Anda di halaman 1dari 16

MENINGKATNYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

PENYAKIT MALARIA

Team Dosen Pengampu :


Novi Utami Dewi, S.KM.,M.Kes

DISUSUN OLEH :
IRPAN DWI PAMUNGKAS
NIM . P17334120555

DIV ALIH JENJANG


AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
TAHUN AKADEMIK
2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang "Meningkatnya pencegahan dan
pemberantasan penyakit Malaria“
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Kendali Mutu di Prodi DIV Alih Jenjang Jurusan Ahli
Teknologi Laboratorium Medik.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen, teman dan keluarga, sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Team Dosen mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Ibu Novi Utami Dewi,
S.KM.,M.Kes yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis
termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Amiin.

Pangandaran , Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan................................................................................................... 3
D. Manfaat................................................................................................. 3
E. Metode Penyusunan makalah ………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5
A. Pencegahan Penyakit Malaria............................................................... 5
B. Pemberantasan Penyakit Malaria ......................................................... 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11
A. Kesimpulan......................................................................................... 11
B. Saran ...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Malaria ditemukan 64° Lintang
Utara sampai 32° Lintang Selatan, dari daerah rendah 400 meter di bawah permukaan laut
sampai 2600 meter di atas permukaan laut. Antara batas garis lintang dan garis bujur terdapat
daerah yang bebas malaria. Dalam Malaria: a global health problem, 1981 dikatakan bahwa
duapertiga penduduk dunia yang bermukim di kawasan antara 30°Lintang Selatan dan
65°Lintang Utara berisiko terpapar infeksi Malaria. The World Malaria Report World Malaria
Report 2015 dilaporkan terdapat 214 juta kasus positif malaria dimana 88% berasal dari
Afrika dengan 438.000 kematian.
Kasus malaria di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur
Indonesia yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur yang
menyumbang 79% kasus malaria secara nasional pada tahun 2012, pada tahun 2018 Lima
Kawasan Timur Indonesia menyumbang 92,29% kasus malaria di Indonesia dan sebesar
95,05% pada tahun 2019. Data secara nasional menunjukkan bahwa angka kasus malaria
yang sudah dikonfirmasi per-seribu penduduk atau Annual Parasite Incidence (API) sudah
rendah kurang dari satu per-seribu penduduk selama 3 tahun terakhir masing-masing pada
tahun 2017 API 0,99 per seribu penduduk, tahun 2018 API 0,84 perseribu penduduk, dan
tahun 2019 API sebesar 0,93 per-seribu penduduk.
Situasi malaria pada tahun 2019 menunjukkan kemajuan yaitu 77% penduduk
Indonesia atau sebanyak 208.160.937 orang yang tinggal di daerah bebas malaria yang
tersebar di 300 kabupaten/ kota. Namun masih terdapat sebanyak 214 kabupaten/kota
endemis malaria dengan rincian: 23 Kabupaten/kota endemis tinggi, 31 kabupaten/kota
endemis sedang dan 160 kabupaten/ kota endemis rendah. Sedangkan 3 provinsi yang seluruh
kabupaten/kotanya telah mencapai eliminasi malaria yaitu Provinsi Jakarta, Bali dan Jawa
Timur. Lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) belum ada kabupaten/kota yang
mencapai eliminasi malaria.
Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang
Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat,
yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.
Daerah yang sudah endemis rendah dan bebas malaria berarti masuk tahap
pembebasan dan tahap pemeliharaan harus melakukan kegiatan kewaspadaan melalui
surveilans secara intensif untuk mencegah munculnya kembali kasus indigenous. Pada
wilayah yang tidak ditemukan lagi kasus indigenous atau kejadiannya sangat rendah, tetapi
kasus impor masih sering terjadi seperti para pekerja (migrant worker) yang terkena malaria
di tempat mereka bekerja (wilayah endemis malaria) akan berpotensi terjadinya penularan di
daerah asal, yang daerahnya reseptif (lingkungan yang kondusif dalam mendukung
perkembangbiakan vektor malaria), maka wilayah tersebut merupakan wilayah rentan
penularan malaria, karena kemungkinan masuknya penderita malaria atau wilayah tersebut
disebut vulnerable.

1
Mobilitas penduduk di suatu wilayah terjadi antara lain karena kondisi sosial ekonomi
di daerah asal yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar, menyebabkan bermigrasi
ke daerah lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Mobilitas penduduk akan terus
meningkat seiring dengan peningkatan aktifitas perekonomian sebagaimana tercermin dalam
indicator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, jika pelaksanaan
otonomi daerah mampu memacu lebih cepat pembangunan daerah, maka di era desentralisasi
ini akan terjadi peningkatan volume mobilitas penduduk yang jauh lebih pesat dibandingkan
dengan era sebelum desentralisasi (Junaedi, 2008). Disparitas ekonomi ini merupakan faktor
penentu migrasi penduduk dari Indonesia Bagian Timur ke Indonesia Bagian Barat serta
mobilitas penduduk di sekitar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di suatu kawasan ekonomi
(BPS, 2008).
Beberapa alasan yang menyebabkan manusia melakukan aktivitas migrasi antara lain:
alasan politik dimana kondisi perpolitikan suatu daerah yang sedang bergejolak akan
membuat penduduk menjadi tidak betah tinggal di wilayah tersebut, alasan social
kemasyarakatan, adat istiadat yang menjadi panduan kebiasaan suatu daerah dapat
menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke tempat lain. Seseorang yang dikucilkan dari
suatu permukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi. Alasan agama atau
kepercayaan; adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat
dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi. Alasan ekonomi; biasanya orang miskin
atau golongan ekonomi lemah mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke
kota atau bisa juga kebalikan dimana orang yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau
berekspansi bisnis. Alasan lainnya seperti alasan pendidikan, tuntutan pekerjaaan, alasan
keluarga, adanya pembukaan lahan baru, daerah pertambangan, daerah wisata maupun adanya
daerah operasi militer.
Permasalahan yang berkaitan dengan malaria adalah kemungkinan para migrant
worker mengandung parasit malaria didalam darahnya. Dikhawatirkan parasit tersebut tidak
terdeteksi sehingga dapat menjadi sumber penularan malaria di daerah asalnya. Pemerintah
melalui Dinas Kesehatan dan masyarakat berperan dalam promosi dan pencegahan juga
pengobatan yang difokuskan pada penduduk yang berisiko tinggi (seperti migrant worker)
untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan
yang dilaksanakan petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara
aktif maupun pasif di dalam dan luar puskesmas. Puskesmas disini dapat juga diartikan
sebagai unit pelayanan kesehatan yang juga dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan.
Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai garda terdepan urusan kesehatan di pelabuhan
dapat berperan aktif dalam ragka cegah tangkal Malaria untuk mendeteksi kasus malaria pada
pelaku perjalanan dengan gejala demam yang datang ke klinik Kantor Kesehatan Pelabuhan
untuk dilakukan pemeriksaan cepat dengan Rapid Diagnostik Test (RDT). Kalau didalam
darahnya ditemukan parasit malaria (hasil pemeriksaan positif malaria), maka langsung
diobati dengan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) ditambah primakuin.
Demikian halnya untuk wilayah yang masih dalam fase intensifikasi perlu penguatan
atau membentuk sistem kegiatan deteksi dini terhadap penduduk yang bermigrasi dari daerah
non-endemis malaria ke daerah endemis malaria dan sebaliknya. Kegiatan penemuan dan
pengobatan penderita secara dini dapat mengurangi terjadinya penularan malaria kepada
orang lain. Kelompok berisiko terhadap penularan malaria dan menjadi sumber penular di
daerah endemis lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan melalui skrining. Karena itu perlu
2
dilakukan kegiatan surveilans migrasi kepada kelompok berisiko di fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk di Kantor Kesehatan Pelabuhan. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
oleh Kementerian Kesehatan meliputi wilayah negara dan atau kawasan antarnegara, serta
pintu masuk negara di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara. Sedangkan
penyelenggaraan surveilans kesehatan oleh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
meliputi seluruh wilayah kerjanya. Kegiatan surveilans ini dilakukan terutama di desa reseptif
di wilayah kabupaten/kota khususnya pada tahap pembebasan dan pemeliharaan serta
penduduknya banyak migrasi ke daerah endemis malaria, seperti: pekerja tambang, pekerja
perkebunan, nelayan, TNI/POLRI dan Pegawai Negeri Sipil, pedagang, mahasiswa, peneliti
lapangan, wisatawan, transmigran, dan lain-lain.
Surveilans migrasi merupakan bagian dari program surveilans malaria yaitu strategi
program peningkatan kewaspadaan (SKDKLB) terhadap timbulnya malaria dengan
melakukan analisis secara terus menerus dan sistematis terhadap kecenderungan migrasi
penduduk dan kecenderungan kasus impor serta deteksi dini adanya penularan setempat,
perubahan kondisi lingkungan, vektor, perilaku penduduk yang berpotensi terjadinya
penularan malaria. Buku ini sebagai petunjuk teknis dalam pelaksanaan kegiatan surveilans
migrasi malaria di Indonesia bagi tenaga kesehatan maupun program manager di setiap
tingkatan serta lintas program dan lintas sektor terkait.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, berikut adalah beberapa rumusan
masalah yang diangkat penulis dalam makalah ini :
1. Bagaimana Cara Pencegahan Penyakit Malaria?
2. Bagaimana Cara Pemberantasan Penyakit Malaria?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang disajikan, tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mencegah terjadinya penularan setempat malaria (indigenous) terutama
yang berasal dari kasus impor.
2. Menemukan penderita malaria secara dini yang datang dari daerah
endemis malaria
3. Memberikan pengobatan pada penderita malaria sesuai standar
4. Meningkatkan jejaring kemitraan dengan berbagai program/sektor terkait
termasuk masyarakat
5. Memantau pola musiman migrasi penduduk di wilayah reseptif.Untuk
mengetahui bagaimana cara menentukkan sasaran mutu suatu
laboratorium

3
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai
tambahan, memperluas wawasan, meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, serta pembelajaran tentang bagaimana Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Malaria.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan tambahan kepustakaan mahasiswa/i Politeknik
Kesehatan Bandung Jurusan Analis Kesehatan untuk meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pencegahan Penyakit Malaria

Program pengendalian malaria difokuskan untuk mencapai eliminasi malaria yang


dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah, bersama mitra
kerja pembangunan, termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi,
organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari
kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau ke pulau yang lebih luas sampai seluruh wilayah
Indonesia, sesuai dengan situasi malaria dan ketersediaan sumber daya yang tersedia.
Setelah mencapai eliminasi maka selanjutnya wilayah itu memasuki tahap pemeliharaan
dimana daerah harus dapat mempertahankan status eliminasi dengan menjalankan surveilans
migrasi.
Kondisi endemisitas malaria di berbagai wilayah di Indonesia bervariasi berdasarkan
tahapan pengendalian yang sudah dicapai dan ini mengharuskan adanya perbedaan dalam
strategi pengendalian yang lebih sesuai antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Oleh
karena itu, kabupaten/kota di Indonesia perlu ditetapkan status endemisitasnya atau tahapan
eliminasi malaria yang telah dicapainya. Daerah Jawa-Bali yang sebagian besar telah berada
pada tahap pembebasan, tentu berbeda strategi pengendaliannya dengan daerah-daerah lain
yang masih berada pada tahap akselerasi dan tahap intensifikasi. Daerah pembebasan dan
pemeliharaan malaria : adalah daerah yang harus mampu menemukan dan mengklasifikasikan
kasus import atau kasus indigeneous
Strategi spesifik dalam upaya percepatan eliminasi malaria di kabupaten/kota
dilaksanakan melalui 4 tahapan yaitu:
a. Tahap Akselerasi:
Kabupaten/kota endemis tinggi (API > 5 per 1000 penduduk), dengan sasaran
intervensi seluruh lokasi endemis malaria (yang masih terjadi penularan) dalam rangka
menurunkan jumlah kasus secepat mungkin
b. Tahap Intensifikasi
Kabupaten/kota endemis sedang (API 1-5 per 1000 penduduk), dengan sasaran
intervensi adalah daerah fokus aktif (lokasi yang masih terjadi penularan setempat)
dalam rangka mengurangi daerah (desa/dusun) fokus penularan
c. Tahap Pembebasan
Kabupaten/kota endemis rendah (API < dari 1 per 1000 penduduk), dengan sasaran
intervensi menghilangkan daerah fokus aktif dalam rangka menghentikan penularan
setempat (kasus indigenous)
d. Tahap Pemeliharaan
Kabupaten/kota yang sudah eliminasi, dengan sasaran intervensi terhadap individu
kasus positif, khususnya kasus impor (migrasi penduduk) di daerah reseptif dalam
rangka mencegah kembali penularan malaria setempat.

Daerah yang sudah masuk tahap pembebasan dan tahappemeliharaan harus melakukan
kegiatan kewaspadaan melalui surveilans secara intensif untuk mencegah munculnya kembali
kasus indigenous. Pada wilayah yang tidak ditemukan lagi kasus indigenous atau kejadiannya
sangat rendah, tetapi kasus impor masih sering terjadi seperti para pekerja (migrant worker)
yang terkena malaria di tempat mereka bekerja (wilayah endemis malaria) akan berpotensi
terjadinya penularan di daerah asal, yang daerahnya masih reseptif (lingkunganyang kondusif
5
dalam mendukung perkembangbiakan vektor malaria), maka wilayah tersebut merupakan
wilayah rentan terjadinya penularan malaria.

B. Pemberantasan Penyakit Malaria

1. Mengidentifikasi Daerah Malaria dan Penduduk yang bermigrasi


1.1 Identifikasi Daerah Endemis
Melakukan identifikasi, pemetaan dan stratifikasi daerah endemis malaria berdasarkan
data insidens malaria pada tingkat desa, puskesmas, kabupaten/kota. Melakukan identifikasi,
pemetaan dan stratifikasi daerah endemis malaria berdasarkan data insidens malaria pada
tingkat desa, puskesmas, kabupaten/kota. Data endemisitas malaria per-kabupaten setiap
tahun dikeluarkan oleh Subdit Malaria sebagai acuan untuk melaksanakan surveilans migrasi
pada tahun berikutnya( www.malaria.id) sedangkan data fokus per-puskesmas atau per-desa
(dapat dilihat di dashboard data fokus di sismal). Data endemisitas dan fokus harus
disosialisasikan kepada petugas yang terlibat dalam kegiatan surveilans migrasi malaria.
Identifikasi daerah endemis malaria dan fokus malaria digunakan di KKP untuk menentukan
alat angkut yang berasal dari daerah endemis malaria dan sasaran skrining malaria.
Sedangkan data daerah endemis dan focus malaria digunakan oleh fasyankes untuk
menentukan sasaran skirining malaria.
1.2. Identifikasi Daerah/wilayah Reseptif
Melakukan identifikasi dan pemetaan daerah reseptif yaitu wilayah yang mempunyai
vektor malaria dan terdapat factor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya
penularan malaria. KKP melakukan identifikasi daerah reseptif malaria di wilayah perimeter
dan buffer sesuai dengan Kepmenkes 431 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Resiko Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/PLB dalam rangka karantina kesehatan. Fasyankes
melakukan kegiatan identifikasi wilayah reseptif untuk seluruh wilayah kerjanya. Identifikasi
daerah reseptif di wilayah buffer (2 Km dari wilayah KKP) dilaksanakan dengan
berkoordinasi dengan puskesmas atau dinas kesehatan wilayah setempat. Data wilayah
reseptif dilaporkan setingkat desa. Desa ditetapkan sebagai wilayah reseptif, apabila di desa
tersebut ditemukan nyamuk Anopheles tahap pra dewasa (bentuk larva/jentik atau pupa)
maupun dewasa dan terdapat faktor risiko lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya
penularan.
1.3. Identifikasi migrasi penduduk
Melakukan identifikasi dan pemetaan desa atau daerah yang penduduknya bermigrasi
ke dan dari daerah endemis malaria dilakukan dengan cara: - Identifikasi migrasi penduduk
dilakukan dengan menggali informasi dari pemangku kepentingan/stakeholder terkait
untuk mengetahui data penduduk yang bermigrasi sertawaktu migrasi.
- Identifikasi pintu masuk pendatang termasuk alat angkut darat seperti bis, mobil atau motor
- Identifikasi karakteristik kelompok penduduk yang bermigrasi (nelayan, penambang, suku
tertentu, pekerja kebun, pekerja bangunan, pelajar dan lain-lain)

6
2. Penemuan penderita dan pengobatan malaria
2.1. Penemuan Penderita
2.1.1. Penemuan penderita malaria dalam Pelaksanaan
Surveilans Migrasi Malaria di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kriteria suspek
malaria pada kegiatan Surveilans migrasi malaria yaitu seseorang yang tinggal di daerah
endemis malaria yang melakukan perjalanan atau memiliki Riwayat berkunjung ke daerah
endemis malaria dalam empat minggu terakhir sebelum menderita sakit dengan atau tanpa
gejala demam atau riwayat demam dalam 48 jam terakhir.
Penemuan kasus melalui surveilans migrasi dapat dilaksanakan secara:
a. Penemuan pasif
Penemuan pasif adalah penemuan penderita malaria dengan cara menunggu pelaku
perjalanan dan masyarakat Pelabuhan/Bandara yang datang memeriksakan diri di unit/ pos
pelayanan kesehatan KKP yang menunjukkan gejala malaria (berlaku pada semua situasi)
yang menggunakan transportasi kapal, pesawat udara ataupun kendaraan bermotor yang
datang dari daerah endemis malaria.
b. Penemuan penderita secara aktif
Penemuan penderita secara aktif adalah penemuan penderita tersangka (suspek)
malaria pada orang yang sedang melakukan perjalanan baik bersifat sementara atau menetap
melalui pemeriksaan malaria pada pengguna alat angkut atau pelaku perjalanan lintas batas
dari daerah endemis malaria.
Kegiatan penemuan aktif ini dilakukan secara random pada situasi khusus terhadap
suspek yang berasal dari daerah endemis atau dilakukan secara keseluruhan pada situasi
sangat khusus (seperti KLB).
Apabila diketahui tempat terjadinya penularan malaria adalah di wilayah kerja KKP,
maka ditindaklanjuti dengan kunjungan lapangan di wilayah kerjanya berkoordinasi dengan
dinas kesehatan wilayah setempat.
2.1.2. Penemuan Penderita dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di Komunitas
Penemuan penderita malaria dilakukan secara pasif (dengan menunggu masyarakat
yang datang memeriksakan diri ke puskesmas, rumah sakit, klinik, dll) maupun secara aktif
(melalui kunjungan ke kelompok masyarakat yang bermigrasi).
2.1.3. Penemuan Penderita dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di lingkungan
Kemhan, TNI dan POLRI
Pelaksanaan pemeriksaan dan penanggulangan malaria di lingkungan Kemhan, TNI
dan POLRI dapat dilakukan terintegrasi dengan kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi anggota
TNI
dan POLRI yang mendapat penugasan ke daerah endemis malaria. Kegiatan pemeriksaan
sebelum keberangkatan dan penanggulangan malaria didaerah endemis malaria
dikoordinasikan oleh tim kesehatan yang ditunjuk oleh Pusat Kesehatan TNI (Puskes TNI) /
Pusat Kedokteran dan Kesehatan POLRI (Pusdokkes POLRI) dengan Dinas Kesehatan
Provinsi setempat. Sedangkan pemeriksaan kesehatan bagi anggota TNI dan POLRI sesudah
kepulangan penugasan dari daerah endemis malaria dilakukan di Fasilitas Kesehatan tujuan.
Kegiatan pemeriksaan kesehatan ini dapat berkoordinasi dengan team Dinas Kesehatan
7
Provinsi dan Dinas Kesehatan kabupaten/ kota setempat. Untuk kelancaran kegiatan
pemeriksaan tersebut diharapkan informasi kepulangan anggota TNI dan POLRI perlu
disampaikan ke Subdit Malaria setahun sebelum kepulangannya tentang jumlah personel,
waktu kepulangan dan tujuan Provinsi/ Kabupaten/Kota untuk persiapan perencanaan logistik
yang dibutuhkan.
2.2 Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria diberikan di KKP dan seluruh fasyankes apabila diagnosa malaria
telah ditegakkan. Penegakkan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dengan
mikroskopis maupun dengan uji reaksi cepat (RDT). RDT yang tersedia saat ini sudah dapat
mendeteksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium non-falciparum (Plasmodium vivax,
Plamodium ovale dan Plasmodium malariae) dan berbentuk device (kaset).
Pengobatan malaria dilakukan dengan mengacu pada pedoman tatalaksana standar
malaria dengan tujuan untuk membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh
pasien termasuk stadium gametosit. Semua obat anti malaria (OAM) tidak boleh diberikan
atau diminum dalam keadaan perut kosong karena akan menyebabkan iritasi lambung.
Obat anti malaria (OAM) yang saat ini digunakan dalam program pengendalian
malaria adalah Artemisininbased Combination Therapy (ACT) yaitu kombinasi
Dihydroartemisinin-piperakuin (DHP) dalam bentuk fixeddose combination yang diberikan
selama 3 hari ditambah dengan primakuin. Jika terjadi malaria berat dilakukan rujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.
Pemberian pengobatan malaria dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
dan harus disesuaikan dengan jenis infeksi parasite.
2. 3. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria antara Dinas Kesehatan dan KKP
Jenis-jenis koordinasi dalam pelaksanaan surveilans migrasi malaria antara dinas kesehatan
dan KKP:
- Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria.
- Pelaksanaan PE terhadap setiap kasus positif
- Sharing informasi secara berkala
- Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Malaria
- Survey vektor bersama di daerah perimeter dan buffer bandara/pelabuhan/PLBDN
- Penyediaan Logistik, termasuk RDT dan OAM (DHP dan Primakuin)
- Koordinasi notifikasi, pencatatan dan pelaporan
- Pelaksanaan KIE pada pelaku perjalanan
2. 4. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria di lingkungan Kemhan, TNI dan
POLRI
Melakukan Koordinasi kegiatan surveilans migrasi anggota TNI/POLRI yang kembali dari
Daerah Penugasan yang endemis malaria, sebagai berikut :
- Ditempat keberangkatan dari Daerah Penugasan perlu berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan (Dinkes) Provinsi atau Dinkes Kabupaten/Kota dan KKP setempat
- Ditempat transit perlu berkoordinasi dengan Dinkes Kabupaten/Kota dan KKP setempat
- Ditempat tujuan akhir (Daerah Asal Satuan Pasukan) perlu berkoordinasi dengan Dinkes
Provinsi atau Dinkes Kabupaten/Kota atau Puskesmas setempat
2. 5. Notifikasi
Notifikasi penderita malaria harus dilakukan oleh dinas kesehatan dan KKP yang
menemukan penderita malaria pertamakali kepada daerah asal (keberangkatan) dan tujuan
(kedatangan) penderita dengan maksud agar daerah tersebut dapat menindaklanjuti kasus dan
segera melakukan penanggulangan yang diperlukan.

8
2.5.1. Notifikasi Penderita Malaria di KKP
Mekanisme alur notifikasi dalam penemuan kasus malaria di wilayah kerja KKP, sebagai
berikut:
 Apabila KKP Asal (keberangkatan) menemukan kasus positif malaria, maka notifikasi
disampaikan kepada KKP tujuan(kedatangan), dinas kesehatan tujuan dan dinas kesehatan
asal penderita malaria tersebut agar segera dilakukan tindakan penanggulangan yang
diperlukan.
 Apabila KKP Tujuan (kedatangan) menemukan kasus positif malaria, maka notifikasi
disampaikan kepada dinas kesehatan tujuan dan dinas kesehatan asal penderita malaria
tersebut (tempat terjadinya penularan malaria) agar segera dilakukan tindakan
penanggulangan yang diperlukan.
2.5.2. Notifikasi Penderita Malaria oleh Dinkes
Mekanisme notifikasi dalam penemuan kasus malaria dapat disampaikan kepada
daerah asal (keberangkatan) penderita malaria agar segera dilakukan penyelidikan
epidemiologi, untuk mengetahui terjadinya penularan di daerah asal tersebut yang selanjutnya
dilakukan tindakan pengendalian.
2.5.3. Notifikasi Kasus Malaria di lingkungan TNI POLRI
a. Notifikasi kasus malaria di tempat keberangkatan :
- Anggota yang ditemukan positif di tempat keberangkatan dinotifikasi ke tempat transit.
- Merujuk ke RS terdekat bila ada tanda tanda malaria berat untuk mendapatkan penanganan
yang baik
- Lingkungan tempat tinggal agar bebas dari nyamuk penularan malaria sejauh 500 m.
b. Notifikasi Kasus Malaria di tempat transit
- Anggota yang ditemukan positif malaria di tempat transit dinotifikasi ke tujuan akhir.
- Merujuk ke RS terdekat bila ada tanda tanda malaria berat untuk mendapatkan penanganan
yang baik
- Lingkungan tempat tinggal agar bebas dari nyamuk penularan malaria sejauh 500 m.
c. Notifikasi Kasus Malaria di tujuan akhir
- Setiap kasus positif malaria dinotifikasi ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tahap Pembebasan dan Pemeliharaan
- Merujuk ke RS terdekat bila ada tanda tanda malaria berat untuk mendapatkan penanganan
yang baik
- Lingkungan tempat tinggal agar bebas dari nyamuk penularan malaria sejauh 500 m.
2. 6. Promosi Kesehatan
egiatan promosi dilakukan melalui berbagai media seperti baliho, spanduk, standard
banner, lembar balik, leaflet, selebaran dan lain-lain. Promosi kesehatan juga dilakukan
kepada komunitas pelabuhan/bandara, seperti pelaku perjalanan agent pelayaran/ ground
handling, maskapai, tenaga kerja bongkar muat (TKBM/ Porter), lintas sektor, dan semua
stakeholder terkait. Pemasangan spanduk/baliho dan sejenisnya dengan contoh isi pesannya,
antara lain “Anda Memasuki Daerah Bebas Malaria. Apabila Anda Mengalami Demam, Sakit
Kepala, Mual, Segera Memeriksakan Diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Setempat”.
Penggerakan masyarakat dilakukan menyusul kegiatan promosi kesehatan diatas dengan
melakukan langkah-langkah sbb:
- Menunjuk kader kesehatan yang akan melaporkan setiap ada kedatangan orang dari wilayah
endemis (laporan kepada RW setempat, Pustu, Puskesmas, Bides)
- Pertemuan berkala dengan kader kesehatan dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan
lain terutama pada wilayah eliminasi.

9
- Kader juga melaporkan secara lisan mengenai tempat genangan air yang rawan menjadi
perindukan nyamuk
- Pemberian KIE pada pelaku perjalanan yang datang dan pergi ke daerah endemis malaria
serta pemangku kepentingan terkait ( biro perjalanan, dan lain-lain)
2. 7. Dukungan Logistik malaria
2.7.1. Jenis logistik malaria
Dukungan logistik malaria pada fasilitas pelayanan kesehatan dapat diperoleh dari
pusat, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Khusus obat anti malaria
(OAM) pengadaannya dilakukan oleh Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan yang didistribusikan ke masing-masing instalasi farmasi provinsi, kabupaten/kota,
dan selanjutnya didistribusikan ke semua puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan. Jenis
logistik malaria yang diperlukan untuk menunjang program pengendalian malaria adalah:
- Obat Anti Malaria (OAM)
- Alat uji reaksi cepat atau rapid diagnostic test (RDT)
- Mikroskop
- Bahan dan alat laboratorium
- Form pencatatan dan pelaporan.
- Alat pengukur suhu tubuh
- Peralatan dan bahan kegiatan surveilans vector (entomological set) antara lain:
gayung/cidukan (dipper), refractometer, aspirator, mikroskop kompon (compound disecting
microscope), thermohygrometer, anemometer, paper cup, kain kasa dan lain-lain.
2.7.2. Logistik malaria di daerah
Logistik malaria di daerah dapat disediakan oleh Dinkes Provinsi dan Dinkes
kabupaten/kota disesuaikan dengan kebutuhan, termasuk untuk wilayah kerja KKP.
Kebutuhan logistik untuk surveilans migrasi pada anggota TNI/POLRI disediakan oleh
Dinkes Provinsi atau Dinkes Kabupaten/Kota di Daerah Asal Satuan Pasukan untuk skirining
anggota TNI/POLRI yang pulang dari Daerah Penugasan yang endemis malaria serta
dilakukan pemantauan 2 kali masa inkubasi.
2.7.3. Dukungan logistik malaria untuk KKP
KKP dapat memperoleh logistik dari dinas kesehatan provinsi dan atau kabupaten/kota
sesuai dengan wilayah kerjanya. KKP mengajukan surat permintaan kepada Dinkes setempat
terkait kebutuhan logistik untuk pelaksanaan kegiatan surveilansmigrasi.
2. 8. Peningkatan Kapasitas Pelaksana
Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria, maka
peningkatan kemampuan pelaksananya perlu dilakukan. Pelaksana kegiatan surveilans
migrasi seperti petugas KKP, anggota TNI/POLRI, petugas puskesmas dan masyarakat
(misalnya kader). Peningkatan kapasitas pelaksana surveilans migrasi malaria dapat dilakukan
melalui :
a. Lokakarya Surveilans Migrasi Malaria
b. Media KIE (buku, leaflet,dll)
c. Bimbingan Teknis dan Supervisi Fasilitatif
d. On the job training
e. In house training

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa
untuk meningkatkan pencegahan dan pemberantasan terhadap pasien malaria
ada berbagai hal yang harus di perhatikan. Untuk mencegah terjadinya
penularan lokal terjadi maka harus dilaksanakannya survey migrasi malaria
baik itu gejala ataupun screening awal terhadap pasien, dan baiknya orang
dengan kepulangan dari daerah endemis malaria, hal tersebut juga dapat
mempercepat pemberantasan penyakit, agar tidak menular kepada yang lain
Adapun sasaran dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
malaria sebagai berikut:
a. Masyarakat
b. TNI/ POLRI yang bertugas
c. Orang yang bekerja diluar daerah
d. Orang yang Pulang dari Daera Endemis
Dan indikator yang membuat keberhasilan pencegahan penyebaran
penyakit malaria sebagaiberikut:
a. Survei Migrasi kepada kelompok khusus
b. Screening Aktif (ACD)
c. Sreening Pasif (PCD)
d. Pengobatan bagi penderita hingga tuntas sesuai jenis malaria yang
teridentifikasi
e. Sosialisasi Pencegahan yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengontrol
vector penyebab
f. Melakukan tindakan infasif seperti penggunaan kelambu dan tanaman
pencegah nyamuk
g. Melakukan tindakan survelens bagi orang terjangkit hingga lingkungan
agar tidak terjadi kasus setempat
h. Mengadakan JMD (Juru Malaria Desa) di setiap desa
i. Menghitung Nilai API/ Nilai penularan yang terjadi di suatu daerah

11
B.Saran
1. Bagi Daerah yang Bukan Indogenus Melakukan perawatan agar tidak terjadi
penularan lokal dengan memperkuat survey migrasi
2. Bagi Daerah yang terjadi penularan indogenus agar melakukan screening baik
secara aktif maupun pasif (dalam gedung) kepada kontak sesuai aturan yang
berlaku atau orang yang teduga terkena
3. Bagi daerah yang terdapat vector tetapi tidak ada kasus lebih memperhatikan
masuk dan keluarnya orang agar tidak terjadi penularan lokal

12
DAFTAR PUSTAKA

Juknis Migrasi Malaria


Buku Saku Malaria
Pedoman Pembentukan Pusat Pengendalian Malaria (Malaria Center) Di Daerah
Endemis Malaria
Petunjuk teknis pembagian dan penggunaan kelambu
Buku saku pemeriksaan malaria

13

Anda mungkin juga menyukai