Kelompok II
Fauziah Ananda Huseini
2016730121
Terima Kasih kepada orang tua atas do’a dan dukungannya, selalu mendampingi dan
penuh pengertian memberi semangat selama kami mengikuti pendidikan di Program Studi
Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan laporan PBL modul I Demam. Semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan
kepada kami mendapat balasan dari Allah Yang Maha Pemurah. Semoga Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu melimpahkan rahmat dan
karuniaNya kepada kita semua. Amin.
Fauziah Ananda
Huseini
BAB I
PENDAHULUAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul demam pada penyakit tropis, mahasiswa sistema
kedokteran tropis mampu memahami penyakit-penyakit tropis dengan gejala demam yang
meliputi definisi (pengertian), etiologi, patogénesis dan patomekanisme, manifestasi klinik,
cara menegakkan diagnosis, tatalaksana, komplikasi, serta epidemiologi penyakit-penyakit
tropis tersebut.
SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa sistema kedokteran tropis mampu memahami
dan menjelaskan:
1. Definisi dan etiologi penyakit-penyakit tropis dengan gejala demam
2. Macam-macam penyakit tropis dengan gejala demam
3. Patogénesis dan patomekanisme penyakit-penyakit tropis dengan gejala demam.
4. Cara menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menagakkan diagnosis, serta diagnosis
diferensial penyakit-penyakit tropis tersebut.
5. Terapi non-farmakologi dan farmakologi (indikasi, kontraindikasi, dosis, efek
samping, dan interaksi obat yang digunakan)
6. Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit-penyakit tropis tersebut.
7. Epidemiologi (insidens, prevalensi, morbidity, mortality rate, preventif, promotif, dll)
penyakit-penyakit tropis tersebut.
SKENARIO 3
Seorang laki-laki berusia 43 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam sejak
1 minggu yang lalu. Keluhan disertai menggigil, benjolan lipat paha kanan merah dan nyeri
tekan. Pasien sudah minum obat, tapi tidak sembuh. Tetangga pasien 3 tahun lalu menderita
penyakit yang sama, dan sekarang tungkai kanannya membesar. Disekitar lingkungan tempat
tinggal pasien terdapat danau dan persawahan. Pemeriksaan fisis: pembesaran kelenjar limfe
ingiunalis dekstra, hiperemis, nyeri tekan.
KATA SULIT
-
KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki usia 43 tahun
2. KU: demam 1 minggu yang lalu
3. Keluhan Tambahan: menggigil, benjolan lipat paha kanan merah dan nyeri tekan
4. Riwayat Obat: pasien sudah minum obat tapi tidak sembuh
5. Riwayat Psikososial: tetangga menderita penyakit yang sama 3 tahun yang lalu,
sekarang tungkai kanan membesar, sekarang tungkai kanan membesar, lingkungan
terdapat danau dan persawahan.
Pemfis: pembesaran kelenjar limfe inguinalis dextra dan hiperemis nyeri tekan
MIND MAP
KELUHAN PASIEN
Infeksi
DD
WD
PERTANYAAN
1. Jelaskan (sertakan gambar) tipe demam, grafik/kurva demam dan ciri khas yang
menjadi pembeda demam dari 14 dd yang dibahas kelompok!
- limfadenitis
- filariasis inguinalis
- demam dengue
- malaria
- tifoid
- campak
- chikungunya
- varicella
- leptopspirosis
- difteri
- influenza
- morbili
- parotitis
- rubella
2. Mengapa demam pada infeksi virus biasanya bersifat akut (kurang dari 7 hari)?
3. Jelaskan detail perbedaan antara infeksi virus dan bakteri (kaitkan dengan respons
inflamasi dan respons imun tubuh terhadap infeksi bakteri/virus)!
4. Jelaskan perbedaan steroid/NSAID dilihat dari perbedaan mekanisme kerja kaitkan
dengan gmbar/diagram mekanisme demam!
5. Jelaskan pembagian golongan steroid dan NSAID dan jelaskan perbedaan dari tiap
golongan terhadap golongan lainnya!
6. Jelaskan perbedaan analgetik, antipiretik, antiinflamasi!
7. Jelaskan dosis dari tiap-tiap obat NSAID/steroid!
8. Jelaskan cara pemberian obat steroid, apa yang dimaksud dengan tapeering off,
bagaimana pengaturannya, mengapa perlu tappering off!
9. Jelaskan mengapa pada pasien demam timbul menggigil, berkeringat jelaskan
mekanismenya!
10. Mengapa saat demam terjadi peningkatan set point tubuh? Tujuannya?
BAB II
ISI
1. Jelaskan (sertakan gambar) tipe demam, grafik/kurva demam dan ciri khas
yang menjadi pembeda demam dari 14 DD yang dibahas kelompok!
TYPE
DIFFERENTIAL
OF PATTERN SIGN
DIAGNOSIS
FEVER
LIMFADENITIS
DIFTERI
INFLUENZA
MORBILI
PAROTITIS menggigil
sakit kepla
nafsu makan
berkurang
merasa tidak
enak badan
demam ringan
sampai sedang
(terjadi 12-24
jam sebelum 1
atau beberapa
kelanjar liur
membengkak).
RUBELLA
MALARIA
Demam pada malaria secara periodik berhubungan dengan, waktu pecahnya sejumlah
skizon matang dengan keluarnya merozoit dan masuk dalam aliran darah (sporulasi). Pada
malaria vivaks dan ovale, skizon menjadi matang setiap 48 jam sehingga periodisitas
demamnya bersifat tersian. Pada malaria quartana (oleh karena P.malariae) skizon menjadi
matang setiap 72 jam sehingga sehingga periodisitas demamnya bersifat kuartan. “Trias
Malaria”(Malaria paroxysm) secara berurutan:
2. Mengapa demam pada infeksi virus biasanya bersifat akut (kurang dari 7 hari)?
Hampir semua jenis penyakit yang sifatnya akut (berlangsung singkat, tidak
menahun) merupakan self-limiting disease artau penyakit yang akan sembuh dengan
sendirinya. Beberapa di antaranya dipicu oleh gangguan pada mekanisme alami tubuh
manusia, namun sebagain besar disebabkan oleh virus. infeksi virus akan sembuh dengan
sendirinya karena sistem kekebalan tubuh akan membentuk perlawanan untuk membunuh
dan menyingkirkan virus-virus tersebut.
Virus adalah mikroorganisme yang mengadakan replikasi di dalam sel dan kadang-
kadang memakai asam nukleat atau protein pejamu. Sifat virus yang sangat khusus adalah:
Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan kerusakan sel disebut
virus non sitopatik (noncytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat
reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi persisten dan akhirnya menjadi kronik,
sebagai contoh adalah virus hepatitis B
1. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang
dari tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik (cytopathic virus),
sebagai contoh infeksi virus HIV, infeksi hepatitis virus lain, dan sebagainya.
2. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi
3. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak
Respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan
sel natural killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan
pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi
pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur
karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor
permukaan. Reseptor pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada
karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya
adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi
signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi
MHC kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun
sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel
NK. Produksi IFN-α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi
MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat
berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu:
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-
sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus
menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di
dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan
menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.
3. Jelaskan detail perbedaan antara infeksi virus dan bakteri (kaitkan dengan
respons inflamasi dan respons imun tubuh terhadap infeksi bakteri/virus)!
Virus berasal dari bahasa yunani “Venom” yang berarti racun. Virus adalah parasit
mikroskopik yang menginfeksiselorganisme biologis. Secara umum virus merupakan partikel
tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam
deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA) yang dapat berada dalam dua kondisi
yang berbeda, yaitu secara intraseluler dalam tubuh inang dan ekstrseluler diluar tubuh inang.
Virus memiliki sifat hidup dan mati. Sifat hidup (seluler) yaitu memiliki asam nukleat namun
tidak keduanya (hanya DNA atau RNA), dapat bereproduksi dengan replikasi dan hanya
dapat dilakukan didalam sel inang (parasit obligat intraseluler). Sifat mati (aseluler) yaitu
dapat di kristalkan dan dicairkan. Struktur berbeda dengan sel dan tidak melakukan
metabolisme sel. Bentuk virus bervariasi dari segi ukuran, bentuk dan komposisi kimiawinya.
Bentuk virus ada yang berbentuk bulat, oval, memanjang, silindariis, dan ada juga yang
berbentuk T. Ukuran Virus sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
elektron, ukuran virus lebih kecil daripada bakteri. Ukurannya berkisar dari 0,02 mikrometer
sampai 0,3 mikrometer (1 μm = 1/1000 mm). Unit pengukuran virus biasanya dinyatakan
dalam nanometer (nm). 1 nm adalah 1/1000 mikrometer dan seperjuta milimeter.
Virus memanfaatkan metabolisme sel penjamu untuk membantu sintesis protein virus
dan virion baru; jenis sel yang dapat diinfeksi oleh virus dapat sedikit dapat banyak. Untuk
tujuan diagnosti, sebagian besar virus ditumbuhkan dalam biakan sel, baik turunan sel
sekunder atau kontinu; pemakaian telur embrionik dan hewan percobaan untuk membiakan
virus hanya dilakukan untuk investigasi khusus. Jenis biakan sel untuk mengembangbiakan
virus sering berasal dari jaringan tumor, yang dapat digunakan secara terus menerus.
Replikasi virus dalam biakan sel dapat di deteksi dengan Tahap-tahap replikasi:
1. Peletakan/ Adsorpsi adalah tahap penempelan virus pada dinding sel inang. Virus
menempelkan sisi tempel/ reseptor site ke dinding sel bakteri
2. Penetrasi sel inang yaitu enzim dikeluarkan untuk membuka dinding sel bakteri.
Molekul asam nukleat (DNA/RNA) virus bergerak melalui pipa ekor dan masuk ke
dalam sitoplasma sel melalui dinding sel yang terbuka. Pada virus telanjang, proses
penyusupan ini dengan cara fagositosis virion (viropexis), pada virus terselubung
dengan cara fusi yang diikuti masuknya nukleokapsid ke sitoplasma.
3. Eklipase: asam nukleat virus menggunakan asam nukleat bakteri untuk membentuk
bagian-bagian tubuh virus
Sebagian besar efek terapi dan efek samping NSAID berdasarkan atas penghambatan
biosintesis prostaglandin (PG). Pada saat sel mengalami kerusakan, maka akan dilepaskan
beberapa mediator kimia. Di antara mediator inflamasi, prostaglandin adalah mediator
dengan peran terpenting. Enzim yang dilepaskan saat ada rangsang mekanik maupun kimia
adalah prostaglandin endoperoksida sintase (PGHS) atau siklo oksigenase (COX) yang
memiliki dua sisi katalitik. Sisi yang pertama adalah sisi aktif siklo oksigenase, yang akan
mengubah asam arakhidonat menjadi endoperoksid PGG2. Sisi yang lainnya adalah sisi aktif
peroksidase, yang akan mengubah PGG2 menjadi endoperoksid lain yaitu PGH2. PGH2
selanjutnya akan diproses membentuk PGs, prostasiklin dan tromboksan A2, yang ketiganya
merupakan mediator utama proses inflamasi. COX terdiri atas dua isoform yaitu COX-1 dan
COX-2.
Golongan obat ini menghambat enzim siklo oksigenase (COX) sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat dengan cara berbeda.
Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya
rendah kadar peroksida seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung
banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti inflamasi
parasetamol praktis tidak ada. Inhibisi biosintesis prostaglandin oleh aspirin menyebabkan
asetilasi yang irreversibel di sisi aktif siklo okigenase, sedangkan sisi aktif peroksidase tidak
terpengaruh. Berlawanan dengan aksi aspirin yang irreversibel, NSAID lainya seperti
ibuproven atau indometasin menyebabkan penghambatan terhadap COX baik reversibel
maupun irreversibel melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam arakhidonat.
NSAID menghambat suatu enzim spesifik yang disebut enzim siklooksigenase.
NSAID membantu untuk meredakan ketidaknyamanan saat demam dan mengurangi
inflamasi dan nyeri. Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap
proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.
5. Jelaskan pembagian golongan steroid dan NSAID dan jelaskan perbedaan dari
tiap golongan terhadap golongan lainnya!
Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar tergantung
dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan NSAIDs secara umum
tidak menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan. Golongan obat
NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu
perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-
oksigenase dengan cara yang berbeda. Parasetamol dapat menghambat biosintesis
prostaglandin apabila lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di
hipotalamus, sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi
peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit. Aspirin
dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif serin dari
enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim siklo-
oksigenase karena thrombosit tidak mampu mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase.
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. sebagian
besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam
seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Obat-obatan yang dapat menghambat
produksi prostaglandin (NSAIDs) melalui penghambatan sintesis prostaglandin mempunyai
kemampuan untuk menurunkan aliran rangsang dari saraf afferent (nociceptive afferents),
sehingga berperan sebagai analgesik lemah.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon kortikosteroid memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif,
kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan
membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini akan mengalami perubahan konformasi
dan akan bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini akan
menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Umumnya kortikosteroid
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama
glukokortikoid diantaranya adalah penyimpanan glikogen di hati dan efek anti-inflamasi.
Obat antiinflamasi dibagi jadi dua: golongan steroid dan nonstreoid.
a. Golongan kortikosteroid: Obat ini merupakan antiinflamasi yang poten. Obat-obat ini
menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat.
asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin juga tidak terbantuk.
b. Golongan NSAID (Non steroid anti inflammatory drug): Cara kerjanya juga beda
dengan yang golongan steroid. Obat golongan AINS menghambat COX sehingga
tidak terbentuk prostaglandin dan tromboksan. Potensinya sih lebih kecil daripada
yang golongan steroid namun ada juga efek sampingnya:
Meningkatkan resiko kekambuhan asma
Pendarahan
Gangguan Gagal ginjal, gangguan lambung
Beberapa profil obat AINS serta analgesik:
1. Parasetamol / Acetaminophen
Seperti yang sudah dijelaskan di atas karena bekerja pada COX-3 di susunan
saraf pusat obat ini hanya berfungsi sebagai analgesik dan antipiretik. Selain itu resiko
gangguan kardiovaskular minimal karena tidak menghambat tromboksan.
2. Aspirin / Asetosal / Asam asetil salisilat
Sebagai analgetik, antipiretik, antiinflamasi dan antiplatelet. Berkaitan dengan
khasiatnya sebagai antiplatelet atau pencegah pembekuan darah maka aspirin tidak
boleh diberikan pada pasien dengan gangguan pembekuan darah, pasca operasi serta
penderita demam berdarah. Selain itu aspirin dapat memicu terjadinya asma karena
penumpukan leukotrien dan sebaiknya bukan pilihan bagi penderita gangguan
lambung karena dapat menyebabkan peptic ulcer disease
3. Antalgin / metampiron
Khasiat sebagai analgetik, antipiretik dan anti inflamasi. Namun efek
sampingnya dapat menyebabkan leukopenia (penurunan leukosit) dan agranulositosis
(penurunan sel-sel darah putih bergranuler).
4. Asam mefenamat
Khasiat sebagai analgetik, antipiretik, anti inflamasi (namun potensinya
kurang dari aspirin). Terkait sifatnya yang asam maka jangan diminum saat perut
kosong.
5. Ibuprofen
Khasiat sebagai analgetik dan antipiretik. Biasanya juga digunakan oleh
penderita rheumatoid arthritis dan degenerative joint disease.
8. Jelaskan cara pemberian obat steroid! apa yang dimaksud dengan tapeering off?
bagaimana pengaturannya? mengapa perlu tappering off?
Cara pemberian:
Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan
trial and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit
Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya
Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi
spesifik, tidak membahayakan kecuali dalam dosis besar
Bila pengobatan diperpanjang sampai dua minggu atau lebih hingga dosis
melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan
bertambah
Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan
merupakan terapi kausal ataupun kuratif, tetapi hanya bersifat paliatif karena
efek anti-inflamasinya
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis
besar mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat
mengancam jiwa pasien.
Tapering Off? penurunan dosis obat tertentu ketika obat hendak dihentikan
penggunaannya. Tujuan dilakukannya tapering off adalah agar tubuh kita tidak
mengalami gangguan akibat penghentian obat yang bersifat tiba-tiba.
Hari ke-1: 30 mg per hari,dibagi menjadi 10 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan
siang, 5 mg saat makan malam, 10 mg sebelum tidur
Hari ke-2: 5 mg saat makan pagi, 5 mg saat makan siang, 5 mg saat makan malam,
10 mg sebelum tidur
Hari ke- 3: 5 mg 4 kali sehari (pada waktu makan dan sebelum tidur)
Hari ke- 4: 5 mg 3 kali sehari (pada saat makan pagi, saat makan siang, dan sebelum
tidur)
Hari ke- 5: 5 mg 2 kali sehari (saat makan pagi dan sebelum tidur)
Hari ke- 6: 5 mg saat makan pagi
MEKANISME BERKERINGAT
Kelenjar keringat diperlihat dalam bentuk tubular yang dibagi menjadi 2 bagian 1.
Bagian yang bergelung di subdermis dalam menyekresi keringat 2. Bagian duktus yang
berjalan keluar melalui dermis dan epidermis kulit. Seperti juga pada kelenjar lainnya, bagian
sekretorik kelenjar keringat menyekresi cairan yang disebut dengan secret primer /secret
prekusor, kemudian konsemtrasi zat dalam cairan tersebut dimodifikasi sewaktu cairan
mengaliri duktus. Sekret prekusor adalah hasil sekresi aktif dari sel-sel epitel yang melapisi
bagian yang bergelung dari kelenjar keringat. Serabut saraf simpatis kolinergik berakhir
pada /dekat sel-sel kelenjar yang megeluarkan secret tersebut. Komposisi secret prekusor
mirip dengan yang terdapat dalam plasma, namun tidak mengandung protein plasma.
Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida sekitar 104 mEq/L, dengan konsentrasi
zat terlarut dlain yang lebih kecil bila dibandingkan di dalam plasma. Sewaktu larutan ini
mengalir di bagian duktus kelenjar, larutan ini mengalami modifikasi melalui reabsorbsi
sebagian besar ion natrium dan klorida. Tingkat reabsorbsi ini bergantung pada kecepatan
berkeringat. Apabila kelenjar keringat hanya sedikit dirangsang, cairan prekusor mengalir
melalui duktus dengan lambat. Dalam hal ini, pada dasarnya semua ion natrium dan klorida
direabsorbsi, dan konsentrasi maisng-masing ion ini menurun menjadi 5mEq/L. Hal ini
mengurangi tekanan osmotic cairan keringat tersebut hingga nilai yang sangat rendah
sehingga sebagian besar cairan kemudian juga direbsorbsi, yang memekatkan sebagian besar
kandungan unsure lainnya. Oleh karena itu pada kecepatan berkeringat yang rendah,
kandungan unsure seperti urea, asam laktat, dan ion kaium biasanya konsentrasinya sangat
tinggi. Sebaliknya apabila kelenjar keringat dirangsang dengan kuat oleh system saraf
simpatis, secret prekusor dibentuk dalam jumlah yang banyak, dan duktus kini hanya
mereabsorbsi natrium klorida dalam jumlah yang lebih sedikit dari setengahnya, konsentrasi
ion-ion natrium dan klorida kemudian biasanya meningkat (pada orang yang tidak dapat
menyesuaikan diri dengan iklim) sampai tingkat maksimum sekitar 50 sampai 60 mEq/L,
sedikit lebih rendah dari setengah konsentrasinya di dalam plasma. Lebih lanjut lagi, keringat
mengalir melalui tubulus kelenjar begitu cepatnya, sehingga sedikit air yang direabsorbsi.
Oleh karena itu, konsentrasi unsure terlarut lainnya dari keringat hanya sedikit meningkat,
urea menjadi sekitar dua kali dari plasma, asam laktat sekitar 4 kali dari plasma, dan kalium
sekitar 1,2 kali. Bila orang belum menyesuaikan diri dengan iklim panas, ia akan mengalami
kehilangan natrium klorida di dalam keringat dalam jumlah yang bermakna. Kehilangan
elektrolit akan jauh lebih sedikit, meskipun kemampuan berkeringat telah ditingkatkan, bila
orang telah terbiasa dengan iklim tersebut.
10. Mengapa saat demam terjadi peningkatan set point tubuh? Tujuannya?
Suhu dipertahankan melalui energi yang dihasilkan oleh proses metabolisme dari zat-
zat makanan dengan sumber karbohidrat, lemak, dan protein di sel-sel tubuh, khususnya di
mitokondria. Energi yang dihasilkan dalam bentuk ATP sebagian diubah menjadi energi
panas yang digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh. Pusat pengatur suhu sendiri
terdapat di hipotalamus, bagian dari otak. Di sinilah suhu tubuh diatur dan dipertahankan
dengan pengaturan setting point suhu. Fungsi peningkatan suhu tubuh dalam melawan infeksi
belum diketahui pasti. Demam merupakan manifestasi sistemik umum peradangan,
mengisyaratkan bahwa peningkatan suhu memiliki peran menguntungkan yang penting
dalam respons peradangan secara keseluruhan.