Anda di halaman 1dari 16

MASUKNYA DAN PERKEMBANGAN

PERADABAN ISLAM DI JAWA TIMUR

DI

Uiii

OLEH :

NASRANI

SMPN 1 TINAMBUNG
TAHUN AJARAN 2016-2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Sejarah Peradaban Islam ini tepat ada waktunya. Makalah ini kami susun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
yeng berjudul Perkembangan Peradaban Islam di Jawa Timur.
Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu
mengumpulkan dan mengkaji materi yang dibahas dari berbagai referensi. Kami
gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat
memberikan informasi yang akurat.
Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, demi kesempurnaan makalah ini
pada penulisan-penulisan berikutnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Laila Rohani sebagai pengajar mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini. Sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam masuk ke Jawa dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian
diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam.
Mengenai kapan Islam masuk ke Jawa dan siapa pembawanya terdapat beberapa
teori yang mendukungnya.
Penyebaran Islam di Jawa membawa perubahan dalam kehidupan sosial politik
masyarakat Jawa. Penyebaran Islam ini mendorong munculnya kekuatan Islam di
kota-kota pesisir yang dikendalikan oleh para penguasa yang menganut Islam.
Adanya paham kekuasaan menurut Agama Islam, dan dipengaruhi oleh faktor sosial-
budaya, dan penguasaan di bidang politik dan ekonomi mendorong para penguasa
lokal di pesisir dan pedalaman serta para penguasa keagamaan yang memiliki
wilayah kekuasaan politik dan ekonomi di daerah pesisir, bertindak sebagai
pemegang otoritas keagamaan sekaligus penguasa pemerintahan politik yang
otonom.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Jawa Timur ?
2. Bagaimana kehidupan Islam di Jawa Timur pada abad ke-15 dan 16 ?
3. Bagaimana kehidupan ekonomi pada masa penyebaran Islam di Jawa Timur ?
4. Apa saja kerajaan Islam di Jawa Timur ?
5. Apa peran walisongo dalam penyebaran dan perkembangan Isla di Jawa Timur ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Jawa Timur
2. Untuk mengetahui kehidupan Islam di Jawa Timur pada abad ke-15 dan 16
3. Untuk mengetahui kehidupan ekonomi pada masa penyebaran dan perkembangan
Islam di Jawa Timur
4. Untuk mengetahui kerajaan Islam di Jawa Timur
5. Untuk mengetahui peran walisongo dalam penyebaran dan perkembangan Islam di
Jawa Timur.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Jawa Timur

Islam telah tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan Maulana
Ishak yang bergelar Syaikh Awal Al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh Raja
Samudera, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1406) ke Gresik. [1]Komunitas
muslim pertama diberitakan oleh Man Huan yang mengatakan bahwa antara tahun
1415-1432 di Jawa bagian Timur terdapat tiga kelompok komunitas. Pertama adalah
penduduk Muslim yang berasal dari Barat, kedua komunitas Cina yang beberapa di
antaranya telah memeluk Islam, dan ketiga penduduk pribumi sedikit tetapi
setidaknya telah ada indikasi adanya pemukiman Islam.
Nisan kubur makam Malik Ibrahim juga berangka tahun 1419. Walaupun
dipercaya sebagai penyebar Islam tetapi tidak ada sumber pasti yang mengatakan
demikian, sangat mungkin dia adalah pedagang Muslim yang berasal dari Gujarat,
India yang meninggal dalam perjalanan dagang Makam sejaman yang lain adalah
makam Putri Tjempa (Putri Campa), salah satu istri Prabu Brawijaya, raja Majapahit
terakhir yang mendukung pemakaman istrinya dengan cara Islam. Nisan kuburnya
terdapat inskripsi angka tahun 1370 Caka (1448). Putri Cahaya adalah bibi dari
Raden Rahmat dari Ampel Denta yang diangkat oleh raja sebagai imam bagi
komunitas Islam masa pemerintahan Majapahit. Raden Rahmat menyebarkan Islam
sepanjang Jawa dengan cara-cara damai dan alamiah (pacific penetration) dan cara
ini sangat berhasil dijalankan oleh para pengikutnya. Muridnya yang bernama Raden
Paku mendirikan masjid dan mengislamkan penduduk disekitar Giri. Raden Rahmat
juga mengutus Syeikh Khalifah Husein ke Madura. Beberapa bupati sepanjang
pantai utara Jawa beralih paham dewa raja Majapahit menjadi Muslim.
Mulai saat itulah terjadi fase perubahan yang sangat besar di Jawa yang dikenal
dengan fase Persebaran Islam. Seringkali mereka (para wali) menyamar untuk
memutus lingkaran penganut lama. Mereka sangat aktif dan berpindah-pindah
dengan cara akulturasi budaya yang sangat luwes. Seringkali mereka memegang
peranan yang sangat penting baik sebagai bagian dari pemerintahan maupun sebagai
pemegang otoritas sendiri. Sistem ini akhirnya memunculkan wacana yang disebut
sebagai desa perdikan[2] dan pesantren.[3]
Islam pertama kali memasuki Jawa Timur pada abad ke-11. Bukti awal
masuknya Islam ke Jawa Timur adalah adanya makam Islam atas nama Fatimah binti
Maimun di Gresik bertahun 1082, serta sejumlah makam Islam pada kompleks
makam Majapahit.[4] Melihat makam-makam muslim yang ada di Gresik yaitu
makam wanita muslim Fathimah binti Maimun, nisan yang berangka tahun 475 H
(1082 M), serta makam ulama Persia Malik Ibrahim, nisan yang berangka tahun 882
H (1419 M) menjadi tanda bukti bahwa waktu itu rakyat jelata Gresik banyak
menganut agama Islam. Jadi pada waktu zaman Prabu Kertawijaya (1447 M) para
bangsawan dan punggawa telah ada yang menganut agama Islam. Ini dikarenakan
berita tentang kejayaan Islam di wilayah Timur, di Persia, Afghanistan, Baluctistan
(sekarang Pakistan) di India sungai Gangga sampai Benggala. Di tanah Aceh dan
Malaka dapat tersebar dengan cepat di kota pelabuhan Jawa. Keadaan yang demikian
merupakan sumbangan morak dan kebanggaan dalam hati rakyat Majapahit yang
sedang rapuh karena gila jabatan. Apalagi Islam progresif terhadap agama Hindu
saat itu.[5]
Penyebaran Islam di Jawa Timur tak lepas dari peran Walisongo. Lima wali di
antara sembilan wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa berada di wilayah Jawa
Timur. Lima wali tersebut adalah Sunan Ampel di Surabaya, Sunan
Gresik di Gresik, Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, dan Sunan
Bonang di Tuban.[6]

B. Kehidupan Islam di Jawa Timur Pada Abad ke-15 dan 16

Penyebaran Agama Islam merupakan suatu proses yang sangat penting dalam
sejarah Indonesia , sebagai suatu periode sejarah peradaban masyarakat Indonesia
yang ditandai dengan bergesernya peradaban yang bercorak Hindu-Budha menjadi
sebuah peradaban yang bercorak Islam. Schriek berpendapat bahwa konversi di
Jawa terjadi lewat “strategi struktural”, yakni melalui jaring-jaring kekuasaan
interlokal yaitu dengan penaklukan demi penaklukan terhadap kekuasaan-kekuasaan
non-Muslim sehingga para penguasa lokal yang tidak menerima Agama Islam akan
mau menerima Agama Islam, sehingga secara otomatis masyarakat di bawahnya
akan bergeser menjadi masyarakat Muslim yang menganut Agama Islam.
Penyebaran Islam di Jawa Timur, juga dilakukan oleh para sufi dan pengamal
tarekat yang menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, menekankan aspek-
aspek keluwesan (fleksibilitas) ajaran Agama Islam serta kompabilitas Islam berupa
ajaran Tasawuf dengan mistisisme setempat dan didukung pula dengan otoritas
kharismatik dan kekuatan magis yang dimiliki para sufi sehingga masyarakat Jawa
mau menerima ajaran Agama Islam. Di lain pihak, hasrat para raja dan bupati untuk
berhu-bungan dengan pedagang muslim juga didorong oleh situasi politik dan
keamanan, khususnya di sekitar pusat-pusat pemerintahan.
Mas’ud mengatakan bahwa perubahan dalam bentuk konversi Hindu-Budha ke
Islam justru terjadi pertama di antara masyarakat nelayan dan bukan kerajaan di
pedalaman karena pandangan masyarakat pesisir lebih egalitarian dan keterbukaan
dan mobilisasi adalah ciri lain masyarakat pesisir yang lebih kondusif terhadap
perubahan-perubahan yang datang dari luar maupun dalam. Keberhasilan para
penyebar Agama Islam di Jawa Timur pada abad XV–XVI juga ditunjukkan dengan
keberhasilan para penyiar Islam menguasai jaring-jaring perdagangan laut seperti
pada pelabuhan Gresik di mana Ibrahim Asmarakandi dan Maulana Mashfur yang
da-tang ke Jawa melalui pelabuhan Gresik pada tahun 1371 M, diangkat sebagai
syah-bandar yang menguasai kota pelabuihan di Gegisik (Gresik) yang dilanjutkan
oleh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1378 M. Dengan penguasaan ini mendorong
tum-buhnya komunitas-komunitas Muslim dan penyebaran Islam serta tumbuhnya
kota pelabuhan Gresik sebagai pusat Islam di Jawa Timur.
Untuk mendukung masyarakat Muslim, di pusat-pusat Islam didirikan masjid
sebagai pusat kendali dan menjadi pusat pemerintahan sosial politik dan ekonomi
Islam seperti yang dipelopori Walisongo dengan pendirian masjid pertama di Jawa
yaitu Masjid Demak pada tahun 1428, sebagai pusat agama terpenting di Jawa dan
memainkan peran besar dalam upaya menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa ter-
masuk daerah-daerah pedalaman. Adapun untuk daerah pedalaman Jawa Timur,
Ricklefs menyimpulkan bahwa dengan ditemukannya makam-makam Islam di
Troloyo yang letaknya dekat atau mungkin berada di Kutaraja Majapahit, terdapat
kemungkinan Islam telah masuk sampai ke pedalaman bahkan mungkin para
keluarga kerajaan atau bangsawan Majapahit pada waktu itu telah menganut Agama
Islam.
Dalam penyebaran Islam di Jawa dikenal tokoh-tokoh penyebar Agama Islam
dengan sebutan Wali atau Walisongo. Istilah Wali berasal dari bahasa Arab aulia,
yang artinya orang yang dekat dengan Allah SWT karena ketakwaannya. Walisongo
adalah sebutan terhadap sejumlah wali di Jawa yang dianggap sebagai penyebar atau
penyiar (mubaligh-mubaligh) Islam yang pertama, jadi yang pertama-tama menyiar-
kan Islam, di mata masyarakat Jawa, para Wali dianggap ber-sumber pada kehidupan
para resi pada Zaman Hindu Jawa sehingga para Wali menik- mati penghormatan
seperti para resi dalam masyarakat Islam Jawa.
Saksono mengatakan bahwa dalam tradisi Jawa, perkataan wali adalah sebutan
bagi orang yang dianggap keramat. Sebagai orang terpandang di daerahnya, seorang
Wali selalu disebut sunan, yang merupakan kependekan dari susuhu-nan, artinya
orang yang dimuliakan. Walisongo baru muncul pada tahun 1404 mela-lui
pertemuan para penyebar Agama Islam pertama yang berjumlah sembilan orang.
Lahirnya Walisongo tersebut, bukan berarti bahwa Islam baru ada pada saat Waliso-
ngo tersebut terbentuk. Ditemukannya makam Fatimah Binti Maimun di Desa Leran
yang batu nisannya yang didatangkan dari Gujarat dan berangka tahun 475 H atau
1082 M, menunjukkan bahwa di tempat itu sudah ada upaya penyebaran Islam yang
dilakukan oleh orang bukan dari kalangan rakyat biasa, jauh sebelum munculnya
Walisongo walaupun sejarah tidak pernah menjelaskan, siapa sebenarnya tokoh
wanita yang makamnya menjadi terkenal itu. Menurut Wahyudi (tt:37), orang yang
ditunjuk sebagai Ketua Walisongo pertama kali adalah Maulana Malik Ibrahim.
Setelah Mau-lana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419, dan pada tahun 1421
diadakan pertemuan atau sidang Walisongo dan Raden Rahmat ditunjuk sebagai
ketua Dewan Walisongo tersebut. Dengan meninggalnya beberapa anggota
Walisongo sekaligus untuk konsolidasi serta regenerasi penyebar Agama Islam,
maka berturut-turut diadakan sidang Walisongo pada tahun 1435 dan tahun 1462.
Pada tahun 1466 diselenggarakan lagi sidang Walisongo dipilih Sunan Giri sebagai
ketuanya.
Dengan mulai menetapnya para penyebar Islam di beberapa tempat dengan
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat tetap yaitu pesantren,
maka pesantren itu menjadi pusat Islam. Mas’ud berpendapat bahwa pesan-tren
merupakan pusat kekuatan Islam yang mengendalikan roda kehidupan politik, sosial
dan budaya masyarakat Jawa yang tumbuh menjadi pusat pemerintahan yang
dikendalikan oleh para Wali. Walaupun pada awalnya pada pusat Islam tersebut
berlaku hubungan antara Kyai dan santri, namun pada perkembangannya, pusat-
pusat Islam ini berkembang pola pemerintahan politik.
Perkembangan kota-kota di Jawa jelas merupakan hasil kerja para Walisongo
dalam menyebarkan Agama Islam, terutama di daerah-daerah pesisir pantai utara
Jawa walaupun setelah kerajaan Demak Bintara runtuh dan pusat pemerintahan
berpindah ke Pajang lalu Mataram, dan peranan organisasi Walisongo tidak lagi
menjadi penting. Simon mengatakan bahwa pada waktu Wali-songo dipimpin oleh
Sunan Giri, arah perjuangan Islam sudah mulai berbelok dengan masuknya wali
keturunan bangsawan Jawa yang dididik dalam lingkungan tradisi Hindu, Budha dan
Animisme, yang mengarah kompromi antara ajaran Islam dengan nilai-nilai Jawa
Non Islam. Kemudian wibawa Walisongo sedikit demi sedikit memudar setelah
pusat kerajaan pindah dari Demak ke pedalaman.[7]
Kesusteraan Jawa abad ke-17 dan 18 mengenal banyak cerita tradisional
mengenai para wali yaitu orang-orang saleh yang diduga telah menyebarkan agama
Islam di Jawa. Dikisahkan kehidupan, mukjizat, dan keyakinan mereka di bidang
misik dan teologi. Wali ini biasanya disebut “Wali Sembilan’. Wali di Jawa
berpusat di masjid keramat di Demak yang didirikan bersama. Disitulah mereka
adakan pertemuan untuk bertukar pikiran tentang mistik. Mereka memegang peranan
penting dalam sejarah politik Jawa ada abad ke-16 dan 17. Dalam perkembangannya
Wali Sembilan ini di bagi dua aliran :
1. Aliran Tuban dipimpin oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan
Kudus dan Sunan Gunung Jati. Para ulama ini ahli dalam bidang kenegaraan.
Pengembangan gerakan Islam hendak dilebur dijadikan gerakan rakyat yang
berjuang bersama Empu Supa yang mencita-citakan negara nasional Nusantara.
Penerapan agama Islam diselaraskan adat, tata cara serta kepercayaaan penduduk
asli. Karena tidak begitu keras dalam menerapkan peribadatan kelompok ini sering
disebut kelompok abangan.
2. Aliran Giri dipimpin oleh Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan Derajat. Ketiga
ulama ini golongan ortodok. Kelompok keras dalam penerapan peribadatan, maka
disebut kelompok mutihan.[8]

C. Kehidupan Ekonomi pada Masa Penyebaran Islam di Jawa Timur


Penyebaran agama Islam di Jawa Timur, erat kaitannya dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat Jawa Timur yang menjadi bagian dari kehidupan sosial
ekonomi masyarakat internasional yang terlihat dari hubungan antara proses
penyebaran Agama Islam dengan sistem perdagangan yang menggunakan jalur laut,
dan penyebaran agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara dapat berlangsung
dengan menggunakan wahana perdagangan internasional dengan jalur perdagangan
laut.
Sebagai pembawa dan penyebar Agama Islam ke Jawa Timur adalah para
pedagang Muslim yang menyebarkan agama Islam sembari melakukan perdagangan.
Van Leur mengatakan bahwa motif ekonomi dan politik memegang peran sangat
penting dalam proses masuk Islamnya penduduk Nusantara, sehingga para penguasa
pribumi yang ingin meningkatkan kegiatan perdagangan di wilayahnya membuat
mereka mau menerima Islam agar mendapatkan dukungan dari para pedagang
Muslim yang menguasai sumber-sumber ekonomi.[9]
Di wilayah Jawa Timur, bersamaan dengan melemahnya kekuatan Majapahit,
seorang alim ulama dari Pasai bergelar Maulana Malik Ibrahim bergerak
menyeberang ke wilayah Jawa. Sesampainya di wilayah tersebut, Maulana Malik
Ibrahim mendirikan tempat berdagang untuk masyarakat sekitar. Dengan
memberikan harga murah maka berkumpulkan para masyarakat melakukan transaksi
perdagangan dengannya.[10]
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama
tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya
dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid
Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri
itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan
keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada
dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati
masyarakat secara gratis.[11]
Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) berdakwah di Gresik, beliau tidak
hanya membimbing umat untuk mengenal dan mendalami agama Islam, tapi juga
memberikan pengarahan agar kehidupan rakyat Gresik semakin meningkat. Beliau
memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.[12]

D. Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa Timur

1. Kerajaan Majapahit
Di Jawa , Islam mendapatkan suatu sistem politik dan struktur kekuasaan yang
telah lama mapan, berpusat di keraton pusat Majapahit. [13]Majapahit adalah sebuah
kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar
tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi
kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai
Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah
Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit
adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika
tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan
dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah.
Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet
Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi
untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi
tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti),
Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia
pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala
Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun
pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone
mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh
tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya,
akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni.
Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk
menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada
sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah
Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan
membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan
Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara.
Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia
diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun
1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan
bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364),
Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.
Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357
rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit
mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi
Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk
di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara
Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani
memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya
dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan
secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati
remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan
negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda
yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton
tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya
keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang
halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga
menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari
Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di
berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan
Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya
mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam
pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan
Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi
ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit
melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau
dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit
nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di
kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam
mulai memasuki kawasan ini.[14]
Dalam hal ekonomi, ada di antara negara-negara yang kena pengaruh India, yang
lebih tua dari Mataram, yang memperoleh sebagian besar dari harta kekayaan
mereka dari perdagangan. Ini benar dalam hal Majapahit di Jawa Timur pada abad
XIII sampai XV.[15]

E. Peran Walisongo dalam Penyebaran dan Perkembangan Islam di Jawa Timur


1. Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) di Gresik
Syekh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki, beliau diperkirakan lahir di
samarkan, Asia Tengah pada paruh awal abad ke 14. Dia adalah seorang ahli tata
negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa pada tahun
1404 M. Jauh sebelum beliau datang Islam sudah ada walaupun sedikit ini
dibuktikan dengan makam Fathimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun
1082 M.
Tanah Jawa yang pertama kali disinggahi oleh Maulana Malik Ibrahim adalah
desa Sembalo (sekarang adalah daerah Leran, kecamatan Manyar, sekitar 9 km dari
uatara kota Gresik). Adapun aktivitas pertama Maulana Malik Ibrahim di tanah ini
bukanlah berdakwah, melainkan menyediakan diri mengobati masyarakat secara
gratis. Usai mendapatkan hati masyarakat, barulah Maulana Malik Ibrahim memulai
misi dakwahnya dengan membangun sebuah pondok pesantren di Leran.[16]
Agama dan istiadat tidak langsung ditentangnya dengan formal dan penuh
kekerasan oleh agama Islam. Beliau langsung memperkenalkan kemuliaan akhlak
yang diajarkan oleh agama Islam. Beliau langsung memberi contoh sendiri dalam
bermasyarakat , tutur bahasanya sopan, lemah lembut, santun kepada fakir miskin,
hormat pada orang tua dan menyayangi kaum muda. Dengan cara itu ternyata sedikit
demi sedikit banyak juga orang Jawa yang mulai tertarik pada agama Islam dan pada
akhirnya mereka menganut agama Islam.
Pada waktu ini, kerajaan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit dalam keadaan
keropos setelah ditinggal Patih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk. Kerajaan yang
sudah pernah ditaklukkan sudah mulai memisahkan diri dan tidak memberi upeti
lagi.
Di kalangan jelata Sunan Gresik atau sering dipanggil Kakek Bantal sangat
terkenal terutama kasta rendah yang selalu ditindas oleh kasta yang lebih tinggi.
Maka ketika Sunan Gresik menerangkan kedudukan dalam Islam, orang kasta Sudra
dan Wisa tertarik. Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam kedudukan semua
orang adalah sama sederajat hanya orang yang beriman dan bertakwa tinggi
kedudukannya disisi Allah. Dan untuk mempersiapkan kader umat yang nantinya
dapat menyebarkan Islam, dia mendirikan pesantren yang merupakan perguruan
Islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai calon mubaligh.[17]
Maulana Malik Ibrahim juga mendirikan tempat pondokan agama untuk
menyebarkan Islam. Beserta putranya Sunan Ampel, Maulana Malik Ibrahim
menyebarkan agama di daerah Gresik (karena itu Maulana Malik Ibrahim digelari
Sunan Gresik). Lalu putranya, Raden Rahmat yang bergelar Sunan Ampel
mendirikan padepokan di Ampel Dentha.
Dua putranya Sunan Drajat dan sunan Bonang juga belajar di pesantren Ampel
Aenta. Sunan Bonang dilahirkan pada 1465 M di daerah Tuban. Tak hanya sebagai
tempat kelahirannya, Tuban juga kemudian menjadi pusat penyebaran agama Islam
oleh Sunan Bonang. Sunan Ampel memiliki sepupu bernama Joko Samudro atau
Raden Paku yang juga menjadi muridnya dan bergelar Sunan Giri.
Sunan Giri nantinya akan mendirikan pesantren Giri yang justru memerlukan
banyak murid-murid yang nantinya akan menyebarkan Islam di berbagai belahan
Indonesia tengah.[18]
Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang ayah dari Walisongo. Beliau wafat di
Gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.
1. Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Surabaya
Raden Rahmat Ali Rahmatullah adalah raja Cempa, ayahnya bernana Ibrahim
Asmaira Kandi yang kawin dengan Puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candra
Wulan.
Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit karena bibinya Dewi Dwar
Wati diperisteri Raja Brawijaya, dan isteri yang paling disukainya. Raden Rahmat
berhenti di Tuban, ditempat beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki
Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian bersama kedua orang bersama
keluarganya masuk Islam. Dengan adanya dua orang ini Raden Rahmat semakin
mudah mengadakan pendekatan dengan masyarakat sekitarnya. Beliau tidaka
langsung melarang mereka yang masih menganut adat itiadat lama, tapi sedikit demi
sedikit, tentang ajaran ketauhidan. Beliau menetap di Ampel Denta dan kemudian
disebut Sunan Ampel.selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat putera
bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau berguru kepadanya.
Dan beliau wafat pada tahun 1478 M. Dimakamkan di sebelah mesjid Ampel.[19]
2. Syekh Maulana Ishak (Sunan Giri) di Gresik
Di awal abad ke 14 kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Menak
Semboyo, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit.
Raja dan rakyatnya memeluk agama Hindu dan sebagian yang memeluk agama
Budha.
3. Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) di Tuban
Beliau adalah putera Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu
kalam dan tauhid.
Sekembali dari Persia untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishak ke tanah
Jawa, beliau berdakwah di daerah Tuban. Cara berdakwahnya cukup unik dan
bijaksana,beliau ahli dalam menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat.
Dan beliau ahli dalam membunyikan gending yang disebut bonang, sehingga rakyat
Tuban dapat diambil hatinya untuk masuk mesjid.
4. Raden Qasim (Sunan Drajad) di Lamongan
Beliau adalah putera Sunan Ampel dari Dewi Candra Wati. Beliau berdakwah di
daerah Drajad sehingga dikenal Sunan Drajad. Cara menyebarkan agama Islam
dilakukan dengan cara menabuh seperangkat gamelan, gending dan tembang
mocopat, setelah itu baru diberi ceramah Islam. Dan beliau mendirikan pesantren
untuk menyiarkan Islam.
Beliau wafat pada tahun 1462 M dan dimakamkan didesa Drajad kecamatan
Paciran kabupaten Lamongan.[20]

BAB III
KESIMPULAN
1. Islam pertama kali memasuki Jawa Timur pada abad ke-11. Bukti awal masuknya
Islam ke Jawa Timur adalah adanya makam Islam atas nama Fatimah binti
Maimun di Gresik bertahun 1082, serta sejumlah makam Islam pada kompleks
makam Majapahit. Penyebaran Islam di Jawa Timur tak lepas dari peran Walisongo.
Lima wali di antara sembilan wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa berada di
wilayah Jawa Timur. Lima wali tersebut adalah Sunan Ampel di Surabaya, Sunan
Gresik di Gresik, Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, dan Sunan
Bonang di Tuban.
2. Penyebaran agama Islam di Jawa Timur, erat kaitannya dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat Jawa Timur yang menjadi bagian dari kehidupan sosial
ekonomi masyarakat internasional yang terlihat dari hubungan antara proses
penyebaran agama Islam dengan sistem perdagangan yang menggunakan jalur laut,
dan penyebaran agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara dapat berlangsung
dengan menggunakan wahana perdagangan internasional dengan jalur perdagangan
laut.Sebagai pembawa dan penyebar Agama Islam ke Jawa Timur adalah para
pedagang Muslim yang menyebarkan agama Islam sembari melakukan perdagangan.
Di wilayah Jawa Timur, bersamaan dengan melemahnya kekuatan Majapahit,
seorang alim ulama dari Pasai bergelar Maulana Malik Ibrahim bergerak
menyeberang ke wilayah Jawa. Sesampainya di wilayah tersebut, Maulana Malik
Ibrahim mendirikan tempat berdagang untuk masyarakat sekitar. Dengan
memberikan harga murah maka berkumpulkan para masyarakat melakukan transaksi
perdagangan dengannya.Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah
berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan
pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga
menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Syekh Maulana Malik
Ibrahim (Sunan Gresik) berdakwah di Gresik, beliau tidak hanya membimbing umat
untuk mengenal dan mendalami agama Islam, tapi juga memberikan pengarahan
agar kehidupan rakyat Gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan
mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung, Pustaka Setia, 2009).hlm.196.
[2] Desa Perdikan adalah desa yang bebas pajak.
[3] Fatah Syukur,Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Pustaka Rizki Putra).hlm.328.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Jawa_Timur
[5] Siti Maryam,Sejarah Peradaban Islam : dari Masa Klasik hingga Modern (Yogyakarta : LESFI).hlm.190-191.
[6] op.cit.
[7]http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kehidupan+ekonomi+pada+masa+penyebaran+Islam+di+Jawa+timur&source=w
eb&cd=16&ved=0CEIQFjAFOAo&url=http://fis.um.ac.id/download/data/journal/sejarah diakses pada 24 Maret 2012 pukul
21.00.
[8] Siti Maryam,op.cit.,hlm.192.
[9]http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kehidupan+ekonomi+pada+masa+penyebaran+Islam+di+Jawa+timur&source=we
b&cd=16&ved=0CEIQFjAFOAo&url=http://fis.um.ac.id/download/data/journal/sejarah diakses pada 18 Maret 2012 pukul
20.15.
[10]op.cit.
[11] http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/32053-kisah-sunan-gresik-menyebarkan-islam-di-tanah-jawa.html
diakses pada 24 Maret 2012 pukul 21.32.
[12] Siti Maryam,op.cit.,hlm.194.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2008).hlm.227.
[14] file:///C:/Users/User/Documents/Kerajaan_Majapahit.htm diakses pada 18 Maret 2012 pukul 20.46.
[15] Taufuk Abdullah, Sejarah dan Masyarakat : Lintasan Historis Islam di Indonesia(Jakarta, Pustaka Firdaus,
1987).hlm.30.
[16]Anneahira,walisongo, http://www.anneahira.com/walisongo-1866.htm diakses pada 26 Maret 2012 pukul 03.26.
[17] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung, Pustaka Setia, 2009).hlm.193-194.
[18] Op.cit.
[19] Siti Maryam, op.cit., hlm. 195-196.
[20] Siti Maryam, op.cit., hlm.196-197.

i
ii

Anda mungkin juga menyukai