Anda di halaman 1dari 20

PENYESALANKU

by: Muhammad Hidayat


Saat ini aku sudah berumur 25 tahun... aku seorang pengusaha yang sukses di Negaraku,
tentu hal ini semua aku dapatkan dari doaku dan usahaku, bahkan orang tuaku tak lepas dari
ini semua... hari ini adalah tepat 8 tahun saat kejadian itu terjadi... sampai sekarang bahkan
kenangan itu tidak bisa hilang dari ingatanku.
8 tahun yang lalu saat itu aku bukanlah orang yang semapan ini... aku hanyalah orang yang
hidup dalam ambang kemiskinan... ayahku hanya seorang tukang kayu yang hanya
mengumpulkan kayu hasil pencariannya kemudian dibuat menjadi arang... yang akan dijual
oleh ibuku. Keluarga kami benar-benar berada dibawah garis kemiskinan saat itu. Saat itu
aku sudah menjadi seorang remaja layaknya teman”ku yang lain, tentu bagi seorang remaja
kita mempunyai banyak kebutuhan.. tidak terkecuali teman”ku... saat itu aku cemburu dengan
apa yang dimili oleh teman” ku mereka sudah menggunakan apa yang di maksud dengan
komputer... sedangkan aku bahkan belum memiliki komputer saat itu... di sekolah teman”
sering meledekku... sering mencaciku... karena hal sepele itu.. tetapi lama kelamaan aku
muak dengan semua itu.
Akhirnya saat makan malam dirumah. Aku memberanikan diriku untuk memberitahu mereka
bahwa aku menginginkan sebuah komputer... tetapi... jawaban mereka tidak sesuai dengan
apa yang aku harapkan bahkan saat itu aku dibentak, aku dicaci oleh kedua orang tua ku...
saat itu pula emosiku sudah mencapai pada batasnya... ku obrak abrik ruang makan... aku
membentak mereka berdua... dengan penuh emosi... dan saat itu aku langsung memasuki
kamar tidurku... ku kunci pintu kamar ku agar mereka tidak bisa masuk. Emosi bahkan
membuatku insomnia, aku sulit untuk memejamkan mata... tapi saat di temta tidur aku
merenung.... sebenarnya yang salah adalah diriku yang meminta terlalu banayak kepada
mereka, padahal kami hanyalah keluarga yang miskin, aku menyesali perbuatanku itu dan
kuputuskan untuk meminta maaf kepada mereka esok sebelum aku kesekolah, dan akhirnya
aku tertidur.
Matahari pagi membuatku terbangun... tetapi ada yang salah dengan pagi ini... cahaya
matahari terasa sangat panas... kubuka mataku dan melihat kejendela.. ternyata kotaku saat
itu telah terbakar habis.... aku tak tahu apa yang menyebabkan ini semua terjadi... kudengar
suara tembakan... dan kulihat lebih jelas.. ternyata pemberontakan terjadi... ini adalah
pemberontakan akibat politik... banyak orang bersenjata yang berkeliaran diluar... kemudian
aku berlari membuka pintu kamarku... saat pintu kamar ku tebuka... kulihat ibuku
bersembunyi ketakutan dibawah meja... dan tiba” seseorang masuk dan menembaki ibuku, di
depan ku... aku sempat termenung tak percaya melihat itu semua... ku lihat orang itu dan ia
langsung berlari entah kemana.... dengan rasa panik aku kemudian berlari menuju ketempat
ibuku... ia sudah terbaring lemas... ia terkena tembakan di bagian perutnya... kupegang luka
itu... dan kupeluk ibuku.. ibuku kemudian membisikkan seseuatu ke telingaku.. ia berkata “
siapapun yang melakukan ini jangan pernah berfikir untu membalas dendam, nak” aku
teridam... aku panik saat itu... dengan darah mengalir tanpa henti dari luka ibuku... kulihat
tangan ku... bahkan tubuhku penuh dengan darah ibuku... sebelum aku mengucapkan kata
maafku padanya... ia ternyata sudah tidak bernafas lagi... sketika rauk tangisku pecah... aku
berteriak... MENGAPA... MENGAPA ENGKAU MENCABUTNYA DARIKU... YA
ALLAH... MENGAPA HARUS IA MATI DI TANGANKU... BAHKAN AKU BELUM
SEMPAT MEMINTA MAAF KEPADANYA YA ALLAH... MENGAPA YA ALLAH...
MENGAPA AKU HARUS MEMBENTAK MEREKA SEMALAM... YA ALLAH
KUMOHON MAAFKANLAH DIRIKU INI YA ALLAH....
Emosiku sekali lagi pecah.... ku ingin mencari orang yang telah membunuh ibuku... bahkan
aku tak tahu ayahku sekarang berada di mana... kemudian ku ambil sebuah kapak yang
berada di rumah... aku berlari keluar rumah.. mencari orang yang aku tidak ketahui
identitasnya... kulihat seseorang berlindung di sebuah pohon... dengan emosi sebesar ini aku
kemudain berlari mengampirinya dan kutebas tubuhnya.... ia kemudian berlmuran darah...
setelah kulihat... aku tak percaya yang ku tebas ternyata adalah ayahku sendiri... aku tak tahu
apa yang harus kulakukan saat itu... akhirnya kurangkul dia... dan saat kurangkul ia bertanya..
apakah aku suatu saat nanti ingin menjadi seseorang yang sukses..?? aku kemudain menjawab
dengan kata iya... ia kemudian memberitahuku bahwa jangan pernah meyensali perbuatanku..
dan akhirnya ia sudah tidak bernyawa lagi... aku panik... aku tak tahu apa yang harus aku
lakukan... sebelumnya ibuku mati dihadapnku.. dan sekarang ayahku mati ditanganku... sekali
lagi tangisku pecah... aku merasa bersalah... aku merasa bodoh... melakukan ini semua... aku
tak bisa hidup dengan penuh penyesalan seperti ini... akhirnya kudengar suara sirine... aku
percaya itu adalah petugas kepolisian yang datang membantu saat aku berjalan kesana... tak
sadar ada seseorang yang telah menembakku dari belakang... aku sekarat... aku rela jika aku
mati di tempat ini... aku sudah tidak bisa hidup di dunia ini dengan penuh penyesalan...
kemudian ku ingat kata” ayahku... bahwa aku tidaklah harus menyesali ini semua... aku harus
bejuang agar bisa hidup dan sukse... dan akhirnya tak lama kemudian kulihat seseorang dan
ia mengangkatku ke sebuah mobil.... dan akhirnya kutup mataku.
Saat kubuka mataku aku ternyata berada di sebuah rumah sakit. Dan saat itu kurenungkan
semua perbuatanku.... dan akan kuperbaiki semua kesalahan yang pernah aku perbuat... aku
berjanji pada diriki bahwa suatu saat nanti aku akan membuat orang tuaku bangga terhdapaku
walaupun mereka telah tiada... setidaknya inilah caraku agar meminta maaf kepada mereka
walaupun mereka telah tiada.

Anak Jalanan

Saat itu ada seseorang anak yang hidup di jalanan. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari,
ia harus mencari uang di jalanan yaitu dengan mengamen. Setiap hari ia pergi ke lampu
merah sambil membawa gitar kesayangannya. Disaat ia sedang mengamen di mobil yang
sedang menunggu lampu merah, ia melihat kedalam mobil. Di dalam mobil itu ada ibu yang
yang mengantarkan anaknya pergi ke sekolah. Anak itu memandang ibu dan anak yang ada di
dalam mobil itu dengan kesedihan karena tidak sesuai dengan keadaanya yang hanya
mengamen di jalanan. Sedangkan anak yang ada di dalam mobil itu bisa sekolah dan diantar
ibunya.

Anak jalanan itu melamun dan bicara sendiri "Ya Allah , apa salah saya dan dosa saya,
kenapa saya tidak bisa sekolah seperti anak yang diantar ibunya itu. Mau makan aja masih
nyari setiap hari dengan ngamen di lampu merah apalagi buat sekolah yang butuh biaya yang
tidak sedikit. Seandainya bapak tidak meninggalakan aku disini pasti aku bisa sekolah seperti
anak itu".

"Tetapi aku tidak boleh bersedih, mungkin inilah yang dinamakan dengan takdir." Anak
jalanan itu teringat ucapan almarhum ibunya "Nak, kamu jangan bersedih, walaupun kita
orang miskin kita harus bersyukur karena hidup di dunia ini hanya sementara" lalu aku
menjawab "Iya bu, saya akan bersyukur walaupun kita orang miskin, aku masih bisa makan
walaupun harus ngamen tiap hari, aku masih punya rumah, walaupun kecil dan alasnya dari
kardus bekas dan kalau pas hujan bocor, tetapi semua itu membuat aku lebih bersyukur atas
semua yang kau berikan Ya Allah"
Ini dia contoh teks naskah stand up comedy: humor monolog tema koruptor:

Selamat malam para korban...


Perkenalkan... inisial nama saya adalah A-U.
Singkatan dari A-Uah..., gelap!!
:-)
Profesi saya adalah politisi
Saya sempat jadi anggota DPR yang kata orang singkatan dari Duduk... Paraf... Rupiah..
Itu mah plesetan akronim lama yang udah basi... Bagi saya DPR itu Dollar Pun Rapopo....
:-)
Tugas saya adalah menampung ASPIRASI: Asyiknya piara banyak istri...
:-)
Saya pernah jadi MENTERI: mentereng – tenar – bikin iri
Itulah kenapa orang ngiri sama saya. Bahkan mereka nuduh saya korupsi... Padahal saya
nggak suka yang namanya korupsi: korban rupiah sana sini... Saya lebih suka darupsi:
dapat rupiah sana sini....
:-)
Dulu saya pernah sumpah... Kalau serupiah saja saya korupsi...., gantung saya di Monas!
Eh..., orang pada ngetawain. Termasuk kamu juga kan?
Iya.... kamu......
:-)
Justru yang ketawa itu sungguh bego! Karena serupiahpun saya tak pernah korupsi. Kalo
darupsi milliaran rupiah sih udah pasti!!
:-)
Makanya kalau saya sekarang di penjara dengan tuduhan korupsi itu sungguh menggelikan.
Sama kayak lembaga pemerintah bernama KPK.
Harusnya diganti dengan KPD: Komisi Pemberantasan Darupsi.
:-)
Bener nggak? Ngapain pejabat yang rela korban rupiah sana sini justru diberantas?
Justru harusnya jadi proyek percontohan agar para pejabat rela berkorban untuk rakyat.
Tapi maaf... Saya bukan golongan pejabat yang suka korupsi.
Takut digantung beneran di Monas...
:-)
Enakan jadi daruptor...
Sebab hukuman kasus darupsi lebih ringan... seringan maling ayam
Ini perbandingan masa hukuman bagi koruptor... maling ayam.... sama daruptor
???
Maling ayam dihukum 8 tahun pas.... Potong remisi sana sini jadi 4 tahun pas
Dendanya babak belur dihakimi massa... Gak balance ama hasil kejahatannya
???
Koruptor terancam digantung di monas, sesuai dengan ide saya dulu.
Ancaman dendanya... dimiskinkan sampai 7 turunan!! Tapi dengan catatan... Nunggu sampai
ada jaminan di akherat juga tersedia kursi yang lebih basah...
:-)
Hukuman untuk koruptor saat ini 8 tahun lebih 1 hari... Potong remisi sana sini paling tinggal
4 tahun lebih sehari
Denda saat ini tergantung hakim tipikor: harap kirim tip jika tak pingin tekor
???
Sedang daruptor seperti saya divonis 8 tahun kurang sehari......potong remisi sana sini paling
tinggal 4 tahunan kurang sehari.Lebih ringan 2 hari dibanding koruptor. Lebih ringan sehari
daripada maling ayam...
Dendanya juga ringan cuma 300 jutaan. Dibanding hasil darupsi yang nilainya 116,525
milliar rupiah plus 5,261 juta dollar AS, duit segitu mah saya anggap upil...
:-)
Iya kan? Daripada bikin hidung mentereng saya gatel, mending saya buang...
Anggap aja saya korupsi: korban rupiah sidikit....
:-)
Tunggu dulu....
???
Barusan saya keceplosan bilang kalau saya korupsi ya?
Berarti saya beneran mau digantung di monas?
:-)
Oke... oke..., tenang dulu...
Saya adalah tipe orang yang memegang teguh pada kata-kata. Bagi saya... Mulutku adalah
harimauku... Jadi saya tetap akan menepati janji!
:-()
Karena saya terbukti korupsi... Silahkan gantung saya di monas!!
Tapi dengan satu syarat...
Monasnya dalam bentuk miniatur skala 1000 : 1
:-()
Oke, saya A-Uah gelap
Terima kasih Selamat Bermuntah Ria....!!
:-()
Keterangan:
Tanda ekspresi :-) artinya: silahkan ketawa
Tanda ekspresi ??? artinya: silahkan mikir
Tanda ekspresi :-() artinya: silahkan muntah

Monolog Orang Gila

SINOPSIS
Karya : Uyunk

D
i zaman sekarang dimana manusia tidak lagi peduli akan apa yang ia lakukan... hidup
semau hati... tanpa ada batasan-batasan lagi... dan lupa akan takdirnya menjadi khalifah
dimuka bumi. Tak peduli akan hukum-hukum Tuhan lagi ..
Alam di eksploitasi habis-habisan... hingga bencana datang membalas...
anak muda sekarang hidup dengan seenak-enaknya hingga melampauai batas-batas norma-
norma yang ada, mereka berzina, berjudi, menyantap narkoba dan hal-hal lain yang sangat
memperihatinkan ...
Sungguh manusia sekarang kembali ke zaman Jahilliyah...
Dan pertanyaannya, Apakah masih ada manusia yang memikirkan itu semua ???
Jawabannya mungkin hanya orang gila yang “waras” mampu memikirkannya...
INILAH PERSEMBAHAN MONOLOG OLEH : RIZAL
Dengan Judul

“Monolog Orang Gila”

Selamat
Menyaksikan !
Mondar-mandir tak tentu arah... wajahnya murung dirundung nestapa... sepertinya ingin
menangis tapi tak bisa, ingin tertawa juga tak mampu.. berjalan tak tentu arah dengan
tatapan kosong melompong... dan tertunduk disatu titik...
Orang Gila :
Akhh... pada siapa ku mengeluh ?
pada siapaku berkeluh kesah ?
jika semua resah
Akhh.. Mungkin pada angin yang berhembus ?
atau ?
pada laut yang bergelombang !
Akh.. Tidakkah mereka juga gelisah !
melewati waktu yang teramat lelah ?
Akhh.. mungkin ya sudah lah
Tiba-tiba orang gila tersebut tertawa seperti ada yang lucu.... kemudian menangis laksana
duka yang teramat dalam...
Orang gila :
( kebingungan ) alkohol buat luka ko diminum ( tertawa ), aku atau mereka yang gila (
tersenyum ), tanpa mereka sadari, mereka membunuh diri mereka sendiri secara perlahan (
emosi ).
Orang gila itupun mengambil domino yang berhamburan itu, dan mengenggam erat dan
seketika ia lemparkan seluruh domino itu kelangit.
Lucu dan lucu ( tertawa ) manusia sekarang sukanya main kertas yang ada titik-titik ini,
katanya kalau main ini bisa bikin kaya mendadak, bohong... bohong... tettt.. tettt..
Orang gilapun kembali mondar mandir tak karuan, tiba-tiba orang gila mengambil sesuatu
ditas yang ia bawa, tas yang terbuat dari karung.
Orang Gila : Trenggg.. inilah cerek ajaibku.. ( tertawa )
Kemudian mengosok-gosok cerek tersebut
Orang Gila :
Ayo dong Jin... keluar, aku kan mau curhat sama kamu... !!! eh ko. Jin gitu sehh.. eh.. sebel...
sebel... sebel....
Mondar-mandir....
Mendekati cerek lagi...

Orang Gila :
( sedih ) Jin.. kamu tau nggak. Apa yang paling aku takutkan didunia ini ? ( mendekatkan
teling ke cerek ) bukan... bukan itu Jin...
Aku bukan takut sama hantu... Tapi... ??? ( berjalan mondar mandir ) tapi..... ( tegas ) aku
takut jika aku mati nanti.. tidak ada tanah kosong lagi... ( mendekatkan telinga ke cerek lagi )
kamu bingung ya Jin, Kenapa aku takut ?
( berdiri )
Orang Gila :
( emosi ) kalian semua tidak sadar !!! lihat gedung-gedung itu, lihat rumah-rumah itu,..
hampir tidak ada lahan kosong lagi ( mondar-mandir )
Aku takut... aku takut... jika lahan untuk kuburanku tidak ada lagi... apakah mayatku mayat
saudara-saudaraku nanti harus menjadi bangkai, berbau busuk dijalanan. ( sedih )
Berjalan mengitari panggung... kembali duduk... kemudian membuka tas punggung dari
karung dan menumpahkan semua isinya... kemudian mengambil botol yang berisi air tawar..
lalu meminumnya
Orang Gila :
( tertawa ) sungguh aneh dunia ini ? Kenapa banyak anak lahir tanpa ayah... ( berdiri )
(marah) kenapa ? kenapa ? Jawab.... ( emosi )
Karena... ? ( bernyanyi lagu Rhoma Irama ) karena eh karena itu cara binatang... lalala...
mengapa semua yang asyik-asyik itu dilarang.. mengapa semua yang enak-enak itu
diharamkan.. lalala itulah perangkap syetan.... umpannya... ialah bermacam-macam oh.
Kesenangan.
Hujan pun turun dari langit, dan orang gila itupun kegirangan saat hujan turun, dan tiba-tiba
raut wajah orang gila itu berubah seketika 180 derajat...
Orang Gila
( kegirangan ), ye ye ye, hujan turun ( sambil bernyanyi-nyanyi ). Hujan itu berkah (
cengengesan ), tapi bisa berubah jadi musibah ( menangis ).
( emosi dan marah ), ini semua salah kalian, kalian yang membuat Allah murka.
Wanita yang berbusana, tapi seperti telanjang, berpakaian ketat, membuat mata kaum adam
melotot, ( menangis )
Laki-laki menebar pesona, memberikan rayuan-rayuan yang luar biasa, membuat kaum hawa
terlena olehnya, hingga mahkota yang sangat berharga, hilang tak tersisa. ( menangis ).

Perzinahan, perjudian, mabuk-mabukakan telah merajalela, dan parahnya lagi manusia


sekarang serakah, mereka kuras isi perut bumi tanpa memikirkan anak cucunya nanti.
Musibah itu telah datang, banjir telah mengenangi permukaan bumi.. ( marah ), ini semua
karena 1,2,3, 10, 100 orang yang berbuat maksiat, hingga ribuan, jutaan orang menjadi
korban, padahal mereka tak salah apa-apa.
Aaaa..... ( berteriak sekencang-kencangnya )
Dan kemudian orang gila itu diam dan duduk merenungi semua yang telah terjadi dan
kemudian berdiri lagi
Orang Gila :
Tuhan.... !!! Aku ingin bertemu dengan-Mu
Aku letih berada disini, dan itu ijrail sudah datang menyembutku, untuk meninggalkan dunia
yang fana ini, karena masih ada kehidupan yang lebih abadi setelah kehidupan dunia ini,

Tiba-tiba orang gila jatuh tersungkur.... dia menghembuskan nafas terakhirnya...


Panggung Gelap....
Suasana hening.....
Selamat Jalan Orang Gila

Depresi #Naskah Drama Monolog (Canty Gracella)

Dunia adalah sebuah lembaran penuh makna, ada garis hitam yang selalu di coretkan dalam
sebuah kertas, dan adapula putih yang di kaitkan dalam menemani sang hitam. Terlalu
banyak keluh kesah yang harus di lewati. Marah, sedih, kecewa, tertawa bahkan cinta. Entah
apa daya, saat seorang perempuan yang baru menginjak jenjang remajanya harus menjalani
masa-masa terindah dalam hidupnya (red: masa putih abu-abu) dengan penuh tekanan.
Masuk ke dalam kamar dan membanting buku paket.Menatap tajam pada
para penonton sambil menaikkan sebelas alis.
lalu tertawa masam tak berarti dan mulai bersenandung na na na
sambil mengitari para penonton dengan wajah layu.
Tiba-tiba merengkuh tersender pada dinding kamar.
Tuhan, di manakah Engkau? Di mana, Tuhan?
Terus bertanya dengan keberadaan Tuhan dengan suara parau.
Hati mulai bergejolak dan mata semakin sayu.
Sura pun naik turun.
Tuhan, tolong jawab! Di manakah Engkau sekarang?
Tetap merengkuh, tersungkur di atas lantai.
Namun, mulai memeluk ke dua kakinya dengan erat dan
semakin berlarut dalam kesedihan.
Di mana Tuhan? Di mana? Di mana?
Suara mulai meninggi.
Tuhan, tolong jangan tinggalkan aku. Jangan biarkan aku sendiri. Jangan biarkan aku
terjatuh, terjatuh dalam jurang yang penuh keabadian. Aku tahu, jurang itu cukup tangguh
untuk menyeretku masuk ke dalamnya. Aku takut, sangat takut Tuhan. Tolong jangan
lepaskan tanganku, Tuhan. Aku hanya membutuhkanmu. Bisakah Engkau berlama berada di
dekatku? Sebentar saja, menuntunku untuk keluar dari tempat busuk ini.
Bangkit berdiri lalu menunjuk setiap penonton yang berada di depannya.
Wajah mulai menampakkan aksi geram, maka kesedihan mulai menciut, dan terganti dengan
wajah penuh amarah.
Mengapa? Mengapa dunia terasa tak adil bagiku. Semuanya tak pernah memedulikanku. Aku
hanya sendiri dalam kegelapan. Aku terkurung, aku di cekam, dan aku di kekang. Aku takut
sebias cahaya menyinariku. Bermain-main di atas kepala dan memaksaku untuk masuk ke
dalam dunia entah berantah itu.
Hei, mengapa kalian menatapku dengan topeng busuk itu? Topeng yang telah lam membatasi
wajah asli kalian. Dan bisakah kalian berhenti memasang senyum di depanku? Tolong jangan
munafik di depanku. Aku tahu kalian yang sebenarnya. Para peneror yang tak pernah
menghargai orang lain. Menyiksa dan melihat orang lain dengan sebelah mata? Hei, siapa
yang pencundang sobat? Aku atau kalian yang penuh kebusukkan?
Senyum sinis mulai merekah dan tertawa kecut pun mulai terpancar dari wajahnya.
Lalu sambil mengacak-ngacak rambutnya dan meremas kepalanya, ia pun berkata…
Jujur, aku capai (red: capek), aku capai Tuhan. Mengapa mama papa tak pernah melihatku?
Dan tak pernah berpaling dari anak-anak kesayangannya?
Memperagakan seorang ibu yang sedang sibuk berbelanja.
Mama hanya pergi berbelanja, berbelanja, menggais uang dari kantong papa.
Memperagakan pula seorang ayah yang sedang duduk membaca atau menulis sesuatu.
Sedangkan papa hanya bekerja, bekerja, dan bekerja demi mencari uang yang banyak.
Melangkah dengan sangat pelan, suara masih labil, kadang tinggi, kadang pelan seperti
membisiki sesuatu.
Kini, aku telah memasuki dunia baru, dunia para remaja, dan aku bingung, apakah jiwaku
harus terus melayang di tengah kelamnya dunia? Aku masih labil. Aku butuh sentuhan hangat
dari kalian, aku hanya butuh kasih sayang dari mama dan papa, cuma itu.
Memegang uang dan mengibas-ngibaskannya di depan penonton.
Bukan uang, pa? Bukan uang, ma? Apalah arti uang apabila aku terus dalam kesendirian serta
mereka yang selalu menghiraukan keberadaanku. Membuang uang sehingga uang-uang
tersebut berserakan di depan panggung.
Menunjuk sekali lagi pada para penonton. Lalu, menghela napas.
Yah…
Terus berdiri. Melanjutkan omongan sambil memegang dada yang serasa sesak.
Hidup memang selalu merisaukan hatiku. Aku di biarkan, aku di tinggalkan, aku di
manfaatkan, aku terpojok, dan selalu aku sendiri. Seperti anak hilang di antara kerumunan
orang. Aku hanya ingin mengungkapkan bahwa aku ingin mengucapkan terima kasih karena
kalian (menunjuk para penonton), mama papa, adik-adik telah menjadi bagian dari warna sari
kehidupanku. Terlebih Tuhan yang tak pernah meninggalkanku di saat ku semakin terpuruk
dan setidak adilnya Tuhan buktinya hingga saat ini aku masih bisa bernapas. (Menghela
napas sekali dengan tajam dan membuangnya dengan kasar). Namun, hidup memang
pilihan.
Mengambil sebuah pil yang telah berada di dekatnya sadari tadi.
Menelannya tanpa setetes air.
Maka pilihan inilah yang telah ku ambil dan aku harus menanggung segala sesuatu yang telah
ku perbuat.
Dada semakin sesak, pikiran terasa jauh di angan-angan, badan semakin terhuyung-huyung
tak pasti arahnya, mata semakin sayu, tangan dan kaki yang begitu lemas. Bersenandung na
na na semakin lama semakin pelan suaranya. Lalu, berteriak histeris, melolong-lolong,
menggerogoti tenggorokan para penonton.
Terima kasih, Tuhan.
Tubuhnya tersungkur di atas tanah dan tergeletak tak bernyawa di atas lantai kamarnya.
Semilir angin berembus di sekeliling, udara malam memang sungguh mencekam, tak pernah
peduli hati yang sedang tertekan. Maka, begitulah sepenggal kisah gadis remaja yang sedang
mencari jati diri sebenarnya yang sangat membutuhkan kasih sayang dari orangtuanya.
Segala sesuatu terasa sulit, namun saat kita merasa hidup kita sangatlah berharga, jangan
pernah menyia-nyiakan kesempatan bernapas yang telah di berikan, tapi tetaplah berusaha
tersenyum menghadapi tantangan di depan walau hati terasa perih kesakitan.


o
o
o
o
o
o
o
 Entertainment
o
o
o
o
o
 Otomotif
o
o
o
o
o
o
o






o






o


 Lifestyle
o
o
o
 Properti
o
o
o
o
o
o
o
o
o
 Travel
o
o
o
o
o
o
o
 Edukasi
 Kolom
 Images
o
o
 TV
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
 VIK

 News
 Nasional

Korupsi, Korupsi, Korupsi..!


Frans Sartono, Putu Fajar Arcana

Kompas.com - 17/03/2013, 08:50 WIB

Frans Sartono & Putu Fajar Arcana

”Berkali-kali kata itu bergetar dengan hebatnya, baik di mulut maupun di hati: korupsi,
korupsi, korupsi. Akhirnya teguhlah niatku untuk mengerjakannya juga. Berdengung kata itu:
korupsi, korupsi, korupsi....” Begitulah Pramoedya Ananta Toer menuliskan gemuruhnya
nurani seseorang ketika untuk pertama kalinya melakukan kejahatan bernama korupsi dalam
novel yang dibuat Pram tahun 1953 berjudul Korupsi.

Mengikuti cerita balada koruptor dalam novel Korupsi, kita seperti membaca realitas hari ini
ketika koruptor dengan segala cara menyiasati diri hingga ia malah terkesan seperti
melakukan sesuatu yang benar. Jauh hari sebelum korupsi sebiadab hari ini, Pram sudah
membeberkan drama manusia yang dihadapkan pada godaan korupsi. Mari menikmati
Korupsi, sambil melihat reality show para koruptor di negeri ini.

Pram dengan gayanya yang lugas, dingin, menggambarkan gejolak jiwa, hati nurani, seorang
pegawai yang terombang-ambing dalam pilihan antara berlaku jujur atau korupsi. Godaan
begitu hebat di lingkungan kerjanya. Kesempatan ada, lingkungan mendukung, tetapi ada
masih sepotong kejujuran dalam nuraninya yang selalu mengingatkannya untuk tidak berlaku
jahat.

”Banyak di antara kawan-kawan yang mujur dalam penghidupannya terkenang olehku. Dan
akhirnya terniatlah dalam hati, seperti sudah jamak di masa kini: Korupsi,” tulis Pram.

Pram menggambarkan, korupsi bukan hal mudah untuk dimulai oleh seseorang yang
sebelumnya menjalani hidup secara lurus, jujur. Namun, reputasi kejujuran yang bertahun-
tahun tak terusik itu akhirnya luruh juga oleh gelegak hasrat untuk melakukan tindakan
maling. ”Alangkah sakitnya di hati harus mengucapkan selamat tinggal kepada kebiasaan
yang dilakukan tiap hari, tiap detik....”

Akan tetapi, sang calon koruptor (yang akhirnya jadi koruptor), terus mencari pembenaran-
pembenaran akan laku koruptifnya. Dengan begitu ia merasa tenang dan nyaman dalam
berpesta korupsi:

”Orang lain berbuat begitu juga. Apa salahnya aku mulai mencoba-coba! Mereka bisa punya
mobil, malah ada yang mendirikan rumah tiga buah dalam setahun, dan sekaligus pula.
Mengapa tidak? Mereka hingga sekarang hidup senang, dan tak satu polisi pun bisa
menangkap....”

Ah, sungguh jauh penerawangan Pram puluhan tahun silam. Bukankah apa yang ia tulis itu
terjadi hari ini. Sang calon koruptor kemudian dikisahkan oleh Pram telah memantapkan hati
dan tekad untuk korupsi. Ia telah menemukan pembenaran untuk mengesahkan dirinya
sebagai pahlawan, bukan koruptor. ”Tidak, (korupsi) itu bukan kejahatan, bukan
pelanggaran—itu sudah selayaknya.”

Ck..ck..ck...! Bukan main....

Melawan dengan sastra

Novel Pram menginspirasi Tahar Ben Jelloun, seorang penulis Perancis untuk menulis novel
berjudul L’Homme rompu atau Korupsi tahun 1994. Jelloun sempat bertemu Pram tahun
1990 di Jakarta setelah membaca karya Pram. Jelloun berkisah tentang korupsi di Maroko,
negeri yang pernah dijajah Perancis. Di mana-mana perilaku korupsi adalah kejahatan yang
merugikan negara dan rakyat. Dan selalu harus diperangi!

Perang terhadap korupsi lewat narasi-narasi sastra dan pertunjukan pernah dikibarkan oleh
Butet Kartaredjasa. Tahun 2004, bersama Whani Dharmawan dan Lephen Purwaraharja, ia
menggelar Lomba Naskah Monolog Anti Budaya Korupsi. Lomba diikuti 224 naskah
monolog dan tiga naskah pemenang serta 12 naskah nominasi dibukukan dalam Antologi
Naskah Monolog Anti Budaya Korupsi tahun 2004. ”Ini cuma langkah kecil, tapi penting,”
ujar Butet sembari mengatakan, buku itu ”cuma” dicetak 1.000 eksemplar dan tak pernah
cetak ulang.

”Saya tidak kapok meski itu usaha swadaya,” katanya. Ia berhasrat membuat lomba serupa,
tetapi khusus buat kalangan siswa dengan naskah realis. ”Monolog itu ringkes bisa
dipentaskan di mana dan kapan saja. Dan kepada para siswa kita investasi akhlak, bahwa
korupsi itu kejahatan yang merugikan rakyat,” kata Butet.
Tidak itu saja. Butet bersama penulis Agus Noor pernah mementaskan monolog berjudul
Koruptor Budiman di Jakarta dan Tanjungpinang tahun 2008. Pentas atas dukungan lembaga
Partnership for Governance Reform, itu tak berhasil dipentaskan di Medan. Lakon ini
berkisah tentang koruptor yang gagal menyerahkan diri. Tidak ada seorang polisi atau
lembaga lain yang menangkapnya. Sebagai koruptor kelas kakap ia heran, mengapa tidak
juga ditangkap.

”Hanya saja, kadang saya tetap heran dengan aparat kita. Kenapa, sih, sungkan-sungkan
menangkap koruptor kakap macam saya? Ketika saya datang, mereka malah sembunyi...,”
kata si koruptor.

Bukankah itu sindiran yang sarkastik? Realitas yang dipahami rakyat saat ini, banyak
koruptor berseliweran, kalaupun ditangkap ”cuma” dijatuhi hukuman yang dinilai tidak
sesuai dengan berat kesalahannya.

Bersama kelompok Teater Gandrik, Butet juga mementaskan lakon Pandol alias Panti Idola,
yang berkisah tentang panti rehabilitasi para koruptor. Bahkan pada April 2013, Gandrik akan
mementaskan Gundala Gawat karya Goenawan Mohamad, yang juga berisi perlawanan
terhadap korupsi.

Saking kehabisan akal, kata Butet, sebuah negara memanggil seluruh superhero dunia, seperti
Gundala, jagoan komik karya komikus Jogja, Hasmy, dalam Gundala Putra Petir. Juga
Superman, Batman, dan kawan- kawan untuk membantu memberangus korupsi di negara
tersebut. ”Korupsi pada kita sudah gawat...,” kata Butet.

Menurut Butet, perlawanan terhadap korupsi harus menyeluruh. Jika sastra turut serta
melakukan serangan pada korupsi, mungkin belum memiliki implikasi hukum. Akan tetapi,
setidaknya, ada satu generasi di mana investasi akhlak yang mulia itu sudah dimulai. ”Yang
rusak biar saja hilang, generasi baru harus punya akhlak yang lebih baik,” katanya.

”Kuwi Opo Kuwi”

Dalam rubrik Catatan Kebudayaan di majalah Horison, November 1972, Mochtar Lubis
sudah menulis tentang bagaimana korupsi sudah menjadi budaya di negeri kita. ”Ciri utama
kebudayaan korupsi adalah bahwa nilai-nilainya ditentukan oleh uang. Potensinya untuk
merusak akhlak dan moral juga di sini,” tulis Mochtar Lubis.

Kebudayaan korupsi, tambahnya, amat merusak nilai-nilai manusia. Kehormatan, martabat


manusia, kesetiaan pada bangsa sekalipun dapat dihancurkan dalam waktu singkat.

Begitulah seniman dengan caranya sendiri menunjukkan keberpihakannya yang tegas pada
rakyat yang antikorupsi. Jauh sebelum korupsi menggurita, rakyat di negeri ini telah
diingatkan oleh para seniman lewat sastra. Juga lewat tembang dolanan ”Kuwi Opo Kuwi”
yang populer di masyarakat Jawa sejak era 1950-an. Tembang gubahan Ki Tjokrowarsito
(1909-2007)

itu diperdengarkan dalam pembukaan pameran lukisan karya Aris Budiono Sadjad berjudul
Perang Suci Melawan Korupsi di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (14/3) malam. Begini
bunyinya:
Kuwi opo kuwi e kembang melathi

sing tak puja-puji aja dha korupsi

Merga yen korupsi negarane rugi

Piye to kuwi, aja ngona - ngona, ngono

**

Kuwi opo kuwi e kembange menur

sing tak puja-puji pemimpin dha jujur

Merga yen dha jujur negarane makmur

Piye to kuwi, iya ngona - ngona ngono kuwi

Terjemahan bebasnya kira-kira seperti ini.

Bait I: Itu apa itu, e kembang melati/ Yang kupuja puji, janganlah korupsi/ sebab jika korupsi
negara akan rugi/ Gimana sih, jangan begitulah.

Bait II: Itu apa itu e kembang menur/ Yang kupuja puji pemimpin pada jujur/ Sebab jika
mereka jujur negara akan makmur/ Gimana sih, ya (seharusnya) begitu.

Tembang, dan juga karya sastra dari Pram serta seniman lain tersebut bermuatan harapan dan
doa agar ”Koruptor Budiman” itu aja ngona- ngona, ngono ....Jangan begitu.
(PENONTON TIDAK DAPAT MELIHAT APAPUN YANG BERADA DI ATAS
PANGGUNG. YANG NAMPAK HANYA KEGELAPAN. NAMUN MEMANG SUDAH
ADA YANG BERADA DI ATASNYA. SEPERTINYA ITU ADALAH SESEORANG. IA
BERGERAK DENGAN BEBAS. MENARI-NARI SEPERTI LAYAKNYA ANAK KECIL)
Kehidupan! Inilah panggung sebenarnya! Tidak ada apa-apa kecuali ruang kosong, layar
putih dengan kaleidoskop yang menjelma labirin, dinding-dinding imajiner, peristiwa hilir-
mudik...dan banyak pasang mata Tuhan. Inilah yang namanya panggung! Aku menggerakkan
segalanya. Baik atau buruk...aku yang menggulirkan kisahnya. Lalu para pemainnya...dimana
mereka? (JEDA) (SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Datang. (SAMBIL BERTEPUK DUA
KALI) Tidak datang. (SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Datang. (SAMBIL BERTEPUK
DUA KALI) Tidak datang. (SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Datang. (SAMBIL
BERTEPUK DUA KALI) Datang. (SAMBIL BERBISIK) Datangkah? (JEDA) Ah! Aku
mendengar langkahnya mendekat. Satu. Dua. Satu. Dua. Satu. Dua. Tiga. Tiga. Tiga. Dua.
(JEDA) Tidak. Jangan. Jangan! Aku bilang jangan! Jangan buka layar itu dulu! Tunggu!
Tunggu!. (SUARA BERLARI KESANA-KEMARI DENGAN PANIK). Aku belum siap!
Tidak! TIDAK! Aku malu! Aku malu! Aaaaargh!!! (SUARA GARPUTALA. HENING.
LAMPU FADE IN) (TIDAK ADA APAPUN DI ATAS PANGGUNG KECUALI
SESEORANG ITU. IA TIDAK TELANJANG. NAMUN TIDAK JUGA MEMAKAI APA-
APA. TUBUHNYA TIDAK KECIL. NAMUN MERINGKUK SEPERTI ANAK KECIL.
SUARANYA TERDENGAR SEPERTI SUARA PEREMPUAN) Aku maluuu. (TERISAK-
ISAK) Aku sudah bilang berapa kali kalau aku belum siap. Aku belum mengarang kata-kata
sebagai alibiku. Bagaimana kalau nanti aku salah bicara? Aku belum mencari bukti-bukti
palsu untuk menyelamatkanku. Bagaimana kalau nanti aku ketahuan sudah mencuri?
(GESTURENYA BERUBAH HANYA DENGAN SEKALI GERAK. SUARANYA KINI
TERDENGAR LEBIH LANTANG. BUKAN PEREMPUAN. TAPI SEPERTI BUKAN
MANUSIA. IA BERBICARA SAMBIL BERDESIS-DESIS). Mencuri? Aha! Ternyata kau
menggunakan kata yang halussss untuk membela diri di depan majelissss! Ssssst! (JEDA)
Aku mencium aroma udang di balik batu ketika melihatmu meringkuk sssseperti itu!
Bersssiaplah! Akan kubuka gulungan kertassssku dan kubacakan daftar kejahatanmu...
(KEMBALI MERINGKUK DENGAN CEPAT) Jangan! Aduuuh, kumohon jangan! Aku
malu! Aku tidak mengambil terlalu banyak. Lagipula yang lain juga berbuat seperti itu!
Hanya ada yang sudah mahir dan ada yang masih harus menggunakan tutorial. Aku? Aku
baru masuk kelas pemula. Ini hanya baru sekedar uji-coba! Baru kuambil sedikit, aku sudah
diarak beramai-ramai. Padahal aku melakukannya terang-terangan. Aku tidak melempar batu
kemudian sembunyi tangan. Aku tidak menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Hanya
untuk menerbitkan buku, apa salahnya? Lagipula itu bukan uang negara. Bukan uang rakyat.
Bukan uang siapa-siapa. Anggap saja itu gajiku selama aku bekerja di tahun-tahun
mendatang. Apa salahnya mengeluarkan sedikit dana untuk membuat buku? Buku itu bagus!
Sumber pengetahuan! Bisa mencerdaskan orang! Lalu sambil merayakan ulang tahun? Lho!
Itu ulang tahunku sendiri. Aku adalah orang yang dicintai banyak orang. Ulang tahunku juga
akan menjadi peristiwa monumental yang akan dicintai siapapun. Kenapa aku dituduh
mencuri? (GESTURENYA KEMBALI BERUBAH, KALI INI JELAS GESTURE
SEORANG PEMUDA. IA BERKATA DENGAN BERAPI-API). Hancurkan budaya
korupsi! Istilah mencuri hanya pantas untuk penjahat kelas teri! Kau bukan penjahat kelas
teri! Kadang orang yang mencuri untuk bertahan hidup, dirajam dan kemudian ditembak
sembarangan! Namun korupsi yang dilakukan untuk mencuri hidup dan jatah orang lain,
dipandang sebelah mata dan hanya dihujat dengan kata-kata dan propaganda. Malangnya
aku! Indonesia tanah indah, subur dan makmur menjadi tanah indah, lemah dan mampu
dibodohi oleh kapitalis lokal. Itu bahaya laten yang menjadi warna kepribadian zaman
sekarang. Itu trend! Pembodohan adalah trend? Tidak! Lalu dimana kau berada, selain di
dalam rencana ulang tahun dan promosi diri besar-besaran yang ditumpangi itikad-itikad
irasional bangsa asing? Banguuuuun!!! Bahkan dengan mata terbuka kau masih sanggup
menjual bangsa kita pada bangsa lain! Banguuuuun! (LAGI-LAGI PERUBAHAN
GESTURE TUBUH TERJADI DENGAN CEPAT. KINI SI SEOLAH BUKAN MANUSIA
DENGAN SUARA BERDESIS-DESIS MUNCUL KEMBALI). Ya, ya, ya! Cukup! Kau
mengkorupsssi hakku untuk membacakan daftar kejahatannya. Sssssst! Ada terlalu banyak
telinga dissssini. Aku khawatir informasssi yang kita miliki akan dikorupssssi sssebelum
ssssampai ke telinga yang ssseharusssnyaa. Sssst! (KEMBALI MERINGKUK DENGAN
CEPAT) Aku sudah bilang dari tadi. Aku tidak melakukan kejahatan apa-apa. Kalau aku
punya daftar kekayaan yang luar biasa, kata siapa itu hasil selip-menyelipkan uang. Fitnah!
Namaku sudah rusak karena tuduhan-tuduhan orang gila. Pemuda-pemudi dengan libido
tinggi seharusnya duduk dengan benar di bangku sekolah, atau di bioskop, atau berdandan
dan berjalan-jalan di pertokoan,...bukan malah ribut unjuk rasa dan membuat kegaduhan.
Dunia akan tenteram kalau tidak ada demonstrasi. Hidup kedamaian! Anti budaya korupsi?
Alaaa! Itu hanya kata-kata. Orang-orang sibuk bergunjing dan meracuni pikiran-pikiran
sehat! Dari mulai anak TK sampai program doktoral diajarkan bahwa korupsi itu tidak baik.
Curang! Mengambil yang seharusnya menjadi hak untuk orang lain! Tapi tunggu dulu!
(BERDIRI DENGAN CEPAT) Aku dituding macam-macam karena semua mengenalku.
Karena aku berada di atas dan mudah dilihat. Lalu bagaimana dengan yang berada
dibawahku? Mahasiswa-mahasiswi bicara soal korupsi dan keadilan,...padahal apa yang
sudah dilakukan dosen-dosen kesayangan mereka? Ketika mengajar tiga sks yang satu sksnya
seharusnya lima puluh menit dipotong menjadi tiga puluh menit namun awal bulan gaji
dibayarkan tetap sesuai dengan satu sks sama dengan lima puluh menit, apakah mereka
menyadarinya? Tentu saja tidak! Mereka malah bersorak-sorai karena perkuliahan cepat
selesai dan mereka bisa bersenang-senang dan pada akhirnya...(TERTAWA)...para aktivis
juga mengkorupsi uang kuliah dari orang tua mereka dengan mengkorupsi waktu kuliah dan
ikut berdemo. Apa bedanya dengan diriku? (SUARANYA MULAI BERUBAH DENGAN
PENUH NADA KEMENANGAN) Lalu pegawai negeri tumpuan bangsa...aduhai, sulitnya
menjadi salah satu dari mereka. Tapi setelah menjadi salah satu dari mereka, apa yang
kemudian dilakukan? Jam kerja setengah delapan sampai pukul empat bisa dikorup jadi
hanya sampai pukul dua belas. Keluar makan siang, lalu indehoi bersama rekan-rekan.
Aturan main dan birokrasi menyangkut pembuatan surat-surat penduduk sipil bisa beres
melalui satu orang hanya dengan membayar lebih. Lalu uangnya? Periksa semua
catatan,...nihil! Uang lebih itu tidak akan ditemukan dalam data manapun. Semua masuk kas
sendiri dan korupsi terjadi dalam bentuk sogok-menyogok. Lalu sekarang? Sekarang hanya
aku yang dituding melakukan kejahatan? (GESTURENYA KEMBALI BERUBAH DAN
TERDENGAR SI SEOLAH BUKAN MANUSIA BERBICARA DENGAN SUARA
BERDESIS-DESIS). Buodohnya luarrr biasssa! Entah apa yang dilihat oleh bangsssamu
sssampai-sssampai memilihmu menjadi ssseorang pemimpin! Pemimpin yang ssseharusssnya
mengimami rakyat malah merassa bahwa adalah sssah ia melakukan kesssalahan! Pemimpin
macam apakah kau ini? (GESTURE TUBUHNYA KEMBALI MEMUNCULKAN SI
PEMUDA, KALI INI DENGAN SUARA TENANG, TIDAK TERLALU BERAPI-API
SEPERTI SEBELUMNYA) Ini bukan kejadian luar biasa. Bangsa kita memperoleh wakil-
wakil rakyat yang punya kecerdasan dan integritas yang sama seperti orang biasa. Bisa sama
saja sudah bagus, namun sayangnya saat mencapai puncak, yang tampak hanya egosentris
yang irasional. Gambaran kondisi rakyat menjadi permainan angka-angka dalam naskah
pidato kenegaraan. Benar atau salah, berapa banyak matapun tidak akan sanggup
mengetahuinya karena akan ada lebih banyak mulut dan telinga yang lebih tahu yang lebih
suka memilih diam. Satu-persatu kesejahteraan kita menjadi hanya dongengan anak-anak.
Padahal Tuhan mengatakan telah menciptakan alam semesta untuk semua umatNya!
(GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH. IA TIDAK LAGI MERINGKUK DAN
MENUNJUKKAN SIKAP LEMAH, NAMUN TAMPAK MARAH) Rakyat bersikaplah
sebagai rakyat, tidak perlu banyak bicara! Anak-anak bersikaplah seperti anak-anak, cukup
diam dan melihat. Bicara sana-sini yang tidak perlu,...tahukah kau akan ada berapa banyak
nyawa yang hilang hanya karena kata-kata? (GESTURE TUBUHNYA KEMBALI PADA SI
PEMUDA) Tahukah kau akan ada berapa nyawa yang hilang karena besarnya dana
kesejahteraan perekonomian rakyat yang digunakan untuk mencetak buku, acara ulang tahun
dan promosi diri besar-besaran untuk pemilihan pemimpin? (GESTURE TUBUHNYA
KEMBALI BERUBAH) Aku tidak menggunakan kas negara untuk itu! Sudah aku katakan,
aku hanya menggunakan gajiku di kemudian hari! (GESTURE TUBUHNYA KEMBALI
BERUBAH) Gaji yang besarnya diperbesar sampai sepuluh kali lipat! Di kemudian hari yang
masih belum jelas iya atau tidaknya! (GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH)
Aku sudah bilang, jangan bicara macam-macam. Cukup diam dan menonton saja! Duduk
dengan manis, dengan hanya melihatpun kau sudah menjadi bagian dari sejarah. Orang-orang
disampingmu hilir-mudik mengambil hak orang lain, waktu orang lain, uang orang lain, tapi
kau hanya perduli pada kami karena hanya kami yang terlihat. Karena kami yang sedang
berada di atas! Mengapa harus menjadi seseorang yang idealis? (GESTURE TUBUHNYA
KEMBALI BERUBAH) Ini bukan soal idealis atau tidak idealis, tapi soal hak dan keadilan!
Bagaimanapun juga pemimpin adalah guru yang harus digugu dan ditiru! Bagaimana
mungkin kami bisa diam, duduk manis dan menjadi penonton, kalau orang-orang yang
menjadi imam kami sibuk berlomba-lomba memamerkan kekayaannya dengan promosi diri
besar-besaran tapi tanpa aksi? (GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH) Tunggu
dulu! Aksi muncul karena ada reaksi! Itu sudah menjadi hukum fisika! (GESTURE
TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH) Dan ini adalah reaksi kami! (SI PEMUDA
MERAUNG) Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh! Untuk apa kita bersatu? Untuk
mempertahankan atau mencapai apa selain impian-impian semu? Para pemimpin kami
bunuh-bunuhan dengan propaganda, kami dibuat kebingungan. Yang satu berusaha menjadi
lebih kaya, sedikit banyak menyelipkan semiliar dua miliar hak kami dalam daftar
kekayaannya. Untuk makan saja kami sudah susah, tapi pemimpin kami sibuk dengan acara
ulang tahunnya. Seratus juta digunakan untuk sebuah pesta, seratus miliar digunakan untuk
promosi diri, sementara dana membangun sekolah di desa-desa tertinggal dan jalan-jalan
antar kota diminimalisir sampai di bawah angka yang seharusnya! Apakah ini Indonesia
kecintaan kami? Apakah Indonesia hanya akan menjadi sekumpulan angka-angka dan kata-
kata sudah membaik, cukup baik,...dan predikat negara dengan angka korupsi tertinggi di
dunia? (SI PEMUDA MENANGIS PUTUS ASA) Aku maluuu! Malu akuuu! Maluuu!
(GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH. NAMPAK KERAGU-KERAGUAN
YANG TERSIRAT) Malu? Apa itu malu? Bagaimana itu malu? Kenapa harus malu dengan
predikat seperti itu? Bukankah yang penting kita masih bisa hidup? Kita masih 'ada'? (JEDA)
Aku malu karena takut namaku menjadi rusak dituding ini-itu oleh rakyatku. Tapi rakyatku
malah malu karena aku malu kalau hanya namaku saja yang menjadi rusak. Mengapa hal ini
bisa terjadi? Kemana orang-orang yang selama ini mengelu-elukan dan mencintaiku sebagai
pemimpin mereka? Satu-persatu...telah pergikah? (MEMANDANG BERKELILING,
SEOLAH MENYADARI SESUATU, SEOLAH MERASAKAN BAHWA IA MULAI
DITINGGALKAN) Ada angin panas berhembus disekelilingku. Panas. Panass. Panasss.
Mendekapku dan aku lupa bagaimana rasanya dingin. Padahal aku tidak mencuri apa-apa.
Tapi mengapa mereka menatapku seperti itu? Suara-suara kecintaan mereka berubah menjadi
teriakan-teriakan marah yang lapar. Padahal selama ini aku telah menjadi bagian dari mereka,
dan mereka juga telah menjadi bagian dari diriku sekalipun untuk perjuangan yang tidak
mereka pahami. Namun kini, satu-persatu, seorang demi seorang, mereka mulai menyelipkan
sangkur dalam kata-kata. Aku mencintai kalian! Aku mencintai kalian! Tidak terdengarkah?
(HENING) Mereka bilang mereka malu karena bangsanya menjadi bangsa penuh koruptor
dan kotor. Mereka bilang aku telah gagal menjadi pemimpin. Bisik-bisik bahwa Indonesia
adalah negara dengan seorang pemimpin boneka terdengar semakin keras. Bisik-bisik kalau
aku menjual bangsaku pada bangsa lain makin sering terdengar. Tolong! Tolong aku!
Mengapa layar itu tidak juga ditutup? Mengapa layar itu masih saja terbuka? (KEMBALI
MERINGKUK DENGAN TUBUH BERGETAR) Aku malu. Aku malu. Aku maluuuu.
(TERISAK-ISAK) Mana pemain penggantiku? (SUARA GARPUTALA. LAMPU FOCUS
TO PEMAIN) (GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH. TERDENGAR SI
SEOLAH BUKAN MANUSIA BERBICARA DENGAN SUARA MENDESIS-DESIS)
Kehidupan! Inilah panggung sssebenarnya! Tidak ada apa-apa kecuali ruang kosssong, layar
putih ibarat kaleidossskop yang menjelma labirin, dinding-dinding imajinerrr, perissstiwa
hilir-mudik...dan banyak passsang mata Tuhan. Inilah yang namanya panggung! Aku
menggerakkan sssegalanya. Baik atau buruk...aku yang menggulirkan kisssahnya. Lalu para
pemainnya...dimana mereka? (JEDA) Ah, yyaaa. Aku mendengarrr langkahnya mendekat.
(SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Sssatu. (SAMBIL BERTEPUK DUA KALI) Dua.
(SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Sssatu. (SAMBIL BERTEPUK DUA KALI) Dua.
(SAMBIL BERTEPUK RAMAI) Datang. Datang. (BERHENTI BERTEPUK. SAMBIL
BERBISIK) Datangkah? (LAMPU STATIS. JEDA. KEMUDIAN IA BERTERIAK
DENGAN NADA PENUH KEBANGGAAN) Layarrr...DIBUKA!! (LAMPU BLOCK OUT.
PANGGUNG GELAP. SUARA GARPUTALA) (HENING) (PERTUNJUKAN SELESAI)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agustinakushala/k-sebuah-naskah-
monolog_550edb8fa33311ba2dba8247

Monolog Butet: Kucing Pun Lebih Mulia dari Koruptor

Butet Kartaredjasa

Yogyakarta, Infokorupsi.com - Setelah sukses digelar di Taman Ismail Marzuki pada 30–31
Oktober kemarin, semalam (3/11) Monolog Kucing yang ditampilkan Si Raja Monolog, Butet
Kartaredjasa, juga sukses digelar di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Dimulai tepat pukul
20.00, monolog bertajuk Kucing ini mampu menyajikan makna yang tidak sederhana melalui
bentuk pertunjukkan yang sederhana. Monolog dimulai dari cerita seekor kucing, yang membuat
Butet senewen. Binatang yang kerap disayang,menggemaskan sekaligus dibenci banyak orang ini,
membuat pusing Butet (si tokoh).

Suatu hari, si tokoh memukul kucing milik tetangga. Ia merasa tak bersalah karena kucing itu
mencuri dan memakan ayam rica-rica miliknya. Persoalan justru semakin berkepanjangan, melalui
Pak RT, si tokoh dikomplain pemilik kucing dan meminta ongkos perawatan kucing yang pincang
akibat pukulan Butet. Ia kian terpojok, karena ongkos perawatan kucing itu semakin hari kian
membesar, hingga mempengaruhi kondisi keluarganya. Meski menampilkan lakon ringan, nyaris
tanpa kritik politis seperti yang biasa dibawakannya tetapi lakon Kucing ini tetap dibumbui
karakter khas Butet dengan kembangan kritik pemerintah. “Meskipun dikritik berulang kali,
pemerintah tetap tidak mau berubah. ‘Kucing’ jauh dari konotasi politis, tidak seperti cicak dan
buaya atau tikus,” jelas Butet Kartaredjasa semalam.

Meskipun demikian, Butet tetap menyelipkan satu atau dua pernyataan yang cukup menghujam.
“Meskipun banyak dibenci orang, kucing memiliki perilaku yang jauh lebih terpuji dibandingkan
koruptor, kucing tidak akan memakan jatah makanan yang bukan menjadi haknya,” katanya.

Begitulah kisah kucing dalam monolog Butet. Meski sederhana, namun cerita Kucing kental
membicarakan kemanusiaan dan lingkaran persoalannya. Sutradara monolog adalah Whani
Darmawan, naskah ditulis Putu Wijaya, yang digubah menjadi cerpen agar mudah dinikmati.
Cerpen tersebut oleh Agus Noor dimonologkan kembali. “Naskah tidak bergeser. Seperti biasa,
Butet tetap memberi improvisasi dengan gayanya sendiri. Barangkali ia tak memerlukan naskah,
tapi ide,” kata Putu Wijaya. Pemimpin Teater Mandiri ini memuji Butet, yang mampu membuat
naskah kucing menjadi panjang berkat gubahan Butet, durasi pertunjukan mencapai satu
setengah jam.

Sementara itu, Butet menyatakan, “Saya ingin mengembalikan monolog sebagai permainan seni
peran yang otonom,” jelas Butet dalam katalog pertunjukannya. Monolog dengan tiket masuk Rp.
30-150 ribu, ditempatkan Butet sebagai proses seni peran yang menafsir karakter sekaligus
memberi nyawa sebuah teks sastra. Selama ini, ikon yang melekat pada Butet, selalu akrab
dengan sindiran politik maupun ledekan terhadap pemerintahan. Stigma itu tergambar dalam
lakon-lakon monolog seperti Sarimin atau Matinya Toekang Kritik.

Tata panggung pentas monolog Kucing dibuat sangat sederhana bila dibandingkan dengan tata
panggung monolog Butet biasanya. Dalam lakon ini, Butet hanya membutuhkan visualisasi rumah
dengan beberapa perangkat rumah tangga yang sederhana pula. Dalam Sarimin, misalnya, butuh
kru-kru untuk menggerakkan wayang dan beberapa visualisasi yang rumit.

“Selama ini pentas-pentas saya memang cenderung besar. Nah, monolog Kucing ini saya
bayangkan bisa dimainkan di gedung kecil. Bahkan saya berencana pentas keliling ke kota-kota di
luar Jawa,” kata Butet. Penata musik, Butet setia mempercayakan kelihaian Djaduk Ferianto.
Jumlah penonton yang memadati monolog ini, menandakan tarik Si Raja Monolog, sekaligus
menjadi tanda bahwa keadaan Yogyakarta tetap kondusif untuk penyelenggaraan even seni dan
budaya. sebagaimana pernyataan resmi yang disampaikan pemerintah daerah. (Adi Tri
Pramono)

TIKUS TELADAN PARA KORUPTOR

Bagian I
Di panggung tertata rapi sebuah ruang makan dengan meja makan yang agak usang serta
lemari makanan yang sudah terlihat rapuh, seorang ibu sedang duduk di salah satu kursi
makan tersebut sedang memegang piring kosong.
Ibu : Di mana lagi sa bisa melamar pekerjaan di’? Sudah seluruh pelosok kotami sa telusuri,
tapi tida ada satu pun yang terima lamaranku. Uang memang berharga sekali, tidak heran
kenapa sulit sekali dapat uang.
Berjalan ke lemari dan membuka, melihat isi dalam lemari. Lalu kembali duduk
Ibu : Tidak ada kasian sedikit saja makanan yang terlihat di rumah ini. Bayangkan saja, uang
sudah pas-pasan untuk beli makanan dua porsi,saya dengan anaku. Tapi ada juga pencuri
yang ikut minta berbagi. Saya ingin sekali rasanya buat tempat persembunyian makanan yang
lebih layak, tapi itumi uang tidak sampai ke situ.
Criiiicit..criiicit…criccccit…..
Ibu : Wah, rupanya ko datang lagi. Dasar pencuri tidak tau diri, kenapa tidak pergi mencuri di
rumahnya orang kayakah? Tidak ada kasian makananku biar secuil. Ini pencuri seandainya
ko itu orang, sudah lamami sa jebloskan ko di penjara, tapi kamu hanya seekor tikus bella.
Pantas kasian ko sering masuk Tv kalau lagi ada berita korupsi pasti ada mukamu yamg
terpampang. Sa tidak mengerti bela.
Ibu memasang muka kaget, lalu seakan-akan anaknya masuk
Ibu : Eh kamu Gung datangmiko nak? Cepatnyami ko pulang, ko tidak bolosji itu?
Pause, menjadi anak
Anak : Bisanya sa bolos ma. Ada yang meninggal kasian keluarganya kepala sekolahku,
guru- guruku da pergi semua melayat makanya siswanya dikasi pulang.
Pause, menjadi ibu tua
Ibu : Iyokah kasian. Eh sa belum memasak ini, jangan dulu ko minta makanna? Ada
sebenarnya sisanya tadi malam sa sudah panasi tadi pagi tapi duluan itu tikus yang dapat.
Sabar-sabar ko duluna?
Pause, menjadi anak
Anak : Betul-betul itu tikus di ma, sudah berapa kalimi kasian kena perangkap tapi belum
kapok-kapok juga da datang mencuri. Da bilang ibu guruku itu tikus ada keistimewaanya
tawwa. Itu tikus biar pencuri tapi sifatnya dengan tekniknya dijadikan teladan dengan para
pejabat negeri. Maksudnya banyak pejabat ikut-ikut sifatnya tikus da suka juga curi-curi
barangnya orang biar yang pas-pasan kaya kita kasian da curi juga.
Pause, menjadi ibu tua
Ibu : Iyokah? Tapi betul juga tawwa itu da bilang ibu gurumu. Eh ko pergimi dulu ganti
bajumu. Sa mau pi dulu di rumahnya nenemu.
Pause, menjadi anak
Anak : Iyodi. Kita hati-hati palena mama. (seakan-akan masuk ke pintu panggung)
Pause, menjadi ibu tua
Ibu : Sa pergi dulu pinjam berasnya mamaku deh, semoga da kasiji saya. (masuk ke pintu
panggung yang lain)
Bagian II
Di ruang tamu mama dari ibu Agung. Mereka duduk berhadapan di kursi yang sudah usang
berceloteh tanpa beban, dengan gaya duduk yang kurang sopan menaikkan kedua kaki
mereka masing-masing.
Ibu : Ma, sa pusing mi ini semenjak tida adami suamiku sa setengah mati mi, mau makan saja
susah. Sa cape kasian kesana kemari cari pekerjaan tapi tidak ada sa dapat. Ini hari lagi biar
dua biji tida adami berasku. Sa datang ini sa mau pinjam berasta mama. Kita mauji?
Pause, menjadi mama
Mama : Iyo ambil saja, sa mauto. Tapi itu beras ko cuci bae-bae. Bagaimana kaya habis ada
tikus yang korek-korek ada sa lihat tainya di beras tadi pagi.
Pause, menjadi ibu
Ibu : Astaga… adakah juga tikus disini? Sa kira di rumahkuji yang banyak tikus, padahal di
sini juga pale. Betul-betul itu tikus kurang ajar kasian. Mentang-mentang da dijadikan teladan
sama kebanyakan para pejabat negeri da merajalelami juga.
Pause, menjadi mama
Mama ; Apa maksudmu? (dengan muka bingung)
Pause, menjadi ibu
Ibu : Kita pernahji nonton beritanya koruptor kah, itu pejabat pemerintahan yang suka sepe-
sepe* uangnya rakyat, pasti kasian da mukanya tikus dipampang. Karena itumi yang sa
bilang tadi. Sifatnya koruptor dengan tikus hampir sama, bagaimana tida sama ternyata da
bilang ibu gurunya Agung itu koruptor da pergi contoh sifat dan caranya tikus mencuri.
Pause, menjadi mama
Mama : Ada-ada saja.
Pause, menjadi ibu
Ibu : Kenapa ada-ada saja, memang begitu. Lagi panas-panas hae sekarang pencurian terang-
terangan. Maksudnya korupsi, eh kita taujika apa itu korupsi? Itu korupsi to samaji dengan
mencuri. Mama sa pinjam dulu berastana? Kita ambilkan saja saya 1 liter untuk dengan
malamnya.

Pause, menjadi mama


Mama : Iyoji, eh sa masih penasaran ini, kenapa pale itu sa nonton berita da belum-belum
juga dipenjara para koruptor padahal sudah jelas-jelasmi da mencuri. Sudah terbukti tapi tiba-
tiba berubah lagi. Atau gara-gara da bayar saja polisi. Enaknyami kalau begitu biar kita pi
mencuri sesering mungkin kita tidak dipenjaraji yang penting ada uangta untuk bayar polisi.
Pause, menjadi ibu
Ibu : Iyo da bayar katanya polisi. Makanya nanti sa mau suruh Agung da jadi polisi biar
banyak uangnya. Belum gajinya yang sudah berjuta-juta ditambah lagi bayaran kalau ada
yang dipenjara tapi tida mau dipenjara. Huh sa kayami nanti. Manami beras?
Pause menjadi mama
Mama : Marimi, (sambil masuk seakan-akan bersama-sama ke pintu panggung) ko ambilmi
sendiri.
*menyelipkan(Bahasa Bugis)

Anda mungkin juga menyukai