Anda di halaman 1dari 18

BAB

KEIMANAN DAN KETAKWAAN


DALAM ISLAM

Rumpun Akidah

A. Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Membuktikan, menerima, dan mengimplementasikan nilai-nilai akidah
dalam kehidupan.

B. Tugas untuk Mahasiswa


(Materi Tugas dapat berbeda tetapi diberikan sebelum pembelajaran)
Intruksikan kepada Mahasiswa (kelompok penyaji) untuk meneliti dan
mendokumentasikan tentang peristiwa teror-teror Bom di Indonesia,
mencakup: kapan dan dimana terjadi serta jumlah korban. Kemudian analisis
dengan hakikat jihad perspektif Islam. Hasil analisis dibuat laporan dalam
bentuk makalah, slide presentasi, dan abstrak. Makalah disusun berdasar hasil
kajian teori tentang pengertian dan indikator iman dan takwa serta
implementasinya dalam kehidupan. Untuk bahan analisis pelajari materi
ajarnya.

57
C. Proses Pembelajaran
1. Membimbing Mahasiswa untuk Tadarus

      


     
      
      
       
  
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang
Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa
derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki
(nikmat) yang mulia)”.
(Quran Surat Al-anfal Ayat 2-4)

2. Presentasi:
a. Kegiatan Mahasiswa:
1) Moderator memimpin jalannya presentasi.
2) Kelompok penyaji memaparkan laporan makalah hasil temuannya;
3) Sesi diskusi antara audien dengan penyaji (beberapa sesi diskusi
dilakukan)
b. Kegiatan Dosen menjadi fasilitator jalannya presentasi.

3. Penguatan/internalisasi dengan targhib yakni menjelaskan secara singkat


kandungan/makna Quran Surat Al-anfaal Ayat 2-4:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka

57
bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang
beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia)”.

(cara penguatan/internalisasi serta konteksnya bebas dikembangkan


Dosen. Sebagi contoh targhib yang berkaitan dengan Quran Surat Surat Al-
anfaal Ayat 2-4 bahwa makna jihad dalam Islam itu sangat luas sebagai
indikator dan implementasi iman dan takwa dalam kehidupan baik dimensi
ibadah mahdlah maupun ibadah ghair mahdlah).

D. Materi Ajar
1. Pengertian Iman
Secara etimologis kata iman adalah bentuk masdar dari akar kata aamana-
yu’minu-iimaanan, artinya percaya. Percaya kepada perkara yang harus diyakini
keberadaannya, yaitu perkara-perkara ghaib. Perkara gaib adalah sesuatu yang
kita tidak ada pengetahuan tentang perkara itu kecuali melalui wahyu.
Sedangkan secara terminologis iman adalah membenarkan dengan hati,
mengikrarkan dengan lisan, dan melaksanakan dengan anggota badan.
Membenarkan dengan hati artinya meyakini dan mengitikadkan dengan hati
tentang yang wajib diimani yaitu wujud Allah, al-Haq. Tidak ada wujud kecuali
wujud Allah. Alam dan segala isinya tergantung kepada yang wajib al-wujud yaitu
Allah. Itulah sebabnya, keberadaan alam dan segala sesuatu yang ada di
dalamnya disebut mumkin al-wujud, atau disebut wujud al-idafi. Selanjutnya,
percaya kepada kerasulan Nabi Muhammad SAW. dan percaya kepada risalah
yang dibawanya. Muhammad adalah utusan Allah SWT. bagi seluruh umat
manusia dan membawa ajaran universal yang abadi untuk keselamatan umat
manusia dunia akhirat, lahir batin.

57
Menurut Sultan al-Auliya, iman itu terbagi menjadi:
a. Iman Tahkiki
Iman tahkiki adalah tunduknya hati untuk tasdiq (membenarkan dalam hati)
tentang wujud Tuhan. Sekiranya semua penduduk alam berbeda pendapat
denganmu, maka tidak ada keraguan sedikitpun di dalam hatimu. Hal demikian
terjadi, hanya karena cahaya pendidikan masuk pada lembaran-lembaran sifat-
sifat ibadah.

b. Iman Istidlali
Iman istidlali didapat dengan argumentasi dari renungan terhadap ciptaan
akan adanya yang mencipta, asar karena adanya mu’sir. Analoginya, kotoran
unta menunjukkan adanya unta. Begitupun eksistensi langit dan bumi
menunjukkan adanya Zat yang menciptakannya. Iman serupa ini tidak akan
hilang, tetapi iman yang pertama yakni iman tahkiki lebih kuat.

c. Iman Taklidi
Iman taklidi adalah iman yang didasarkan atas ikut-ikutan kepada nenek
moyang mereka, atau pendapat-pendapat ulama tanpa mengetahui dalil-dalinya.
Iman serupa ini dianggap lemah sebab khawatir tercerabut ketika akal mereka
tergoncang karena beratnya sakaratul maut, bisa juga goncang karena ada yang
mengganggu yang meragukan atau karena sedikit syubhat sekalipun.
Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Perkara yang wajib diimani ada enam
perkara, yang enam itu disebut rukun iman yaitu; Percaya kepada Allah, percaya
kepada malaikat-malaikat Allah, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya
kepada rasul-rasul yang diutus Allah, percaya kepada hari akhir, dan percaya
kepada ketentuan (qada) dan ukuran (qadar) yang diberikan Allah.”
Menurut Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah seseorang disebut mukmin kalau di
hatinya ada iman, percaya kepada rukun iman meskipun rukun iman tidak ada
dalam amalnya. Sebab iman itu berada di hati, amal bukan di hati, jadi amal tidak

57
menjadi syarat bagi seseorang untuk disebut mukmin. Sepanjang iman ada di
hatinya, dia akan masuk surga, meskipun setelah amal jeleknya dibersihkan
dengan hukuman. Sedangkan menurut Mu’tazilah seseorang disebut mukmin
kalau ada amal. Amal artinya mengaktualisasikan rukun iman dalam
kehidupannya -Al-Iman huwa al-‘amal (iman adalah amal)-. Jadi, seseorang
belum disebut mukmin kalau amalnya belum mencerminkan iman yang ada di
hatinya. Namun menurut al-Juwaini -tokoh Ahlu al-Sunnah-, seseorang disebut
mukmin kalau ada iman dihatinya, lalu keimanan itu diikrarkan dengan lisannya
dan diaktualisasikan dalam perbuatannya.
Ketahuilah, sesungguhnya iman tidak akan hilang kecuali dengan kufur atau
sesuatu yang setingkat kufur, yaitu dosa yang dijadikan Tuhan bagian dari tanda-
tanda pendustaan; misalnya melakukan zina, sujud kepada berhala, dan lain-lain.
Atau melakukan perkara yang dianggap merendahkan derajat Nabi, melempar
mushaf (Al-quran) ke tempat hina, atau mengi’tikadkan barang haram (li’ainihi)
sebagai halal.
Dosa-dosa selain itu, baik besar maupun kecil tidak menyebabkan seseorang
keluar dari iman, tetapi fasik. Nabi bersabda: “Akan keluar dari neraka orang
yang di hatinya ada iman meskipun hanya sebesar biji sawi” (Muttafaq alaihi).
Abu Hanifah berkata, “Dosa yang paling ditakutkan merusak iman ada tiga
macam yakni tidak bersyukur atas nikmat iman, meninggalkan fardu, dan berlaku
zalim kepada orang lain.”
Iman ibarat lentera, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan ibarat
menjaga lentera di tempat yang aman agar tidak padam. Sedangkan gangguan
syetan menyerupai angin yang menerpa dan sewaktu-waktu bisa membuat api
padam. Barangsiapa menyalakan api iman di hatinya, tetapi tidak menjaganya
dengan terus-terus beribadah dan meninggalkan larangan, dikhawatirkan apinya
padam karena tiupan kencang dari syetan.
Iman menjadi landasan bagi ilmu tauhid, atau disebut juga ilmu kalam dan
teologi Islam. Percaya kepada eksistensi Tuhan berarti juga percaya kepada ke-

57
esaan Tuhan. Orang yang tidak percaya kepada keberadaan Allah disebut kafir
dan mulhid. Orang yang tidak percaya kepada ke-esaan Allah disebut musyrik.
Tidak ada dosa yang lebih besar kecuali syirik. Kemusyrikan itu adalah kezaliman
yang amat besar. Allah akan mengampuni segala dosa manusia kecuali dosa
syirik.

2. Proses Terbentuknya Iman


Ulama berbeda pendapat apakah iman itu pemberian Tuhan atau usaha
yang dihasilkan. Sebagian berpendapat bahwa iman itu pemberian Tuhan sejak
lahir ke dunia ini, bahkan sejak manusia ada di alam rahim. Pendapat pertama
melandaskan pemikirannya terhadap hadits Nabi yang menyatakan bahwa’
“Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah”. Fitrah artinya suci bersih dari
dosa dan sudah membawa iman. “Penyebab seseorang Nasrani, Yahudi atau
Majusi adalah lingkungannya terutama kedua orang tuanya” (HR. Muslim).
Pendapat yang kedua menyatakan bahwa iman itu harus ditanamkan.
Ditanamkan oleh orang yang mempunyai kewenangan yaitu mursyid melalui
talqin atau bai’at. Kelompok ini berargumentasi bahwa ketika ada sekelompok
orang Baduwi berkata, sebagaimana terdapat dalam Quran Surat Al-hujurat Ayat
14:

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah:


‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu
belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

57
Baik kelompok yang pertama maupun yang kedua sepakat bahwa iman
harus dipelihara, dipupuk, dan dikembangkan. Cara pengembangan iman itu
adalah dengan takwa dan amal shalih. Iman itu dapat bertambah dan bisa
berkurang. Iman bertambah dengan amal shalih, sebaliknya iman bisa berkurang
akibat dosa-dosa dan kemaksiatan. Menurut Nabi Muhammad SAW., iman itu
masih telanjang, maka pakaiannya adalah takwa kepada Allah SWT., sedangkan
hiasannya adalah budaya malu. Jika ada rasa malu maka terjagalah imannya dan
jika tidak ada rasa malu maka rusaklah imannya. Demikian juga jika ia bertakwa
maka terpeliharalah imannya dan jika tidak ada takwa maka terancamlah
imannya.

3. Pengertian Takwa
Takwa artinya ketahanan diri. Orang bertakwa artinya orang yang memiliki
ketahanan diri. Ketahahan diri yang menyebabkan ia tidak berani melanggar
aturan Tuhan dan tidak berani meninggalkan perintah Tuhan. Menurut Istilah
takwa adalah imtisalu awaamirillah waijtinaabu nawaahihi (melaksanakan segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya). Muttakin artinya orang yang
bertakwa yakni orang yang melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan Allah.
Di dalam kitab al-Mukhtasar fi al-‘Ulum al-Diin, disebutkan bahwa takwa
tebagi dua; takwa yang bersifat pokok dan takwa yang bersifat cabang. Takwa
yang pokok adalah menjaga diri dari kekufuran, sedangkan takwa yang cabang
adalah menjaga diri dari dosa-dosa.
Dengan yang pertama kita selamat dari siksa yang abadi dan dengan yang
kedua kita selamat dari siksa yang terbatas. Ibnu ‘Athaillah berpendapat bahwa
takwa terbagi dua; zhahir dan batin. Takwa zhahir adalah menjaga ketentuan-
ketentuan syari’ah, sedangkan takwa batin adalah ikhlas dengan niat.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa meninggalkan yang dilarang harus
didahulukan daripada mengerjakan ketaatan. Sebagai contoh pohon yang ada di

57
bumi dapat bermanfaat setelah dipelihara. Sedangkan ibadah sambil memakan
barang haram ibarat membangun di atas kotoran binatang.
Iman kepada Allah maknanya beriman terhadap segala kewajiban yang
datang dari Allah dan ia berusaha untuk melaksanakannya sesuai aturannya.
Demikian juga ia beriman terhadap segala larangan Allah dan ia berusaha untuk
menjauhinya. Perintah Allah esensinya adalah kasih sayang Allah kepada umat
manusia karena di dalam perintah terdapat banyak manfaat yang kembali
kepada orang yang melakukannya. Larangan Allah harus dijauhi karena di
dalamnya mengandung banyak kemadaratan bagi yang melanggarnya.
Sikap takwa menjadi sangat penting bagi siapa saja yang ingin mendapat
pertolongan dan kemudahan dalam hidupnya. Demikian juga, takwa menjadi
sangat penting bagi yang ingin ada kemudahan dalam mendapatkan ilmu. Allah
berfirman dalam Quran Surat At-thalaq Ayat 2: “Barang siapa bertakwa kepada
Allah maka Allah akan memberikan kepadanya jalan keluar dari kesulitan dan
Allah akan memberi rizki dari tempat yang tidak disangka-sangka”. Dalam Surat
Al-baqarah Ayat 282 Allah juga berfirman: “Betakwalah kepada Allah nanti Allah
akan melimpahkan ilmu kepadamu”.
Urgensi takwa selain yang disebut di atas, juga adalah sebagai berikut:
a. Keberakhiran yang baik adalah bagi orang yang bertakwa (Hud: 49).
b. Surga disediakan bagi orang yang bertakwa (As-Syu’ara: 90).
c. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa (al-
Hujurat: 13).
d. Orang yang bertakwa akan diberi solusi setiap menghadapi kesulitan (at-
Thalaq: 2).
e. Orang yang bertakwa akan diberi kemudahan dalam mencari kehidupan (at-
Thalaq: 3).
f. Kemuliaan manusia bukan dilihat dari ras, warna kulit, atau kebangsaannya
tetapi dari ketakwaannya (HR. Imam Ahmad).

57
g. Iman laksana sebuah pohon, akarnya adalah keyakinan, dahannya adalah
ilmu, buahnya adalah amal sedangkan daun-daunnya adalah ketakwaan
(Imam Ali r.a.).

Dalam ayat Al-quran setiap kata yang mengandung perintah takwa selalu
diawali dengan kata-kata iman. Hal ini mengandung arti bahwa tidak mungkin
ketakwaan berdiri sendiri tanpa iman. Tidak mungkin amal shalih berdiri sendiri
tanpa iman. Iman adalah landasan bagi terbangunnya ketakwaan dan keshalihan.
Bahkan lebih dari itu iman menjadi syarat penting bagi diterimanya sebuah amal
oleh Allah SWT.
Allah menegaskan dalam Quran Surat Al-Hasyr Ayat 18:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah


setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kemudian dalam Quran Surat Al-imran Ayat 102:

“Wahai orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang
sebenar-benarnya, dan jangan kamu mati kecuali dalam kondisi Islam”.

Kemudian balasan bagi orang yang beriman dan bertakwa sebagaimana


ditegas Allah dalam Quran Surat Al-imran Ayat 57:

57
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang
saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna
pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang
zalim.”

Nabi Muhammas SAW. bersabda:

“Barang siapa ingin menjadi manusia paling mulia maka bertakwalah


kepada Allah, barang siapa ingin menjadi manusia yang paling kuat maka
bertawakkallah kepada Allah, barang siapa ingin menjadi manusia paling
kaya maka percayalah terhadap apa-apa yang ada di tangan Allah melebihi
kepercayaan atas apa yang ada di tanganmu” (Ad-Darimi).

Selanjutnya Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata, “Barang siapa ingin menjadi
mulia di dunia dan akhirat maka bertakwalah kepada Allah”, sebab Allah
berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah
orang yang paling takwa di antara kamu”. Dengan demikian, menurutnya,
kemuliaan ada di dalam ketakwaan dan kehinaan ada pada kemaksiatan.
Segala perintah Allah SWT. itu wujud dalam syari’at yang dibawa Nabi
Muhammad SAW. Takwa berarti taat terhadap segala ajaran yang dibawa oleh
Nabi. Ajaran Islam itu esensinya hablum minallah yakni hubungan vertikal kita
dengan Allah dalam bentuk ibadah mahdlah. Sedangkan hablum minannas
adalah hubungan horizontal kita dengan sesama manusia dan wujudnya dalam
bentuk ibadah ghair mahdlah atau disebut juga mu’amalah. Adapun hablum
minal ‘alam adalah hubungan kita dengan alam sekitar mencakup flora, fauna,
dan lain-lain.
Seluruh ajaran yang dibawa Nabi Muahammad SAW. dimaksudkan:

57
1) Agar kita ma’rifat kepada Allah, mengesakan Allah, mengagungkan Allah, dan
mengetahui sifat-sifat Allah yang sempurna mencakup yang wajib, yang
mustahil dan yang jaiz.
2) Agar kita tahu bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, mengagungkan
Allah, berterima kasih kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diberikan kepada
kita yang tak terhitung jumlahnya.
3) Agar kita mau melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar dan berhias diri
dengan akhlak mulia, akhlak yang istimewa yang pantas menjadi teladan bagi
masyarakat sekitarnya.
4) Agar kita memberikan hukuman kepada siapa saja yang bersalah dengan
hukum yang telah ditetapkan dalam mu’amalah agar kehidupan masyarakat
tidak terganggu.

Takwa berarti mewujudkan keseimbangan antara haqqullah dan hak adami.


Tugas hidup manusia adalah ibadah, ibadah itu adalah haq Allah. Kita beribadah
berarti kita menunaikan kewajiban kita sekaligus memberikan haq bagi pencipta
kita yaitu Allah. Sebaliknya hak kita adalah Allah tidak akan mengazab selama
tidak musyrik kepada-Nya.
Nabi bersabda kepada Muaz Ibn Jabal:
“Hai Mu’az apakah kamu tahu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya, dan
apa hak hamba atas Alla?” Mu’az menjawab: ‘Hanya Allah dan Rasul-Nya
yang tahu’. Selanjutnya Nabi berkata, ‘bahwa hak Allah atas hamba-hamba-
Nya adalah mereka menyembah Allah dan tidak musyrik kepada-Nya
sedikitpun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan
mengazab mereka selama mereka tidak musyrik kepada Allah (HR.
Muslim).”

Sifat manusia beriman adalah sebagai berikut:


a) Selalu mengingat Allah dalam segala keadaannya
Ketika Aisah ditanya oleh para sahabat bagaimana kehidupan ruhani
Rasulullah SAW., Aisah menjawab, “Rasulullah senantiasa berzikir dalam segala
keadaannya” (HR. Muslim). Zikir adalah kekuatan hati manusia, jika hati lepas

57
darinya maka jadilah badan laksana kuburan baginya. Zikir meramaikan rumah
yang jika rumah sepi dari zikir maka jadilah rumah itu sepi dan rusak.
Zikir adalah obat penawar bagi orang-orang yang haus. Jika obat itu tidak
ada maka lemahlah hati mereka. Seorang sufi berkata, seandainya kami sakit
maka kami berobat dengan zikrullah, tetapi kadang-kadang kami lupa
mengingat-Mu maka terjatuhlah kami. Nabi bersabda, “Zikir kepada Allah adalah
obat bagi segala penyakit” (HR. Ibnu Majah).

b) Al-mahabbah (mencintai Allah)


Mencintai Allah artinya segala aktivitas yang kita lakukan semata-mata
karena kecintaannya kepada Allah, bukan karena yang lain-lain. Ciri manusia
yang cinta kepada Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits, ia selalu berzikir
kepada Allah dan tanda orang yang benci kepada Allah ia tidak senang berzikir
kepada Allah. Kata Nabi seperti dilansir dalam Al-quran Quran Surat Al-imran
Ayat 31: “Katakanlah jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, maka Allah
akan mencintai kamu dan memaafkan dosa-dosa kamu”.

c) Berserah diri hanya kepada Allah (tawakal)


Allah berfirman dalam Quran Surat Al-imran Ayat 132: “Dan taatilah Allah
dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat”. Kemudian senangnya Allah kepada
orang yang tawakal ditegaskan dalam Quran Surat Al-Imran Ayat 59:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal”.
Dalam implementasinya, tawakal harus dipadukan dengan usaha sebagai
sebab, sebagaimana kata Umar Ibn al-Khaththab kepada seorang Badui yang
datang ke masjid, “Ikatlah untamu lalu bertawakallah kepada Allah”. Belajar
secara maksimal baru bertawakal kepada Allah. Kasab dulu sesuai ilmu lalu
bertawakallah kepada Allah.

d) Bersyukur kepada Allah


Syukur termasuk buah dari iman. Jika hamba Allah berbuat baik terhadap
anda lalu anda tidak berterima kasih kepada-Nya berarti anda tidak

57
menghargainya. Bagaimana anda tidak bersyukur kepada-Nya padahal Allah-lah
yang memberimu nikmat yang beraneka ragam, nikmat pendengaran,
penglihatan, kesehatan, dan keamanan. Apa yang ada di langit dan di bumi
ditundukkan-Nya buat manusia. Betapa nikmat Allah tak terhingga.
Allah berfirman dalam Quran Surat Luqman Ayat 12:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:


"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji”.

Begitu pula janji dan ancaman Allah dalam Quran Surat Ibrahim Ayat 7
kepada orang yang bersyukur:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika


kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

e) Tunduk dan patuh terhadap hukum Allah


Islam berarti tunduk dan patuh terhadap segala kehendak Allah, termasuk
hukum-hukum Allah. Allah berfirman dalam Quran Surat Al-baqarah Ayat 285:

57
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
(Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah
kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

4. Indikator Manusia Beriman dan Bertakwa


Ciri penting manusia beriman adalah ia dekat dengan Tuhan dan kedekatan
dirinya dengan Tuhan mempengaruhi kepribadian positif sehingga dirinya
menjadi kemaslahatan bagi umat manusia. Secara rinci memang banyak ayat-
ayat Al-quran yang menerangkan sifat-sifat manusia beriman, di antaranya:
a. Apabila disebut nama Allah maka hatinya bergetar dan apabila dibacakan
ayat-ayat Allah imannya bertambah kuat (al-Anfal: 2).
b. Hanya kepada Allah mereka berserah diri (bertawakal). Tawakkal yang sesuai
dengan Hadits adalah tawakal yang diawali dengan ikhtiar (al-Anfal: 2), (Ali
Imran: 120), (al-Maidah: 12).
c. Istiqamah dalam mendirikan shalat dan berusaha untuk khusu’ dalam
pelaksanaannya (al-Anfal: 3), (al-Mu’minun: 2).
d. Menafkahkan sebagian harta (rizki) yang diperolehnya. Bentuk pengeluaran
bisa bersifat wajib berupa zakat, bisa sunat seperti infak, shadaqah, wakaf,
dan hibah (al-Afal: 3), (al-Mu’minun: 4).
e. Menjaga kehormatan dirinya dengan tidak berbuat zina dan berpaling dari
hal-hal yang tidak berguna (al-Mu’minun: 5).
f. Memelihara amanah dan menepati janji baik janji kepada Allah maupun
kepada sesama manusia (al-Mu’minun: 6).
g. Berjuang di jalan Allah dan suka menolong orang lain (al-Anfal: 74).
h. Bersikap etis dalam segala situasi dan kondisi, misal tidak meninggalkan
pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62), dan tidak masuk ke suatu
majlis sebelum mengucapkan salam (Hadits).

57
Abul A’la al-Maududi menuturkan bahwa tanda-tanda orang beriman, selain
yang dijelaskan di atas, adalah:
1) Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
2) Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri (percaya diri) dan tahu harga diri.
3) Bersikap tawadlu (rendah hati).
4) Selalu bersikap jujur dan adil.
5) Tidak bersikap minder, lemah hati, putus asa menghadapi kesulitan hidup.
6) Memiliki pendirian yang teguh, sabar, tabah, dan optimis.
7) Memiliki sikap ksatria, etos kerja tinggi, siap menghadapi resiko karena
pilihannya, bahkan siap menghadapi mati.
8) Berjiwa damai, ridla, toleran, dan egaliter.
9) Disiplin menjalankan kewajiabn Ilahi.

5. Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan


Iman itu pondasi, takwa adalah bangunan. Iman tanpa takwa sama dengan
pondasi yang tanpa bangunan. Bangunan yang berdiri tidak di atas pondasi maka
tidak akan kuat, mudah roboh, dan membahayakan. Iman itu masih telanjang,
pakaiannya adalah takwa dan hiasannya adalah rasa malu, demikian Hadits Nabi.
Implementasi iman ada dalam penyerahan dan kepasrahan terhadap segala
aturan Tuhan. Hukum-hukum langit yang berhubungan dengan cara berterima
kasih manusia kepada Tuhan disebut hukum ibadah. Ibadah adalah cara
bagaimana kita berkomunkiasi dengan Tuhan dalam rangka bersyukur atas
segala nikmat yang diberikan-Nya yang tak terhingga banyaknya. Ibadah karena
hubungannya dengan Allah, maka harus sesuai dengan cara-cara yang
dicontohkan oleh Rasulullah. Jika ada penyimpangan, maka adalah bid’ah. Bid’ah
harus dihindari sebab dapat berakibat tidak sahnya sebuah amal. Ibadah yang
primer adalah ibadah yang tercantum dalam rukun Islam yang lima yaitu:
syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Ibadah selain yang tercantum dalam
rukun Islam sifatnya boleh jadi fardlu kifayah atau sunat.

57
Iman harus wujud dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan
lain-lain. Aktivitas sosial yang dilandasi iman dan takwa namanya ibadah ghair
mahdlah. Dalam ibadah ghair mahdlah, peranan akal sangat dominan, sehingga
mengakibatkan dinamisnya hukum Islam menghadapi zaman yang semakin
kompleks. Tanpa pengembangan peran akal yang biasa disebut ijtihad maka akan
terjadi stagnasi/kemandegan hukum Islam menghadapi kemajuan zaman. Tepat
apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW., “Bahwa kamu lebih tahu urusan
duniamu” (HR. Abu Dawud). Maknanya, kembangkanlah ijtihad menghadapi
kehidupan di zaman yang selalu berubah. Kaidah fiqhiyah menyatakan hukum
bisa berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat, dan kondisi.
Kehidupan sosial yang dilandasi iman dan takwa adalah kehidupan yang
tidak ada saling merugikan, bermusuhan, saling benci, dan fitnah. Kehidupan
ekonomi yang dilandasi iman adalah ekonomi yang tidak ada riba, gharar
(spekulasi), saling menjelekan barang, saling merugikan, dan lainnya. Kegiatan
politik yang dilandasi iman dan takwa adalah aktivitas politik yang tidak
menghalalkan segala cara dan bebas nilai. Politik bukan tujuan tetapi sarana
untuk mencapai tujuan. Tujuan politik adalah kesejahteraan dan kemaslahatan
hidup umat manusia di negara tempat ia mengabdikan dirinya. Kegiatan budaya
yang dilandasi iman dan takwa adalah pengembangan budaya yang tidak
melanggar ketetntuan Tuhan, tidak ada eksploitasi aurat wanita, tidak
merendahkan martabat manusia, sebaliknya menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, mengagungkan Tuhan dan menikmati keindahan serta
mengekspresikan keindahan dalam bentuk visual sebagai bentuk syukur kepada
Allah Sang Maha Pencipta.
Amar ma’ruf nahyi munkar sebagai manifestai iman dan salah satu bentuk
ketakwaan. Amar ma’ruf nahyi munkar merupakan poros yang paling besar
dalam agama dan merupakan tugas yang karenanya Allah mengutus para Nabi
dan Rasul. Andaikan tugas ini diabaikan maka akan muncul kerusakan di mana-
mana dan dunia pun akan binasa. Allah berfirman dalam Quran Surat Al-imran

57
Ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran,
mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Dalam ayat ini terkandung penjelasan, bahwa tugas itu memang merupakan
fardlu kifayah bukan fard’u ‘ain. Sebab Allah berfirman, “Hendaklah setiap
seorang di antara kalian menyuruh kepada kebaikan”. Jika sudah ada yang
melaksanakannya, berarti yang lain sudah terbebas dari tugas tersebut. Namun
ada keberuntungan yang khusus dan kabar gembira bagi orang-orang yang
melaksanakannya.
Secara sistimatis, iman dan takwa harus terimplementasi dalam hal-hal
sebagai berikut:
a. Taqarrub kepada Allah dengan cara melaksanakan apa-apa yang dipardlukan
Allah kepada kita. Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman melalui Nabi:
“Tidak ada pendekatan diri kepada-Ku yang lebih utama ketimbang
melaksanakan apa-apa yang Aku fardukan kepada mereka”.
b. Ber-taqarrub kepada Allah dengan cara melaksanakan hal-hal yang
disunatkan. Allah berfirman melalui sabda Nabi: “Hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan hal-hal yang disunatkan
sehingga Aku mencintainya. Apabila aku telah mencintai hambaku maka aku
adalah pendengarannya, penglihatannya, dan tangannya”.
c. Melakukan amar ma’ruf nahyi munkar.
d. Menjadikan dirinya berilmu sehingga bermanfaat untuk kehidupan umat
manusia.
e. Menciptakan karya-karya inovatif berbasis keadaban yang membawa manfaat
untuk umat manusia.
f. Melakukan amal saleh dan menebar kesalehan kepada semua orang dan juga
kepada alam.
g. Mewujudkan peradaban modern yang sarat nilai-nilai spiritual untuk
kemajuan umat manusia.

57


57

Anda mungkin juga menyukai