Anda di halaman 1dari 3

Masuknya Islam Di LOMBOK

Ketika Kerajaan Lombok dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan
Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan,
pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya
yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke
berbagai wilayah di Nusantara. Proses pengislaman oleh Sunan Prapen berjalan dengan
lancar, sehingga beberapa tahun kemudian seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam,
kecuali beberapa tempat yang masih mempertahankan adat istiadat lama.

Sunan Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh pelosok. Dilembu
Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin, Datu bandan di kirim ke Makasar,
Tidore, Seram dan Galeier dan Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan
Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke Lombok, dimana dengan kekuatan senjata ia
memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen
berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun selama ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap
menganut keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali kepada faham pagan. Setelah
kemenangannya di Sumbawa dan Bima, Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden
Sumuliya dan Raden Salut, ia mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai
kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu
masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden Sumuliya
dan Raden Salut untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia
memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung.

Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan


yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang
kemudian banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional
masyarakat Lombok hari ini. ahli sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van den Berg
menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat memengaruhi terbentuknya alam
pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual dalam rekayasa sosial politik di
Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat
Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat
menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi
yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak
mengarang, menggubah, mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam
lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji,
Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi
ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada
dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi,
seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan sebagainya

Penyebaran Islam di Lombok (abad ke-16)

Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya penyebaran Islam di Lombok, salah
satunya adalah melalui Bayan, sebelah utara pulau ini. Selain di Bayan, penyebaran agama
Islam juga diyakini berawal dari Pujut dan Rembitan di Lombok Tengah. Masjid kuno yang
terdapat di tempat-tempat tersebut menjadi salah satu bukti tentang penyebaran Islam dari
wilayah itu.

Desa Bayan, Lombok Utara, 80 kilometer arah utara Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat,
dan keseharian masyarakatnya selama bulan suci Ramadhan tidaklah berbeda dengan banyak
wilayah pedesaan di Indonesia. Dari tepi jalan lingkar Pulau Lombok, keberadaan bangunan
yang telah menjadi situs purbakala yang dilindungi tersebut tak mencolok, seperti juga
rumah-rumah di desa itu.

Selain di Bayan, masjid kuno juga ada di Gunung Pujut, di Desa Rembitan dan Masjid Ar
Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela. Meski punya ciri yang sama,
situs dan budaya di tempat-tempat itu memiliki perbedaan yang menjadi tanda Islam masuk
Lombok di beberapa tempat sekaligus. Islam masuk Lombok melalui Jawa, Gowa, dan Bima.
Mengenai Bayan, masuknya dari Jawa. Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam
kawasan Desa Sekarbela ini telah mengalami renovasi beberapa kali. Renovasi yang pertama
dilakukan setelah Masjid terbakar akibat peperangan antara masyarakat Sekarbela yang
menuntut kematian Tuan Guru Padang Reak dengan penguasa saat itu. Saat itu, bentuk masjid
Sekarbela berbentuk empat persegi dengan dinding bedek, atap rumbia, lantai tanah dan yang
menjadi ciri khas adalah empat soko guru.

Setelah kebakaran, Masjid dibangun kembali oleh TGH Mustafa dan TGH Moh. Toha. Bentuk
Masjid masih sederhana dengan empat soko guru. Dari peninggalan yang ada yakni sebuah
kaligrafi tertulis angka 1350 H. Saat itu bangunan Masjid sudah lebih baik dari sebelumnya
namun masih sederhana. Kemudian pada tahun 1890 M, atas prakarsa TGH M Rais, masjid
direnovasi dengan memanfaatkan atap dari genteng. Jamaah yang semakin banyak
menginspirasikan penerus selanjutnya, yakni TGH Muktamat Rais anak dari TGH Muhamaad
Rais, untuk membangun kembali Masjid pada tahun 1974 dengan kontruksi beton. Namun
dikarenakan jamaah yang semakin banyak dan kompleknya kegiatan, pada tahun 2001 Masjid
direnovasi kembali dengan desain Timur Tengah dan berlantai tiga.

Menurut beberapa catatan, penyebaran agama Islam melalui Bayan dilakukan oleh Sunan
Prapen, keturunan dari salah seorang Wali Songo— penyebar agama Islam di Ja wa—yakni
Sunan Giri. Namun, tak diketahui persis mengapa Bayan menjadi tujuan pertama Sunan
Prapen.

Penyebaran Melalui Dakwah

Sampailah kemudian Sunan Prapen di Lombok dalam misi penyebaran agama Islam. Ia dibantu
oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut. Dengan kekuatan senjata disebutkan, Sunan Prapen
mampu menaklukkan beberapa kerajaan yang merupakan warisan Majapahit, lalu
mengislamkan masyarakatnya.

Satu yang mungkin bisa direka-reka yakni Sunan Prapen melakukan pelayaran dalam upaya
penyebaran Islam ke wilayah timur nusantara dari Gresik lewat pantai utara Jawa. Dia tidak
berlabuh ke Pulau Bali, tapi langsung ke Bayan. Dari letak geografisnya, Bayan berada di tepi
pantai utara Lombok sehingga sangat mungkin Sunan Prapen melempar sauh di sini.
Belakangan, Sunan Prapen diperkirakan barulah ke Pulau Bali (meski misinya gagal) setelah
dari Sumbawa dan Bima.

“Di setiap pantai, penyebaran itu memang ada. Penyebaran dilakukan oleh
pedagang-pedagang dari Arab dan Jawa. Kebanyakan datangnya dari Jawa,” kata budayawan
setempat, Ahmad JD, kepada Republika, tentang asal muasal penyebaran Islam di Lombok
melalui pantai utara. “Yang monumental adalah peninggalan kebudayaan tulis dari Jawa. Ini
menunjukkan adanya jejak wali dari Jawa, yakni Sunan Prapen,” lanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai