KELOMPOK 1:
Mu’akibatul Hasanah 19221101001
Zulvia Faridatul M 192211101002
Hetty Sulastri 192211101003
Citra Rahma W 192211101004
Nina Indah Lestari 192211101005
Husniya Faradisa 192211101006
Mei Dwi Cahyani 192211101007
Faridatul Hasanah 192211101008
JEMBER
2019
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 HIPERTENSI
1.1.1 DEFINISI
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat atau tenang (WHO, 2013). Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan
otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Riskesdas, 2013).
1.1.2 PATOFISIOLOGI
Terjadinya hipertensi tidak lepas dari tingginya tekanan darah. Berbagai
faktor saraf dan hormon diketahui dapat mempengaruhi dan mengatur
tekanan darah, seperti adrenergic nervous system (reseptor α- dan β-
adrenergik, renin-angiotensin aldosterone system (RAAS) (mengatur aliran
darah sistemik dan renal blood flow), fungsi ginjal dan aliran darah ginjal
(mempengaruhi cairan dan keseimbangan elektrolit), beberapa faktor
hormonal (adrenal cortical hormon, vasopresin, hormon tiroid, insulin), dan
endotelium vaskular (mengatur pelepasan nitrat oxide (NO), bradikinin,
prostasiklin, endotelin) (Alldredge et al., 2013, Dipiro et al., 2008).
Hipertensi dapat disebabkan oleh penyebab spesifik (hipertensi sekunder)
atau dari penyebab yang tidak diketahui (hipertensi primer atau esensial).
Hipertensi sekunder (<10% kasus) biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal
kronis (CKD) atau penyakit renovaskular. Kondisi lain yang menjadi
penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah sindrom Cushing, koarktasio
aorta, obstruktif apnea tidur dan hipertiroidisme. Selain itu, terdapat beberapa
obat yang meningkatkan tekanan darah seperti kortikosteroid, estrogen, obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), amfetamin, sibutramine, siklosporin,
tacrolimus, erythropoietin dan venlafaxine (Dipiro et al., 2015).
2
Menurut Dipiro et al., 2015 Hipertensi primer dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor yang berkontribusi dalam pengembangan hipertensi jenis ini.
Antara lain yaitu:
1.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi Hipertensi oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4
kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm
Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak
dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien
yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa
yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada
kategori ini harus diberi terapi obat (Pharmaceutical care untuk penyakit
hipertensi, 2006)
3
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut The Sevent Joint
National Committee on Prevention Detection Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC7)
4
Jenis-jenis obat anti hipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 8 antara lain sebagai berikut:
1. Diuretik
Menurunkan tekanan darah dengan cara membantu fungsi ginjal
untuk menyaring dan membuang garam dan air yang akan mengurangi
volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Contoh
Obat antara lain Furosemid, HCT, Clortalidon, Indapamid, Triamteren,
Amilorid, Spironolakton, dan Torsemid.
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah HCT (12,5-50
mg), Clortalidon dan Indapamid (12,5-25 mg), Triamteren (100 mg),
Spironoloakton (25 mg-50 mg), Amilorid (5-10 mg), Furosemid (20-80 mg
2xsehari), Torsemid (10-40 mg).
2. Calcium Channel Blocker
Menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium, sehingga mengurangi masuknya kalsium ke dalam sel.
Relaksasi otot mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, sehingga tekanan darah
akan menurun. Contoh obat antara lain, Dihidroperidin (Nifedipin,
Amlodipin) dan Non-dihidroperidin (Diltiazem dan Verampamil) (DiPiroet
al, 2015).
Dosis yang digunakan Amlodipin (5-10 mg), Nifedipin (30-90 mg),
Diltiazem (180-360), Verampamil (80-120 mg 3x sehari atau 240-480 mg).
3. INHIBITOR SISTEM RENIN ANGIOTENSIN
a. ACE Inhibitor
Menghambat enzim yang menghidrolisis angiotensin I menjadi
angiotensin II dan menurukan tekanan darah melalui penurunan resistensi
vaskular perifer. Contoh obat antara lain Captopril, Lisinopil, Ramipril,
Quinapril, Trandolapril (Katzung BG, 2014).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 Quinapril 10-40 mg,
Ramipril 5-10 mg, Trandolapril 28 mg
b. Angiotensin Resepor Bloker
5
Menghambat secara langsung reseptor angiotensin yang lebih
selektif yaitu AT1. Contoh obat antara lain Candesartan, Valsartan,
Losartan, Olmesartan, Telmisartan (Katzung BG, 2014).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Candesartan (8-
32 mg), Valsartan (80-320 mg), Losartan (50-100 mg), Olmesartan (20-
40 mg), Telmisartan (20-80 mg).
4. Vasodilator Arteri Langsung
Menyebabkan relaksasi otot arteriolar, namun tidak menyebabkan
relaksasi pada pembuluh darah vena. Contoh obat antara lain Hidralazin
dan Minoxidil (DiPiro et al, 2015).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Hidralazin (25-100 mg
2x sehari), Minoxidil 5-10 mg).
5. Adrenergik Inhibitor
a. Alfa Blocker
Menghambat hormone katekolamin berikatan dengan reseptor α1
sehimgga dapat memberikan efek vasodilatasi. Contoh obat antara lain
Prasozin, Terasozin dan Doxasozin (DiPiro et al, 2015).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Terazosin (1-5 mg),
Doxazosin (1-4 mg).
b. Agonis α2 Reseptor
Menstimulasi reseptor α2 adrenergik di otak yang mengurangi
aliran simpatetik dan meningkatkan tonus vagal. Contoh obat antara
lain Clonidin dan Metildopa (DiPiro et al, 2015).
Dosis yang digunakan berdasarkan Clonidin (0,1-0,2 mg 2x sehari) dan
Metildopa (250-500 mg 2x sehari).
6. Beta Blocker
Mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah
jantung, hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomelurel ginjal
(Nefrialdi, 2007).
6
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Propanolol 40-
120 mg mg 2x sehari, bisoprolol 5-10 mg, labetalol 100-300 mg 2x sehari.
7
Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam penanganan
hipertensi di Indonesia adalah Guideline Joint National Committee JNC 8 yang
dipublikasikan pada tahun 2014. Rekomendasi dalam guideline JNC 8 ini
didasarkan atas bukti-bukti studi acak terkontrol. Berdasarkan kumpulan studi-
studi yang sudah dipublikasikan mulai dari Januari 1966 sampai dengan Agustus
2013 sehingga JNC 8 dapat dijadikan Evidence base Guidline penanganan
hipertensi yang baru karena target yang lebih achievable daripada Guildline
sebelumnya (Muhadi, 2016).
8
B. TATALAKSANA TERAPI NON-FARMAKOLOGI
Penderita Prehipertensi dan hipertensi dianjurkan untuk memodifikasi gaya hidup,
sebagimana ditetera di Table 2 (JNC 7, 2003).
Penurunan berat Jaga berat badan ideal (IMT = 18,5 5-20 mmHg/ 10 kg
badan – 22,9 kg/m2)
Dietary Approach Diet tinggi serat dan rendah lemak 8-14 mmHg
to Stop
Hypertension
(DASH)
Pembatasan intake Kurangi hingga < 100 mmol per hari 2-8 mmHg
natrium ( 2,0 g natrium atau 6,5 g natrium
klorida atau 1 sendok teh garam per
hari )
9
aerobik selama 20-30 menit dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu
Pembatasan
merokok
Tata laksana ini tetap dianjurkan meski disertai obat anti hipertensi karena
dapat menentukan jumlah dan dosis obat untuk mencapai target secara optimal.
2.1. DISLIPIDEMIA
2.1.1 DEFINISI
Dislipidemia merupakan keadaan kadar lipid yang abnormal pada plasma,
kondisi dimana meningkatnya kolesterol total, kolesterol low-density lipoprotein
(LDL), trigliserida, kolesterol high-density lipoprotein (HDL). Ketidaknormalan
lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk (predisposition) terhadap
koroner, serebro vaskular, dan penyakit pembuluh perifer (Wells dkk, 2015).
2.1.2 PATOFISIOLOGI
Kolesterol, trigliserida, dan fosolipid dibawa dalam darah sebagai
kompleks lipid dan protein, dikenal sebagai lipoprotein. Peningkatan kolesterol
total dan LDL dan penurunan kolesterol HDL berhubungan dengan perkembangan
penyakit jantung koroner. Faktor risiko seperti adanya LDL teroksidasi, cedera
mekanik pada endotelium, dan homosistein yang berlebihan dapat menyebabkan
disfungsi endotel dan interaksi seluler yang akhirnya menjadi aterosklerosis. Lesi
aterosklerosis berkembang dari transport dan retensi LDL plasma melalui lapisan
sel endotel ke dalam matriks ekstraseluler daerah subendotel. Pada dinding arteri,
LDL dimodifikasi secara kimia melalui oksidasi dan glikasi nonenzimatik.
Perlahan- lahan LDL yang teroksidasi menarik monosit ke dalam dinding arteri.
Monosist- monosit berubah menjadi makrofag sehingga mempercepat oksidasi
10
LDL. LDL teroksidasi memicu respons inflamasi yang dimediasi oleh bebrapa zat
kimia penarik dan sitokin (misalnya faktor stimulasi-koloni monosit (MCSF),
molekul adhesi intraseluler, faktor pertumbuhan turunan-platelet (PDGF), faktor
pertumbuhan transformasi (TGF), interleuki-1, interleukin-6) (Wells dkk, 2015).
Klasifikasi hiperlipidemia yang dikenal adalah klasifikasi Frederickson atau
NHLBI yang membagi hiperlipidemia atas dasar fenotipe plasma Tabel 3
(Departemen FKUI, 2012)
11
b. Farmakologi
Tipe
Pilihan Obat Terapi Kombinasi
Lipoprotein
I - Tidak diindikasikan -
- Statin - Niacin atau resin asam
- Kolestiramin atau empedu
Iia Kolestipol - Statin atau niasin
- Nicain - Statin atau resin asam empedu
- Ezetimib
- Statin - Resin asam empedu atau
- Fibrat fiberat atau niacin
Iib - Niacin - Statin atau niacin atau resin
asam empedu
- Statin atau fibrat
- Ezetimib
- Fibrat - Statin atau niacin
III - Niacin - Statin atau fibrat
- Ezetimib
IV - Fibrat - Niacin
- Niacin - Fibrat
V - Fibrat - Niacin
- Niacin - Minyak ikan
12
1. Resin Asam Empedu
13
meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan menurunkan trigliserida 7-30%
(Sanchez dkk., 2009)
4. Fibrat
Fibrat merupakan obat hipolipidemik yang bekerja dengan cara berikatan
dengan reseptor peroxisome proliferator – activated receptots (PPARs), yang
mengatur transkripsi gen. Akibat interaksi obat ini dengan PPAR isotipe α
(PPARα), maka terjadilah peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan
penurunan ekspresi Apo C-III. Tingginya kadar LPL meningkatkan klirens
lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo C-III hati akan
menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat karena peningkatan ekspresi
Apo A-I dan Apo A-II (Departemen FKUI, 2012). Fibrat dapat menurunkan
trigliserida serum,dan meningkatan konsentrasi HDL plasma 10% hingga 15% atau
lebih (Wells dkk., 2015).
5. Ezetimibe
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan
kolesterol dari diet dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi
yang larut dalam lemak. Dosis ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10
mg/hari dan harus digunakan bersama statin, kecuali pada keadaan tidak toleran
terhadap statin, di mana dapat dipergunakan secara tunggal (Sanchez dkk., 2009).
Ketika digunakan sendiri, dapat menurunkan kolesterol LDL sekitar 18% . Ketika
dikombinasi dengan statin, ezetimibe dapat menurunkan LDL sekitar 12% hingga
20% (Wells dkk., 2015)
14
STUDI KASUS
Tn. YM usia 52 tahun masuk IGD rumah sakit X, dengan keluhan kepala pusing
dan penglihatan kabur (mata kanan-kiri) 2-3 hari ini, kencing berbusa sudah 1
minggu dan jumlahnya sedikit. Pasien mual-muntah, sesak nafas dan nyeri dada
pagi ini. Pasien mengaku tidak udema/bengkak pada kaki ataupun tangan. Pasien
memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol karena masalah biaya dan hanya
minum ramuan herbal. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit DM dan
hiperlipidemia, tetapi pasien mengaku pernah mengalami serangan jantung (nyeri
dada hebat) dan di rawat di puskesmas 3 tahun yang lalu. Tanda-tanda vital pasien
saat MRS : TD 210/150 mmHg, HR 105 x/menit, RR 18 x/menit, Data
laboratorium pasien saat MRS : Na 147 mEq/L, K 3,6 mEq/L, Cl 104 mEq/L, Ca
7,2 mEq/L, Glukosa acak 115 mg/dL, BUN 88 mg/dL, SCr 8,83 mg/dL, Hb 10,5
mg/dL, HCT 30, WBC 11,14, PLT 186, CK 3,755 unit/L, Troponin-I 0,55 ng/mL,
Kolesterol total 310 mg/dL, Trigliserida 257 mg/dL, LDL 100 mg/dL proteinuri
(++), hematuria (+), bakteriuri (-), Saturasi O2 92%, volume urin 350 mL.
Diagnosis pasien: Krisis Hipertensi (emergensi) + GGA+ dislipidemia Terapi
Hipertensi saat MRS (ICU): H 1 (14.00) : Labetalol 10 mg (iv) 14.30 TD
190/145 mmHg 14.50 TD 205/145 mmHg Ranitidin (iv) 2x50 mg Furosemid
(iv) 1x40 mg Ceftriaxon (iv) 1x1 gram Timolol tetes mata 0,5% 2x1 tetes mata
kanan-kiri H 1 (16.00) : Nitroprusid drip 0,25 mcg/kg/menit 16.10 TD 202/150
mmHg H 1 (16.30) : Nitroprusid drip 0,5 mcg/kg/menit 16.45 TD 206/145
mmHg H 1(16.50) : Nitroprusid drip 0,75 mcg/kg/menit 17.10 TD 197/150
mmHg 17.35 TD 200/149 mmHg 17.57 TD 198/150 mmHg H1 (18.30) :
Simvastatin 1x10 mg (po) Nitroprusid drip 1,5 mcg/kg/menit 18.15 TD
189/145 mmHg 18.35 TD 185/142 mmHg pasien muntah kemudian kejang
Diazepam 5mg (iv)
15
Pharmaceutical Care Plan
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. YM
Umur : 52 Tahun
Tanggal MRS :-
Tanggal KRS :-
Diagnosa : Krisis hipertensi (emergensi) + GGA + dislipidemia
II. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Pasien :
- Kepala pusing
- Penglihatan kabur (mata kanan-kiri) 2-3 hari
- Kencing berbusa sudah 1 minggu
- Mual muntah
- Sesak nafas dan nyeri dada
16
III. OBJEKTIF
A. Tanda-tanda vital
Hari ke-1
Nilai
Parameter Pukul
Normal
14.00 14.30 14.50 16.10 16.45 17.10 17.35 17.57 18.15 18.35
36.5-37.2
Suhu (C) - - - - - - - - - -
Tekanan
darah <120/<80 210/150 190/145 205/145 202/150 206/145 197/150 200/149 198/150 189/145 185/142
(mmHg)
Nadi
60-100 105 - - - - - - - - -
(x/menit)
RR
12-20 18 - - - - - - - - -
(x/menit)
B. Tanda-tanda klinik
Hari ke-
Gejala fisik
1
Proteinuri ++
Hematuria +
Bakteriuri -
17
C. Data Laboratorium
18
IV. TERAPI PASIEN
Hari ke-1
Nama Obat Dosis & rute Pukul
14.00 16.00 16.30 16.50 18.30
Labetalol 10 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Furosemid 1 x 40 mg (iv)
Ceftriaxon 1 x 1 gram (iv)
0,5 % (tetes mata
Timolol
kanan-kiri)
Simvastatin 1 x 10 mg (po)
19
V. ANALISIS SOAP
5.1 Problem medis : Hipertensi
Hipertensi
20
sebesar 20 mg/dosis dengan lebih dari 25% dalam waktu 1
masing-masing dosis jam pertama, setelah 6 jam
berikutnya hingga 1000 target 160/100 mmHg.
mg/hari; Interval dosis 6-12 - Monitoring TD dengan target
jam (DIH, 2009). normal 120/80 mmHg dalam
waktu 24 jam.
Timolol merupakan obat
golongan β-bloker nonselektif
yang digunakan untuk
pengobatan tekanan
intraokular yang meningkat
seperti hipertensi okular atau
glaukoma dengan cara
menekan jumlah cairan dan
mengurangi tekanan didalam
mata ( ocular hypertension).
Dosis awal tetes mata timolol
0,25% 1 tetes 2 kali sehari,
jika tidak ada respon dapat
ditingkatkan 0,5% 1 tetes 2
kali sehari (DIH,2009).
21
Dosis biasa
3 mcg/kg/menit
TD Nitroprusside Dosis maksimum
197/150 0,75 10 mcg/kg/menit
mmHg mcg/kg/menit Efek samping: hipotensi
TD berlebihan, mual muntah,
200/149 kejang otot, hipoksia, sakit
mmHg kepala, gelisah (DIH, 2009)
TD
198/150
mmHg
TD Nitroprusside
185/142 1,5
mmHg mcg/kg/menit
TD
185/142
mmHg
22
5.2 Problem medis : Gagal Ginjal Akut
Gagal Ginjal Akut
23
5.3 Problem medis : Dislipidemia
Dislipidemia
24
pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular
aterosklerotik atau
diabetes mellitus.
Dosis awal untuk
dewasa
20–40 mg sekali sehari.
- Dosis dapat disesuaikan
hingga 80 mg pada
interval minimal 4
minggu, diminum pada
malam hari. 80 mg dosis
hanya untuk pasien
dengan
hiperkolesterolemia
berat dan risiko tinggi
komplikasi
kardiovaskular
- (BNF 58, 145; BNF 70,
181)
Mual Muntah
25
untuk terapi jangka pendek
dan pemeliharaan ulkus
duodenum, tukak Monitoring :
lambung, gastroesophageal mual muntah
reflux, tukak jinak aktif,
esophagitis erosif, dan
kondisi hipersekresi
patologis untuk
menurunkani produksi
asam berlebih didalam
lambung. (DIH,2009)
Kejang
26
5.6 Problem medis : Tanpa Indikasi
Tanpa Indikasi
27
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini didiagnosis mengalami hipertensis krisis dalam kategori
hipertensi emergensi. Menurut (Dipiro et al, 2008), hipertensi emergensi yaitu kasus
hipertensi yang menyatakan bahwa tekanan darah pasien melebihi 180/120 mmHg dan
disertai dengan kerusakan organ. Kerusakan organ pada kasus ini meliputi gagal ginjal akut
dan dimungkinkan terindikasi infark miokard. Pasien didiagnosis dokter mengalami krisi
hipertensi emergensi gagal ginjal akut dan dislipidemia. Dimungkinkan terindikasi infark
miokard didasarkan pada keluhan pasien yang meliputi sesak nafas dan nyeri dada serta data
laboratorium menunjukkan saturasi O2 92%. Saturasi O2 dapat ditingkatkan dengan
memberikan terapi oksigen. Terapi farmakologi hipertensi krisis emergensi yaitu labetalol
dan nitroprussid. Terapi ini tidak efektif karena labetalol menunjukkan outcome yang kurang
maksimal, sedangkan nitroprussid menyebabkan efek samping muntah dan kejang.
Penggunaan nitroprussid pada pasien gagal ginjal tidak direkomendasikan. Nitroprussid
dimetabolisme menjadi sianat dan kemudian kemudian tiosianat yang akan mengalami
eliminasi di ginjal, sehingga penderita dengan gagal ginjal memiliki resiko besar mengalami
akumulasi dan toksisitas tiosianat (Dipiro et al, 2008; Dipiro et al, 2015).
Terapi yang direkomendasikan untuk krisis hipertensi emergensi dengan adanya gagal
ginjal akut dan adanya kemungkinan infark miokard yaitu nicardipin 5-15 mg/jam (DIH,
2009). Nicardipin lebih direkomendasikan karena bersifat vasoselektif dimana selektifitasnya
lebih banyak bekerja pada sel-sel otot polos pembuluh darah dibandingkan otot miokard,
tidak mendepresi kerja otot miokard, onset cepat, efek minimal terhadap frekuensi denyut
jantung, dan dapat meningkatkan aliran darah menuju otak, jantung, ginjal (Nurkhalis, 2015).
Berdasarkan diagnosis dokter Tn. YM mengalami dislipidemia. Hal ini didukung dari
data laboratorium kolesterol total 310 mg/dL dan TG 257 mg/dL yang melebihi rentang
normal. Terapi farmakologi yang digunakan adalah simvastatin 10 mg. Simvastatin
merupakan golongan statin yang bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase
untuk menurunkan kolesterol total, LDL, Trigliserida, dan untuk meningkatkan HDL (DIH,
2009).
Faktor resiko terjadinya GGA diakibatkan karena adanya dislipidemia dan hipertensi
krisis yang diderita oleh pasien. Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
dinding glomerulus dan semakin lama nefron yang bekerja aktif akan berkurang, akibatnya
28
ginjal akan bekerja dengan lebih keras. Dalam kasus ini diberikan terapi furosemid yang
berguna untuk menurunkan tekanan darah juga digunakan untuk terapi GGA. Furosemid
bekerja dengan menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubulus serta meningkatkan ekskresi
urin yang baik digunakan untuk pasien disfungsi ginjal. Selain itu terapi furosemid
mempunyai efek samping reaksi hematologi. Menurut data laboratorium nilai Hb pasien pada
kasus menunjukkan sebesar 10,5 mg/dL sedangkan menurut (Kemenkes RI, 2011) dalam
pedoman interpretasi data klinik nilai normal Hb pasien laki – laki yaitu sebesar 13 – 18
mg/dL, sehingga pasien membutuhkan tambahan terapi berupa neurobion (iv) sampai Hb
normal.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan,
W.A., et al., 2013, Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical
Use of Drugs, 10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United
States of America, p 342
Anwar, Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
30