Anda di halaman 1dari 30

PEMBAHASAN KASUS FARMAKOTERAPI TERAPAN

HIPERTENSI DAN DISLIPIDEMIA

KELOMPOK 1:
Mu’akibatul Hasanah 19221101001
Zulvia Faridatul M 192211101002
Hetty Sulastri 192211101003
Citra Rahma W 192211101004
Nina Indah Lestari 192211101005
Husniya Faradisa 192211101006
Mei Dwi Cahyani 192211101007
Faridatul Hasanah 192211101008

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

JEMBER

2019
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 HIPERTENSI
1.1.1 DEFINISI
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat atau tenang (WHO, 2013). Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan
otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Riskesdas, 2013).
1.1.2 PATOFISIOLOGI
Terjadinya hipertensi tidak lepas dari tingginya tekanan darah. Berbagai
faktor saraf dan hormon diketahui dapat mempengaruhi dan mengatur
tekanan darah, seperti adrenergic nervous system (reseptor α- dan β-
adrenergik, renin-angiotensin aldosterone system (RAAS) (mengatur aliran
darah sistemik dan renal blood flow), fungsi ginjal dan aliran darah ginjal
(mempengaruhi cairan dan keseimbangan elektrolit), beberapa faktor
hormonal (adrenal cortical hormon, vasopresin, hormon tiroid, insulin), dan
endotelium vaskular (mengatur pelepasan nitrat oxide (NO), bradikinin,
prostasiklin, endotelin) (Alldredge et al., 2013, Dipiro et al., 2008).
Hipertensi dapat disebabkan oleh penyebab spesifik (hipertensi sekunder)
atau dari penyebab yang tidak diketahui (hipertensi primer atau esensial).
Hipertensi sekunder (<10% kasus) biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal
kronis (CKD) atau penyakit renovaskular. Kondisi lain yang menjadi
penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah sindrom Cushing, koarktasio
aorta, obstruktif apnea tidur dan hipertiroidisme. Selain itu, terdapat beberapa
obat yang meningkatkan tekanan darah seperti kortikosteroid, estrogen, obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), amfetamin, sibutramine, siklosporin,
tacrolimus, erythropoietin dan venlafaxine (Dipiro et al., 2015).

2
Menurut Dipiro et al., 2015 Hipertensi primer dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor yang berkontribusi dalam pengembangan hipertensi jenis ini.
Antara lain yaitu:

a. Kelainan humoral yang melibatkan renin-angiotensin-aldosterone


system (RAAS), hormon natriuretic atau resistensi insulin dan
hiperinsulinemia;
b. Gangguan pada SSP, serabut saraf otonom, reseptor adrenergik atau
baroreseptor;
c. Kelainan pada proses autoregulasi ginjal atau jaringan untuk ekskresi
natrium, volume plasma dan penyempitan arteriol;
d. Kekurangan dalam sintesis zat vasodilatasi dalam endotelium vaskular
(prostasiklin, bradikinin, dan nitrat oksida) atau zat vasokonstrik yang
berlebih (angiotensin II, endothelin I).
e. Asupan natrium tinggi atau kekurangan kalsium dalam makanan.

1.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi Hipertensi oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4
kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm
Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak
dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien
yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa
yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada
kategori ini harus diberi terapi obat (Pharmaceutical care untuk penyakit
hipertensi, 2006)

3
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut The Sevent Joint
National Committee on Prevention Detection Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC7)

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik


(mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi derajat II > 160 > 100

Prehipertensi belum termasuk dalam kategori penyakit hipertensi,


namun orang dengan tekanan darah dalam kategori prehipertensi memiliki
resiko mengalami hipertensi. Hipertensi krisis merupakan situasi klinis
dimana tekanan darah naik hingga 180/120 mmHg. Hipertensi krisis dapat
dikategorikan dalam dua kategori yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi
urgens. Hipertensi emergensi merupakan hipertensi krisis yang disertai
dengan kerusakan organ akut maupun progresif. Hipertensi urgensi adalah
hipertensi krisis tanpa kerusakan organ akut maupun progresif) (Dipiro,
2015).

1.1.4 TATALAKSANA TERAPI HIPERTENSI


A. Terapi Farmakologi
Adapun tujuan penatalaksaan terapi hipertensi secara keseluruhan yaitu
untuk mengurangi morbiditas dan kematian. Target nilai tekanan darah yang
harus tercapai yaitu kurang dari 140/90 mmHg untuk hipertensi tidak
komplikasi dan kurang dari 130/80 mmHg untuk penderita diabetes dan ginjal
kronik. Tekanan darah sistolik merupakan indikasi yang baik untuk resiko
kardiovaskular daripada tekanan darah diastolik dan seharusnya dijadikan
tanda klinik primer dalam mengontrol hipertensi ( Sukandar, 2013).

4
Jenis-jenis obat anti hipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 8 antara lain sebagai berikut:

1. Diuretik
Menurunkan tekanan darah dengan cara membantu fungsi ginjal
untuk menyaring dan membuang garam dan air yang akan mengurangi
volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Contoh
Obat antara lain Furosemid, HCT, Clortalidon, Indapamid, Triamteren,
Amilorid, Spironolakton, dan Torsemid.
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah HCT (12,5-50
mg), Clortalidon dan Indapamid (12,5-25 mg), Triamteren (100 mg),
Spironoloakton (25 mg-50 mg), Amilorid (5-10 mg), Furosemid (20-80 mg
2xsehari), Torsemid (10-40 mg).
2. Calcium Channel Blocker
Menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium, sehingga mengurangi masuknya kalsium ke dalam sel.
Relaksasi otot mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, sehingga tekanan darah
akan menurun. Contoh obat antara lain, Dihidroperidin (Nifedipin,
Amlodipin) dan Non-dihidroperidin (Diltiazem dan Verampamil) (DiPiroet
al, 2015).
Dosis yang digunakan Amlodipin (5-10 mg), Nifedipin (30-90 mg),
Diltiazem (180-360), Verampamil (80-120 mg 3x sehari atau 240-480 mg).
3. INHIBITOR SISTEM RENIN ANGIOTENSIN
a. ACE Inhibitor
Menghambat enzim yang menghidrolisis angiotensin I menjadi
angiotensin II dan menurukan tekanan darah melalui penurunan resistensi
vaskular perifer. Contoh obat antara lain Captopril, Lisinopil, Ramipril,
Quinapril, Trandolapril (Katzung BG, 2014).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 Quinapril 10-40 mg,
Ramipril 5-10 mg, Trandolapril 28 mg
b. Angiotensin Resepor Bloker

5
Menghambat secara langsung reseptor angiotensin yang lebih
selektif yaitu AT1. Contoh obat antara lain Candesartan, Valsartan,
Losartan, Olmesartan, Telmisartan (Katzung BG, 2014).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Candesartan (8-
32 mg), Valsartan (80-320 mg), Losartan (50-100 mg), Olmesartan (20-
40 mg), Telmisartan (20-80 mg).
4. Vasodilator Arteri Langsung
Menyebabkan relaksasi otot arteriolar, namun tidak menyebabkan
relaksasi pada pembuluh darah vena. Contoh obat antara lain Hidralazin
dan Minoxidil (DiPiro et al, 2015).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Hidralazin (25-100 mg
2x sehari), Minoxidil 5-10 mg).
5. Adrenergik Inhibitor
a. Alfa Blocker
Menghambat hormone katekolamin berikatan dengan reseptor α1
sehimgga dapat memberikan efek vasodilatasi. Contoh obat antara lain
Prasozin, Terasozin dan Doxasozin (DiPiro et al, 2015).
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Terazosin (1-5 mg),
Doxazosin (1-4 mg).
b. Agonis α2 Reseptor
Menstimulasi reseptor α2 adrenergik di otak yang mengurangi
aliran simpatetik dan meningkatkan tonus vagal. Contoh obat antara
lain Clonidin dan Metildopa (DiPiro et al, 2015).
Dosis yang digunakan berdasarkan Clonidin (0,1-0,2 mg 2x sehari) dan
Metildopa (250-500 mg 2x sehari).
6. Beta Blocker
Mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah
jantung, hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomelurel ginjal
(Nefrialdi, 2007).

6
Dosis yang digunakan berdasarkan JNC 8 adalah Propanolol 40-
120 mg mg 2x sehari, bisoprolol 5-10 mg, labetalol 100-300 mg 2x sehari.

Gambar Algoritma Tata Laksana Hipertensi Menurut JNC 8

7
Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam penanganan
hipertensi di Indonesia adalah Guideline Joint National Committee JNC 8 yang
dipublikasikan pada tahun 2014. Rekomendasi dalam guideline JNC 8 ini
didasarkan atas bukti-bukti studi acak terkontrol. Berdasarkan kumpulan studi-
studi yang sudah dipublikasikan mulai dari Januari 1966 sampai dengan Agustus
2013 sehingga JNC 8 dapat dijadikan Evidence base Guidline penanganan
hipertensi yang baru karena target yang lebih achievable daripada Guildline
sebelumnya (Muhadi, 2016).

Penanganan krisis hipertensi tujuannnya adalah mencegah progresifitas


kerusakan organ target. Obat-obatan yang ideal digunakan pada kondisi pasien
dengan hipertensi emergensi bersifat : memberikan efek penurunan tekanan darah
yang cepat, reversible dan mudah dititrasi tanpa menimbulkan efek samping.
Target penurunan tekanan darah sistolik dalam satu jam pertama sebesar 10-15%
dari takaran darah sistolik awal dan tidak melebihi 25%. Jika kondisi pasien cukup
stabil maka target tekanan darah dalam 2 sampai 6 jam selanjutnya sekitar
160/100 mmHg. Selanjutnya hingga 24 jam kedepan tekanan dapat diturunkan
hingga tekanan sistoliknya 140 mmHg (JNC 7, 2003)

Adapun obat-obatan parenteral berdasarkan buku Pharmacotherapy


Handbook edisi 7 yang digunakan untuk hipertensi emergensi sebagai berikut :

8
B. TATALAKSANA TERAPI NON-FARMAKOLOGI
Penderita Prehipertensi dan hipertensi dianjurkan untuk memodifikasi gaya hidup,
sebagimana ditetera di Table 2 (JNC 7, 2003).

Table 2. Modifikasi Gaya Hidup dalam Tata Laksana Hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Rerata Penurunan


TDS

Penurunan berat Jaga berat badan ideal (IMT = 18,5 5-20 mmHg/ 10 kg
badan – 22,9 kg/m2)

Dietary Approach Diet tinggi serat dan rendah lemak 8-14 mmHg
to Stop
Hypertension
(DASH)

Pembatasan intake Kurangi hingga < 100 mmol per hari 2-8 mmHg
natrium ( 2,0 g natrium atau 6,5 g natrium
klorida atau 1 sendok teh garam per
hari )

Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobik yang teratur 4-9 mmHg

9
aerobik selama 20-30 menit dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu

Pembatasan Konsumsi alkohol maksimal 30 ml 2-4 mmHg


konsumsi alkohol bagi laki laki dan maksimal 20 ml
bagi perempuan atau orang yang
lebih kurus.

Pembatasan
merokok

Tata laksana ini tetap dianjurkan meski disertai obat anti hipertensi karena
dapat menentukan jumlah dan dosis obat untuk mencapai target secara optimal.

2.1. DISLIPIDEMIA
2.1.1 DEFINISI
Dislipidemia merupakan keadaan kadar lipid yang abnormal pada plasma,
kondisi dimana meningkatnya kolesterol total, kolesterol low-density lipoprotein
(LDL), trigliserida, kolesterol high-density lipoprotein (HDL). Ketidaknormalan
lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk (predisposition) terhadap
koroner, serebro vaskular, dan penyakit pembuluh perifer (Wells dkk, 2015).
2.1.2 PATOFISIOLOGI
Kolesterol, trigliserida, dan fosolipid dibawa dalam darah sebagai
kompleks lipid dan protein, dikenal sebagai lipoprotein. Peningkatan kolesterol
total dan LDL dan penurunan kolesterol HDL berhubungan dengan perkembangan
penyakit jantung koroner. Faktor risiko seperti adanya LDL teroksidasi, cedera
mekanik pada endotelium, dan homosistein yang berlebihan dapat menyebabkan
disfungsi endotel dan interaksi seluler yang akhirnya menjadi aterosklerosis. Lesi
aterosklerosis berkembang dari transport dan retensi LDL plasma melalui lapisan
sel endotel ke dalam matriks ekstraseluler daerah subendotel. Pada dinding arteri,
LDL dimodifikasi secara kimia melalui oksidasi dan glikasi nonenzimatik.
Perlahan- lahan LDL yang teroksidasi menarik monosit ke dalam dinding arteri.
Monosist- monosit berubah menjadi makrofag sehingga mempercepat oksidasi

10
LDL. LDL teroksidasi memicu respons inflamasi yang dimediasi oleh bebrapa zat
kimia penarik dan sitokin (misalnya faktor stimulasi-koloni monosit (MCSF),
molekul adhesi intraseluler, faktor pertumbuhan turunan-platelet (PDGF), faktor
pertumbuhan transformasi (TGF), interleuki-1, interleukin-6) (Wells dkk, 2015).
Klasifikasi hiperlipidemia yang dikenal adalah klasifikasi Frederickson atau
NHLBI yang membagi hiperlipidemia atas dasar fenotipe plasma Tabel 3
(Departemen FKUI, 2012)

Tabel 3. Pola lipoprotein


Peningkatan utama dalam plasma
Pola Lipoprotein
Lipoprotein Lipid
Tipe I Kilomikron Trigliserida
Tipe IIa LDL Kolesterol
Tipe IIb LDL dan VLDL Kolesterol dan trigliserida
Tipe III IDL Kolesterol dan trigliserida
Tipe IV VLDL Trigliserida
Tipe V VLDL dan kilomikron Kolesterol dan trigliserida

2.1.3 TATA LAKSANA TERAPI


a. Non farmakologi
Gaya hidup yang sehat, termasuk terapi diet yang bertujuan untuk
mengurangi asupan lemak toatal, lemak jenuh, dan kolesterol, penurunan
berat badan, dan meningkatkan aktivitas fisik (olahraga), berhenti merokok
dan mengendalikan hipertensi (Wells dkk., 2015).

11
b. Farmakologi
Tipe
Pilihan Obat Terapi Kombinasi
Lipoprotein
I - Tidak diindikasikan -
- Statin - Niacin atau resin asam
- Kolestiramin atau empedu
Iia Kolestipol - Statin atau niasin
- Nicain - Statin atau resin asam empedu
- Ezetimib
- Statin - Resin asam empedu atau
- Fibrat fiberat atau niacin
Iib - Niacin - Statin atau niacin atau resin
asam empedu
- Statin atau fibrat
- Ezetimib
- Fibrat - Statin atau niacin
III - Niacin - Statin atau fibrat
- Ezetimib
IV - Fibrat - Niacin
- Niacin - Fibrat
V - Fibrat - Niacin
- Niacin - Minyak ikan

12
1. Resin Asam Empedu

Resin Asam Empedu (cholestyramine, colestipol, colesevelam) menurunkan


kadar kolesterol dengan cara mengikat asam empedu dalam saluran cerna,
mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang bersifta
asam dalam tinja meningkat. Penurunan kadar asam empedu ini oleh
pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam empedu
yang berasal dari kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik dihambat oleh
resin maka koleterol yang diabsorpsi lewat saluran cerna akan terhambat dan
keluar bersama tinja. Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan kolesterol
dalam hati (Departemen FKUI, 2012). Resin asam empedu digunakan untuk
pengobatan hiperkolesterolemia primer (hiperkolesterolemia familial, familial
dikombinasikan dengan hiperlipidemia, tipe Iia hiperlipoproteinemia) (Wells
dkk., 2015)
2. Niacin
Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan
lemak perifer ke hepar sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar
berkurang. Asam nikotinat juga mencegah konversi kolesterol VLDL menjadi
kolesterol LDL, mengubah kolesterol LDL dari partikel (small, dense) menjadi
partikel besar, dan menurunkan konsentrasi Lp(a). Asam nikotinat meningkatkan
kolesterol HDL melalui stimulasi produksi apo A-I di hepar (Sanchez dkk., 2009).
Asam nikotinat merupakan hipolipidemik yang paling efektif dalam
meningkatkan HDL (30-40%), menurunkan trigliserida sebaik fibrat (35-45%)
dan menurunkan LDL (20-30%). Kadar Lp (a) menurun hingga 40%)
(Departemen FKUI, 2012).
3. HMG-CoA Reductase Inhibitors
Statin (atorvastatin, fluvastatin, lovastatin, pitavastatin, pravastatin,
rosuvastatin, dan simvastatin) menghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl koenzim
A (HMG-CoA) reduktase, mengganggu konversi HMG-CoA menjadi asam
mevalonate (Wells dkk., 2015). Statin merupakan obat hipolipidemik yang paling
efektif dan aman untuk menurunkan kolesterol (Departemen FKUI, 2012. Dapat
menurunkan kolesterol LDL, selain itu juga dapat meningkatkan kolesterol HDL
dan menurunkan trigliserida. Statin dapat menurunkan kolesterol LDL 18-55%,

13
meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan menurunkan trigliserida 7-30%
(Sanchez dkk., 2009)
4. Fibrat
Fibrat merupakan obat hipolipidemik yang bekerja dengan cara berikatan
dengan reseptor peroxisome proliferator – activated receptots (PPARs), yang
mengatur transkripsi gen. Akibat interaksi obat ini dengan PPAR isotipe α
(PPARα), maka terjadilah peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan
penurunan ekspresi Apo C-III. Tingginya kadar LPL meningkatkan klirens
lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo C-III hati akan
menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat karena peningkatan ekspresi
Apo A-I dan Apo A-II (Departemen FKUI, 2012). Fibrat dapat menurunkan
trigliserida serum,dan meningkatan konsentrasi HDL plasma 10% hingga 15% atau
lebih (Wells dkk., 2015).
5. Ezetimibe
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan
kolesterol dari diet dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi
yang larut dalam lemak. Dosis ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10
mg/hari dan harus digunakan bersama statin, kecuali pada keadaan tidak toleran
terhadap statin, di mana dapat dipergunakan secara tunggal (Sanchez dkk., 2009).
Ketika digunakan sendiri, dapat menurunkan kolesterol LDL sekitar 18% . Ketika
dikombinasi dengan statin, ezetimibe dapat menurunkan LDL sekitar 12% hingga
20% (Wells dkk., 2015)

14
STUDI KASUS

Tn. YM usia 52 tahun masuk IGD rumah sakit X, dengan keluhan kepala pusing
dan penglihatan kabur (mata kanan-kiri) 2-3 hari ini, kencing berbusa sudah 1
minggu dan jumlahnya sedikit. Pasien mual-muntah, sesak nafas dan nyeri dada
pagi ini. Pasien mengaku tidak udema/bengkak pada kaki ataupun tangan. Pasien
memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol karena masalah biaya dan hanya
minum ramuan herbal. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit DM dan
hiperlipidemia, tetapi pasien mengaku pernah mengalami serangan jantung (nyeri
dada hebat) dan di rawat di puskesmas 3 tahun yang lalu. Tanda-tanda vital pasien
saat MRS : TD 210/150 mmHg, HR 105 x/menit, RR 18 x/menit, Data
laboratorium pasien saat MRS : Na 147 mEq/L, K 3,6 mEq/L, Cl 104 mEq/L, Ca
7,2 mEq/L, Glukosa acak 115 mg/dL, BUN 88 mg/dL, SCr 8,83 mg/dL, Hb 10,5
mg/dL, HCT 30, WBC 11,14, PLT 186, CK 3,755 unit/L, Troponin-I 0,55 ng/mL,
Kolesterol total 310 mg/dL, Trigliserida 257 mg/dL, LDL 100 mg/dL proteinuri
(++), hematuria (+), bakteriuri (-), Saturasi O2 92%, volume urin 350 mL.
Diagnosis pasien: Krisis Hipertensi (emergensi) + GGA+ dislipidemia Terapi
Hipertensi saat MRS (ICU): H 1 (14.00) : Labetalol 10 mg (iv)  14.30 TD
190/145 mmHg  14.50 TD 205/145 mmHg Ranitidin (iv) 2x50 mg Furosemid
(iv) 1x40 mg Ceftriaxon (iv) 1x1 gram Timolol tetes mata 0,5% 2x1 tetes mata
kanan-kiri H 1 (16.00) : Nitroprusid drip 0,25 mcg/kg/menit  16.10 TD 202/150
mmHg H 1 (16.30) : Nitroprusid drip 0,5 mcg/kg/menit  16.45 TD 206/145
mmHg H 1(16.50) : Nitroprusid drip 0,75 mcg/kg/menit  17.10 TD 197/150
mmHg  17.35 TD 200/149 mmHg  17.57 TD 198/150 mmHg H1 (18.30) :
Simvastatin 1x10 mg (po) Nitroprusid drip 1,5 mcg/kg/menit  18.15 TD
189/145 mmHg  18.35 TD 185/142 mmHg  pasien muntah kemudian kejang
 Diazepam 5mg (iv)

15
Pharmaceutical Care Plan

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. YM
Umur : 52 Tahun
Tanggal MRS :-
Tanggal KRS :-
Diagnosa : Krisis hipertensi (emergensi) + GGA + dislipidemia

II. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Pasien :
- Kepala pusing
- Penglihatan kabur (mata kanan-kiri) 2-3 hari
- Kencing berbusa sudah 1 minggu
- Mual muntah
- Sesak nafas dan nyeri dada

2.2. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Hipertensi tidak terkontrol
- Serangan jantung

2.3. Riwayat Pengobatan :


- Ramuan herbal

2.4. Riwayat Keluarga/Sosial : -

2.5. Alergi Obat : -

16
III. OBJEKTIF
A. Tanda-tanda vital
Hari ke-1
Nilai
Parameter Pukul
Normal
14.00 14.30 14.50 16.10 16.45 17.10 17.35 17.57 18.15 18.35
36.5-37.2
Suhu (C) - - - - - - - - - -

Tekanan
darah <120/<80 210/150 190/145 205/145 202/150 206/145 197/150 200/149 198/150 189/145 185/142
(mmHg)
Nadi
60-100 105 - - - - - - - - -
(x/menit)
RR
12-20 18 - - - - - - - - -
(x/menit)

B. Tanda-tanda klinik

Hari ke-
Gejala fisik
1
Proteinuri ++
Hematuria +
Bakteriuri -

17
C. Data Laboratorium

Nilai Hari ke-


Parameter
Normal 1
Na (mEq/L) 135 -145 147
K (mEq/L) 3,5-5 3,6
Cl (mEq/L) 95-105 104
Ca (mEq/L) 8,8 – 104 7,2
Glukosa acak (mg/dL) < 200 115
BUN (mg/dL) 8-18 88
SCr (mg/dL) 0,6-1,8 8,83
Hb (mg/dL) 13-18 10,5
HCT (%) 40-50 30
WBC 3200-10.000 11,14
PLT 170-380 186
CK (unit/L) 20-200 3,755
Troponin-I (ng/mL) <50 0,55
Kolesterol total (mg/dL) <200 310
Trigliserida (mg/dL) 40-160 257
LDL (mg/dL) <130 100
Saturasi O2 (%) 95-100 92
Volume urin (mL) 1500-1600 350

18
IV. TERAPI PASIEN
Hari ke-1
Nama Obat Dosis & rute Pukul
14.00 16.00 16.30 16.50 18.30
Labetalol 10 mg (iv) 
Ranitidin 2 x 50 mg (iv) 
Furosemid 1 x 40 mg (iv) 
Ceftriaxon 1 x 1 gram (iv) 
0,5 % (tetes mata
Timolol 
kanan-kiri)

Nitroprusid drip 0,25 mcg/kg/menit 

Nitroprusid drip 0,5 mcg/kg/menit 

Nitroprusid drip 0,75 mcg/kg/menit 

Simvastatin 1 x 10 mg (po) 

Nitroprusid drip 1,5 mcg/kg/menit 

19
V. ANALISIS SOAP
5.1 Problem medis : Hipertensi
Hipertensi

Subjektif Objektif Terapi Analisa DRP Plan and Monitoring

- Kepala TD Labetalol 10 Labetalol merupakan obat DRP 3 (Ineffective Plan :


pusing 210/150 mg (iv) golongan α-bloker dan β- drug) - Penghentian nitroprusid,
- Pengliha mmHg bloker yang digunakan karena memiliki efek
Furosemid 40 sebagai obat hipertensi ringan
tan samping kejang.
mg (iv)
kabur 2- hingga berat. Dosis awal yang - Penghentian labetalol karena
3 hari digunakan yaitu 2 mg/menit penggunaan labetalol selama
dititrasi menggunakan pompa terapi, TD pasien tetap tidak
infus hingga dosis total 300 stabil
mg (DIH, 2009). - Menambahkan nicardipin
Dosis awal: 5 mg/jam
Furosemid merupakan obat - meningkat 2,5 mg/jam setiap
golongan loop diuretik yang 15 menit hingga maksimum
digunakan untuk mengurangi 15 mg/jam. pertimbangkan
edema yang disebabkan pengurangan menjadi 3 mg /
karena gagal jantung jam setelah respons tercapai.
kongestif dan penyakit hati Pantau dan titrasi ke dosis
atau ginjal. Furosemid pada terendah yang diperlukan
kasus digunakan untuk untuk menjaga tekanan darah
pengobatan hipertensi. stabil.(DIH, 2009)
Dosis iv furosemid yaitu 20- - Monitoring:
40 mg/dosis, dapat diulang - Monitoring TD dengan target
dalam 1-2 jam sesuai mengalami penurunan tidak
kebutuhan dan ditingkatkan

20
sebesar 20 mg/dosis dengan lebih dari 25% dalam waktu 1
masing-masing dosis jam pertama, setelah 6 jam
berikutnya hingga 1000 target 160/100 mmHg.
mg/hari; Interval dosis 6-12 - Monitoring TD dengan target
jam (DIH, 2009). normal 120/80 mmHg dalam
waktu 24 jam.
Timolol merupakan obat
golongan β-bloker nonselektif
yang digunakan untuk
pengobatan tekanan
intraokular yang meningkat
seperti hipertensi okular atau
glaukoma dengan cara
menekan jumlah cairan dan
mengurangi tekanan didalam
mata ( ocular hypertension).
Dosis awal tetes mata timolol
0,25% 1 tetes 2 kali sehari,
jika tidak ada respon dapat
ditingkatkan 0,5% 1 tetes 2
kali sehari (DIH,2009).

Nitroprusside Nitroprusside merupakan -


TD
0,25 obat yang digunakan untuk
202/150
mcg/kg/menit krisis hipertensi, gagal
mmHg
jantung kongestif, dan
hipotensi terkontrol untuk
TD Nitroprusside mengurangi perdarahan
206/145 0,5 selama operasi. Dosis awal
mmHg mcg/kg/menit 0,3-0,5 mcg/kg/menit

21
Dosis biasa
3 mcg/kg/menit
TD Nitroprusside Dosis maksimum
197/150 0,75 10 mcg/kg/menit
mmHg mcg/kg/menit Efek samping: hipotensi
TD berlebihan, mual muntah,
200/149 kejang otot, hipoksia, sakit
mmHg kepala, gelisah (DIH, 2009)
TD
198/150
mmHg

TD Nitroprusside
185/142 1,5
mmHg mcg/kg/menit
TD
185/142
mmHg

Jam 16.00, 16.30, 16.50

22
5.2 Problem medis : Gagal Ginjal Akut
Gagal Ginjal Akut

Subjektif Objektif Terapi Analisa DRP Plan and Monitoring

- Kenci - BUN 88 Furosemid Furosemid merupakan - Plan :


ng mg/dl 1 x 40 mg obat golongan loop Dilanjutkan
berbus - SCr 8,83 (iv) diuretik yang digunakan
a mg/dl untuk mengurangi edema Monitoring:
- Volume yang disebabkan karena Monitoring BUN, Cr,
urin 350 gagal jantung kongestif proteinuria, ion kalium dan
mL dan penyakit hati atau hematuria
- CK ginjal. Furosemid pada
3,799 kasus digunakan untuk
(unit/L) pengobatan hipertensi.
Dosis iv furosemid yaitu
20-40 mg/dosis, dapat
diulang dalam 1-2 jam
sesuai kebutuhan dan
ditingkatkan sebesar 20
mg/dosis dengan masing-
masing dosis berikutnya
hingga 1000 mg/hari;
Interval dosis 6-12 jam
(DIH, 2009).

23
5.3 Problem medis : Dislipidemia

Dislipidemia

Subyektif Obyektif Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring

- kolesterol Simvastatin - Simvastatin merupakan - Plan :


310 mg/dL golongan statin yang Terapi dilanjutkan
1x10 mg bekerja dengan cara
- - TG 257 menghambat HMG-CoA
mg/dL reduktase untuk
menurunkan kolesterol Monitoring :
- LDL 100 total, LDL, Trigliserida, Nilai kolesterol, TG, LDL dan
mg/dL dan untuk meningkatkan HDL
HDL (DIH, edisi 7)
- Simvastatin untuk
hiperlipidemia primer,
hiperlipidemia
kombinasi.
Dosis awal untuk
dewasa
20–40 mg sekali sehari.
- Simvastatin untuk
Hiperkolesterolemia
familial homozigot pada
pasien yang belum
menanggapi diet.
Dosis awal untuk
dewasa
40 mg sekali sehari.
- Dapat mencegah
kejadian kardiovaskular

24
pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular
aterosklerotik atau
diabetes mellitus.
Dosis awal untuk
dewasa
20–40 mg sekali sehari.
- Dosis dapat disesuaikan
hingga 80 mg pada
interval minimal 4
minggu, diminum pada
malam hari. 80 mg dosis
hanya untuk pasien
dengan
hiperkolesterolemia
berat dan risiko tinggi
komplikasi
kardiovaskular
- (BNF 58, 145; BNF 70,
181)

5.4 Problem medis : Mual Muntah

Mual Muntah

Subyektif Obyektif Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring

Mual muntah Ranitidin Ranitidin merupakan obat - Plan :


(iv) 2 x 50 golongan histamin H2 Dilanjutkan
mg antagonis yang digunakan

25
untuk terapi jangka pendek
dan pemeliharaan ulkus
duodenum, tukak Monitoring :
lambung, gastroesophageal mual muntah
reflux, tukak jinak aktif,
esophagitis erosif, dan
kondisi hipersekresi
patologis untuk
menurunkani produksi
asam berlebih didalam
lambung. (DIH,2009)

5.5 Problem medis : Kejang

Kejang

Subyektif Obyektif Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring

Diazepam 5 Diazepam merupakan obat - Plan :


mg golongan Benzodiazepine Diberikan sampai pasien tidak
Kejang yang digunakan untuk kejang setelah itu dihentikan.
gangguan kecemasan, Monitoring :
kejang karena epilepsi, Monitoring kejang
relaksan otot. (DIH,2009)

26
5.6 Problem medis : Tanpa Indikasi

Tanpa Indikasi

Subyektif Obyektif Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring

- - Ceftriaxon Seftriakson adalah obat Ada obat namun Plan :


(iv) 1X1 antibiotik yang digunakan tidak ada indikasi Menghentikan penggunaan
gram untuk mengobati berbagai cefixim karena tidak ada
macam infeksi bakteri. indikasi infeksi.

27
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didiagnosis mengalami hipertensis krisis dalam kategori
hipertensi emergensi. Menurut (Dipiro et al, 2008), hipertensi emergensi yaitu kasus
hipertensi yang menyatakan bahwa tekanan darah pasien melebihi 180/120 mmHg dan
disertai dengan kerusakan organ. Kerusakan organ pada kasus ini meliputi gagal ginjal akut
dan dimungkinkan terindikasi infark miokard. Pasien didiagnosis dokter mengalami krisi
hipertensi emergensi gagal ginjal akut dan dislipidemia. Dimungkinkan terindikasi infark
miokard didasarkan pada keluhan pasien yang meliputi sesak nafas dan nyeri dada serta data
laboratorium menunjukkan saturasi O2 92%. Saturasi O2 dapat ditingkatkan dengan
memberikan terapi oksigen. Terapi farmakologi hipertensi krisis emergensi yaitu labetalol
dan nitroprussid. Terapi ini tidak efektif karena labetalol menunjukkan outcome yang kurang
maksimal, sedangkan nitroprussid menyebabkan efek samping muntah dan kejang.
Penggunaan nitroprussid pada pasien gagal ginjal tidak direkomendasikan. Nitroprussid
dimetabolisme menjadi sianat dan kemudian kemudian tiosianat yang akan mengalami
eliminasi di ginjal, sehingga penderita dengan gagal ginjal memiliki resiko besar mengalami
akumulasi dan toksisitas tiosianat (Dipiro et al, 2008; Dipiro et al, 2015).

Terapi yang direkomendasikan untuk krisis hipertensi emergensi dengan adanya gagal
ginjal akut dan adanya kemungkinan infark miokard yaitu nicardipin 5-15 mg/jam (DIH,
2009). Nicardipin lebih direkomendasikan karena bersifat vasoselektif dimana selektifitasnya
lebih banyak bekerja pada sel-sel otot polos pembuluh darah dibandingkan otot miokard,
tidak mendepresi kerja otot miokard, onset cepat, efek minimal terhadap frekuensi denyut
jantung, dan dapat meningkatkan aliran darah menuju otak, jantung, ginjal (Nurkhalis, 2015).

Berdasarkan diagnosis dokter Tn. YM mengalami dislipidemia. Hal ini didukung dari
data laboratorium kolesterol total 310 mg/dL dan TG 257 mg/dL yang melebihi rentang
normal. Terapi farmakologi yang digunakan adalah simvastatin 10 mg. Simvastatin
merupakan golongan statin yang bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase
untuk menurunkan kolesterol total, LDL, Trigliserida, dan untuk meningkatkan HDL (DIH,
2009).

Faktor resiko terjadinya GGA diakibatkan karena adanya dislipidemia dan hipertensi
krisis yang diderita oleh pasien. Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
dinding glomerulus dan semakin lama nefron yang bekerja aktif akan berkurang, akibatnya

28
ginjal akan bekerja dengan lebih keras. Dalam kasus ini diberikan terapi furosemid yang
berguna untuk menurunkan tekanan darah juga digunakan untuk terapi GGA. Furosemid
bekerja dengan menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubulus serta meningkatkan ekskresi
urin yang baik digunakan untuk pasien disfungsi ginjal. Selain itu terapi furosemid
mempunyai efek samping reaksi hematologi. Menurut data laboratorium nilai Hb pasien pada
kasus menunjukkan sebesar 10,5 mg/dL sedangkan menurut (Kemenkes RI, 2011) dalam
pedoman interpretasi data klinik nilai normal Hb pasien laki – laki yaitu sebesar 13 – 18
mg/dL, sehingga pasien membutuhkan tambahan terapi berupa neurobion (iv) sampai Hb
normal.

Terapi farmakologi untuk mual dan muntah diberikan ranitidin iv 50 mg 2xsehari.


Ranitidin digunakan untuk mengurangi mual dan muntah pada pasien dengan frekuensi
pemberian 2 x sehari, karena pasien memiliki CLCr <50 ml/menit (DIH, 2009). Terapi
farmakologi lainnya yaitu Ceftriaxon yang digunakan sebagai antibiotik untuk mengobati
ineksi bakteri, namun berdasarkan data laboratorium pasien menunjukkan bakteriuri (-)
sehingga terapi cetriaxon tidak diperlukan.

29
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan,
W.A., et al., 2013, Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical
Use of Drugs, 10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United
States of America, p 342

Anwar, Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

American Pharmacists Association. 2008-2009. Drug Information Handbook. 17th


Edition.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2008.Farmakologi dan Terapi.


Edisi. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
DiPiro, J.T., Barbara, G.W., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M. dan Michael, L.P.
2008. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach Seventh Edition. New
York: McGraw-Hill.
DiPiro, C.V., Barbara, G.W., Terry, L.S., dan DiPiro, J.T. 2015. Pharmacotherapy
Handbook Ninth Edition. New York: McGraw-Hill.
JNC 7, 2003, The Seventh Joint National Committee on Prevention Detection
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure diunduh tanggal 10 Desember
2014
JNC 8, 2013, The Eighth Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure diunduh tanggal 10 Desember 2014
Muhadi, 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa, CDK-236/ vol. 43 no. 1.
Nurkhalis, 2015. Penanganan Krisis Hipertensi. Idea Nursing Journal. vol. 6. no 3
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul
Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013.
Sukandar, 2013. ISO Farmakoterapi, Jilid 1. Isfi Penerbitan. Jakarta Barat.
Sanchez, P., G. Chetty, dan P. Sarkar. 2009. Pedoman tatalaksana dislipidemia.
BMJ Case Reports

Wells, B. G., joseph T. DiPiro, T. L. Schwinghammer, dan C. V. DiPiro. 2015.

Pharmacoterapy Handbook. Edisi 9. 8. Laser Focus World.

WHO. 2013. About Cardiovascular Disease. World Health Organization

30

Anda mungkin juga menyukai