Anda di halaman 1dari 21

TUGAS INDIVIDU

KRISIS HIPERTENSI
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan kritis 1
Koordinator : Aan, S.Kep.Ners.,M.Kes

OLEH

Barkah Waladani
2201201400020

Program Magister Keperawatan


Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
Bandung
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kuasa-Nya yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Tak lupa shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai nabi pembawa risalah kebenaran di muka bumi ini. Makalah ini dengan
tema tentang krisis hipertensi. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah
keperawatan kritis 1. Untuk itu, saya ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Aan
dan tim , yang telah memberikan waktu dan arahannya dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalamnya, sehingga kritik dan
saran sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu penulisan yang akan datang. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, April 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan tekanan darah dalam arteri
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau samadengan 140 dan 90mmHg.
Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan karena tekanan
darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg atau lebih, disertai
kegagalan/kerusakan target organ.
Jumlah pasien yang terdaftar dalam Internal Medicine Section of the
EmergencyDepartment pada tahun 1996 adalah 14.209 orang. Dimana 1634 orang
adalah kasus emergensiurgensi, 449 pasien termasuk kriteria krisis hipertensi menurut
Joint National Committee dan memiliki tekanan darah diastolik lebih dari 120
mmHg. Pada 23% pasien hipertensi diketahui adalah krisis hipertensi dan 28% dari
23% tersebutadalah hipertensi urgensi. Hipertensi urgensi juga lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan hipertensi emergensi.
BAB II

2.1 Konsep Dasar Krisis Hipertensi


2.1.1 Definsi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah
yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan target
organ. The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004).
Krisis hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang mana dapat
menyebabkan stroke dengan tekanan sistolik mencapai 180mmHg dan diastolik
mencapai 120mmHg, sehingga merusak pembuluh darah (Rodriguez, Kumar, De
Caro, 2010).
Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >
180/120 mmHg. JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti
kerusakan organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi).
Bukti kerusakan organ sasaran yang dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif,
infark miokard akut, gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta,
dan eklamsia. Klasifikasi ini berdampak pada tata laksana pasien. Upaya penurunan
tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam)
sedangkan pada kasus hipertensi urgensi dapat dilakukan dalam beberapa kurun
waktu beberapa jam hingga beberapa hari (Chobanian, 2003; Schiffrin, 2004).
2.1.2 Klasifikasi Krisis Hipertensi

Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya TD,


tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita
dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan
progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda.
1. Hipertensi emergensi (darurat)
Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai
beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau
(ICU) .
Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi parenteral.
Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah ≤ 140/90
mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam
kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil, tekanan
darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6
jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan
darah sasaran (<140 mmHg atau < 130 mmHg pada penderita diabetes dan
gagal ginjal kronik) setelah 24-48 jam.
2. Hipertensi urgensi (mendesak)
Hipertensi mendesak ditandai dengan TD diastolik >120 mmHg dan dengan
tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus
diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman
memerlukan terapi oral hipertensi.
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang
dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat
meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat
oral antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya
cukup memuaskan.
Penanggulangan hipertensi urgensi :
Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan dengan
menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan dosis
antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan
tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat
menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada
penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan
autoregulasi aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan
yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga
penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya
cerebrovaskular accident, infark miokard dan gagal ginjal akut.
Berdasarkan dari pengertian krisis hipertensi diatas, sehingga dapat
dikategorikan sebagai berikut (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2014);

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 < 80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 90-99
Hipertensi Tahap 2 ≥ 160 ≥ 100
2.1.3 Penyebab dan Faktor Resiko
Sementara krisis hipertensi mungkin merupakan tanda awal hipertensi esensial
atau sekunder, yang paling sering terjadi dari eksaserbasi hipertensi esensial yang
telah terdiagnosis atau yang belum diobati dengan tepat. Penyebab sekunder harus
selalu dicari, karena 40% dari kasus krisis hipertensi memiliki penyebab yang dapat
diidentifikasi, dibandingkan dengan sekitar 5% dari kasus hipertensi kronis.
Prevalensi penyebab sekunder ternyata lebih tinggi di Kaukasia dibandingkan orang
asal Afrika. Di Kaukasia, 70% dari krisis hipertensi memiliki penyebab yang dapat
diidentifikasi, sedangkan pada orang asal Afrika, eksaserbasi hipertensi esensial
menyumbang hampir 80% dari krisis hipertensi. Di antara penyebab sekunder yang
paling umum adalah gangguan ginjal parenkim, penyakit renovaskular (yang
menyumbang sekitar sepertiga dari penyebab sekunder krisis hipertensi), faktor
endocrinal, dan faktor pengobatan (Lantier & Pilon, 2002).
Tabel Penyebab Krisis Hipetensi menurut Lantier dan Pilon (2002)
Penyebab Sampel

Parenchymal gangguan ginjal Glomerulonefritis


Tubulointerstitial Nefritis
Purpura thrombocytopenic
Sindrom uremik hemolitik
Penyakit sistemik yang melibatkan
kerusakan ginjal()yaitu skleroderma,
diabetes, lupus sistemik eritematosus [SLE],
vaskulitis)
Konsumsi obat Sympathomimetics (yaitu, kokain,
amfetamin, PCP, LSD, efedrin)
Penarikan dari clonidine atau beta blocker
interaksi dengan monoamine oksidase
inhibitor antidepresan trisiklik
Siklosporin
Eritropoietin
Tumor Karsinoma ginjal
Tumor Wilms'
Limfoma
Preeklamsia

Renovascular gangguan Displasia Fibromuscular


Arteritis
Arteroskelosis
Kelainan Endokrin Pheochromocytoma
Hyperaldosteronism utama
Cushing's sindrom
Tumor mensekresi renin
Gangguan neurologis Stroke
Kranial trauma
Simpatik hyperreactivity setelah
sumsumlesi (sindrom Guillain-
Barré) atauporfiria akut
Sedangkan menurut Morton, Fontaine, Hudak, dan Gallo (2014) penyebab
krisi hipetensi sebagai berikut:
1. Hipertensi yang tidak terkontrol dan tidak terpelihara
2. Kurang pemenuhan mengenai cara pemberian obat antihipertensi
3. Kerusakan ginjal: akut glomeronefritis, akut atau kronik gagal hinjal, tumor
ginjal, hipertensi renovaskuler disebabkan dari oklusi arteri ginjal akut
4. Preeklamsia atau persalinan
5. Komplikasi post operasi: bedag CABG, transplantasi ginjal, pembedahan
peripheral vascular
6. Tumor pituitary
7. Adrenocortical hyperfungtion
8. Luka bakar yang hebat
9. Factor resiko: diabetes, obesitas, perokok, hyperlipidemia, riwayat hipertensi
dengan persalinan, peminum alcohol.
2.1.4 Tanda dan Gejala
Menurut Alspach (2013) tanda gejala yang muncul pada penderita krisis
hipertensi dapat dilihat dari 2 kriteria, yaitu:
1. Riwayat
- Hipertensi kronik
- Keluarga memiliki riwayat hipertensi
- Riwayat CAD dengan kerusakan ginjal
2. Gambaran klinis hipertensi enselopati
- Tekanan darah mencapai 250/150mmHg
- Retinopati
- Papilledema
- Sakit kepala hebat
- Muntah
- Peningkatan MAP
- Tanda gejala kegagalan hepar
Gejala dan tanda-tanda hipertensi krisis bervariasi dari satu pasien ke pasien.
Sakit kepala, mengubah tingkat kesadaran, dan/atau tanda-tanda neurologis fokus
terlihat di pasien dengan ensefalopati hipertensi. Pada pemeriksaan fisik pasien ini
mungkin memiliki retinopati dengan perubahan yang arteriolar, perdarahan dan getah
pohon, serta papilledema. Pada pasien lain, manifestasi kardiovaskular krisis
hipertensi mungkin mendominasi, dengan angina, infark miokard akut atau gagal akut
ventrikel kiri . Pada beberapa pasien, cedera parah ginjal dapat menyebabkan gagal
ginjal akut dengan oliguria sering terjadi pada dan/atau hematuria (Hickler, 2003;
Garcia, 2007).
Pada pasien hamil, ketinggian akut tekanan darah dapat berkisar dari ringan
untuk proses penyakit yang mengancam jiwa. Fitur klinis bervariasi tetapi mungkin
termasuk bidang visual Cacat, sakit kepala parah, kejang, mengubah status mental,
akut peristiwa serebrovaskular kecelakaan, parah kuadran kanan atas sakit perut,
jantung kongestif dan oliguria sering terjadi pada. Dalam sebagian besar kasus, proses
ini hanya dapat diakhiri oleh pengiriman. Keputusan untuk melanjutkan kehamilan
atau memberikan harus dilakukan setelah konsultasi antara personil medis dan
kebidanan (Varon & Marik, 2003).
2.1.5 Patofisiologi
Tekanan darah merupakan keseimbangan antara curah jantung dan resistensi
pembuluh darah perifer. Dalam situasi krisis, masalahnya adalah karena peningkatan
dalam resistensi vaskuler. Sistem organ selain menanggapi faktor saraf dan humoral
yang mempengaruhi aliran darah, memiliki kemampuan dan instrinsik untuk
mengontrol perfusi, yaitu autoregulasi. Yang dimaksud autoregulasi adalah
penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan
mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai
tingkatan perubahan konstriksi atau dilatasi pembuluh darah. Tujuan dari autoregulasi
adalah untuk melestarikan aliran darah, melalui berbagai tekanan darah.Autoregulasi
ini kemungkinan disebabkan oleh meknaisme miogenic yang disebabkan oleh strech
receptors pada otot polos arteriol otak.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan tekanan darah secara
mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.
Apabila tekanan darah turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik terjadi vasokonstriksi.
Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean arterial
pressure (MAP) 60 – 70 mmHg. Jika MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka
ottak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal maka dapat terjadi iskemi
otak. Pada cerebrovaskular yang normal penurunan tekanan darah yang cepat sampai
batas hipertensi, masih dapat di toleransi. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit
cerebrovaskuler dan usia tua batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan
bergeser kekanan pada kurva , sehingga pengurangan aliran darah akan terjadi pada
TD yang lebih tinggi.
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat
antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol.
Karena ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi menybabkan
kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang
semakin berat ( Krisis hipertensi ). Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga
dapat menyebabkan vasokontriksi sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya
mengandung hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah
meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan
darah semakin meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi. Apabila menuju
ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan pembuluh darah serebral
sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan serebri yang mengakibatkan
obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah menurun dan terjadi iskemik yang
menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat kelemahan anggota gerak sehingga
terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat dari penurunan O2 di otak akan terjadi
gangguan perfusi jaringan. Dan bila di pembuluh darah koroner ( jantung ) menyebabkan
miokardium miskin O2 sehingga penurunan O2 miokardium dan terjadi penurunan
kontraktilitas yang berakibat penurunan COP. Paru-paru juga akan terjadi peningkatan volum
darah paru yang menyababkan penurunan ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan
penurunan oksigenasi yang menyebabkan kelemahan. Pada mata akan terjadi peningkatan
tekanan vaskuler retina sehingga terjadi diplopia bisa menyebabkan injury.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan segera, seeperti :
a. Darah : darah rutin , BUN, kreatinin, elektrolit, AGD
b. Urine : urinelisa dan kultur urine
c. EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi
d. Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu sampai pengobatan
terlaksana)
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama
a. Perkiraan kelainan renal ; IVP, renal angiography (kasus tertentu), biopsi
renal
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CT
scan
c. Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk katekolamin,
metimefrin, venumandelic Acid (VMA)
3. Temuan Fundoskopi
4. Temuan laboratorium
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Cara mengantisipasi pasien dengan penurunan tekanan darah sangat peting
dalam pencegahan dan meminimalisir kerusakan organ, dengan cara sebagai
berikut (Feldstein, 2007):
a. Nutrisi
- Mendapatkan asupan akurat dan pengukuran output, bersama dengan
berat badan setiap hari
- diet sodium dibatasi
- diet berkonsultasi: untuk pendidikan pada kontrol berat badan,
pembatasan natrium
b. Discharge planning: pendidikan pasien tentang berikut:
- pentingnya kontrol tekanan darah: berisiko tinggi untuk ginjal, otak,
masalah koroner dengan hipertensi yang tidak terkontrol
- perlu untuk ditindaklanjuti untuk menilai efektivitas obat-obatan dan
untuk memeriksa efek samping potensial dari terapi
- modifikasi gaya hidup: pembatasan asupan natrium, berhenti merokok,
moderasi dalam penggunaan alkohol, berjalan program pengendalian
berat badan
c. Farmakologi

Pada hipertensi emergensi dan disertai kerusakan organ sasaran maka


penderita dirawat diruang intensive care unit (ICU) dan diberikan salah satu
dai obat anti hipertensi intravena
1) Sodium nitropusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial
maupun vena . Secara intra vena mempunyai onsep of action yang cepat
yaitu : 1-2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit
2) Nitroglyserine : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah, tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagia vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2
– 5 menit, duration of action 3 – 5 menit
Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus I.V
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah , hipotensi
3) Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan
secara I. V bolus. Onset of action 1 -2 menit, efek puncak pada 3 - %
menit, duration of action 4 – 12 jam
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5
menit sampai TD yang diinginkan
Efek samping : hipotensi dan syok, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperurizemia dan aritmia
4) Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri
Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, I.V : 10 – 20 menitduration of action : 6
– 12 jam
Dosis : 10-20 mg I.V, 10-40 mg I.M
Penggunaanya bersama alfa agonist central ataupun beta blocker untuk
mengurangi reflek takikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular.
Efek samping : refleks takikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac output, eksaserbasi angina, MCI akut, dll
5) Enalapriat : merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset on
action 15 – 60 menit
Dosis : 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam I.V
6) Phentolamine (regitine) : termasuk golongan alpha adrenergik bloker.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelainan kethekolamin.
Dosis 5 – 20 mg secara I.V atau I.M
7) Trimethapan camsylate : termasuk golongan blocking agent dan
menginbisi sistem simpatis dan parasimpatis
Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus I.V
Onset of action : 1 – 5 menit
Duration of action : 10 menit
Efek samping : opstipasi, ileus, retensi urine, respiratori arrest, glaukoma,
hipotensi, mulut kering
8) Dan Labetalol ; termasuk golongan alpha dan beta blocking aggents
Dosis : 20 – 80 mmHg secara I.V bolus setiap 10 menit : 2 mg / menit
secara I.V
Onset of action : 5 – 10 menit
Efek samping : hipotensi orthotastik, somnolen, hoyong, sakit
kepala,bradikardi
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi , respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering di jumpai
9) Methyldopa ; termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan
sistem syaraf simpatis
Dosis : 250 – 500 mg secara infus / jam
Onset of action ; 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Karena onset of actionya bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten,
obat ini tidak disukai untuk terapi awal
10) Clonidine : termasuk golongan alpha agonist central
Dosis : 0,15 mg I.V pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau I.M 150
ug dalam 100cc dekstrose dengan titrasi dosis
Onset of action ; 5 – 10 menit dan mencapai maksimal setelh 1 jam atau
beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk , sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada karotis. Bila dihentikan secar atiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat.
Obat-Obat Parenteral Untuk Penanganan Hipertensi Emergensi menurut standart
pelayanan medis RS Jantung Harapan Kita
Obat Golongan Dosis Onset Kerja Masa Kerja Efek Samping
Sodium Vasodilator 0,25 – 10 Segera 1 – 2 menit Mual, hipotensi,
Nitroprusid Arteri & Vena mg/kg/mnt keracunan
tiosianat, sianida,
Methemoglob,
ulinemia
Nitrogliserin Vasodilator 5 – 100 1 – 5 mnt 3 – 5 mnt Sakit kepala,
Arteri & Vena mg/mnt mual, takikardi,
muntah
Nikardipin Antagonis 5 – 15 5 – 15 mnt 30 – 40 mntHipotensi,
Kalsium mg/jam takikardi, mual,
muntah, muka
merah
Hidralazin Vasodilator 1- 20 mg 5 – 30 mnt 3 – 9 jam Peningkatan curah
IV/50 mg IM, jantung& laju
ulang Setiap jantung Sakit
4 – 6 jam kepala, angina.
BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS :
Tn.D Umur 60 tahun masuk ke ICU pada tanggal 16 Februari 2015 dengan
penurunan kesadaran riwayat jatuh dari kamar mandi 1 jam sebelum di bawa ke icu,
klien sesak,pelo, gelisah, dari pemeriksaan fisik di dapatkan TD : 220/140 , N : 110
x / menit, RR : 30 x / menit. Sp02 ; 90%, klien sianosis, kesadaran somnolen, GCS E
3, M 4 V 3. Terdapat retraksi dinding dada, Suara nafas gourgling. Hasil pemeriksaan
EKG sinus ritme, pupil an isokor R/C + /+ dengan diameter pupil kanan 3mm /kiri 4
mm. Hasil Ct Scan sub dural hematoma. Dari anamnesa yang dilakukan kepada
keluarga Tn.D mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak rutin mengkonsumsi obat.
hasil pemeriksaaan Ldl : 159 mg/dl , HDl :60 mg/dl , CkMB : 8 U/L , SGOT ; 42
U/L, SGPT : 40 U/L, Ureum : 50 mg/dl , Kreatinin :1,1 gr/dl , HB : 11 gr / dl, leukosit
: 15.000 gr/dl.

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Primer
1. Air way
Tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing
RR klien 30 x/menit, klien nampak sesak, terdapat retraksi dinding dada,
pergerakan rongga dada simetris, suara nafas gourgling.
3. Circulation
TD 220/140 mmHg, HR: 110 x/menit, , Hb; 11, gr/dl, Hematokrit; 36%,
konjungtiva un anemis, pupil un ikterik, hasil Ct scan : sub dural hematoma,
SpO2 : 90%, klien sianosis, CRT > 3 ‘

4. Disability
Kesadaran somnolen, pasien gelisah, GCS: E3M4V3, pupil un isokor, Rc +/
+, kanan 3mm, kiri 4 mm.
5. Eksposure
Terpasang ivFd di vena radialis dextra
3.1.2 Pengkajian sekunder
1. Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: penurunan kesadaran
b. Riwayat kesehatan saat ini: pasien datang ke rumah sakit dengan
penurunan kesadaran, riwayat jatuh di kamar mandi 1 jam yang lalu,
TD : 220 / 140 mmHg, kesadaran somnolen, pupil un isokor,
c. Riwayat kesehatan sebelumnya: dari informasi keluarga pasien
sebelumnya tidak ada riwayat hipertensi
d. Riwayat kesehatan keluarga: di keluarga tidak ada yang mempunyai
riwayat hipertensi dan stroke
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala: tidak ada jejas, rambut mulai memutih, bersih
b. Mata: konjungtiva ananemis, pupil anisokor, 3mm/4 mm, R/C +/+, sklera
anikterik, simetris.
c. Telinga : bersih, tidak terpasang alat bantu pendengaran.
d. Hidung: terpasang binasal kanul 3L, tidak ada cuping hidung.
e. Mulut: Terdapat sekret di mulut, mukosa kering
f. Leher: tidak terdapat pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran
tyroid
g. Thoraks : terdapat retraksi dinding dada, simetris, bunyi sonor, terdapat
suara ronchi, ichtus cordis teraba, bunyi pekak, tidak ada suara tambahan
seperti gallop atau murmur.
h. Abdomen: tidak ada jejas, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba distensi
abdomen, suara tympani.
i. Ekstremitas: Terpasang IVFd di vena radialis dextra
j. Genetalia: terpasang kateter no 16 dengan produksi urin 150cc.
4. Pemeriksaan penunjang: hemoglobin 11, g/dl, hematokrit 36%, leukosit
15.000 gr/dl
3.1.3 Analisis data
Nama: Tn.D
RM : -
No Tgl DATA ETIOLOGI PROBLEM
FOKUS
1 DS: - akumulasi sekret diKetidakefektifan
DO: jalan nafas bersihan jalan
 RR: 30 x/ menit nafas
 Dyspnea
 Suara nafas stridor
 Retraksi dinding dada
 SpO2 : 90%
 cianosis

2 DS: - hemoragi cerebral Ketidakefektifan


DO: perfusi jaringan
 klienGelisah cerebral
 Kesadaran somnolen
 GCS : E 3 M 4 V : 4
 SpO2 : 90%
 Cianosis
 Hasil CT scan : sub dural
hematoma
 Klien pelo
 Pupil un isokor RC +/+,
diameter ¾ mm.

3.1.4 Diagnosa keperawatan


1. Ketidakefektifan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret di jalan nafas
3.1.5 Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d hemoragi
cerebralIntervensi keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI TTD


1 Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan  Buka jalan nafas, guanakan
n Bersihankeperawatan selama 1x 30 teknik chin lift atau jaw thrust
jalan nafas menit bila perlu
KH:  Posisikan pasien untuk
 Tidak ditemukan lagi memaksimalkan ventilasi
suara nafas tambahan  Identifikasi pasien perlunya
 Tidak terdapat sianosis pemasangan alat jalan nafas
 Frekuensi nafas normal buatan
 Tidak ada peningkatan  Pasang mayo bila perlu
kerja nafas  Lakukan fisioterapi dada jika
 Tidak terdapat suara
perlu
nafas tambahan
 Keluarkan sekret dengan batuk
 AGD dalam batas
atau suction
normal
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2 Ketidakefektifa Setelah diberikan tindakan  Monitor adanya daerah tertentu


n perfusikeperawatan 1 x 24 jam yang hanya peka terhadap
jaringan diharapkan : panas/dingin/tajam/tumpul
cerebral  Pupil seimbang dan  Monitor adanya paretese
reaktif Instruksikan keluarga untuk
 Tekanan darah systole mengobservasi kulit jika ada lsi
dan diastol dalam atau laserasi
rentang yang diharapkan  Gunakan sarun tangan untuk
 Tidak terdapat hipertensi
proteksi
orthostatik
Batasi gerakan pada kepala,
leher dan punggung
 Monitor kemampuan BAB
 Kolaborasi pemberian analgetik
 Monitor adanya tromboplebitis
 Diskusikan menganai penyebab
perubahan sensasi
 Monitor AGD dan reaksi pupil
 Monitor tekanan darah systol
dan diastol
 Monitor tekanan intra kranial
dan respon neurologis

Daftar Pustaka

Alspach, J.G.(2013).Core curriculum for critical nursing.6th ed.Elseveir


Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003; 289:2560-72.
Feildstein, C.(2007).Management of hypertensive crises.American Journal of
Therapeutics.14, 135-139
Hickler, R.B.(2003).Hipertensi darurat: Kategori diagnostik berguna. Kesehatan
masyarakat J, 78:623-624.
Lanthier, L, Pilon, D.(2002).Recognizing hypertensive crises. The Canadian
Journal
Laragh, J.( 2001).Laragh pelajaran dalam patofisiologi dan mutiara klinis untuk
mengobati hipertensi. Am J Hypertens 2001, 14:837-854
Maron, P.E, Varon, J.(2003).Clinical review: The management og hypertensive
crises.Critical Care Journal.Vol 7
Morton, P.G, Fontaine, D, Hudak, C. M, Gallo, B. M.(2014).Keperawatan kritis:
Pendekatan asuhan holistic.Ed 8.Jakarta: EGC.
Schiffrin, E.L.(2004).Remodeling of resistance arteries in essential hypertension
and effects of antihypertensive treatment. Am J Hypertens.;17:1192-200.

Anda mungkin juga menyukai