Anda di halaman 1dari 42

i

Gratifikasi dalam
Perspektif Agama
iii
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF AGAMA


DAFTAR ISI
Pengarah:
Pahala Nainggolan (Deputi Bidang Pencegahan) iii DAFTAR ISI

Penanggung Jawab: iv SEKAPUR SIRIH PIMPINAN


Syarief Hidayat (Direktur Gratifikasi)
vii PENDAHULUAN
Tim Penyusun Kementerian Agama Republik Indonesia:
1. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF
Hakim Jamil AJARAN AGAMA BUDDHA
1
2. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha
Lukito Iswibowo JFU – Saiman, S. S.
GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF
3. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu
11 AJARAN AGAMA HINDU
Desak Putu Sri Astiti – Ida Bagus Gede Subawa
4. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Alif Purwoko – M. Faiz Fayald GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF
5. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik 23 AJARAN AGAMA ISLAM
A. H. Yuniadi – FX.Rudy Andrianto
6. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF
Johnson Parulian Hottua – Teguh Suprihadi 37 AJARAN AGAMA KATOLIK

Tim Penyusun KPK: GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF


Yuli Kamalia – Dion Hardika Sumarto – Dimas Marasoma Sumarsono 51 AJARAN AGAMA KRISTEN
Anjas Prasetiyo – Adryan Kusumawardhana – Tifani Rosa Mahardika
Annisa Suryawardhani 65 PENUTUP

Penyunting:
Ninus D. Andarnuswari

Desain dan Lay Out:


Fajar Darmanto

Cetakan Pertama, November 2019

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia


Kedeputian Bidang Pencegahan
Direktorat Gratifikasi

Jl. Kuningan Persada Kav.4


Kuningan, Jakarta 12950
www.kpk.go.id
v
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

demikian, suatu peristiwa gratifikasi dapat


terjadi juga karena adanya peran pihak
SEKAPUR SIRIH pemberi. Praktik ini lazim dilakukan oleh
masyarakat selaku pengguna layanan
PIMPINAN KOMISI sebagai ungkapan terima kasih atau
dalam kerangka hubungan kerja dengan
PEMBERANTASAN KORUPSI pemerintah. Sehingga pembelajaran

S
untuk tidak memberikan gratifikasi kepada
egala bentuk pemberian kepada
penyedia layanan juga perlu disampaikan.
Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara dinamakan gratifikasi. Sejak
Pemuka agama memainkan peran vital
disahkannya Undang-Undang Nomor
dalam diseminasi informasi tentang
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
larangan memberikan gratifikasi kepada
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Pegawai Negeri atau Penyelenggara
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Negara. Mereka menjadi tempat rujukan
Korupsi, mereka berkewajiban untuk
umat untuk memberikan fatwa perihal
menolak setiap penerimaan gratifikasi
hukum agama, tak terkecuali dalam
yang berhubungan dengan jabatan
kaitannya dengan memberikan gratifikasi.
dan berlawanan dengan tugas atau
Penyusunan buku yang membahas
kewajiban penerimanya kepada KPK.
gratifikasi dari perspektif lima agama
Apabila karena kondisi tertentu tidak bisa
menjadi upaya bersama KPK dengan
menolak, maka melaporkan penerimaan
Kementerian Agama Republik Indonesia
tersebut merupakan upaya kedua untuk
untuk menguatkan budaya anti-gratifikasi.
membebaskan dari ancaman hukuman.
Melalui ayat-ayat yang berkisah para nabi,
sahabat, atau pihak lain yang tertulis dalam
Direktorat Gratifikasi KPK melakukan
masing-masing kitab suci, masyarakat
sosialisasi pengendalian gratifikasi secara
dapat memahami larangan praktik
rutin kepada seluruh pegawai negeri dan
gratifikasi dengan benar.
penyelenggara negara di Kementerian/
Lembaga/Organisasi/Pemerintah Daerah
Akhir kata, kami berharap bahwa buku ini
di seluruh wilayah Indonesia. Sosialisasi
dapat memperkaya khazanah pengetahuan
tersebut bertujuan untuk memberikan
kita tentang gratifikasi, terutama dari
gambaran umum tentang gratifikasi
perspektif lima agama di Indonesia.
serta ancaman pidana bagi Pegawai
Negeri dan Penyelenggara Negara yang
Jakarta, November 2019
menerima gratifikasi. Harapannya, Pegawai
Negeri dan Penyelenggara Negara
dapat menolak pemberian gratifikasi
Pimpinan KPK
yang ditawarkan kepadanya. Namun
vii
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun


2002 tentang Komisi Pemberantasan
PENDAHULUAN Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) mengatur
lebih jauh perihal kewenangan KPK untuk
menerima dan memproses laporan

P engaturan dan penyebutan gratifikasi gratifikasi.


secara spesifik telah ada sejak
diberlakukan Undang-Undang Nomor Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 negeri atau penyelenggara Negara
tentang Pemberantasan Tindak Pidana dianggap pemberian suap, apabila
Korupsi (UU Tindak Pidana Korupsi). UU berhubungan dengan jabatannya dan
Tipikor mengaturnya pada Pasal 12B yang berlawanan dengan kewajiban
dan 12C, kemudian Undang-Undang atau tugasnya, dengan ketentuan
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi sebagai berikut:
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi a. yang nilai Rp10.000.000,00
sebagaimana telah diubah beberapa kali, (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor pembuktian bahwa gratifikasi
19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah), pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut suap dilakukan
oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau
penyelenggara negara sebagaimana
H dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana
DIA
HA penjara seumur hidup atau pidana
GR

penjara paling singkat 4 (empat)


ATIF

tahun dan paling lama 20 (dua puluh)


IKAS

tahun, dan pidana denda paling sedikit


I

Rp200.000,00 (dua ratus juta rupiah)


dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
S UA

S
P

IK A L
I

T I F
GRA ILEGA
ix
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Pasal 12C UU Nomor 20 Tahun 2001 Penjelasan Pasal 16


(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud Ketentuan dalam Pasal ini mengatur
dalam Pasal 12B ayat (1) tidak mengenai tata cara pelaporan dan
berlaku, jika penerima melaporkan penentuan status gratifikasi sebagaimana
gratifikasi yang diterima kepada Komisi dimaksud dalam Pasal 12B Undang-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
(2) Penyampaian laporan sebagaimana Perubahan atas Undang-Undang Nomor
dimaksud dalam ayat (1) wajib 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
dilakukan oleh penerima gratifikasi Tindak Pidana Korupsi.
paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi Jika Pasal 16 UU KPK dan penjelasannya
diterima. dibaca secara cermat, maka gratifikasi yang
wajib dilaporkan sesungguhnya adalah
Definisi gratifikasi diuraikan pada gratifikasi sebagaimana dimaksud Pasal 12B
Penjelasan Pasal 12B UU Tindak Pidana UU Tindak Pidana Korupsi, yaitu gratifikasi
Korupsi, yaitu: yang berhubungan dengan jabatan dan
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi berlawanan dengan tugas dan kewajiban
pemberian uang, barang, rabat (discount), pegawai negeri dan penyelenggara negara
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket atau dikenal dengan istilah gratifikasi
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan yang dianggap suap. Penerimaan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan gratifikasi yang dianggap suap inilah yang
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik dilarang oleh UU Tindak Pidana Korupsi.
yang diterima di dalam negeri maupun Pelaporan gratifikasi yang dianggap suap
di luar negeri dan yang dilakukan dengan ini diharapkan dapat mencegah korupsi
menggunakan sarana elektronik atau tanpa yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
sarana elektronik. penyelenggara negara.

Selanjutnya, tata cara Pelaporan Gratifikasi Skema pelaporan wajib atas penerimaan
juga diatur dalam Undang-Undang Nomor gratifikasi sebagaimana diatur pada
30 Tahun 2002, antara lain: Pasal 16 UU KPK tersebut dapat dilihat
pada diagram di bawah ini. Bagian yang
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun dilingkari dengan garis merah putus-
2002 putus merupakan gratifikasi yang wajib
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara dilaporkan sebagaimana diatur pada Pasal
negara yang menerima gratifikasi 12B UU Tindak Pidana Korupsi.
wajib melaporkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi.
xi
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Ancaman pidana untuk delik gratifikasi


ini adalah pidana penjara, paling rendah
JIKA LAPOR KPK
menjadi milik negara empat tahun dan paling tinggi 20 tahun
Bebas dari ancaman
pidana Pasal 12B atau seumur hidup, dan pidana denda dari
Penjelasan Pasal 16
UU No. 30 Tahun 2002 Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
Gratifikasi yang WAJIB
dilaporkan sebagaimana hingga paling banyak Rp1.000.000.000,00
diatur pada Pasal 12B UU
No. 20 Tahun 2001 (satu miliar rupiah).
JIKA TIDAK LAPOR?
Diancam pidana Pasal
12B dan sanksi Kita juga perlu menyadari bahwa praktik
Pasal 16: UU No 30 administratif
Tahun 2002 gratifikasi tidak akan terjadi bila tidak ada
(Pegawai Negeri/
Penyelenggara Negara peran pemberi. Praktik pemberian gratifikasi
WAJIB Lapor Gratifikasi)
Jika dilaporkan, yang dianggap suap berpotensi terjadi
menjadi milik penerima
dalam proses pelayanan publik, tender
Non 12B dan "NEGATIVE
LIST"
proyek pemerintah, rekruitmen pegawai
(tidak berhubungan
dengan jabatan dan tidak
atau pejabat. Praktik gratifikasi dengan
berlawanan dengan
kewajiban/tugas
nilai yang besar juga dapat muncul dalam
penerima)
hubungan pihak swasta dengan pejabat
Tidak wajib dilaporkan pemerintah terkait pelaksanaan proyek
pengadaan barang dan jasa. Dampak
negatifnya, dengan adanya biaya yang
dikeluarkan untuk memberi gratifikasi,
Diagram 1: Dilihat dari dasar hukum tentang gratifikasi proses pengawasan tidak akan berjalan
Kewajiban Melaporkan di atas dan sehubungan dengan aspek dengan baik, sedangkan mutu barang dan
Penerimaan Gratifikasi jasa yang dihasilkan akan turun, bahkan
kelembagaan KPK yang meletakkan
Direktorat Gratifikasi pada Bidang tidak sesuai dengan spek pengadaan. Dalam
Pencegahan, maka ketentuan tentang ranah penindakan, pihak pemberi gratifikasi,
gratifikasi sesungguhnya mempunyai dua yang dalam perbuatan pemberiannya sudah
dimensi, yaitu: aspek penindakan dan terindikasi sebagai penyuapan, misalnya
pencegahan korupsi. sudah bersifat transaksional agar penerima
bertindak sesuai kehendak pemberi, dapat
Dalam hal penindakan, Pasal 12B UU dijerat sebagai pemberi suap sebagaimana
Tindak Pidana Korupsi memberikan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b
ancaman yang tinggi terhadap penerima dan Pasal 13 UU Tipikor.
gratifikasi yang berhubungan dengan
jabatan dan berlawanan dengan kewajiban Sementara itu, dimensi pencegahan
dan tugas penerima yang tidak melaporkan dijabarkan menjadi:
penerimaan tersebut kepada KPK dalam 1. Pengendalian lingkungan yang
jangka waktu paling lama 30 hari kerja. berintegritas di dalam kementerian,
xiii
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

lembaga, pemerintah daerah, dan Dampak praktik gratifikasi yang dianggap


instansi lainnya melalui pelaporan suap sangat merusak, di antaranya dapat
gratifikasi sebagai sistem deteksi; menyebabkan terjadinya ketidakadilan,
2. Pencegahan adanya konflik pengambilan kebijakan yang tidak objektif,
kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan pembengkakan biaya ekonomi, hingga
pelayanan publik atau tugas lainnya kepentingan masyarakat secara umum
dari pegawai negeri dan penyelenggara dirugikan. Melalui pendekatan agama,
Negara; diharapkan para pejabat dan pegawai
3. Penanganan laporan gratifikasi oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat
KPK; dapat lebih tegas mencegah dan menolak
4. Perlindungan hukum terhadap pelapor; praktik gratifikasi yang dianggap suap.
5. Sosialisasi aturan gratifikasi dan upaya Diharapkan juga di masa depan akan lahir
pencegahan terjadinya praktik gratifikasi kajian lainnya untuk mendorong upaya
yang dianggap suap di lingkungan pencegahan pemberantasan korupsi yang
pemerintahan, sektor swasta, dan tentunya lebih komprehensif.
masyarakat.

Dalam rangka memperkuat aspek


pencegahan, terutama terkait praktik
gratifikasi yang dianggap suap di
lingkungan pemerintahan, sektor swasta,
dan masyarakat, maka Direktorat Gratifikasi
menyusun kajian awal dengan tema
“Kajian Gratifikasi Dalam Perspektif Agama”.
Penyusunan kajian ini dilakukan dengan
bekerja sama dengan Kementerian Agama.

Melalui kajian awal ini, diharapkan upaya


pencegahan praktik gratifikasi yang
dianggap suap dapat menyentuh sisi
fundamental kehidupan masyarakat
melalui pendekatan religius. Agama-agama
yang ada di Indonesia sejatinya telah
melarang perbuatan korupsi, termasuk
di dalamnya bentuk-bentuk korupsi yang
dilakukan melalui praktik penerimaan atau
pemberian gratifikasi yang dianggap suap.
1

Gratifikasi
dalam
Perspektif
Agama
Buddha
oleh :
Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Buddha
Kementerian Agama RI
3
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

D alam ajaran agama Buddha, perbuatan


dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu perbuatan benar (kusalakhamma) dan
perbuatan tidak benar (akusalakhamma).
Suatu perbuatan dikatakan benar apabila
setelah dikerjakan tidak menimbulkan
penyesalan tetapi justru kegembiraan.
“Perbuatan tidak benar apabila setelah
dikerjakan menimbulkan penyesalan
atau penderitaan bahkan ratap tangis”
(Dhammapada: 67-68).

Meski pernah melakukan perbuatan


tidak benar, seseorang bisa berubah dan
meninggalkan perbuatan tersebut: “Barang
siapa yang lengah, tapi kemudian menjadi
sadar akan menerangi dunia ini seperti
bulan yang terbebas dari awan; Barang
siapa yang meninggalkan perbuatan jahat
dan menggantinya dengan perbuatan baik,
akan menerangi dunia ini seperti bulan
yang terbebas dari awan” (Dhammapada:


172-173).
Barang siapa yang lengah, tapi
Perbuatan benar telah ditunjukkan oleh
kemudian menjadi sadar akan Buddha lewat Jalan Mulia Berunsur
menerangi dunia ini seperti Delapan. Untuk mencapai kebahagiaan
bulan yang terbebas dari awan; sejati, kedamaian sesungguhnya, atau
Nibbhana, seseorang perlu mempraktikkan “Perbuatan tidak
Barang siapa yang meninggalkan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Masing- benar apabila
perbuatan jahat dan menggantinya masing unsur dalam Jalan Mulia ini
setelah dikerjakan

dengan perbuatan baik, akan
menerangi dunia ini seperti bulan
yang terbebas dari awan.
tidaklah berdiri sendiri; semua saling terkait
dan saling berhubungan satu sama lain.
Jalan Mulia Berunsur Delapan
menimbulkan
penyesalan atau
dikelompokkan menjadi tiga. Pertama,
penderitaan bahkan
moralitas (sila), yang terdiri atas: ucapan
benar, perbuatan benar, penghidupan ratap tangis”
(Dhammapada: 172-173)
benar. Kedua, kebijaksanaan (panna), yang (Dhammapada: 67-68).
5
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

terdiri atas: pandangan benar dan pikiran tidak bisa dibenar-benarkan dengan
benar; Ketiga, kelompok konsentrasi alasan ekonomi atau kekurangan lainnya.
(samadhi), yang terdiri atas: daya upaya Perbuatan yang kita lakukan merupakan
benar, perhatian benar, dan konsentrasi konsekuensi dari hukum sebab-akibat.
benar. Inilah yang dikatakan oleh Buddha, bahwa
perbuatan benar adalah “perbuatan yang
Dalam ajaran Buddha, ketiga kelompok benar”.
tersebut, yaitu sila, panna, dan samadhi
merupakan hal utama. Kesempurnaan Perbuatan benar secara aktif sangat
maka dapat dicapai apabila seseorang dianjurkan dalam pandangan Buddha,
menerapkan sepenuhnya ketiga kelompok karena perbuatan benar yang dilakukan
tersebut. Praktiknya dimulai dari disiplin secara terus-menerus akan membuat
moral (sila). Tak heran jika sila ada di urutan seseorang hidup bahagia. Buddha
pertama dalam Jalan Mulia Berunsur mengajarkan tindakan benar untuk
Delapan. Sebab, sifatnya mendasar. Tanpa dilakukan secara aktif sehingga menjadikan
disiplin moral yang baik, konsentrasi tidak hati dan pikiran kita tenang dan bahagia.
terlaksana dengan baik dan kebijaksanaan Bahkan, dalam pandangan Buddha,
tidak akan tumbuh di dalam diri seseorang. makhluk hidup adalah makhluk yang
Pelaksanaan sila sebagai pedoman memiliki kesadaran. Oleh karenanya, umat
latihan adalah sesuatu yang mendasar Buddha menghindari tindakan “membunuh
dalam ajaran Buddha. Dengan itu, makhluk hidup”, karena semua makhluk
seseorang dapat melihat apakah suatu hidup mengharapkan kebahagiaan.
perbuatan betul-betul benar atau dibenar- Dalam Dhammapada: 129 disebutkan:
benarkan. Buddha telah menganjurkan “Semua orang takut akan hukuman,
agar kita bergegas untuk kebajikan dan semua orang takut akan kematian. Setelah
mengendalikan pikiran dengan benar. membandingkan orang lain dengan
Sabda Buddha menyebutkan, “Barang siapa dirinya sendiri, hendaklah seseorang
lamban berbuat baik, maka pikirannya akan tidak membunuh atau mengakibatkan
senang dalam kejahatan” (Dhammapada: pembunuhan.” Mengembangkan
116). kepedulian dan simpati terhadap makhluk
lain merupakan anjuran yang ditekankan
Apa yang dimaksud dengan perbuatan dalam ajaran Buddha. Namun, simpati dan “Barang siapa lamban
benar dalam pengertian universal pun kepedulian yang dimaksud bukan simpati berbuat baik, maka
bukan berarti pikiran kita yang membenar- dan kepedulian untuk mendapatkan balas
pikirannya akan senang
benarkan perbuatan sendiri tanpa landasan budi (pamrih). Simpati dan kepedulian
ajaran agama yang kuat. Misalnya, terhadap makhluk hidup bersumber dari dalam kejahatan”
perbuatan merampok, mencuri, menyuap, cinta kasih yang universal. (Dhammapada: 116)
dan menipu adalah perbuatan jahat yang
7
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Buddha mengajarkan bahwa seorang kebahagiaan perlu diperjuangkan.


seharusnya mengembangkan kepedulian Salah satunya berjuang melalui latihan
dan pelayanan terhadap yang lain, serta melepas, yang dalam konteks ajaran
merawat dan memperhatikan hidup Buddha dinamakan berdana atau melepas
yang lain secara benar. Kepedulian yang keterikatan. Memberikan gratifikasi
bersumber dari cinta kasih universal (tanpa tidak termasuk berdana karena sang
pamrih) inilah prinsip yang diajarkan oleh pemberi mengharapkan sesuatu yang
Buddha. Sabda Buddha menyebutkan, menambah keterikatan nafsu (lobbha) atau
“Barang siapa mencari kebahagiaan bagi keserakahan yang akan mengencangkan
dirinya sendiri dengan tidak mengakibatkan keterikatan.
panderitaan bagi makhluk lain yang
juga mendambakan kebahagiaan, maka Hukum Karma dalam ajaran Agama
dalam kelahirannya ia akan memperoleh Buddha merupakan hukum kepastian
kebahagiaan” (Dhammapada: 132). yang tidak bisa ditawar. Disebutkan
dalam kitab suci Dhammapada sebagai
Konsep hukum Karma dalam ajaran berikut: “Tidak di langit, di celah-celah
Buddha sebenarnya hukum sebab-akibat, gunung atau di mana pun tidak ditemukan
yang menyebutkan bahwa, “Sesuai suatu tempat bagi seorang untuk
dengan benih yang ditanam, demikian dapat menyembunyikan diri dari akibat
buah yang akan dipetiknya.”Mereka perbuatan jahatnya” (Dhammapada: 127).
yang menanam kebaikan akan memetik Suatu perbuatan akan diikuti oleh akibat
buah kebahagiaan dan yang menanam dari suatu sebab. Sebab yang baik akan
kejahatan akan memetik buah penderitaan. berakibat kebahagiaan dan sebab yang
Ini konsekuensi dari hukum sebab-akibat tidak baik akan memperoleh penderitaan.
yang telah diajarkan oleh Buddha. Suatu kesalahan harus disadari sehingga
Kebahagiaan menurut ajaran agama seseorang dapat mengembangkan
Buddha dapat digolongkan menjadi kebaikan dan menyadari kesalahan yang Memberikan gratifikasi
dua, yaitu kebahagiaan dalam bentuk pernah dilakukannya. tidak termasuk berdana
terpenuhinya kebutuhan pokok yang karena sang pemberi
berupa materi dan kebahagiaan batin, Dalam hukum sebab-akibat suatu
mengharapkan sesuatu
yaitu adanya rasa puas. Kebutuhan kesalahan tidak bisa ditebus dengan hanya
pokok itu sendiri dalam tradisi Buddha permohonan maaf atau pemandian badan yang menambah
mencakup makanan yang cukup untuk agar terbebas dari dosa. Hal ini diajarkan keterikatan nafsu
melangsungkan kehidupan, pakaian oleh Buddha ketika melihat orang-orang (lobbha) atau
yang pantas, tempat tinggal yang layak, yang sedang membersihkan dosanya
keserakahan yang
serta obat-obatan untuk menjaga dengan cara menyucikan diri dan mandi
kesehatan. Sementara itu, untuk mencapai di Sungai Bahula. Menyadari hal tersebut, akan mengencangkan
hidup yang bahagia, perjuangan dan pengikut Buddha harus berhati-hati agar keterikatan.
9
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

tidak terjerumus dengan pandangan yang mengikuti petunjuk Buddha, Yasa berhasil
Dalam ajaran agama
keliru. memutuskan rantai penderitaan dan
mencapai tujuan Nirwana. Ia menjadi Buddha dikenal
Ada tiga corak dalam hubungan sebab- arahat, orang yang dikuduskan dan telah apa yang dimaksud
akibat. Pertama adalah anicca atau meraih kebebasan mutlak atau Nirwana. dengan berdana
ketidakkekalan, yaitu apa saja yang
bersyarat; yang ada dan yang terjadi hanya Gratifikasi, sebagai pemberian dengan atau danaparamittha,
untuk sementara. Sabbe Sankhara Anicca maksud tertentu untuk kepentingan pribadi yaitu pemberian
artinya: segala sesuatu yang berkondisi dengan harapan mendapat imbalan yang tanpa pamrih dengan
akan mengalami perubahan atau tidak lebih, dalam pandangan ajaran Buddha
harapan melepas
kekal adanya. Kedua, ketidaksempurnaan tidak dibahas secara khusus. Namun,
atau penderitaan. Apa saja yang tidak kekal, dalam ajaran agama Buddha dikenal keterikatan demi
tidak sempurna, atau tidak memuaskan apa yang dimaksud dengan berdana kebahagiaan semua
akan mendatangkan penderitaan, yang atau danaparamittha, yaitu pemberian makhluk.
dinyatakan dengan Sabba Sankhara tanpa pamrih dengan harapan melepas
Dukkha. Terakhir, ketiga, adalah ketiadaan keterikatan demi kebahagiaan semua
inti kekal abadi yang berdiri sendiri, semua makhluk. Pemberian ini adalah wujud
kondisi yang ada saling bergantung antara kedermawanan atau kemurahan hati
satu sama lain, atau Sabbe Dhamma yang didasari sifat luhur, yang mendorong
Anatta. seseorang untuk beramal atau berkorban
demi kepentingan kemanusiaan. Jelas ini
Manusia selalu mengalami perubahan. Dari berbeda dari gratifikasi.
sebab yang baik akan menghasilkan buah
yang baik, dari sebab yang tidak baik akan
mendatangkan penderitaan. Penderitaan
bentuknya bermacam-macam; ada
penderitaan karena cita-cita tidak tercapai,
penderitaan karena kekurangan materi,
penderitaan karena memiliki utang,
penderitaan karena penyakit fisik, dan
sebagainya. Penderitaan dapat diakhiri
sebagaimana dikisahkan dalam perjalanan
siswa Buddha yang bernama Yasa. Dengan
11

Gratifikasi
dalam
Perspektif
Agama
Hinduoleh :
Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Hindu
Kementerian Agama RI
13
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

S etiap orang yang dilahirkan memiliki


kewajiban (svadharma) untuk
memenuhi tuntutan dan tujuan hidup yang
mulia. Oleh karena itu, setiap orang wajib
berperan memutar roda kehidupan di
dunia ini melalui pengabdian kerja (karma
bhakti). Pengabdian kerja seseorang akan
menjadi berkualitas apabila ia memiliki
pengetahuan yang memadai dan
keseimbangan antara raga, rasio, rasa,
dan ruh atau kejiwaan dalam menghadapi
berbagai permasalahan hidupnya.

Beragama bukan hanya memuja Tuhan


dengan berbagai ritual keagamaan,
melainkan menerapkan ajaran agama
dalam semua aspek kehidupan, bahkan
semua sisi kegiatan dan tindakan. Oleh
karena itu, agama Hindu mengajarkan
agar manusia mengamalkan asih, puniya,
dan bhakti di dalam semesta ciptaan-Nya.
Asih bermakna mencintai sesama dengan


menjauhkan sifat egosentrisme yang
mengakibatkan penderitaan bagi orang
Menjelma menjadi manusia itu lain sehingga setiap tindakan individu
sebentar sifatnya, tidak berbeda mengarah pada prinsip mutualisme,
dengan kedipan petir, sungguh saling menguntungkan. Puniya adalah
keikhlasan mendermakan sebagian
sulit (didapat), karenanya kekayaan pribadi untuk kepentingan
pergunakanlah penjelmaan itu umum dan tidak semata-mata memenuhi
untuk melaksanakan darma
yang menyebabkan musnahnya
penderitaan. Sorgalah pahalanya.
“ kepentingan pribadinya sendiri. Bhakti
artinya kesungguhan dan kejujuran dalam
mendarmabaktikan potensi diri bagi
kemajuan dan ketertiban sosial, dengan
Hindu mengajarkan
agar manusia
mengamalkan asih,
kesadaran bahwa seluruh karya individu
puniya, dan bhakti
Sàrsamuccaya: 8 sesungguhnya diabdikan sebagai wujud
yajña (pengorbanan suci) kepada Hyang di dalam semesta
Widhi Wasa beserta seluruh ciptaan-Nya. ciptaan-Nya.
15
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Tujuan hidup umat Hindu adalah dalam memenuhi kebutuhan akan arta dan
“Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah” kama, manusia harus berdasarkan darma,
(mencapai jagadhita dan moksa, dengan bukan ahamkara. Pembangkitan kesadaran
kata lain mencapai kebebasan jiwatman bahwa kita merupakan salah satu bagian
atau kebahagiaan rohani yang kekal). dari esensi dunia ini merupakan hal
Dalam kehidupan manusia, agama Hindu yang harus dicapai agar pikiran dapat
memiliki konsep jenjang kehidupan yang terbuka, menyadari hakikat sang diri.
jelas dan telah tersusun secara sistematis Harapan tersebut dapat terwujud dengan
dalam Catur Asrama. Catur Asrama adalah mengimplementasikan ajaran darma.
empat jenjang kehidupan yang harus
dijalani untuk mencapai moksa, atau Dalam pustaka suci Hindu, telah
empat tingkatan hidup manusia atas dasar disebutkan bahwa menjelma menjadi
keharmonisan hidup. Di tiap-tiap tingkat manusia merupakan suatu keberuntungan
ini, kehidupan manusia diwarnai oleh tugas dan hal yang utama. Dengan manas atau
dan kewajiban yang berbeda antara satu pikiran yang dimiliki, maka manusia dapat
masa dan masa lainnya, tetapi semuanya menolong dirinya sendiri dari keadaan
merupakan kesatuan yang tak dapat samsara dengan jalan subha karma yaitu
dipisahkan. berkarma/berbuat yang baik. Kesadaran
akan mampu meluruskan pikiran yang
Keempat tingkat tersebut yakni: selalu hanya mementingkan kehidupan
Brahmacari, Grehasta, Wanaprasta, dan duniawi.
Sanyasin, yang tujuannya masing-masing
berbeda. Brahmacari tujuannya adalah Dalam Sàrsamuccaya (8) disebutkan:
darma; Grehasta tujuannya adalah darma, Mànusyam durlabham pràpya vidyullasita
arta, dan kama; Wanaprasta tujuannya cañcalam, bhavakûayem atiá kàyà
adalah darma, sedangkan Bhiksuka/ bhavopakaraóesu ca. Artinya, “Menjelma
Sanyasin tujuannya adalah moksa. menjadi manusia itu sebentar sifatnya,
tidak berbeda dengan kedipan petir,
Dalam ajaran Hindu, darma adalah ajaran sungguh sulit (didapat), karenanya Dalam kehidupan
kebenaran, pandangan hidup, atau pergunakanlah penjelmaan itu untuk
manusia, agama
tuntunan hidup manusia. Sementara itu, melaksanakan darma yang menyebabkan
arta merupakan materi sebagai penopang musnahnya penderitaan. Sorgalah Hindu memiliki konsep
kehidupan; sedangkan kama adalah pahalanya.” jenjang kehidupan
keinginan; dan moksa bersatunya sang diri yang jelas dan telah
atau jiwatman dengan Paramaatman. Kitab Sàrsamuccaya menjelaskan bahwa
tersusun secara
kelahiran menjadi manusia merupakan
Jadi, jelas bahwa dalam hidupnya manusia suatu kesempatan terbaik untuk sistematis dalam Catur
selalu memerlukan arta dan kama. Namun, memperbaiki diri. Hanya manusialah yang Asrama.
17
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

dapat memperbaiki segala tingkah lakunya Bagaimana menghindari hukum karma


yang dipandang tidak baik menjadi baik, atas perbuatan yang tidak benar? Manusia
guna menolong dirinya dari penderitaan lahir dibekali dengan wiweka, yaitu
dalam usahanya untuk mencapai kebijaksanaan atau daya nalar seseorang
kebahagian yang abadi. untuk dapat mempertimbangkan benar
dan salah, amal dan dosa, baik-buruk
Apapun yang kita perbuat, seperti itulah (subha karma-asubha karma), yang sejati
hasil yang akan kita terima. Yang menerima dan yang palsu. Wiweka sebagai dasar-
yaitu yang berbuat. Inilah Karma Phala, dasar etika agama Hindu sangatlah
hukum kausalitas bahwa setiap perbuatan menentukan “keputusan hati”, yang disebut
akan mendatangkan hasil. Maka, dalam juga “niscaya jnana”. Untuk itu, manusia
memperoleh harta pun harus berdasarkan selalu dapat meningkatkan pengetahuan,
darma, seperti yang tertera dalam baik pengetahuan secara umum maupun
Sàrsamuccaya: “Yan paramartanya yan tentang ketuhanan, serta mengamalkan
arta kama sadyan dharma juga lekasakna pengetahuan itu bagi kesejahteraan umat
rumuhun, niyata katemuaning arta kama, dan kelestarian alam semesta.
mene tan paramarta wikatemuaning arta
kama dening anasar sakeng dharma.” Kedua jenis pengetahuan di atas diperoleh
Artinya: “Dalam usaha mencari arta dan dari pendidikan, baik formal maupun
kama hendaknya berdasarkan darma, tidak non-formal. Dengan kecerdasan yang
ada manfaatnya jikalau arta dan kama dimilikinya, diharapkan manusia dapat
didapatkan dari hal yang menyimpang dari memilih dan melaksanakan perilaku
darma.” baik berdasarkan susila yang dapat
menimbulkan kebahagiaan hidup. Tidak
Jelas sekali dikatakan oleh Sàrsamuccaya sedikit orang yang celaka karena kurang
bahwa umat Hindu hendaknya mencari bersikap hati-hati dalam berpikir, berkata, “Dalam usaha
arta dan kama berdasarkan darma. dan berbuat yang akan menimbulkan mencari arta dan
Mendapat arta dan kama dari perbuatan dosa. Dan di antara pikiran, perkataan, dan
yang menyimpang dari darma maka perbuatan, yang paling menentukan adalah kama hendaknya
tidak ada manfaatnya bagi kehidupan. pikiran/manas, karena segala sesuatu yang berdasarkan darma,
Contohnya, mencari arta dari korupsi, akan diperbuat dan diucapkan awalnya tidak ada manfaatnya
gratifikasi, dan sebagainya. Perilaku korupsi bersumber dari pikiran. Jadi, dalam agama
jikalau arta dan kama
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan Hindu latihan pikiran adalah hal yang
darma yang dilarang oleh ajaran Hindu, utama, setelah itu barulah penguasaan didapatkan dari hal
dan akan membawa pelakunya pada kata-kata dan yang terakhir pelaksanaan yang menyimpang dari
penderitaan. Inilah konsep hukum karma perbuatan. darma.”
dalam Hindu.
19
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Manusia juga memiliki alat untuk dapat mengemudikan indrianya yang berkeliaran,
menikmati hidup, yaitu indria, atau indra, di tengah-tengah benda pemuasnya, yang
yang membuat manusia terikat dengan menarik nafsu, sebagai kusir kuda yang
unsur-unsur duniawi. Namun, kalau banyak.” Dalam Upanisad, disebutkan:
berbalik memperalat manusia, indria ini “Ketahuilah bahwa Atma bagaikan
pula yang membawa manusia hidup pengendara kereta dan tubuh bagaikan
sengsara. Dalam Upanisad dinyatakan, kereta. Ketahuilah juga, budi (kecerdasan)
indria ibarat kuda kereta sedangkan laksana kusir dan pikiran sebagai
keretanya adalah badan dan tali kekang kendalinya.”
adalah pikiran. Kesadaran budi atau intelek
maka kusir keretanya, sementara atman Maka, indria ibarat kuda sedangkan benda-
sang pemilik kereta. Kita tahu, kereta tidak benda pemuas nafsu adalah lapangannya
dapat mencapai tujuan tanpa ditarik oleh (di mana kuda itu berkeliaran). Atma
kuda. Namun, kalau tidak dikendalikan bersekutu dengan indria dan pikiran
dengan tali oleh kusir kereta, kuda itu menjadi penikmatnya. Orang bijaksana
bisa menyesatkan kereta. Bahkan kuda itu yang selalu mempergunakan pikirannya,
akan membawa kereta masuk jurang atau mengendalikan indrianya hingga tak
menabrak sana-sini. ubahnya kuda yang baik. Dengan
demikian, kusir yang bijaksana, yang dapat
Meski demikian, kalau dimanfaatkan sesuai mengendalikan tali kekangnya, akan
dengan fungsinya, indria akan membawa menuju tempat yang terakhir dan tertinggi,
manusia sampai pada tujuan hidup yakni Sanghyang Widhi Wasa.
mencapai kebahagiaan. Karena itu, dalam
berbagai sastra suci agama Hindu, selalu Dalam kitab suci Sàrsamuccaya,
ditekankan agar manusia memelihara dan disebutkan bahwa indria adalah jalan
mengendalikan indria sebaik-baiknya. menuju surga dan neraka. Jika indria
Jika indria dapat
dapat dikendalikan dengan baik, maka
Raja indria adalah pikiran. Oleh karena itu, kebahagiaan akan tercapai dan jika tidak dikendalikan
pikiran hendaknya dapat mengemudikan nestapa atau neraka yang akan dijumpai. dengan baik, maka
indria dan harus bersih dan murni. Pikiran Godaan yang terhebat bagi indria adalah
kebahagiaan akan
harus dilatih untuk mencapai kebajikan, harta benda dan birahi. Maka itulah, umat
seperti yang diajarkan dalam kitab-kitab Hindu mesti bersama-sama melatih pikiran tercapai dan jika tidak
suci. Kebajikan pada dasarnya adalah cinta amulat sarira, yakni melihat ke dalam diri nestapa atau neraka
kebenaran, kejujuran, keikhlasan, dan kita, dengan mendidik diri secara disiplin, yang akan dijumpai.
keadilan. agar pikiran dapat menguasai indria.
Godaan yang terhebat

Dalam kitab Manu Smrti, disebutkan: Ajaran agama Hindu sangat meyakini bagi indria adalah harta
“Orang-orang bijaksana harus berusaha hukum karma yang mempengaruhi benda dan birahi.
21
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

eksistensi kehidupan manusia, baik di dan dewasa ini semakin kompleks,


dunia maupun akhirat. Hukum karma sehingga semua umat beragama harus
sebagai hukum yang mutlak memberikan berhati-hati dalam menjalani kehidupan
keyakinan kepada umat Hindu agar agar tidak terjebak dalam penerimaan
senantiasa berusaha berbuat, berpikir, gratifikasi yang dapat menimbulkan
dan berkata berdasarkan darma. Dalam kerugian bagi masyarakat luas.
mencari sarana hidup dan penghidupan,
apakah berupa harta ataupun pemenuhan


keinginan, manusia tidak boleh
menyimpang dari darma. Perbuatan seperti Dalam mencari sarana hidup dan
menerima gratifikasi, yang mempengaruhi penghidupan, apakah berupa harta
pengambilan keputusan hingga merugikan
orang banyak, melanggar norma hukum ataupun pemenuhan keinginan,
dan norma agama; ini sangat dilarang manusia tidak boleh menyimpang
oleh ajaran Hindu karena termasuk dalam dari darma. Perbuatan seperti
adharma yang bertentangan dengan
menerima gratifikasi, yang
darma.
mempengaruhi pengambilan
Kisah Prabu Salya barangkali dapat keputusan hingga merugikan orang
menjadi pelajaran. Prabu Salya menyantap banyak, melanggar norma hukum
jamuan dari Kurawa dalam perjalanan
menuju Upaplawya untuk menemui
dan norma agama; ini sangat dilarang
Pandawa. Tanpa rasa curiga, Prabu Salya
menghabiskan makanan dan minuman
pemberian Duryudana dan adik-adiknya.

oleh ajaran Hindu karena termasuk
dalam adharma yang bertentangan
dengan darma.
Namun, santapan ini harus dibayar dengan
imbalan keberpihakan ke kubu Kurawa
dalam laga di Kurusetra, sesuai permintaan
Duryudana. Dalam hal ini, keputusan
Prabu Salya tidak didasarkan pada darma
tetapi pada perasaan berutang kepada
Duryudana.

Inilah contoh kisah cerita dalam ajaran


agama Hindu yang membuktikan bahwa
gratifikasi dapat berdampak sangat negatif
terhadap kehidupan dan peradaban Hindu.
Jalan pemberian gratifikasi sangat beragam
23

Gratifikasi
dalam
Perspektif
Agama
Islam
oleh :
Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama RI
25
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

PENDAHULUAN

S ecara etimologis, kata hadiah berasal


dari bahasa Arab yang artinya
‘pemberian’. Dalam terminologi fikih,
hadiah diartikan sebagai pemberian
barang/benda dari seseorang semasa
hidupnya kepada orang lain, dari harta
yang dimilikinya secara fisik (bukan dimiliki
manfaatnya saja), sebagai penghormatan
atau untuk memuliakan si penerima,
tanpa syarat dan tanpa harapan akan
balasan. Dengan kata lain, tanpa syarat
harus membalas dengan hadiah serupa,
tanpa syarat harus mengerjakan atau
meninggalkan sesuatu, bahkan tanpa
mengharapkan apapun dari si penerima.
Pejabat atau pegawai negeri, ketika
ditunjuk untuk mengemban tugas tertentu,
ia harus menjalankan tugas dan fungsinya.
Ini prinsip hukum Islam. Jika ia menerima
hadiah atau pemberian di luar gaji, di mana
hadiah tersebut patut diduga berkaitan


erat dengan jabatannya, berarti ia telah
Hai orang-orang yang beriman, berkhianat atas tugas dan jabatannya.
janganlah kamu mengkhianati GRATIFIKASI DALAM PERSPEKTIF AL-
Allah dan Rasul (Muhammad) QUR’AN, AL-HADIS, DAN HUKUM ISLAM
dan (juga) janganlah kamu Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam

mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu,
berbicara tentang harta benda dan
kepemilikan sebagaimana juga Al-Hadis.
Al-Qur’an berperan sebagai sumber
sedang kamu mengetahui. hukum utama dan pertama dengan
Al-Hadis sebagai penjelasnya. Dengan
(QS Al-Anfal: 27) demikian, Al-Qur’an dan Al-Hadis bagaikan
dua sisi dari satu mata uang yang tidak
dapat dipisahkan antara yang satu dan
lainnya. Biasanya Al-Qur’an berbicara
tentang sesuatu secara umum yang
27
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

kemudian diberikan penjelasannya Melalui syariat, Allah SWT. mengakui


oleh hadis dari Muhammad SAW. Pada dorongan kodrati tersebut sambil
periode selanjutnya, para sahabat dan membekalinya dengan rambu-rambu kuat
ulama berijtihad dengan menggunakan agar manusia mampu mengendalikan dan
Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai dasarnya. membatasi perilaku yang menyimpang.
Maka muncullah kesimpulan hukum yang Manusia juga harus mengumpulkan harta
dihasilkan dari ijtihad para sahabat atau dengan cara halal. Dan daripadanya
ulama, yang disebut dengan hukum Islam. dikeluarkan hak Allah dan manusia lain,
serta digunakan untuk hal-hal yang halal.
PERSPEKTIF AL-QUR’AN “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
kamu mengkhianati Allah dan Rasul dengan jalan batil, kecuali dengan
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu perniagaan yang berlaku dengan suka-
mengkhianati amanat-amanat yang sama suka di antara kamu....” (QS An-Nisa:
dipercayakan kepadamu, sedang kamu 29)
mengetahui.” (QS Al Anfal: 27)
PERSPEKTIF AL-HADIS
“Katakanlah, Tuhanku hanya Dari Abdullah Ibn Uma, Muhammad saw
mengharamkan pebuatan keji, baik yang SAW bersabda: “Allah melaknat orang
nampak maupun yang tersembunyi, dan yang menyuap dan orang yang menerima
perbuatan dosa, melanggar hak manusia suap.” Hadis lain menyatakan bahwa,
tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) dari Usamah Ibn Malik, Muhammad
mempersekutukan Allah dengan sesuatu SAW bersabda: “Hadiah itu dapat
yang Allah tidak menurunkan hujjah menghilangkan pendengaran, menutup
untuk itu dan (mengharamkan) mengada- hati dan penglihatan.” Dari Ibnu Abbas,
ngadakan terhadap Allah yang tidak kamu Nabi Muhammad SAW bersabda:
ketahui.” (QS Al A’raf: 33). “Hadiah untuk pejabat (penguasa) adalah
kecurangan.”
“Dan janganlah sebagian kamu memakan
harta sebagian yang lain di antara kamu “Barang siapa yang kami limpahi tugas
dengan jalan yang batil dan (janganlah) atas suatu pekerjaaan, hendaknya ia
kamu membawa (urusan) harta itu kepada menyerahkan semua yang ia peroleh, Dari Ibnu Abbas,
hakim, supaya kamu dapat memakan sedikit ataupun banyak. Selanjutnya, Nabi Muhammad
sebagian daripada harta benda orang lain imbalan apapun yang (kami) berikan
itu dengan (jalan berbuat dosa), padahal kepadanya atas pekerjaannya itu, silakan ia SAW bersabda:
kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah: 188) ambil. Sedangkan segala yang ia dilarang “Hadiah untuk pejabat
darinya hendaknya ia tidak mengambilnya.” (penguasa) adalah
(HR Muslim)
kecurangan.”
29
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Adanya hadiah yang diberikan kepada dan berkata, ‘ini untukmu dan ini hadiah
pejabat sebagai wujud terima kasih atas untukku’, mengapa ia tidak duduk-
layanannya dapat dipastikan menjadi duduk saja di rumah ayah atau ibunya,
biang hilangnya amanah dan keadilan, sambil menunggu apakah ia akan diberi
sebagaimana yang kita rasakan di hadiah atau tidak? Demi Allah yang jiwa
negeri kita tercinta ini. Karena itu, Muhammad SAW ada di tangan-Nya,
guna menegakkan keadilan di tengah tidak seorang pegawai menerima sesuatu
masyarakat, Islam mengharamkan segala (hadiah), melainkan ia akan datang di hari
bentuk hadiah yang diberikan kepada kiamat sambil memikul beban hadiah itu
pejabat. di lehernya. Jika (hadiah yang diterima)
berupa unta, ia akan bersuara. Jika berupa
Dalam sejarah Islam, praktik pemberian lembu, ia akan menguak. Dan jika berupa
hadiah kepada pejabat/pegawai dalam kambing, ia akan mengembik. (Saksikanlah)
pengertian ghulul (korupsi), pernah terjadi bukanlah aku (Muhammad SAW) telah
pada masa Muhammad SAW. Dalam menyampaikan (kebenaran).”
hadis Al-Bukhari dan Muslim dikisahkan,
Muhammad SAW mengangkat beberapa Ini merupakan hadis yang sangat populer
pegawai yang ditugaskan untuk menarik dalam masalah gratifikasi. Hampir
dan mendistribusikan zakat. Salah seorang semua ulama pernah meriwayatkan
pegawai tersebut bernama Ibnu Al hadis ini. Kesimpulannya, Muhammad
Lutbiyah dari Bani Al Azdi. SAW melarang keras pegawai untuk
menerima hadiah dari pihak manapun.
Suatu hari, Ibnu Al Lutbiyah menghadap Jika Ibnu Al Lutbiyah bukan pegawai
Muhammad SAW sambil membawa harta negeri (diumpamakan seperti orang yang
zakat yang dipungutnya. “Ini (zakat) untuk duduk-duduk di rumah), tentu dia tidak
kalian dan ini hadiah yang diberikan (para akan diberi hadiah. Berarti jabatan Ibnu
pembayar zakat) untukku,” ucap Ibnu Al Al Lutbiyahlah yang menjadi penyebab
Lutbiyah sambil menunjukkan barangnya. orang lain memberikan hadiah kepadanya.
Muhammad SAW langsung berdiri dan Karena itu, dalam hadis lain Muhammad Barang siapa diangkat
bersabda: “Seandainya engkau duduk- SAW menegaskan: “Barang siapa diangkat sebagai pegawai dan
duduk saja di rumah ayah atau ibumu sebagai pegawai dan telah mendapatkan
telah mendapatkan
sambil menunggu (datangnya hadiah), gaji, maka apa yang diambil selain dari gaji
apakah engkau akan diberi hadiah?” itu adalah ghulul.” (HR Abu Daud, Al Hakim, gaji, maka apa yang
Kemudian seusai salat jemaah, Muhammad Ibnu Huzaimah.) diambil selain dari gaji
SAW naik ke atas mimbar dan kembali
itu adalah ghulul.” (HR
mengeluarkan pernyataan terkait Ibnu Al Namun, ada pula hadiah dalam konteks
Lutbiyah: “Jika seorang pegawai diserahi lain, yang dijelaskan lewat hadis berikut ini: Abu Daud, Al Hakim,
tugas (oleh negara), kemudian datang “Hendaknya kalian saling memberi hadiah, Ibnu Huzaimah.)
31
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

karena hadiah dapat menghilangkan SAW sering menerima hadiah dan


kebencian yang ada dalam dada. membalasnya.” (HR Al-Bukhari)
Janganlah seorang wanita meremehkan Akan tetapi, hadiah akan bisa menjadi
arti suatu hadiah yang ia berikan kepada haram jika bertujuan melanggar
tetangganya, walau hanya berupa kikil hukum syariat, mempengaruhi putusan
(kaki) kambing.” (HR Al Tirmidzi.) pengadilan, mempengaruhi kebijakan
publik, dan sebagainya. Berarti, hukum
Dengan jelas, hadis di atas memberikan hadiah berbeda-beda sesuai
menggambarkan fungsi hadiah dalam dengan tujuan pemberinya, seberapa jauh
syariat Islam. Anjuran saling memberi dampak yang ditimbulkan, dan bagaimana
hadiah bertujuan untuk mempererat prosesnya.
hubungan kasih sayang dan mengikis
segala bentuk jurang pemisah antara dua Suatu kali Muhammad SAW bersilaturahim
pihak, pemberi dan penerima hadiah. dengan penduduk Bani Al Asyhal, ditemani
seorang sahabat bernama Abu Rafi’. Ketika
Dengan mencermati dalil di atas dan juga pulang, keduanya tampak tergesa-gesa
yang lainnya, dapat disimpulkan bahwa karena waktu Magrib segera tiba. Di tengah
konsep memberi hadiah dalam syariat perjalanan, saat melewati pekuburan
Islam benar-benar karena latar belakang Baqi’, tiba-tiba Muhammad SAW berseru:
sosial, tanpa ada embel-embel komersial “Waduh, celaka! Waduh, celaka!” Abu Rafi’
sedikit pun. Makna inilah yang secara pun menghentikan langkahnya. “Apa yang
tegas dinyatakan oleh Muhammad SAW terjadi padamu?” tanya Muhammad SAW.
dalam hadisnya tentang fungsi hadiah “Ayo, jalan!” ajak beliau.
yang benar-benar hadiah, yang artinya:
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah Abu Rafi’ lalu menjelaskan bahwa dirinya
agar kalian saling mencintai.” (HR Bukhari) berhenti karena mengira dialah yang akan
Islam menganjurkan kaum muslimin celaka. “Tidak!” jawab Muhammad SAW.
saling memberikan hadiah satu sama “(Tadi) aku melewati kuburan si Fulan. Dia Hadiah akan bisa
lain, sebagaimana sabda Muhammad pernah kutunjuk sebagai pemungut zakat menjadi haram jika
SAW sebagaimana disebutkan dalam di sebuah perkampungan. Di sana dia
bertujuan melanggar
hadis di atas. Apalagi jika pemberian menerima (hadiah) mantel yang terbuat
tersebut bertujuan untuk menyambung dari bulu harimau. Sekarang (di dalam hukum syariat,
silaturahim atau membalas kebaikan orang kuburnya), dia memakai mantel yang mempengaruhi
lain, maka hukumnya semakin baik dan terbuat dari api neraka.” putusan pengadilan,
sangat dianjurkan, sebagaimana hadis
mempengaruhi
Muhammad SAW: “Hadiah kepada kerabat Dan kondisi kita sekarang ini sebenarnya
adalah sedekah dan silaturahim.” Dan sudah diprediksi oleh Muhammad SAW kebijakan publik, dan
hadis riwayat Aisyah: “Nabi Muhammad lima belas abad yang lalu. Beliau bersabda: sebagainya.
33
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

“Kelak akan datang suatu masa ketika tangan-Nya, sesungguhnya sehelai kain
sejumlah pemerintahan menghalalkan yang diambilnya dari ganimah perang
arak dengan ‘bungkus’ bir, menerima Khaibar akan menyalakan api neraka
pemberian kecil dengan alasan sedekah, baginya.”
membolehkan suap dengan ‘bungkus’
hadiah, dan membunuh dengan alasan PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
memberi peringatan. Mereka memerangi Beberapa ayat dan hadis di atas
bangsa-bangsa merdeka untuk menguasai, menggambarkan bahwa Islam menentang
sehingga (akibatnya) dosa mereka semakin pemberian gratifikasi dan penerimaannya
bertambah.” atau praktik pemberian hadiah yang
terkait dengan jabatan. Sejumlah ulama
Maka salah satu solusi yang ditawarkan klasik sampai menulis bab khusus tentang
Islam adalah sadd adz-dzari’ah, yakni gratifikasi dalam kitab-kitab mereka,
upaya preventif untuk mencegah contohnya Al-Bukhari yang dalam kitab
timbulnya dampak negatif di kemudian Al-Jami’ Al-Shahih menulis: “Bab Hadiah
hari. Jika suatu perbuatan diduga akan untuk Pegawai” dan “Bab Orang yang
menimbulkan kerusakan (mafsadah) di Dilarang Menerima Hadiah karena Sebab
kemudian hari, maka perbuatan tersebut Tertentu.” Kemudian Imam Muslim dalam
harus dilarang secara total. Kaidah sadd kitab Al-Imarah (Pemerintahan) juga
ad-dzari’ah merupakan salah satu prinsip membuat bab khusus, “Bab Hadiah bagi
hukum Islam di mana menghindari Para Pegawai,” yang oleh Imam Muslim
kerusakan lebih diutamakan daripada An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim
mewujudkan kemaslahatan umum dinamakan: “Bab Haramnya Hadiah bagi
(Dar’ul mafasidi muqaddamun ‘ala jalbil Pegawai.”
mashaaalih).
Mengenai hadiah yang diberikan bukan
Status hukum menerima gratifikasi, karena faktor jabatan, seperti pejabat/
mengutip An-Nawawi dalam syarah pegawai yang biasa menerima hadiah dari
Muslim adalah haram dan termasuk dosa teman atau kerabat sejak sebelum menjadi Status hukum
besar, meskipun nominalnya terbilang pejabat/pegawai, atau nilainya tidak
menerima gratifikasi,
kecil. Hal ini sesuai pesan implisit hadis meningkat secara signifikan dibandingkan
yang mengisahkan seorang hamba sahaya pemberian-pemberian sebelumnya, maka mengutip An Nawawi
bernama Rifa’ah bin Zaid yang terkena dalam Islam tidak dinamakan ghulul/ dalam syarah Muslim,
anak panah saat berdiri untuk melepaskan gratifikasi. Itu bisa termasuk sedekah adalah haram dan
pelana kuda Muhammad SAW. Para jika diniati ingin mendapatkan pahala
termasuk dosa besar,
sahabat menyebutnya mati syahid, tapi atau termasuk hadiah jika diniati ingin
Muhammad SAW menolak: “Tidak! Demi mendapatkan pahala dan memuliakan. meskipun nominalnya
Dzat yang jiwa Muhammad SAW ada di Ketentuan yang sama berlaku bagi hakim. terbilang kecil.
35
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Hakim tidak boleh menerima hadiah dari penerima gratifikasi diancam hukuman/
orang yang belum pernah memberikan sanksi pidana. Ini konsekuensi hukum yang
hadiah kepadanya sebelum menjabat. Ia bersifat duniawi.
juga dilarang menerima pemberian yang
jumlahnya meningkat daripada pemberian Pemerintah berhak mengatur bentuk
sebelumnya. Ini prinsip umum dalam fiqh hukuman atau sanksi bagi penerima
jinayah (pidana Islam). Hakim hanya boleh gratifikasi yang melanggar ketentuan
menerima hadiah atau pemberian dari perundang-undangan. Hal ini sesuai prinsip
keluarga atau sahabat dekat dimana si hukum Islam, bahwa bentuk sanksi yang
keluarga atau sahabat tidak sedang dalam tidak ditetapkan secara langsung dalam Al-
berperkara dan memang sudah terbiasa Qur’an dan Al-Hadis (takzir), ketentuannya
memberi hadiah sejak sebelum dirinya diserahkan kepada pihak berwenang. Maka
menjadi hakim. KPK mendorong aparatur sipil negara
untuk menolak pemberian terkait jabatan.
Persoalannya, upaya nepotisme dan politik Jika telanjur diterima, maka pemberian
dinasti di Indonesia sudah menggurita itu wajib dilaporkan ke KPK maksimal tiga
sehingga sahabat atau keluarga pejabat puluh hari kerja setelah diterima secara
justru sering memanfaatkan kesempatan pribadi atau diserahkan kepada negara.
memberi hadiah untuk memperoleh Selain konsekuensi hukum duniawi,
kemudahan, baik dalam masalah perizinan, pelaku gratifikasi dalam Islam juga
pengurusan akta, pengadaan barang/ diancam hukuman akhirat jika ia tidak
jasa, dan sebagainya. Alhasil pada saat mengembalikan hadiah yang diterimanya.
tender, sahabat atau keluarga yang Ini perbedaan paling mendasar antara UU
pernah memberikan gratifikasi otomatis Tindak Pidana Korupsi dengan ketentuan
akan memiliki “posisi khusus” di mata si syariat Islam. Namun, meski sanksi
penerimanya dibandingkan peserta tender yang bersifat ukhrawi tidak tercantum,
lainnya. Inilah yang dimaksud oleh Umar pelaksanaan sanksi dalam UU Tindak
bin Abdul Aziz ra: “Hadiah pada zaman Pidana Korupsi telah memenuhi prinsip
Nabi Muhammad SAW adalah hadiah, takzir dalam syariat Islam, sehingga pelaku
Umar bin Abdul Aziz ra: sedangkan hadiah hari ini (hakikatnya) gratifikasi yang beragama Islam dapat
adalah suap.” menghapus dosa-dosanya dengan cara
“Hadiah pada zaman
menjalani hukuman yang telah ditetapkan
Nabi SAW adalah Konsekuensi hukum bagi penerima pengadilan. Jika tidak demikian, dosa-
hadiah, sedangkan gratifikasi dalam fiqh jinayah adalah wajib dosanya tidak akan terampuni. Hal ini
hadiah hari ini mengembalikan hadiah yang diterima didasarkan pada hadis yang mengisahkan
dan/atau menyerahkan kepada negara, perjalanan Muhammad SAW ke
(hakikatnya) adalah
atau memilikinya dengan izin pemerintah. perkampungan Bani Al-Asyhal di atas.
suap.” Jika salah satunya tidak dilakukan, maka
37

Gratifikasi
dalam
Perspektif
Agama
Katolik
oleh :
Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Katolik
Kementerian Agama RI
39
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

B udaya korupsi yang sudah lama terjadi


di Indonesia harus diberantas. Mengapa
harus diberantas? Setidaknya ada dua
alasan korupsi harus diberantas, yaitu:
pertama, korupsi merupakan kegiatan
pencurian. Kedua, korupsi adalah tindakan
yang menyebabkan ketidakadilan karena
dapat membuat orang miskin tidak bisa
keluar dari kemiskinan.

Korupsi sudah ada sejak lama. Dalam


Sepuluh Perintah Allah yang ketujuh
juga pada dasarnya disinggung. Dalam
Kitab Keluaran tertulis: “Gratifikasi yang
menjurus pada suap janganlah kau terima,
sebab gratifikasi tersebut membuat buta
banyak orang-orang yang melihat dan
memutarbalikan perkara orang-orang yang
benar.”

Gratifikasi merupakan salah satu bentuk


tindakan korupsi dalam kategori dini, bibit-
bibit yang menjadi salah satu penyebab


terjadinya korupsi. Dalam tulisan ini akan
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan dijelaskan tentang hukum cinta kasih,
persembahan, dan gratifikasi dalam
segenap hatimu, dengan segenap perspektif ajaran agama Katolik.
jiwamu, dengan segenap akal
budimu dan dengan segenap “
kekuatanmu. Kasihilah sesamamu
Hukum Kasih merupakan inti ajaran Yesus
Kristus yang terdapat pada ketiga Injil
Sinoptik: Matius 22: 37-40, Markus 12:
manusia seperti dirimu sendiri. 28-34, dan Lukas 10: 25-28. “Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu,
(Markus 12: 30-31) dengan segenap jiwamu, dengan segenap
akal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu. Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri” (Markus 12: 30-31).
Hukum kasih merupakan penggenapan
41
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Hukum Allah, baik alami maupun yang philia tidak dibatasi oleh jenis kelamin,
diwahyukan, yang diwujudkan melalui tetapi terbuka kepada semua pihak, baik
Kristus. Hukum kasih mencakup perintah laki-laki maupun perempuan. Seseorang
mengasihi Allah dan sesama, supaya yang mencintai/mengasihi/memberi
semua orang saling mengasihi seperti dalam tingkatan ini melakukannya
Kristus telah mengasihi umat-Nya. tidak hanya untuk lawan jenis kelamin.
Ada tiga tingkatan perbuatan kasih (cinta). Perbuatan mencintai/mengasihi/memberi
Dalam bahasa Yunani, ada tiga kata dilakukan sebagai bentuk hubungan baik
yang digunakan untuk mengungkapkan dan memiliki relasi khusus. Seseorang
kasih tersebut, yakni: eros, philia, dan melakukannya karena pihak lain memiliki
agape. Pertama, cinta eros adalah cinta keunikan tertentu.
seksual, yang didasarkan pada nafsu/
birahi. Dalam hal ini, orang lain tidak Ketiga, cinta agape, yaitu cinta yang
dipandang sebagai subjek tetapi hanya tertinggi. Cinta ini tidak lagi tergantung
sebagai objek. Cinta dalam tingkat eros pada bakat, kualitas-kualitas yang
tidak mengandung penghargaan secara ada dalam pribadi orang lain (cantik,
pribadi. Eros merupakan cinta yang terarah lembut, ramah, pengertian, dsb), tidak
kepada orang lain tetapi ditujukan untuk memandang orang lain terbatas sebagai
kepuasan pribadi orang yang mencintai. “pribadi yang lain”, tetapi melihat orang
Dengan kata lain, cinta ini terarah kepada lain sebagai bagian dari diri sendiri. Cinta
diri sendiri. Cinta terarah kepada lain jenis agape merupakan cinta yang sanggup
kelamin. Seseorang yang mencintai/ menderita dan berkorban, terarah serta
mengasihi/memberi dalam tingkatan ini terbuka kepada yang dicintai. Cinta agape
melakukannya kepada orang lain lawan melampaui jenis kelamin, cantik-jelek,
jenis kelamin, tetapi bertujuan untuk kaya-miskin, dan pintar-bodoh. Cinta
mencari keuntungan bagi diri sendiri. agape mengatasi segala tembok-tembok
Perbuatan mencintai/mengasihi/memberi pemisah seperti perbedaan agama, suku
dilakukan untuk mendapat imbalan, dalam dan budaya.
arti supaya pihak lain memberi imbalan
tertentu. Pihak lain hanya sebagai objek Seseorang yang mencintai/mengasihi/
kepuasan diri sendiri. memberi dalam tingkatan ini artinya
mencintai/mengasihi/memberi yang tanpa
Kedua, cinta philia adalah cinta pamrih, bahkan rela berkorban untuk
persahabatan. Dalam hal ini, cinta bersifat kebaikan orang lain. Perbuatan kasih dan
relasional. Orang lain dipandang sebagai pengorbanan demi kebaikan orang lain
pribadi yang mempunyai kekhasan/ dilakukan tanpa pamrih atau menuntut
keunikan dan kualitas tersendiri: cantik, imbalan apapun.
lembut, pengertian, dan seterusnya. Cinta
43
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Ketiga jenis cinta di atas ada dalam 1. Persembahan yang diberikan dengan
setiap manusia, meskipun kualitasnya tujuan yang salah, yaitu: “Untuk
berbeda dalam diri masing-masing orang. membuat orang lain terkesan” (Matius
Ada orang yang di dalam dirinya lebih 6: 2), “Untuk mendapat imbalan” (Lukas
menonjol cinta erosnya daripada philia 14: 12-14), “Untuk seolah-olah membeli
dan agape. Ada juga orang yang di dalam keselamatan” (Mazmur 49: 6-7).
dirinya lebih menonjol cinta philia atau 2. Persembahan dan pemberian yang
agape daripada cinta eros. mendukung kegiatan atau hal-hal
yang dikecam Allah. Kita tidak boleh
Perbuatan kasih (memberi) pada dasarnya memberikan uang kepada orang yang
merupakan suatu perbuatan yang baik. akan menggunakannya untuk berjudi,
Pengikut Kristus sangat dianjurkan untuk memakai narkoba, atau bermabuk-
saling mengasihi dan berbagi kasih. mabukan (1 Korintus 6: 9-10, 2
Terlebih kepada orang yang sangat Korintus 7: 1). Tidak dibenarkan juga
memerlukan. kalau kita memberi kepada orang
yang sebenarnya mampu bekerja
Dalam Alkitab diajarkan bahwa untuk menafkahi diri tapi tidak mau
persembahan dan pemberian yang melakukannya (2 Tesalonika 3: 10).
berkenan kepada Allah adalah pemberian
yang dilakukan dengan sukarela. Alkitab Bandingkan dengan gratifikasi, yaitu
berkata, ”Setiap orang sebaiknya memberi pemberian dalam arti tertentu, yang
sesuai dengan apa yang dia putuskan meliputi pemberian uang tambahan (fee),
dalam hatinya, tidak dengan berat hati hadiah, uang, barang, rabat (diskon), komisi
atau terpaksa, karena Allah mengasihi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, ”Setiap orang
orang yang memberi dengan senang hati” fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
sebaiknya memberi
(2 Korintus 9: 7). “Memberi dengan tulus pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
termasuk ibadah yang menyenangkan lainnya. sesuai dengan apa
Allah” (Yakobus 1: 27). “Dia senang dengan yang dia putuskan
orang yang suka menolong. Bagi Allah, Gereja Katolik mengajarkan tentang dalam hatinya, tidak
orang yang bermurah hati seolah-olah hukum kasih, yakni kasih kepada Tuhan
dengan berat hati
memberikan pinjaman kepada-Nya” (Amsal dan kasih kepada sesama. Kasih kepada
19: 17). “Alkitab mengajarkan bahwa Allah sesama manusia dapat diwujudkan atau terpaksa, karena
sendiri akan membalas kebaikan orang itu” dengan memberi kepada yang sangat Allah mengasihi
(Lukas 14: 12-14). membutuhkan. Memberi kepada sesama orang yang memberi
yang memerlukan sangat dianjurkan.
dengan senang hati.”​(2
Dalam Alkitab dinyatakan pula Memberi yang bermakna bukan diukur
persembahan dan pemberian yang tidak dari berapa besar pemberian itu, tetapi Korintus 9:7.)
berkenan kepada Allah, antara lain: yang bermakna diukur dari ketulusan
45
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

hati. Namun, ajaran ini berbeda dengan Memegahkan diri atas hartanya (Mazmur
gratifikasi. 49: 6-7)
Mereka yang percaya akan harta bendanya,
GRATIFIKASI DALAM ALKITAB dan memegahkan diri dengan banyaknya
Gratifikasi dapat diartikan sebagai uang kekayaan mereka. Tidak seorangpun dapat
suap. Hal ini dapat dilihat pada beberapa membebaskan dirinya, atau memberikan
ayat dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama tebusan kepada Allah ganti nyawanya.
maupun Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Baru juga dapat
Dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan ditemukan beberapa ayat terkait dengan
beberapa ayat terkait dengan gratifikasi/ gratifikasi/suap dan perlakuan korupsi,
suap dan perlakuan korupsi, antara lain: antara lain:

Jangan menerima suap (Keluaran 23: 8) Untuk mendapat imbalan (Lukas 14: 12-14):
Suap orang janganlah kauterima, sebab Dan Yesus berkata juga kepada orang
suap membuat buta mata orang-orang yang mengundang Dia: “Apabila engkau
yang melihat dan memutarbalikkan perkara mengadakan perjamuan siang atau
orang-benar. perjamuan malam, janganlah engkau
mengundang sahabat-sahabatmu atau
Suap membuat buta mata (Ulangan 16: 19) saudara-saudaramu atau kaum keluargamu
Janganlah memutarbalikkan keadilan, atau tetangga-tetanggamu yang kaya,
janganlah memandang bulu dan janganlah karena mereka akan membalasnya dengan
menerima suap, sebab suap membuat mengundang engkau pula dan dengan
buta mata orang-orang bijaksana dan demikian engkau mendapat balasnya.
memutarbalikkan perkataan orang-orang Tetapi apabila engkau mengadakan
yang benar. perjamuan, undanglah orang-orang miskin,
orang-orang cacat, orang-orang lumpuh
Hukuman makan suap (Ayub 15: 34) dan orang-orang buta. Dan engkau
Karena kawanan orang-orang fasik tidak akan berbahagia, karena mereka tidak
berhasil, dan api memakan habis kemah- mempunyai apa-apa untuk membalasnya
kemah orang yang makan suap. kepadamu. Sebab engkau akan mendapat
balasnya pada hari kebangkitan orang-
Suap memutarbalikkan keadilan (1 Samuel orang benar.”
8: 3)
Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti
ayahnya; mereka mengejar laba, menerima
suap, dan memutarbalikkan keadilan.
47
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Untuk membuat orang lain terkesan Menjadi hamba uang: (2 Timotius 3: 2)


(Matius 6: 2) “Manusia akan mencintai dirinya sendiri
“Jadi apabila engkau memberi sedekah, dan menjadi hamba uang. Mereka
janganlah engkau mencanangkan hal itu, akan membual dan menyombongkan
seperti yang dilakukan orang munafik di diri, mereka akan menjadi pemfitnah,
rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, mereka akan berontak terhadap orang
supaya mereka dipuji orang. Aku berkata tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak
kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mempedulikan agama.”
mendapat upahnya.”
Dari kutipan-kutipan Perjanjian Lama
Hamba uang (Lukas 16: 14-15) dan Perjanjian Baru di atas jelas bahwa
Semuanya itu didengar oleh orang-orang perbuatan-perbuatan terkait gratifikasi,
Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka suap, dan buta akan uang, dan sejenisnya,
mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata adalah perbuatan yang tercela.
kepada mereka: “Kamu membenarkan diri
di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui GRATIFIKASI DALAM AJARAN GEREJA
hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, Kehidupan korup adalah “sebuah
dibenci oleh Allah.” pembusukan yang tertutupi”. Yesus tidak
mengatakan bahwa orang-orang yang
Cinta uang sumber kejahatan (1 Timotius korup adalah para pendosa, tetapi Ia
6: 9-10) mengatakan mereka adalah orang-orang
Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh yang munafik. Jadi dibedakan antara
ke dalam pencobaan, ke dalam jerat pendosa dan munafik. Paus Fransiskus
dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang pernah mengatakan, yang memberikan
hampa dan yang mencelakakan, yang kepada gereja dengan satu tangan, tapi
menenggelamkan manusia ke dalam mencuri dengan tangan yang lain dari
keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar negaranya, dan dari orang miskin, sudah
segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab berbuat tidak adil. Dalam khotbah tersebut,
oleh memburu uanglah beberapa orang ia menyatakan bahwa Yesus berkata: Yesus tidak
telah menyimpang dari iman dan menyiksa “Akan lebih baik baginya jika sebuah batu mengatakan bahwa
dirinya dengan berbagai-bagai duka. kilangan dililitkan ke lehernya dan dia
dibuang ke laut.” orang-orang yang
korup adalah para
Kanon 1386 menyatakan, “Yang memberi pendosa, tetapi Ia
atau menjanjikan sesuatu, agar seseorang
mengatakan mereka
yang memangku jabatan dalam Gereja
melakukan atau melalaikan sesuatu secara adalah orang-orang
tidak legitim, hendaknya dihukum dengan yang munafik.
49
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

hukuman yang adil, demikian pula orang masih dalam kegiatan formal dan belum
yang menerima pemberian atau janji-janji sampai pada pembentukan moral siswa.
itu.” Korupsi harus dibenahi dari sumber
masalahnya. Maka, pendidikan moral harus
Gratifikasi merupakan salah satu dimulai sejak usia dini.
perbuatan korupsi. Gratifikasi termasuk
suap yang dapat mempengaruhi suatu
putusan dan kebijakan. Pemberian
berupa gratifikasi dalam bentuk apapun
menjadikan seseorang tidak dapat
melakukan pekerjaan secara profesional.
Di dalam gratifikasi terkandung perbuatan
ketidakadilan dari si pemberi dan penerima
gratifikasi. Maka pemberi dan penerima
gratifikasi harus dihukum dengan adil.
Gratifikasi berbeda dari persembahan dan
pemberian dalam hukum Kasih sebagai
inti ajaran Yesus Kristus. Persembahan
dan pemberian yang berkenan bagi Allah
adalah pemberian yang dilakukan dengan
sukarela. Gereja tidak mendefinisikan
seberapa besar persembahan dan
pemberian yang dapat diberikan. Namun,
umat diharapkan mempersembahkan
dan memberi sesuai dengan kemampuan
dan sesuai dengan kerelaan hati dan
sukacita. Bagi yang mampu, seharusnya
memberi lebih banyak. Bagi kaum
miskin yang tidak mampu, dipersilakan
memberikan sesuai dengan kemampuan
mereka. Persembahan juga tidak hanya
berupa uang, tetapi juga bakat dan waktu.
Persembahan dilakukan berdasarkan kasih
kita kepada Tuhan, sehingga kita dapat
mengasihi sesama dengan lebih baik.
Salah satu penyebab gratifikasi dan korupsi
adalah gagalnya pendidikan etika dan
agama. Pendidikan agama yang terjadi
51

Gratifikasi
dalam
Perspektif
Agama
Kristen
oleh :
Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Kristen
Kementerian Agama RI
53
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

G ratifikasi/suap janganlah kauterima,


sebab gratifikasi/suap membuat buta
mata orang-orang yang melihat dan
memutarbalikkan perkara orang-orang
yang benar” (Keluaran 23: 8). Gratifikasi


adalah suatu usaha atau tindakan yang
dilakukan untuk memuluskan suatu
Gratifikasi/suap janganlah pekerjaan atau suatu kepentingan dengan
kauterima, sebab gratifikasi/ cara memberikan sesuatu, baik berupa
uang ataupun bentuk lainnya.
suap membuat buta mata

orang-orang yang melihat dan
memutarbalikkan perkara orang-
Praktik gratifikasi memang sudah terjadi
sejak zaman dahulu kala dan sepertinya
sudah membudaya di negara kita. Paulus
orang yang benar. mengungkapkan bahwa “cinta uang”
adalah motivasi terbesar orang menerima
(Keluaran 23:8) gratifikasi/suap, mereka ingin cepat
menjadi kaya dengan menghalalkan segala
cara sehingga tidaklah mengherankan
bahwa banyak oknum pejabat yang bisa
menerima gratifikasi dan suap. Hukum bisa
dibeli dan keadilan bisa diputarbalikkan
karena adanya gratifikasi.

Namun, ternyata pemberian gratifikasi


dan praktik suap-menyuap tidak hanya
terjadi dalam urusan duniawi, tetapi
juga dalam bidang kerohanian. Dalam
Alkitab dikisahkan seorang penyihir
bernama Simon, yang sebenarnya sudah “Berikanlah juga
menyatakan bertobat dan menerima
kepadaku kuasa
Yesus. Ketika melihat bahwa pemberian
Roh Kudus terjadi oleh karena rasul- itu, supaya jika aku
rasul menumpangkan tangannya, ia menumpangkan
menawarkan uang kepada mereka, tanganku di atas
katanya, “Berikanlah juga kepadaku kuasa
itu, supaya jika aku menumpangkan seseorang, ia boleh
tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus.”
menerima Roh Kudus.”
55
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Simon mengira bahwa uang bisa membeli Keluaran 20: 15


segalanya, termasuk karunia Roh Kudus, “Jangan mencuri.”
tetapi Petrus berkata kepadanya, “Binasalah
kiranya uangmu itu bersama dengan Keluaran 20: 17
engkau, karena engkau menyangka, bahwa “Jangan mengingini rumah sesamamu;
engkau dapat membeli karunia Allah jangan mengingini istrinya, atau hambanya
dengan uang.” laki-laki atau hambanya perempuan, atau
lembunya, atau keledainya, atau apapun
Pemberantasan budaya dan pengendalian yang dipunyai sesamamu.”
gratifikasi tidak bisa berhasil hanya dengan
mengandalkan penguatan kelembagaan. Keluaran 23: 8
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang pada “Suap janganlah kau terima, sebab suap
mulanya berasal dari pemberian gratifikasi membuat buta mata orang-orang yang
dan praktik suap sudah menerjang seluruh melihat dan memutarbalikkan perkara
sektor kehidupan ibarat penyakit endemik orang-orang yang benar.”
yang sudah sulit diatasi. Terapi kejut, jera,
Ulangan 10: 17
dan sanksi sosial sekalipun tidak bakal
“Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala
menjadi solusi tepat mengatasi korupsi.
allah dan Tuhan segala tuhan, Allah
Persoalan pokok terjadinya korupsi adalah
yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak
mental yang korup, kultur yang korup, dan
memandang bulu atau pun menerima
hilangnya jati diri sebagai entitas sebuah
suap.”
bangsa. Namun, karena merupakan
manifestasi distorsi tatanan sosial, Ulangan 16: 19
bagaimanapun pasti ada jalan keluarnya. “Janganlah memutarbalikkan keadilan,
Sekalipun membutuhkan waktu yang janganlah memandang bulu dan janganlah
lama, pendidikan antikorupsi dan anti- menerima suap, sebab suap membuat
gratifikasi yang dimulai sejak usia dini mesti buta mata orang-orang bijaksana dan
diadopsi sebagai jalan keluar yang bisa memutarbalikkan perkataan orang-orang
“Binasalah kiranya
dijadikan preferensi untuk mencegah dan yang benar.” uangmu itu bersama
menangkal perbuatan korupsi dan suap
dengan engkau, karena
di kemudian hari. Pendidikan anti-korupsi Samuel 8: 3
dan anti-gratifikasi adalah bagian dari engkau menyangka,
“Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup
pembangunan karakter. seperti ayahnya; mereka mengejar laba, bahwa engkau dapat
menerima suap dan memutarbalikkan membeli karunia Allah
Dalam agama Kristen, prinsip yang keadilan.” dengan uang.”
mendasari sikap antikorupsi dan
antigratifikasi dapat berlandaskan tinjauan
teologis di bawah ini:
57
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Raja Raja 5: 16 Mikha 3: 11


“Tetapi Elisa menjawab: ‘Demi TUHAN “Para kepalanya memutuskan hukum
yang hidup, yang di hadapan-Nya aku karena suap, dan para imamnya memberi
menjadi pelayan, sesungguhnya aku tidak pengajaran karena bayaran, para nabinya
akan menerima apa-apa.’ Dan walaupun menenung karena uang, padahal mereka
Naaman mendesaknya supaya menerima bersandar kepada TUHAN dengan
sesuatu, ia tetap menolak.” berkata: Bukankah TUHAN ada di
tengah-tengah kita! Tidak akan datang
Tawarikh 21: 24 malapetaka menimpa kita!”
“Tetapi berkatalah raja Daud kepada
Ornan: ‘Bukan begitu, melainkan aku Mikha 7: 3
mau membelinya dengan harga penuh, “Tangan mereka sudah cekatan berbuat
sebab aku tidak mau mengambil jahat; pemuka menuntut, hakim dapat
milikmu untuk TUHAN dan tidak mau disuap; pembesar memberi putusan
mempersembahkan korban bakaran sekehendaknya, dan hukum mereka putar
dengan tidak membayar apa-apa.” balikkan.”

Amsal 17: 8 Matius 26: 15-16


“Hadiah suapan adalah seperti mustika di “Ia berkata: ‘Apa yang hendak kamu
mata yang memberinya, ke mana juga ia berikan kepadaku, supaya aku
memalingkan maka, ia beruntung.” menyerahkan Dia kepada kamu?’
Mereka membayar tiga puluh uang
Amsal 17: 23 perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia
“Orang fasik menerima hadiah suapan mencari kesempatan yang baik untuk
dari pundi-pundi untuk membelokkan menyerahkan Yesus.”
jalan hukum.”
Markus 14: 11
Amsal 18: 16 “Mereka sangat gembira waktu
“Hadiah memberi keluasan kepada orang, mendengarnya, dan mereka berjanji akan
membawa dia kepada orang-orang memberikan uang kepadanya. Kemudian
besar.” ia mencari kesempatan yang baik untuk
menyerahkan Yesus.”
59
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

sebagai berikut: Gratifikasi sifatnya selalu


Lukas 22: 5-6
“menguntungkan” pihak tertentu, tetapi
“Mereka sangat gembira dan bermufakat
merugikan kepentingan orang lain, baik
untuk memberikan sejumlah uang
pribadi maupun banyak orang. Suap
kepadanya. Ia menyetujuinya, dan mulai
pun demikian. Ada alasannya mengapa
dari waktu itu ia mencari kesempatan
suap disebut dengan istilah “sogok” atau
yang baik untuk menyerahkan Yesus
“pelicin”. Namun, suap tidak terbatas hanya
kepada mereka tanpa setahu orang
pada nilai sejumlah uang, tetapi dapat pula
banyak.”
berbentuk benda lainnya seperti makanan
Timotius 6: 9 dan minuman, kendaraan, tanah, rumah,
“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh emas, batu mulia, saham, dan bentuk-
ke dalam pencobaan, ke dalam jerat bentuk lainnya (bandingkan Amsal 17: 8,
dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang “Hadiah [gratifikasi] adalah seperti mestika
hampa dan yang mencelakakan, yang di mata yang memberinya, ke mana juga ia
menenggelamkan manusia ke dalam memalingkan maka, ia beruntung”).
keruntuhan dan kebinasaan.” Gratifikasi dalam berbagai bentuknya
telah menjadi masalah yang serius dan
Timotius 6: 10 kompleks. Gratifikasi tumbuh, berakar,
“Karena akar segala kejahatan ialah cinta dan bercabang di seluruh lapisan
uang. Sebab oleh memburu uanglah masyarakat dalam tatanan kehidupan
beberapa orang telah menyimpang berbangsa dan bernegara, bukan hanya
dari iman dan menyiksa dirinya dengan dalam kehidupan masyarakat sekuler saja,
berbagai-bagai duka.” melainkan bahkan di dalam organisasi
yang berorientasi keagamaan. Dalam
arti luas, dampak gratifikasi mencakup
Gratifikasi, sebagai suatu usaha atau praktik penyalahgunaan kekuasaan dan
tindakan yang dilakukan secara sengaja pengaruh (bandingkan Amsal 18: 16,
oleh pihak tertentu, cenderung “Hadiah memberi keluasan kepada orang,
menghalalkan segala cara demi membawa dia kepada orang-orang Gratifikasi
mencapai tujuan-tujuan yang dianggap besar.”) Sungguh memprihatinkan bahwa
sifatnya selalu
menguntungkan atau memudahkan proses perbuatan suap juga terjadi di dalam
yang akan dijalani si pemberi. Hal ini tidak masyarakat yang religius, umat yang sangat “menguntungkan”
dibenarkan menurut ajaran dan norma kokoh menjaga dan berpegang pada pihak tertentu,
agama. agama. tetapi merugikan
kepentingan orang lain,
Berikut ini diuraikan perbuatan gratifikasi Bisa jadi hal ini terjadi karena keliru atau
yang dikaitkan dengan firman Tuhan kurangnya penghayatan pada ajaran baik pribadi maupun
yang tertuang dalam ayat Alkitab, agama yang diyakini (bandingkan Mikha banyak orang.
61
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

3: 11 dan Mikha 7: 3). Maka, gratifikasi, Jika Allah dengan tegas melarang
termasuk suap, adalah “penyakit” yang praktik atau transaksi suap dalam segala
ditimbulkan oleh pemisahan ajaran agama bentuknya, termasuk gratifikasi, lalu
dari perilaku keseharian manusia. Memang, apa yang menyebabkan manusia, yang
gratifikasi bisa saja dilakukan semua orang, merupakan ciptaan-Nya paling sempurna
baik yang beragama maupun yang tidak di antara mahkluk ciptaan Allah lainnya,
beragama, tetapi ajaran-ajaran agama dengan sengaja tetap melakukan
dengan jelas mengajarkan moralitas yang perbuatan suap dan praktik pemberian dan
baik dan dengan jelas pula mengharamkan penerimaan gratifikasi? Setidaknya ada dua
praktik-praktik pemberian gratifikasi, suap, alasan yang dapat diamati, yaitu:
dan sejenisnya. Pertama, keinginan untuk menjadi kaya
dan memperoleh keuntungan yang besar
Tuhan Allah sangat menentang perbuatan dalam sekejap atau secara instan. Inilah
suap dan pemberian gratifikasi, firman- yang pernah terjadi di Israel, tepatnya pada
Nya dalam Keluaran 23: 8 dengan tegas Yoel dan Abia, anak-anak Samuel, seorang
melarang praktik suap dan menggaris hakim terakhir dalam tatanan kehidupan
bawahi dua akibat suap, yaitu “membuat bangsa Israel (1 Samuel 8: 3). Banyak orang
buta mata orang-orang yang melihat” dan ingin cepat kaya dan memiliki banyak harta
“memutarbalikkan perkara orang-orang benda, seperti rumah besar, mobil, dan
yang benar”. Dalam etika teologis, Allah perangkat perabot lainnya, serta pakaian
telah mengingatkan dan memberikan mewah, dan lain sebagainya. Keinginan
peringatan bahwa perbuatan suap ini mendorong mereka untuk melakukan
akan merusak tatanan moral yang baik praktik gratifikasi dan suap.
dalam persekutuan umat dan di tengah
masyarakat. Kedua, kebiasaan atau gaya hidup yang
salah dalam sebuah masyarakat. Hal
Meski demikian, skandal gratifikasi ini dapat berkembang sebagai “budaya
dan suap yang menggegerkan dalam gratifikasi”. Seseorang yang sejak lahirnya,
kehidupan di dunia ini sudah terjadi sejak dalam proses pertumbuhan fisik maupun
masa lampau pada zaman pelayanan psikisnya, dimulai dari masa balita, remaja
Yesus Kristus. Gratifikasi dan suap dilakukan hingga dewasa, bertumbuh dalam situasi
“Hadiah [gratifikasi]
dengan menghalalkan segala cara dan masyarakat yang mempraktikkan gratifikasi
upaya, bahkan mengarah pada tindakan dan suap sebagai hal yang biasa, tidak akan adalah seperti
mencelakakan orang lain, tidak terkecuali lagi merasa bahwa gratifikasi dan suap mestika di mata yang
sahabat atau pribadi yang sangat dihormati sesuatu yang tidak benar. Dengan kata lain, memberinya, ke mana
dan dijunjung tinggi keberadaannya (lihat gratifikasi baginya adalah pemberian yang
juga ia memalingkan
Matius 26: 14-16; Markus 14: 10-11; dan wajar. Suap adalah dosa yang menjadi
Lukas 22: 3-6). sesuatu yang tidak berdosa (lihat Mikha 3: maka, ia beruntung”.
11; 7: 3.)
63
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

Paulus menyingkapkan bahwa “cinta Kedua, yang dibutuhkan dalam meraih


uang” adalah motivasi di balik keinginan atau memperoleh kesuksesan adalah
untuk menjadi kaya dengan menghalalkan hanya dengan mengandalkan Tuhan,
segala cara, termasuk melalui praktik- karena Tuhanlah yang menganugerahkan
praktik gratifikasi. “Cinta uang” inilah yang kesehatan, kekuatan, kemampuan,
oleh Paulus disebut sebagai “akar dari kekayaan, dan hikmat untuk dapat
segala yang jahat”. Dalam bahasa Yunani, melakukan pekerjaan dan usaha, sehingga
terjemahan “cinta uang” adalah philarguria, apa yang dilakukan seseorang berhasil
yang berasal dari kata philarguros. Kata (lihat Amsal 10: 22).
philarguros adalah gabungan dari kata
Yunani philos, yang berarti “teman yang Banyak orang Kristen yang terjebak dalam
dikasihi atau sahabat”, dan arguros yang gratifikasi dengan berkata, “Bukankah saya
berarti “perak atau uang”. Frasa “hamba memberkati orang tersebut?”. Memberkati
uang” juga digunakan dalam Lukas 16: 14 dengan cara yang salah tetap salah
dan 2 Timotius 3: 2, yaitu philarguro, yang hasilnya. Tindakan itu bisa dikategorikan
lebih tepat diterjemahkan “yang mencintai suap jika berkaitan dengan sebuah proyek,
uang”. apapun proyeknya. Apalagi jika proyeknya
belum dimulai, orang sudah meminta
Allah memang menginginkan kita hidup dulu gratifikasinya, padahal proyeknya
dalam berkat-Nya, tetapi bukan untuk belum tentu jadi. Seringkali gratifikasi
menjadi kaya dengan melegalkan segala dimanfaatkan sebagai ajang di mana
cara. Ia benar-benar menginginkan siapa yang paling banyak memberi akan
kehidupan kita berhasil menurut kehendak- didahulukan. Prinsipnya terkesan Alkitabiah:
Nya (Yosua 1: 8). Setidaknya ada dua hal siapa memberi banyak akan diberi lebih
yang menyakinkan kita bahwa Tuhan banyak lagi. Wah, salah kaprah! Allah memang
menginginkan hidup kita diberkati dan
menginginkan kita
berhasil, yaitu: Siapa yang tidak senang menerima
Pertama, Tuhan memberikan kekuatan barang gratis? Tetapi apakah sesuatu hidup dalam berkat-
untuk berhasil. Tuhan tidak memberikan yang gratis itu sejalan dan seiring dengan Nya, tetapi bukan
kita harta, tetapi kekuatan untuk pertumbuhan iman kita? Seolah-olah untuk menjadi kaya
memperoleh harta kekayaan, “Tetapi gratifikasi ini artinya sama dengan
haruslah engkau ingat kepada TUHAN, “kedekatan” kita dengan Allah. Kita akan dengan melegalkan
Allahmu, sebab Dialah yang memberikan menerima segala sesuatu dari Allah, seakan segala cara. Ia benar-
kepadamu kekuatan untuk memperoleh untuk berkata, “Ini lho, orang yang dekat benar menginginkan
kekayaan, dengan maksud meneguhkan dengan Tuhan, makanya saya menerima
kehidupan kita berhasil
perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan semuanya dengan tidak membayar apa-
sumpah kepada nenek moyangmu, seperti apa.” Tapi jangan salah juga, Tuhan mampu menurut kehendak-
sekarang ini” (Ulangan 8: 18). melakukan segala sesuatu tanpa minta Nya (Yosua 1: 8).
65
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

izin kepada kita dengan cara yang Tuhan


tentukan sendiri.

Jadi, sebenarnya apa yang kita terima itu


belum tentu dari Tuhan. Jika kita “peka”,
kita akan mengetahui sebenarnya apakah

Penutup
ini benar Tuhan yang memberi atau ada
maksud tersembunyi dari balik pemberian
itu, supaya pekerjaan berjalan mulus,
supaya karier di kantor semakin naik, dan
Tuhan tidak butuh
sebagainya.
gratifikasi dari Anda.
Tuhan tidak butuh Ingat, Tuhan tidak butuh gratifikasi dari
semua “hadiah” Anda. Anda. Tuhan tidak butuh semua “hadiah”
Anda. Tetapi Tuhan butuh ketulusan hati
Tetapi Tuhan butuh
umat-Nya. Tuhan membutuhkan motivasi
ketulusan hati umat- yang benar dari seluruh apa yang engkau
Nya. kerjakan.
67
GRATIFIKASI
DALAM
PERSPEKTIF AGAMA

P ada akhirnya, dapat disimpulkan


bahwa berbagai agama yang ada di
Indonesia secara umum telah memberikan
dan profesionalitas pegawai negeri dan
penyelenggara negara dalam bekerja.
Lebih jauh lagi, memberikan gratifikasi
gambaran dalam ajarannya mengenai dapat menjerumuskan pegawai negeri
bahaya gratifikasi yang dianggap suap. dan pejabat terjerumus ke dalam
Hasil pemaparan mengenai gratifikasi penyuapan, pemerasan, hingga korupsi
dari perspektif berbagai agama tidak yang merugikan keuangan negara. Kita
membenarkan perbuatan gratifikasi yang semua sebagai masyarakat yang beragama
dianggap suap. Sebagai salah satu bentuk tentunya memiliki tanggung jawab moral
dari tindak pidana korupsi, gratifikasi untuk ikut memutus mata rantai gratifikasi
yang dianggap suap wajib dicegah agar yang menjadi akar korupsi.
tidak mewabah di Indonesia. Jangan lagi
dilakukan rasionalisasi atau pembenaran- Salam anti korupsi.
pembenaran terkait gratifikasi yang
dianggap suap melalui sisi agama, karena
ajaran agama-agama yang ada di Indonesia
secara tegas memberikan gambaran
mengenai bahaya gratifikasi yang dianggap
suap dan tidak membenarkan tindakan-
tindakan yang jelas mengarah pada
perbuatan korupsi tersebut. Pejabat atau
pegawai pemerintah, kalangan sektor
swasta, dan masyarakat tentunya dapat
menjadikan ajaran agama sebagai acuan
untuk mengedepankan upaya pencegahan
korupsi dan pemberantasan korupsi
dengan menolak gratifikasi yang dianggap
suap.

Pada prinsipnya, praktik pemberian dan


penerimaan gratifikasi yang dianggap suap
harus dihentikan. Pegawai negeri dan
penyelenggara negara sudah selayaknya
bertanggung jawab menunaikan tugas
dan kewajibannya. Masyarakat dan dunia
usaha seharusnya tidak perlu memberikan
gratifikasi karena hal tersebut justru akan
mengganggu independensi, objektifitas,

Anda mungkin juga menyukai