Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS 

 NASKAH DRAMA
 “PELANGI” KARYA  N. RIANTIARNO
DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI
Tugas ini dibuat guna memenuhi mata kuliah Kajian Drama
Dosen Pengampu: R. Hariyani Susanti, M. Hum.

Disusun Oleh: Kelompok 2

Fahmi Wahyuni 11911125292


Fissa Ervina 11911123717
Ghalib Nur Husein 11911113722
Hanifa Noor 11911123724
Intan Wahyuni 11911122872
Karina Martini 11911123748

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Sementara itu, Soerjono
Soekarno mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri
terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya
berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan
kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Jadi kalau diambil kesimpulan arti
dari pendekatan sosiologi tersebut adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian
untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.

1. Sinopsis

Mama (nyonya Lattumahina) adalah janda yang memiliki empat orang anak yang sudah
beranjak dewasa yaitu Siska, Rody, Gina dan si bungsu Diana. Diana mengatakan pada sang
mama bahwa ia sudah mempunyai calon suami yang akan datang untuk melamar dan
menikahinya. Mama menyetujui niat putrinya tersebut untuk segera menikah dengan Hasan,
laki-laki pujaan hatinya yang seorang dokter. Namun niat Diana untuk menikah tidak mulus
lantaran Siska, kakak pertamanya tidak stentang niatnya untuk menikah dan kedatangan
Hasan yang akan melamarnya meskipun mama dan Rody kakak ketiganya telah mendukung
niatnya tersebut.

Suatu hari siska menemukan karangan bunga anggrek dan kartu ucapan yang ditujukan untuk
Diana dan kelurganya dari Hasan yang isinya bahwa nanti malam ia akan datang untuk
melamar resmi Diana. Seketika itu emosi Siska meningkat dan mengintrogasi Diana tentang
maksud dari karangan bunga anggrek dan surat yang dikirim oleh Hasan tersebut. Diana
akhirnya mengakui dan mengatakan pada Siska bahwa ia memang berniat untuk menikah dan
nanti malam Hasan akan datang untuk melamarnya. Siska tetap tidak setuju, ia menghendaki
Diana jangan terlebih dahulu menikah dan harus menyelesaikan kuliahnya terebih dahulu,
namun Diana membantah. Baginya usianya sudah cukup matang untuk menikah dan
menentukan masa depannya sendiri dan Siska tidak berhak untuk mengatur masa depannya.
Sang mama pun membantu meluluhkan hati Siska dengan mengatakan bahwa ia sebenarnya
sudah ingin menggendong cucu dengan harapan Siska akan mengijinkan adiknya menikah
terlebih dahulu. Sesuai dengan surat yang dikirimnya, malam itu Hasan datang besama Suruh
untuk melamar Diana. Namun sayang, Siska tetap kekeh pada pendiriannya untuk tidak
menjinkan Diana menikah terlebih dahulu dan justru menyuruh Hasan untuk pulang. Hal ini

2
membuat Rody sebagai kakak kedua Diana kecewa  hingga terjadi perdebatan sengit antara
dirinya yang membela niat Diana  dan Siska yang menentang.

Dua bulan kemudian tanpa persetujuan Siska, Diana akhirnya menikah  dengan Hasan dan
berangkat ke Banjarmasin. Seluruh keluarga Diana berharap ia bahagia disana dengan
pernikahannya. Diana bercerita kepada mama tentang mimpinya. Ia bermimpi tentang seekor
buruh layang-layang yang ingin terbang tinggi  menembus pelangi namun jatuh ketanah dan
akhirnya mati. Setelah itu datang nenek dengan laxie anjinya yang telah sembuh dari sakitnya
setelah si anjing dinikahkan dan ingin berterimakasih kepada Rody yang telah memberinya
saran untuk menikahkan anjingnya tersebut. Tiba-tiba Siska menjerit begitu tahu keadaan
mama. Sang mama telah meninggal.

2. Tokoh dan Penokohan

Sebelum menganalisis menggukana pendekatan Sosiologi penulias  mengkajian terhadap


tokoh dan penokohan akan penilis kaji berdasarkan tokoh utama, yaitu tokoh antagonis,
protagonis, wirawan/anti wirawan. Dalam teks drama “Pelangi” karya N.Riantiarno jumlah
tokohnya ada delapan, yaitu Mama, Siska, Gina, Rody, Diana, Oma, Hasan dan suruh.
Namun dikaitkan dengan pengkajian berdasarkan  tokoh utama hanya akan dikaji enam
tokoh, yaitu Mama, Siska, Rody, Gina, Diana dan Hasan.

a. Mama

Mama atau nyonya Lattumahina  adalah janda dan ibu dari empat orang anak yang lumpuh
berusia 57 tahun. Mempunyai penyakit asmatis. Ia hanya bisa duduk terbaring di kursi roda
untuk melakukan segala aktivitasanya. Tokoh mama termasuk wirawan karena mama sangat
bijak dalam menanggapi permasalahan yang terjadi pada anak-anaknya. Ia membela niat
Diana untuk menikah berusaha membantu meluluhkan hati Siska, tanpa memaksa. Seperti
tampak pada kutipan berikut.

Mama: “ Sudah waktunya ibu-ibu seumur aku menggendong cucu laki-laki atau perempuan.
Alangkah bahagianya merasakan bayi kencing dipangkuanku, menangis keras-keras, melihat
kalian sibuk membuat susu untuk anak kalian. .....”

Dari kutipan tersebut dapat dilihat dialog tokoh mama sangat bijak dalam menanggapi
ketidaksetuan Siska terhadap pernikahan Diana. Ia tidak  mengatakan secara langsung agar

3
Siska menyetujui, namun dengan kata-kata yang halus sehingga tidak akan menyinggung
perasaan Siska.

b. Siska

Siska adalah anak pertama mama yang berusia 31 tahun. Penokohan Siska termasuk tokoh
yang antagonis karena Siska sangat menentang niat Diana untuk menikah. Selain itu, sebagai
anak tertua Siska merasa dirinya berhak untuk mengatur masa depan adik-adiknya. Ia sesalu
menganggap apa yang menjadi keputusannya benar dan harus ditaati oleh adik-adiknya,
termasuk masalah masa depan. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

Siska: “ Ya, itu juga bisa, tapi bukan itu yang kuinginkan. Aku mau kau menyelesaikan
sekolahmu dulu. Selesai dari rumah ini, seperti pesan papa sebelum meninggal. Dan juga
supaya kau merasa bersedia, rela banting tulang untuk kau Diana. Untuk kau! ”

Dari kutipan tersebut tampak Siska adalah tokoh antagonis karena tindakannya sangat
mengekang masa depan Diana dan sangat menentang apa yang diinginkan oleh adik-adiknya,
juga sangat ingin berkuasa.

c. Gina

Gina adalah anak kedua mama, adik pertama Siska yang berusia 30 tahun. Penokohan Gina
dalam teks drama ini sebenarnya sangat terbatas, namun dari beberapa dialog yang ada Gina
termasuk kedalam tokoh wirawan karena ia menjadi penengah keributan antara Siska dan
Rody, seperti tampak pada kutipan berikut.

Gina: “ Rody, kau tahu, karena kau bisa merelakan Diana kawin lebih dulu dari kakak?
(Rody menggeleng) karena kau laki-laki, kau bisa melakukan apa saja asal kau mau. Tapi
Siska, dia perempuan. Dan nasib perempuan adalah menunggu itu dari dulu, biar
bagaimanapun rasanya tabu baginya untuk mencari. ” 

Dalam kutipan tersubut tampak tokoh Gina mempunyai budi pekerti yang luhur, ia dapat
melerai dan menjadi penengah keributan antara Siska dan Rody.

d. Rody

Rody adalah kakak laki-laki Diana berusia 28 tahun. Tokoh Rody termasuk tokoh protagonis
karena ia berusaha membela keinginan dan kebahagiaan Diana untuk menikah. Bahkan demi

4
membela keinginan adiknya tersebut ia sampai bertengkar dengan Siska, kakaknya. Hal ini
tampak pada kutipan berikut.

Rody: “ Tapi kau tak berhak melarang. Kau Cuma kakak. Cuma mama yang boleh melarang
dan akhirnya tergantung Diana sendiri.” 

Dari kutipan tersebut tampak Rody sangat membela niat Diana untuk menikah dan berusaha
memberi pengertian pada Siska tentang sikapnya yang keras kepala tidak mengijinkan Diana
menikah.

e. Diana

Diana adalah anak bungsu dari mama Lattumahina. Adik ketiga dari Siska yang usianya 27
tahun. Diana termasuk kedalam tokoh protagonis dan menjadi sentral cerita, yaitu
keinginannya untuk menikah mendahului kakak-kakaknya namun mendapat pertentangan
dari Siska, Kakaknya. Dengan sabar ia berusaha memberikan pengertian kepada Siska bahwa
pernikahan tidak akan mengganggu sekolahnya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

Diana : “ Aku janji akan lanjutkan sekolahku setelah kawin.” 

Kutipan tersebut menunjukan sikap Diana tentang keinginannya menikah namun tanpa
mengganggu sekolahnya dan ingin berjanji kepada Siska, dengan harapan Siska menyetujui
niat pernikahannya.

f. Hasan

Hasan adalah kekasih Diana, Dokter yang baru saja lulus dan berumur 35 tahun. Hasan
termasuk tokoh protagonis karena dengan sabar ia menanti Diana, walaupun Siska, kakaknya
tidak merestuinya. Bahkan ketika datang untuk melamar Diana dan diusir oleh Siska ia tidak
lantas marah tetapi sabar menunggu sampai semua keluarga Diana setuju. Seperti tampak
pada kutipan berikut.

Hasan: “ Apa boleh buat. Pintu masih terkunci mudah-mudahan lusa sudah terbuka sedikit
hingga akau menduga apa isinya, baiklah, saya permisi. ”

Dari kutipan tersebut tampak sekali sikap sabar Hasan, bahkan ketika datang untuk melamar
Diana dan diusir oleh Siska ia tidak lantas marah tetapi sabar menunggu sampai semua
keluarga Diana setuju.

5
Analisis  naskah drama  “pelangi” karya  n. Riantiarno dengan pendekatan sosiologi

a. Konteks Sosial Karya Sastra

Di dalam teks drama “Pelangi” karya N. Riantiarno terkandung beberapa konteks sosial
tentang realitas yang terjadi di masyarakat, realitas itu antara lain:

1) Keributan yang Dapat Mengganggu Tetangga

Dalam drama diceritakan pasangan muda Norma dan Ferry yang selalu bertengkar setiap hari
dengan suara yang keras hingga mengganggu para tetangganya. Hal ini bertambah semakin
parah kerena tinggal disekitar kompleks dengan rumah yang hampir tak ada jarak antara
rumah yang satu dengan yang lain.

Mama: “ Dan juga kemarinnya, kemarinnya lagi. Hampir setiap hari selalu ada
pertengkaran (menghela nafas) Ah, kadang-kadang mama ingin kita semua pindah dari
kompleks ini ketempat yang lebih enak, lebih tenang, jauh dari kebisingan tetangga-tetangga
yang suka usil dan berceloteh. ...” 

Dari kutipan tersebut tampak adanya ketidaknyamanan mama tinggal di komples yang selalu
ada keributan setiap hari. Hal ini banyak juga terjadi di masyarakat, terutama masyarakat
yang tinggal di komples perumahan dengan hampir tidak ada jarak antar rumah. Sedikit saja
saja terjadi keributan disalah satu rumah akan terdengar dirumah tetangganya, dan itu sangat
mengganggu ketentraman si tetangga. Bahkan kejadian ini tak jarang dapat menimbulkan
keributan baru antar tetangga.

2) Usia Pernikahan Muda Banyak Menimbulkan Masalah

Berkaitan dengan teks drama “Pelangi” ini terdapat anggapan bahwa menikah muda banyak
menimbulkan banyak masalah. Adanya tokoh simbolis Norma dan Ferry dalam drama ini
yang memicu munculnya anggapan tersebut. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

Mama  : (Menggumam) Norma dan Ferry. “ Itulah akibatnya kalau kawin terlalu muda,
selalu cekcok, tidak pernah tentram.”

Dari kutipan tersebut muncul anggapan bahwa menikah muda hanya akan banyak
menimbulkan masalah. Realitas ini pula yang berkembang di masyarakat. Menikah di usia
yang terlalu muda dianggap  sebagai pilihan yang akan menimbulkan masalah dalam rumah
tangga. Anggapan ini muncul karena banyaknya pasangan nikah diusia muda yang tidak bisa

6
saling mengontrol emosinya yang masih relatif sangat tinggi. Akibatnya percekcokan dan
pertengkaran pun tidak bisa dihindarkan. Bagi wanita, menikah dibawah usia 20 tahun
membawa resiko tersendiri, yaitu resiko meninggal ketika melahirkan yang lebih besar
daripada wanita berusia 20 tahun keatas. Namun menikah di usia muda juga memiliki
dampak positif, antara lain menikah dapat menghindarkan diri dari perbutan dosa yang yang
dilarang oleh agama, bahkan dikatakan bahwa pernikahan dapat membuka pintu rejeki
seseorang. Pada akhirnya menikah muda adalah suatu pilihan yang butuh keberanian untuk
menjalankannya karena memiliki dampak positif dan negatif yang sama-sama besar.

3) Istri Harus Patuh dan Berbakti Kepada Suami

Realitas sosial bahwa istri harus patuh pada suami ditunjukan tokoh Diana dan Hasan.
Setelah menikah dengan Hasan, Diana kemudian mengikuti suaminya pindah ke
Banjarmasin. Seperti tampak pada kutipan berikut.

Ditempat yang sama. Dua bulan kemudian. Diana akhirnya kawin juga dengan Hasan
Miscount tanpa persetujuan Siska. Kakaknya. Hari ini dia berangkat bersama suaminya ke
Banjarmasin. (Pelangi:31)

Kutipan tersebut sebagai bukti empiris sekaligus menunjukan realitas sosial yang terjadi di
masyarakat. Istri setelah menikah harus tunduk dan berbakti kepada suaminya. Mengikuti
suami dan meninggalkan rumah keluarganya adalah wujud bakti seorang istri kepada
suaminya. Bagi seorang wanita, terutama anak bungsu ini bukan perkara mudah. Wanita
sebagai anak bungsu lebih banyak mempunyai ikatan emosional dan keterikatan yang tinggi
dengan keluarganya, terutama dengan sang ibu sehingga seringkali terjadi pergolakan batin
dalam dirinya. Namun ini menjadi resiko dan konsekuensi wanita dari sebuah pernikahan.

b. Nilai-Nilai Karya Sastra

Di dalam teks drama “Pelangi” karya N. Riantiarno terkandung beberapa nilai-nilai yang ada
di masyarakat. Nilai-nilai itu antara lain:

1) Nilai Moral

“Menjaga Tali Kekeluargaan dan Silaturahmi”

Dalam teks drama “Pelangi” menunjukaan adanya pertengkaran antara Rody dan Siska yang
membela Diana.  Seperti terlihat pada kutipan berikut.

7
Siska: “ Katakan, katakan saja aku tidak takut ! ”

Rody: “ Jauh dilubuk hatimu, jauh didalam situ (Gina muncul diambang pintu,
memperhatikan Rody yang sudah kalap)...kau tidak rela adik-adikmu mendahului kau untuk
kawin. Kau berpikir picik tapi tidak mau berterus terang tentang harga dirimu. ”

Pertengkaran ini harusnya tidak terjadi, karena hanya akan merusak tali kekeluargaan. Disini
ada nilai moral yang bisa kita petik yaitu walaupun berbeda pendapat, jangan sampai
menyelesaikan dengan pertengkaran. Bukan antar kelurga, di dalam bermasyarakat pun kita
harus bisa saling menghargai perbedaan pendapat dan menyelesaikannya dengan jalan yang
sebaik mungkin. Hal ini penting untuk tetap menjaga keharmonisan tali silaturahmi, baik
didalam keluarga maupun didalam masyarakat.

2) Nilai Sosial

“ Jangan Bertengkar Berlebihan Yang Dapat Mengganggu Tetangga ”

Dalam drama diceritakan pasangan muda Norma dan Ferry yang selalu bertengkar setiap hari
dengan suara yang keras hingga mengganggu para tetangganya. Hal ini bertambah semakin
parah kerena tinggal disekitar kompleks dengan rumah yang hampir tak ada jarak antara
rumah yang satu dengan yang lain.

Mama: “ Dan juga kemarinnya, kemarinnya lagi. Hampir setiap hari selalu ada
pertengkaran (menghela nafas) Ah, kadang-kadang mama ingin kita semua pindah dari
kompleks ini ketempat yang lebih enak, lebih tenang, jauh dari kebisingan tetangga-tetangga
yang suka usil dan berceloteh. ...” 

Disini harus muncul suatu kesadaran dari pasangan tersebut bahwa bertengkar berlebihan dan
dengan suara keras dapat mengganggu ketentraman tetangganya, terlebih dengan kondisi
kompleks perumahan yang hampir tidak ada jarak antara rumah yang satu dengan rumah
yang lain. Tak jarang karena keadaan ini dapat menimbulkan keributan.  Dengan menjaga diri
dari keributan yang berlebihan , hal itu juga akan dapat menjaga keharmonisan bertetangga.

3) Nilai Budaya

“ Tradisi Melamar Kepada Keluarga Wanita ”

8
Nilai budaya ini muncul dalam cerita. Hal ini dilakukan oleh Hasan dan perwakilan
keluarganya (Surun) ketika datang kepada keluarga Diana untuk melamarnya.  Seperti
tampak pada kutipan berikut.

Surun: “ Kami datang untuk melamar. Barangkali itu sudah diketahui.”

Pada acara lamaran ini, Keluarga calon mempelai pria mendatangi (atau mengirim utusan) ke
keluarga calon mempelai perempuan untuk melamar putri keluarga tersebut menjadi istri
putra mereka. Biasanya dengan membawa seserahan atau barang bawaan untuk si
perempuan. Pada acara ini, kedua keluarga jika belum saling mengenal dapat lebih jauh
mengenal satu sama lain, dan berbincang-bincang mengenai hal-hal yang ringan. Biasanya
keluarga dari calon mempelai perempuan yang mempunyai hak menentukan lebih banyak,
diterima atau tidaknya lamaran tersebut.

4) Nilai Religi

“ Penikahan Berbeda Agama ”

Dalam teks drama ini nilai religi muncul ketika Diana yang seorang non muslim akan
menikah dengan Hasan yang seorang muslim. Seperti tampak pada kutipan berikut.

Mama: “ islam ia. (cepat) ahh, tetapi tak apa, banyak orang yang kawin berlainan agama
tapi bisa hidup bahagia itu artinya kamu mesti kawin di catatan sipil. Lalu kau dia tidak
keberatan, kalau mau ulang saja di gereja, kita ulang lagi upacaranya. ”

Didalam Islam sendiri sebenarnya tidak diijinkan adanya pernikahan berbeda agama, bahkan
menjadi sesuatu yang diharamkan. Dengan adanya pernikahan berbeda agama antara Diana
dan Hasan, sebenarnya menjadi unsur pelanggaran terhadap norma agama.

5) Nilai Psikologis

“ Nilai Psikologis Seorang Anak ”

Nilai psikologis dalam drama ini muncul ketika Diana menikah dengan Hasan dan harus
meninggalkan keluarganya setelah menikah untuk mengikuti Hasan, suaminya. Hal ini
muncul dalam kutipan berikut.

9
Ditempat yang sama. Dua bulan kemudian. Diana akhirnya kawin juga dengan Hasan
Miscount tanpa persetujuan Siska. Kakaknya. Hari ini dia berangkat bersama suaminya ke
Banjarmasin. 

Disini tentu mempunyai nilai psikologis yang tinggi, yaitu Diana sebagai anak bungsu lebih
banyak mempunyai ikatan emosional dan keterikatan yang tinggi dengan keluarganya,
terutama dengan sang ibu sehingga seringkali terjadi pergolakan batin dalam dirinya.

“Nilai Psikologis Seorang Ibu”

Nilai psikologis kembali muncul ketika mama menerima telepon dari Diana, seperti kutipan
berikut.

Mama: “Tadi Diana menangis, tapi aku yakin, itu lantaran dia bahagia seorang laki-laki
akan menjaga dia seumur hidupnya. Ah anak itu nasibnya baik, dokter itu tampan lagi.
Bukankah bisa kita lihat, Hasan betul-betul mencintainaya, Sis? Sis? ”

Nilai psikologis muncul pertama kali ketika mama harus merelakan putri bungsunya pergi
bersama suaminya dan meninggalkan kelurganya. Kedua ketika mama mendapat telepon dari
Diana yang menangis dan ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa putrinya tersebut
menangis karena bahagia. Padahal mungkin dalam pikirannya ia sangat khawatir akan
keadaan Diana bersama suaminya disana. Tentang bahagia atau tidaknya Diana setelah lepas
dari pelukannya, keluarga yang selalu menyanyanginya.

SIMPULAN

Secara sosiologi sastra, pengkajian teks drama “Pelangi” ini memuat beragam konteks sosial
budaya kemasyarakatan serta nilai-nilai yang  ada di masyarakat. Konteks sosial adalah
seorang istri yang harus patuh dan berbakti kepada suami, usia pernikahan muda banyak
menimbulkan masalah dan keributan yang dapat mengganggu tetangga. Sementara konteks
budaya yang terkandung antara lain tradisi melamar dan larangan melangkahi kakak
perempuan dalam pernikahan. Semua konteks itu dapat kita jumpai
penerapannya dimasyarakat. Selain konteks sosial budaya kemasyarakatan, teks drama ini
juga memuat beragai nilai-nilai seperti nilai moral, nilai sosial, nilai budaya, nilai religi, nilai
psikologis dan nilai didaktis yang dapat diambil sebagai suatu hikmah dari teks drama
“Pelangi” ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Agung Nugroho. 2014. POWERPOINT

Silampari. Pemuda. 2014. Analisis Naskah Drama Pendekatan Sosiologi. Via online
pemudasilampari.blogspot.com

11

Anda mungkin juga menyukai