Aku Bukan Pembunuh - Drama - Monolog
Aku Bukan Pembunuh - Drama - Monolog
Saat melihat mereka berdua yang sedang berasyik-masyuk, tiba-tiba saja dada
ini bergelegak.
“Semua drama ini harus segera diakhiri, Tomi! Harus segera diakhiri!” begitu
menjauh. Entah menjauh untuk apa sebenarnya. Semakin cepat, semakin cepat,
“Engkau tak akan selamanya bisa lari, Tim,” suara bisikan itu seolah
menyadarkanku.
“Semakin kamu lari, bayangan Viona dan adik tirimu itu semakin nampak jelas
di hadapanmu.”
“Sudahlah, diam! Aku tahu yang menjadi pilihanku. Aku tahu apa yang
cintai, tak lebih baik dari seorang pelacur. Sementara adik yang begitu kau
sakit…” suara itu masih saja jelas terdengar. Namun perlahan-lahan lirih hingga
Tak terasa, tiba-tiba bulir-bulir bening ini meluncur deras membasahi pipiku.
Ku usap dengan telapak tanganku, tapi makin bertambah perih mata terasa.
“Oh Tuhan. Darah siapakah ini?” masih saja aku tak mengerti. Mengapa tubuh
Aku mencoba mengingat kembali peristiwa demi peristiwa yang telah ku lalui.
Sebab seolah ada ruang hampa waktu yang terserak sejak kemarin. Tak ada
yang mampu ku ingat lagi. Sejak terakhir aku dibawa ke rumah sakit jiwa di
kotaku.
“Sabar, Tomi. Cobaan itu adalah sesuatu yang tak kita rencanakan,” begitu
pesan Dokter Harly yang begitu bijak. Tapi amat tidak bijak bagiku, yang telah
“Sementara untuk beberapa hari ke depan, kamu istirahat dulu di sini,” dengan
suara yang mantab, beliau menepuk-nepuk pundakku. Aku pun hanya bisa
mengangguk pasrah.
Setelah itu, aku tak mampu mengingat apa-apa lagi. Mungkin suntikan itu yang
membuat ingatanku lumpuh. Bahkan seolah aku sendiri tak tahu siapa diriku
sebenarnya.
Aku mencoba diam, tenang dan mengingat apa yang sesungguhnya terjadi.
Vicky, adik tirimu yang licik itu, berhasil kau putus urat lehernya…”
“Apa? Gila! Yang benar saja kau bicara,” aku tak lagi mampu diam.
“Sabar dulu Tomi sayang. Jangan kau marah dulu. Itu masih belum seberapa.”
“Kamu tahu Viona bukan?” nada ejekan seolah mengiringi suara itu.
“Kau hujami jantungnya dengan puluhan bahkan ratusan tusuka pisaumu. Kau
“Ini tidak betul. Sungguh ini tidak betul, Tuhan! Aku amat menyayangi mereka