Anda di halaman 1dari 10

Makalah Fiqh

Tentang Thaharah Dari Hadas dan Najis

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh


Dosen: Dr. Moh. Shofiyul Huda MF, M.Ag
Disusun oleh :
1. Hanifah Aliyah Rahmah (933400120)

KELAS A
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2020/2021
Jl. Sunan Ampel No.7, Ngronggo, Kec. Kota Kediri, Kota Kediri, Jawa Timur
6412
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari mata kuliah fiqh tentang thaharah dari hadas dan najis.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Sidoarjo, 25 Februari 2021

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Jenis Huruf dan Aturan Pemenggalan....................................................................................3
2.2 Pemakaian Huruf Kapital.......................................................................................................7
2.3 Pemakaian Huruf Miring.....................................................................................................12
2.4 Partikel (-pun, -lah, -per )....................................................................................................14
BAB III..........................................................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................15
3.2 Saran.....................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penggunaannya pun semakin luas dalam beragam
ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis. Oleh karena itu, kita memerlukan buku
rujukan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan berbagai kalangan pengguna bahasa
Indonesia, terutama dalam pemakaian bahasa tulis, secara baik dan benar. Pada saat
melakukan penulisan sangat membutuhkan kaidah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI) dan juga Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI agar dapat menggunakan agar dapat
digunakan untuk meminimalisir kesalahan dalam menulis ejaan. Di dalam PUEBI
menjelaskan beberapa tema seperti pemakaian huruf kata, penulisan kata, pemakaian tanda
baca, dan penulisan unsur serapan.
Pada tema pemakaian huruf kata berisi jenis-jenis huruf , sedangkan penulisan kata berisi
salah satunya adalah aturan pemenggalan kata. Adapun jenis-jenis huruf yang berjumlah
delapan huruf termasuk salah satunya huruf kapital dan huruf miring. Pada aturan
pemenggalan kata sangat dijelaskan dengan baik agar pembaca mengerti dan paham.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja jenis-jenis huruf ?
2. Bagaimana dengan aturan pemenggalan kata ?
3. Bagaiamana cara menggunakan pemakaian huruf kapital ?
4. Bagaimana cara menggunakan pemakaian huruf miring ?
5. Bagaiamana cara menggunakan partikel (-pun, -lah, -per) ?

1.3 Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui tentang jenis-jenis huruf
 Untuk mengetahui bagaimana cara menggunakan hurf kapital yang baik dan benar
 Untuk mengetahui bagaimana cara menggunakan huruf miring yang baik dan benar

1
1.4 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis huruf dan aturan pemenggalan
2. Mahasiswa mampu menganalisis pemakaian huruf kapital
3. Mahasiswa mampu menganalisis pemakaian huruf miring
4. Mahasiswa mampu menganalisis penggunaan partikel (-pun, -lah, per)

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah


Thaharah dalam bahasa Arab bermakna An-Nadhzaf, yaitu kebersihan. Thaharah
secara bahasa adalah bersih dari kotoran, baik kotoran tersebut secara hissy (terlihat atau
inderawi) meskipun dari benda suci seperti air liur dan ingus, ataupun secara ma’nawy seperti
iri, dengki dan yang lain. Thaharah secara syara’ adalah mengerjakan sesuau yang mana
shalat tidak akan sah kecuali dengan mengerjakannya. Thaharah (bersuci) terbagi menjadi 2,
bersuci dari hadats dan najis. Macam-macam thaharah yaitu istinja’, wudhu, mandi, dan
tayamum. Ada beberapa media yang digunakan untuk bersuci, diantaranya menggunakan air,
debu, dan menyamak (dan sabun). Thaharah secara umum.

Dapat dilakukan dengan empat cara berikut :

1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam badan.

2) Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.

3) Membersihkan hati dari akhlak tercela.

4) Membersihkan hati dari selain Allah.

Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis tergantung
kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang. Bila najis atau hadas itu
tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan dirinya dengan berwudhu.
Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya
dengan cara mandi janabat, atau bahkan harus membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di
antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting untuk beribadah,
karena kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian
batin.

3
Adapun pembagian dan jenis air sebagai berikut adalah :

1. Air suci dan mensucikan yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi, dan belum
berubah salah satu sifat-sifatnya sebab perkara yang menghilangkan sifat kesuciannya
serta belum digunakan untuk mneghilangkan hadats atau najis. Seperti air langit, air laut,
air hujan, air sungai, air salju, dan air embun.

2. Air yang makruh yaitu air musyammas.

3. Air suci tapi tidak meyucikan yaitu air musta’mal dan air yang air berubah karena
kecampuran perkara suci.

4. Air najis yaitu a. air kurang 2 qullah yang terkena najis atau, b. air mencapai 2 qullah
terkena najis dan berubah. Adapun ukuran dua qullah adalah 500 (lima ratus) kati
baghdad menurut pendapat yang paling sahih.

2.2 Jenis-Jenis Thaharah

1) Thaharah dari hadats (Hukmi)


Hadats secara bahasa ialah sesuatu yang baru ada. Sedangkan secara syara’ ialah sesuatu
yang bersifat penganggapan dan berada pada anggota tubuh yang menghalangi keabsahan
shalat serta tidak ditemukan adanya rukhsoh (keringanan). Bersuci dari hadats dengan
cara wudlu, mandi, serta tayammum. Thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari
hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi
tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri
kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih
secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual. Seorang yang tertidur batal
wudhu'-nya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib
berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti
shalat, thawaf dan lainnya. Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah
mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum
dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah hukmi
adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang tidak ada kotoran yang menempel,
namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah hukmi didapat
dengan cara berwudhu' atau mandi janabah.

2) Thaharah dari najis (Hakiki)


Najis secara bahasa adalah sesuatu yang dianggap menjijikan. Sedangkan secara syara’
ialah suatu benda yang haram digunakan dalam kondisi ikhtiyar dan mudah dipisahkan.
Najis bisa juga diartikan sebagai benda yang dianggap menjijikan dan mencegah
keabsahan shalat ketika tidak terdapat hal-hal yang meringankan (seperti disaat tidak ada
alat bersuci sehingga diperbolehkan melakukan shalat. Bersuci dari najis dengan cara
4
istinja’, mennghilangkan najis dari badan, pakaian, dan tempat. Benda-benda yang
termasuk najis, diantaranya ialah darah, nanah, muntahan, minumaan keras, anjing, babi,
air susu binatang yang tidak halal untuk dimakan daginngnya, perkara yang keluar dari
qubul dan dubur (kecuali mani karena mani itu suci), bangkai serta rambut dan tulangnya
(kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang). Thaharah secara hakiki maksudnya adalah
hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air
kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara
hakiki. Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel,
baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan badah ritual. Caranya
bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup
dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat,
harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu
pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang
warna, bau dan rasa najisnya.
Najis dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya:
a) Najis Ringan ( Najis Mukhaffafah)
Mukhaffafah Disebut ringan, karena cara mensucikannya sangat ringan, yaitu tidak
perlu najis itu sampai hilang. Cukup dilakukan ritual sederhana sekali, yaitu dengan
memercikkannya dengan air, dan tiba-tiba benda najis itu berubah menjadi suci. Satu-
satunya najis ini adalah air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa pun kecuali air
susu ibu. Bila bayi itu perempuan, maka air kencingnya tidak termasuk ke dalam najis
ringan, tetapi tetap dianggap najis seperti umumnya. Demikian juga bila bayi laki-laki
itu sudah pernah mengkonsumsi makanan yang selain susu ibu, seperti susu kaleng
buatan pabrik, maka air kencingnya sudah tidak lagi bisa dikatakan najis ringan. Semua
ini tidak ada alasan ilmiyahnya, karena semata-mata ketentuan ritual dari Allah SWT.
Allah SWT sebagai Tuhan, maunya disembah dengan cara itu.
b) Najis Pertengahan ( Najis Mutawasitthah)
Najis yang pertengahan sering disebut dengan mutawassithah (‫)ﺔﻄﺳﻮﺘﻣ‬. Disebut
pertengahan lantaran posisinya yang ditengah-tengah antara najis ringan dan najis
berat. Untuk mensucikan najis ini cukup dihilangkan secara fisik 'ain najisnya,
hingga 3 indikatornya sudah tidak ada lagi. Ketiga indikator itu adalah : warna (
‫)نﻮﻟ‬, rasa (‫ )ﻢﻌﻃ‬dan aroma (‫)ﺢﯾر‬. Semua najis yang tidak termasuk ke dalam najis
yang berat atau ringan, berarti secara otomatis termasuk ke dalam najis pertengahan
ini.

c) Najis Berat ( Najis Mughalladzah)

5
Najis berat sering diistilahkan sebagai najis mughalladzhah ( ُ‫) َﻣ ﱠﻐﻠَﻈﺔ‬. Disebut najis
yang berat karena Fiqih Thaharah tidak bisa suci begitu saja dengan mencuci dan
menghilangkannya secara fisik, tetapi harus dilakukan praktek ritual tertentu.
Ritualnya adalah mencuci dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan
tanah. Pencucian 7 kali ini semata-mata hanya upacara ritual. Demikian juga
penggunaan tanah, sama sekali tidak dikaitkan dengan manfaatnya. Penggunaan tanah
itu tidak diniatkan misalnya untuk membunuh bakteri, virus atau racun tertentu yang
terkandung pada najis itu. Tetapi semata-mata hanya ritual dimana Allah SWT ingin
disembah dengan cara itu. Maka penggunaan tanah tidak bisa diganti dengan sabun,
deterjen, pemutih, pewangi .

2.3 Cara-Cara Untuk Melakukan Thaharah


A. Wudhu
Kata wudhu' dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha'ah yang bermakna al-
hasan yaitu kebaikan. Dan juga sekaligus bermakna an-andzafah yaitu kebersihan.
Wudllu diwajibkan setiap akan melaksanakan shalat. Sementara menurut istilah fiqih,
para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa pengertian, antara lain :

1. Al-Hanafiyah mendefiniskan pengertian wudhu. Wudhu adalah : membasuh dan


menyapu dengan air pada anggota badan tertentu.
2. Al-Malikiyah mendefinisikannya sebagai : Wudhu' adalah thaharah dengan
menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu, yaitu empat anggota
badan, dengan tata cara tertentu.
3. Asy-Syafi'iyah mendefiniskannya sebagai : Wudhu' adalah penggunaan air
pada anggota badan tertentu dimulai dengan niat.
4. Hanabilah mendefinisaknnya sebagai : Wudhu' adalah penggunaan air yang suci
pada keempat anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan, kepala dan kedua
kaki, dengan tata cara tertentu.

Fardhu-fardhu wudhu ada 6 (enam) perkara, yaitu:


1. Niat saat membasuh wajah.
2. Membasuh wajah.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
6
Sunnahnya wudhu ada 10 (sepuluh):
1. Membaca bismillah
2. Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkan ke wadah air
3. Berkumur
4. Menghirup air ke hidup
5. Mengusap seluruh kepala
6. Mengusap kedua telinga luar dalam dengan air baru
7. Menyisir jenggot tebal dengan jari
8. Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki, mendahulukan bagian kanan dari kiri
9. Menyucikan masing-masing 3 (tiga) kali
10. Muwalat (tidak terputus)

Perkara yang membatalkan wudhu ada 6 (enam):


1. Sesuatu yang keluar dari dua jalan.
2. Tidur dalam keadaan tidak tetap.
3. Hilang akal karena mabuk atau sakit.
4. Sentuhan laki-laki pada wanita bukan mahram tanpa penghalang.
5. Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak.

Anda mungkin juga menyukai