Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN


PADA PASIEN DIABETES MELITUS (DM TIPE II)”

DISUSUN OLEH :
1. ARIS MUNANDAR (312020045)
2. EUIS HENNI H (312020050)
3. SUPIADI FAHMI (312020065)
4. NENENG MUNIGAR (312020026)
5. RINA ROSRIANI (312020031)
6. WINI PRIMADIANTI (312020036)

UNIVERSITAS AISYAH BANDUNG


ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN
SEMESTER I
2020
DAFTAR TILIK PENILAIAN MAKALAH

NO ASPEK PENILAIAN KRITERIA B N BXN

Konsep lengkap dan integratif


1
Konsep lengkap dan
2
KELENGKAPAN integratif
1
KONSEP 3
Konsep hanya sebagian
hanya menunjukan sebagain
4
kecil
tepat, lengkap baik analisis
1
maupun sintesis
konsep diungkapkan dengan
2
tepat, namun deskriptif
2 KEBENARAN KONSEP
ndiungkapkan, namun masih
3
ada uang terlewatkan
kurang terungkapkan dan
4
bertele-tele
untuk mencari tahu konsep
1
lebih dalam
bahasa menambah informasi
2
pembaca
3 BAHASA
terlalu menambah
3
pengetahuan
disampaikan tidak menarik
4
dan membingungkan
dengan pedoman penulisan
1 makalah, menarik dan dijilid
dengan rapi
dengan pedoman penulisan
2 makalah, tidak menarik dan
4 KERAPIAN
dijilid rapi
pedoman penulisan dan di jilid
3
rapi
pedoman penulisan , tidak
4
menarik, dan tidak dijilid
DAFTAR TILIK PENILIAN KELOMPOK PENSENTASI BELAJAR

Kelompok :
Tema/materi :

ASPEK
NO KRITERIA PENILAIAN B N BxN
PENILAIAN
SELURUH ANGGOTA
4 Mengembangkan pertanyaan, jawaban,
kesimpulan, pendapat, dan sanggahan

SEBAGIAN BESAR ANGGOTA


3 Mengembangkan pertanyaan,
PARTISIPASI jawaban, kesimpulan, pendapat,
1 4
ANGGOTA dan sanggahan
SETENGAH DARI ANGGOTA
2 Mengembangkan pertanyaan,
jawaban, kesimpulan, pendapat,
dan sanggahan
SEBAGIAN KECIL ANGGOTA
1 Mengembangkan pertanyaan,
jawaban, kesimpulan, pendapat,
dan sanggahan
Memudahkan pembaca
1
memahami inti pembahasan

2 Menarik

3 Kreatif
2 MEDIA 3
PRESENTASI
4 Inovatif

5 Mudah terbaca jelas hingga jarak


tertentu

6 Menunjukkan kerapian dan sistematis

4= Apabila 5-6 kriteria terpenuhi


3= Apabila 3-4 kriteria terpenuhi
2= Apabila 2 kriteria terpenuhi
1= Apabila 1 kriteria terpenuhi
Menguasai seluruh pembahasan
4
materi dan dikembangkan secara
kompleks
Menguasai sebagian besar
PENGUASAAN 3
3 materi pembahasan 3
MATERI
Menguasai hanya sebagian materi
2
pembahasan
Menguasai hanya sebagian kecil
1
materi pembahasan
TOTAL = (BXN)/10 X 25

Bandung, …………………………..
Pengajar / Fasilitator

( )
Nama jelas dan gelar
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Endokrin” tepat pada waktunya. Makalah ini penulis susun untuk melengkapi
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, selain itu untuk mengetahui dan
memahami Sistem Endokrin Manusia dan memahami kasus gangguan system
endokrin yaitu DM type II.
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Bandung, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

JILID DEPAN
LEMBAR PENILAIAN MAKALAH
LEMBAR PENILAIAN PEER GROUP
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Penyakit
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan sesuai Kasus
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Asuhan keperawatan sesuai kasus
3.2 Hasil Diskusi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN ARTIKEL DAN KEPUTUSAN KLINIS
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin suatu system yang sangat terintegrasi terlibat secara
kompleks dalam mengatur seluruh proses di tubuh. Sistem endokrin terdiri
atas beberapa kelanjar, menyebar sepanjang tubuh. Sistem endokrin mengatur
dan mempertahankan fungsi tubuh dan metabolisme tubuh. Jika terjadi
ganguan endokrin akan menimbulkan masalah yang kompleks terutama
metabolisme fungsi tubuh yang terganggu, salah satu gangguan endokrin
adalah Diabetes Melitus yang disebabkan karena defisiensi absolute atau
relatif yang disebabkan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Caroline
& Marry, 2017).
Menurut survei yang dilakukan WHO, Diabetes di Indonesia masih
menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia adalah negara peringkat
keenam di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil dan
Meksiko dengan jumlah penyandang Diabetes usia 20-79 tahun sekitar 10,3
juta orang (Kemenkes, 2018). Sejalan dengan hal tersebut, Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 memperlihatkan peningkatan angka prevalensi
Diabetes yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5%
di tahun 2018 sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia mencapai lebih
dari 16 juta orang (Riskesdas, 2018).
Gangguan endokrin prankreas meliputi hipoinsulinisme dan
hiperinsulinisme. Diabetes melitus terbagi menjadi 2 yaitu diabetes type 1 dan
type 2. Sel khusus prankeas menghasilkan sebuah hormone yang disebut
insulin untuk mengatur metabolisme. Tanpa hormone ini, glukosa tidak dapat
masuk sel tubuh dan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya individu
dapat mengalami gejala hiperglikemia. Diabetes type 1 terjadi akibat
penghancuran sel beta prankeas karena sel beta prankeas telah rusak dan
dihancurkan oleh proses autoimun. Sementara diabetes type 2 prankeas masih
menghasilkan insulin.
Hasil penelitian Maria, K.Heri, 2020 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara lamanya menderita DM dan glikemik status (p = 0,01; OR =
3,46; 95% CI = 1,37–8.69) yang artinya penderita DM tipe 2 lebih dari 5
tahun tahun memiliki resiko 3,46 kali lebih besar mengalami status glikemik
yang buruk dibandingkan pasien dengan tipe 2 DM ≤5 tahun. Durasi diabetes
yang lebih lama mempengaruhi kontrol glikemik secara negatif. Ini terjadi
karena gangguan insulin yang progresif sekresi dari waktu ke waktu sebagai
akibat dari kegagalan sel beta. Seiring perkembangan penyakit, kebanyakan
pasien membutuhkan peningkatan farmakoterapi untuk mempertahankan
glikemik kontrol.
Dalam penelitian Kayar etal, 2017 menunjukan hasil yang sama yaitu
menemukan hubungan yang signifikan (p = <0,01) antara kontrol glikemik
yang buruk dan durasi penyakit. Diabetes bersifat progresif penyakit, dan
karena kadar glukosa meningkat, lebih banyak obat-obatan diperlukan untuk
mencapai glikemik yang baik kontrol. Durasi diabetes yang lebih lama
diketahui dikaitkan dengan kontrol glikemik yang buruk, dan ini dapat
dijelaskan dengan penurunan progresif sekresi insulin dari waktu ke waktu
karena kegagalan sel beta.

1.2 Tujuan Penulis


1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan secara umum adalah agar mahasiswa dapat memahami
kasus terkait gangguan system endokrin pada pasien DM type II
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami gangguan system endokrin DM type II
mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi dan
penatalaksanaannya.
2. Mahasiswa dapat memahami pengkajian keperawatan pada pasien DM
type II mulai anamnesa, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
aspek spriritual.
3. Mahasiswa dapat memahami analisis keperawatan pada kasus DM
type II dan diagnose keperawatan yang muncul?
4. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan (Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi) pada
pasien dengan gangguan system endokrin pada kasus DM type II?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori


2.1.1 . Konsep Teori Sistem Endokrin
Sistem endokrin, suatu system yang sangat terintegrasi, terlibat secara
kompleks dalam pengaturan semua proses di tubuh. Kelenjar endokrin
(kelenjar tanpa ductus/ saluran) merupakan sekolompok sel yang
menghasilkan zat kimia yang disebut hormon (Caroline, Mary T, 2017).
Sumber utama hormon bekerja sama dengan hormon lainnya untuk
melakukan banyak fungsi yaitu membantu mengendalikan keseimbangan
cairan dan elektrolit, membantu pengaturan pencernaan, meregulasi
metabolisme karbohidrat, bekerja sebagai neurotransmiter, dan mengatur
fungsi reproduksi.
Dalam tubuh manusia terdapat kelenjar enzim dan bagian beberapa
penting yang mempengaruhi ke stabilan tubuh.Salah satu kelenjar yang
memiliki pengaruh dalam tubuh adalah kelenjar endokrin. Kelenjar Endokrin
adalah sebuah organ yang memproduksi zat aktif hormon yang di lepaskan
melalui darah. Zat aktif ini akan mengatur sebuah organ atau beberapa organ
sekaligus. Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang
mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari
deretan sel-sel, lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat
halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Sistem endokrin, dalam
kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh.
Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat
dibedakan dengan karakteristik tertentu.
Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan
tidak melaui saluran, tapi dari sel-sel endokrin langsung masuk ke pembuluh
darah. Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells)
tempat terjadinya efek hormon. Sedangkan ekresi kelenjar endokrin keluar
dari tubuh kita melalui saluran khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar
ludah. Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar endokrin. Diantara kelenjar-
kelenjar tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin murni artinya
hormon tersebut hanya menghasilkan hormon misalnya kelenjar
hipofisis/pituitary, hiposis posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,
kelenjar medulla adrenal, korteks adrenal, kelenjar prankeas, kelenjar testis
dan kelenjar ovarium. Berikut gambar kelenjar endokrin pada organ tubuh
manusia :

Gambar 2.1 Kelenjar Endokrin

a. Kelenjar Hipofisis (Pituitary)


Kelenjar Hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau kelenjar
pengendali karena menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur
kegiatan kelenjar lainnya. Hipofisis ini mengeluarkan beberapa hormone
dintaranya :

Tabel a. Kelenjar Hipofisis (Pituitary)


Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- GH (Growth hormone) - Meningkatkan pertumbuhan
seluruh jaringan tubuh.
- TSH (Thyroid stimulating - Menstimulasi kelenjar tiroid untuk
hormone) menghasilkan hormone tiroid
- Menstimulasi korteks adrenal
- ACTH (Adrenocorticotropic untuk menghasilkan hormone
hormone) kortikal, membantu melindungi
tubuh dalam situasi stress (nyeri,
cedera)
- PRL (Prolaktin) - Menstimulasi sekresi ASI oleh
kelenjar mamae
- FSH (Follicle stimulating - Menstimulasi pertumbuhan dan
hormone) aktivitas hormone pada folikel
ovarium, menstimulasi
pertumbuhan testis, meningkatkan
kerja sel sperma.
- LH (Luteinizing hormone) - Menyebabkan pertumbuhan korpus
- ICSH (Interstitial cell luteum pada sisi folikel ovarium
stimulating hormone) pada yang rupture pada wanita,
pria. menstimulasi sekresi testosterone
pada pria.
- ADH (antidiuretic hormone) - Meningkatkan reabsorbsi air pada
tubulus ginjal, menstimulasi
jaringan otot polos pembuluh darah
untuk berkontriksi
- Oksitosin - Menyebabkan kontraksi otot
uterus, ejeksi ASI dari kelenjar
mamae.

b. Kelenjar Tiroid
Tiroid merupakan kelenjar yang terdiri dari folikel-folikel dan terdapat di
depan trakea. Kelenjar yang terdapat di leher bagian depan di sebelah bawah
jakun dan terdiri dari dua buah lobus.
Tabel b. Kelenjar Tiroid
Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- Hormon Tiroid (Tiroksinin dan - Meningkatkan laju metabolic,
Triiodotironin) mempengaruhi aktivitas fisik, dan
mental di perlukan untuk
pertumbuhan normal
- Kalsitonin - Menurunkan kadar kalsium dalam
darah

c. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar ini menghasilkan parathormon (PTH) yang berfungsi untuk
mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler dengan cara
mengatur absorpsi kalsium dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal, dan
pelepasan kalsium dari tulang.
Tabel c. Kelenjar Paratiroid
Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- Hormon Paratiroid - Meregulasi pertukaran kalsium
antar tulang dan darah.
Meningkatkan kadar kasium dalam
darah.

d. Kelenjar Adrenal
Kelenjar ini berbentuk bola, atau topi yang menempel pada bagian atas ginjal.
Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenalis dan dibagi atas dua bagian,
yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula).
Tabel d. Kelenjar Adrenal
Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- Hormon Epineprin dan - Meningkatkan tekanan darah dan
Norepineprin denyut jantung. Mengaktifkan sel
yang dipengaruhi oleh system saraf
simpatik dan banyak sel yang tidak
dipengaruhi oleh saraf simpatik.
- Kortisol (95% glukokortikoid) - Membantu dalam metabolism
karbohidrat, protein dan lemak aktif
selama stress.
- Aldosteron (95% - Membantu dalam meregulasi
mineralokortikoid) keseimbangan cairan dan elektrolit

e. Kelenjar Testis
Testis pada mammalia terdiri dari tubulus yang dilapisi oleh sel – sel
benih (sel germinal), tubulus ini dikenal dengan tubulus seminiferus.
Tabel e. Kelenjar Testis
Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- Hormon Testosteron - Menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan organ seksual pria
(misalnya testis dan penis) ditambah
perkembangan karakteristik seks
sekunder seperti rambut, wajah, dan
suara

f. Kelenjar Ovarium
Merupakan kelenjar kelamin wanita yang berfungsi menghasilkan sel
telur, hormone estrogen dan hormone progesterone.
Tabel f. Kelenjar Ovarium
Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- Hormon Estrogren - Menstimulasi pertumbuhan seks
wanita (uterus, tuba falopi) disertai
perkembangan payudara dan
panggul
- Progesteron - Menstimulasi perkembangan bagian
sekresi kelenjar mamae.
Mempersiapkan lapisan uterus untuk
implantasi ovarium yang dibuahi.

g. Kelenjar Prankeas
Kelenjar prankeas merupakan sekelompok sel yang terletak di prankeas.
Kelenjar prankeas menghasilkan hormone insulin dan glucagon. Insulin
mempermudah gerakan glukosa dari darah menuju sel sel lalu menembus
membrane sel. Di dalam otot glukosa dimetanolisme dan di bentuk dalam
bentuk cadangan. Di sel hati insulin mempercepat proses pembentukan
glikogen (glikogenesis) dan pembentukan lemak (lipogenesis). Kadar
glukosa yang tinggi dalam darah merupakan rangsangan untuk mengeksresi
insulin. Sebagai contoh, insulin akan meningkat setelah kita makan. Setelah
makan, maka kadar glukosa dalam darah akan naik karena tubuh
mendapatkan glukosa dari pemecahan makanan tersebut. Tubuh mengambil
kelebihan glukosa dengan cara mensekresikan insulin untuk
menyeimbangkannya pada kadar normal. Sebaliknya glukagon bekerja
secara berlawanan terhadap insulin.
Glukagon berfungsi mengubah glikogen menjadi glukosa sehingga
kadar glukosa naik. Contohnya pada saat kita berpuasa. Karena tubuh tidak
mendapatkan asupan glukosa ketika berpuasa, maka tubuh mensekresikan
glukagon untuk menyeimbangkan kekurangan glukosa tersebut. Jika
seseorang tidak dapat memproduksi insulin seperti pada kasus pasien DM,
maka glukosa dalam darah terus bertambah karena glukosanya tidak bisa
dirubah menjadi glikogen. Akibatnya urine yang dikeluarkannyapun
mengandung glukosa. Peningkatan glukosa darah akan merangsang
pankreas untuk mensekresi insulin, yang memicu sel-sel targetnya untuk
mengambil kelebihan glukosa dari darah. Ketika kelebihan itu telah
dikeluarkan atau ketika konsentrasi glukosa turun, maka pancreas akan
merespons dengan cara mensekresikan glukagon, yang mempengaruhi hati
untuk menaikkan kadar glukosa darah.
Tabel g. Kelenjar Prankeas
Hormon yang di hasilkan Fungsi Utama
- Hormon Insulin - Membantu transportasi glukosa ke
dalam sel, diperlukan untuk
metabolisme makanan khusunya
glukosa, dan menurunkan gula
darah.
- Hormon Glukagon - Menstimulasi hati untuk melepaskan
glukosa, yang kemudian
meningkatkan kadar glukosa darah.

2.1.2 Kosep Teori Diabetes Melitus


a. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolisme kronis
yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi), yang
disebabkan karena ketidak-seimbangan antara suplai dan kebutuhan
untuk memfasilitasi masuknya glukosa di dalam sel (Soegondo, 2011).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat
gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau kombinasi
keduanya (ADA, 2016). Adanya gangguan tersebut mengakibatkan gula
didalam darah tidak dapat digunakan oleh sel tubuh sebagai energi
hingga akhirnya menyebabkan kadar gula dalam darah tinggi atau
hiperglikemia (IDF, 2013).
Deteksi dini atau screening merupakan salah satu strategi penting
dalam tatalaksana diabetes melitus. Diabetes bisa dialami oleh siapa
saja, berbagai profesi, suku, agama, usia, pekerjaan, dan status sosial
ekonomi. Diabetes memiliki dasar riwayat keturunan atau genetik yang
kuat yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya (Nurrahmani,
2012). Salah satu faktor penyebab diabetes melitus adalah riwayat
keturunan (genetik) diabetes melitus dari orang tua. Faktor gen
penyebab diabetes melitus akan dibawah oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes melitus. Pewaris gen ini dapat sampai ke cucunya
bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil (Hasdianah, 2012).
Salah satu penyebab dari Diabetes Melitus adalah gaya hidup yang
mengakibatkan tidak terkontrolnya kadar gula dalam darah. Adapun
bahaya yang dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus jika tidak di
obati dengan benar maka akan menimbulkan dampak yang buruk pada
tubuhnya. Beberapa dampak atau komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien Diabetes Melitus adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis,
sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketoti (Smeltzer & Bare,
2012).
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang
di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin. Faktor resiko dari
Diabetes melitus tipe 2 yaitu usia, jenis kelamin, obesitas, hipertensi,
genetic, makanan, merokok, alcohol, kurang aktivitas, lingkar perut.
Tipe Diabetes MellitusTerdapat tiga macam tipe diabetes mellitus,
yaitu:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
absolute insulin. Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin
(DMDI). Pengidap penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti.
Diabetes tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia
kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikit
lebih banyak daripada wanita. Karena insidens diabetes tipe I
memuncak pada usia remaja dini, bentuk ini disebut sebagai diabetes
juvenile. Namun, diabetes tipe I dapat timbul pada segala jenis usia.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat
insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM).
Diabetes mellitus tipe II biasanya timbul pada orang yang berusia lebih
dari 30 tahun. Pada penderita DM tipe II ini pasien wanita lebih banyak
dari pada pria.
c. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasiional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan
kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Namun,
risiko mengalami diabetes tipe II pada waktu mendatang lebih besar
dari pada normal.

b. Etiologi Diabetes Melitus


1) Etiologi Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes tipe I diperkirakan timbul akibat destruksi otoimun sel-sel
beta pulau Langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Serangan
otoimun dapat timbul setelah infeksi virus misalnya gondongan
(mumps), rubella, sitomegalovirus kronik, atau setelah pajanan obat
atautoksin (misalnya golongan nutrosamin yang terdapat pada
daging yang diawetkan.
2) Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukan.
Selain itu, pengaruh genetik, yang menentukan kemungkinan
seseorang mengidap penyakit ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa
terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang
menyebabkan pancreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau
menyebabkan reseptor insulin/perantara kedua tidak dapat berespons
secara adekuat terhadap insulin. Rangsangan berkepanjangan atas
reseptor-reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah
reseptor insulin yang terdapat di sel-sel. Hal ini disebut
downregulation. Etiologi diabetes mellitus tipe 2 melibatkan faktor
lingkungan, gaya hidup sedentari, dan faktor genetik.
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Menurut Sujono & Sukarmin (2011) manifestasi
klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang
sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena
air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien
konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang
kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan.
Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar
yang luar biasa.
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.

b) Gejala lain yang muncul


1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai
bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa
disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran
darah pada penderita diabetes kronik.
2) Mata kabur karena retinopati dibetik akibat oleh hiperglikemia.

3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu


jamur terutama candida.
4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari
unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian
perifer.
5) Kelemahan tubuh
6) Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh
sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan
bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain.
Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel
sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan.

d. Patofisiologi
Pathway (Setiaji, 2017)

Usia Faktor imunologi Genetik Obesitas

Penurunan Respon autoimun Peningkatan beban


fisiologis abnormal Individuyangmemiliki Antigen metabolisme glukosa
HLA

Reaksi
Autoimun

Diabetes Mellitus

Sel ß pankreas hancur/menurun

Kelelahan Poliuria Polidipsia


Hiperglikemi

Olahraga Pola makan


berlebihan yang buruk

Hipoglikemia

Resiko Ketidakstabilan Gula


Darah

e. Penataksanaan pada DM type II (sesuai kasus)


a. Diet (Non Farmakologi)
Pada pasien yang glikeminya terkendali baik, hanya dengan
diet dan aktivitas jasmani maka risiko terkait dengan puasa
akan rendah. Potensi risiko yang mungkin terjadi adalah
hiperglikemi pasca-makan. Potensi risiko hiperglikemi tersebut
dapat terjadi sesudah buka dan sahur. Distribusi kalori menjadi
2 atau 3 porsi di jam antara buka dan sahur dapat membantu
untuk mengurangi risiko hiperglikemi sesudah buka dan sahur.
Aktivitas jasmani dapat dikurangi intensitas dan lamanya,
misalnya dijalankan 2 jam sesudah buka.
b. Farmakologi
Prinsip individualisasi dalam pemilihan obat harus diterapkan.
Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin (sulfonilurea dan
glinid) dan insulin dapat meningkatkan potensi risiko
hipoglikemi. Sedangkan obat yang meningkatkan sensitifitas
insulin (glitazon dan acarbose) dikaitkan dengan potensi risiko
hipoglikemi yang rendah. Dalam memilih cara intervensi pada
pasien diabetes termasuk memilih obat, perlu dipertimbangkan
faktor keamanan obat, efektivitas dalam menurunkan HbA1c,
pengaruhnya terhadap faktor risiko kardiovaskular yang lain
(berat badan, tekanan darah, profil lemak), tolerabilitas obat,
kenyamanan (conveniency), dan harga. Pasien yang hanya
mendapat terapi metformin dapat berpuasa dengan aman karena
kemungkinan kecil terjadi hipoglikemi berat. Dosis dapat
disesuaikan, yaitu 2/3 dosis diberikan waktu buka dan 1/3
sisanya waktu sahur. Sulfonilurea bekerja cepat dan efektif
dalam menurunkan HbA1c, serta setara dengan metformin (1-
2%).Hipoglikemia berat atau parah merupakan komplikasi
yang relative jarang pada penggunaan SU.
c. Terapi insulin subkutan.
Masalah yang ada dengan terapi insulin di pada pasien DM tipe
2 sama dengan masalah yang timbul pada DM tipe 1, meskipun
angka kejadian hipoglikemi pada pasien DM tipe 2 lebih
rendah. Sasaran utama adalah mengendalikan hiperglikemi
basal dengan menggunakan persediaan insulin kerja menengah
atau analog insulin kerja lama. Sebagian besar pasien
memerlukan tambahan pemberian insulin reguler kerja pendek
atau analog insulin kerja cepat sebelum makan, untuk
mengendalikan hiperglikemi sesudah makan. Risiko
hipoglikemi pada pasien DM tipe 2 yang berusia lanjut sangat
tua cenderung lebih tinggi. Hasil uji klinik penggunaan analog
insulin kerja cepat menunjukkan risiko hipoglikemi yang lebih
rendah serta kendali glukosa darah prandial yang lebih baik,
dibandingkan dengan penggunaan insulin reguler kerja pendek.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan (Pasien Diabetes Melitus sesuai kasus)


a. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
Lakukan pengkajian keluhan utama mengenai adanya lemas, penambahan
berat badan berlebihan atau tidak adekuat, polipdipsi, poliphagi, poluri,
nyeri tekan abdomen dan retinopati.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
1). Alasan Masuk Rumah Sakit
Lakukan pengkajian dengan menganamnesa alasan pasien masuk rumah
sakit
2). Riwayat Kesehatan Pasien
Kaji pada pasien mengenai Riwayat Kesehatan pasien dengan
menganamnesa sudah berapa lama pasien mengalami keluhannya
tersebut.
3). Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji pada pasien mengenai Riwayat Kesehatan terdahulu, seperti sudah
berapa lama pasien menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), dan
tanyakan apakah ada penyakit penyertanya atau tidak.
4). Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji pada pasien di keluarga apakah ada yang memiliki penyakit
Diabetes Melitus / tidak.
4. Aspek Psiko, Sosio, Spiritual
1). Gambaran diri
2). Harga diri
3). Peran diri
4). Ideal diri
5.) Identitas diri
5. Pemeriksaan Fisik
1). Keadaan Umum
a. Kesadaran : Kaji kesadaran apakah pasien Composmentis/ Samnolen
b. Status Gizi : kaji TB, BB, dan IMT pasien
2). Pemeriksaan Head to Toe
a. Sistem Pernafasan
Sirkulasi, bunyi nafas, apakah ada sumbatan jalan nafas atau tidak
b. Sistem Kardiovaskuler
Nadi cepat, pucat, diaforesis atau hipoglikemi, lakukan kaji CRT,
SPO2
c. Sistem Perkemihan
Kaji adanya pielonefritis, infeksi saluran kencing berulang, nefropati
, dan ketonuria
d. Sistem Pencernaan
Polidipsi, Poliuri, Mual dan muntah, Obesitas. Nyeri tekan abdomen.
Hipoglikemi, Glukosuria.
e. Sistem Persyarafan
Kaji apakah ada pengelihatan buram kearah tanda retinopati/ tidak
f. Sistem Integumen
Sensasi kulit lengan, paha, pantat dan perut dapat berubah karena
ada bekasinjeksi insulin yang sering
g. Sistem Muskuloskeletal
Edema pada pergelangan kaki atau tungkai.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko gangguan ketidak seimbangan kadar glukosa dalam darah
dengan factor risiko ketidak patuhan pengobatan
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penglihatan kabur
3. Risiko Ketidak seimbangan elektrolit dengan factor risiko poliuri dan
polidipsia
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi dilakukan sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah
ditentukan. Intervensi keperawatan meliputi intervensi mandiri dan
kolaborasi dengan tim medis lainnya.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Nursalam, 2009).
Jenis – jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah :
1) Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri
oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan
menanggapi reaksi karena adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (interdependent) adalah tindakan keperawatan
atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
3) Rujukan/ketergantungan (dependent) Jika pasien tidak menunjukkan
suatu perubahan ke arah kemajuan sebagaimana dengan kriteria yang
diharapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2008).
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

c.1 Asuhan Keperawatan (ASKEP) sesuai Kasus


1. Oleh : Kelompok II
2. Sumber data : Pasien, keluarga pasien, dan status rekam medis
pasien
3. Metode : Wawancara, observasi, dan studi
dokumen
1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : Ny. X
Tempat tanggal lahir : 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : (Tidak terkaji dalam kasus)
Pendidikan : (Tidak terkaji dalam kasus)
Pekerjaan : (Tidak terkaji dalam kasus)
Status Perkawinan : Kawin
Suku/Bangsa : (Tidak terkaji dalam kasus)
Alamat : (Tidak terkaji dalam kasus)
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
Penanggung Jawab/ : Keluarga
b. Identitas Penanggung Jawab Pasien
Nama : Bp. X
Umur : (Tidak terkaji dalam kasus)
Pendidikan : (Tidak terkaji dalam kasus)
Pekerjaan : (Tidak terkaji dalam kasus)
Alamat : (Tidak terkaji dalam kasus)
Hubungan dengan pasien : Suami
Status perkawinan : Nikah

2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Keluarga mengatakan pasien tampak lemas dan tidak sadarkan
diri.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


a) Alasan masuk RS : Keluarga mengatakan pasien tampak
lemas, berjalan sempoyongan dan jatuh tidak sadarkan diri
pada pukul 05.00 dirumahnya.
b) Riwayat kesehatan pasien : Keluarga mengatakan pasien sering
mengeluh lemas, sering kencing, merasa haus terus menerus,
banyak makan karena merasa lapar terus menerus dan pasien
memiliki riwayat kencing manis 5 tahun yang lalu.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat NIDDM itu
sejak 5 tahun yang lalu. Saat itu pasien sering mengeluh badan
terasa lemas, sering kencing, merasa haus terus menerus,
banyak makan karena merasa lapar terus menerus.
b) Pada Tahun ke 1 sejak keluhan mulai muncul pasien
mendapatkan pengobatan rawat jalan dan mendapatkan obat
Daonil tablet setiap setelah makan dan dilakukan pemeriksaan
gula setiap bulan sekitar 200-240 gr/dl.
c) Pada Tahun ke 2 keluhan mulai berkurang dan pasien mulai
enggan untuk kontrol.
d) Pada Tahun ke 4 pasien sudah mengeluh penglihatannya
kabur, area ektremitas bawah terasa baal seperti kesemutan,
nafas pasien sering berbau keton.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram
(Tidak terkaji dalam kasus)
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
(Tidak terkaji dalam kasus)

3. Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik – Biologis
1) Nutrisi
a) Sebelum Sakit
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien tidak terkontrol
makanannya dikarenakan lapar yang terus menurus.

b) Selama sakit
Selama sakit dan dirawat di rumah sakit pasien Diit lunak DM
2) Pola Eliminasi
a) Sebelum Sakit
(Tidak terkaji dalam kasus)
b) Selama Sakit
Buang air kecil (BAK) terpasang cateter urin.
3) Pola Aktivitas
a) Sebelum Sakit
(Tidak terkaji dalam kasus)
b) Selama Sakit
Pola aktivitas menjadi terhambat karena kondisi pasien yang
tampak lemas
4)Kebutuhan Istirahat Tidur
a) Sebelum sakit
(Tidak terkaji dalam kasus)
b) Selama Sakit
Selama sakait keluarga pasien mengatakan tidak ada perubahan
dalam pola tidurnya di rumah sakit. Selama di rumah sakit pasien
bahkan lebih banyak waktunya untuk istirahat
5) Aspek bio-psiko-sosial
a) Pemeliharaan pengetahuan terhadap kesehatan
Keluarga pasien mengatakan apa bila sakit pasien suka berobat
jalan di fasilitas kesehatan.
b) Pola hubungan
Pasien menikah satu kali,dan tinggal bersama suaminya.
c) Koping atau tleransi stress
Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan
oleh pihak keluarga, terutama suami pasien dan pasien
6) Kognitif dan persepsi tentang penyakit
a) Keadaan Mental Pasien tidak sadarkan diri

b) Berbicara Pasien dapat berbicara dengan lancar


c) Bahasa yang dipakai Bahasa Indonesia

d) Kemampuan bicara Tidak ada gangguan

e) Pengetahuan pasien Kurang pengetahuan


terhadap penyakit
f) Persepsi tentang Pasien tidak patuh pada apa yang
penyakit disarankan oleh petugas Kesehatan
untuk control rutin dan kurang patuh
pada apa yang disarankan oleh
keluarganya.

4. Primary survey
Data Action Respon
Airways 1. Pemberian oksigen / 1. Klien berespon
DS: Tidak dapat dikaji nasal kanul 2. Respirasi pasien
DO: 25x/menit
1. Pasien tidak sadar 3. Nadi teraba 90x/menit
2. Nadi teraba
Kesimpulan
 Airways clear
Breathing 1. Mengatur posisi pasien 1. Nafas normal
DS: Normal
DO: Respirasi 25 x/ menit

Kesimpulan:
 Breathing clear
Circulation 1. Dilakukan pemasangan 1. Infuse terpasang
DS: Tidak dapat dikaji terapi cairan infuse Nacl
DO: TD 100/80 mmHg, 0,9%
DX:
Risiko
Kekurangan volume cairan Kesimpulan
 Circulation clear
Disability 1. Dilakukan pemeriksaan 1. Penurunan kesadaran
DS: Tidak dapat dikaji GCS dengan 2. Gula darah 325 gr/dl
DO: mneggunakan rangsang
1. Pasien penurunan suara, nyeri pada strenum
kesadaran dan pemeriksaan pupil
2. Cek GDS Kesimpulan
DX:  Disabiity clear
Risiko hyperglikemi sementara

Exposure: (Tidak terkaji dalam kasus)


DS: Tidak dapat dikaji Kesimpulan
DO:  Eksposure clear
Folley Kateter 1. Dilakukan pemasangan 1. Katater terpasang
DS: Tidak dapat dikaji kateter oleh perawat IGD 2. Output urine 1000cc
DO: warna kuning jernih
1. Klien terbaring
ditempat tidur
2. Klien tampak
terpasang infus Kesimpulan:
 Foley Cateter clear

5. Secondery Survey
a. History AMPLE

A : (Tidak terkaji dalam kasus)


M : Pengobatan DM Daonil
P : Penyakit gula (DM type II)
L : (Tidak terkaji dalam kasus)
E : (Tidak terkaji dalam kasus)
b. Pemeriksaan fisik Head To Toe
a. Wajah : (Tidak terkaji dalam kasus)
b. Mata : Penglihatan mulai kabur
c. Hidung : (Tidak terkaji dalam kasus)
d. Telinga : (Tidak terkaji dalam kasus)
e. Mulut : Berbau keton
f. Leher : (Tidak terkaji dalam kasus)
g. Dada : (Tidak terkaji dalam kasus)
h. Abdomen : (Tidak terkaji dalam kasus)
i. Tangan : (Tidak terkaji dalam kasus)
j. Kaki : Bagian kedua kaki terasa baal seperti kesemutan

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadan umum : Samnolen
Sstatus gizi : (Tidak terkaji dalam kasus)
TB : (Tidak terkaji dalam kasus)
BB : (Tidak terkaji dalam kasus)
b. Tanda tanda Vital
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 90 x /menit
Suhu : (Tidak terkaji dalam kasus)
Respirasi : 25 x / menit
Spo2 : (Tidak terkaji dalam kasus)

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
N Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
o
1 Hb 12 gr% 12-16 g/dl
2 Leukosit 6000 mm3 5000 – 10000 mcl
3 Trigliserida 268 gr/dl < 150
4 GDS 325 gr/dl < 200

b. Pemeriksaan jantung
N Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
o
EKG Sinus Rhythm Normal
c. Terapi pengobatan
N Obat dosis Rute
o
Insulin 7-7-6 UI IC

2. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
1. S: Risiko gangguan Factor risiko
• Keluarga pasien ketidakseimbangan
mengatakan pasien kadar glukosa Ketidak patuhan
pengobatan DM
tampak lemas, dalam darah.
sebelumnya banyak
Sel beta pancreas tergangu
makan karena lapar
terus Produksi insulin menurun
• Keluarga pasien
Glikogen meningkat
mengatakan
mempunyai riwayat
Hiperglikemi
DM sejak 5 tahun yang
lalu dan pasien mulai
Tubuh gagal meregulasi
enggan control
Hiperglikemi
O:
• GDS 325 gr/dl
Risiko gangguan ketidak
• Pasien tampak lemas seimbangan kadar glukosa
dalam darah
2. S: Risiko Kekurangan insulin
• Rasa haus terus Ketidakseimbangan
menerus elektrolit Hiperglikemi
• Jumlah urin meningkat
O: Urinasi meningkat
• Trigliserida 286 gr/dl
Dehidrasi

Rasa haus meningkat

Risiko ketidak seimbangan


cairan elektrolit

3. S: Ganguan persepsi Resistensi insulin


• Mengeluh penglihatan sensori
kabur Penggunaan glukosa oleh
• Ektremitas bawah otot, lemak dan hati
terasa baal dan menurun
kesemutan
O: Produksi glukosa oleh hati
• (Tidak terkaji dalam Meningkat
kasus)
Hiperglikemi

Penglihatan kabur

Ganguan persepsi sensori

3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data yang telah dibuat,maka ditemukan beberapa
diagnose keperawatan
1. Risiko gangguan ketidakseimbangan kadar glukosa dalam darah
berhubungan dengan faktor risiko ketidak patuhan pengobatan
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penglihatan kabur
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan factor risiko
poliuri dan polydipsia.
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Risiko gangguan ketidak Setelah dilakukan asuhan a. Berikan edukasi mengenai a. Pasien patuh dalam pengobatan.
seimbangan kadar glukosa keperawatan selama 1 x 24 strategi untuk
dalam darah b.d faktor jam, risiko ketidakstabilan mempertahankan / memperbaiki
risiko ketidak patuhan kadar glukosa darah teratasi kepatuhan dalam pengobatan
pengobatan. dengan kriteria : b. Berikan edukasi mengenai b. Pasien mengetahui jumlah
a. Hasil GDS menurun asupan kalori harian sesuai kebuthan kalori diit DM, dan
(dalam batas normal) kebutuhan diit DM. mengurangi keluhan lemas.
b. Nafas bau keton c. Ajarkan pasien dan keluarga c. Pasien dan keluarga dapat
berkurang/ hilang cara penggunaan injeksi mengelola pengobatan DM selama
c. Pasien bersedia patuh novorapid selama dirumah. di rumah
dalam pengobatan d. Kolaborasi dengan dokter dalam
d. Keluhan polifagi (lapar pemberian injeksi novorapid d. Novorapid injeksi sebagai
terus menerus) 7-7-6 unit/SC dan pemeriksaan pengganti fungsi insulin dalam
menurun keton dalam darah. tubuh untuk menstabilkan kadar
e. Keluhan lemas berkurang glukosa dalam darah
f. Pasien dan keluarga
dapat mengelola terapi
DM selama dirumah.
2. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan a. Identifikasi kemungkinan a. Perlunya indentifikasi penyebab
elektrolit b.d faktor risiko 1x24 jam resiko penyebab ketidakseimbangan ketidakseimbangan elektrolit pada
poliuri dan polidipsia ketidakseimbangan elektrolit. pasien untuk merencanakan
elektrolit dapat teratasi intervensi selanjutnya
dengan kriteria: b. Monitor eliminasi urin b. Untuk mengetahui identifikasi
a. Polidipsi (rasa haus (frekuensi, volume, warna, kehilangan elektrolit melalui
menerus) menurun konsistensi, dan aroma). pemantauan cairan
b. Poliuri (sering BAK c. Anjurkan mengurangi minum c. Mengurangi resiko BAK pada
dalam jumlah banyak) menjelang tidur. malam hari yang akan mengganggu
menjadi stabil/ membaik pola istirahat tidur.
jumlah urinenya d. Kolaborasi dengan dokter d. Menyeimbangkan elektrolit dalam
c. Trigliserida dalam batas dalam pemberian suplemen tubuh melalui bantuan pengobatan.
normal elektrolit

3. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan asuhan a. Kaji ketajaman pengelihatan a. Untuk mengidentifikasi
b.d penglihatan kabur keperawatan selama 1x24 pasien kemampuan visual pasien.
jam gangguan persepsi b. Orientasikan pasien pada b. Untuk meningkatkan kemampuan
sensori dapat teratasi lingkungan fisik sekitarnya persepsi sensori pasien
dengan kriteria: c. Anjurkan pasien untuk c. Untuk mencegah distress dan
a. Visibillitas melihat mengurangi sinar yang terlalu mengurangi resiko cidera
bayangan membaik dari terang (silau)
3 menjadi 4 d. Kolaborasi dengan dokter dalam d. Untuk mengoptimalkan proses
b. Pandangan kabur pemberian terapi/ pengobatan penyumbuhan pasien.
berkurang

5. Implementasi Keperawatan
No Hari/ Diagnosa
Tanggal Keperawatan Implementasi TTD/Paraf
Jam
1. Senin Risiko gangguan ketidak 1. Memberikan edukasi pada pasien mengenai strategi untuk Perawat
1/12/20 seimbangan kadar glukosa mempertahankan / memperbaiki kepatuhan dalam
09.00 dalam darah b.d faktor risiko pengobatan.
ketidak patuhan pengobatan. 2. Memberikan edukasi mengenai asupan kalori harian sesuai
kebutuhan diit DM.
3. Mengajarkan pasien dan keluarga cara penggunaan injeksi
novorapid selama dirumah.
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
injeksi novorapid (7-7-6unit/SC) dan pemeriksaan keton
dalam darah.
2. Senin Resiko ketidakseimbangan 1. Melakukan identifikasi kemungkinan penyebab Perawat
1/12/20 elektrolit b.d faktor risiko poliuri ketidakseimbangan elektrolit pada pasien.
09.00 dan polidipsia 2. Melakukan monitoring eliminasi urin (frekuensi, volume,
warna, konsistensi, dan aroma).
3. Menganjurkan pada pasien untuk mengurangi minum
menjelang tidur.
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
suplemen elektrolit
3. Senin Gangguan persepsi sensori b.d 1. Mengkaji ketajaman pengelihatan pasien Perawat
1/12/20 penglihatan kabur 2. Melakukan orientasikan pasien pada lingkungan fisik
09.00 sekitarnya
3. Menganjurkan pasien untuk mengurangi sinar yang terlalu
terang (silau)
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi/
pengobatan
6.Evaluasi Keperawatan
No Hari/Tanggal/Ja Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan (SOAP) TTD/Paraf
m
1. Senin Risiko gangguan ketidak S : Pasien mengatakan lemas mulai berkurang Perawat
1/12/20 seimbangan kadar glukosa O : - TD :110/70
09.00 WIB dalam darah b.d faktor risiko - S : 36,5
ketidak patuhan pengobatan. - N : 78
GDS : 300
A : Resiko gangguan ketidakseimbangan kadar
glukosa dalam darah
P:
1. Berikan edukasi pada pasien mengenai
strategi untuk mempertahankan /
memperbaiki kepatuhan dalam pengobatan.
2. Berikan edukasi mengenai asupan kalori
harian sesuai kebutuhan diit DM.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
injeksi novorapid (7-7-6unit/SC) dan
pemeriksaan keton dalam darah.
2. Senin Resiko ketidakseimbangan S : Pasien mengatakan lemas mulai berkurang Perawat
1/12/20 elektrolit b.d faktor risiko O : - TD :110/70
09.00 WIB poliuri dan polidipsia - S : 36,5
- N : 78
- Keluhan lemas berkurang
A : Resiko gangguan ketidakseimbangan elektrolit
P:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab
ketidakseimbangan elektrolit.
2. Monitor eliminasi urin (frekuensi, volume,
warna, konsistensi, dan aroma).
3. Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
suplemen elektrolit
3. Senin Gangguan persepsi sensori S : Pasien mengatakan lemas mulai berkurang Perawat
1/12/20 b.d penglihatan kabur O : - TD :110/70
09.00 WIB - S : 36,5
- N : 78
- Pandangan buram
A : Gangguan persepsi sensori
P:
1. Orientasikan pasien pada lingkungan fisik
sekitarnya
2. Anjurkan pasien untuk mengurangi sinar yang
terlalu terang (silau)
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi/
pengobatan
3.2 Hasil Diskusi
Dalam bab ini berisi tentang analisa teori dengan kasus diabetes melitus
kemudian dianalisa. Kelompok II KMB melakukan analisa perawatan selama
1x 24 jam dengan menggunakan proses keperawatan. Pada tahap ini dengan
berbagai cara untuk memperoleh data. Data yang diperoleh dari wawancara
yang bersumber dari pasien dan keluarga. Kemudian dilakukan analisa antara
sumber dengan data yang diperoleh.
KASUS KELOMPOK II
Seorang Perempuan, usia 45 tahun, datang ke UGD dalam keadaan tidak
sadar. pasien terlihat lemas. Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak 5
tahun yang lalu dan jarang kontrol. Cek GDS, hasil 325 gr/dl. TTV: TD
100/80 mmHg, Nadi 90 x/menit, Respirasi 25 x/menit, segera dipasang urine
catheter, produksi urine 1000 cc warna kuning jernih. Diperiksa EKG
lengkap, hasil normal. Pasien mendapat insulin 7 – 7 – 6 IU setengah jam
sebelum makan. Diet lunak DM. Hasil laboratorium Hb 12 gr%, Leukosit
6000 /mm3, Trigliserida 286 gr/dl. Pasien memiliki riwayat NIDDM sejak 5
tahun yang lalu. Keluhan pada saat itu, pasien sering merasakan lemas badan,
sering kencing, rasa haus terus menerus, banyak makan karena merasa lapar
terus. Pada tahun pertama sejak keluhan, Cek GDS setiap bulan sekitar 200 –
240 gr/dl. Mulai tahun kedua, keluhan sudah mulai berkurang, dan pasien
mulai enggan kontrol. Mulai tahun ke-4, pasien sudah mulai mengeluh
penglihatannya kabur, area ekstremitas bawah terasa baal seperti kesemutan,
napas pasien sering terasa berbau keton.
1. Pembahasan menurut Teori dan Journal:
1) Penyebab pasien mengalami keluhan lemas dan ekstremitas bawah
mengalami kesemutan.
Seseorang dikatakan mengalami gula darah tinggi atau hiperglikemi
apabila dirinya memiliki kadar gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dL.
Salah satu keluhan yang terjadi akibat hiperglikemi adalah badan lemas.
Kondisi ini biasanya baru dirasakan ketika kadar gula darah melonjak
hingga lebih dari 300 mg/dL atau 500 mg/dL. Pada kasus ini pasien
mengalami Hiperglikemi yang mengakibatkan sirkulasi darah, sehingga
sel-sel di dalam tubuh terhambat sehingga tidak mendapatkan oksigen
serta nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien. Otomatis, badan pasien pun
akan menjadi lemas.
2. Penyebab pasien mengalami keluhan pengelihatan kabur
Semua orang yang menderita diabetes Tipe 1 dan Tipe 2 berisiko
mengalami komplikasi diabetes pada mata. Penglihatan kabur, ada
bintik-bintik atau bercak bayangan hitam mengambang dalam
penglihatan serta gangguan penglihatan lainnya menjadi pertanda
komplikasi diabetes sudah menjalar pada mata. Ada tiga penyakit yang
diakibatkan oleh diabetes sendiri, yakni retinopati diabetik, glaukoma,
dan katarak. Pada kasus diatas pasien berusia 45 tahun mengalami
komplikasi akibat diabetes yaitu retinopati. Hal ini disebabkan oleh
tingginya kadar glukosa dalam tubuh pasien yakni 325gr/dl. Sehingga
pembuluh darah rusak akibat penyempitan saluran darah ke mata atau
kurangnya nutrisi yang diterima oleh mata yang menyebabkan
pengelihatan buram.
Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Dyah tahun 2017 yang
menyebutkan bahwa pasien retinopati diabetik terbanyak adalah pada
kelompok usia 45-64 tahun sebanyak 82.7%. Retinopati diabetik paling
banyak (52.0%) didapatkan pada perempuan dengan kelompok usia 45-
64 dan paling sedikit (2.7%) pada laki-laki dengan kelompok usia 25-44
dan laki-laki dengan kelompok usia 65 tahun ke atas.
3. Penyebab pasien mengalami nafas bau keton
Akibat penyakit diabetes, tubuh tidak mampu menghasilkan insulin
dalam jumlah cukup atau tidak bisa menggunakan insulin untuk
mengubah gula darah menjadi energi. Alhasil, tubuh penderita diabetes
akan menggunakan lemak untuk diubah menjadi energi. Proses ini akan
menghasilkan sebuah zat asam yang disebut dengan keton. Tingkat keton
yang tinggi kemudian terbentuk sebagai produk limbah, yang
menyebabkan bau tidak sedap pada napas pasien penderita diabetes
dalam kasus ini. Jika kadar keton meningkat, napas pasien akan memiliki
bau yang manis. Hal ini bisa menjadi sebuah tanda yang khas bahwa
pasien sedang mengalami diabetic ketoacidosis. Selain bau napas manis,
gejala lain yang sering muncul pada diabetic ketoacidosis adalah buang
air kecil lebih seiring, kadar gula darah yang tinggi, kesulitan bernapas,
bahkan penurunan kesadaran.
4. Penyebab Trigliserida pasien diabetes meningkat
Pada kasus ini pasien memiliki trigliserida yang tinggi yaitu dengan hasil
Trigliserida yang tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
jarang berolahraga dan mengidap penyakit diabetes. Diabetes mellitus
tipe 2 adalah jenis penyakit yang terjadi karena naiknya kadar gula dalam
darah. Salah satu penyebab hal tersebut bisa terjadi adalah kebiasaan
mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kadar gula tambahan
dan karbohidrat. Risiko penyakit diabetes menjadi lebih tinggi pada
orang yang memiliki sedikit aktivitas fisik alias jarang berolahraga.
Kedua kebiasaan tersebut nyatanya juga merupakan penyebab tingginya
kadar trigliserida dalam darah. Selain kesamaan pada penyebabnya,
tingginya kadar trigliserida ternyata juga berpengaruh dan bisa
menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
kondisi yang terjadi karena menurunnya kemampuan insulin dalam
memproses glukosa yang masuk ke dalam tubuh. Jika resistensi insulin
terjadi, akibatnya tubuh tidak dapat bekerja maksimal dalam memproses
glukosa. Akibatnya, glukosa dan trigliserida akan berkumpul dan
menumpuk dalam darah.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada kasus diabetes type II yaitu akibat kerusakan sel-sel beta
pankreas yang memproduksi insulin, sehingga suntikan insulin inerupakan
satu satunya cara pengobatan. Diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar
glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal yang disebut resistensi
insulin Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, lemas, berat
badan menurun, kesemutan, gatal, dan mata kabur.
4.2 Saran
Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada pasien, sehingga pengetahuan
pasien tentang diabetes mellitus akan bertambah. Mengetahui tanda bahaya
dari adanya komplikasi diabetes secara dini sangat perlu agar tindakan medis
secara dini dapat dilaksanakan. Anjurkan pasien melakukan olahraga
kesehatan control rutin dan mengatur diit serta dalam cara meminum obat
DAFTAR PUSTAKA

Karakteristik Klinis Pasien Retinopati Diabetik Periode 1 Januari 2014–31


Desember 2015 di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Dyah Rahayu
Utami1 , Ramzi Amin2 , dan Nyayu Fauziah Zen3

Anda mungkin juga menyukai