Anda di halaman 1dari 67

Obat-obat pada saluran

napas

Azalia Arif
Bagian Farmakologi
FK-UKRIDA

1
Penyakit paru obstruktif, yang paling sering
adalah :

1. bronkokonstriksi
2. inflamasi
3. hilangnya elastisitas

terapi ditujukan pada pencegahan dan


memperbaiki proses diatas

2
Bronkokonstriksi, akibat :
♣ efek Ach, histamin dan mediator inflamasi
yang keluar di dinding bronkus
♣ nervus vagus mengeluarkan Ach sebagai
respons adanya iritan
♣ Ach akan memicu pengeluaran sekresi
saluran napas  menyumbat jalan napas
♣ obat-obat simpatomimetik (agonis
adrenergik, antagonis kolinergik), metil-
xantin dan kortikosteroid memperbaiki
bronkokonstriksi 3
Inflamasi kronik
☻ akibat paparan iritan pada saluran napas
yang berkesinambungan
☻ inflamasi bronkus akan menyebabkan
sempitnya jalan napas, meningkatkan
sekresi, menimbulkan proliferasi sel,
hilangnya silia sel epitel dan fibrosis
☻ kortikosteroid menghambat proses
inflamasi, tetapi penggunaannya
menimbulkan E.S sistemik

4
Hilangnya elastisitas paru
♥ bronkus akan membesar, jalan napas kolaps
akibat merokok yang merangsang protease
dan menghambat antiprotease
♥ protease yang banyak akan mengakibatkan
hilangnya jaringan penyangga paru
♥ tidak / belum ada terapi spesifik untuk
keadaan ini

5
Asma bronkial
suatu keadaan yang ditandai dengan serangan
berulang paroxysmal dispnea, terutama
disebabkan spasme o.p bronkus dengan akibat
menyempitnya jalan napas

1. Spasme bronkus berespons baik terhadap


obat-obat bronkodilator
2. Pada kasus berat  terjadi hipersekresi
mukus yang kental dan edema mukosa
bronkus  mengganggu efektivitas
bronkodilator
6
3. penyebab / dasar timbulnya asma ??
☻ pemicu  reaksi tidak normal pd bronkus
 multifaktorial :
• infeksi
• alergi
• diinduksi oleh exercise
• psikogenik

7
8
PPOK
- tidak terlihat sampai kerusakan paru
bermakna/ cukup berat

- biasanya terdapat inflamasi – tetapi


dengan pola berbeda dengan asma

- inflamasi biasanya pada jalan napas

- Napas pendek terutama pada saat OR

- dominan dengan terdapatnya neutrofil,


makrofag dan sel T
9
Gejala PPOK
- bronkitis  batuk terus menerus
bersputum
- napas pendek – terutama saat OR
- ada ronkhi
- dada sesak
- mukus banyak terutama pagi hari
- sianosis bibir dan kuku
- dll
10
Penyebab utama PPOK :

- merokok  20-30%
- emfisema
- bronkitis kronik

Obat-obat yang digunakan :

11
Obat-obat bronkodilator
Adrenalin / epinefrin
♫ merangsang reseptor β2  bronkodilatasi
pada asma
♫ merangsang reseptor β1 dan 
• hipertensi
• takikardia
• aritmia
♫ untuk asma akut  SK 0,5 – 1.0 mg
bisa juga inhalasi

lebih banyak digunakan β2
12
Isoproterenol
• agonis adrenoseptor β1 dan β2
• indikasi = epinefrin
• E.S = epinefrin
• f’kinetik : inhalasi / IV / SL
• K.I : takikardia
• interaksi : MAO-I, TCA, dan obat s’mimetik
lain yang ↑ efek s’mimetik, β-bloker akan
menghambat aktivitas isoproterenol
• penghentian  menginduksi refleks
b’konstriksi
13
Albuterol
• agonis adrenoseptor β2
• menimbulkan bronkodilatasi
• obat pilihan untuk mengatasi gejala akut asma
dan mencegah kambuhnya asma
• walaupun merupakan agonis β2 selektif,
 E.S : vasodilatasi, takikardia,
perangsangan SSP
 inhalasi  E.S <
• inhalasi  onset < 15menit; dur 3-4 jam
p.o  onset < 30 menit; dur 4-8 jam
14
albuterol

• interaksi : MAO-I, TCA, obat s’mimetik lain


akan ↑ efek s’mimetik albuterol 
toksik
aktivitas  dihambat oleh β-bloker
• pada pemderita hipoksia dan asidosis 
bronkodilatasi ↓ hebat
• minta nasihat dokter bila frekuensi pemberian
obat harus ↑ untuk mengatasi gejala

15
metaproterenol pirbuterol
terbutalin bitolterol
isoetarin levalbuterol

• mekanisme kerja = albuterol


• indikasi dan E.S = albuterol
• f’kinetik  perbedaan dalam onset dan
duration
• interaksi = albuterol

• terbutalin  first-pass metabolismenya tinggi


16
♪ meteproterenol  inhalasi : onset < 5 menit
dur. 3-4 jam
p.o : onset 15’-30’
dur. 4 jam

♪ terbutalin  SK : onset 5-15 menit, dur. 4 jam


p.o & inhalasi = albuterol
♪ isoetarin  inhalasi : onset < 5’, dur.1-3 jam
♪ pirbuterol  inhalasi : onset < 5’, dur.4-6 jam
♪ bitolterol  inhalasi : onset < 5’, dur.5-8 jam
♪ levalbuterol = bitolterol
17
Salmeterol, formoterol dan alformoterol
♣ agonis β1 dan β2 kerja panjang, selektivitas
tinggi pada β2
♣ long acting β2 agonis (LABA)
♣ indikasi : pengobatan asma kronik atau
bronkospasme pada dewasa
♣ E.S : nasofaringitis, sakit kepala, batuk
♣ inhalasi : onset 20’, dur. 12 jam, 2x /hari
♣ interaksi = albuterol
♣ indacarterol  ultra LABA – 1x/hari untuk
PPOK 18
Efedrin

♦ obat ‘tua’
♦ mengontrol asma
♦ mempunyai efek β1 dan β2
♦ keuntungan  lama kerja panjang

19
Farmakokinetik obat inhalasi

20
Pemberian oral agonis β adrenergik
kurang disukai sebab :
♣ risiko E.S lebih besar  cramp otot,
takiaritmia,
ganguan metab.
♣ sediaan oral diberikan pada 2 keadaan :
1. untuk anak < 5 th diberikan sirup albuterol
atau metaproterenol, karena tidak
menggunakan inhaler atau nebulizer yang
berukuran dan sering mengi dan disertai
infeksi virus saluran napas
21
2. pasien asma berat yang kambuhan,
- pemberian aerosol memperburuk batuk dan
spasme bronkus karena iritasi lokal
- pada keaadaan ini pemberian p.o (albuterol,
metaproterenol atau terbutalin) akan lebih
efektif
- E.S pada p.o lebih sering pada dewasa
dibanding anak-anak

22
Golongan antagonis muskarinik
Ipratropium
♥ antagonis muskarinik
♥ memperbaiki b’konstriksi akibat Ach
♥ E.S : efek antikolinergik ringan, karena merupakan
senyawa amonium kuarterner yang
penetrasinya ke sirkulasi sistemik sedikit
♥ pemberian  inhalasi
♥ K.I  glaukoma sudut sempit,
hipertrofi prostat
♥ interaksi = efek aditif dengan agonis adrenergik

Tiotropium
23
Obat bronkodilator : teofilin, aminofilin, difilin
Teofilin
♣ mek. kerjanya tidak jelas  dilatasi bronkus
pada dosis toksik  menghambat fosfo-
diesterase, enzim yang memcah cAMP
(second messenger yang memperantarai adrenergic-
induced bronchodilatation)

♣ metilxantin  menghambat reseptor


adenosin yang dapat merangsang SSP dan
jantung
♣ metilxantin juga menstimulasi diuresis, mek.? 24
Indikasi : - untuk terapi penunjang pada asma
sedang sampai berat
- onset lambat  (-) menguntungkan
- sekarang telah digantikan oleh
ipratropium bromida dan/atau obat2
s’mimetik untuk COPD non-asmatik

E.S : - mual, muntah, sakit kepala, insomnia,


takikardia, mengantuk, kejang dan
iritabilitas neuromuskular
- dose-related
- risiko E.S ↑ bila kadar serum > 20 ug/ml
- kadar serum harus dimonitor  mudah
25
- f’kinetik : p.o dan per rektal
- absorpsi baik, metabolisme di hati
dan ekskresi melalui ginjal
- sediaan banyak, ada juga sediaan
long acting
- K.I : pasien kejang, gangguan KV dan ulkus
peptikum
- Interaksi : - obat s’mimetik risiko thd jantung
dan SSP
- simetidin, kontrasepsi oral, & bbrp
AB akan ↑ t½ teofilin  ↑ toksisitas
- fenitoin/fenobarbital menginduksi
metabolisme teofilin  ↓ t ½
26
- dehidrasi karena diuresis me ↑ bila digunakan
bersama furosemid
- perhatian, ingatkan pasien :
- gandakan dosis  bahaya !!!
- pada intoksikasi  dapat kejang
- overdosis  obati dengan ipekak, karbon
aktif atau pencahar

27
Aminofilin
♥ mek. Kerja = teofilin
♥ indikasi  IV loading dose untuk asma berat
dan b’konstriksi akut
teofilin tidak bisa di beri IV
♥ E.S = teofilin
♥ f’kinetik : IV/p.o/p.r
♥ K.I dan interaksi = teofilin
♥ aminofilin adalah garam teofilin larus air,
mengandung 79% teofilin

28
Drifilin
• mek. kerja = teofilin
• kurang poten dibanding teofilin
• palpitasi, bingung dan ngantuk lebih ringan
• f’kinetik : - IV / p.o / p.r
- ekskresi dalam bentuk utuh
melalui urin
- t ½ memanjang oleh probenesid

29
Kortikosteroid
sistemik  - inflamasi dan edema di saluran
napas
- ↑ aktivitas s’mimetik pada
keadaan hipoksia dan asidosis
♣ indikasi : asma yang tidak bisa dikontrol obat
s’mimetik/b’dilator saja
♣ E.S : retensi air/elektrolit yang akan
menimbulkan gangguan KV, lemah,
osteoporosis, ulkus peptik
♣ f’kinetik : p.o / IV / IM
♣ hanya sebagai obat tambahan dan harus
dihentikan sesegera mungkin
30
Beklometason
♦ mek. kerja dan indikasi  lihat steroid
♦ biasanya tdk menginduksi toksisitas sistemik
♦ f’kinetik : inhalasi, cepat diinaktifkan di paru
♦ hanya diberikan bila pasien memerlukan
penggunaan adrenoseptor agonis lebih dari
4 kali seminggu
♦ pemebian inhalasi harus didahului tappering
off dose kortikosteroid sistemik

31
Flunisolide
Triamsinolon
Flunisolid sama spt beklometason
Budesonid
Dexametason  oral

- kambuhnya asma akut  prednison 30 mg,


2x/hr selama 5 hari, bila perlu dapat
1 mgg dengan dosis diturunkan
- E.S : supresi sumbu hipotalamus – hipofisa –
korteks
32
Inflammatory cell stabilizer
Cromolin dan nedocromil
♪ mek. kerja : menghambat pengeluaran
mediator penyebab inflamasi mis.
histamin) dari sel mast, makrofag
dan basofil, eosinofil
♪ indikasi : profilaksis serangan asma
♪ E.S : ringan, iritasi faring
♪ inhalasi  onset lambat, pencegahan baru
efektif setelah pemberian obat
bbrp minggu
♪ dapat menurunkan dosis penunjang obat
bronkodilator atau kortikosteroid
33
Antagonis reseptor leukotriene
zafirlukast dan motelukast
☻ mek. kerja : - antagonist kompetitif reseptor
leukotriene D4 dan E4
- menghambat b’konstriksi dan
inflamasi
☻ indikasi : profilaksis dan pengobatan asma
kronik
☻ E.S : sakit kepala, iritasi saluran cerna,
↑ infeksi pada orang tua
☻ f’kinetik : p.o absorpsi baik, kadar puncak 3
jam, menghambat P450

34
☻ K.I : jangan digunakan pada spasme
bronkus pada serangan asma
☻ interaksi : - teofilin dan eritromisin ↓ kadar
zafirlukast
- fenobarbital ↓ montelukast

☻ efektivitas = cromolin

35
Zileuton
♠ menghambat 5-lipoksigenase, suatu enzim
yang dibutuhkan untuk sintesis leukotriene
♠ indikasi = zafirlukast
♠ E.S : sakit kepala, gangguan saluran cerna,
↑ enzim hati
♠ f’kinetik dan K.I = zafirlukast
♠ interaksi  ↑ kadar teofilin

36
37
ANTITUSIF
- Obat yang menekan refleks batuk
- Bekerja sentral

- Antitusif opioid: kodein, doveri, hidrokodon


- Non opioid : - dektrometorfan
- noskapin
- levopropoksifen
- folkodin
- benzonatate
38
KODEIN
- agonis reseptor μ dan δ, opioid lemah
- mengandung < 0,5% campuran alkaloid
morfin bentuk kasar
- F’kinetik
- absorpsi oral baik
- metabolisme di hati oleh enzim CYP2D6
- polimorfisme genetik CYP2D6 
kemampuan mengubah kodein  morfin
 pengaruh terhadap efektivitas dan
sensitivitas terhadap morfin (enz morfin-
6-glukuronidase 39
- Ekskresi
- sebagian besarbentuk inaktif
- ± 10% dalam bentuk terkonjugasi
-sebagian kecil dalam bentuk bebas
E.S = morfin
Anjuran : sebaiknya tidak diberikan pada
penderita asma dan batuk produktif
karena menekan refleks batuk dan
menimbulkan bronkokonstriksi
Sediaan lain : pulvis doveri (mengandung
10% campuran alkaloid morfin bentuk
kasar:
40
ANTITUSIF NON OPIOID
Dekstrometorfan = d-3-metoksi-N-metilmorfinan

Tidak mempunyai efek analgetik – adiksi


↑ ambang batuk secara sentral
kekuatan antitusif = kodein
tidak menghambat aktivitas silia bronkus
kantuk dan gangguan git  jarang
toksisitas relatif rendah
Dosis >>  depresi napas
Tablet 10 mg : dosis dewasa 10 – 20 mg – 3-4 X/hari
41
Noskapin
Dosis terapi  efek SSP (-), kec. Antirusif
Habituasi – adiksi (-)
Sampai 90 mg  depsresi napas (-)
Dosis antitusif  efek menghambat kontraksi
jantung dan otot polos (-)
Dosis toksik  kejang pada hewan coba
Absorpsi p.o baik
42
FOLKIDIN
- strukturnya mirip opioid
- tidak ada efek seperti opioid

43
LEVODROPROPIZIN
- Suatu antutusif baru
- Kerjanya terutama di perifer di
tracheobronkial
- Indikasi : terapi simptomatik batuk pada
orang dewasa dan > 12 tahun
- K.I : - hipersensitivitas
- mukus >>
- fungsi silia teranggu
- gangguan fungsi hati
- hamil / menyusui
44
Efek samping
- G.I : N V D, epigastric distress
- CNS : lelah, pingsan, somnolen, stupor,
baal, pusing, sakit kepala
- K.V : palpitasi
- Alergi
- Nyetir  mengantuk
Perhatian : insufisiensi ginjal berat

Dosis : dewasa dan anak > 12 th 10 ml


(60 m) 3x/hari
45
46
Antihistamin Generasi I
 Reseptor histamin-1 :
 Pd endotel & sel otot polos  konstraksi
otot polos, permeabilitas pemb darah ↑,
sekresi mukus ↑
 Dilepaskan oleh sel mast & basofil
 Antihistamin akan menempel pada reseptor
histamin -1 di otot polos sal pernafasan dan
bekerja sbg antagonis reseptor

47
Antihistamin Generasi I
Farmakodinamik :
 Mula kerja cepat, masa kerja singkat
 Menghambat bronkokonstriksi saluran nafas
melalui efek antagonis pd reseptor histamin-1
 Efek atropin like  mengurangi sekresi
mukosa saluran nafas
 Efek lain : antiserotonin, antiemetik,
antimotion sickness
ES : sedasi, mulut terasa kering, kulit
terasa panas, impotensi
48
Antihistamin Generasi I

Golongan & Dosis Masa kerja Efek Efek terapi + efek


preparat antikolinerg samping
ik
Etanolamin : 25-30 mg 3-4 jam +++ Antialergi, antimotionsickness,
difenhidramin sedasi kuat

Alkilamin : 4-8 mg 4-6 jam + Antialergi, sedasi ringan-


klorfeniramin sedang

Derivat 10-25 mg 4-6 jam +++ Antialergi, antiemetik, sedasi


fenotiazin : kuat
prometazin

Lain-lain : 4 mg ± 6 jam + Antialergi, antiserotonin,


siproheptadin sedasi sedang, appetit
stimulan

49
Antihistamin Generasi II
Farmakodinamik :
 Mula kerja lambat, masa kerja panjang
 Hanya mempunyai efek kerja selektif sebagai
antialergi, sbg antagonis di reseptor histamin-1
 Tidak memiliki efek atropin-like, antimotion
sickness maupun antiemetik
 Tidak menimbulkan efek sedasi
• ES : Umumnya dimetabolisme o/ CYP 3A4 
berinteraksi dgn obat2 lain yg menghambat
aktivitas enzim spt ketokonazol, itrakonazol,
makrolid  perpanjangan interval QT  risiko
aritmia ventrikel (torsades des pointes)
50
Antihistamin Generasi II
Golongan dosis Masa Efek Efek Terapi & Efek Samping
& preparat kerja antikolinerg
ik
Piperidin :
Astemizol 10 mg < 24 jam - Mula kerja lambat, masa kerja
panjang, risiko ggn gel EKG +
Terfenadin 10 mg < 24 jam -
Mula kerja lambat, masa kerja
Feksofenadi 60 mg 12-24 - panjang, risiko ggn gel EKG +
n jam
Mula kerja lambat, masa kerja
panjang, risiko ggn gel EKG <<<

Lain-lain :
Loratadin 10 mg 24 jam - Mula kerja lambat, masa kerja
panjang, risiko ggn gel EKG <<<
Setirizin 5- 12-24 - Mula kerja lambat, masa kerja
10mg jam panjang, risiko ggn gel EKG <<<

51
Farmakokinetik antihistamin
Absorpsi oral & parenteral umumnya baik
Kadar tertinggi pd paru2
Dimetabolisme terutama di hati, jg pd
paru2 dan ginjal
 Bbrp AH-1 merupakan suatu pro-drug :
hidroksizin
 Bbrp AH-1 merupakan suatu metabolit aktif :
Setirizin : metabolit aktif dari hidroksizin
Feksofenadin : metabolit aktif dari terfenadin
Eksresi terutama melalui urin
52
OXOMEMAZIN

- suatu antihistamin H1 golongan fenotiazin


- efek sedatifnya kuat
- punya efek antikolinergi
- punya efek adrenolitik  risiko hipotensi
ortostatik

- Indikasi : mengurangi sputum pada batuk


yang diikuti alergi

53
Dosis
hanya untuk dewasa dan anak > 2 th
10 mg/dosis ; 4x/hari

Perhatian
1. Pada lansia peka terhadap timbulnya
hipotensi ortostatik, vertiga dan sedasi
2. Pasien dengan angguan KV  takikardia
dan hipertensi
3. Pada gangguan fungsi hati dan ginjal
dapat terjadi akumulasi
54
55
EKSPEKTORAN
Obat yg dapat merangsang pengeluaran
dahak dari saluan nafas
Mekanisme kerja :
 Diduga berdasarkan stimulasi mukosa
lambung
 Kemudian secara refleks merangsang sekresi
kelenjar saluran nafas melalui N X 
penurunan viskositas  mempermudah
pengeluaran dahak

56
EKSPEKTORAN
Tdd :
 Amonium klorida
 Gliseril guayakolat
(guanfesin)

57
AMONIUM KLORIDA
Suatu ekspektoransia
Bekerja lokal pd saluran nafas
Bersifat asam  dosis besar : asidosis
metabolik
Dipakai sebagai campuran dgn
ekspektoran lain atau dgn antitusif
KI : insufisiensi hati, ginjal, paru

58
GLISERIL GUAYAKOLAT
Mekanisme kerja belum jelas, dosis
optimal tidak diketahui pasti
E.S : pd dosis besar  mengantuk, mual,
muntah

59
Ekspektoran Lain

Kalium yodida sekarang jarang


Sirup ipekak digunakan lagi krn
efek samping yang
serius

60
MUKOLITIK
Obat yg dapat mengencerkan dahak atau
sekret saluran nafas
Mekanisme keja :
 Memecah benang2 mukopolisakarida dan
mukoprotein dari sputum
Preparat :
 Bromheksin
 Ambroksol
 Asetilsistein
 Erdostein

61
BROMHEKSIN
Derivat sintetik vasicine (zat aktif
Adhatoda vasica)
Bekerja lokal
Rasanya pahit
ES :
 Mual, iritasi lambung
 Peningkatan transaminase serum

62
AMBROKSOL
Metabolit bromheksin
Bekerja lokal
Cara kerja dan efek diduga hampir sama
dengan bromheksin
ES tidak sesering bromheksin
Indikasi lain :
 Pada keratokonjungtivitis sika
 Perangsang surfaktan pd bayi lahir prematur
dgn sindroma pernafasan
63
ASETILSISTEIN
Bekerja lokal
Mekanisme kerja :
 Melepaskan ikatan disulfida pd mukoprotein
sekret saluran nafas
 Bekerja optimal pd pH 7-9
Indikasi :
 Nebulisasi saluran nafas
 Obat tetes hidung
 Pemakaian langsung pd trakea sewaktu
trakeostomi
64
ASETILSISTEIN
Mulai kerja : 1 menit
Efek maksimal dpt tercapai dlm 5-10 menit
ES :
 Spasme bronkus terutama pd pasien asma
 Mual, muntah
 Rhinitis
 Stomatitis
 Hemoptisis
 Merangsang pembentukan sekret kembali yang
lebih banyak  perlu suction
Derivat lainnya : carbosistein
65
ASETILSISTEIN
Mulai kerja : 1 menit
Efek maksimal dpt tercapai dlm 5-10 menit
ES :
 Spasme bronkus terutama pd pasien asma
 Mual, muntah
 Rhinitis
 Stomatitis
 Hemoptisis
 Merangsang pembentukan sekret kembali yang
lebih banyak  perlu suction
Derivat lainnya : carbosistein
66
67

Anda mungkin juga menyukai