Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

DETEKSI DINI GANGGUAN KESEHATAN REPRODUKSI

Dosen Pengampu : Putri Wahyu Wigati, SST., M.PH

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Anita Nuril F. (19631370)


2. Elly Maesha (19631382)
3. Fantri Nugroho (19631365)
4. Hidayatul Ulum N. (19631366)
5. Karima Meireza (19631372)
6. Nuridani (19631373)
7. Putri Riga Sefika (19631375)
8. Sevia Indriani (19631381)
9. Zulfatus Sa’adah (19631385)

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KADIRI

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan bimbingan-Nya, sehingga kami dapat membuat makalah dengan judul “DETEKSI DINI
GANGGUAN KESEHATAN REPRODUKSI”

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Putri Wahyu Wigati, SST., M.PH
selaku Dosen Asuhan Kebidanan Kespro dan KB yang telah memberikan tugas ini dan
telah membimbing kami sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak.

Kediri, 29 Desember 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
HALAMAN KATA PENGANTAR.......................................................... ii
HALAMAN DAFTAR ISI......................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kesehatan Reproduksi.............................................. 3
2.2 Deteksi Dini............................................................. 11

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................ 17
3.2 Saran.................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………........ 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam rangka upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) dibutuhkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, khususnya
dalam konsep dasar kesehatan reprouksi. Sebagai tenaga kesehatan yang memiliki posisi
strategis, bidan harus mempunyai kompetensi dalam hal konsep dasar kesehatan
reproduksi.
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat baik secara fisik, jiwa maupun sosial
yang berkaitan dengan sistim, fungsi dan proses reproduksi. Reproduksi yang sehat
dibutuhkan dalam rangka mengembangkan keturunan yang sehat dan berkualitas di masa
dewasa. Salah satu cara untuk mencegah kelainan-kelainan yang mungkin dapat
mengganggu proses reproduksi adalah dengan deteksi dini masalah kesehatan reproduksi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi?
2. Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi?
3. Apa yang dinaksud dengan deteksi dini?
4. Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi
2. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
3. Untuk mengetahui apa yang dinaksud dengan deteksi dini
4. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Reproduksi

2.1.1 Pengertian
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial
secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang
berkaitan dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO). Kesehatan
reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak
semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan
dengan system reproduksi dan fungsi serta proses (ICPD, 1994). Kesehatan
Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara
utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses
reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual
dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang
memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan
antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1996).

Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat


memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani
kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apapun (Well
Health Mother Baby) dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal
(IBG. Manuaba, 1998). Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat,
fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi
yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan
seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000).

2.1.2 Tujuan Kesehatan Reproduksi


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang
menjamin setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang
bermutu, aman dan dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga
menjamin kesehatan perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu melahirkan

2
generasi yang sehat, berkualitas yang nantinya berdampak pada penurunan Angka
Kematian Ibu. Didalam memberikan pelayanan Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan
yang akan dicapai, yaitu tujuan utama dan tujuan khusus.
Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada
perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan sehingga
dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas
kehidupannya.
Tujuan Khusus antara lain sebagai berikut:
a) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan
hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari
perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan
pasangan dan anakanaknya. Dukungan yang menunjang wanita untuk
membuat keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa
pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II pasal 3
yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang
menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

2.1.3 Sasaran Kesehatan Reproduksi


Terdapat dua sasaran Kesehatan Reproduksi yang akan dijangkau dalam
memberikan pelayanan, yaitu sasaran utama dan sasaran antara.
1. Sasaran Utama
Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang belum menikah.
Kelompok resiko: pekerja seks, masyarakat yang termasuk keluarga prasejahtera.
Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja.
a) Seksualitas.
b) Beresiko/menderita HIV/AIDS.

3
c) Beresiko dan pengguna NAPZA.
2. Sasaran Antara
Petugas kesehatan : Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan, Perawat, Pemberi
Layanan Berbasis Masyarakat.
a. Kader Kesehatan, Dukun.
b. Tokoh Masyarakat.
c. Tokoh Agama.
d. LSM.

2.1.4 Komponen Kesehatan Reproduksi


Strategi kesehatan reproduksi menurut komponen pelayanan kesehatan
reproduksi komprehensif dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Peristiwa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan kurun kehidupan wanita
yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, makna kematian
seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah
keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga, ibu dari anak-anak yang
dilahirkan, istri dari suami, anak bagi seorang ibu yang melahirkan, ataupun tulang
punggung bagi sebuah keluarga, semua sulit untuk digantikan. Tindakan untuk
mengurangi terjadinya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan, harus
dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang cepat dan
tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat. Upaya intervensi dapat
berupa pelayanan ante natal, pelayanan persalinan dan masa nifas. Upaya
intervensi tersebut merupakan dimensi pertama dari paradigma baru pendekatan
secara Continuum of Care yaitu sejak kehamilan, persalinan, nifas, hari-hari dan
tahun-tahun kehidupan perempuan. Dimensi kedua adalah tempat yaitu
menghubungkan berbagai tingkat pelayanan di rumah, masyarakat dan
kesehatan.Informasi akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan
seks yang dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa
menggunakan kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi, bila jalan
keluar yang ditempuh dengan melakukan pengguguran maka hal ini akan
mengancam jiwa ibu tersebut.
2) Komponen Keluarga Berencana.

4
Komponen ini penting karena Indonesia menempati urutan keempat dengan
jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Indonesia diprediksi akan mendapat
“bonus demografi“ yaitu bonus yang dinikmati oleh suatu Negara sebagai akibat
dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang 15–64 tahun) dalam evolusi
kependudukan yang akan dialami dan diperkirakan terjadi pada tahun 2020–2030.
Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya masalah tersebut pemerintah
mempersiapkan kondisi ini dengan Program Keluarga Berencana yang ditujukan
pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu dan kesejahteraan keluarga. Calon
suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta
pertimbangan rasional tentang masa depan yang baik bagi kehidupan suami istri
dan anak-anak mereka dikemudian hari. Keluarga berencana bukan hanya sebagai
upaya/strategi kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk agar sesuai
dengan daya dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi bidang kesehatan
dalam upaya meningkatan kesehatan ibu melalui pengaturan kapan ingin
mempunyai anak, mengatur jarak anak dan merencanakan jumlah kelahiran
nantinya. Sehingga seorang ibu mempunyai kesempatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan dirinya. Pelayanan yang berkualitas
juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan klien terhadap
pelayanan kesehatan yang ada.
3) Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),
termasuk Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS.
Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan gangguan
yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang disebabkan penyakit infeksi
yang non PMS. Seperti Tuberculosis, Malaria, Filariasis, maupun infeksi yang
tergolong penyakit menular seksual, seperti gonorhoea, sifilis, herpes genital,
chlamydia, ataupun kondisi infeksi yang mengakibatkan infeksi rongga panggul
(pelvic inflammatory diseases/PID) seperti penggunaan alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) yang tidak steril. Semua contoh penyakit tersebut bila tidak
mendapatkan penanganan yang baik dapat berakibat seumur hidup pada wanita
maupun pria, yaitu misalnya kemandulan, hal ini akan menurunkan kualitas hidup
wanita maupun pria.
4) Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja.
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu
diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi
5
dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam
waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder
dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik
mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat mempertanggung
jawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut.Informasi dan penyuluhan,
konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah
kesehatan reproduksi remaja ini. Selain itu lingkungan keluarga dan masyarakat
harus ikut peduli dengan kondisi remaja ini sehingga dapat membantu memberikan
jalan keluar bila remaja mengalami masalah tidak malah di salahkan, tetapi perlu
diarahkan dan dicarikan jalan keluar yang baik dengan mengenalkan tempat–
tempat pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk mendapatkan konseling
ataupun pelayanan klinis sehingga remaja masih dapat melanjutkan kehidupanya.
5) Komponen Usia Lanjut.
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan
peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir
kurun usia reproduksi (menopouse/andropause). Upaya pencegahan dapat
dilakukan melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim
pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan
akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain. Hasil yang diharapkan dari
pelaksanaan kesehatan reproduksi tersebut adalah peningkatan akses Informasi
secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi, masalah kesehatan
reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan intervensi, dan
bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat diperlukan. Paket pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas yang menjawab kebutuhan wanita maupun
pria. Kontrasepsi (termasuk strerilisasi) yang aman dan efektif. Kehamilan dan
persalinan yang direncanakan dan aman. Penanganan tindakan pengguguran
kandungan tidak aman. Pencegahan dan penanganan sebabkemandulan (ISR/PMS).
Informasi secara menyeluruh termasuk dampak terhadap otot dan tulang, libido,
dan perlunya skrining keganasan (kanker) organ reproduksi. Pengukuran adanya
perubahan yang positif terhadap hasil akhir diatas akan menunjukkan kemajuan
pencapaian tujuan pelayanan kesehatan reproduksi yang menjawab kebutuhan
kesehatan reproduksi individu, suami-istri dan keluarga.

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

6
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi. Faktor-faktor
tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, yaitu:
1) Faktor Demografis - Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu kemiskinan,
tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual
dan proses reproduksi, usia pertama melakukan hubungan seksual, usia pertama
menikah, usia pertama hamil. Sedangkan faktor demografi yang dapat
mempengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah akses terhadap pelayanan kesehatan,
rasio remaja tidak sekolah , lokasi/tempat tinggal yang terpencil.
2) Faktor Budaya dan Lingkungan
Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak
rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, pandangan agama, status
perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat tinggal dan cara
bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak dan tanggung jawab
reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen politik.
3) Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman sebaya (“peer
pressure“), tindak kekerasan dirumah/ lingkungan terdekat dan dampak adanya
keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa
tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasan secara materi.
4) Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ reproduksi atau cacat sejak
lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, keadaan gizi
buruk kronis, anemia, radang panggul atau adanya keganasan pada alat reproduksi.
Dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi diatas dapat
memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh karena itu perlu
adanya penanganan yang baik, dengan harapan semua perempuan mendapatkan
hak-hak reproduksinya dan menjadikan kehidupan reproduksi menjadi lebih
berkualitas.

2.1.6 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

7
1. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, Pelayanan ANC,
persalinan, nifas dan BBL yang aman.
2. Bayi dan Anak
PemberianASI eksklusif dan penyapihan yang layak, an pemberian
makanan dengan gizi seimbang, Imunisasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Pencegahan dan
penanggulangan kekerasan pada anak, Pendidikan dan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan.
3. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi yang
adequate, Pencegahan kekerasan sosial, Mencegah ketergantungan NAPZA,
Perkawinan usia yang wajar, Pendidikan dan peningkatan keterampilan,
Peningkatan penghargaan diri,. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan
ancaman.
4. Usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman, Pencegahan
kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan kontrasepsi untuk
mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan, Pencegahan terhadap PMS atau
HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, Pencegahan
penanggulangan masalah aborsi, Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim,
Pencegahan dan manajemen infertilitas.
5. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian terhadap kemungkinan
penyakit utama degeneratif termasuk rabun, gangguan metabolisme tubuh,
gangguan morbilitas dan osteoporosis, Deteksi dini kanker rahim dan kanker
prostat. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi secara “lebih luas“, meliputi:
Masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu pada saat pertama anak
perempuan mengalami haid/menarche yang bisa beresiko timbulnya anemia,
perilaku seksual bila kurang pengetahuan dapat terjadi kehamilan diluar nikah,
abortus tidak aman, tertular penyakit menular seksual (PMS), termasuk
HIV/AIDS.

8
2.1.7 Hak–Hak Kesehatan Reproduksi
Hak– Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002) hak
kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, antara lain :
a. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi
yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga
menjamin keselamatan dan keamanan klien.
b. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai
individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas,
reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang
digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
c. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tidak melawan
hukum.
d. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani
kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
e. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang
didasari penghargaan.
f. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi
yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
g. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang
tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam
menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab.
h. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap,
dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
i. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil l angkah yang
tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan pelayanan
kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi.
j. Hukum dan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah
diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang berhubungan dengan sekualitas dan
masalah reproduksi
k. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya,

9
mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun
dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan advokasi.
l. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini diambil
dari hasil kerja International Women’s Health Advocates Worldwide.
2.1.7 Masalah Kesehatan Reproduksi
1. Masalah reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang
berkaitan denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia
dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah
kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial budaya terhadap
masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat terhadap
kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap
perempuan hamil.
2. Masalah gender dan seksualitas
Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan
dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas.
Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma
sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian.
3. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada
perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial mengenai
kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap
perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur.
Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.
4. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual
Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea.
Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes.
Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency
Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual.
5. Masalah Pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.Faktor-faktor yang
mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya
terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi

10
konsumennya dan keluarganya.
6. Masalah Sekitar Teknologi
Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung).
Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening). Penapisan
genetik (genetic screening). Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan.Etika dan
hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.

2.2 Deteksi Dini

2.2.1 Pengertian
Skrining adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan
menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara
cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya
menderita suatu kelainan. Test skrining dapat dilakukan dengan :
1. Pertanyaan (anamnesa)
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium.

Deteksi dini gangguan sistem reproduksi merupakan langkah preventif untuk


mencegah terjadinya berbagai penyakit sistem reproduksi salah satu caranya melalui
pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA) dan Pap Smear yatu bertujuan untuk
skrining awal mendeteksi gejala dari kanker serviks pada perempuan dan mencegah
terjadinya berbagai komplikasi.

2.2.2 Tujuan Deteksi Dini


Skrining bertujuan untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit
dengan pengobatan dini terhadap kasus yang ditemukan. Program diagnosis dan
pengobatan dini hampir selalu diarahkan kepada penyakit yang tidak menular seperti
kanker, diabetes mellitus, glaucoma, dan lain-lain.
Deteksi dini bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit pada stadium yang lebih
awal atau dengan kata lain menemukan adanya kelainan sejak dini.

2.2.3 Persyaratan Skrinning


Menurut Wilson and Jungner (1986) persyaratan skrining antara lain :

11
1. Masalah kesehatan atau penyakit yang diskrining harus merupakan masalah
kesehatan yang penting.
2. Harus tersedia pengobatan bagi pasien yang terdiagnosa setelah proses skrining.
3. Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.

2.2.4 Deteksi Dini Konsepsi dan Masa Hamil

Deteksi dini pada ibu hamil mengandung makna :

a. Deteksi dini pada ibu hamil yang berisiko, akan dapat menurunkan angka kematian
ibu.
b. Kehamilan merupakan hal yang bersifat fisiologis, tetapi perlu perawatan dini yang
khusus agar ibu&janin sehat, tanpa pengawasan hal yang bersifat fisiologis dapat
menjadi patologis.
c. Bentuk-bentuk komplikasi komplikasi yang terjadi selama kehamilan misalnya :
Kadar hemoglobin ibu kurang dari 8 gr%, tekanan darah ibu diatas 130/90 mmHg,
terdapat odeme diwajah, preeklampsi dan ekslampsi, perdarahan pervaginam,
ketuban pecah dini, letak lintang pada umur kehamilan lebih dari 32 minggu,
sungsang pada primigravida, sepsis, premature, gamely, janin besar, penyakit
kronis pada ibu, riwayat obstetric buruk.

2.2.5 Deteksi Dini Bayi dan Balita


Pada bayi dan balita deteksi dini dapat dilakukan dengan menggunakan DDST
(Denver Developmental Screening Test).
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang pada bayi :
• Deteksi dini penyimpangan pertumbuhanya itu untuk mengetahui atau menemukan
status gizi kurang atau buruk.
• Deteksi dini penyimpangan perkembanganya itu untuk mengetahui gangguan
perkembangan bayi dan balita (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya
dengar.
• Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, autism dan gangguan pemusatan perhatian.

2.2.6 Deteksi Dini Pubertas

12
Gangguan pada masa pubertas sering kali diakibatkan oleh pola hidup remaja,
dengan pola hidup yang sehat, akan mendapatkan tubuh yang sehat rohani&jasmani.
Gangguan menstruasi yang dialami pada remaja putri dapat merupakan indikasi adanya
gangguan pada organ reproduksi wanita. Bidan dapat melakukan penyuluhan-
penyuluhan bimbingan pada remaja putri dalam konteks kesehatan reproduksi.

2.2.7 Deteksi Dini Masa Reproduksi


Gangguan pada masa reproduksi ini sering kali diakibatkan karena hubungan
seksual yang tidak sehat, dapat juga karena pada waktu remaja terlalu dini melakukan
hubungan seksual, berganti-ganti pasangan, abortus yang tidak aman atas terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan. Deteksi dini terhadap penyakit seperti kanker serviks,
kalau perlu penyakit menular seksual lainnya.

2.2.8 Deteksi Dini Klimakterium, Menopause, dan Senium


Gangguan yang sering dialami pada masa ini adalah osteoporosis atau
pengeroposan tulang, hipertensi, dan lain-lain. Untuk melakukan deteksi dini pada
masa ini salah satu program pemerintah yaitu Posyandu Lansia dapat menjadi
solusinya. Pada masa ini seorang wanita secara reproduksi sudah tidak dapat berperan,
namun bukan berarti terbebas dari resiko gangguan reproduksi. Salah satunya
penyakit kanker serviks atau mulut rahim biasanya terjadi pada masa ini. Pap smear
merupakan salah satu cara untuk mendeteksi adanya kanker mulut rahim.

2.2.9 Deteksi Dini Kanker Serviks


Deteksi Dini Deteksi Dini kanker serviks terdiri dari berbagai metode, antara lain:
a. Pap Smear
1) Definisi Pap Smear
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari
leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear
merupakan tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya
untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim
(Diananda, 2009). Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit,
serta bisa dilakukan setiap saat, kecuali pada saat haid (Dalimartha, 2010).
• Manfaat Pap Smear

13
Pemeriksaan Pap Smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring
(skrining) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini
sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi
lebih murah dan mudah(Dalimartha, 2010).
Secara terperinci manfaat pap smear adalah sebagai berikut:
a) Diagnosis dini keganasan Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini
kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan
mungkin keganasan ovarium.
b) Perawatan ikutan dari keganasan Pap Smear berguna sebagai perawatan
ikutan setelah operasi dan setelah mendapat kemoterapi dan radiasai.
c) Interpretasi hormonal wanita Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus
menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas
kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada hamil muda.
d) Menentukan proses peradangan Pap Smear berguna untuk menentukan
proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan jamur.
2) Petunjuk Pemeriksaan
Pap Smear American Cancer Society (2009) merekomendasikan semua
wanita sebaiknya memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara
seksual. Pap Smear dilakukan setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau
lebih dengan hasil tes Pap Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes
kembali setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan
tes setiap tahun. Selain itu wanita yang telah mendapat histerektomi total tidak
dianjurkan melakukan tes Pap Smear lagi. Namun pada wanita yang telah
menjalani histerektomi tanpa pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes
Pap atau skrining lainnya sesuai rekomendasi di atas.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (1989)
dalam Feig (2001), merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear
setelah usia 18 tahun atau setelah aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap
Smear dan satu pemeriksaan fisik pelvik normal, interval skrining dapat
diperpanjang, kecuali pada wanita yang memiliki partner seksual lebih dari
satu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan Pap Smear
adalah sebagai berikut:
• Tidak sedang menstruasi.

14
• Waktu yang paling tepat melakukan Pap Smear adalah 10-20 hari setelah
hari pertama haid terakhir.
• Pada pasien yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda
sampai pengobatan tuntas.
• Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau
menggunakan pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat
tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
• Dilarang melakukan hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum
pemeriksaan Pap Smear.
3) Prosedur Pemeriksaan Pap Smear Menurut Rasjidi (2009), prosedur
pemeriksaan Pap Smear adalah:
a) Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor
bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan
alkohol 95%.
b) Pasien berbaring dengan posisi litotomi.
c) Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks
posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis. Periksa serviks apakah
normal atau tidak.
d) Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai
dari arah jam 12 dan diputar 360˚ searah jarum jam.
e) Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang
telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45˚ satu kali usapan.
f) Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.
g) Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke
ahli patologi anatomi.
h) Interpretasi Hasil Pap Smear
Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan
Pap Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma
(CIN), dan sistem Bethesda. Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil
pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano, 1993), yaitu:
a) Kelas I : tidak ada sel abnormal.
b) Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi
adanya keganasan.

15
c) Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan
sampai sedang.
d) Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
e) Kelas V : keganasan.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Kesehatan reproduksi


adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial secara utuh tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan dengan system
reproduksi, fungsi dan prosesnya. Tujuan dari adanya pembelajaran mengenai
kesehatan reproduksi adalah memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
komprehensif kepada perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi
perempuan sehingga dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur
fungsi dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada
peningkatan kualitas kehidupannya.
Skrining adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan
menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara
cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya
menderita suatu kelainan. Test skrining dapat dilakukan dengan Anamnesa,
Pemeriksaan fisik, dan Pemeriksaan laboratorium.
Deteksi dini gangguan sistem reproduksi merupakan langkah preventif untuk
mencegah terjadinya berbagai penyakit sistem reproduksi salah satu caranya melalui
pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA) dan Pap Smear yatu bertujuan untuk
skrining awal mendeteksi gejala dari kanker serviks pada perempuan dan mencegah
terjadinya berbagai komplikasi. Skrining bertujuan untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus yang ditemukan.
Program diagnosis dan pengobatan dini hampir selalu diarahkan kepada penyakit
yang tidak menular seperti kanker, diabetes mellitus, glaucoma, dan lain-lain.
Ada berbagai macam deteksi dini, antara lain :
o Deteksi Dini Konsepsi dan Masa Hamil
o Deteksi Dini Bayi dan Balita
o Deteksi Dini Pubertas
o Deteksi Dini Masa Reproduksi
o Deteksi Dini Klimakterium, Menopause, dan Senium

17
o Deteksi Dini Kanker Serviks

3.2 Saran

1. Bagi mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai materi tentang deteksi dini gangguan kesehatan
reproduksi dan menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan
kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan.

2. Bagi petugas kesehatan


Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
dalam bidang kebidanan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang deteksi dini gangguan kesehatan reproduksi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asan, A. 2 0 0 7 . Hak reproduksi sebagai etika global dan implementasinya dalam


pelayanan KB. NTT : BKKBN.
Convention Watch. 2007. Hak azasi perempuan instrument hukum untuk mewujudkan
keadilan gender. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Dalimarta, S. 2010. Deteksi Dini Kanker dan implisia Antikanker Cetakan III. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Kesehatan Reproduksi di Indonesia.
Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat : Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu. Jakarta.
Diananda, Rama. 2009. Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Jogjakarta: Katahati.
Everett S. 2012. Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. EGC : Jakarta.
Manuaba. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC : Jakarta.
Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Media : Jakarta.
Prijatni, Ida. 2015. Modul Kesehatan Reproduksi & KB. Jakarta: Pusat Pendidikan &
Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan & Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia.
Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi KANKER SERVIK (Leher Rahim).
Yogyakarta: Genius Printika

19

Anda mungkin juga menyukai