Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya pembangunan pariwisata di Bandung tidak hanya menimbulkan

dampak positip seperti peningkatan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja,

dan peningkatan kesejahteraan, tetapi juga menimbulkan dampak negatip seperti

pencemaran, kemacetan lalu lintas, kerusakan lingkungan dan pengalihan fungsi

lahan terutama lahan pertanian yang dijadikan sebagai tempat pengembangan

fasilitas dan sarana pariwisata. Dampak negatip pariwisata yang mengancam

kelestarian lingkungan adalah meningkatnya volume limbah hotel. Limbah hotel

ini berupa limbah padat, cair dan gas. Apabila permasalahan limbah ini tidak

ditanggulangi dengan cara yang tepat, dapat menimbulkan pencemaran

lingkungan yang akan berdampak pula pada manusia dan makhluk hidup lainnya .

Tahun 2020 terdata jumlah hotel yang ada di Kota bandung sebanyak

336 buah dengan kelas hotel bintang 1 hingga bintang 5, jumlah ini meningkat

sebesar

30,04% dari tahun 2020, dan rata-rata pertumbuhan hotel berbintang di

Bandung sebesar 16.85% per tahun (Dinas Pariwisata Bandung, 2020).

Jumlah ini selalu meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah

wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Data PROPER tahun 2020, hotel bintang

5 yang ada di Kota Badung rata-rata menghasilkan air limbah sebesar 364,4

3
m /hari dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sebesar 2,3 kg/hari

(BLH Kota Bandung 2014).

1
1

Kinerja hotel dalam pengelolaan limbah terawasi dan terpantau secara

kontinyu oleh pemerintah bagi yang telah mengikuti PROPER (Program of

Pollution Control Evaluation and Rating). Sampai dengan tahun 2020, jumlah

hotel yang telah mengikuti PROPER sebanyak 28 buah, atau 21% dari total

keseluruhan hotel bintang 4 dan 5 yang ada di Kota Bandung. Berdasarkan hasil

pemantauan tersebut, sebanyak 12 hotel tidak taat dalam pengelolaan lingkungan

hidup (BLH Kota Bandung). Meskipun sudah dilakukan pengawasan secara

rutin oleh pemerintah, namun pelanggaran dalam hal pengelolaan lingkungan

masih saja terjadi. Penanganan limbah merupakan suatu keharusan guna

terjaganya kesehatan manusia dan lingkungan pada umumnya, namun pengadaan

sarana pengolahan limbah ternyata masih dianggap memberatkan bagi sebagian

industri maupun instansi .

Masih banyak hotel yang belum mengikuti PROPER yaitu sekitar 79%,

namun ini tidak berarti bahwa kinerja pengelolaan limbah hotel tersebut tidak

baik. Hotel yang telah mengikuti PROPER masih terdapat pelanggaran, lalu

bagaimana dengan hotel yang tidak ikut PROPER. Penelitian ini diharapkan dapat

membuktikan bahwa PROPER bukan menjadi alasan utama hotel melakukan

pengelolaan lingkungan, namun lebih pada kesadaran dan komitmen pengelola

hotel dalam menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui kinerja pengelolaan limbah hotel, baik yang ikut

PROPER maupun tidak ikut PROPER.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimanakah kinerja pengelolaan limbah oleh hotel peserta PROPER

dan bukan peserta PROPER?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan

limbah oleh hotel peserta PROPER dan bukan peserta PROPER.


BAB II KAJIAN
PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah

Pengertian limbah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah

sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah juga merupakan suatu bahan yang

tidak berarti dan tidak berharga, limbah bisa berarti sesuatu yang tidak berguna

dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu

yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan

penyakit atau merugikan.

Limbah erat kaitannya dengan pencemaran, karena limbah inilah yang

menjadi substansi pencemaran lingkungan. Limbah yang dihasilkan oleh suatu

kegiatan baik industri maupun non-industri dapat menimbulkan gas yang berbau

busuk misalnya H2S dan ammonia akibat dari proses penguraian material-material

organik yang terkandung didalamnya. Selain itu, limbah dapat juga mengandung

organisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit dan nutrien terutama

unsur N dan P yang dapat menyebabkan eutrofikasi, Karena itu, pengolahan

limbah sangat dibutuhkan agar tidak mencemari lingkungan (Harmayani, 2007).

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan polusi atau

pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,

zat energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan, atau berubahnya tatanan

lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas

lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Zat

4
atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Suatu zat

dapat disebut polutan apabila: 1) jumlahnya melebihi jumlah normal, 2) berada

pada waktu yang tidak tepat, dan 3) berada pada tempat yang tidak tepat. Sifat

polutan antara lain: 1) merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan

zat lingkungan tidak merusak lagi, dan 2) merusak dalam jangka waktu lama

seperti Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah, akan tetapi dalam jangka

waktu yang lama, dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.

2.2 Jenis Limbah

Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi empat

bagian, yaitu (Sugiharto, 1987):

1) limbah cair;

2) limbah padat;

3) limbah gas dan partikel;

4) limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

2.2.1 Limbah cair

Limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang

merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Sesuai dengan

sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari

setiap tempat dan setiap saat, tetapi secara garis besar zat yang terdapat didalam

air limbah dikelompokkan seperti terlihat pada Gambar 2.1.


Air limbah

Air (99,9%) Bahan padatan (0,1%)

Organik (70%) Anorganik (30%)


- Protein (65%) - Butiran
- Karbohidrat (25%) - Garam
- Lemak (10%) - Logam

Gambar 2.1
Komposisi Air Limbah Domestik
(Effendi, 2003)

Berdasarkan Gambar 2.1, air limbah secara umum terdiri dari 99,9%

komponen air dan 0,1% bahan padatan. Bahan padatan itu sendiri 70% berupa

bahan organik dan 30% berupa bahan anorganik. Buangan dapur dan kamar

mandi memberikan tambahan beraneka ragam bahan kimia, deterjen, sabun,

bermacam-macam lemak, pestisida, segala sesuatu yang keluar dari bak dapur

misalnya susu masam, potongan sayuran, ampas teh, tanah (berasal dari

pembersihan sayuran) dan pasir-pasiran (yang digunakan untuk membersihkan

alat dapur) (Mara, 1978).

Air tercemar dapat dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan, karena

umumnya orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih dan tidak

keruh, atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya, atau dari baunya

yang menyengat hidung, atau menimbulkan gatal-gatal pada kulit dan ada juga

yang dapat merasakan dengan lidah, seperti rasa asam dan getir. Air tercemar juga

dapat diketahui dari matinya atau terganggunya organisme perairan, baik ikan,
tanaman dan hewan-hewan yang berhubungan dengan air tersebut. Dengan

demikian, sebenarnya mudah untuk mengenal pencemaran terhadap air

(Herlambang, 2006).

Dalam usaha pengendalian pencemaran perairan danau atau sungai sangat

diperlukan informasi dan masukan mengenai tingkat pencemaran yang terjadi di

perairan tersebut. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang air limbah, perlu

diketahui mengenai kandungan yang ada didalam air limbah serta sifat-sifatnya

(Sugiharto, 1987). Pada dasarnya pencemaran adalah resiko dari pemanfaatan

sumberdaya alam, oleh karena itu pencemaran haruslah merupakan suatu masalah

yang mau tidak mau harus dicegah, ditanggulangi dan dikendalikan. Pengendalian

pencemaran air bertujuan untuk memperkecil atau memaksa gangguan yang

ditimbulkan oleh limbah sekecil mungkin. Pencemaran air tidak dapat ditiadakan,

namun dapat dikurangi dengan cara pengolahan sehingga bebannya yang masuk

ke lingkungan menjadi sekecil-kecilnya, untuk itu diperlukan strategi pengelolaan

limbah cair.

2.2.2 Limbah padat

Limbah padat adalah benda-benda yang keberadaannya melebihi jumlah

normal dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (merugikan). Yang termasuk

kategori limbah padat adalah sampah. Berdasarkan karakteristiknya, sampah hotel

adalah sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu terdiri dari sampah organik

(sisa makanan), plastik, kertas, logam, kaca, kayu, karet, kain dan sebagainya.

Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah


diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan

kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Paradigma

baru dalam UU No. 18 Tahun 2008 memandang sampah sebagai sumber daya

yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi

kompos, pupuk ataupun bahan baku industri (Wibowo, 2013).

Secara umum, dampak yang ditimbulkan oleh sampah dapat membawa efek

langsung dan tidak langsung. Efek langsung merupakan akibat yang disebabkan

karena kontak langsung dengan sampah tersebut. Misalnya sampah beracun,

sampah yang teratogenik dan lainnya. Selain itu, ada pula sampah yang

mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini

dapat berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri (Slamet, 1996

dalam Wardi, 2011).

Dampak tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah

biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan secara anaerobik

apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerob akan menghasilkan cairan yang

disebut leachate beserta gas. Leachate atau lindi adalah cairan yang mengandung

zat padat tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian mikroba. Tergantung

dari kualitas sampah, maka leachate bisa pula didapat mikroba pathogen, logam

berat dan zat yang berbahaya. Mengalirnya lindi akan berdampak terhadap

kesehatan masyarakat, karena tercemarnya air sungai, air tanah, tanah dan udara

(Wardi, 2011).
Adapun strategi pola pengelolaan yang dapat diterapkan dilihat Berdasarkan

karakteristiknya (Maharani, 2007):

1. Pengomposan

Sampah organik dapat diminimalisasi dengan cara pengomposan di sumber

penghasil sampah. Dengan pengelolaan yang tepat melalui program

pengomposan sampah akan memiliki nilai yang positip dari segi kegunaan

dan nilai ekonominya.

2. Reduce, Reuse dan Recycling (3R)

Mengoptimalisasi potensi pemilahan, mereduksi sampah, daur ulang (recycle)

dan penggunaan kembali (reuse) perlu dilakukan pada sampah anorganik,

seperti plastik, kaca dan tekstil berbahan sintetik. Adanya program

penggunaan sampah kembali yang masih layak pakai juga dapat

meminimalisasi timbulan sampah dan mengurangi beban lingkungan serta

TPA.

2.2.3 Limbah gas dan partikel

Gas adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena

dipanaskan atau menguap sendiri, contohnya: CO2, CO, SOx, NOx. Partikel,

adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah¬zarah kecil yang

terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan

secara bersama-sama, contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain (Fardiaz, 1992).
2.2.4 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Pengertian Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) menurut UU No. 32

Tahun 2009, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3,

yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun

tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia

dan makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan

baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa

kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas yang memerlukan penanganan dan

pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu

atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,

beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji

dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Macam limbah beracun:

a. limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat

menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat

merusak lingkungan;

b. limbah mudah terbakar limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api,

gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila

telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama;

c. limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena

melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak

stabil dalam suhu tinggi;


d. limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yan berbahaya bagi

manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit

bila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut;

e. limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi

penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh

manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi;

f. limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada

kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0

untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat

basa.

Prinsip-prinsip dasar pengelolaan limbah B3 (Ratman, 2010):

1. minimasi limbah;

2. polluter pays principle;

3. pengolahan dan penimbunan limbah B3 di dekat sumber;

4. pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan;

5. konsep “cradle to grave” dan “cradle to cradle”.

Berbagai jenis limbah industri B3 yang tidak memenuhi baku mutu yang

dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan

lingkungan. Untuk menghindari kerusakan tersebut perlu dilaksanakan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Salah satu

komponen penting agar program tersebut dapat berjalan adalah dengan

diberlakukannya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup sebagai dasar

dalam menjaga kualitas lingkungan. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut


maka hak, kewajiban dan kewenangan dalam pengelolaan limbah oleh setiap

orang, badan usaha maupun organisasi kemasyarakatan dijaga dan dilindungi oleh

hukum (Setiyono, 2001).

2.3 Pengertian Hotel

Pengertian hotel Berdasarkan Surat Keputusan Menparpostel No. KM 37/PW.

340/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel, “hotel adalah

suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan

untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang

lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial”. Menurut Keputusan ini pula,

penginapan atau losmen tidak termasuk dalam pengertian hotel. Penginapan atau

losmen adalah suatu usaha komersial yang menggunakan seluruh atau sebagian

dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh

pelayanan sewa kamar untuk menginap. Dengan demikian bedanya dengan hotel

adalah, bahwa penginapan tidak menyediakan pelayanan makanan dan minuman,

serta jasa penunjang lainnya.

2.3.1 Klasifikasi hotel

Menurut Keputusan Menparpostel No. KM 37/PW. 340/MPPT-86,

penggolongan hotel ditandai dengan bintang, yang disusun mulai dari hotel

berbintang satu (1) sampai dengan yang tertinggi dengan bintang lima (5).

Klasifikasi hotel berbintang tersebut secara garis besar didasarkan pada:

(1) besar/kecil atau banyaknya jumlah kamar;


(2) lokasi hotel;

(3) fasilitas-fasilitas yang dimiliki hotel;

(4) kelengkapan peralatan;

(5) spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan;

(6) kualitas bangunan;

(7) tata letak ruangan.

2.3.2 Sumber limbah kegiatan perhotelan

Hotel menyediakan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari seperti

makanan, pencucian/laundry, dan lain-lain bagi para pengunjungnya, sehingga

dalam aktivitasnya hotel menghasilkan berbagai limbah padat, cair dan gas.

Karena aktivitas yang ada di hotel relatif sama seperti layaknya pemukiman, maka

sumber limbah yang ada juga relatif sama seperti pada pemukiman dan fasilitas

tambahan lainnya yang ada di hotel. Pada umumnya sumber limbah cair

perhotelan antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Sumber limbah padat/sampah di hotel hampir semua kegiatan di hotel

menghasilkan sampah. Sumber limbah gas/emisi antara lain: genset dan boiler.

Sedangkan sumber limbah B3, dikarenakan sifat limbah ini spesifik sehingga

hanya pada tempat dan kegiatan tertentu yang menghasilkan limbah B3. Pada

umumnya limbah B3 yang dihasilkan hotel bersumber dari: 1) kamar/kantor/area

publik (jenis limbah B3: lampu bekas, batere bekas, cartridge, dan sebagainya);

2) workshop/engineering (jenis limbah B3: oli bekas, accu bekas, kain majun

terkontaminasi limbah B3, kemasan bekas limbah B3, filter oli dan sebagainya).
Tabel 2.1
Sumber Air Limbah di Hotel

Kegiatan Sumber Air Limbah


Dapur Wastafel dan air limbah masak-memasak di dapur
Laundry Wastafel dan mensin cuci laundry
Kantor Kamar mandi, WC, wastafel
Kantin, Restoran Wastafel dan air limbah masak-memasak, cuci-
mencuci
KM/WC Kamar mandi dan WC di kamar hotel dan umum,
wastafel
Kolam renang Backwash filter kolam renang
Spa Kamar mandi, WC, wastafel
Sumber: Cahyana, 2009

2.3.3 Karakteristik limbah hotel

Karakteristik limbah dari perhotelan relatif sama seperti limbah domestik dari

permukiman, karena aktivitas-aktivitas yang ada di hotel relatif sama seperti

aktivitas yang ada di lingkungan pemukiman, namun ada beberapa tambahan

kegiatan hotel lainnya yang tidak ada di permukiman. Sementara jumlah limbah

yang dihasilkan dari perhotelan tergantung dari jumlah kamar yang ada dan

tingkat huniannya. Disamping itu juga dipengaruhi oleh fasilitas tambahan yang

ada di hotel.

Limbah cair perhotelan pada umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut:

1. senyawa fisik: berwarna, mengandung padatan;


2. senyawa kimia organik: mengandung karbohidrat, mengandung minyak dan

lemak, mengandung protein, mengandung unsur surfactant antara lain

deterjen dan sabun;

3. senyawa kimia anorganik: mengandung alkalinity, mengandung chloride,

mengandung nitrogen, mengandung phosphor, mengandung sulfur;

4. unsur biologi: mengandung protista dan virus.

Rata-rata karakteristik air limbah hotel adalah sebagai berikut (Morimura, et

al., 1988):

a. konsentrasi BOD didalam air limbah 200 – 300 mg/L

b. konsentrasi SS didalam air limbah 200 – 250 mg/L

Menurut Morimura dan Soufyan (1988), standar pemakaian air untuk hotel

adalah 250-300 liter per orang tamu per hari, dan untuk karyawan adalah 120-150

liter per karyawan per hari.

2.3.4 Baku mutu limbah perhotelan

Untuk menentukan sistem pengolahan limbah diperlukan pemilihan teknologi

yang tepat, agar biaya investasi IPAL tersebut murah. Disamping itu, biaya

operasional IPAL nantinya juga harus murah, namun harus dapat memberikan

hasil olahan yang memenuhi baku mutu limbah buangan sesuai dengan baku mutu

limbah buangan yang berlaku.

Limbah perhotelan yang sudah ditetapkan baku mutunya adalah limbah cair

dan limbah gas (emisi). Baku mutu limbah cair hotel adalah batas maksimum

limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Sedangkan baku mutu


limbah gas adalah batas maksimum limbah gas yang diperbolehkan dibuang ke

lingkungan. Baku mutu limbah cair dan gas perhotelan telah ditetapkan dengan

Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan

Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup seperti terlihat pada Tabel

2.2 dan 2.3.

Tabel 2.2
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel
No Parameter Satuan Kadar Maksimum

1. Zat padat tersuspensi mg/L 5


0
2 pH 6-9
3.. BOD mg/L 30
4. COD mg/L 50
5. Amonia bebas (NH3N) mg/L 0,02
6. Nitrat (NO3-N) mg/L 10
7. Nitrit (NO2-N) mg/L 0,06
8. Sulfida (H2S) mg/L 0,01
Sumber: BLH Prov. Bali, 2007

Tabel 2.3
Baku Mutu Limbah Emisi Bagi Kegiatan Hotel
No Parameter Satuan Kadar Maksimum
3
1. Nitrogen Dioksida (NO2) mg/m 1.000
3
2. Sulfur Dioksida (SO2) mg/m 800
3. Opasitas % 30
3
4. Partikel mg/m 350
Sumber: BLH Prov. Bali, 2007
2.4 Kinerja Pengelolaan Limbah Hotel

Schermerhon dkk (1991) mendefinisikan kinerja sebagai kuantitas dan

kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok

maupun organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja ini dapat dilihat dari kuantitas

dan kualitas pencapaian tugasnya. Kinerja juga merupakan ukuran suatu hasil dari

suatu perbuatan. Terdapat tiga kriteria mengukur kinerja: 1) kuantitas kerja, yaitu

jumlah yang harus dikerjakan; 2) kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan; dan

3) ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan

(Gomes, 2000).

Pengelolaan limbah hotel memiliki prosedur yang cukup kompleks, karena

sumber dan jenis limbah hotel yang cukup banyak dan bervariasi, serta harus

berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut

dikarenakan dampak negatip dari limbah hotel sehingga pengelolaan lingkungan

dan limbah di hotel perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Kinerja

pengelolaan limbah hotel sangat erat kaitannya dengan kualitas produk limbah

yang dihasilkan. Selain pemilihan teknologi yang tepat, sumber daya manusia atau

tenaga kerja yang memahami permasalahan dan pengelolaan limbah hotel menjadi

sangat penting untuk terciptanya kinerja pengelolaan limbah hotel yang baik.

Sumberdaya manusia memiliki kaitan erat dengan metode pekerjaan dan

prasarana teknis yang dilakukan (Arbani, 2014). Menurut Kuhre (1996)

diperlukan pengalaman teknis, ukuran organisasi, banyaknya pekerjaan yang

diperlukan dan adanya kewenangan untuk memastikan implementasi dari sistem

pengelolaan lingkungan, juga diperlukan memperoleh dukungan penuh dari


pimpinan organisasi agar dapat menjamin dilaksanakannya kebijakan pengelolaan

lingkungan.

2.5 PROPER

2.5.1 Pengertian PROPER

Program Penilaian Peringkat Kinerja perusahaan yang selanjutnya disebut

PROPER (Program of Pollution Control Evaluation and Rating) adalah program

penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam

mengendalikan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup (Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2014).

Sistem peringkat kinerja PROPER mencakupi pemeringkatan perusahaan

dalam lima peringkat warna yang mencerminkan kinerja pengelolaan lingkungan

secara keseluruhan, yaitu emas, hijau, biru, merah dan hitam. Perusahaan

berperingkat merah dan hitam merupakan perusahaan yang belum taat,

perusahaan berperingkat biru adalah perusahaan yang taat, sedangkan perusahaan

berperingkat hijau dan emas adalah perusahaan yang pengelolaan lingkungan

lebih dari yang dipersyaratkan. Dengan demikian untuk perusahaan berperingkat

emas, hijau dan biru mendapatkan insentif reputasi, sedangkan perusahaan yang

berperingkat merah dan hitam mendapatkan disinsentif reputasi. Peringkat

tersebut, diharapkan menjadi landasan bagi masyarakat untuk dapat menilai dan

kemudian mengaktualisasikan hak berperan serta dalam bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut, misalnya saja dilaksanakan melalui

upaya pengawasan serta pemboikoitan produk-produk perusahaan yang memiliki


peringkat buruk (hitam dan/atau merah). Hal inilah yang dimaksud sebagai suatu

instrumen penaatan melalui sistem informasi kepada masyarakat. Pelaksanaan

PROPER merupakan salah satu bentuk perwujudan transparansi dan pelibatan

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia, dengan kata lain

PROPER juga merupakan perwujudan dari demokratisasi dalam pengendalian

dampak lingkungan.

2.5.2 Tujuan dan sasaran PROPER

Tujuan dari pelaksanaan PROPER adalah:

1. mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan;

2. meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan;

3. meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan;

4. meningkatkan kesadaran para pelaku usaha/kegiatan untuk menaati peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;

5. mengurangi dampak negatip kegiatan perusahaan terhadap lingkungan.

Adapun sasaran dari pelaksaan PROPER adalah:

1. mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-undangan melalui

instrument insentif dan disinsentif reputasi;

2. mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk

menerapkan produksi bersih (cleaner production).


2.5.3 Kriteria dan prosedur penilaian PROPER

Dasar penilaian dengan orientasi kepada hasil (result oriented) yang sudah

dicapai oleh perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, dititikberatkan pada

empat area penilaian utama (KLH, 2014):

1. pentaatan terhadap peraturan AMDAL/dokumen lingkungan;

2. pengendalian pencemaran air;

3. pengendalian pencemaran udara; dan

4. pengelolaan limbah B3.


BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kedatangan wisatawan di Pulau Bali berfluktuatif, namun kecenderungan

meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah wisatawan mancanegara ke Bali pada

Bulan Januari 2014 naik sebesar 19,89% dibandingkan dengan Bulan Januari

2013 dan turun sebesar 6,61% dibandingkan dengan bulan Desember 2013 (BPS

Prov. Bali, 2014). Perkembangan pariwisata di Bali ini juga berimbas pada

peningkatan sarana akomodasi seperti: hotel, restoran, artshop dan lain-lain.

Jumlah hotel untuk kategori bintang satu hingga bintang lima terbanyak ada di

Kabupaten Badung yaitu 154 buah, diikuti oleh Kota Denpasar sebanyak 26 buah

dan Kabupaten Gianyar 14 buah (Dinas Pariwisata Prov. Bali, 2014).

Seiring dengan terus berkembangnya pariwisata, terjadilah perubahan pada

komponen lingkungan sebagai penyangganya. Menurut Inskeep (1991) dalam

Lestyono (2011), pengembangan pariwisata menimbulkan dua tipe dampak,

dampak tersebut dapat berupa dampak positip maupun dampak negatip. Dampak

positip seperti terciptanya kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan

masyarakat. Disisi lain perkembangan hotel tersebut juga memberikan ancaman

terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena hotel-hotel memiliki

potensi buangan limbah yang cukup besar, apalagi hotel bintang lima yang

memiliki fasilitas sangat lengkap. Limbah yang dihasilkan hotel berupa limbah

cair, yaitu: sisa-sisa buangan hasil kegiatan atau operasional harian dapur, MCK,

laundry, dan kegiatan lainnya; limbah gas berasal dari emisi yang dihasilkan dari
unit boiler dan genset; sedangkan limbah padat yaitu sampah. Selain itu terdapat

pula limbah B3 (fase cair dan padat) yang dihasilkan dari aktivitas hotel. Limbah-

limbah tersebut apabila sampai terbuang ke media lingkungan tanpa adanya

proses pengolahan terlebih dahulu akan dapat menurunkan kualitas lingkungan.

Untuk meminimalkan dampak negatip yang ditimbulkan akibat pencemaran,

sudah seharusnya setiap manajemen hotel memiliki komitmen yang kuat dalam

pengelolaan lingkungan, hotel dan restoran; seyogyanya menunjukkan tanggung

jawab terhadap kelestarian lingkungan dengan melakukan pengelolaan lingkungan

dan pemantauan lingkungan (Lensiana, 2010).

Limbah hotel yang terdiri dari: limbah cair/air limbah, emisi, limbah B3 dan

sampah, masing-masing memiliki peraturan dalam pengelolaannya, termasuk

baku mutu lingkungan yang dipersyaratkan. Kewajiban-kewajiban perusahaan

dalam pengelolaan limbah sudah tercantum dalam dokumen lingkungan, namun

dalam pelaksanaannya tidak selalu sesuai dengan dokumen lingkungan. Hal ini

tergantung pada komitmen perusahaan dalam melestarikan lingkungan dan

mewujudkan eco-hotel.

Efektivitas pengelolaan limbah hotel juga sangat didukung oleh pemahaman

pengelola hotel terhadap peraturan terkait pengendalian pencemaran lingkungan.

Didalam pelaksanaannya pun terintegrasi antara seluruh komponen hotel, tidak

bisa diserahkan tanggung jawab pada satu divisi saja. Hendaknya pihak hotel

tidak hanya memikirkan keuntungan semata, namun juga harus memperhatikan

keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability).


Pada intinya, setiap orang atau penanggungjawab usaha wajib melakukan

pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui

baku mutu lingkungan hidup (Pasal 5 ayat (3) Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007).

Oleh karenanya, hotel sebagai polluter wajib mengelola limbah yang dihasilkan

agar limbah yang dibuang ke media lingkungan memenuhi baku mutu lingkungan

yang telah ditetapkan, sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga. Ketentuan ini

sudah diatur dalam UU No. 32 tahun 2009, termasuk didalamnya sanksi yang bisa

dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan

pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Bagi hotel yang telah mengikuti PROPER, mereka telah mengetahui

peraturan terkait pengendalian pencemaran lingkungan, serta kegiatan-kegiatan

apa saja yang harus dilakukan pihak hotel dalam pengelolaan limbah, seperti:

identifikasi jenis dan jumlah limbah, pengukuran kualitas air limbah/emisi,

perizinan serta pelaporan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Pembinaan dan penilaian yang dilakukan secara rutin oleh pemerintah melalui

mekanisme PROPER yang meliputi: pengendalian pencemaran air, udara dan

limbah B3, telah memotivasi pihak hotel memenuhi kewajibannya menaati

ketentuan hukum pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini tergambar dari berbagai

upaya yang dilakukan pihak perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya dan

menjadi ajang kompetisi dalam mencapai standar peringkat penilaian yang baik.

Melalui mekanisme PROPER ini, ouput yang dihasilkan hotel yaitu berupa

limbah cair, emisi dan limbah B3 dapat dikendalikan. Kerangka berpikir dapat

dilihat pada gambar 3.1.


24

- Terciptanya kesempatan kerja


Perkembangan pariwisata Peningkatan sarana Dampak positif - Peningkatan pendapatan
di KotaBandung akomodasi: Hotel masyarakat
- dan sebagainya

Dampa

K
PROPER s o
instrument m
pembi i
peng t
m l r c h a tel p
e a e e ) n (k -
s ua b
n g m a
e p nti
l u a i
s e tas
p i l r u r da k
e n a a a a n
n g s n i t ku
g k i d u ali
e u l e r tas
n a )
l n t i
g n -
o g e n
T
l a r g i
a n k k d
a u Peserta a
h ( i n PROPE k
o l t g R
t i a t
e
e m p n
- - r
l b e - k
T
a n Mel ny e
u h g akuk bu n
n ) e an limbah d
t - n peng hotel a
u d elola (ku l
da i
k M a an
ku G n
e l ling K y
-
m m i kun Terk a
e a a gan ab
n h n ( pen b
g a l - Kin e
i pen b
e m p
m limbah a
l i e n
b lebih b
o n a
1

3.2 Konsep Penelitian

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan sarana vital yang harus

dimiliki oleh sebuah hotel. IPAL harus benar-benar mampu beroperasi dengan

baik dan mempunyai hasil olahan yang baik pula sesuai dengan kualitas baku

mutu yang ditetapkan. Air limbah hotel dapat dibuang ke lingkungan apabila

sudah memenuhi nilai standar baku mutu air limbah hotel yang telah diatur dalam

Peraturan Gubernur Bandung Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu

Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Dalam

peraturan tersebut telah dijabarkan secara rinci tentang standar baku mutu air

limbah hotel yang harus dipenuhi agar layak dibuang ke lingkungan.

Untuk mencapai kualitas air limbah seperti yang dipersyaratkan dalam

standar baku mutu tersebut, maka idealnya setiap hotel harus melakukan

pemeriksaan kualitas air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Apabila

kemudian hasil pemeriksaan air limbah menunjukkan bahwa air limbah hotel

masih berada diatas standar baku mutu yang dipersyaratkan, maka hotel wajib

melakukan pengolahan air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke

lingkungan. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan-bahan kimia,

bahan organik, maupun bahan toksik berbahaya yang ada pada air limbah tersebut.

Apabila pengolahan air limbah yang ada di hotel mempunyai hasil pengolahan

yang kurang baik akan mengakibatkan pencemaran pada areal hotel dan menjadi

beban pada badan air tempat dimana air limbah tersebut dibuang. Maka dari itu

sudah menjadi kewajiban hotel untuk menjaga kualitas air limbahnya salah

satunya adalah dengan optimalisasi IPAL. Menurut Supriyanto (2000), strategi


pengelolaan air limbah seyogyanya merupakan strategi yang dimulai dimana

limbah dihasilkan sampai tempat air limbah itu dibuang.

Begitu pula dengan limbah emisi/gas yang dihasilkan dari unit boiler/genset,

pihak hotel berkewajiban pula mengukur kualitas emisi cerobongnya dengan

periode minimal enam bulan sekali. Untuk kegiatan pengelolaan limbah B3, pihak

hotel wajib mengidentifikasi jenis dan volume limbah B3, serta membuat

bangunan/gudang penyimpanan sementara limbah B3 di areal hotel yang

dilengkapi dengan Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3. Selanjutnya limbah

B3 tersebut harus diserahkan kepada pihak ketiga yang berizin untuk pengelolaan

lebih lanjut.

Untuk limbah padat/sampah hotel yang terdiri dari sampah organik dan

anorganik, masing-masing hotel berbeda dalam hal pengelolaannya. Ada hotel

yang mengolah sampah organiknya sendiri untuk diolah menjadi kompos dan

sampah anorganiknya dikelola oleh pihak ketiga, ada pula hotel yang

menyerahkan seluruh sampahnya baik organik maupun anorganik kepada pihak

ketiga.

Melalui instrumen PROPER, pemerintah melakukan penilaian terhadap

kegiatan usaha dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup. Penilaian kinerja

perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dititikberatkan pada empat

aspek, yaitu: pelaksanaan dokumen/izin lingkungan, pengendalian pencemaran

air, pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah B3. Saat ini sifat

keikutsertaan peserta PROPER masih bersifat sukarela. Beberapa persyaratan agar

bisa diikutkan PROPER, antara lain: perusahaan yang memiliki dampak besar
terhadap lingkungan, menghasilkan limbah yang berpotensi mencemari

lingkungan, dan sebagainya. Hotel peserta PROPER pun masih terbatas pada

hotel bintang empat dan lima.

Pengelolaan limbah seharusnya dilakukan oleh seluruh perusahaan baik

peserta PROPER maupun bukan peserta PROPER, karena komponen kegiatan

tersebut sudah tercantum dalam dokumen lingkungan yang dimiliki perusahaan.

Keterbatasan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah,

mengakibatkan perusahaan non PROPER khususnya kurang optimal dalam

melakukan pengelolaan lingkungan hidup karena ketidaktahuan atau

kekurangpahaman perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan

kewajiban apa saja yang harus dilakukan. Berbeda halnya dengan hotel peserta

PROPER yang secara rutin dinilai dan dievaluasi kinerja pengelolaan

lingkungannya oleh pemerintah.

Bagi hotel yang belum mengikuti PROPER, kinerja pengelolaan limbahnya

belum bisa dikatakan tidak baik, karena pada dasarnya pembinaan dan

pengawasan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi terus dilaksanakan

secara rutin, namun instrumen lingkungan untuk menilai kinerja tersebut tidak

ada. Pembandingan kinerja pengelolaan limbah hotel peserta PROPER dan non

PROPER untuk melihat bagaimana kinerja hotel dilihat dari kualitas limbah serta

bagaimana hotel mengelola limbah yang dihasilkan khususnya bagi hotel yang

non PROPER, dimana kegiatan pengelolaan limbah memang dilakukan dengan

kesadaran sendiri. Konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.


Pengelolaan Limbah Hotel

Kinerja Pengelolaan Limbah Hotel

Hotel Peserta PROPER Hotel Non PROPER

Pengelolaan air limbah Pengelolaan air limbah


- mengukur pH dan debit air - tidak mengukur pH dan debit
limbah harian air limbah harian
- menguji kualitas air limbah - tidak menguji kualitas air
(efluen) setiap bulan limbah (efluen) setiap bulan
- memiliki IPLC - tidak memiliki IPLC

Pengelolaan limbah emisi Pengelolaan limbah emisi


- menginventarisasi sumber - tidak menginventarisasi
emisi sumber emisi
- mengukur kualitas emisi - tidak mengukur kualitas
secara periodik emisi secara periodik

Pengelolaan limbah B3 Pengelolaan limbah B3


- mendata jenis dan volume - tidak mendata jenis dan
limbah B3 yang dihasilkan volume limbah B3 yang
- menyimpan di TPS limbah dihasilkan
B3 - tidak menyimpan di TPS
- memiliki Izin TPS LB3 limbah B3
- tidak memiliki Izin TPS LB3

Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah
- mendata jenis dan volume
- tidak mendata jenis dan
sampah yang dihasilkan
- memilah sampah volume sampah yang
- membuat kompos dihasilkan
- tidak memilah sampah
- tidak membuat kompos

Kinerja pengelolaan limbah


Kinerja pengelolaan limbah
hotel peserta PROPER
hotel non PROPER

Kinerja pengelolaan limbah hotel PROPER lebih


baik daripada non PROPER

Gambar 3.2
Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan

bahwa kinerja hotel dalam pengelolaan limbah cair, udara, B3 dan sampah, hotel

peserta PROPER lebih baik daripada hotel non PROPER.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendekatan

penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif survey, yaitu mengumpulkan

data sebanyak-banyaknya mengenai kegiatan pengelolaan limbah hotel. Faktor-

faktor yang dijadikan fokus perhatian bagi kegiatan pengelolaan limbah hotel

diantaranya: pengelolaan air limbah, pengelolaan limbah emisi, pengelolaan

limbah B3 dan pengelolaan sampah.


1. Wawancara

Wawancara menurut Satori, dkk (2009), adalah suatu teknik pengumpulan

data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui

percakapan atau tanya jawab terhadap informan. Dalam penelitian ini, informan

yang dimaksud adalah Manajer Lingkungan, staf Engineering yang menangani

pengelolaan limbah di hotel. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan

mengetahui hal-hal tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan

fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan terhadap suatu obyek yang diteliti baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan

dalam penelitian (Satori dkk, 2009). Secara langsung maksudnya adalah dengan

langsung terjun ke lapangan serta melibatkan seluruh panca indera. Secara tidak

langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual atau audio visual.

Dalam penelitian ini yang menjadi obyek observasi lapangan adalah lokasi yang

menjadi tujuan penelitian, yaitu:

1) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);

2) ruang genset/boiler dan lokasi sampling emisi;

3) tempat penyimpanan sementara limbah B3; dan

4) tempat penampungan dan/atau pengelolaan sampah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi (foto) yang diambil pada saat observasi lapangan merupakan

salah satu sumber data primer. Foto-foto tersebut digunakan untuk melihat kondisi
eksisting kegiatan pengelolaan limbah di hotel dan diperlukan dalam proses

analisis.

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari

narasumber, melainkan sudah dalam bentuk hasil penelitian dari berbagai pihak,

yang dapat berupa dokumen dan laporan ilmiah maupun buku-buku yang dipakai

sebagai pendukung dan penunjang dalam proses analisis.

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah:

1). Badan Lingkungan Hidup Kota Bandung;

2). Badan Lingkungan Hidup Kota Bandung;

3). Dinas Pariwisata Kota Bandung ;

4). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

5). Hotel lokasi sampling.

4.3.2.2 Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk

angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan

data, misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi.

Data kualitatif berfungsi untuk mengetahui kualitas dari sebuah obyek yang

akan diteliti. Yang termasuk data kualitatif antara lain:

a. keterangan dari responden, dalam hal ini adalah staf di Divisi Engineering

yang menangani pengelolaan limbah di hotel;


b. hasil pemotretan dari obyek penelitian;

c. data hasil observasi lapangan.

2. Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Data

kuantitatif berfungsi untuk mengetahui jumlah atau besaran suatu obyek yang

akan diteliti. Yang termasuk data kualitatif antara lain:

a. hasil analisis kualitas air limbah;

b. hasil analisis kualitas emisi cerobong;

c. perhitungan beban pencemaran air limbah.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah sebagai berikut.

1. Ketersediaan sarana pengolahan air limbah pada hotel dan seluruh air limbah

yang dihasilkan diolah pada sarana tersebut.

2. Ketersediaan sarana sampling emisi dari cerobong sumber tidak bergerak

(boiler/genset), seperti: lubang sampling, tangga, lantai kerja dan sebagainya.

3. Ketersediaan sarana penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 dan seluruh

limbah B3 disimpan di TPS limbah B3, serta mengidentifikasi seluruh jenis

limbah B3 yang dihasilkan.

4. Ketersediaan sarana pengolahan limbah padat (sampah)/komposter dan

beroperasi optimal. Ketersediaan tempat sampah secara terpilah dan adanya

kegiatan pemilahan sampah yang dilakukan sejak dari sumber.


5. Kualitas efluen atau buangan air limbah dari hotel, yaitu parameter fisika

(TSS) dan parameter kimia (pH, H2S, NO3, NO2, NH3, BOD dan COD).

6. Beban pencemaran air limbah dari parameter fisika (TSS) dan kimia (H2S,

NO3, NO2, NH3, BOD dan COD).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian antara lain:

1. blanko isian data/check list;

2. pH meter;

3. thermometer;

4. botol sampler;

5. kamera digital.

4.6 Prosedur Penelitian

Dalam proses penelitian, tahapan-tahapan yang dilakukan adalah pertama

peneliti melakukan persiapan, baik itu persiapan administrasi (surat-menyurat)

maupun teknis (instrumen penelitian). Langkah berikutnya adalah pengumpulan

data, seperti pelaporan pelaksanaan kegiatan UKL-UPL atau RKL-RPL yang

dikirimkan hotel kepada instansi terkait. Selanjutnya adalah pengambilan data

primer di lapangan dengan 4 (empat) komponen utama penelitian, yaitu:

1) kegiatan pengelolaan air limbah; 2) kegiatan pengelolaan limbah emisi;

3) kegiatan pengelolaan limbah B3; dan 4) kegiatan pengelolaan sampah. Setelah

data dikumpulkan selanjutnya dilakukan proses analisa data.


Pada saat bersamaan juga dilakukan wawancara terhadap manajemen hotel

Wawancara terutama dilakukan kepada para teknisi yang secara langsung

menangani sistem pengelolaan limbah di masing-masing hotel. Dalam wawancara

tersebut, pengelola hotel juga akan mengisi kuisioner tentang tingkat pengetahuan

manajemen hotel dalam pengelolaan limbah. Kuisioner ini bertujuan untuk

mengetahui sejauhmana pengetahuan manajemen hotel dalam pengelolaan limbah

terkait dengan regulasi tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Komponen-komponen yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Pengelolaan air limbah.

a. identifikasi pemakaian air bersih;

b. pengukuran debit air limbah;

c. rata-rata tingkat hunian kamar;

d. data kualitas air limbah (outlet);

e. data IPAL (kapasitas, diagram proses IPAL).

2. Pengelolaan limbah emisi.

a. identifikasi sumber emisi (jenis, jumlah, kapasitas, jam operasi);

b. data kualitas emisi.

3. Pengelolaan limbah B3.

a. identifikasi limbah B3 (jenis, jumlah, volume);

b. pencatatan limbah B3 (logbook, neraca);

c. bangunan/gudang penyimpanan limbah B3 (ketentuan teknis pengemasan

dan penyimpanan limbah B3);


d. rencana tindak lanjut pengelolaan limbah B3 (kerjasama dengan pihak

ketiga).

4. Pengelolaan sampah.

a. identifikasi jenis dan jumlah sampah;

b. kegiatan pemilahan sampah di sumber;

c. rencana tindak lanjut pengelolaan sampah (kerjasama dengan pihak

ketiga).

Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu: persiapan,

pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi,

analisis data, penyusunan kesimpulan, saran, dan rekomendasi. Tahap penelitian

dapat dijelaskan pada Gambar 4.2.

4.7 Analisis Data

Menurut Sugiyono (2008), analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan

dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh sendiri maupun orang lain.

Proses analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

1. Data tingkat pengetahuan manajemen hotel dalam pengelolaan limbah dilihat

dari analisis deskriptif kualitatif yaitu dari kuisioner yang dibagikan kepada

hotel.
2. Data yang diperoleh dari pengamatan langsung terhadap kegiatan pengelolaan

limbah hotel, disusun dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.

3. Data kualitas air limbah dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas

Udayana. Parameter yang diukur mengacu pada Pergub Bali Nomor 8 Tahun

2007 seperti terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Parameter Kualitas Air Limbah yang Diukur
No Parameter Satuan Alat Metode
o
1. Suhu (insitu) C Thermometer Pemuaian
2. Zat padat tersuspensi mg/L Gravimetrik Gravimetrik
(TSS)
3. pH (insitu) - pH meter -
4. Sulfida (H2S) mg/L Spektrofotometer Colorimetrik
5. Amonia (NH3) mg/L Tabung Nessler Nessler
6. Nitrat (NO3) mg/L Tabung Nessler Nessler

7. Nitrit (NO2) mg/L Tabung Nessler Nessler

8. BOD5 mg/L Buret Titrimetrik


9. COD mg/L Buret Titrimetrik
Sumber: Santika dan Alaerts, 1984

4. Data beban pencemaran (BP) air limbah yang dihasilkan hotel dapat

dianalisis dengan mengalikan konsentrasi bahan pencemar (C) dengan

kapasitas aliran air limbah (Q) yang mengandung bahan pencemar, seperti

dinyatakan dalam persamaan berikut:

BP = C x Q

- BP = beban pencemar kegiatan, dalam satuan kg/hari

- C = kadar parameter air limbah, dalam satuan mg/L

3
- Q = kuantitas air limbah, dalam satuan m /hari
Beban pencemaran pada hakikatnya adalah jumlah massa pencemar dalam

badan air pada periode tertentu (Pujiastuti, 2013). Pada air limbah hotel juga

bisa dihitung beban pencemarannya. Perhitungan beban pencemaran

bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber pencemaran, jenis

pencemar dan besarnya beban pencemar yang dihasilkan dari aktivitas hotel.

Analisis beban pencemaran pada penelitian ini digunakan pendekatan

perhitungan berdasarkan beban air limbah hotel, dari parameter fisika (TSS)

dan kimia (sulfida, amonia bebas, nitrat, nitrit, BOD dan COD).

5. Gambaran kinerja pengelolaan limbah hotel diperoleh dengan:

a. melihat sejauh mana pemahaman pengelola hotel terkait regulasi tentang

pengelolaan lingkungan melalui kuisioner maupun pengamatan langsung

di lapangan. Hal ini bisa dilihat melalui pemenuhan ketentuan teknis dan

administrasi yang telah dilakukan hotel dalam pengelolaan limbah;

b. evaluasi kinerja IPAL, dengan melihat proses pengolahan air limbah serta

kualitas air limbah yang dihasilkan.


Tahap Persiapan

Tahap Pengumpulan Data

Observasi Lapangan Wawancara Dokumentasi

Tahap Analisis Data

Kesimpulan

Saran & Rekomendasi

Gambar 4.2
Tahapan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai