
4) Terapkan untuk anak kecil sebelum terpapar.
5) Penghalang fisik (misal., Seng oksida, titanium dioksida) memberikan
perlindungan yang sangat baik terhadap UVA dan UVB.
6) Penghalang kimiawi digunakan di sebagian besar tabir surya. Asam para-
aminobenzoic (PABA) dan ester PABA, penghambat UVB, tidak disukai karena
tingginya tingkat dermatitis kontak dan pewarnaan pakaian. Agen penghambat
UVB kimiawi lainnya termasuk sinamat dan salisilat.
7) Penghambat UVA kimiawi termasuk avobenzone (Parsol 1789) dan drometrizole
trisiloxane dan terephthalylidene (Mexoryl) yang baru-baru ini disetujui FDA.
8) Menggunakan pakaian pelindung, termasuk topi bertepi lebar atau pelindung
matahari.

D. Penanganan Sunburn
Luka bakar akibat sinar matahari ditandai dengan kulit yang memerah dan
meradang, serta terasa hangat saat disentuh. Dibutuhkan beberapa hari untuk meredakan
luka bakar ini, dan setiap kasus luka bakar akibat sinar matahari yang dialami akan
membuat seseorang semakin berisiko terhadap beragam masalah kulit, seperti kerutan,
bintik hitam, ruam, dan kanker kulit (melanoma). Beberapa cara untuk mengatasi dan
meredakan luka bakar akibat sinar matahari di rumah, walaupun pertolongan medis
mungkin juga dibutuhkan jika kerusakan pada kulit cukup berat (Chien & Jacobe, 2019).
 Mendinginkan kulit dengan berendam selama 15-20 menit. Air yang digunakan
harus cukup sejuk namun tidak terlalu dingin.
 Jangan menggunakan sabun atau scrub pada kulit sesaat setelah luka bakar akibat
sinar matahari terbentuk, karena dapat menyebabkan iritasi dan/atau membuat kulit
semakin kering.
 Mengoleskan lotion atau gel lidah buaya beberapa kali dalam sehari selama
beberapa hari pertama.
 Menjaga kelembapan kulit karena kelembapan kulit yang terbakar matahari lebih
rendah dibandingkan kulit normal. Setelah mandi atau berendam air dingin,
oleskan krim atau losion pelembap ke permukaan kulit yang terbakar. Lapisan
pelembap ini akan menghambat penguapan air dari kulit.
 Jika luka bakar terasa sangat nyeri, pertimbangkan untuk mengoleskan krim
hidrokortison. Krim hidrokortison dosis rendah (kurang dari 1%) bermanfaat untuk
meredakan nyeri dan pembengkakan dengan cepat.
 Jangan gunakan krim yang mengandung benzokain atau lidokain, karena keduanya
dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang dan memperparah luka bakar
akibat sinar matahari.
 Jangan gunakan mentega, petroleum jelly (Vaseline), atau produk berbahan minyak
lainnya pada kulit yang terbakar matahari, karena produk tersebut dapat
menghambat pelepasan panas dan keluarnya keringat.
 Mencukupi kebutuhan cairan tubuh (mengindari dehidrasi) dengan cara minum air,
sari buah alami, atau minuman olahraga bebas kafeina lebih banyak selama proses
penyembuhan luka bakar akibat sinar matahari (paling tidak dalam beberapa hari
pertama), untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuh dan kulit sehingga mampu
mulai memulihkan kondisinya sendiri.
 Pertimbangkan untuk menggunakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) tanpa
resep. Peradangan dan pembengkakan adalah masalah serius pada luka bakar
akibat matahari sedang hingga berat. AINS dapat mengurangi pembengkakan dan
kemerahan pada kulit yang merupakan ciri khas luka bakar akibat sinar matahari,
serta mungkin mencegah kerusakan kulit dalam jangka panjang. AINS yang lazim
digunakan meliputi ibuprofen (Advil, Motrin), naproxen (Aleve) dan aspirin.
Namun obat-obatan tersebut cenderung keras bagi lambung, sehingga minum obat
bersama makanan dan batasi penggunaannya tidak lebih dari 2 minggu.
Parasetamol (Panadol) dan analgesik lainnya juga dapat membantu meredakan
nyeri luka bakar, namun tidak berefek terhadap peradangan dan
pembengkakannya.

E. Uraian Obat
Gejala kulit terbakar matahari ringan dapat diredakan sampai batas tertentu dengan
kompres dingin atau mandi air dingin. Pemberian analgesik tanpa resep dan NSAID untuk
pengobatan nyeri dan peradangan dianjurkan. Semprotan atau krim anestesi topikal dapat
menyebabkan sensitisasi dan mengakibatkan dermatitis, sehingga harus dihindari
(Christopher M McStay, 2018).
1) Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)
Obat-obatan ini dapat mengurangi rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan
sengatan matahari.
 Naproxen (Aleve, Anaprox, Naprelan, Naprosyn)
Naproxen digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang,
dengan menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan mengurangi aktivitas
siklooksigenase, yang mengakibatkan penurunan sintesis prostaglandin.
 Aspirin (Bayer, Anacin, Bufferin)
Aspirin digunakan untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, mekanisme
kerjanya di pusat pengatur panas hipotalamus untuk mengurangi demam.
 Ibuprofen (Advil, Motrin, Nuprin)
Ibuprofen biasanya merupakan obat pilihan untuk pengobatan nyeri ringan
sampai sedang, jika tidak ada kontraindikasi.
2) Analgesik, Lain-lain
Agen ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang terkait dengan sengatan
matahari.
 Asetaminofen (Tylenol, Anacin Bebas Aspirin, Demam, Tempra)
Acetaminophen adalah analgesik yang direkomendasikan pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID, pada pasien dengan penyakit GI
bagian atas, atau pada pasien yang menggunakan antikoagulan oral. Asetaminofen
efektif dalam meredakan nyeri akut ringan hingga sedang, namun obat ini tidak
memiliki efek antiinflamasi perifer. Mungkin lebih disukai untuk pasien usia lanjut
karena GI dan efek samping ginjal.

3) Kortikosteroid
Karena memodifikasi respon imun tubuh, kortikosteroid dianggap mengurangi
eritema, tetapi memiliki sedikit atau tidak ada kegunaan klinis untuk sengatan matahari.
 Prednisone (Deltasone, Orasone, Meticorten)
Prednison dapat menurunkan peradangan dengan membalikkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN.

BAB III
STUDI KASUS

Kasus I

Seorang wanita datang ke apotek. Dia berkonsultasi kepada apoteker di apotek


A tentang masalah luka bakar yang di alaminya. Wanita tersebut mengeluhkan tangan
dan kakinya terasa panas dan terlihat memerah dan bengkak. Keluhan tersebut terjadi
ketika wanita tersebut pulang berlibur dari pantai. Kemudian wanita tersebut meminta
saran kepada apotek terkait keluhannya.

Identifikasi dengan metode SBAR

1. Situation : Pasien mengeluhkan tangan dan kakinya terasa panas, Tangan dan kaki
pasien terlihat merah dan terlihat bengkak.
2. Background :
 Kapan Ibu berlibur ke pantai? (Tadi siang)
 Apakah ibu berjemur dibawah terik sinar matahari? (Ya)
 Berapa lama Ibu berjemur dibawah terik sinar matahri? (kurang lebih selama
2 jam)
 Selain panas seperti terbakar dan kulit memerah apa lagi yang Ibu rasakan?
(Nyeri)
 Sebelumnya sudah pernah mengalami hal tersebut? (Belum)
 Sudah pernah diberikan obat? (Belum)
3. Assesment :
 Kulit menglami kemerahan, terasa panas, dan bengkak karena faktor
paparan sinar matahari
4. Recommendation :
 Pasien diberikan edukasi tentang pertolongan pertama penanganan luka
bakar yaitu mendinginkan kulit dengan menyiram bagian tubuh yang terkena
luka bakar dengan air mengalir dan mengoleskan lotion/gel lidah buaya.
 Diberikan obat golongan AINS yaitu ibuprofen 400 mg dengan aturan pakai
3x sehari sesudah makan untuk mengurangi rasa sakit dan bengkak.
 Memberikan saran kepada pasien untuk menghindari sinar matahari secara
langsung dan memakai pakaian longgar, serta memperbanyak konsumsi air
putih.

Kasus 2
Seorang pasien perempuan usia 30 tahun mengeluh kemerahan pada wajah dan
tangan disertai rasa perih saat cuci muka, apabila keluar rumah dan terkena sinar
matahari rasanya juga perih, dan terasa panas jika disentuh. Keluhan ini dialami
memberat sejak dua hari yang lalu setelah mengikuti kegiatan yang terpapar sinar
matahari dalam waktu lama. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Pasien
meminta saran apoteker terkait obat untuk mengatasi keluhan tersebut.

Identifikasi dengan metode SBAR

1. Situation: Pasien mengeluhkan kemerahan pada wajah dan tangan disertai rasa
perih saat cuci muka, apabila keluar rumah dan terkena sinar matahari
rasanya juga perih, dan terasa panas jika disentuh
2. Background :

 Kenapa terjadi kemerahan pada wajah dan tangan? (Terkena paparan sinar
matahari)
 Sejak kapan terjadi kemerahan pada wajah dan tangan? (dua hari lalu setelah
mengikuti kegiatan yeng terpapar sinar matahari)
 Berapa lama Ibu mengikuti kegiatan yeng terpapar sinar matahari tersebut?
(selama 3 jam)
 Apa yang dirasakan? (Terasa perih, dan panas jika disentuh)
 Selain perih, kering dan terasa panas apa lagi yang Ibu rasakan? (Nyeri)
 Sebelumnya apakah sudah pernah diobati ? (Belum)
3. Assesment:

 Kemerahan pada wajah dan tangan disertai rasa perih saat cuci muka, dan
terasa panas jika disentuh, terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit,
menyebabkan kemerahan dan reaksi peradangan akibat paparan sinar
matahari.

4. Recommendation:

 Pasien diberikan edukasi tentang pencegahan dan penanganan luka bakar


akibat paparan sinar matahari dengan cara mendinginkan kulit dengan
menyiram bagian tubuh yang terkena luka bakar, mengoleskan gel dan
pelembap dan minum banyak air untuk mencegah dehidrasi, hindari paparan
sinar matahari langsung dengan topi, sunglasses, dan pakaian pelindung.
 Diberikan obat golongan AINS, Ibuprofen 400 mg dengan aturan pakai 3x
sehari sesudah makan untuk mengurangi rasa nyeri, dan panas.
 Diberikan krim Parasol (face sunscreen cream) untuk wajah, digunakan 30
menit sebelum keluar rumah atau terpapar sinar matahari.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Swamedikasi hanya dapat diberikan untuk luka bakar akibat sinar matahari
(sunburn) yang ringan dan preventif pada luka berat yang akan dirujuk ke rumah
sakit.
2. Swamedikasi pada luka bakar ringan (sunburn) dapat dilakukan dengan cara
mendinginkan kulit dengan menyiram bagian tubuh yang terkena luka bakar,
mengoleskan gel dan pelembap dan minum banyak air untuk mencegah dehidrasi,
hindari paparan sinar matahari langsung dengan menggunakan topi, sunglasses, dan
pakaian pelindung, serta menggunakan sunscreen yang memiliki SPF sebelum
keluar rumah atau terpapar sinar matahari.
3. Pertimbangkan untuk menggunakan obat seperti antiinflamasi nonsteroid (AINS),
apabila terjadi peradangan dan pembengkakan pada luka bakar akibat paparan sinar
matahari.
DAFTAR PUSTAKA

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2007. Sunburn prevalence among
adults--United States, 1999, 2003, and 2004. MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
56:524-8.
American Burn Association. 2017. Summer sun safety. Diakses pada 7 Februari 2021
http://ameriburn.org/wp-
content/uploads/2017/04/summersafetyeducatorsguide.pdf
Chien A, Jacobe H. 2019. Sunburn and your skin: the facts, the risks, what you can
do. Diakses pada 7 Februari 2021 https://www.skincancer.org/risk-
factors/sunburn/
Christopher M McStay. 2018. Sunburn. Medscape. Diakses pada 7 Februari 2021
https://emedicine.medscape.com/article/773203-medication#showall
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
James M Becker. Essentials of Surgery. 2005. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia 118-129.
Kochevar IE, Taylor CR. 2003. Photophysics, photochemistry and photobiology.
Freedberg IM, ed. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 6th ed. New
York: McGraw-Hill 1267-1275.
Murray C, Hospenthal DR. 2008. Burn Wound Infections.. Diakses tanggal 07
Februari 2021. Tersedia dari : http://emedicine.medscape.com/article/213595-
overview.
Nugroho T, Putri BT, Putri DK. 2015. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Nugroho T. 2012. Mengungkap Tentang Luka Bakar dan Artritis Reumatoid.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Rahayuningsih T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jurnal Profesi 8:
1- 13.
Sjamsuhidajat R. Wim De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Tan, dkk. 2010. The efficacy of music therapy protocols for decreasing pain, anxiety,
and muscle tension levels during burn dressing changes: a 129 prospective
randomized crossover trial. Diakses pada tanggal 07 Februari 2021 dari
http://journals.lww.com/burncareresearch/pages/articleviewer.aspx?year
=2010&issue=07000&article=00010&type=abstract.
Van Laethem A, Claerhout S, Garmyn M, Agostinis P. 2005. The sunburn cell:
regulation of death and survival of the keratinocyte. Int J Biochem Cell Biol
37:1547-53.
Walker S, Hawk J, Young AR. 2003. Acute effects of ultraviolet radiation on the skin.
Freedberg IM, ed. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 6th ed. New
York: McGraw-Hill 1275-1282.

Anda mungkin juga menyukai