Anda di halaman 1dari 12

Sari Pustaka Kepada Yth:

8 Maret 2006 ..............................

PSEUDOEXFOLIATION GLAUCOMA

Disusun oleh
Retno Unggul Hapsari
(Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Tahap II)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
RS CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
PENDAHULUAN
Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) merupakan glaukoma sekunder yang terjadi akibat
kerusakan anyaman trabekular dan obstruksi aliran humor akuos oleh endapan materi
pseudoeksfoliasi. Kelainan ini pertama kali dilaporkan oleh Linberg pada tahun 1917 dan
disebut juga dengan istilah glaucoma capsulare Glaukoma ini terjadi pada
pseudoexfoliation syndrome (PXS), suatu penyait sistemik yang ditandai oleh adanya
materi pseudoeksfoliasi pada segmen anteriornya..1-5
Glaukoma pseudoeksfoliasi tidak selalu terjadi pada PXS. Secara umum 40%
penderita PXS akan berkembang menjadi glaukoma, namun angka ini bervariasi sesuai
letak geografisnya, yaitu 20% di Denmark, 75% di Swedia dan 1-12% di USA. Di asia
khususnya Indonesia belum didapatkan data mengenai prevalensi penyakit ini. Data pada
suatu penelitian mengemukakan bahwa 1/3 penderita PXS tanpa glaukoma pada
pemeriksaan awal menderita glaukoma setelah 1,5 tahun. Glaukoma yang terjadi pada
PXS umumnya unilateral dan dapat berupa glaukoma sudut terbuka (71,9%), ataupun
sudut tertutup (28,1%) . Faktor lain yang dilaporkan turut mempengaruhi prevalensi
1,6-12
adalah ras, jenis kelamin, dan faktor lingkungan.
Sedangkan pseudoexfoliation syndrome (PXS) sendiri merupakan kelainan
sistemik yang banyak menimbulkan manifestasi pada mata dan merupakan penyebab
terbanyak glaukoma sudut terbuka. Penyakit ini ditandai oleh terdapatnya partikel-
partikel putih pada segment anterior mata yang belum diketahui dari mana asalnya. 1,3,6,7
Patogenesis pseudoexfoliation glaucoma (PXG) adalah akibat tersumbatnya aliran
keluar humor akuos oleh endapan partikel-partikel pseudoeksfoliasi pada anyaman
trabekulum. Selain mengakibatkan kerusakan sel endotel anyaman trabekular, endapan
partikel pseudoeksfoliasi tersebut pada segmen anterior mata juga menyebabkan
kelemahan zonula Zinn, dislokasi dan penebalan lensa, peningkatan adhesi iris-lensa,
degenerasi spinkter otot dan uveitis. Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan
peningkatan tekanan bola mata pada PXG. 1-3, 13-16
Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) umumnya unilateral, namun dapat terjadi
secara bilateral asimetris. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada PXG antara lain
peningkatan tekanan intra okular, defek papil saraf optik, iridodonesis, phacodenesis, iris

1
transiluminasi dengan gambaran moth-eaten dan endapan materi pseudoeksfoliasi pada
daerah pupil, pigmen pada trabecular meshwork, Sampaolesi's line, dan subluksasi lensa.
Katarak, miosis dan sinekia posterior juga dapat dijumpai pada kelainan ini.1-3, 17
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan biomikroskopik dengan lampu celah
dan histologi. Materi eksfoliasi dapat ditemukan pada segmen anterior mata dan
pengendap terutama pada sudut bilik mata depan dan marginal pupil pada iris.
Peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma eksfoliasi lebih tinggi dari penderita
glaukoma primer sudut terbuka sehingga kelainan lapangan pandangan dan kerusakan
saraf optik juga dapat ditemukan lebih buruk.1,3,5-7
Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) memerlukan penatalaksanaan yang agresif
dan follow up ketat. Penatalaksanaan PXG mirip dengan Chronic Open Angle Glaukoma
(COAG), yaitu berupa medikamentosa, laser trabekuloplasti, dan bedah. Tindakan lain
berupa ekstraksi katarak juga dipertimbangkan pada kasus ini namun perlu lebih waspada
karena terdapat kelamahan zonula yang dapat menyebabkan komplikasi . 1-5, 18
Mengingat seringnya sindrom eksfoliasi menjadi penyebab glaukoma sekunder
dan sulitnya terapi pada glaukoma eksfoliasi, maka penulis tertarik untuk membahas
kasus ini lebih jauh. Sari pustaka ini akan dimulai dari pembahasan anatomi sudut bilik
mata depan, dinamika aliran akuos dan sedikit anatomi lensa untuk dapat memahami
etiopatogenesis glaukoma eksfoliasi.

ANATOMI SUDUT BILIK MATA DEPAN dan DINAMIKA AKUOS HUMOR


Sudut bilik mata depan merupakan sudut anatomis yang dibentuk oleh Pupil, iris perifer,
badan siliar, scleral spur, anyaman
trabekulum dan kornea (gambar 1). Struktur
pada sudut bilik mata depan yang
memegang peranan penting pada pengaturan
tekanan intra okular adalah anyaman
trabekular (trabecular meshwork). Anyaman
trabekulum dalam potongan meridian
berbentuk segitiga dengan puncak pada
Gambar 1. anatomi sudut bilik mata depan: Schwalbe’s line dan dasarnya pada scleral
Pupil, (2a-c) iris perifer, (3) badan siliar, (4)
scleral spur, (5) trabecular meshwork, (5a)
pigmented, (5b) junction, (5c) non-pigmented,
(6) Schwalbe's line. Dikutip dari kepustakaan 3 2
spur. Anyaman trabekular ini terdiri dari beberapa lapisan jaringan kolagen yang dilapisi
oleh selapis endotel dan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian uveal, korneoskleral
dan juxtacanalikular. Struktur ini berperan sebagai katup pengatur aliran keluar humor
akuos dan membatasi arus sebaliknya dengan mekanisme aliran energi. 4,19
Akuos Humor merupakan komponen terpenting dalam membentuk tekanan intra
okular. Cairan ini dibentuk oleh badan siliar , mengalir dari bilik mata belakang melalui
pupil menuju bilik mata depan untuk selanjutnya dikeluarkan melalui sistem trabekular
dan uveosklera. Sebagian besar (60%) pengeluaran akuos melalui sistem trabekular, yaitu
berupa anyaman trabekula (trabecular meshwork), kanal Schlemm, saluran intrasklera,
vena episklera dan vena konjungtiva.4,5,19

Gambar 2. Aliran humor akuos dan tahanan nya akibat endapan partikel pada sudut bilik
mata depan. Dikutip dari kepuskataan 5

Regulasi tekanan intra okular merupakan suatu interaksi kompleks antara


produksi, tahanan aliran akuos dan tekanan vena episklera. Ketidak seimbangan antara
produksi dan outflow akuos dapat meningkatkan tekanan intra okular.
Pada pseudoexfoliation glaucoma (PXG), peningkatan tekanan intra okular
disebabkan oleh adanya tahanan aliran akuos. Tahanan ini dapat disebabkan oleh
hambatan pre trabekular, yaitu akibat perlengketan antara iris dan lensa, hambatan
trabekular akibat kerusakan jaringan trabekular dan hambatan post trabekular akibat
kenaikan tekanan vena episkera. Dua mekanisme pertama di atas merupakan penyebab
tahanan aliran humor akuos pada kasus ini.

3
ANATOMI LENSA
Lensa merupakan struktur bikonveks yang berlokasi tepat di belakang pupil. Diameter
anteroposteriornya 3mm saat lahir dan meningkat selama pertumbuhannya hingga
mencapai ukuran 6 mm saat usia 80 tahun. Sedangkan ukuran lebarnya sekitar 6,5 mm
saat lahir yang berkembang menjadi 9-10 mm saat dewasa. 19
Merupakan suatu struktur avaskular dan tidak memiliki persarafan. Lensa dilapisi
oleh suatu lamina basalis yang diproduksi oleh sel epitel lensa dan membentuk struktur
kapsula lensa. Kapsula lensa kaya akan kolagen tipe IV dan matriks protein lainnya.
Sistesis kapsula anterior lensa dijumpai sepanjang kehidupan, sehingga ketebalannya
terus meningkat sedangkan kapsula posterior lensa cenderung menetap. Pada usia
dewasa, ketebalan kapsula anterior mencapai 15.5µm, sedangkan kapsula posterior
2.8µm. 19
Secara morfologi, kapsula lensa merupakan anyaman filamen yang tersusun
dalam lamela-lamela paralel terhadap permukaan lensa. Kapsula anterior mengandung
materi fibrogranular, yang dikenal sebagai laminin, dan tidak dijumpai pada kapsula
posterior. Lapisan kapsula anterior lensa inilah yang diduga terkelupas dan mengendap di
segmen anterior bola mata pada glaukoma eksfoliasi. 19

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS PSEUDOEXFOLIATION GLAUCOMA


Penyebab dan asal partikel pseudoeksfoliasi pada Pseudoexfoliation glaucoma (PXG)
masih belum diketahui sampai saat ini. Pada pemeriksaan ultrastruktural, partikel ini
merupakan filamen berukuran 10-12 nm, tersusun dari matriks fibrogranular dan kadang
berbentuk spiral. Partikel ini bersifat lengket dan dapat menempel pada jaringan elastik
serta protein membran basal sehingga menghasilkan sumbatan. Penemuan ini mendasari
teori elastic microfibril hypothesis yang menyatakan bahwa pada pseudoexfoliation
glaucoma (PXG) terdapat sekresi abnormal sel elastik mikrofibril. 1,3,5-7, 12
Teori lain mengenai pembantukan partikel pseudoeksfoliasi menyatakan adanya
hubungan antara metabolisme glikosaminoglikans abnormal pada iris yang menyebabkan
peningkatan kadar zat ini pada tubuh sehingga terjadi sintesis matriks ekstra selular yang
mengendap sebagai partikel-partikel kecil pada segment anterior mata. Teori ini
didukung oleh analisa kandungan glikosaminoglikans pada partikel tersebut.2,4-6, 13

4
Partikel–partikel pseudoeksfoliasi tersebut diproduksi oleh beberapa jenis sel pada
segment anterior mata, diantaranya epitel kapsula lensa, epitel iris, endotel pembuluh
darah dan kanal Schlemm’s. Selain di mata, materi pseudoeksfoliasi juga ditemui pada
jantung, hati, ginjal, kulit dan meningeal serebri, sehingga diduga kelainan ini merupakan
proses sistemik yang melibatkan metabolisme abnormal jaringan ikat. Terdapat dugaan
adanya faktor mikrofibrilopati herediter pada kelainan ini. (gambar 3). Overekspresi
mRNA komponen elastin mikrofibrilar menyebabkan sintesis mikrofibril elastin
berlebihan yang beragregasi membentuk fibril/partikel pseudoeksfoliasi. 1,3,16

Gambar 3. Skema patogenesis pseudoexfoliation syndrome. TIMP (tissue


inhibitor of matrix metalloproteinase), TGF-B1( transforming growth factor
beta 1) dikutip dari kepustakaan 1

Beberapa dekade terakhir terdapat pergeseran pemahaman dari teori genetik


menjadi teori lingkungan. Dugaan keterlibatan faktor geografis, paparan ultraviolet,
trauma dan imun dikemukakan meskipun sampai sekarang belum ada penelitian yang
dapat membuktikan keberanannya. 1-4
Pada Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) terdapat produksi aktif partikel
pseudoeksfoliasi di dalam anyaman trabekular, kanal Schlemm dan kanal kolektor serta
pengendapan pasif partikel tersebut di dalam ruang intratrabekular. Akumulasi progresif
partikel tersebut menyebabkan pembengkakan anyaman juxtakanalikular dan secara
bertahap menyebabkan penyempitan serta disorganisasi arsitektur kanal Schlemm.

5
Keadaan ini menyebabkan hambatan aliran humor akuos dan menyebabkan glaukoma
sudut terbuka.1,5-7
Selain mengendap pada anyaman trabekular, partikel pseudoeksfoliasi tersebut
juga dapat mengendap pada zonula Zinn. Endapan partikel pada zonula dapat
menyebabkan kerusakan zonula (zonulopati) dan mengakibatkan subluksasi lensa dan
fakodonesis. Keadaan tersebut dapat menghambat aliran akuos humor dan menyebabkan
glaukoma sudut tertutup. Kerusakan zonula Zinn tersebut disebabkan oleh akumulasi
partikel pada prosesus siliaris (pars plikata) dan pada daerah insersi zonula di preekuator
lensa. Di daerah ini agregasi partikel merusak membran basal dan menginvasi lamela
zonular, membentuk daerah-daerah lemah. enzim proteolitik yang terdapat pada partikel
tersebut dapat menyebabkan disintegrasi zonular. keadan ini harus dipikirkan pada
penderita PXS yang akan menjalani operasi katarak karena dapat menyebabkan
komplikasi dan prolaps vitreus. 1-4, 15

MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan pseudoexfoliation syndrome biasanya asimptomatik hingga muncul
glaukoma. Kelainan ini umumnya unilateral namun 14-41 % dapat berkembang menjadi
bilateral 5 tahun kemudian. 2,12
Pada pemeriksaan dapat dijumpai gambaran mirip sisik yang menempel pada
kapsula anterior lensa, membentuk pola yang disebut target like pattern dan jelas terlihat
setelah pupil dilebarkan. Bagian sentral dan perifer dibatasi oleh daerah kosong, tempat

Gambar 4. Gambaran materi eksfoliasi pada kapsula anterior lensa mirip sisik (kiri), dengan
cirri khas target like pattern / bull’s eye lession (kanan). Dikutip dari kepustakaan 5

6
dimana pergerakan iris diduga menyapu partikel tersebut. Secara retroiluminasi tebaran
partikel tersebut memperlihatkan gambaran bull’s eye lession. Akibat kerusakan zonula
Zinn dapat dijumpai fakodonesis atau dislokasi lensa baik parsial maupun komplit.1-4
Pada Iris didapati materi pseudoeksfoliasi pada endotel dan permukaan iris
terutama pada daerah marginal pupil. Materi
pseudoeksfoliasi dapat pula dijumpai pada
sudut bilik mata depan. Selain itu terdapat
peningkatan transiluminasi iris pada daerah
spingter akibat kehilangan pigmen iris.
Pembuluh darah iris sering terlihat menyempit
dan terobliterasi. Pada stadium lanjut dinding
sel pembuluh darah berdegenerasi secara
komplit. Adanya penumpukan materi antara
iris dan lensa sering menyebabkan sinekia
Gambar 5. endapan materi pseudoeksfoliasi
pada iris-pupil dan kapsula anterior lensa. Dikutip
posterior terutama bila pergerakan pupil
dari kepustakaan 3
dihambat dengan pemberian obat miotikum.1-5
Materi pseudoeksfoliasi juga dijumpai pada endotel kornea, terkadang
membentuk pola yang disebut Krukenberg spindle. Pada pemeriksaan gonioskopi terlihat
pengumpulan materi pseudoeksfoliasi di sepanjang garis Schwalbe yang disebut dengan
istilah Sampaolesi’s line. Sering ditemui defek pada endotel kornea dan penipisan tebal
kornea sentral. 1,3,6
Peningkatan tekanan intra okular terjadi pada lebih dari 80% pasien PXS disertai
dengan tanda-tanda glaukoma lain berupa glaucomatous cupping dan penyempitan
lapang pandang.1-7

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pseudoexfoliation glaucoma (PXG) dapat dilakukan sedini mungkin
untuk memberikan prognosis yang lebih baik. Adanya sebaran partikel putih di segmen
anterior merupakan gambaran klinis awal yang harus diwaspadai pada kelainan ini.
Pemeriksaan mata dan medis secara menyeluruh dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding. 2,4

7
Pemeriksaan oftalmologi yang dapat dilakukan berupa tajam penglihatan, tes
refleks pupil, pemeriksaan biomikroskopi menggunakan slit lamp, gonioskopi,
pengukuran tekanan intra okulanr, funduskopi dan pengukuran lapang pandang. 1,5
Adanya peningkatan tekanan intra okular unilateral maupun bilateral disertai
timbunan partikel pada sudut bilik mata depan merupakan manifestasi klinis penting yang
dapat ditemukan. Manefestasi lain yang dapat dijumpai pada PXG berupa sampaolesi’s
line, bull’s eye lession, transiluminasi iris, hipoperfusi iris, fakodonesis dan melemahnya
dilatasi pupil. Selain itu dapat juga dijumpai tanda glaukoma lain berupa kerusakan papil
saraf optik dan penyempitan lapang pandang .1,4,7
Pemeriksaan penunjang sepert Fluorescein angiographic memperlihatkan oklusi
parsial kapiler radial iris, yang menyebabkan hipoperfusi, penurunan jumlah pembuluh
darah dan pembentukan neovaskulasisasi.1

DIAGNOSIS BANDING
Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) harus dapat dibedakan dengan kelainan lain yang
memberi gambaran eksfoliasi lensa dan penyebab dispersi pigmen lainnya. Beberapa
kelainan yang dapat menjadi bahan pertimbangan pada penegakan diagnosis antara lain:

Capsular delamination
Merupakan kelainan dimana terjadi eksfoliasi atau delaminasi kapsula anterior lensa dan
disebut dengan istilah true exfoliation of the lens capsule. Kelainan ini berbeda dari
pseudoexfoliation glaucoma (PXG) pada faktor penyebabnya, yaitu trauma, paparan
panas tinggi, uveitis berat yang menyebabkan delaminasi kapsula lensa. Bentuk materi
eksfoliasi pada kelainan ini juga berbeda dibandingkan pada PXG, berupa membran tipis
yang terpisah dari kapsul anterior lensa dan sering kali tergulung pada bagian tepinya.
Capsular delamination ini jarang menimbulkan glaukoma. 1,5,7

Amiloidosis primer

8
Merupakan kelainan sistemik, dapat herediter maupun tidak dan sering menimbulkan
kelainan mata termasuk glaukoma. Materi amiloid dapat mengendap sebagai substansi
putih yang tersebar pada mata termasuk daerah pupil, kapsul anterior lensa, sudut bilik
1,5,7
mata depan dan memberi gambaran klinis mirip PXG.

Pigment dispersion
Peningkatan pigmentasi pada anyaman trabekular selain ditemui pada PXG, dapat pula
dijumpai pada pigment dispersion syndrome dan glaukoma pigmenter serta beberapa
bentuk uveitis. Kelainan-kelainan tersebut dapat dibedakan dari PXG melalui observasi
karakteristik meteri pada segment anterior mata. 1,5,7

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pseudoexfoliation glaucoma (PXG) mirip dengan yang dilakukan pada
Chronic Open Angle Glaukoma (COAG), yaitu menggunakan medikamentosa, laser dan
bedah. Terapi medikamentosa dapat dilakukan pada kasus awal menggunakan obat-
obatan anti glaukoma. 1-4,7
Apabila toleransi pengobatan
medikamentosa tidak baik atau hasilnya
tidak adekuat, laser trabekuloplasti
dapat dipertimbangkan. Laser
trabekuloplasti umumnya
direkomendasikan dan mempunyai
angka keberhasilan yang tinggi untuk
mengatasi glaukoma jenis ini.
(gambar6)1-5
Tindakan bedah glaukoma
dapat dilakukan apabila medikamentosa
dan laser tidak berhasil mengatasi
Gambar 6 . Laser trabekuloplasti merupakan
pilihan pada PXG dan memiliki angka peningkatan tekanan intra okular yang
keberhasilan tinggi. Dikutip dari kepustakaan 5
terjadi. Bedah filtrasi merupakan
tindakan bedah yang sering dilakukan pada kasus ini. Dewasa ini dikembangkan cara

9
pembedahan baru yaitu aspirasi trabekular untuk menghilangkan debris intra dan
pretrabekular pada PXG.1,5,7,18
Pada kepustakaan disebutkan bahwa PXG memiliki respons yang buruk terhadap
pengobatan medikamentosa dibandingkan COAG, namun memiliki respons yang lebih
baik terhadap trabekulotomi. 1,6,7
Pengaruh ekstraksi katarak dengan keberhasilan terapi PXG belum diketahui
dengan pasti. Terdapat penelitian yang menyebutkan penurunan materi pseudoeksfoliatif
setelah dilakukan ekstraksi katarak, namun penelitian lain menyebutkan adanya kasus
PXS beberapa tahun setelah tindakan tersebut dilakukan. 1-4
Mengingat PXG memiliki fluktuasi tekanan intra okular yang besar, dan
peningkatan tekanan intra okular dapat melejit tinggi dalam waktu singkat, maka
penatalaksanaan harus dilakukan secara agresif dan diikuti oleh follow-up yang ketat.
Follow up juga diperlukan mengingat proses eksfoliasi pada kelainan ini sering masih
terus berlanjut, sehingga rekurensi sering terjadi. 1-6

PROGNOSIS
Kurang responsifnya glaukoma eksfoliasi terhadap obat-obatan serta seringnya
rekurensi akibat terus berlanjutnya proses eksfoliasi menyebabkan prognosis penyakit ini
kurang baik. Sering timbulnya komplikasi seperti katarak dan kelainan sistemik akibat
sindrom eksfoliasi juga memperburuk prognosis. 1,5,7

10
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Allingham RR, Damji K, Freedman S, Moroi S, Shafranov G. Shields’ textbook of glaucoma. 5th
ed. Philadelphia: Lippincott Willisms & Wilkind; 2005.p.272-87.01
2. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Becker-Shaffer's diagnosis and therapy of the
glaucomas. 7th edition. St Louis: Mosby; 1999. p.43-6, 50-4, 321-2, 340, 414-23
3. Pons ME, Eliassi-Rad B, Shin DH. Glaucoma, pseudoexfoliation. Available from URL:
www.emedicine,com.
4. Kanski JJ. Clinical ophthalmology, a systematic approach. 5 th edition. Eidenburg: Butterworth
Heinemann; 2003. p.229-31.
5. Ritch R.Exfoliation (pseudoexfoliation ) syndrome. Available from URL:
www.glaucoma.net/nygri/research/research.htm
6. Katz LJ, Myers JS, Spaeth GL. Gonioscopy: An Essential Aid in the Diagnosis and Management
of Glaucoma. In: Sassani JW. Ophthalmic Fundamentals: Glaucoma. Available from URL: www.
slackbook.com/excerpt/63845.htm
7. American Academy of Ophthalmology Staff (US). Open –angle glaucoma. In: Glaucoma. Basic
and clinical science course. Section 10. San Fransisco: AAO; 2004 -2005. p.83-117.
8. Allingham RR, Loftsdottir M, Gottfredsdottir MS, Thorgeirsson E, Jonasson F, Sverisson T, et al.
Pseudoexfoliation syndrome in Icelandic families. Br J Ophthalmol 2001;85:702-7.
9. Foster PJ,Seah SKL. The prevalence of pseudoexfoliation syndrome in Chinese people: the
Tanjong Pagar Survey . Br J Ophthalmol 2005; 89: 239-40.
10. Karger RA, Jeng SM, Johnson DH, Hodge DO, Good MS. Estimated incidence of
pseudoexfoliation syndrome and pseudoexfoliation glaucoma in Olmsted county Minnesota. J
Glaucoma 2003; 12: 193-7.
11. Miyazaki M, Kubota T, Kubo M, Kiyohara Y, Lida M, Nose Y, et al. The prevalence of
pseudoexfoliation syndrome in a Japanese population. J Glaucoma 2005; 14; 482-4.
12. Puska PM. Unilateral exfoliation syndrome: conversion to bilateral exfoliation and to glaucoma: a
prospective 10 year folloe up study. J Glaucoma 2002; 11: 517-24.
13. Ho SL, Dogar GF, Wang J, Crean J, Wu QD, Oliver N et al. Elevated aqueous humour tissue
inhibitor of matrix metalloproteinase-1 and connective tissue growth factor in pseudoexfoliation
syndrome . Br J Opthalmol 2005; 89:169-73
14. Zalewska R, Pepinski W, Janica DS, Mariak Z, Skretek EP, Skawronska M, Janica J. Loss of
heterozygosity in patients with pseudoexfoliation syndrome. Mol Vis 2003;9:257-61.
15. Hann CR, Bahler CK, Johnson DH. Cationic Ferritin and Segmental Flow through the
Trabecular Meshwork. Invest Ophthalmol Vis Sci 2005; 46:1-7.
16. Leibovitch I, Kurtz S, Shemesh G, Goldstein M, Sela B, Lazar M, et al. Hyperhomocystinemia in
pseudoexfoliation glaucoma. J Glaucoma 2003; 12: 36-9.
17. Doan A, Kwon YH. Pseudoexfoliation Glaucoma:
65 y.o. man with complaints of painless, gradual loss of vision OS. Available from URL:
ww.webeye.opth.iowaedu/eyeforum/patiens.htm
18. Davies AC, Tilia D. Case report. Differentiation between retrocorneal pseudoexfoliative material
and keratic precipitates. Clin Exp Optom 2001; 84: 5: 287–292
19. Alper Y, Gurbuz KO, Gulcan K. Encapsulated Blebs Following Primary Standard
Trabeculectomy: Course and Treatment. J Glaucoma 2004;13:251-5.
20. American Academy of Ophthalmology Staff (US). The eye. In: Fundamental and principles of
ophthalmology. Basic and clinical science course. Section 2. San Fransisco: AAO; 2003 -2004.
p.45-96.

11

Anda mungkin juga menyukai