Untuk asuhan kesehatan gigi dan mulut pada klien dengan kebutuhan khusus seperti
klien yang adalam perawatan intensive maka dapat dilakukan pengkajian tingkat kesadaran
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Yakni Penilaian kemampuan kesadaran
yang dilihat dari pemeriksaan kemampuan orientasi, pertimbangan, abstraksi, kosa kata,
dan daya ingat. GCS adalah cara untuk menilai tingkat kesadaran berdasar respon mata,
bicara, motorik.
Pengukuran berat badan adalah untuk mengetahui kondisi pertumbuhan dan gizi
anak. Pengukuran berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan secara umum dan
menyeluruh. Pastikan kualitas alat yang digunakan untuk mengukur berat badan serta
ketelitian perawat gigi saat melakukan pengukuran, untuk menghindari error data.
Persiapan saat mengukur berat badan :
A. Letakkan alat timbang di bagian yang rata/datar dan keras
B. Jika berada di atas rumput yang tebal atau karpet atau permadani, maka pasang kaki
tambahan pada alat timbangan untuk bisa mengatasi daya pegas dari als yang tebal
C. Pastikan alat timbang menunjukkan angka 00.00 sebelum digunakan
D. Jelaskan kepada klien tujuan dari pengykuran berat badan
E. Pastikan klien tidak menggunakan pakaian tebal, popok, selimut, dan lain-lain untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang akurat.
Pengkajian tanda-tanda vital adalah pengukuran tanda-tanda fungsi vital tubuh yang
paling dasar. Tanda-tanda vital antara lain:
Tabel 4.2 Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah :
Bayi usia di bawah 1 tahun 85/15 mmHg
Usia 1 – 6 bulan 90/60 mmHg
Usia 6 -12 bulan 96/65 mmHg
Usia 1 – 4 tahun 99/65 mmHg
Usia 4 – 6 tahun 160/60 mmHg
Usia 6 - 8 tahun 185/60 mmHg
Usia 8 – 10 tahun 110/60 mmHg
Usia 10 -12 tahun 115/60 mmHg
Usia 12 -14 tahun 118/60 mmHg
Usia 14 – 16 tahun 120/65 mmHg
Usia 16 tahun ke atas 130/75 mmHg
Usia lanjut 130-139/85-89 mmHg
Sumber : Perry dan Potter, (2005)
B. Penghitungan nadi
Nadi adalah denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang
berdasarkan systol dan dyastole dari jantung. Denyut nadi adalah jumlah denyut jantung,
atau berapa kali jantung berdetak per menit. Tempat untuk menghitung denyut nadi yaitu
arteri radialis, temporalis, carotis, femoralis, dorsalis pedis, politela, barcialis.
Tabel 4.3 Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah :
Usia Kali per menit
Bayi baru lahir 140
Usia di bawah 1 bulan 110
Usia 1 – 6 bulan 130
Usia 6 – 12 bulan 115
1 – 2 tahun 110
2 – 6 tahun 105
6 – 10 tahun 95
10 – 14 tahun 85
14 – 18 tahun 82
Di atas 18 tahun 60 - 100
Usia lanjut 60 - 70
Sumber : Perry dan Potter, (2005)
D. Penghitungan respirasi
Respirasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Menilai frekuensi, irama, kedalaman, dan tipe
ataupola pernapasan. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalamposisi diam
dan hanya melibatkan penghitungan jumlah napas selama satu menit dengan menghitung
berapa kali dada meningkat. Respirasi dapat meningkat pada saat demam, berolahraga,
dan emosi.
E. Pengkajian nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang dapat
berkisar dari ketidak nyamanan ringan sampai penderitaan. nyeri dimediasi oleh serabut
saraf sfesifik yang kemudian membawa impuls nyeri keotak dimana apresiasi sadarnya
dapat dimodifikasi oleh banyak faktor.
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu :
1. nyeri akut, nyeri yang dialami secara mendadak dan dalam kurun waktu yang singkat (
sekitar 6 bulan ) dan akan segera hilang
2. nyeri kronis, nyeri ini timbul secara perlahan dan berlangsung dalam waktu yang lama
( lebih dari 6 bulan )
Nyeri juga dapat dibedakan kedalam jenis nyeri neuropatik dan nosiseptik. Nyeri
neuropatik dirasakan seperti rasa kesemutan, panas terbakar, kebas/baal, kesetrum,
nyeri bertambah bila tersentuh. Sementara nyeri nosiseptik yaitu nyeri yang terbatas pada
persendian / otot
/ gigi.
Penanganan nyeri yang efektif tergantung pada pemeriksaan dan penilaian nyeri
yang seksama berdasarkan informasi subjektif maupun objektif. Penggalian data
subyektif klien nyeri sebaiknya menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan
tertutup untuk memperoleh informasi masalah klien. Selain itu, perhatikan juga
faktor-faktor seperti tempat wawancara, sikap yang suportif dan tidak menghakimi,
tanda-tanda verbal dan nonverbal, dan meluangkan waktu yang cukup.
Pengkajian atau penilaian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai
berikut:
1. Skala Wajah (Wong-Baker Faces Pain Rating Scale)
Penilaian nyeri menggunakan skala Wong-Baker sangatlah mudah namun perlu
kejelian sipenilai pada saat memperhatikan ekprei wajah penderita karena penilaian
menggunakan skala ini dilakukan dengan hanya melihat ekspresi wajah penderita pada saat
bertatap muka tanpa menanyakan keluhannya. Skala penilaian nyeri ini disarankan untuk
klien usia >3 tahun.
Dari sepuluh skala diatas dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
a. Skala nyeri 1 - 3 (nyeri ringan) nyeri masih dapat ditahan dan tidak mengganggu pola
aktivitas sipenderita.
b. Skala nyeri 4 - 6 (nyeri sedang) nyeri sedikit kuat sehingga dapat mengganggu pola
aktivitas penderita
c. Skala nyeri 7 - 10 (nyeri berat) nyeri yang sangat kuat sehingga memerlukan therapy
medis dan tidak dapat melakukan pola aktivitas mandiri.
Pada pemeriksaan obyektif klien individu berisi informasi atau data sebenarnya dari
jaringan lunak, jaringan keras/gigi dan mulut klien, agar dapat di identifikasi masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan gigi. Pada bagian ini setidaknya ada 4 hal yaitu
Pemeriksaan ekstra oral, Pemeriksaan intra oral, Pemeriksaan gigi geligi, Penilaian risiko
penyakit gigi dan mulut.
Kesan umum klien, pemeriksaan ini dilakukan sejak klien masuk ke klinik, dengan
maksud untuk mendapat gambaran umum mengenai status fisik maupun mental klien,
diantaranya dengan melakukan pengamatan terhadap unsur-unsur sebagai berikut: melalui
gaya berjalan, tinggi badan, status nutrisi, perawakan dan bentuk muka. Sehingga pada
waktu wawancara, disamping kapasitas mentalnya perlu diperhatikan mengenai gambaran
singkat status fisik dan kesehatan umum klien.
Beberapa kondisi tertentu yang menggangu gaya berjalan dapat mempengaruhi
diagnosis atau rencana perawatan. Pada klien tertentu bahkan dapat memberikan petunjuk
yang berharga, klien dengan gaya yang sangat hati-hati akan berbeda pengelolaannya
dengan klien yang energik dan melangkah dengan pasti. Klien dengan mobilitasnya
terbatas, perlu ditelusuri penyebabnya sehingga kemungkinan memerlukan modifikasi
jumlah kunjungan. Posisi tubuh apakah dapat berdiri tegak, atau kepala sedikit miring ke
salah satu sisi, dan bagaimana klien dapat duduk dengan nyaman di kursi gigi perlu
dicermati. Cara berjalan klien mungkin dapat mengisyaratkan adanya cacat ortopedik,
neurologik atau penyakit pada otot. Sikap, emosi dan cara menjawab pertanyaan yang
diajukkan kepadanya perlu diperhatikan. Warna kulit sering memberi petunjuk bermanfaat,
sianosis, ikterus dan pucat yang memberi dugaan anemia dapat diketahui melalui
pemeriksaan kulit, juga memberi kunci penting kemungkinan adanya penyakit yang serius.
Kesan mengenai status fisik umum klien ini harus disimpulkan dengan hati-hati; dan hal
demikian sudah tentu tidak akan diperoleh secara pasif. Bersamaan dengan penggalian
data subyektif pemeriksa dapat sekaligus memperhatikan ekspresi, kesan usia, emosi, sikap
klien dan keadaan sakitnya.
Pemeriksaan kepala dan leher. Dimaksudkan untuk evaluasi kemungkinan adanya
kelainan yang berhubungan dengan kesehatan umum dan mempunyai relevansi dengan
diagnosis dan perawatan oral. Tersirat disini untuk selalu dipertimbangkan apakah
perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan karena faktor lokal atau sistemik. Walaupun
dalam pemeriksaan rutin tidak dilakukan identifikasi untuk setiap struktur diregio kepala
dan leher, kemampuan mengenali semua struktur yang ada merupakan dasar untuk
melakukan pemeriksaan klinis; sehingga kondisi-kondisi asimetri, perubahan warna,
tekstur, dan gangguan fungsi dapat dibedakan dengan kondisi yang normal.
Data yang diperlukan pada pemeriksaan ekstra oral meliputi : kesan umum, kondisi
muka, pemeriksaan kelenjar limfe kanan dan kiri.
Dari aspek ilmu penyakit mulut harus dicermati bahwa setiap gigi merupakan
kesatuan unit fungsional dalam sistem pengunyahan. Oleh karena itu dalam merawat gigi
tidak boleh hanya memandang gigi secara individual, tetapi harus lebih luas yaitu
pengaruhnya terhadap individu secara keseluruhan. Ada dua penanganan penting yang
perlu dilakukan pada pemeriksaan gigi geligi. Pertama penanganan gigi secara individual
dan yang kedua gigi sebagai kesatuan unit fungsional yang lebih besar. Aspek kedua dalam
pelaksanaan lebih sulit karena melibatkan berbagai faktor.
Sebagai contoh misalnya kasus karies servikalis yang melibatkan beberapa gigi pada
klien lanjut usia dengan pengobatan antidepressant. Sebelum melakukan perawatan karies
tersebut harus dipertimbangkan dua kondisi, yaitu karies servikal dan xerostomia yang
sering berkaitan. Jika xerostomia tidak dirawat penambalan karies servical akan mengalami
kegagalan. Untuk itu maka kedua pendekatan tersebut di atas tidak boleh diabaikan.
Pemeriksaan jaringan lunak. Karena letak mulut yang strategis, berbagai lesi oral umumnya
dapat mudah dilihat. Secara klinis seluruh permukaan mukosa mulai bibir, mukosa bukal
dan labial, mukosa pipi, palatum, oro-faring, lidah, dasar mulut dan gingiva umumnya tidak
sulit dijangkau untuk dilakukan pemeriksaan baik langsung atau tidak langsung. Tetapi perlu
dicermati bahwa sebagian besar lesi di jaringan lunak mulut tidak pathognomonik. Untuk
itu maka bekal pengetahuan mengenai berbagai struktur oral dan patofisiologi penyakit
merupakan salah satu prasyarat untuk dapat mengenali berbagai perubahan patologis
mukosa oral. Sebagai contoh pada kasus tumor di regio retromolar, jika memperhatikan
struktur daerah retromolar maka disamping tumor yang berasal epitel dan jaringan ikat,
kemungkinan suatu tumor dari kelenjar ludah tidak dapat dikesampingkan. Bahkan tidak
tertutup kemungkinan bahwa tumor tersebut merupakan tumor odontogen yang telah
menembus kortek dan meluas ke jaringan lunak.
Data yang diperlukan pada pemeriksaan intra oral meliputi : Pemeriksaan mukosa
mulut, Kelainan/anomali gigi, Kelainan gusi.
Hasil pemeriksaan gigi geligi secara lengkap berupa catatan rekam medik kedokteran
gigi bila diperlukan dapat menjadi pendukung data obyektif dalam menegakkan diagnosa
asuhan kesehatan gigi dan mulut.
Pemeriksaan abnormalitas gigi umumnya tidak begitu kompleks karena mempunyai
ciriciri klinis dan radiologis yang khas, dan tidak ditimbulkan oleh penyakit lain. Untuk
menyederhanakan proses diagnostik dapat dilakukan misalnya dengan cara
mengelompokkannya kedalam: abnormalitas perkembangan gigi, abnormalitas erupsi,
perubahan regressif, karies, patosis pulpa dan periapikal. Sebagian besar abnormalitas gigi
umumnya dapat dikelompokan kedalam katagori tersebut. Abnormalitas perkembangan
gigi umumnya mempunyai ciri-ciri yang khas dalam bentuk, warna dan ukuran besarnya,
dapat melibatkan gigi secara individual atau beberapa gigi sekaligus. Abnormalitas gigi yang
bersifat genetis umumnya akan disertai kelainan yang sama pada gigi kontra lateralnya.
Pencatatan hasil pemeriksaan gigi-geligi ditulis pada odontogram. Pembuatan odontogram
dilakukan pada kunjungan 1. Odontogram terletak pada lembar 1 Rekam medis, dilengkapi
setiap 1 tahun sekali dan setiap kontrol atau jika klien akan pindah kota/dokter gigi.
Odontogram berisi:
1. Tanggal pemeriksaan odontogram
2. Gambar denah gigi
3. Hubungan oklusi
4. Ada tidaknya torus palatinus, torus mandibularis
5. Tipe palatum : dalam/sedang/rendah
6. Ada tidaknya supernumerery
7. Ada tidaknya diastema sentral
8. Ada tidaknya anomali atau ciri-ciri gigi yang lain
Gambar 4.3 Simbol pada Odontogram
Sumber: Kemenkes (2014)
2. Sondasi
Probing pada dasarnya merupakan pemeriksaan palpasi dengan menggunakan alat
tertentu. Pemeriksaan ini merupakan salah satu metode diagnostik penting di kedokteran
gigi. Untuk mengetahui adanya karies dilakukan probing pada permukaan gigi dengan
menggunakan ujung sonde atau eksplorer yang berujung lancip. Sedang untuk mengukur
kedalaman pocket dipergunakan probe periodontal. Untuk memeriksa kondisi saluran
kelenjar ludah biasanya dilakukan probing menggunakan sonde tumpul. Apakah suatu
fistula di mulut disebabkan karena infeksi periapikal atau sebab yang lain, dapat dilakukan
probing dengan menggunakan gutta percha point yang dimasukan melalui fistula tersebut
kemudian dilakukan rontgent foto.
3. Perkusi
Teknik pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetukkan jari atau instrument ke arah
jaringan, dan pemeriksa mendengarkan bunyi yang ditimbulkannya serta mengamati reaksi
dari klien. Perkusi pada gigi geligi akan memberikan nuansa bunyi dan warna suara yang
mempunyai informasi diagnostik tentang kondisi jaringan pendukung gigi khususnya status
jaringan periodontal. Reaksi penderita terhadap perkusi sangat bervariasi, oleh karena itu
perlu dibandingkan dengan reaksi gigi di sampingnya yang normal.
4. Palpasi
Merupakan teknik pemeriksaan untuk mengetahui kondisi suatu jaringan dengan
menggunakan indra peraba. Pada umumnya jaringan tubuh mempunyai konsistensi yang
khas sehingga jaringan yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan cara palpasi.
Agar pemeriksaan ini dapat dilakukan secara efektif, maka pemeriksa harus mengenal betul
karakteristis masing-masing daerah yang akan diperiksa, dan variasi struktur anatomisnya
yang normal.
Palpasi dapat dilakukan dengan cara menekan jaringan yang diperiksa ke arah tulang
atau jaringan di sekitarnya, atau menekan jaringan tersebut diantara kedua jari (bidigital)
atau diantara kedua tangan (bimanual). Pemeriksaan ini akan memberikan informasi lebih
jelas mengenai kondisi-kondisi yang tidak dapat terungkap melalui inspeksi seperti;
texture/struktur, dimensi/ketebalan, konsistensi, temperatur. Aktivitas atau gerakan-
gerakan fungsional tertentu seperti detak nadi atau getaran-getaran yang ditimbulkan oleh
lesi vaskuler, dan getaran gigi pada tulang alveoler pada waktu gerak oklusi. dapat dideteksi
dengan cara palpasi.
Sasaran pemeriksaan dengan cara palpasi pada dasarnya bukan untuk mengetahui
adanya rasa sakit, tetapi cara pemeriksaan ini dapat menimbulkan reaksi rasa sakit
sebelum abnormalitas jaringan yang akan diperiksa terdeteksi. Oleh karena itu respon
terhadap pemeriksaan palpasi ini perlu juga diperhatikan.
5. Tes mobilitas
Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di
sekeliling gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes
mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan
menggunakan jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil tes
mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai
gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1
mm bahkan bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila
gerakan lebih besar dari 1 mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas
dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari
atau instrument.
6. Tes Vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu
tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
a. Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada
gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal.
b. Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida,
salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
i. Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll
maupun rubber dam
ii. Mengeringkan gigi yang akan dites.
iii. Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
iv. Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi. v. Mencatat respon
klien.
vi. Apabila klien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam
yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada
respon atau klien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau
nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes
dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995).
Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang
mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).
c. Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan
dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat
touch and heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik. Gutta
perca merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta
perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan pada bagian
okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal
bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca
menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa
menandakan gigi sudah non vital.
d. Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi.
Alat yang digunakan bor tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa
sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital
jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit.
e. Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke
saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang
menandakan bahwa gigi sudah non vital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan
gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
f. Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic Pulp Tester
(EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial,
tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang
sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga
kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang
yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat pemacu jantung.
Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non
vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena
stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini
terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi,
kontak dengan jaringan lunak atau restorasi, akar gigi yang belum immature, gigi yang
trauma dan baterai habis.
Data yang diperlukan pada pemeriksaan gigi-geligi meliputi : Pemeriksaan jaringan
keras gigi, Pemeriksaan fisik dasar seperti: Inspeksi, Sondasi, Perkusi, Palpasi, Tes
mobilitas, Tes vitalitas.
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan Index pengalaman karies (DMF-T, def-t),
Community Periodontal Index for Treatment Needs (CPITN), Index kebersihan mulut (OHI-
S), pH dan Viskositas Saliva.
Sedangkan indeks karies dmf-t dipakai pertama kali oleh Slack, (1981) yang garis
besarnya sama dengan indeks DMF.
Untuk dmf-t kriteria masing-masing komponen sama dengan DMF diatas, hanya saja
dipergunakan untuk gigi sulung. Dalam perjalannya indeks dmf sering diganti dengan indeks
def, karena untuk komponen "m" sulit untuk mendeteksi apakah gigi sulung telah hilang
karena karies atau tanggal secara normal atau sebab lain, sehingga komponen "m" diganti
dengan komponen "e" (extraction), berarti hanya gigi karies yang terindikasi untuk dicabut
karena karies dicatat sebagai "e".
Selain itu terdapat perbedaan pertimbangan klinis mengenai gigi rusak karena karies
yang masih dapat ditambal atau harus dicabut untuk beberapa alasan. Misalnya gigi molar
yang karies telah sampai pulpa yang sebenarnya masih dapat ditambal namun karena
keadaan peralatan, maka gigi tersebut lalu di indikasikan untuk dicabut.
Maka dari itu, lalu dibuat kesepakatan yaitu untuk mengindikasikan gigi tersebut
dengan menganut teori yang seharusnya, bukan berdasarkan indikasi peralatan yang
tersedia. Namun untuk kepentingan perencanaan suatu daerah, mungkin diperlukan
kesepakatan tersendiri, dengan melihat situasi dan kondisi masing-masing daerah, apakah
menganut teori yang seharusnya atau kenyataan dilapangan.
Sonde khusus yang dipergunakan untuk pemeriksaan CPITN ini memiliki bentuk ujung
bulat dengan diameter 0,5 mm, dengan kode warna 3,5 sampai 5,5 mm.
Tujuan Pengukuran atau Pemeriksaan CPITN adalah :
a. Mendapatkan data tentang status periodontal masyarakat.
b. Merencanakan program penyuluhan.
c. Menentukan kebutuhan perawatan (jenis tindakan, beban kerja, kebutuhan tenaga).
d. Memantau kemajuan kondisi periodontal individu.
e. Pemeriksaan CPITN ini menggunakan 6 sektan yaitu :
f. Sektan kanan atas : elemen gigi 1.7, 1.6, 1.5, 1.4 (sektan 1)
g. Sektan anterior (depan) atas : elemen gigi 1.3, 1.2, 1.1, 2.1, 2.2, 2.3 (sektan 2)
h. Sektan kiri atas : elemen gigi 2.4, 2.5, 2.6, 2.7 (sektan 3)
i. Sektan kiri bawah : elemen gigi 3.7, 3.6. 3.5, 3.4 (sektan 4)
j. Sektan anterior bawah : elemen gigi 3.3, 3.2, 3.1, 4.1, 4.2, 4 (sektan 5)
k. Sektan kanan bawah : elemen gigi 4.4, 4.5, 4.6, 4.7 (sektan 6)
Gigi Index CPITN terbagi dan tergantung atas tiga kelompok umur yaitu :
a. Umur 20 tahun atau lebih
b. Umur 16 tahun sampai 19 tahun
c. Umur kurang dari 15 tahun
Lebih mudah tentang kelompok umur, gigi index dan skornya adalah sebagai berikut:
a. Umur 20 tahun atau lebih, gigi index yang diperiksa adalah 1.7, 1.6, 1.1, 2.1, 2.6, 2.7,
3.7,
3.6, 3.1, 4.1, 4.6, 4.7, dengan skor 0, 1, 2, 3, 4.
b. Umur 16 tahun sampai 19 tahun, gigi index yang diperiksa adalah 1.6, 1.1, 2.6, 3.6,
3.1,
4.6, dengan skor 0, 1, 2, 3, 4.
c. Umur kurang dari 15 tahun, gigi index yang diperiksa adalah sama dengan 16-19
tahun, dengan skor 0,1, 2.
Bila ada kasus dimana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka penilaian
dilakukan sebagai berikut :
a. Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada molar kedua
atas atau bawah.
b. Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan
pada molar ketiga atas atau bawah.
c. Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak dapat
dilakukan penilaian.
d. Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada insisivus
pertama kiri atas.
e. Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.
f. Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada insisivus
pertama kanan bawah.
g. Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian.
Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa tidak ada, maka
penilaian debris indeks dan kalkulus indeks masih dapat dihitung apabila ada dua gigi
indeks yang dapat dinilai.
Kriteria penilaian kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) seseorang dapat dilihat dari
adanya debris dan kalkulus pada permukaan gigi. Untuk menentukan kriteria penilaian
debris atau penilaian OHI-S, maka dipakai tabel debris score dan calculus score
Tabel 4.6
Kriteria Penilaian Pemeriksaan Debris
No KRITERIA NILAI
1. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada 0
debris atau pewarnaan ekstrinsik.
2. a. Pada permukaan gigi yang terlihat, pada debris lunak yang 1
menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari
1/3 permukaan.
b. Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak tetapi ada
pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau
seluruhnya.
3. Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang menutupi 2
permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi
kurang dari 2/3 permukaan gigi.
4. Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi 3
permukaan tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh
permukaan gigi.
Sumber : Sriyono (2005)
Jumlah penilaiandebris
Debris Index =
Jumlah gigi yang diperiksa
Tabel 4.7
Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus
No KRITERIA NILAI
1. Tidak ada karang gigi 0
2. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingival 1
menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.
3. 2
a. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingival
menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi.
b. Sekitar bagian cervikal gigi terdapat sedikit subgingival.
4. a. Pada permukaan gigi yang terlihat adanya karang gigi supragingival 3
menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh
permukaan gigi.
b. Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi
dan melingkari seluruh cervikal (A. Continous Band of Subgingival
Calculus).
Sumber : Sriyono, (2005)
Jumlah penilaianCalculus
Calculus Index =
Jumlah gigi yang diperiksa
c. Kelainan gusi
Data/
War
GIGI Konsistens Bentuk na Masal
/ Lokasi i papil Bentuk Margin ah
REG bu pala lab ling ken lun runci bul nor Abnor
IO kal tal ial ual yal ak ng at mal mal
d. Pemeriksaan jaringan gigi geligi
Gigi/ Data/
REGIO Inspeksi Thermis Sondasi Perkusi Druk Mobiliti masalah
Skor OHI-S :
Kriteria OHI-S :
Sesudah Oral Prophylaxis Treatment
Debris Index Kalkulus Indeks
Skor OHI-S :
Kriteria OHI-S :
4. Kesan Umum :
a. Kesadaran : ................................ e. Nadi : ........
kali/menit
b. Tinggi Badan : ........ cm f. Suhu : ........ °C
c. Berat Badan : ........ Kg g. Respirasi : ........
kali/menit
d. Tensi Darah : ........ mm/Hg h. Nyeri : Skala ........
f. Kelainan gusi
Data/
War
GIGI Konsistens Bentuk na Masal
/ Lokasi i papil Bentuk Margin ah
REG bu pala lab ling ken lun runci bul nor Abnor
IO kal tal ial ual yal ak ng at mal mal
Skor OHI-S :
Kriteria OHI-S :