Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan Kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat
pesat, baik secara teroritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak
terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang
kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup,
pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industry, era globalisasi dengan berbagai
permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi
terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Peranan sistem kurikulum sangatlah penting karena ada dua alasan penting. Pertama,
kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena itu kurikulum mutlak
harus ada. Kedua, kurikulum pada hakikatnya merupakan ilmu tentang proses mencerdaskan
anak bangsa agar ia barmakna bagi kehidupannya, baik sebagai individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat, maupun sebagai disiplin ilmu wajib dipelajari oleh orang-orang yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan, apalagi orang tesebut adalah calon guru atau sudah
menjadi guru.
Ilmu kurikulum bukan ilmu “kira-kira”, kira-kira atau begitu. Kurikulum harus di pelajari
secara ilmiah, baik secara teoritis maupun praktis dengan berbagai dimensinya, seperti
konsep, teori, prinsip, prosedur, komponen, pendekatan, model, evaluasi sampai dengan
inovasi kurikulum. Untuk itu didalam makalah ini menyajikan berbagai Apa yang dimaksud
Konsep dan Dimensi Organisasi Kurikulum, Bagaimanakah model Organisasi Kurikulum,
Apasajakah Faktor-faktor dalam Organisasi Kurikulum, apasajakah Prosedur Mereorganisasi
Kurikulum, dan Bagaimanakah Isu-Isu dalam Organisasi Kurikulum.

.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Konsep dan Dimensi Organisasi Kurikulum?
2. Bagaimanakah model Organisasi Kurikulum?
3. Apasajakah Faktor-faktor dalam Organisasi Kurikulum ?
4. Apasajakah Prosedur Mereorganisasi Kurikulum?
2

5. Bagaimanakah Isu-Isu dalam Organisasi Kurikulum?


.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Agar mengetahui Konsep dan Dimensi Organisasi Kurikulum?
2. Agar mengetahui bagaimanakah model Organisasi Kurikulum?
3. Agar mengetahui Faktor-faktor dalam Organisasi Kurikulum?
4. Agar mengetahui Prosedur Mereorganisasi Kurikulum?
5. Agar mengetahui Isu-Isu dalam Organisasi Kurikulum?
.4 Manfaat Penulisan

Melalui penulisan makalah ini penulis mengharapkan teman-teman mahasiswa, dosen


pengampu Mahasiswa, umumnya bagi yang membaca makalah ini agar mengetahui
ORGANISASI KURIKULUM Dan semoga dengan adanya tulisan ini kita lebih
memperbanyak ilmu.
3

BAB II

PEMBAHASAN

.1 Konsep dan Dimensi Organisasi Kurikulum

Organisasi kurikulum adalah susunan pengalaman dan pengetahuan baku yang harus
disampaikan dan dilakukan peserta didik dan dilakukan peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan. Pengalaman tersebut ada yang langsung dan ada yang tidak
langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh peserta didik sebagai hasil
interaksi secara langsung dengan dunia sekitarnya. Misalnya, pengaruh kegiatan eksperimen
di ruang laboratorium, pengaruh keaktifan peserta didik didalam kegiatan pembelajaran, dan
sebagainya. Pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang diperoleh peserta didik
melalui perantara, seperti pengalaman pengalaman yang diperoleh dari buku sumber, dan
menonton televise. Pengalaman tidak langsung tersebut dapat berbentuk pengetahuan baku
yang memiliki sifat dinamis. Pengetahuan baku tersebut memungkinkan untuk berkembang
sehingga memerlukan peninjauan peningkatan dan pemutakhiran sesuai dengan
perkembangan zaman untuk itu, dipandang perlu ada reorganisasi kurikulum.

Organisasi kurikulum berhubungan erat dengan kualitas kegiatan dan pengalaman belajar
peserta didik. Organisasi kurikulum hanya dipilih dan diatur sedemikian rupa untuk
dikembangkan lebih luas dan lebih mendalam sehingga peserta didik memperoleh sesuatu
yang berharga dari program pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut john D. McNeil yang
terdapat dalam buku konsep dan model pengembangan kurikulum halaman 94 yaitu terdapat
beberapa konsep dan prinsip yang terdapat diterapkan dalam teori praktik. Hal tersebut
memang sudah menjadi kewajiban sekolah dalam menjalankan fungsinya, sedangkan diluar
sekolah, kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik tidak diatur dan diorganisasikan
secara formal, terutama berkaitan dengan kapan dan dimana kegiatan belajar arus dilakukan.
Sekalipun demikian yang harus dipelajari peserta didik tetap harus terstruktur, terutama
berkaitan dengan mata pelajaran.

a. Dimensi-Dimensi Organisasi Kurikulum

Organisasi kurikulum mempunyai dua dimensi pokok, yaitu dimensi isi dan dimensi
pengalaman belajar. Bagi pengembang kurikulum, sering kali kedua dimensi tersebut
4

membingungkan karena tidak ada batas-batas yang tegas. Validitas beberapa kriteria sering
dipersoalkan karena kenyataannya hanya digunakan salah satu dimensi saja. Padahal, sifat
dari setiap mata pelajaran memang berbeda. Misalnya organisasi kurikulum yang bersifat
logis tentu berbeda dengan organisasi kurikulum yang bersifat logis pada umumnya lebih
mengutamakan dimensi isi melihat fakta apa adanya, sedangkan organisasi kurikulum yang
bersifat psikologis lebih mengutamakan dimensi pengalaman belajar dan cenderung kurang
memperhatikan fakta da nisi setiap jenis struktur tertentu atau yang bersifat logis. Dimensi isi
lebih banyak diterima oleh para pengembang kurikulum dibandingkan dengan dimensi
belajar. Padahal, dalam organisasi kurikulum bukan hanya mengandung dimensi isi
melainkan juga dimensi pengalaman belajar.

Sementara itu, Ralph Tyler melihat dimensi kurikulum dari dua bentuk hubungan
kesempatan belajr, yaitu hubungan vertical dan horizontal. Hubungan organisasi vertical
adalah hubungan kesempatan belajar untuk minggu pertama dan minggu kedua. Sedangakan
hubungan horizontal adalah hubungan yang terdapat dalam kelas yang setingkat, mata
pelajaran, dan situasi, baik yang terdapat dalam lingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Kedua dimensi tersebut memungkinkan diperolehnya kurikulum yang mempunyai pengaruh
kuat secara komulatif. Jika kedua hubungan tersebut berkesinambungan, maka kesempatan
belajar dapat ditingkatkan dan diperluas karena kedua dimensi tersebut saling mengisi.
Dengan demikian, peserta didik akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih luas dan
mendalam dari berbagai unsur dalam organisasi kurikulum.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam organisasi kurikulum, antara lain:

a. Konsep, yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep
merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variable-
variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris. Hampir setiap bentuk
organisasi kurikulum dibangun berdasarkan konsep, seperti peserta didik, masyarakat,
kuantitas, ruangan dan evolusi.
b. Generalisasi, yaitu kesimpulan-kesimpulan yang merupakan kristalisasi dari suatu
analisis. Kita harus membedakan antara kesimpulan dengan rangkuman. Banyak orang
yang keliru dalam menerik kesimpulan karena apa yang dilakukannya adalah
membuat rangkuman. Misalnya, setiap orang baik sebagai subject maupun sebagai
objek berperilaku secara manusiawi.
5

c. Keterampilan, yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi kurikulum dan


digunakan sebagai dasar untuk menyusun program yang berkesinambungan. Misalnya,
organisasi pengalaman belajar berhubungan dengan keterampilan komprehensif,
keterampilan dasar untuk mengerjakan matematika, dan keterampilan
menginterprestasikan data.
d. Nilai-nilai, yaitu norma atau kepercayaan yang diagungkan, sesuatu yang bersifat
absolut untuk mengendalikan perilaku. Misalnya, menghargai diri sendiri, menghargai
kemulyaan dan kedudukan setiap orang tanpa memperhatikan ras, agama, kebangsaan,
dan status sosial-ekonomi.
Mengorganisasikan unsur-unsur berarti memilih tujuan-tujuan yang jelas dan objektif
serta sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Jika tujuan kurikulum
berkaitan dengan masalah teknis dan kejuruan, maka keterampilan adalah unsur yang
tepat untuk dipergunakan. Jika tujuan kurikulum berkaitan dengan domain moral dan
etika sebagai fungsi yang integrative, maka nilai-nilai merupakan unsur organisasi
yang tepat.

2.2 Model organisasi kurikulum

Menurut Zais dalam bukunya curriculum : principle and foundation mengemukakan ada
tiga kategori desain kurikulum, yaitu “subject centered desaigns, learner-centered desaigns,
and problem-centered desaigns” dijelaskan lebih lanjut bahwa subject-centered desaign
terdiri atas: the subject desaign, the disciplines desaign, and the broad fields desaign,
sedangkan learn-centered deaigns meliputi the activity/experience desaign, the open
classroom desaign, and the humanistic desaign. Adapun problem-centered desaign mencakup
: the area of living desaign, the personal/social concerns of youth desaign, and the core
desaign”.

Beberapa model organisasi kurikulum, yaitu :

a) Subject-centered curriculum
Organisasi kurikulum ini terdiri atas berbagai mata pelajaran yang terpisah-pisah satu
sama lain, karena itu sering disebut isolated-subject curriculum atau subject-mater curriculum.
Misalnya, mata pelajaran berhitung, aljabar, ilmu ukur, sejarah, ekonomi, geografi, dan ilmu
bumi. Mata pelajaran- mata pelajaran tersebut terpisah-pisah (isolated) satu sama lain,
sehingga tampak mudah diatur dalam pelaksanaanya. Sekalipun guru mengajar untuk satu
kelas (seperti guru disekolah dasar), tetapi tetap dalam mengajarkan mata pelajaran secara
6

terpisah-pisah dan tidak ada korelasi satu dengan yang lainnya. Sifat yang terpisah-pisah itu
memudahkan pula bagi guru untuk membelajarkan peserta didik, termasuk melakukan
penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Peserta didik lebih banyak melakukan
kegiatan belajar menghafal pelajaran atau membuat rangkuman daripada melakukan diskusi
atau pemecahan masalah, karena tujuan utama kurikulum adalah agar peserta didik menguasai
pengetahuan.
Ciri-ciri organisasi kurikulum yaitu kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah, tidak ada hubungan dan kaitannya satu sama lain, mata pelajaran-mata
pelajarantersebut berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu, tujuan kurikulum adalah untuk
menguasai pengetahuan, mata pelajaran tidak disusun dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat, strategi pembelajaran banyak menggunakan teknik penuangan, guru berperan dan
bertanggung jawab sebagai guru, sementara peserta didik bersifat pasif, teknik penilaian lebih
banyak menggunakan tes dengan focus domain kognitif. Diindonesia, organisasi kurikulum
ini pernah digunakan dalam kurikulum 1968.
Menurut S.Nasution (1991), kurikulum mempunyai keuntungan dan kelemahan.
Keuntungannya antara lain :
a) Memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi lampau yang dapat
digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang.
b) Mempunyai organisasi yang mudah strukturnya, mudah diubah, diperluas atau
dipersempit, mudah disesuaikan dengan perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan.
c) Mudah dievaluasi,bila perlu dengan menggunakan tes objektif yang dapat dinilai
secara otomatis dengan komputer, shinggamemudahkan penilaian ujian tes secara
massal.
d) Didukung bahkan dituntut oleh perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru.
e) Telah diterima baik dan mudah dipahami oleh guru, orang tua, dan peserta didik.
f) Mengandung logika tersendiri menurut disiplin masing-masing, memberikan
pengetahuan secara sistematis , dan memberikan metode yang logis serta efektif untuk
menguasai bahan pelajaran.

Kelemahan antara lain :

a) Terdapat kesenjangan antara pengalaman anak dan pengalaman umat manusia yang
tersusun logis sistematis itu tidak fungsional dalam menghadapi masalah-masalah
masyarakat dan tidak sesuai dengan minat, kebutuhan serta masalah-masalah peserta
didik dalam hidupnya.
7

b) Kurikulum ini memberikan pengetahuan lepas-lepas, dangkal, sering berupa fakta


dan informasi yang perlu dihafal.
b) Corelated curriculum
Mengingat subject-centered curriculum banyak memilih kelemahan, maka diadakanlah
upaya-upaya untuk memperbaiki, memodifikasi, dan menyempurnakannya, antara lain
mengorelasikan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Bentuk
korelasi semacam ini disebut correlated curriculum. Misalnya, ketika mengajarkan mata
pelajaran ilmu bumi tentang tanah, maka dikorelasikan dengan mata pelajaran sejarah
atauberhitung. Kurikulum korelasi dapat juga dilakukan dengan dua cara, yaitu korelasi
formal dan korelasi informal. Didalam korelasi formal, beberapa guru mata pelajaran sengaja
mengadakan pertemuan formal untuk merencanakan secara bersama-sama tentang apa dan
bagaimana menorelasikan materi pelajaran, sedangkan dalam korelasi informal kepada guru
mata pelajaran A (misalnya) meminta secara informal kepada guru mata pelajaran B untuk
mengorelasikan materi pelajarannya dengan materi pelajaran yang akan disampaikan guru
mata pelajaran A.
Ciri-ciri kurikulum korelasi ini yaitu adanya korelasi antar mata pelajaran,adanya upaya
untuk menyesuaikan mata pelajaran dengan masalah kehidupan sehari-hari, termasuk
kebutuhan dan minat peserta didik, tujuan kurikulum adalah untuk menguasai pengetahuan,
pelayanan perbedaan individual masih sangat terbatas, dalam proses pembelajaran, guru
banyak berperan aktif, peran peserta didik mulai diaktifkan, penilaian lebih difokuskan
kepada domain cognitive, kendatipun domain lain sudah mulai dikembangkan. Melalui
kurikulum korelasi, tampak ada penggabungan kea rah kesatuan bahan pelajaran, sekalipun
antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya masih terpisah.
c) Broad fild curriculum
Ada juga korelasi antar beberapa mata pelajaran (interdisipliner) yang lebih jauh sehingga
tidak tampak lagi batas-batas mata pelajaran dalam satu rumpun. Korelasi semacam ini
merupakan fungsi antara beberapa mata pelajaran serumpun dan memiliki ciri-ciri yang sama.
Organisasi kurikulum ini disebut dengan bidang studi (broad field). Misalnya, antara mata
pelajaran sejarah, geografi, ekonomi difungsikan menjadi bidang studi ilmu pengetahuan
sosial (IPS), mata pelajaran kimia, fisika dan biologi difungsikan menjadi bidang studi ilmu
pengetahuan alam, dan mata pelajaran aljabar, ilmu ukur dan geometri difungsikan menjadi
bidang studi matematika. Tujuan kurikulum bidang studi adalah untuk mengintegrasikan
pengetahuan anakdan mencegah penguasaan bahan yang banyak, dangkal, dan terlepas-lepas
sehingga mudah dilupakan dan tidak difungsional. Bentuk organisasi kurikulum ini mulai
8

digunakan di Indonesia sejak tahun 1975. Hilda tabas menegaskan agar tercapai gabungan
yang nyata, maka perlu adanya integrating threads atau focusing centers berupa tujuan, prinsip
umum, teori atau masalah masyarakat dan kehidupan yang dapat mewujudkan gabungan ini
secara wajar.
Menurut Oemar Hamalik (1993), bentuk organisasi kurikulum ini terdiri atas tiga jenis
pendekatan, yaitu “pendekatan structural, pendekatan fungsional, dan pendekatan daerah.”
Pendekatan structural bertitik tolak dari suatu disiplin ilmu. Pendekatan fungsional bertitik
tolak dari suatu masalah tertentu di masyarakat atau dilingkungan sekolah. Masalah tersebut
harus berfungsi dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pendekatan daerah bertitik tolak
dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai materi pokok yang akan dipelajari. Aspek yang
dipelajari adalah hal-hal yang relevan dengan daerah tersebut dan berada dalam bidang studi
yang sama.

Ciri-ciri kurikulum bidang studi, antara lain yaitu :

a) Kurikulum terdiri atas bidang studi yang merupakan perpaduan beberapa mata
pelajaran yang serumpun dan memiliki ciri-ciri yang sama.
b) Bahan pelajaranbertitik tolak pada suatu inti masalah (core subject) tertentu, kemudian
dijabarkan menjadi pokok bahasan.
c) Bahan pelajaran disusun berdasarkan standar kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
d) Strategi pembelajaran bersifat terpadu.
e) Guru berperan sebagai guru bidang studi.
f) Penyusun kurikulum mempertimbangkan minat, masalah, kebutuhan peserta didik dan
masyarakat.

d) Integrated curriculum
Jenis organisasi kurikulum ini disusun berdasarkan analisis bidang kehidupan atau
kegiatan utama manusia dalam masyarakat yang disebut social functions atau major area of
living, yang meliputi perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber alam,
produksi barang dan jasa serta didistribusinya, pendidikan, perluasan kebebasan, integrase
kepribadian dan penelitian.
Kurikulum terpadu juga dapat disusun berdasarkan persistentce life situation, yaitu
situasi-situasi hidup yang dihadapi peserta didik, baik dahulu, sekarang, maupun masa yang
akan dating. Stratemeyer dan kawan-kawan, misalnya, menyusun master list of persistent life
situations, yaitu situasi-situasi hidup yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : situasi-
9

situasi mengenai perkembangan individu seperti : kesehatan, perkembangan intelektual,


pilihan moral, pernyataan dan penghargaan keindahan, situasi untuk perkembangan
partisipasi sosial, seperti hubungan antarpribadi, keanggotaan kelompok, dan ubungan
antarkelompok, situasi untuk perkembangan kemampuan menghadapi faktor-faktor dan
daya-daya lingkungan, seperti lingkungan alamiah, sumber teknologi, struktur dan
kemampuan sosial ekonomi. Kurikulum terpadu juga disusun berdasarkan minat, kebutuhan
dan masalah-masalah yang dihadapi peserta didik, seperti kesehatan, keuangan, pekerjaan,
kegiatan sosial, pernikahan, agama, moral, keluarga, dan pendidikan.
Integrase ini dapat dicapai dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang
pemecahannya memerlukan berbagai disiplin atau mata pelajaran. Proses belajar dilakukan
melalui pemecahan masalah yang dihubungkan dengan bidang kehidupan. Bahan pelajaran
menjadi instrumental dan fungsional untuk memecahkan suatu masalah sehingga batas-batas
antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Kurikulum terpadu memberikan peluang lebih besar
kepadaa peserta didik untuk melakukan kerja kelompok, mendorong bepikir ilmiah,
memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai sumber belajar dan lainya.
Kurikulum terpadu bersifat fleksibel dan tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dari
semua peserta didik. Tanggung jawab mengembangkan kurikulum banyak dipercayakan
kepada guru-guru, orang tua, dan peserta didik. Kesulitan sekaligus kelemahan kurikulum
ini yaitu sulit menentukan ruang lingkup dan urutan bidang kehidupan yang esensial, sulit
menggunakan buku sumber karena pada umumnya buku sumber disusun sesuai dengan mata
pelajaran, sulit mencari guru yang cocok, sulit melaksanakan ujian akhir yang bersifat
uniform, sulit bagi peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi yang menuntut
pengetahuan logis-sistematis, mengabaikan warisan budaya, dan peserta didik hanya berpikir
praktis dan pragamatis.

e) Core curriculum

kurikulum ini dilihat sebagai suatu program pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk
membentuk pribadi-pribadi yang terintegrasi (fisik, mental, intelektual), menjadi warga
negara yang baik dan mampu bekerja sama. Perencanaan kurikulum inti harus dilakukan
bersama antara guru dan peserta didik. Adapun ciri-ciri kurikulum inti, antara lain yaitu
terdiri atas serangkaian pengalaman yang penting dan saling berkaitan untuk pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik, berkaitan dengan pendidikan umum, direncanakan secara
kontinu sebelum dan selama dijalankan, didasarkan atas masalah-masalah pribadi dan sosial,
10

disajikan dalam satu kesatuan yang utuh, dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih lama,
dan diperuntukan bagi semua peserta didik.

f) Actifity curriculum

Menurut john dewey adalah dia adalah orang yang pertama kali melaksanakan kurikulum
ini disekolah laboratorium Universitas Chicago pada tahun 1896.tujuan kurikulum ini bukan
untuk memberikan kesempatan berpikir dan berbuat secara sistematis yang berkaitan dengan
suatu pekerjaan. Kegiatan tersebut tidak hanya bersifat manual, tetapi juga intelektual.
Artinya, ketika melakukan suatu kegiatan, peserta didik mengumpulkan berbagai
pengetahuan yang fungsional dan instrumental. Kurikulum ini menggunakanminat anak
sebagai pusat kegiatan. Akhirnya, pada tahun 1918 gagasan-gagasan dari dewey
dikembangkan oleh wiliam H. Kilpatrick dalam bentuk metode proyek.

.3 Faktor-Faktor Dalam Organisasi Kurikulum


Menurut Hilda Taba, organisasi kurikulum dapat dipandang sebagai one of the most
potent factors in determining how learning proceeds. Oleh sebab itu, ada beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum, yaitu :
a) Ruang Lingkup (scope)
Ruang lingkup kurikulum menunjukkan keseluruhan dimana dalam bahan pelajaran
tersebut merupakan bahan yang terseleksi penting dan sesuai dengan dengan tugas-tugas
perkembangan peserta didik. Dikatakan penting karena peserta didik mempunyai
kepentingan, antara lain ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ingin
masuk ke dunia kerja, ruang lingkup kurikulum tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan peseta
didik, kebutuhan pelajaran juga harus sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional, standar kompetensi lulusan, dan standar kompetensi mata pelajaran yang telah
ditetapkan.
b) Urutan (sequence)
Urutan bahan pelajaran menunjukan keteraturan bahan yang akan disampaikan kepada
peserta didik, kapan bahan tersebut sebaiknya akan disampaikan, mana bahan yang harus
disampaikan terlebih dahulu dan mana bahan yang akan dipelajari kemudian. Hal ini sangat
erat hubungannya dengan kematangan peserta didik, latar belakang pengalaman atau
pengetahuan, tingkat kecerdasan, minat dan kebutuhan peserta didik, kegunaan bahan, dan
tingkat kesulitan bahan.
11

Menurut Nana Sy. Sukmadinata (2005), ada beberpa cara menyusun urutan bahan
pelajaran, yaitu “urutan kronologi, urutan kausal, urutan structural, urutan logis atau
psikologis, urutan spiral, rangkaian kebelakang (backward chining), dan urutan berdasarkan
hirarki belajar”. Berdasarkan urutan ini kemudian disusun bahan pelajaran untuk tiap
semester , tiap kelas, dan tiap jenjang pendidikan dalam praktiknya, ada bahan pelajaran
tertentu yang baru dapat dipahami apabila peserta didik telah memiliki keterampilan
(prerequisite skills) tertentu. Faktor urutan ini patut dipertimbangkan agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tentunya dapat meningkatkan prestasi belajar
peserta didik.
c) Kesinambungan (continuity)
Sering kali kita mendengar kritikan dari pihak perguruan tinggi bahwa kurikulum
ditingkat sekolah lanjutan tingkat atas (SMA/SMK/MA) tidak relevan atau masih dangkal
karena mahasiswa sulit memahami mata kuliah. Begitu juga kritikan dari pihak SLTA
terhadap SLTP (SMP/MTS) dan dari SLTP ke SD/MI . sebenarnya inti persoalannya adalah
adanya kesenjangan (gap) antara apa yang ada (dad sein) dengan apa yang seharusnya (das
sollen), tumpeng tindih (overlapping) antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain atau
bahkan dari topik yang satu ke topik yang lain, dan ketidaksinambungan bahan pelajaran dan
pengalaman belajar. Contohnya, peserta didik sudah belajar Bahasa inggris dari SMP sampai
dengan perguruan tinggi (lebih kurang 10 tahun), tetapi belum dapat berkomunikasi dengan
Bahasa inggris dengan baik.
Kesinambungan menunjukkan adanya peningkatan, pendalaman, dan perluasan bahan
pelajaran sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari bahan yang lebih kompleks.
Dalam kurikulum spiral, faktor kesinambungan ini sangat diperhatikan. Untuk memantapkan
kesinambungan kurikulum perlu dibentuk tim khusus yang melibatkan para pengembang
kurikulum dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
d) Terpadu
Faktor ini berkat dari asumsi bahwa bidang-bidang kehidupan memerlukan pemecahan
secara multidisiplin. Artinya, jika guru menggunakan subject-centered curriculum, maka
besar kemungkinan pengetahuan yang diperoleh peserta didik menjadi terlepas-lepas dan
tidak fungsional. Untuk itu, perlu adanya focus bahan pelajaran yang terpadu, baik berupa
konsep, prinsip maupun masalah-masalah yang perlu dipecahkan sehingga memungkinkan
penggunaan multidisiplin secara fungsional. Keterpaduan ini dapat dilakukan dalam bentuk
kurikulum korelasi, kurikulum bidang studi, atau kurikulum terpadu berdasarkan bidang-
bidang kehidupan. Untuk mencapai pemahaman yang utuh dan menyeluruh, maka
12

keterpaduan ini bukan hanya dilakukan oleh guru dalam berbagai mata pelajaran, tetapi juga
oleh peserta didik melalui pengetahuan dari berbagai sumber belajar yang saling
berhubungan.
e) Keseimbangan (balance)
Faktor keseimbangan yang dimaksudkan adalah keseimbangan isi atau bahan pelajaran
yang akan disampaikan kepada peserta didik dan keseimbangan proses pembelajaran.
Keseimbangan isi berkaitan dengan seberapa besar pentingnya suatu bahan pelajaran bagi
kehidupan peserta didik. Kalau hanya berbicara tentang keentingan tentu semua bahan
pelajaran adalah penting, tetapi kepentingan tersebut harus dikaitkan dengan pembentukan
pribadi peserta didik secara utuh dan menyeluruh. Begitu juga keseimbanagan proses
pembelajaran. Peserta didik tidak hanya sekedar belajar pasif dan impresi atau menerima
pelajaran melalui membaca dan mendengarkan saja, tetapi juga perlu belajar aktif dan
melakukan ekspresi atau menyatakan buah pikirannya melaui diskusi, tanya jawab,
eksperimen, pemecahan masalah, inkuiri, dan sebagainya. Disamping belajar dengan
menghafal, peserta didik perlu juga dilatih berpikir kritis dan kreatif. Peserta didik tidak
hanya belajar secara individual, tetapi juga belajar kelompok. Tujuan keseimbangan proses
adalah agar guru dan peserta didik tidak cepat jenuh dan bosan serta dapat mengembangkan
potensi peserta didik secara optimal.
f) Waktu (Times)
Alokasi waktu harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum, dalam arti apakah
suatu mata pelajaran, misalnya, akan diberikan waktu selama 2 jam pelajaran per hari, satu
minggu, satu bulan, satu semester, satu tahun atau tiap tahun. Seringkali terjadi perbedaan
pendapat tentang alokasi waktu, antara pengembangkurikulum di tingkat pusat dengan guru
mata pelajaran disekolah. Hal ini biasanya masing-masing menggunakan kriteria yang
berbeda. Untuk sekedar pegangan bersama, distribusi waktu dapat ditentukan berdasarkan
kriteria antara lain tradisi pengalaman, pertimbangan para pengembang kurikulum, nilai atau
manfaat, tingkat kesulitan setiap mata pelajaran dan standar kompetensi mata pelajaran.

.4 Prosedur Mereorganisasi Kurikulum


Terdapat beberapa cara untuk mereorganisasikan kurikulum, yaitu sebagai berikut :
a) Reorganisai Melalui Buku Pelajaran
Buku pelajaran merupakan sumber belajar yang penting bagi peserta didik dalam
mempelajari suatu isi kurikulum. Peserta didik harus lebih banyak belajar melalui buku
pelajaran dari pada apa yang diajarkan guru didalam kelas. Jika buku pelajaran itu sudah
13

ketinggalan, berarti sekolah tersebut juga ketinggalan. Oleh sebab itu, sangat penting
mereorganisasikan kurikulum melalui buku pelajaran di sekolah. Asumsi prosedur ini adalah
buku pelajaran di susun oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Penulis buku pelajaran
tentunya menggunakan berbagai sumber bacaan lain untuk dipelajari oleh peserta didik.
Mengingat sumber bacaan yang digunakan berbada-beda, maka sekolah harus selektif di
dalam mereorganisasikan kurikulum melaui buku pelajaran ini. Jika perlu, sekolah
membentuk tim khusus untuk menyeleksi buku bacaan, maka dapat berakibat rusaknya
pengetahuan yang diperoleh peserta didik.
b) Reorganisasi dengan cara tambal sulam
Jika disekolah lain memiliki suatu kurikulum yang dianggap baik, kurikulum tersebut
dapat diambil untuk dipelajari. Apabila sesuai dengan kondisi dan tujuan sekolah, kurikulum
tersebut dapat ditambahkan pada kurikulum yang ada. Dengan demikian, kurikulum sekolah
menjadi kaya dngan program-program terbaik. Sering terjadi sekolah sukar membuang
program yang kurang baik tersebut, akibatnya program sekolah semakin banyak dan kurang
menunjukan kesatuan. Pemilihan bahan perlu dikaitkan dengan keseluruhan program
sekolah, sehingga hasil tambal sulam tersebut betul-betul dapat memperbaiki kurikulum yang
ada.
c) Reorganisasi melalui analisis kegiatan
Kurikulum merupakan pengalaman yang diberikan kepada peserta didik agar mencapai
kehidupan seprti orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan analisis kegiatan
kehidupan orang dewasa dan hasilnya dijadikan bahan pelajaran untuk peserta didik.
Menurut Franklin Bobbit melakukan analisis kegiatan, yang meliputi kegiatan
kewarganegaraan, kegiatan sosial, kegiatan kesehatan, kegiatan memelihara kesehatan jiwa,
kegiatan keagamaan, kegiatan keluarga, kegiatan non-vokasional, dan kegiatan kerja yang
sesuai dengan panggilan hati. Melalui prosedur ini diharapkan bahan pelajaran dapat
diarahkan pada kegiatan kehidupan sehari-hari yang nyata.
d) Reorganisasi melalui fungsi sosial
Prosedur ini dilakukan melaui dua tahap, yaitu pertama: merumuskan strategi fungsi
sosial yang meliputi : bagaimana hidup yang ideal, merumuskan sifat atau hakikat individu
dalam kehidupan sosial, mengemukakan sifat-sifat belajar, dan merumuskan peranan sekolah
dalam kehiduan sosial. Kedua : merumuskan ruang lingkup fungsi kehidupan sosial
berdasarkan kriteria tertentu, yang meliputi hidup dalam lingkungan keluarga, kehidupan
waktu senggang, kehidupan sebagai warga negara, kehidupan kelompok yang terorganisasi,
14

kehidupan sebagai konsumen, kehidupan sebagai produsen, kehidupan berkomunikasi, dan


kehidupan transformasi.
e) Reorganisasi melalui survei pendapat
Cara ini dilakukan melalui survei pendapat terhadap berbagai pendapat dari berbagai
pihak, seperti peserta didik, orang tua, guru, pengwas, kepala sekolah, tokoh masyarakat, dan
mitra sekolah.
f) Reorganisasi melalui studi kesalahan
Prosedur ini digunakan melalui analisi kesalahan dan kekurangan terhadap proses dan
hasil kegiatan ekstrakulikuler.
g) Reorganisasi melalui analisis masalah remaja
Menurut Ross Moaney dan kawan-kawan menganalisis 330 masalah kebutuhan remaja
yang dibagi kelompok menjadi 11 kelompok, yaitu perkembanganjasmani dan kesehatan,
biaya hidup dan bekerja, kegiatan sosial dan rekreasi, berkeluarga dan menikah, moral dan
keagamaan, rumah tangga dan kerabat, pendidikan dan kerja sama, penyesuaian terhadap
pekerjaan sekolah, kurikulum dan prosedur pembelajaran.

.5 Isu-Isu dalam Organisasi Kurikulum


Pada tahun 1960-an pernah dilakukan terobosan pertama kurikulum terpadu melalui
perluasan isi kurikulumnya tidak terintegrasi, akibatnya kurikulum tersebut hanya bersifat
fragmentasi. Kurikulum pendidikan mendapat kritikan yang tajam dari berbagai pihak.
Untuk menjawab kritikan yang bersifat fragmentasi dan tidak relevan tersebut, peter B.
Dow (1975) telah melaporkan hasil penelitiannya tentang kurikulum terpadu. Dow bersama
education center mencoba mengorganisasikan kesempatan belajar yang dihubungkan dengan
minat dan bakat peserta didik, pemeliharaan, rasa cinta kasih, ekspresi takut atau marah,
perselisihan orang tua, dan sebagainya.
Salah satu alternative pemecahan masalahnya adalah melupakan sesame bentuk
organisasi kurikulum sebagai suatu cara untuk mempengaruhi peserta didik. Bahan pelajaran
disusun secara hati-hati, disederhanakan dan dihubungkan dengan hal-hal yang menarik
minat peserta didik. Secara individual, peserta didik dapat melakukan berbagai cara untuk
mencari pengalaman sendiri.untuk mengorganisasikan pengalaman sendiri, ada tiga hal yang
dapat dilakukan, yaitu peserta didik menentukan dan merumuskan sendiri pertanyaan
menurut urutan yang diinginkan, guru menyiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan
kepada peserta didik dan mengatur waktu penyampaiannya, peserta didik dan mengajukan
pertanyaaan sendiri kepada guru.
15

Persepsi orang terhadap organisasi kurikulum sangat beragam. Ada yang mengatakan
bahwa organisasi kurikulum hanya untuk mempersiapkan peserta didik menguasai bahan
pelajaran yang bersifat menyeluruh sekalipun bahan pelajaran tersebut belum tentu cocok
dengan sistem pembelajaran yang adaptif. Pengembanagan kurikulum kurang
memperhatikan bentuk organisasi kurikulum tetapi lebih berorientasi kepada makna
organisasi secara khusus. Pengembangan kurikulum agak kurang terkesan dengan aturan-
aturan organisasi kurikulum terpadu.
16

BAB III

KESIMPULAN

.1 KESIMPULAN
Organisasi kurikulum adalah susunan pengalaman dan pengetahuan baku yang harus
disampaikan dan dilakukan peserta didik dan dilakukan peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan. Pengalaman tersebut ada yang langsung dan ada yang tidak
langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh peserta didik sebagai hasil
interaksi secara langsung dengan dunia sekitarnya. Organisasi kurikulum berhubungan erat
dengan kualitas kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik.
Organisasi kurikulum hanya dipilih dan diatur sedemikian rupa untuk dikembangkan lebih
luas dan lebih mendalam sehingga peserta did Menurut Oemar Hamalik (1993), bentuk
organisasi kurikulum ini terdiri atas tiga jenis pendekatan, yaitu “pendekatan structural,
pendekatan fungsional, dan pendekatan daerah.” Pendekatan structural bertitik tolak dari
suatu disiplin ilmu. Pendekatan fungsional bertitik tolak dari suatu masalah tertentu di
masyarakat atau dilingkungan sekolah. Masalah tersebut harus berfungsi dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Pendekatan daerah bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu
sebagai materi pokok yang akan dipelajari. Aspek yang dipelajari adalah hal-hal yang relevan
dengan daerah tersebut dan berada dalam bidang studi yang sama memperoleh sesuatu yang
berharga dari program pendidikan yang telah ditetapkan.

.2 SARAN
Karya yang penulis susun ini bukanlah karya yang sempurna tapi sesuatu yang lahir
dari kerja keras. Tentunya hasil kerja keras penulis bukan tanpa kekurangan. Maka Penulis
senantiasa mengharapkan masukan dan kritikan Bapak Dosen Pembimbing, rekan-rekan
pembaca, dan mudah-mudahan rekan-rekan semua dapat menggali terus potensi yang kita
miliki agar kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang “Kurikulum dan
Pembelajaran” yang tentunya dengan izin Allah SWT. Mudah-mudahan dengan terciptanya
makalah ini, khususnya bagi penulis dan umumnya untuk para pembaca bisa
mengembangkan pengetahuan tentang Organisasi Kurikulum serta termotivasi dan terdorong
terutama dalam mengmbangkan kurikulum di hari yang akan dating supaya lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai