Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ANTIHIPERTENSI

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. DYAH NUR MANGGALA

2. ARI MINARNI

3. ANJAR PRASTIWI

4. RYAN MAULIDIYYAH

5. MIYA KHOIRUNNISA

6. INTAN WULANDARI

SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON

PROGRAM PENDIDIKAN STRATA 1 (S1) CIREBON

JULI 2019
ANTIHIPERTENSI

I. TANGGAL PRAKTIKUM : 12 Juli 2019

II. TUJUAN : Mahasiswa dapat mempelajari dan

mengetahui pengaruh pemberian dan efektivitas anti hipertensi sediaan obat

pada hewan uji tikus wistar.

III. DASAR TEORI

A. ANTIHIPERTENSI

Penyakit darah yang tinggi yang lebih dikenal sebagai

Hipertensi merupakan penyakit yang dapat perhatian dari semua

kalangan masyarakat mengigat  dampak yang timbulnya baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Sehingga membutuhkan

penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu.

Penyakit Hipertensi menimbulkan angka morbidital (kesakitan) dan

mortalitasnya (kematian) yang tinggi.

Denyut arteri adalah suatu gelombang yang terasa pada arteri

darah dipompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba disuatu tempat

dimana arteri melintasi sebuah tulang yang terletak dekat permukaan.

Tiap menit sejumlah volume yang tetap sama kembali ke vena tidak

seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa

jantung, maka terjadi payah jantung. Vena-vena besar dekat jantung

menjadi membengkak berisi darah, sehingga tekanan dalam vena naik


dan kalau keadaan ini tidak dapat ditangani maka terjadi udema

(Pearce,2002).

Dalam pengendalian tekanan darah berlangsung secara lambat

menggantikan refleks saraf yang telah gagal melaksanakan

fungsinya.Dalam pengendalian tekanan darah secara cepat berlangsung

secara terintegrasi dengan fungsi-fungsi organ yang terkait seperti

kardiovaskular dan ginjal. Pengendalian tekanan darah dilakukan oleh

renin-angiotensin diawali dengan disekresinya bahan renin oleh

glomerular (Syaifuddin,2009).

Hipertensi didenisikan sebagai tekanan darah diastolik tetap

yang lebih besar dari 90 mmHg disertai dengan kenaikan tekanan darah

sistolik (140 mmHg). Hipertensi disebabkan oleh peningkatan tonus

otot polos vaskuler perifer yang menyababkan peningkatan resistensi

arteriola dan menurunnya kapasitas sistem pembuluh vena (Mycek,

2013).
Berdasarkan tingginya tekanan darah seseorang dikatakan

hipertensi bila tekana darahnya ˃140/90 mmHg (Gunawan,2007) :

Sistol Diastol
Klasifikasi
mm Hg mm Hg
Normal ˂ 120 ˂ 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Tingkat 1 140-159 90-99
Tingkat 2 ˃ 160 ˃ 100

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi

esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa

kelainan dasar patologi yang jelas. Penyebebnya multifaktorial meliputi

faktor genetika dan lingkungan. Dan Hipertensi sekunder meliputi 5-

10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain

hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin,

kelainan saraf pusat, oabt-obat-obatan dan lain-lain. Hipertensi renal

dapat berupa hipertensi renovaskuler, misalnya pada stenosis arteri

renalisvakulitis internal (Gunawan, 2007).

Ginjal mengatur tekanan darah jangka panjang dengan

mengubah volume darah. Barometereseptor pada ginjal menyebabkan

penurunan tekanan darah (dan stimulasi reseptor ß-adrenergik simpatik)

dengan cara mengeluarkan enzim reni . Pepetidase ini akan mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjutnya dikonversi

menjadi angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin (ACE).

Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat poten dalam


sirkulasi, menyebabkan peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut,

angiotensin II ini memacu sekresi aldosteron, sehingga reabsorbsi

natrium ginjal dan volume darah meningkat, yang seterusnya juga akan

meningkatkan tekanan darah (Mycek, 2013).

Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi, keadaan ini

terbagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Hipertensi Emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, dimana

TD melebihi 180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan

fungsi organ, seperti otak (pendarah otak/stroke, ensefalopi,

hipertensi), jantung (gagal jantung kiri, akut, penyakit jantung

kroner akut), paru (bendungan diparu) dan eklampsia, atau TD

dapat lebih rendah dari 180/120 mmHg tetapi dengan salah satu

gejala gangguan organ di atas yang sudah nyata timbul, jika TD

tidak segera diturunkan dapat mengakibatkan komplikasi yang

menetap, oleh karena itu harus diturunkan dengan obat intravena

(suntikan) yang bekerja cepat dalam beberapa menit maksimal satu

jam.

b. Hipertensi urgensi, TD sangat tinggi (> 180/120 mmHg), tetapi

belum ada gejala seperti di atas, TD tidak harus di turunkan secara

cepat, tetapi dalam hitungan jam sampai dengan hari, dengan obat

oral, gejalanya berupa sakit kepala hebat/berputar (ventigo), mual,

muntah, pusing/melayang, penglihatan kabur, mimisan, sesak

nafas, gangguan cemas berat, tetapi tidak ada kerusakan target

organ (Anonim, 2011).


B. GOLONGAN OBAT

Antihipertensi memiliki beberapa golongan obat yaitu golongan

diuretic, Penyekat-Beta, inhibitor ACE, Antagonis angiotensin II,

Penyekat kanal kalsium, Penyekat –Alfa dan obat golongan lain-lain

(Mycek,2013).

Golongan diuretik tiazid bekerja merendahkan tekanan darah,

dimulai dengan peningkatan sekresi Na+ dan air.Ini menurunkan volume

ekstrasel menimbulkan pengurangan isi sekuncup jantung dan aliran

darah ginjal.Contoh obatnya yaitu hidroklorotiazid. Sedangkan diuretik

loop , bekarja cepat pada pasien contoh obatnya Furosemid.

Menyebabkan penurunan resisitensi vaskuler ginjal. Meningkatkan isi

kadar kalsium urine sedangkan diuretika tiazid menurunkan konsentrsi

kalsium pada urine (Mycek, 2013).

Golongan penyekat ß-adrenoreseptor, contoh obatnya yaitu :

Atenolol, Labetalol, Metoprolol, Nadolol, Propanolol dan Timolol,

menyebebkan penurunan tekanan darah terutama mengurangi isi

sekuncup jantung. Obat ini menurunkan aliran simpatik dari SSP dan

menghambat pelepasan renin dari ginjal, karena itu mengurangi

pembentukan angiotensin II dan sekresi aldosteron (Mycek, 2013).

Golongan inhibitor ACE, contoh obatnya yaitu Benazepril,

Kaptopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Moeksinipril, Quinapril,

Ramipril, menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi

vaskuler perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan ataupun


kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi

angiotensinogen yang mengubah angiotensin I membentuk

vasokontriksi poten angiotensin II. Vasodilatasi terjadi sebagai efek

kombinasi vasokontriksi yang lebih rendah disebabkan oleh

berkurangnya angiotensin II dan vasodilatasi dari peningkatan

bradikinin (Mycek, 2013).

Golongan Antagonis angiotensin II contoh obatnya yaitu

Losartan, menurunkan tekanna darah dengan memblok reseptor

angiotensin. Obat ini mempunyai sifat yang sama dengan inhibitor ACE

yaitu menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan sekresi aldosteron

(Mycek, 2013).

Golongan penyekat kanal kalsium contoh obatnya yaitu

Amlodipin, Diltiazem, Felodipin, Isradipin, Nefedipin, dan Verapamil,

menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat masuknya

kalsium kedalam sel. Hal ini menurunkan resistensi perifer dan

menyebabkan penurunan tekanan darah (Mycek, 2013).

Golongan penyekat α-Adrenergik menyebabkan penyakatan

kompetitif α1 – Adrenoreseptor contoh obatnya yaitu Doksazosin,

Praosin, Terasozin. Obat-obat ini menurunkan vaskuler periver dan

menurunkan tekanan darah arterial denga menyebabkan bukan hanya

perubahan yang kecil dari curah jantung, aliran darah ginjal dan

kecepatan viltrasi glomerulus (Mycek, 2013).

C. MONOGRAFI BAHAN
1. Captopril

Nama Resmi : CAPTOPRILUM

Nama Lain : Kaptopril

Rumus Kimia : C9H15NO3S

Berat Molekul : 217,28

Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih, bau khas

seperti sulfida, melebur pada suhu 104o – 110o

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam metanol, dalam

etanol, dan dalam kloroform

Penggunaan : Ace-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan,

sedang maupun berat. Ace  inhibitor terpilih

untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

Obat ini juga menunjukkan efek positif, terhadap

lipid darah dan mengurangi resistensi insulin

sehingga sangat baik untuk hipertensi pada

diabetes, dislipidemia dan obesitas.

Efek Samping : Hipotensi, batuk kering, hiperkalemia,   rash,

edema, angioneuretik, gagal ginjal   akut,

proteinuria, efek teratogenik.

Farmakokinetik : Diabsorbsi dengan baik pada pemberian oral

dengan biovaibilitas 70-75%. Pemberian bersama

makanan akan  mengurangi absorbsi 30%, oleh

karena  itu obat ini harus diberikan 1 jam  sebelum

maka. Sebagian besar Ace-  inhibitor mengalami


metabolisme di hati,  kecuali lisinopril yang

tidak  dimetabolisme. Eliminasi umumnya  melalui

ginjal, kecuali fosinopril yang   mengalami dimensi

diginjal dan bilier.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Epinefrin

Nama Resmi : EPINEPHRINUM

Nama Lain : Epinefrina, Adrenalina

Rumus Kimia : C9H13NO3

Berat Molekul : 183,21

Pemerian : Serbuk hablur renik, putih atau putih kuning gading

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol

(95%)P, dan dalam eter P, mudah larut dalam asam

mieral, dalam natrium hidroksida P dan dalam

kalium hidroksida P, tetapi tidak larut dalam larutan

amonia dan dalam alkali karbonat. Tidak stabil

dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah jika

kena udara

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat berisi nitrogen,

terlindung dari cahaya

Kegunaan : Simpatomimetikum

Indikasi : Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut

atau eksaserbasi asma yang berat


Efek Samping : Angina, aritmia jantung, nyeri dada, ansietas,

pusing, sakit kepala, insomnia, tenggorokan kering,

mual, muntah, xerostomia, retensi urin akut

Mekanisme Kerja : Menstimulasi reseptor I, βI, β2 – adrenergik

yang berefek relaksasi otot polos bronki, stimulasi

jantung, dan dilatasi vaskulator otot skelet.

3. CMC-Na

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Nama Lain : Natrium Karboksimetilselulosa

Pemerian :Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading,

tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik.

Kelarutan :Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P,

dalam eter P dan dalam pelarut organik lain

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

IV. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Gelas ukur

2. Jarum suntik

3. Jarum sonde
4. Beaker glass

5. Timbangan

6. Pipet .tetes

7. Stopwatch

8. Alat tensi

B. Bahan

1. Epinefrin

2. Captopril

3. CMC-Na

4. Aquades

V. Perhitungan Dosis

A. Dosis epinefrin Tikus

- Dosis epinefrin manusia = 1mg

- Faktor konversi = 0,018 (FI Edisi III)

- Dosis tikus (200 g) = F. Konversi x Dosis manusia

= 0,018 x 1 mg

= 0,018 mg

- Volume penyuntikan IV = 0,1ml

0,018 mg
Konsentrasi yang dibutuhkan =
0,1mL

= 0,18 mg/ml

- Sediaan epinefrin inj = 1mg/ml


1 mg/ml
- Pengenceran =
0,18 mg/ml

= 5,5 x

1ml epinefrin dilarutkan dalam 5,5ml aqua pro inj

B. Pembuatan CMC-Na

Pembuatan CMC-Na 1% b/v

Ditimbang 1 gram CMC-Na dilarutkan dalam 100 ml air panas, diaduk

hingga homogen.

C. Dosis captopril tikus

- Dosis captopril manusia = 25mg

- Faktor konversi = 0,018 (FI Edisi III)

- Dosis tikus (200 g) = F. Konversi x Dosis manusia

= 0,018 x 25 mg

= 0,45 mg

- Volume penyuntikan oral = 0,2ml

0,45 mg
- Konsentrasi yang dibutuhkan =
0,2mL

= 2,25 mg/ml

- Sediaan captopril tablet = 25mg

25 mg
- Pengenceran =
2,25 mg/ml

= 11,1x
Sediaan captopril 1mg dibuat larutan suspensi dengan ditambah

suspending agent CMC-Na yang telah dibuat ad 11,1ml.

VI. PROSEDUR KERJA

1. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok: kontrol positif, kontrol negative, dan

kontrol normal.

2. Tikus dibagi perkelompok dan timbang tikus.

3. Tensi awal pada tikut yang telah ditimbang, kemudian semua tikus

diberi obat epinephrine yang sudah diencerkan terlebih dahulu, diamkan

10 menit.

4. Tensi masing-masing tikus, catat.

5. Kelompok pertama atau kontrol positif diberikan obat captropil,

diamkan 10 menit pertama lalu tensi tikus dan tensi lagi di 10 menit

kedua, catat hasilnya.

6. Untuk kelompok kedua atau kontrol negatif diberikan CMC Na,

diamkan 10 menit pertama lalu tensi tikus dan tensi lagi di 10 menit

kedua, catat hasilnya

7. Untuk kelompok ketiga atau kontrol normal tidak diberi obat dan tetap

ditensi tiap 10 menit, catat.

VII. DATA PENGAMATAN

Hewan uji Tensi Tensi setelah Perlakuan


diberikan Setelah diberi epinefrin
awal Obat
10’ pertama 10’ kedua
Epinephrine
Tikus 1 120 135 - - -

(K.

normal)
Tikus 2 112 135 CMC-Na 134 132

(K-)
Tikus 3 112 135 Captopril 118 110

(K. +)

VIII. PEMBAHASAN

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg.

Istilah tradisional tentang hipertensi ringan dan sedang gagal menjelaskan

pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular.

Tujuan pengobatan penderita hipertensi idiopatik atau esensial adalah

untuk mencegah morbiditas (kesakitan) dan mortilitas (kematian) yang

disebabakan oleh gangguan dengan menggunakan cara yang paling nyaman.

Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah yang kurang dari

140/90 mmHg.

Percobaan ini hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kontrol

normal menggunakan 1 tikus saja, kontrol positif menggunakan 1 tikus yang

diberikan captropil, dan kontrol negatif 1 tikus diberikan CMC Na.

Penggunaan hewan uji yang hanya 1 tikus per perlakuan untuk

mempersingkat waktu.
Pada percobaan ini menggunakan suspensi CMC Na sebagai kontrol

negatif untuk membandingkan efek obat captopril sebagai kontrol positif

terhadap hewan uji mencit. Lakukan pengenceran untuk epinephrine sebesar

5,5 kali pengenceran, lalu buat suspensi dari obat captropil sebanyak 11,1

kali pengenceran dan CMC Na dibuat suspense tanpa captopril sebanyak

22,5 ml.

Untuk mendeteksi efek hipertensi pada hewan uji, tikus akan

menunjukan tekanan darah yg tinggi, tekanan darah hewan uji akan

mengalami kenaikan dari sebelum diberikan epinephrine dan sesudah

diberikan epinephrine, dan kita akan membuat perbandingan antara diberi

captropil dan diberi CMC Na, hasil menunjukan hewan uji yang diberi

captropil mengalami penurunan tekanan darah dan hewan uji yang diberi

CMC Na tergolong stabil tidak mengalami penurunan drastis seperti hewan

uji yang di beri captropil.

Hasil pengamatan menunjukkan pada tikus 1 sebagai control positif

yaitu awal tensi menunjukkan angka 120 mmHg kemudian diberi perlakuan

IV epinefrin dan ditensi mengalami kenaikan tekanan darah menjadi 135

mmHg. Pada tikus 1 setelah diberi captopril tensinya menjadi turun yaitu

118 mmHg pada 10 menit pertama dan 110 pada 10 menit ke dua. Hasil

pada tikus ke 2 tensi awal sebesar 112 mmHg, kemudian setelah diberi

epinefrin naik menjadi 135 mmHg. Hasil selanjutnya setelah diberi CMC-

Na menjadi 134 pada 10 menit pertama dan 132 pada 10 menit ke dua.

Hasil pada tikus ke 3 tensi awal sebesar 120 mmHg, kemudian setelah

diberi epinefrin naik menjadi 135 mmHg. Namun tanpa diberi perlakuan
selanjutnya hasilnya menjadi 148 pada 10 menit pertama dan 156 pada 10

menit ke dua.

Pada tikus 1 hasilnya sesuai dengan teori bahwa dengan diberi obat

captopril dapat menurunkan tekanan darah. Captopril adalah golongan obat

antihipertensi Ace-inhibitor, menurunkan tekanan darah dengan mengurangi

resistensi vaskuler perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan

ataupun kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi

angiotensinogen yang mengubah angiotensin I membentuk vasokontriksi

poten angiotensin II. Vasodilatasi terjadi sebagai efek kombinasi

vasokontriksi yang lebih rendah disebabkan oleh berkurangnya angiotensin

II dan vasodilatasi dari peningkatan bradikinin (Mycek, 2013).

Pada tikus 2 tanpa diberi perlakuan pemberian captopril hanya CMC-

Na saja, tekanan masih tinggi dalam 10 menit pertama setelah pemberian

control (-) dan sedikit turun pada menit 10 ke dua, kemungkinan CMC yang

mengandung natrium dapat mempengaruhi menurunnya tekanan darah.

Sedangkan pada tikus 3 yang tanpa diberi perlakuan setelah IV epinefrin

tekanan turun dengan sendirinya dimungkinkan saat menyuntik IV obat

tidak terinjeksi seluruhnya sehingga tekanan darah yang tinggi bias turun

dengan sendirinya.

IX. KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat di simpulkan bahwa

adanya perbedaan antara kontrol postif, negatif dan tidak ada perlakuan.

Pada tikus 1 hasilnya sesuai dengan teori bahwa dengan diberi obat
captopril dapat menurunkan tekanan darah. Captopril adalah golongan obat

antihipertensi Ace-inhibitor, menurunkan tekanan darah dengan

mengurangi resistensi vaskuler perifer tanpa meningkatkan curah jantung,

kecepatan ataupun kontraktilitas. Pada tikus 2 tanpa diberi perlakuan

pemberian captopril hanya CMC-Na saja, tekanan masih tinggi dalam 10

menit pertama setelah pemberian control (-) dan sedikit turun pada menit

10 ke dua, kemungkinan CMC yang mengandung natrium dapat

mempengaruhi menurunnya tekanan darah. Sedangkan pada tikus 3 yang

tanpa diberi perlakuan setelah IV epinefrin tekanan turun dengan

sendirinya dimungkinkan saat menyuntik IV obat tidak terinjeksi

seluruhnya sehingga tekanan darah yang tinggi bias turun dengan

sendirinya

X. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI:

Jakarta.
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III,

diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran

EGC, 1995

Dewoto, Hedi R. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit

FKUI: Jakarta.

Dirjen POM.1985. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depkes RI; Jakarta.

Gunawan, Gan, Sulistia. 2007. Farmakologi Dan Terapi, Edisi V. Gaya

Baru; Jakarta.

Mutschaler,Ernst.1991. Dinamika obat Farmakologi dan ToKsikologi.

bandung ; ITB

Mycek, Mary. J. Dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar edisi 2.

Jakarta: Widya Medika

Price, Sylvia A.,2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

EGC; Jakarta.

Syarif, amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.Departemen

Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahadja. (2007). Obat-Obat Penting Edisi Ke

Enam. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.

Yulinah, Elin, dkk. (2008). ISO Farmakoterapi Buku 1. Jakarta: ISPI.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai