Anda di halaman 1dari 23

Gunung meletus terjadi akibat endapan atau cairan magma di dalam perut bumi terdorong

keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Hal ini menimbulkan letusan yang dahsyat disertai
banyak materi vulkanik yang berbahaya. Cairan magma yang keluar dari gunung api ini
disebut lava.

Radius letusan gunung berapi bisa mencapai 18 km atau lebih dengan membawa batu dan
abu. Sedangkan lavanya bisa mengalir hingga sejauh 90 km. Jika terjadi hujan deras, aliran
lava atau lahar ini bisa lebih cepat ke daerah yang lebih rendah.

— GUNUNG MELETUS

Letusan gunung merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut
bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi.

Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat
tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi
disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung
berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau
lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.

Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut
gunung berapi aktif.

Berbagai Tipe Gunung Berapi

 Gunung berapi kerucut atau gunung berapi strato (strato vulcano)


 Gunung berapi perisai (shield volcano)
 Gunung berapi maar
 Gunung berapi besar atau gunung berapi supervolcano

— CIRI GUNUNG BERAPI AKAN MELETUS

Letusan gunung berapi St. Helens (AS), 22 Juli 1980

Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain.

 Mata air menjadi kering


 Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)
 Tumbuhan di sekitar gunung layu
 Binatang di sekitar gunung bermigrasi
 Suhu tempat akan naik

— BERIKUT ADALAH HASIL DARI LETUSAN GUNUNG BERAPI, ANTARA LAIN  :


Gas vulkanik

Gas yang dikeluarkan gunung berapi pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon
monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida (S02),
dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan manusia.

Lava dan aliran pasir serta batu panas

Lava adalah cairan magma dengan suhu tinggi yang mengalir dari dalam Bumi ke
permukaan melalui kawah. Lava encer akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava
kental akan membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk
bermacam-macam batuan.

Lahar

Lahar adalah lava yang telah bercampur dengan batuan, air, dan material lainnya. Lahar
sangat berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi.

Hujan Abu

Yakni material yang sangat halus yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena
sangat halus, abu letusan dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer
jauhnya. Abu letusan ini bisa menganggu pernapasan.

Awan panas

Yakni hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat
batuan pijar yang panas dan material vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600 °C.
Awan panas dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan,
leher atau kaki dan juga dapat menyebabkan sesak napas.

— DAMPAK NEGATIF LETUSAN GUNUNG BERAPI

Gunung berapi yang meletus tentu akan membawa material yang berbahaya bagi
organisme yang dilaluinya, Karena itu kewaspadaan mutlak diperlukan. Berikut ini hal
negatif yang bisa terjadi saat gunung meletus: 

 Tercemarnya udara dengan abu gunung berapi yang mengandung bermacam-macam


gas mulai dari Sulfur Dioksida atau SO2, gas Hidrogen sulfide atau H2S, No2 atau
Nitrogen Dioksida serta beberapa partike debu yang berpotensial meracuni makhluk
hidup di sekitarnya.
 Dengan meletusnya suatu gunung berapi bisa dipastikan semua aktifitas penduduk di
sekitar wilayah tersebut akan lumpuh termasuk kegiatan ekonomi.
 Semua titik yang dilalui oleh material berbahaya seperti lahar dan abu vulkanik panas
akan merusak pemukiman warga.
 Lahar yang panas juga akan membuat hutan di sekitar gunung rusak terbakar dan hal
ini berarti ekosistem alamiah hutan terancam.
 Material yang dikeluarkan oleh gunung berapi berpotensi menyebabkan sejumlah
penyakit misalnya saja ISPA.
 Desa yang menjadi titik wisata tentu akan mengalami kemandekan dengan adanya
letusan gunung berapi. Sebut saja Gunung Rinjani dan juga Gunung Merapi, kedua
gunung ini dalam kondisi normal merupakan salah satu destinasi wisata terbaik bagi
mereka wisatawan pecinta alam.

— DAMPAK POSITIF LETUSAN GUNUNG BERAPI

Selain dampak negatif, jika ditelaah, letusan gunung berapi juga sebenarnya membawa


berkah meski hanya bagi penduduk yang ada di sekitar. Apa saja? Berikut uraiannya: 

 Tanah yang dilalui oleh hasil bulkanis gunung berapi sangat baik bagi pertanian sebab
tanah tersebut secara alamiah menjadi lebih subur dan bisa menghasilkan tanaman
yang jauh lebih berkualitas. Tentunya bagi penduduk sekitar pegunungan yang
mayoritas petani, hal ini sangat menguntungkan.
 Terdapat mata pencaharian baru bagi rakyat sekitar gunung berapi yang telah meletus,
apa itu? Jawabannya penambang pasir. Material vulkanik berupa pasir tentu memiliki
nilai ekonomis.
 Selain itu, terdapat pula bebatuan yang disemburkan oleh gunung berapi saat meletus.
Bebatuan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangungan warga sekitar gunung.
 Meski ekosistem hutan rusak, namun dalam beberapa waktu, akan tumbuh lagi
pepohonan yang membentuk hutan baru dengan ekosistem yang juga baru.
 Setelah gunung meletus, biasanya terdapat geyser atau sumber mata air panas yang
keluar dari dalam bumi dengan berkala atau secara periodik. Geyser ini kabarnya baik
bagi kesehatan kulit.
 Muncul mata air bernama makdani yaitu jenis mata air dengan kandungan mineral
yang sangat melimpah.
 Pada wilayah vulkanik, potensial terjadi hujan orografis. Hujan ini potensial terjadi
sebab gunung adalah penangkan hujan terbaik.
 Pada wilayah yang sering terjadi letusan gunung berapi, sangat baik didirikan
pembangkit listrik.

— PERSIAPAN MENGAHADAPI GUUNUNG MELETUS

Berikut ini langkah yang dapat dilakukan sebelum terjadinya gunung meletus.

 Periksa perlengkapan darurat Anda. Jika ada yang kurang segera ditambahkan dan
jika ada yang sudah kedaluwarsa segera diganti.
 Siapkan masker dan kacamata untuk setiap anggota keluarga.
 Pelajari sistem peringatan dini di lokasi gunung berapi. Pelajari jalur evakuasi yang
diterbitkan pemerintah setempat.
 Persiapkan diri menghadapi berbagai kemungkinan menjelang gunung meletus seperti
gempa, lumpur dan banjir bandang, hujan abu, hujan asam, hingga tsunami jika
gunung terletak di tengah laut.
 Buat rencana evakuasi dan sediakan rencana rute cadangan, jika jalur evakuasi yang
dipilih tertutup material vulkanik.
 Buat rencana untuk berkomunikasi secara darurat, misalnya letusan terjadi saat jam
kerja sehingga setiap anggota keluarga terpisah satu dengan yang lain. Minta seorang
teman di luar kota untuk menjadi "penghubung keluarga", karena setelah bencana
lebih mudah melakukan telepon ke luar kota. Setiap anggota keluarga dapat
menghubungi teman tersebut untuk memberi kabar dan lokasi terkini. Ia akan
memberi tahu anggota keluarga lainnya yang terpisah.

— KETIKA GUNUNG MELETUS TERJADI

Ketika pengumuman bahaya gunung meletus diumumkan, Anda dapat melakukan hal
berikut:

 Selalu perhatikan pengumuman di radio dan televisi maupun dari pemerintah


setempat mengenai bahaya gunung meletus. Ikuti petunjuk resmi yang dikeluarkan
pemerintah setempat.
 Keluar dari daerah yang ditandai berbahaya oleh pemerintah setempat. Efek letusan
gunung berapi bisa mencapai radius puluhan kilometer. Akibat lainnya seperti banjir
lahar, abu panas yang mematikan, dapat mencapai lokasi Anda meski Anda tidak
mendengar letusan gunung berapi. Itu sebabnya selalu patuhi peraturan yang
dikeluarkan pemerintah saat terjadi gunung meletus.
 Gunakan masker dan kacamata untuk menghindari menghirup abu.
 Hindari area sungai, karena berpotensi mengantar banjir lahar.

Jika terjebak di dalam rumah

 Tutup semua pintu dan jendela.


 Bawa hewan peliharaan ke dalam rumah.

Jika terjebak di luar rumah

 Cari lokasi pengungsian terdekat yang terdapat di dalam gedung.


 Jika terperangkap di hujan batu, segera meringkuk dan lindungi kepala Anda.
 Jika berada di tepi sungai, segera berlari ke daerah yang lebih tinggi.

Jika terjebak di hujan abu

 Kenakan kemeja lengan panjang dan celana panjang.


 Gunakan kacamata dan masker atau kain basah di wajah Anda untuk membantu
bernapas.
 Matikan mesin kendaraan Anda. 

— PASCA GUNUNG MELETUS

Ketika gunung meletus telah reda, Anda dapat melakukan langkah berikut ini:

 Dengarkan laporan terkini di radio atau televisi.


 Periksa diri Anda dan keluarga, apakah ada yang terluka dan membutuhkan
pertolongan.
 Bantu mereka yang memiliki kebutuhan khusus seperti orang cacat, bayi, balita
maupun kaum lanjut usia.
 Jika ingin keluar rumah atau gedung pengungsian, gunakan masker. Abu vulkanik
dapat mengganggu sistem pernapasan Anda.
 Jika Anda memiliki penyakit pernapasan, hindari keluar rumah atau gedung yang bisa
menyebabkan kontak langsung dengan abu vulkanik.
 Setelah situasi aman, Anda dapat mulai membersihkan rumah Anda. Bersihkan debu
dari atap rumah. Berhati-hatilah karena bisa jadi rumah Anda menjadi mudah roboh
karena beban abu vulkanik yang berat di atap rumah.
 Hati-hati saat berkendara melewati tumpukan abu, karena akan lebih sulit
mengendalikan kendaraan Anda.

 1. LETUSAN GUNUNG KRAKATAU

Gunung Krakatau berada diselat Sunda, selat yang menghubungkan antara Pulau Jawa dan
Pulau Sumatera. Sejarah mencatat bahwa letusan Gunung Krakatau merupakan salah satu
letusan gunung terdahsyat didunia. Gunung Krakatau diperkirakan meletus pada tanggal 26
Agustus 1883. Oleh sebab amat sangat dahsyatnya fenomena ini, suara letusannya terdengar
hingga Benua Australia dan Benua Afrika. Menurut catatan, letusan Gunung Krakatau ini
menimbulkan gelombang yang amat besar sekitar 40 meter, gempa bumi, tsunami dan juga
perubahan iklim global. Letusan Gunung Krakatau merupakan salah satu bencana letusan
gunung terbesar didunia yang telah memakan lebih dari 36.000 korban jiwa. Gunung
Krakatau terletak di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Gunung Krakatau
terbentuk dari penggabungan Gunung Rakata, Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan di
pulau rakata yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba yang meletus.

Catatan mengenai letusan Gunung Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno
yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya
antara lain menyatakan:

“ Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan
bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan
hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar
datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula…. Ketika air
menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera ”

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian
alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut
Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini
mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 km
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Gunung Krakatau Purba hancur
menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal
sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai
Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir
bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic
terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah
penduduk di muka bumi.

Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba,
transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia
Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan
yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari
dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut
telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10
derajat selama 10-20 tahun.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 dan menghasilkan lava andesitik asam.
Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus.
Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari
itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-
tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian
disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada hari Senin, 27 Agustus
1883, tepat jam 10.20.

Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga
penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara
paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia
modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat
didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan
Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah
modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan
yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18
kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang
berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri
Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung
Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam
250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja
yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga
longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung
kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat
Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan.
Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai
beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat
matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii,
pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Sekitar 40 tahun meletusnya Gunung Krakatau atau pada tahun 1927, muncul gunung api
yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif
dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan.
Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain
menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu
25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari
25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar
dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di
atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari
permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu
sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang
aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali.
Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi
memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar
Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

2. LETUSAN GUNUNG MERAPI

Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian
tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi
selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat,
Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan
hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun
2004.

Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak
keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat
padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.[butuh rujukan] Kota
Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari
puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya
berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, Merapi
menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung
Api Dekade Ini (Decade Volcanoes)

— GEOLOGI

Litografi sisi selatan Gunung Merapi pada tahun 1836, dimuat pada buku tulisan
Junghuhn.

Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke
selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi
Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan
munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang
ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat
daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.

Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan
seterusnya. Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam
empat tahap. Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu
Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi
Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000
tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan,
yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun
lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan
Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai
dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan
efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan
material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar
1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar (atau Pasarbubrah)
diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru
mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi
beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.

Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan
keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nuée ardente) yang
dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum
tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010
adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.

Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi
material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa
bumi". Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini
merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-
Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Puncak Merapi pada tahun 1930.

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali.
Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada tahun 1006 (dugaan), 1786,
1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa
diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik. [7] Ahli geologi Belanda,
van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang
(Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai
letusan terkuat dalam catatan geologi modern dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4.
Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama.
Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang,
merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.

Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga
menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998
cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan
terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung
terus-menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat
menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas.
Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar
sejak letusan 1872 dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010),
meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif dan persiapan manajemen
pengungsian. Letusan 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi"
karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-
30 km.

Gunung ini dimonitor non-stop oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta,
dibantu dengan berbagai instrumen geofisika telemetri di sekitar puncak gunung serta
sejumlah pos pengamatan visual dan pencatat kegempaan di Ngepos (Srumbung), Babadan,
dan Kaliurang.

Erupsi 2006

Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus
kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan
DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah
dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera
mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.

Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa
aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa
Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah
Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas
kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah
Merapi.

Tanggal 1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat,
tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.

Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09.03 WIB meletus dengan semburan awan
panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha
melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi
sekitar pukul 09.40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali
Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di
wilayah Kabupaten Sleman.

Erupsi 2010

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010
direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian
(BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah
menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus
dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya
frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober
BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan
semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke
wilayah aman.

Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga
tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan
disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan
Cangkringan, Sleman. dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang
yang tewas karena gangguan pernapasan.

Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober,
Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya
awan panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada
tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.

Namun, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava
baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3
November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November
2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di
kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-
hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November
2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20
km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota
Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten
Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara,
sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang
harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.

Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah
pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5
November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert).

Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum
kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada
tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi
menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi
Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km.

3. LETUSAN GUNUNG TAMBORA

Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau
Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu
(sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan
hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara
Barat, tepatnya pada 8°15' LS dan 118° BT. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan
kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini meningkatkan
ketinggian Tambora sampai 4.300 m yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu
puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam gunung ini.
Perlu waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma tersebut.

Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815
ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan tersebut menjadi
letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini terdengar
hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi,
Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari
71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari
letusan tersebut. Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh,
tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih dari
itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816)
sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca
Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat
perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan
Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.

Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim arkeolog menemukan sisa kebudayaan yang
terkubur oleh letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik. Artifak-
artifak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan pada tahun 1815.
Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari
timur.

Pemandangan gunung Tambora dan sekelilingnya dari udara.


Kawah di puncak gunung Tambora.

Gunung Tambora terletak di pulau Sumbawa yang merupakan bagian dari kepulauan Nusa
Tenggara. Gunung ini adalah bagian dari busur Sunda, tali dari kepulauan vulkanik yang
membentuk rantai selatan kepulauan Indonesia. Tambora membentuk semenanjungnya
sendiri di pulau Sumbawa yang disebut semenanjung Sanggar. Di sisi utara semenanjung
tersebut, terdapat laut Flores, dan di sebelah selatan terdapat teluk Saleh dengan panjang 86
km dan lebar 36 km. Pada mulut teluk Saleh, terdapat pulau kecil yang disebut Mojo.

Selain seismologis dan vulkanologis yang mengamati aktivitas gunung tersebut, gunung
Tambora adalah daerah untuk riset ilmiah arkeolog dan biologi. Gunung ini juga menarik
turis untuk mendaki gunung dan aktivitas margasatwa. Dompu dan Bima adalah kota yang
letaknya paling dekat dengan gunung ini. Di lereng gunung Tambora, terdapat beberapa desa.
Di sebelah timur terdapat desa Sanggar. Di sebelah barat laut, terdapat desa Doro Peti dan
desa Pesanggrahan. Di sebelah barat, terdapat desa Calabai.

Terdapat dua jalur pendakian untuk mencapai kaldera gunung Tambora. Rute pertama
dimulai dari desa Doro Mboha yang terletak di sisi tenggara gunung Tambora. Rute ini
mengikuti jalan beraspal melalui perkebunan kacang mede sampai akhirnya mencapai
ketinggian 1.150 m di atas permukaan laut. Rute ini berakhir di bagian selatan kaldera dengan
ketinggian 1.950 m yang dapat dicapai oleh titik pertengahan jalur pendakian. Lokasi ini
biasanya digunakan sebagai kemah untuk mengamati aktivitas vulkanik karena hanya
memerlukan waktu satu jam untuk mencapai kaldera. Rute kedua dimulai dari desa Pancasila
di sisi barat laut gunung Tambora. Jika menggunakan rute kedua, maka kaldera hanya dapat
dicapai dengan berjalan kaki.

— SEJARAH GEOLOGIS

Pembentukan

Tambora terbentang 340 km di sebelah utara sistem palung Jawa dan 180-190 km di atas
zona subduksi. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Gunung ini
memiliki laju konvergensi sebesar 7.8 cm per tahun. Tambora diperkirakan telah berada di
bumi sejak 57.000 BP (penanggalan radiokarbon standar). Ketika gunung ini meninggi akibat
proses geologi di bawahnya, dapur magma yang besar ikut terbentuk dan sekaligus
mengosongkan isi magma. Pulau Mojo pun ikut terbentuk sebagai bagian dari proses geologi
ini di mana teluk Saleh pada awalnya merupakan cekungan samudera (sekitar 25.000 BP).

Menurut penyelidikan geologi, kerucut vulkanik yang tinggi sudah terbentuk sebelum letusan
tahun 1815 dengan karakteristik yang sama dengan bentuk stratovolcano. Diameter lubang
tersebut mencapai 60 km. Lubang utama sering kali memancarkan lava yang mengalir turun
secara teratur dengan deras ke lereng yang curam.

Sejak letusan tahun 1815, pada bagian paling bawah terdapat endapan lava dan material
piroklastik. Kira-kira 40% dari lapisan diwakili oleh 1-4 m aliran lava tipis. Scoria tipis
diproduksi oleh fragmentasi aliran lava. Pada bagian atas, lava ditutup oleh scoria, tuff dan
bebatuan piroklastik yang mengalir ke bawah. Pada gunung Tambora, terdapat 20 kawah.
Beberapa kawah memiliki nama, misalnya Tahe (877 m), Molo (602 m), Kadiendinae, Kubah
(1648 m) dan Doro Api Toi. Kawah tersebut juga memproduksi aliran lava basal.

Sejarah letusan

Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora


telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.
Perkiraan tanggal letusannya ialah tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ± 150
tahun. Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing
letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga.
Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.

Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi
pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic
Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik.
Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa,
kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini memengaruhi
iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru
berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan
Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh
disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Letusan ini
masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun 1880 ± 30 tahun, Tambora kembali
meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi
kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.

Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada
lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20.[1] Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967,[14]
yang disertai dengan gempa dan terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa
disertai dengan ledakan.

— LETUSAN TAHUN 1815

Kronologi Letusan

Daerah yang diperkirakan terkena abu letusan Tambora tahun 1815. Daerah merah
menunjukan ketebalan abu vulkanik. Abu tersebut mencapai pulau Kalimantan dan Sulawesi
(ketebalan 1 cm).

Gunung Tambora mengalami ketidakaktifan selama beberapa abad sebelum tahun 1815,
dikenal dengan nama gunung berapi "tidur", yang merupakan hasil dari pendinginan hydrous
magma di dalam dapur magma yang tertutup. Di dalam dapur magma dalam kedalaman
sekitar 1,5-4,5 km, larutan padat dari cairan magma bertekanan tinggi terbentuk pada saat
pendinginan dan kristalisasi magma. Tekanan di kamar makma sekitar 4-5 kbar muncul dan
temperatur sebesar 700 °C-850 °C.

Pada tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai bergemuruh dan menghasilkan awan hitam.
Pada tanggal 5 April 1815, letusan terjadi, diikuti dengan suara guruh yang terdengar di
Makassar, Sulawesi (380 km dari gunung Tambora), Batavia (kini Jakarta) di pulau Jawa
(1.260 km dari gunung Tambora), dan Ternate di Maluku (1400 km dari gunung Tambora).
Suara guruh ini terdengar sampai ke pulau Sumatera pada tanggal 10-11 April 1815 (lebih
dari 2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya dianggap sebagai suara tembakan
senapan. Pada pagi hari tanggal 6 April 1815, abu vulkanik mulai jatuh di Jawa Timur
dengan suara guruh terdengar sampai tanggal 10 April 1815.

Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan gunung ini semakin kuat. Tiga lajur api
terpancar dan bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api. Batuan
apung dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan abu
pada pukul 9:00-10:00 malam. Aliran piroklastik panas mengalir turun menuju laut di seluruh
sisi semenanjung, memusnahkan desa Tambora. Ledakan besar terdengar sampai sore tanggal
11 April. Abu menyebar sampai Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Bau "nitrat" tercium di
Batavia dan hujan besar yang disertai dengan abu tefrit jatuh, akhirnya reda antara tangal 11
dan 17 April 1815.

Letusan pertama terdengar di pulau ini pada sore hari tanggal 5 April, mereka menyadarinya
setiap seperempat jam, dan terus berlanjut dengan jarak waktu sampai hari selanjutnya.
Suaranya, pada contoh pertama, hampir dianggap suara meriam; sangat banyak sehingga
sebuah detasemen tentara bergerak dari Djocjocarta, dengan perkiraan bahwa pos terdekat
diserang, dan sepanjang pesisir, perahu-perahu dikirimkan pada dua kesempatan dalam
pencarian sebuah kapal yang semestinya berada dalam keadaan darurat.

— LAPORAN THOMAS STAMFORD RAFFLES

Letusan tersebut masuk dalam skala tujuh pada skala Volcanic Explosivity Index. Letusan
ini empat kali lebih kuat daripada letusan gunung Krakatau tahun 1883. Diperkirakan
100 km³ piroklastik trakiandesit dikeluarkan, dengan perkiraan massa 1,4×1014 kg. Hal ini
meninggalkan kaldera dengan ukuran 6–7 km dan kedalaman 600–700 m. Massa jenis abu
yang jatuh di Makassar sebesar 636 kg/m². Sebelum letusan, gunung Tambora memiliki
ketinggian kira-kira 4.300 m, salah satu puncak tertinggi di Indonesia. Setelah letusan, tinggi
gunung ini hanya setinggi 2.851 m.

Letusan Tambora tahun 1815 adalah letusan terbesar dalam sejarah. Letusan gunung ini
terdengar sejauh 2.600 km, dan abu jatuh setidaknya sejauh 1.300 km. Kegelapan terlihat
sejauh 600 km dari puncak gunung selama lebih dari dua hari. Aliran piroklastik menyebar
setidaknya 20 km dari puncak.

Semua tumbuh-tumbuhan di pulau hancur. Pohon yang tumbang bercampur dengan abu batu
apung masuk ke laut dan membentuk rakit dengan jarak lintas melebihi 5 km. Rakit batu
apung lainnya ditemukan di Samudra Hindia, di dekat Kolkata pada tanggal 1 dan 3 Oktober
1815. Awan dengan abu tebal masih menyelimuti puncak pada tanggal 23 April. Ledakan
berhenti pada tanggal 15 Juli, walaupun emisi asap masih terlihat pada tanggal 23 Agustus.
Api dan gempa susulan dilaporkan terjadi pada bulan Agustus tahun 1819, empat tahun
setelah letusan.

Dalam perjalananku menuju bagian barat pulau, aku hampir melewati seluruh Dompo dan
banyak bagian dari Bima. Kesengsaraan besar-besaran terhadap penduduk yang berkurang
memberikan pukulan hebat terhadap penglihatan. Masih terdapat mayat di jalan dan tanda
banyak lainnya telah terkubur: desa hampir sepenuhnya ditinggalkan dan rumah-rumah
roboh,penduduk yang selamat kesulitan mencarimakanan.

Semenjak letusan, diare menyerang warga di Bima, Dompo, dan Sang’ir, yang menyerang
jumlah penduduk yang besar. Diduga penduduk minum air yang terkontaminasi abu, dan
kuda juga meninggal, dalam jumlah yang besar untuk masalah yang sama.

Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan
ketinggian di atas 4 m di Sanggar pada pukul 10:00 malam. Tsunami setinggi 1–2 m
dilaporkan terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m
terjadi di Maluku.

Tinggi asap letusan mencapai stratosfer, dengan ketinggian lebih dari 43 km. Partikel abu
jatuh 1 sampai 2 minggu setelah letusan, tetapi terdapat partikel abu yang tetap berada di
atmosfer bumi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian 10–30 km.
Angin bujur menyebarkan partikel tersebut di sekeliling dunia, membuat terjadinya
fenomena. Matahari terbenam yang berwarna dan senja terlihat di London, Inggris antara
tanggal 28 Juni dan 2 Juli 1815 dan 3 September dan 7 Oktober 1815. Pancaran cahaya langit
senja muncul berwarna orange atau merah di dekat ufuk langit dan ungu atau merah muda di
atas.

Perkiraan kematian bervariasi, tergantung dari sumber yang ada. Zollinger (1855)
memperkirakan 10.000 orang meninggal karena aliran piroklastik. Di pulau Sumbawa,
terdapat 38.000 kematian karena kelaparan, dan 10.000 lainnya karena penyakit dan
kelaparan di pulau Lombok. Petroeschevsky (1949) memperkirakan sekitar 48.000 dan
44.000 orang terbunuh di Sumbawa dan Lombok. Beberapa pengarang menggunakan figur
Petroeschevsky, seperti Stothers (1984), yang menyatakan jumlah kematian sebesar 88.000
jiwa. Tanguy (1998) mengklaim figur Petroeschevsky tidak dapat ditemukan dan berdasarkan
referensi yang tidak dapat dilacak. Tanguy merevisi jumlah kematian berdasarkan dua
sumber, sumber dari Zollinger, yang menghabiskan beberapa bulan di Sumbawa setelah
letusan dan catatan Raffles. Tanguy menunjukan bahwa terdapat banyak korban di Bali dan
Jawa Timur karena penyakit dan kelaparan. Diperkirakan 11.000 meninggal karena pengaruh
gunung berapi langsung dan 49.000 oleh penyakit epidemi dan kelaparan setelah letusan.
Oppenheimer (2003) menyatakan jumlah kematian lebih dari 71.000 jiwa seperti yang terlihat
di tabel dibawah.

Perbandingan letusan gunung Tambora dan letusan gunung lainnya


Letusan Tahun Tinggi VEI  PerubahanmusimpanasBelahan Kematian
asap bumi utara (°C)
(km)
Taupo 181 51 7  ? tidak
diketahui
Baekdu 969 25 6–7  ?  ?
Kuwae 1452  ? 6 −0,5  ?
Huaynaputin 1600 46 6 −0,8 ≈1400
a
Tambora 1815 43 7 −0,5 > 71.000
Krakatau 1883 25 6 −0,3 36.600
Santamaría 1902 34 6 tidak terdapat perubahan 7.000-
13.000
Katmai 1912 32 6 −0,4 2
GunungSt. 1980 19 5 tidak terdapat perubahan 57
Helens
El Chichón 1982 32 4–5  ? > 2.000
Nevadodel 1985 27 3 tidak terdapat perubahan 23.000
Ruiz
Pinatubo 1991 34 6 −0,5 1202

jumlah konsentrasi sulfat di inti es dari Tanah Hijau tengah, tarikh tahun dihitung dengan
variasi isotop oksigen musiman. Terdapat letusan yang tidak diketahui pada tahun 1810-an.
Sumber: Dai (1991).

Letusan gunung Tambora tahun 1815 mengeluarkan sulfur ke stratosfer, menyebabkan


penyimpangan iklim global. Metode berbeda telah memperkirakan banyaknya sulfur yang
dikeluarkan selama letusan: metode petrologi, sebuah pengukuran berdasarkan pengamatan
anatomi, dan metode konsentrasi sulfat inti es, menggunakan es dari Tanah Hijau dan
Antartika. Perkiraan beragam tergantung dari metode, antara 10 Tg S hingga 120 Tg S.

Pada musim semi dan musim panas tahun 1816, sebuah kabut kering terlihat di timur laut
Amerika Serikat. Kabut tersebut memerahkan dan mengurangi cahaya matahari, seperti bintik
pada matahari yang terlihat dengan mata telanjang. Baik angin atau hujan tidak dapat
menghilangkan "kabut" tersebut. "Kabut" tersebut diidentifikasikan sebagai kabut aerosol
sulfat stratosfer. Pada musim panas tahun 1816, negara di Belahan Utara menderita karena
kondisi cuaca yang berubah, disebut sebagai Tahun tanpa musim panas. Temperatur normal
dunia berkurang sekitar 0,4-0,7 °C, cukup untuk menyebabkan permasalahan pertanian di
dunia. Pada tanggal 4 Juni 1816,cuaca penuh es dilaporkan di Connecticut, dan dan pada hari
berikutnya, hampir seluruh New England digenggam oleh dingin. Pada tanggal 6 Juni 1816,
salju turun di Albany, New York, dan Dennysville, Maine. Kondisi serupa muncul untuk
setidaknya tiga bulan dan menyebabkan gagal panen di Amerika Utara. Kanada mengalami
musim panas yang sangat dingin. Salju setebal 30 cm terhimpun didekat Kota Quebec dari
tanggal 6 sampai 10 Juni 1816.

1816 adalah tahun terdingin kedua di Belahan Bumi Utara sejak tahun 1400 Masehi, setelah
letusan gunung Huaynaputina di Peru tahun 1600. Tahun 1810-an adalah dekade terdingin
dalam rekor sebagai hasil dari letusan Tambora tahun 1815 dan lainnya menduga letusan
terjadi antara tahun 1809 dan tahun 1810. Perubahan temperatur permukaan selama musim
panas tahun 1816, 1817 dan tahun 1818 sebesar -0,51, -0,44 dan -0,29 °C, dan juga musim
panas yang lebih dingin, bagian dari Eropa mengalami badai salju yang lebih deras.

Perubahan iklim disalahkan sebagai penyebab wabah tifus di Eropa Tenggara dan Laut
Tengah bagian timur di antara tahun 1816 dan tahun 1819. Banyak ternak meninggal di New
England selama musim dingin tahun 1816-1817. Suhu udara yang dingin dan hujan besar
menyebabkan gagal panen di Kepulauan Britania. Keluarga-keluarga di Wales mengungsi
dan mengemis untuk makanan. Kelaparan merata di Irlandia utara dan barat daya karena
gandum, haver dan kentang mengalami gagal panen. Krisis terjadi di Jerman, harga makanan
naik dengan tajam. Akibat kenaikan harga yang tidak diketahui menyebabkan terjadinya
demonstrasi di depan pasar dan toko roti yang diikuti dengan kerusuhan, pembakaran rumah
dan perampokan yang terjadi di banyak kota-kota di Eropa. Ini adalah kelaparan terburuk
yang terjadi pada abad ke-19.

— BUKTI ARKEOLOGI

Pada musim panas tahun 2004, tim dari Universitas Rhode Island, Universitas North Carolina
di Wilmington, dan direktorat vulkanologi Indonesia, dipimpin oleh Haraldur Sigurdsson,
memulai sebuah penggalian arkeologi di gunung Tambora. Setelah enam minggu, tim
tersebut menggali bukti adanya kebudayaan yang hilang yang musnah karena letusan gunung
Tambora. Situs tersebut terletak 25 km sebelah barat kaldera, di dalam hutam, 5 km dari
pantai. Tim tersebut harus melewati endapan batu apung vulkanik dan abu dengan tebal 3 m.

Tim tersebut menggunakan radar penembus tanah untuk mencari lokasi rumah kecil yang
terkubur. Mereka menggali kembali rumah dan mereka menemukan sisa dua orang dewasa,
dan juga mangkuk perunggu, peralatan besi dan artifak lainnya. Desain dan dekorasi artifak
memiliki kesamaan dengan artifak dari Vietnam dan Kamboja. Uji coba dilakukan
menggunakan teknik karbonisasi memperjelas bahwa mereka terbentuk dari pensil arang
yang dibentuk oleh panas magma. Semua orang, rumah dan kebudayaan dibiarkan seperti
saat mereka berada tahun 1815. Sigurdsson menyebut kebudayaan ini sebagai Pompeii dari
timur. Berdasarkan artifak yang ditemukan, yang mayoritas benda perunggu, tim menyatakan
bahwa orang-orang tersebut tidak miskin. Bukti sejarah menunjukan bahwa orang di pulau
Sumbawa terkenal di Hindia Timur untuk madu, kuda, kayu sepang (caesalpinia sappan),
memproduksi dye merah, dan cendana yang digunakan untuk dupa dan pengobatan. Daerah
ini diketahui produktif dalam bidang pertanian.

Penemua arkeologi memperjelas bahwa terdapat kebudayaan yang hancur karena letusan
tahun 1815. Sebutan Kerajaan Tambora yang hilang disebut oleh media. Dengan penemuan
ini, Sigurdsson bermaksud untuk kembali ke Tambora tahun 2007 untuk mencari sisa desa,
dan berharap dapat menemukan istana.

— EKOSISTEM

Tim penelitian yang dipimpin oleh ahli botani Swiss, Heinrich Zollinger, tiba di pulau
Sumbawa tahun 1847. Misi Zollinger adalah untuk mempelajari letusan dan pengaruhnya
terhadap ekosistem lokal. Ia adalah orang pertama yang memanjat ke puncak gunung
Tambora setelah letusan gunung tersebut. Gunung tersebut masih tertutup oleh asap. Ketika
Zollinger memanjat, kakinya tenggelam beberapa kali melalui kerak permukaan tipis menuju
lapisan hangat yang seperti sulfur. Beberapa tumbuh-tumbuhan kembali tumbuh dan
beberapa pohon diamati di lereng yang lebih rendah. Hutan Casuarina dicatat pada 2.200-
2.550 m. Beberapa Imperata cylindrica juga dapat ditemukan.

Penduduk mulai tinggal di gunung Tambora pada tahun 1907. Penanaman kopi dimulai pada
tahun 1930-an di lereng bagian barat laut gunung Tambora, di desa Pekat. Hutan hujan yang
disebut Duabangga moluccana telah tumbuh dengan ketinggian 1.000-2.800 m. Penanaman
tersebut mencakupi daerah seluas 80.000 hektare (800 km²). Hutan hujan ditemukan oleh tim
Belanda, dipimpin oleh Koster dan De Voogd tahun 1933. Mereka memulai perjalanan di
"daerah hampir tandus, kering dan panas" dan mereka memasuki "hutam hebat" dengan
"raksasa hutan yang besar dan megah". Pada ketinggian 1.100 m, mereka memasuki hutan
montane. Pada ketinggian 1.800 m , mereka menemukan Dodonaea viscosa yang didominasi
oleh pohon Casuarina. Di puncak, mereka menemukan sedikit Anaphalis viscida dan
Wahlenbergia.

56 spesies burung ditemukan tahun 1896, termasuk Crested White-eye. 12 spesies lainnya
ditemukan pada tahun 1981. Beberapa penelitian ahli ilmu hewan menemukan spesies burung
lainnya di gunung, menghasilkan ditemukannya lebih dari 90 spesies burung. Kakatua-kecil
Jambul-kuning, Murai Asia, Tiong Emas, Ayam hutan Hijau dan Perkici Pelangi diburu
untuk dijual dan dipelihara oleh penduduk setempat. Gosong berkaki-jingga diburu untuk
dimakan. Eksploitasi burung menyebabkan berkurangnya populasi burung. Yellow-crested
Cockatoo hampir punah di pulau Sumbawa.

Sejak tahun 1972, perusahaan penebangan komersial telah beroperasi di daerah ini, yang
menyebabkan ancaman terhadap hutan hujan. Perusahaan penebangan memegang izin untuk
menebang kayu di daerah seluas 20.000 hektare (200 km²), atau 25% dari jumlah luas daerah.
Bagian hutan hujan lainnya digunakan untuk berburu. Di antara tanah berburu dan tanah
penebangan, terdapat cagar alam, temat rusa, kerbau, babi hutan, kelelawar, rubah terbang,
dan berbagai spesies reptil dan burung dapat ditemukan.

— PENGAMATAN

Populasi Indonesia meningkat dengan cepat sejak letusan tahun 1815. Pada tahun 2006,
populasi Indonesia telah mencapai 222 juta jiwa, dan 130 juta penduduk berada di pulau Jawa
dan Bali. Sebuah letusan gunung berapi sebesar letusan Tambora tahun 1815 akan
menyebabkan kematian yang lebih besar, sehingga aktivitas vulkanik di Indonesia terus
diamati, termasuk gunung Tambora.

Aktivitas seismologi di Indonesia diamati oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi Indonesia. Pos pengamatan untuk gunung Tambora terletak di desa Doro Peti.
Mereka memfokuskan aktivitas seismik dan tektonik dengan menggunakan seismometer.
Sejak letusan tahun 1880, tidak terdapat peningkatan aktivitas seismik. Pengamatan terus
dilakukan di dalam kaldera, terutama di kawah Doro Api Toi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah menegaskan peta mitigasi bahaya
gunung Tambora. Dua zona yang dinyatakan adalah zona bahaya dan zona waspada. Zona
bahaya adalah daerah yang secara langsung terpengaruh oleh letusan: aliran piroklastik, aliran
lava dan jatuhnya piroklastik lainnya. Daerah ini, termasuk kaldera dan sekelilingnya,
meliputi daerah seluas 58,7 km². Orang dilarang tinggal di zona berbahaya. Zona waspada
termasuk daerah yang mungkin dapat secara langsung terpengaruh oleh letusan: aliran lahar
dan batuan apung lainnya. Luas dari daerah waspada sebesar 185 km², termasuk desa
Pasanggrahan, Doro Peti, Rao, Labuan Kenanga, Gubu Ponda, Kawindana Toi dan Hoddo.
Sungai yang disebut sungai Guwu yang terletak di bagian selatan dan barat laut gunung
Tambora juga dimasukan kedalam zona waspada.
4. LETUSAN GUNUNG PAPANDAYAN

Gunung Papandayan merupakan salah satu gunung yang letusannya tercatat didalam sejarah.
Gunung ini terletak di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian puncak
gunung 2.665 mdpl. Gunung ini memiliki panoramam alam yang indah dengan
keanekaragaman hayati khas pegunungan sehingga bukan merupakan suatu hal yang aneh
jika gunung ini merupakan salah satu daerah favorit tujuan wisata di Jawa Barat khusunya di
Garut. Menilik sejarahnya, gunung ini tercatat telah beberapa kali meletus, pada tahun 1773,
1923, 1942, 1993, dan 2003. Letusan Gunung Galunggung terdahsyat terjadi pada tahun 1773
dan terakhir gunung ini meletus tahun 2002. Gunung Papandayan
Belantara Indonesia on 22.01

Objek dan daya tarik Gunung/Kawah Papandayan tersebut terdapat di Desa Sirna Jaya dan
Desa Keramat Wangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Adapun
pengelola objek tersebut adalah BKSDA Jabar II. Sedangkan status kepemilikan tanahnya
dikuasai oleh Departemen Kehutanan.

Luas kawasan objek ini secara keseluruhan 7132 Ha, yang terdiri dari Cagar Alam dengan
luas 6807 Ha dan Taman Wisata Alam 225 Ha. Adapun jenis gunung ini adalah jenis gunung
berapi yang memiliki ketinggian 2622 m dari permukaan laut. Sedangkan jumlah kawah
Papandayan ini terdapat banyak kawah yang aktif, yang diantaranya ada 4 kawah yang
meletus pada tahun 2002 yaitu Kawah Baru, Kawah Nagklat dan Kawah 2002 (2).

Batas administrasi kawasan ini sebelah Utara yaitu Kecamatan Pasirwangi dan Desa
Kepakan, Baratnya Kabupaten Bandung, Selatan Kecamatan Bungbulang dan Timurnya
Kecamatan Cisurupan. Batas alam Gunung Papandayan yaitu Utara, Barat, Selatan dan
Timurnya adalah Kawasan Perum Perhutani sebagai hutan produksi.

Dari kawasan ini ke Ibu Kota Kecamatan Cisurupan berjarak 9 km, dari Ibu Kota Kabupaten
Garut berjarak 24 km, dari Ibu Kota Propinsi berjarak 84 km, dari Bandara Udara Husen
Sastranegara berjarak 84 km, dari Pelabuhan Laut Santolo (Pameungpeuk) 80 km, dari
terminal bus/angkot Guntur berjarak 24, dari Stasiun kereta api Cibatu berjarak 64 km dan
dari akomodasi terdekat di Bayongbong berjarak 16 km yaitu Penginapan Kondang Sari.

Topografi Gunung Papandayan berada di ketinggian 2170 m di atas permukaan laut dengan
konfigurasi umum lahannya bergunung, berbukit, dataran dan lembah. Kemiringan lahannya
yaitu curam di Cagar Alam, landai di Taman Wisata Alam (TWA) dan agak curam di Cagar
Alam dan TWA serta kestabilan tanahnya baik yang berlokasi di Gunung Papandayan. Jenis
material tanah ialah tanah pegunungan.
Penyinaran matahari rata-rata ialah sedang dan ada pengaruh musim, pada musim kemarau
sering terjadi kebakaran hutan. Kondisi lingkungan kawasan ini sebagai berikut kulaitas
lingkungan, kebersihan / sanitasi dan bentang alamnya baik. Gunung Papandayan tidak ada
pencemaran udara dan pencemaran air, sedangkan untuk pencemaran bau ada yang berasal
dari belerang di TWA. Sedangkan untuk pencemaran sampah ada berasal dari sampah
pengunjung dan vandalisme di kawasan ini ada yang berasal dari ulah pengunjungnya.

Di Papandayan ada kios yang berjumlah 10 buah yang terletak di deket pintu masuk (loket
karcis) yang melebar sepanjang lahan parkir ada 1 buah took cinderamata di antara kios
tersebut. Tempat parkirnya memiliki luas 1 ha terletak di dekat pintu masuk yang dapat
memuat 100 bus, 200 mobil dan motor yang jumlahnya sangat banyak. Kondisi tempat parkir
baik, lapisan permukaan beraspal, tanah, rumput dan krikil dengan vegetasi peneduhnya
cukup. Terdapat 1 buah toilet umum dengan kebersihan / sanitasi cukup dan kondisi
bangunannya cukup. Ada sebuah shelter dengan kebersihan / sanitasi cukup dan kondisinya
cukup. Tempat sampah ada 3 buah terletak di dekat lokasi parkir dengan kondisi cukup yang
berbentuk keranjang sampah. Bumi perkemahan ada 2 buah, yaitu Pondok Salada berjarak 3
km dari pintu masuk ke arah puncak dengan luas 2 Ha dan Camp David terletak di belakang
parkiran dengan luas 1 ? Ha. Di bumi perkemahan tersedia fasilitas tempat api unggun dan
lapangan upacara. Air bersih di Camp David dan TWA belum ada akibat gunung meletus
sedangkan di Pondok Salada terdapat Sungai Cisalada yang berupa mata air. Tingkat
kebersihan dan kondisi perkemahan di Gunung Papandayan cukup.

Interpretation center ada 1 buah dengan tingkat kebersihan dan kondisinya baik yang terletak
di pos jaga atau loket. Terdapat pos jaga warna yang berfungsi juga sebgai pos jaga dengan
tingkat kebersihan dan kondisinya baik.

Aksesbilitas di kawasan ini berupa jalan raya dari Garut ? Pameungpeuk yang jenisnya jalan
Propinsi dengan panjang 80 km dan lebarnya 6m dengan kondisi cukup, jalan aksesnya
termasuk dalam jenis jalan Kabupaten Cisurupan ? TWA sepanjang 9 km dan lebar 5 km
dengan kualitas jalannya cukup dan jalan setapak dari tempat parkir ke kawah sepanjang 1
km dan lebar jalannya bervariasi dengan kondisi kurang akibat dari longsor. Jenis transportasi
umum berupa bis pariwisata (tidak jadwal), ada angkot yang khusus charteran bukan
langsung (tidak terjadawl) angkutan tradisional (pick up) dari Cisurupan ke kawah dan ojeg
dengan rute yang sama. Tarif yang berlaku dari Cisurupan ke TWA untuk ojeg Rp. 6000,- per
orang dan angkutan tradisional Rp. 3000,- per orang.

Daya tarik Gunung Papandayan yang utama berupa kawah, panorama, pegunungan dan
perkemahan, semuanya ini dapat dilakukan di TWA Daya tarik yang potensial berupa hutan
terdapat di Cagar Alam (CA) yang sifatnya khusus untuk penelitian dan pendidikan (dari ITB
rutin dilakukan tiap tahun) dan perkebunan terdapat di luar kawasan berupa kebun the milik
PTPN8 Sedep, Bandung.

Aktivitas yang utama dapat dilakukan yaitu traking, hiking, fotografi dan rekreasi hutan yang
semua ini dapat dilakukan di TWA. Sedangkan aktivitas penunjangnya ialah penelitian fauna
dan flora di CA serta untuk piknik dan berkemah dapat di lakukan di TWA.

TWA memiliki flora yang dominan yaitu Suwagi dan Kiteke sedangkan fauna yang dominan
yaitu babi hutan dan burung. Dalam CA flora yang dominan ialah Hiur, Puspa, Pasang Hura,
Saninten, Jamaju dan Sega sedangkan untuk fauna dominan adalah babi hutan, jenis burung,
macan kumbang dan tutul. Untuk TWA, babi hutan merupakan hewan berbahaya dan untuk
di CA berupa macan kumbang dan tutul. Flora langka di CA yaitu Saninten dan untuk
faunanya rusa, elang Jawa, Lutung dan Surili. Kegiatan konservasi hewan dan tumbuhan
dilakukan di CA.

5. LETUSAN GUNUNG KELUD

Letusan Gunung Kelud selama 100 tahun terakhir cenderung berupa letusan besar dan
berlangsung sebentar, kecuali letusan pada 2007, demikian pendapat seorang ahli gunung
berapi.

"Biasanya letusan Kelud paling lama dua hari, tetapi material yang dilontarkan lebih dari 100
juta meter kubik," kata Surono, ahli gunung berapi, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder
Affan, Jumat (14/02) siang.

Menurutnya, letusan Gunung Kelud pada Kamis (13/02) malam, yang telah melemparkan
materialnya hingga ketinggian 17km, merupakan ciri khas letusan Kelud selama 100 tahun
terakhir.

"Artinya, letusan Kelud kembali eksplosif seperti ciri khas dia selama 100 tahun, kecuali
tahun 2007," kata Surono.

Ledakan pada 2007, menurutnya, tidak bersifat eksplosif dan cuma membentuk kubah lava di
dalam danau kawahnya.

Dia mengatakan, kubah lava itulah yang kemudian dimuntahkan pada ledakan pada Kamis
malam.

Berikut sejarah ledakan gunung Kelud semenjak awal 1901hingga 2007 lalu, seperti disarikan
dari wawancara dengan Surono:

Letusan 1901

Letusan terjadi tengah malam, 22-23 Mei 1901, selama sekitar dua jam dan meningkat pada
pukul tiga pagi. Awan panas menyerang wilayah Kediri. Bunyi letusan terdengar sampai
Pekalongan, sementara hujan abu menyampai Sukabumi dan Bogor. Korban jiwa dilaporkan
cukup banyak, tetapi angka pasti tidak tercatat.

Letusan 1919

Sedikitnya 5160 orang menjadi korban jiwa akibat letusan gunung Kelud pada tengah malam,
20 Mei 1919 yang disebut terbesar dalam abad 20. Letusan ini snagat keras sehingga
dentumannya terdengar sampai Kalimantan. Hujan batu cukup lebat dan sebgaian atap rumah
hancur, dan hujan abu mencapai Bali. Kota Blitar dilaporkan mengalami kehancuran akibat
letusan ini.

Ledakan 1951

Letusan terjadi pada pukul 06.15 pagi pada 31 Agustus 1951 yang menyebabkan tujuh orang
tewas dan meulai 157 orang. Setidaknya terdengar empat dentuman keras akibat letusan ini.
Hujan batu yang sebagian sebesar buah mangga menerpa sebagian wilayah Margomulyo.
Hujan abu terjadi selama sekitar satu jam dan mencapai kota Bandung, Jabar.

Ledakan 1966

Terjadi pada 26 April 1966 pukul 20.15 WIB, letusan ini diwarnai luapan lahar di sejumlah
sungai di sekitarnya. Sedikitnya 210 orang tewas akibat letusan ini.

Ledakan 1990

Letusan terjadi secara beruntun pada 10 Februari 1990. Letusan yang terjadi belakangan lebih
besar. Letusan utama disertai awan panas sejauh 5km dari kawah. Daerah yang rusak tidak
terlalu luas, namun sebaran abu jauh lebih luas dan diperkirakan mencapai luasan 1700km
persegi. Sekitar 500 rumah rusak akibat tertimpa hujan abu. Korban jiwa sekitar 32 orang.

Ledakan 2007

Kali ini letusan gunung Kelud tidak eksplosif seperti sebelumnya, melainkan kemunculan
kubah lava yang besar di kawah Kelud. Kubah itu terus tumbuh sejak 5 November 2007
hingga berukuran selebar 100meter. Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam
sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan
kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus
"tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m.

Anda mungkin juga menyukai