Asuhan Keperawatan Penyakit Tropik Infeksi Disebabkan
VirusDemam dengue (DF) dan Cikungunya Oleh: Kelompok 1
1. Rida: Disebutkan pada makalah bahwasanya penatalaksanaan yaitu terapi simptomatis,
seperti obat penghilang rasa sakit atau demam seperti paracetamol. Pemberian cloroquin yang sekaligus sebagai antiviral, naproxen dan ibuprofen, meskipun bersifat sembuh dengan sendirinya apakah tidak pernah ditemukan adanya komplikasi yang muncul? Jawaban: (mery) Seperti yang Kita tahu bahwa setiap tekhnik dan metode pengobatan memiliki resikonya sendiri-sendiri. Sama halnya dengan penggunaan obat simptomatis, jadi obat ini punya jangka waktu tersendiri sampai kapan harus digunakan. Disamping itu kita harus mengetahui juga tentang cara pakai dan ketentuan dosis obat. Apabila digunakan terus menerus, zat obat tersebut dapat menyebabkan efek samping dan komplikasi yang berbahaya. Beberapa efek samping yang bisa timbul apabila obat simtomatis digunakan secara berkelanjutan, antara lain seperti sesak napas, gangguan ginjal, gangguan liver, alergi, dan resistensi Antibiotik. Selain itu, resiko lain yang mungkin akan timbul bagi pasien adalah penyakit yang dialaminya akan kabuh kembali. Hal ini dikarenakan kerja dari obat ini hanya untuk meringankan/menekan gejala penyakitnya saja namun sumber penyakit yang sebenarnya tidak dibasmi secara utuh. Kemudian hal yang paling penting sebelum mendapat terapi obat Simptomati ini, sebaiknya pasien membicarakan terlebih dahulu tentang riwayat kesehatannya kepada dokter untuk mencegah terjadinya interaksi yang tidak diinginkan dengan penyakit atau kondisi kesehatan tertentu. 2. Fardah: Apakah penyakit DHF dan chikungunya bisa terjadi di daerah selain daerah tropis dan subtropis dan apa faktor risiko yang bisa menyebabkan seseorang mudah terkena penyakit-penyakit tadi? Jawaban: (riris) penyakit demam dengue dan cikungunya tidak bisa terjadi pada daerah selain daerah tropis dan subtropis, dikarenakan tempat hidup dan berkembang biak yang memadai untuk nyamuk aedes hanya ada pada daerah tropis dan subtropis. Untuk faktor risiko yang menyebabkan seseorang mudah terkena penyakit tersebut yaitu yang pertama lingkungannya sangat memadai sebagai habitat nyamuk aedes, sehingga risiko terkena penyakitnya tinggi. Selain itu faktor imun juga mempengaruhi risiko mudahnya terkena penyakit tersebut. 3. Bila: bagaimana cara kita membedakan pasien itu terkena dhf atau chikungunya? mengingat manifestasi klinisnya hampir sm seperti demam, nyeri sendi dan otot, serta sakit kepala. Jawaban: (novita) Fase demam: pada demam dengue mempunyai siklus demam yang khas, yaitu turun naik demamnya. pasien akan mengalami fase demam tinggi 39-40°C kemudian pasien akan masuk ke fase kritis dengan gejala demam menurun drastis. Nah pafa fase kritis ini pasien bisa mengalami syok syndrom d.d. denyut nadi cepat dan lemah, gelisah, kesadarannya menurun, ujung tangan dan kaki terasa dinging, bibir kebiruan, dll. Sementara untuk chikungunya demam nya tidak ada pola khusus, umumnya demam berlangsung selama 3-5 hari lalu mereda. Kemerahan kulit: pada demam dengue kulit biasanya dipenuhi bintik-bintik merah akibat perdarahan yang tidak akan pudar atau hilang bila ditekan. Sedangkan chikungunya bintik-bintik nya akan hilang saat ditekan. Perdarahan: pada demam dengue akan terjadi perdarahan yang disebabkan oleh trombosit yang berperan dalam pembekuan darah menurun sehingga pasien lebih rentan mengalami perdarahan misalnya mimisan, gusi berdarah, ptekie, perdarahan di lambung dll. Nyeri sendi: pasien chikungunya akan mengeluhkan nyeri sendi berat yang bisa bertahan hingga berhari-hari dan berbulan-bulan, dan dapat menimbulkan kelumpuhan. Hasil Lab: DD pasti akan mengalami penurunan kadar trombosit hingga batas normal (100.000). Kadar hematokrit pasien DD juga akan meningkat. Sedangkan pada chikungunya tidak tampak penurunan trombosit. 4. Zulfa: Pada gejala virus cikungunya terdapat nyeri sendi dan disebutkan cuma pada beberapa area persendian tidak semua. Nah gimana caranya virus tersebut menyerang pada persendian sehingga timbul nyeri? Jawaban: (diva) infeksi virus chikungunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes. Setelah memasuki tubuh, virus chikungunya akan menyebar melalui pembuluh darah, lalu menginfeksi sel endothelial dan epithelial dalam tubuh manusia yang dikenal sebagai fibroblas (sel penyusun jaringan ikat). Seiring berkembangnya infeksi, fibroblas akan semakin rusak, dan sel endothelial maupun epithelial kita akan mati. Cedera yang menyerang otot fibroblas itulah yang kemudian membuat otot terasa nyeri. 5. Laras: Disebutkan bahwa demam chikungunya termasuk self limiting disease atau penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Mengapa demikian? Apakah ini berlaku untuk semua usia atau hanya berlaku pada orang dengan kriteria tertentu? Jawaban: (Charisma) Self limiting disease adalah penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya. Pada umumnya banyak penyakit yang disebabkan oleh virus itu bisa sembuh dengan salah satunya virus chikungunya. Chikungunya ini dapat sembuh dengan sendirinya dengan catatan daya tahan tubuhnya baik. Artinya, penyakit ini bisa sembuh atau pulih sendiri karena tubuh manusia bisa melakukan perlawanan dengan imunitas. Jadi sistem imun tubuh yang melawan virus tersebut. Dengan kata lain, dengan meningkatkan sistem imun tubuh, kita dapat mempercepat penyembuhan dan mencegah terkenanya infeksi virus tersebut. Meski sifat virus disebut bisa mati dengan sendirinya, pasien tetap diberikan obat- obatan sesuai dengan gejala dan keluhan yang dialami penderita untuk mengurangi gejalanya namun bukan untuk membunuh virus. Namun ada juga obat yang bersifat untuk mempercepat penyembuhan yakni pada jenis antiviral. Obat-obatan antiviral tidak membunuh virus seperti antibiotik membunuh bakteri. Antiviral ini bekerja dengan menghambat replikasi dari virusnya. Saat obat tersebut mengambat replikasi virus, sistem imun akan lebih mudah untuk melawan infeksi virusnya sehingga penderita akan lebih cepat untuk sembuh. 6. Calista: pada penilaian resiko decubitus ada kolom nutrisi bernilai kan 2, kenapa kelompok tidak memaksukkan ke daftar prioritas? menurut saya bernilai 2 itu cukup rendah dan perlu perawatan lebih lanjut. Jawaban: (fira) Pemberian nilai 2 pada kolom nutrisi resiko decubitus disebabkan karena resiko nyeri lebih diprioritaskan pada intervensi pasien, kurangnya nafsu makan pada pasien disebabkan karena rasa nyeri yang dirasakan sehingga bagaimanapun intervensi nyeri masih perlu diperhatikan lebih. 7. Zurinda: chikungunya itu bisa lumpuh ya? Bagaimana tatalaksana non farmakologi untuk lumpuh tersebut? Lalu bagaimana bila lumpuhnya tersebut berlangsung secara lama ya? Jawaban: (Anggi) Chikungunya tidak selalu membuat lumpuh, kalau pun lumpuh itu cuma sementara karena nyeri sendi berlebihan. Pengobatan non farmakologinya untuk mengganti kehilangan cairan yang hilang bisa minum air atau yang mengandung elektrolit dan istirahat cukup 8. Risma: mengapa pada kasus DHF tidak diangkat diagnosis “Gangguan Integritas kulit” atau “resiko gangguan integritas kulit”? Sedangkan pada cikungunya diangkat. Padahal keduanya sama-sama memiliki manifestasi ruam atau kemerahan pada kulit pasien. Jawaban: (Dina) Df: diagnosa yang diangkat risiko pendarahan, karena munculnya ruam/petekie disebabkan oleh trombositopeni. Jadi tidak ada gangguan integritas kulit. Chikungunya: diagnosa yang diangkat gangguan integritas kulit, karena munculnya ruam (bukan petekie) disebabkan oleh virus yang menyerang jaringan kulit. Chikungunya belum tentu ada trombositopeni, jadi kalo muncul ruam bisa jadi gangguan integritas kulit. DF sudah pasti ada trombositopeni, jadi kalau muncul ruam/petekie pasti risiko pendarahan. 9. Syafina: Pada pasien chikungunya bisa menyebabkan nyeri sendi yang berlebihan, namun pada bagian implementasi dilakukan menyediakan lingkungan yang dingin untuk meredakan hipertermia, padahal lingkungan yang dingin dapat menyebabkan meningkatnya nyeri sendi juga. Bagaimana penanganan hal tersebut, jika dari implementasi membuat kondisi pasien memburuk? Jawaban: (novita) Demam tinggi jika tidak di turunkan segera, pasti akan berdampak pada sistem tubuh. Oleh karena itu, intervensi menyediakan lingkungan dingin bisa dijadikan salah satu upaya untuk menurunkan demam, namun lingkungan dingin tersebut harus menyesuaikan kondisi pasien agar tidak terjadi komplikasi di keluhan yang lain, salah satunya nyeri sendi.