Disusun oleh:
Kelompok 2
i
DAFTAR PENILAIAN PEER- GROUP
PENILAIAN KELOMPOK
(Dilihat dari kerjasama,
No NAMA MAHASISWA kontribusi, dan partisipasi)
2. Krisda Amelia
3. Dian Rismawati
6. Amelia Fatimah
iii
DAFTAR ISI
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Konsep dan Asuhan Keperawatan pada Pasien Tn. N
dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Fraktur” dengan rasa syukur dan
mengumpulkan tepat pada waktunya. Tidak lupa, shalawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kami juga berterimakasih
kepada dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan dari pembaca demi perbaikan makalah ini. Karena
tentunya kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai peran perawat dalam pemeriksaan di
masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya,
sekiranya hal- hal yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang akan membacanya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.
Penyusun
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Sedangkan pada usia dewasa lansia tindakan yang diambil biasanya lebih
dominan dengan cara operasi karena kemampuan regenerasi tulang di usia
tersebut sudah mulai menurun.
Menurut E- jurnal medika Vol. 7 No.12 tahun 2018, jumlah kasus fraktur
ini mencapai lebih dari 250.000 kasus setiap tahunnya di Amerika Serikat dan
biasanya banyak terjadi pada pasien di atas usia 50 tahun. Selain itu fraktur
ekstremitas bawah juga memiliki angka prevalensi yag tinggi di Indonesia
sebesar 46,2% dibandingkan dengan fraktur lainnya. Berdasarkan data rekam
medis RSUP Sanglah tahun 2012, kasus fraktur femur sebanyak 239 kasus
(24,54%) atau rata- rata sebanyak 20 kasus per bulan, dimana mayoritas
kejadian dialami oleh pasien dengan rentang usia 20-65 tahun (lansia).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disadari bahwa angka insiden fraktur
leher femur di Indonesia cukup tinggi dan diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan seiring bertambahnya jumlah geriatri dan banyaknya faktor
risiko. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas berbagai konsep
materi mengenai kelainan- kelainan yang terjadi di sistem muskuloskeletal
meliputi anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, manisfestasi klinis,
penatalaksanaan medis, farmakoterapi, hingga asuhan keperawatan sebagai
sarana pengaplikasian perawatan untuk pasien yang mengalami gangguan di
sistem muskuloskeletal.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan merupakan penjabaran mengenai sesuatu yag ingin dicapai dalam
penulisan makalah. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada
pasien Ny.N dengan gangguan sistem muskuloskeletal: fraktur.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui Anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal.
b. Untuk mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem
muskuloskeletal meliputi : definisi, etiologi, manisfestasi klinis,
3
4
5
berongga tulang pipih (khususnya sternum) dan hanya pada tulang panjang,
yaitu humerus dan kepala femur. (Lemone etc all, 2016)
System Havers
2. Jenis Persendian
Berdasarkan sifat geraknya:
a. Sinartrosis (Sendi Mati) atau tidak memungkinkan adanya gerak
Sinartrosis adalah hubungan antara kedua ujung tulang yang
direkatkan oleh suatu jaringan ikat yang mengalami osifikasi dan tidak
memungkinkan adanya gerakan atau persendian yang tidak dapat
digerakkan. Permukaan tulang hamper kontak langsung, hanya dikaitkan
oleh jaringan ikat atau kartilaho hialin. Contoh: hubungan antara tulang-
tulang tengkorak.
6
Kontraksi otot dipacu oleh potensial aksi dari sinaps sel daraf yang
menyebabkan pelepasan ion kalsium (Ca2+) oleh reticulum sarkoplasma
(reticulum endoplasma yang terspesialisasi) di otot. Pelepasan Ca2+
menyebabkan protein regulator tropomiosin dan troponin berubah
8
bentuk. Hal ini memungkinkan terjadi ikatan antara kepala myosin dan
filament aktin. Ketika filament-filamen aktin meluncur menuju tengah
sarkomer, oto memendek (kontraksi). Pada saat relaksasi, filament-
filamen tersebut kembali ke bentuk semula.
Pada saat filament aktin meluncur, kepala myosin akan membentuk
ikatan (cross bridges) dengan sebuah bonggol pada badan filament aktin.
Agar dapat berikatan, dibutuhkan energy yang diperoleh dari pemecahan
ATP (adenosine triphosphate) menjadi ADP (adenosine diphosphate).
Kombinasi aktin dan myosin dengan bantuan energy ATP ini disebut
aktomiosin.
ATP ADP + P
Aktin + Miosin Aktomiosin
Sel otot umunya hanya menyimpan sedikit ATP untuk beberapa
kali kontraksi. Untuk kontraksi berulang, diperlukan ATP lebih banyak.
Energy tersebut diperoleh dari cadangan energy berupa keratin fosfat.
Cadangan energy ini memberikan gugus fosfat kepada ADP untuk
membentuk ATP. Namun, cadangan kreatin fosfat akan habis jika otot
bekerja lebih keras.
Untuk menunjang pergerakan otot yang lebih keras dan lama,
mitokondria sel otot lebih banyak memerlukan glukosa dan oksigen.
Oleh karena itu, detak jantung dan napas akan lebih cepat. Glukosa dan
oksigen digunakan untuk respirasi sel dan menghasilkan ATP.
Meskipun detak jantung dan napas lebih cepat, namun tetap
diperlukan waktu bagi glukosa dan oksigen mencapai sel otot. Untuk
menyediakan energy secara cepat, glukogen yang terdapat pada otot
dapat dipecah menjadi glukosa dan asam laktat. Secara normal sel
memerlukan oksigen untuk memecah karbohidrat dan menyitesis ATP.
Namun, pemecahan glikogen dapat terjadi tanpa oksigen, yaitu melalui
proses fermentasi asam laktat.
Selama latihan keras, asam laktat terakumulasi di otot. Asam laktat
di otot dapat menyebabkan otot lelah dan sakit. Namun, asam laktat
9
secara berkala terbawa aliran darah menuju hati. Kemudian, asam laktat
diubah menjadi asam piruvat oleh sel hati. Proses fermentasi asam laktat
untuk menghasilkan ATP ini disebut juga respirasi anaerob.
Ketika detak jantung dan napas bertambah kencang, hal ini
memberikan lebih banyak udara pada sel otot sehingga sel otot mampu
melakukan respirasi secara normal (respirasi aerob). Sebagian besar ATP
yang dihasilkan mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif. Proses
ini menggunakan energy kimia yang berasal dari katabolisme
karbohidrat, lemak, atau protein. (Factor & Moekti, 2007)
b. Mekanisme Kerja Rangka
1) Koordinasi dengan Sistem Peredaran Darah
System peredaran darah mengangkut darah, dengan
bantuan pembuluh darah, keseluruh bagian tubuh, langsung dari
kepala ke jari kaki. Konstituen pertama darah adalah
hematocytes, yakni sel darah merah dan sel darah putih
diproduksi oleh sumsum tulang.
Sumsum tulang terletak pada poros berongga di tulang.
Sumsum yang baru awalnya akan berwarna merah, sedangkan
sumsum tua berwarna kuning. Sumsum tulang mampu
memproduksi kurang lebih 2,6 juta hematocytes per detik.
Apabila sumsum berhenti memproduksi sel-sel darah, tentu
manusia tidak akan mampu bertahan hidup lama, sebab sel-sel
darah putih mencapai imunitas tubuh terhadap serangan dari
berbagai penyakit.
2) Koordinasi dengan Sistem Otot
Peran utama dari system rangka manusia, bersama dengan
system otot, yakni untuk memberikan gerakan. System kerangka
utama yang terdiri dari tulang klasifikasi dan massa bisa lebih
lembut atau yang dikenal dengan tulang rawan, dan terhubung
ke otot-otot oleh tendon.
4. Proses Pembentukan Tulang
10
selama masa remaja akan menghasilkan tulang yang kurang padat pada
masa selanjutnya dalam kehidupan. Sebagian besar kalsium yang
terdapat dalam tulang hidup individu dideposit sebelum usia 20 tahun.
d. Kontrol Vitamin D pada Aktivitas Osteoblas
Vitamin D menstimulasi klasifikasi tulang secara langsung dengan
bekerja pada osteoblas, dan secara tidak langsung dengan menstimulasi
kalsium di usus. Peningkatan absorpsi kalsium meningkatkan
konsentrasi kalsium darah, yang mendorong klasifikasi tulang. Dengan
demikian, vitamin D sangat penting untuk memastikan absorpsi kalsium
yang adekuat di usus. Akan tetapi, vitamin D dalam jumlah yang sangat
besar dapat meningkatkan kadar kalsium serum. Vitamin D dalam
jumlah besar tanpa kalsium yang adekuat dalam makanan, sebenarnya
dapat meningkatkan resorpsi tulang.
5. Proses Penyembuhan Tulang
Fraktur tulang diklasifikasikan menjadi berikut ini.
a. Sederhana: ujung tulang tidak menonjol ke kulit.
b. Majemuk: ujung tulang menonjol ke kulit.
c. Patologis: fraktur tulang diperlemah dengan penyakit.
Setelah fraktur, ujung tulang yang patah disatukan oleh deposisi tulang
yang baru. Penyembuhan tulang terjadi dalam beberapa tahap
a. Hematoma terbentuk di antara ujung tulang dan di sekitar jaringan
lunak.
b. Selanjutnya perkembangan perkembangan inflamasi dan akumulasi
eksudat inflamasi yang mengandung makrofag yang memfagosit
hematoma dan sedikit sisa tulang tanpa suplai darah (yang
berlangsung sekitar 5 hari). Fibroblas berpindah ke sisi; jaringan
granulasi dan kapiler baru terbentuk.
c. Tulang baru terbentuk saat banyak osteoblas menyekresi tulang
berongga, yang menyatukan ujung yang patah dan dilindungi oleh
lapisan luar tulang dan kartilago; deposit tulang baru ini dan kartilago
disebut kalus.
12
Patogen masuk ke kulit yang rusak, kadang kadang kala dapat masuh
ke darah. Penyembuhan tidak akan terjadi hingga infeksi sembuh;
b. Embolisme lemak
Emboli berisi lemak yang berasal dari sumsurn di kanal medula dapat
menjaga sirkulasi melalui vena yang robek. Embolisme lemak
cenderung menyumbat paru.
B. Pengkajian Sistem Muskuloskeletal
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan
system musculoskeletal adalah sebagai berikut.
1) Nyeri
Kebanyakan pasien dengan penyakit atau kondisi traumatic,
baik yang terjadi pada otot, tulang, dan sendi biasanya
mengalami nyeri. Nyeri tulang dapat dijelaskan secara khas
sevagai nyeri dalam dan tumpul yang bersifat menusuk,
sementara nyeri otot dijelaskan sebagai adanya rasa pegal.
Nyeri fraktur tajam dan menusuk dan dapat dihilangkan dengan
imobilisasi. Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi
tulang akibat spasme otot atau penekanan pada saraf sensori.
2) Deformitas
Deformitas atau kelainan bentuk merupakan suatu keluhan
yang menyebabkan pasien meminta pertolongan layanan
kesehatan. Pengkaji perlu menanyakan berapa lama keluhan
dirasakan, ke mana pernah pasien meminta pertolongan
sebelum ke rumah sakit, apakah pernah ke dukun urut/patah
tulang karena pada beberapa kasus deformitas setelah pasien
meminta pertolongan dengan dukun patah, atau apakah tanpa
ada tindakan apa-apa setelah mengalami suatu trauma. Perlu
diarahkan pertanyaan pada pasien apakah kcadaan/masalah
14
Inspeksi postur tubuh dan gaya berjalan. Kekakuan sendi, nyeri, deformitas, dan
Postur tubuh harus tegak; gaya berjalan kelemahan otot dapat menyebabkan perubahan
harus halus dan mantap. pada gaya berjalan dan postur.
Inspeksi spina untuk kurvatura. Minta Dengan diskus lumbal herniasi, kurva
pasien untuk berdiri dan bungkuk ke lumbaldatar dan mobilitas spinal menurun.
belakang secara perlahan sejauh mungkin, Peningkatan kurva lumbal, disebut lordosis,
bengkokkan secara perlahan ke kanan dan dapat dilihat pada obesitas atau kehamilan.
kemudian ke kiri sejauh mungkin, kembali Lateral, kurvatura berbentuk S pada spina
secara perlahan ke kanan dan ke kiri pada disebut scoliosis. Scoliosis fungsional biasanya
gerakan memutar, dan bungkuk ke depan merupakan respons kompensasi terhadap otot
secara perlahan dan coba untuk menyentuh paravertebral yang nyeri, diskus herniasi, atau
jari hingga jari kaki. diskrepansi pada panjang tungkai. Menghilang
Ketika dilihat dari belakang, tulang servikal dengan fleksi ke depan. Scoliosis structural
dan lumbal konkaf, tulang toraks konveks, sering kali kongenital dan cenderung tampak
dan spina lurus. selama remaja. Menonjol ketika bungkuk ke
depan.
Kifosis adalah kurvatura toraks berlebihan pada
spina yang umum terjadi pada lansia.
Pengkajian Sendi
Inspeksi sendi mengenai adanya deformitas, Penyakit sendi dapat dimanifestasikan dengan
pembengkakan, dan kemerahan. beberapa deformitas seperti kerusakan jaringan,
Seharusnya tidak ada deformitas yang pertumbuhan berlebihan jaringan, kontraktur,
tampak, pembengkakan, atau kemerahan. atau pemendekan otot dan tendon yang bersifat
ireversibel.
Palpasi sendi untuk nyeri tekan, kehangatan, Edema pada sendi dapat menyebabkan
krepitasi, konsistensi, dan massa otot. pembengkakan yang nyata.
Sendi seharusnya tidak nyeri dan konsisten Kemerahan, bengkak, dan nyeri merupakan
21
secara bilateral dan tanpa hangat, bukti inflamasi atau infeksi pada sendi.
krepitasi, atau massa berlebihan yang Inflamasi dan cedera menyebabkan nyeri sendi.
tampak atau terpalpasi. Artritis, bursitis, tendonitis, dan osteomyelitis
(infeksi tulang) menyebabkan nyeri, sendi
panas.
Krepitasi (suara memarut) ada dalam sendi
ketika permukaan berartikulasi kehilangan
kartilago, seperti pada artritis.
Pengkajian Rentang Gerak Sendi
Kaji ROM sendi dengan meminta pasien Suara klik atau meletus, penurunan ROM, sendi
untuk melakukan aktivitas spesifik untuk dan pmbengkakan dapat mengindikasikan
setiap sendi, seperti berikut ini: sindrom sendi temporomandibular atau pada
Semua sendi bilateral harus bergerak kasus yang jarang, osteoarthritis.
melalui seluruh rentang gerak sendi.
Sendi temporomandibular:
“Buka mulut Anda lebar-lebar dan
kemudian tutup mulut”. (Karena pasien
membuka dan menutup mulut, palpasi sendi
temporomandibular dengan jari telunjuk dan
jari tengah.
A B C
Jari: Fleksi dan ekstensi jari berkurang pada artritis.
Fleksi: “Membuat kepalan tangan”. Nodus Heberden dan Bouchard merupakan
Ekstensi: “Membuka tangan Anda”. nodul keras, tidak lunak pada bagian dorsolateral
Abduksi: “Buka jari Anda”. sendi interfalangeal distal dan proksimal,
Adduksi: “Rapatkan jari Anda”. berturut-turut. Kondisi ini umum pada
osteoarthritis.
Sendi jari kaku, nyeri, bengkak terlihat pada
artritis rheumatoid akut.
Deformitas Boutonniere dan leher angsa terlihat
pada artritis rheumatoid kronik.
Sendi jari membengkak dengan rabas berwarna
putih kapur dapat terlihat pada gour kronik.
Lakukan pemeriksaan Phalen. Baal dan sensasi terbakar pada jari selama
Minta pasien untuk menahan pergelangan pemeriksaan Phalen dapat mengindikasi
tangan pada posisi fleksi akut selama 60 Sindrom lorong karpal (carpal tunnel syndrome).
detik. Seharusnya tidak ada kesemutan,
baal, atau nyeri.
Periksa untuk jumlah cairan yang banyak Peningkatan cairan akan menyebabkan suara
dengan melakukan pemeriksaan ketukan karena patella mengganti cairan dan
ballottement untuk mendeteksi cairan yang mengenai femur.
25
Somato Sensory Evoked SSEP mengukur konduksi saraf sepanjang jaras untuk
Potential (SSEP) mengevaluasi pemicu potensial kontraksi otot. Digunakan untuk
mengidentifikasi disfungsi neuron motoric bawah dan juga
penyakit otot. Elektroda transkutaneus atau perkutaneus diletakkan
di kulit dan memberi catatan.
e. Patofisiologi Fraktur
39
f. Penatalaksanaan Medis
Penanganan fraktur menurut (Kowalak, Welsh & Mayer 2013),
antara lain:
1) Untuk fraktur lengan atau tungkai, Tindakan kedaruratan
terdiri atas:
a) Pembidaian anggota gerak diatas dan dibawah bagian yang
dicurigai fraktur yang bertujuan untuk imobilisasi.
b) Kompres dingin untuk mengurangi rasa nyeri dan edema.
c) Elevvasi anggota gerak tersebut untuk mengurangi rasa
nyeri dan edema.
2) Penanganan fraktur dalam 24 jam pertama yaitu RICE.
a) Rest (istirahat)
b) Ice (kompres dengan es)
c) Compression (kompresi, pemasangan pembalut tekan)
d) Elevasi (meninggikan bagian fraktur)
3) Penanganan fraktur berat yang menyebabkan kehilangan
darah:
a) Penekanan langsung untuk mengendalikan perdarahan.
b) Penggantian cairan dengan memasang infus secepat
mungkin untuk mencegah atau mengtaasi syok
hipovolemik.
4) Setelah memastikan diagnosis fraktur penanganan dimulai
dengan reposisi. Reposisi tertutup meliputi:
a) Manipulasi manual
b) Anestesi local (seperti lidokain [xylovaine])
c) Obat analgetic (seperti penyuntikan morfin IM)
d) Obat relaksan otot (diazepam [valium] IV)
e) Sedative (midazolam [versed]) untuk memudahkan
peregangan otot yang diperlukan untuk meluruskan tulang
yang patah.
40
3. Osteomyelitis
a. Definisi
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan medulla tulang baik
karena infeksi piogenikatau non piogenik misalnya mikrobacterium
tuberkulosa. Infeksi ini dapat bersiffat akut maupun kronis. Pada
anakanak infeksi tulang sering kali timbul sebagai komplikasi dari
infeksi pada tempat- tempat lain seperti infeksi faring (faringitis),
telinga 9otitis media),dan kulit (imprtigo). (Nurarif & Kusuma, 2015)
b. Etiologi
1) Bakteri
2) Staphylococcus aureus (70% - 80%), selain itu juga bisa
disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus
3) Virus, Jamur, Mikroorganisme lain.
c. Manifestasi klinis
Osteomyelitis Akut
1) Infeksi dibawa oleh darah
a) Biasanya awitannya mendadak
b) Sering terjadi dengan septicemia (mis : menggigil,
demam tinggi, denyut nadi cepat, malaise, pembesaran
kelenjar limfe regional)
2) Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat
nyeri tekan
3) Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi disekitarnya
atau kontaminasi langsung
a) Daerah infeksi membengkak,hangat, nyeri dan nyeri
tekan
48
d. Patofisiologi
Fagositosis Osteomyelitis
e. Penatalaksanaan
1) Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat
selama 20 menit beberapa kali sehari.
2) Kultur darah : lakukan smear cairan abses untuk
mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotic
3) Terapi cairan intravena sepanjang waktu
4) Berikan antibiotic peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol:
teruskan selama 3 bulan.
5) Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap
antibiotic pertahankan terapi antibiotic tambahan.
f. Terapi Farmakologi
1) Istirahat dan pemberian analgesic untuk menghilangkan nyeri.
Sesuai kepekaan penderita dan reaksi alergi penderita.
2) Penicillin cair 500.000 milion unit IV setiap 4 jam
3) Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
4) Cephazolin 2grIv setiap 6 jam
5) Gentamicin 5mg/kg BB IV selama 1 bulan
6) Pemberian cairan intravena dan klu perlu transfuse darah.
(Brunner, Suddart.2001)
g. Terapi Diet
1) Asupan nutrisi tinggi protein, vit A, B, C, D dan K
2) Vitamin K : diperlukan untuk pengerasan tulang karena
vitamin K dapat mengikat kalsium, karena tulang itu bentukny
berongga, vitamin K membantu mengikat kalsium dan
menempatkannya ditempat yang tepat.
3) Vitamin A, B, dan C : untuk dapat membantu pembentukan
tulang
4) Vitamin D : untuk membantu pengerasan tulang dengan cara
mengatur untuk kalsium dan fosfor pada tubuh agar ada di
dakam darah yang kemudian diendapkan pada proses
pengerasan tulang. Salah satu cara pengerasan tulang ini
51
3) Virus
Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang
merupakan proto-onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-
onkogen c-Fos yang menyebabkan kurang responsif terhadap
kemoterapi.
c. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2008), manifestasi klinis dari Osteosarkoma
adalah.
1) Nyeri/pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya
menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai
dengan progresivitas penyakit).
2) Pembengkakan pada tulang atas atau persendian serta
pergerakan terbatas.
3) Teraba massa tulang dan peningkatan suhu tubuh kulit di atas
massa serta adanya pelebaran vena.
4) Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk,
demam, berat badan menurun dan malaise.
d. Patofisiologi
Patofisiologi Osteosarkoma menurut Saferi Wijaya dan Mariza
Putri (2013), adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang
normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons
osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering
terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan
masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan
mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung
atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan
atau bulat yang berdiferensiasi jelek dan sering dengan elemen
jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau
kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid.
53
Pathway
Kerusakan gen
Neoplasma
Osteosarcoma
Amputasi
Tindakan
medis
Pertumbuhan tulang yang abotif/abnormal Pembedahan
e. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan
a) Lim Salvage Surgery
Lim Salvage Surgery (LSS) merupakan suatu prosedur
pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor,
pada ekstremitas. Prosedur LSS terdiri atas pengangkatan
tumor tulang atau sarkoma jaringan lunak secara en bloc
dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction
(massive bone graft baik auto maupun allograft) atau
kombinasi megaprostesis dan biological reconstruction
(bone graft). LSS disebut juga limb sparing surgery untuk
menghindari amputasi dengan mempertahankan fungsi
ekstremitas secara optimal dan merupakan standar
pembedahan keganasan tulang.
Pada LSS perlu dipertimbangkan hal-hal berikut.
(1) Reseksi tumor dapat dilakukan secara en bloc.
(2) Potensi rekurensi dan kesintasan pasien osteosarkoma
tidak lebih buruk dari amputasi.
(3) Prosedur LSS tidak boleh menunda kemoterapi
neoajuvan. Keberhasilan kemoterapi pada
osteosarkoma ditentukan oleh waktu pemberian dan
dosis kemoterapi yang tepat.
(4) Fungsi ekstremitas pasca LSS diharapkan lebih baik
daripada pasca-amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai luaran fungsional
yang baik, mengurangi morbiditas jangka panjang dan
mengurangi/ meminimalkan pembedahan tambahan.
56
A. KASUS
Seorang pasien wanita, Ny. N, 72 tahun, dibawa ke UGD karena terjatuh
di kamar mandi. Pasien tidak bisa bangun setelah terjatuh dan mengeluh nyeri
di bagian pinggul kanan dan paha atas. Skala nyeri 10, pasien tampak
kesakitan bahkan sampai menangis. Di UGD diberikan suntikan oxymorphone
hidrokloridda kemudian dibawa ke ruangradiologi untuk dilakukan rongsen.
Tampak kaki kiri lebih pendek daripada kaki kanan dan berotasi keluar. Nadi
distal teraba kuat secara bilaeral. Kedua kaki teraba hangat. Tidak ada baal
dikedua kaki. Kaki kiri pasien hanya mampu menggeraakan jari-jari. Kaki
kanan masih mampu fleksi, ektensi dan abduksi maupun rotasi.
Tanda-tanda vital BP 120/60 mmHg, nadi 100 kali/menit, RR 18
kali/menit, suhu 36,6 oC. Pemeriksaan lab menunjukan Hb 11 g/dL, leukosit
7000 mm3. Hasil kimia darah dalam batas normal.
Hasil pmeriksaan radiologi X-Ray terlihat fraktur femoral neck (fraktur
leher femur) saat ini pasien terpasang traksi 10 lb (5 kg). Satu mnggu lagi akan
dilakukan reduksi terbuka dan internal fikasi. Dua tahun yang lalu pasien
terdiagnosa osteoporosis. Pasien mengatakan "apakah selamanya kaki saya
akan menggunakan bebean seperti ini?"
58
59
B. ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. N DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL:
FRAKTUR FEMORAL NECK
1. PENGKAJIAN
a. Data Demografi
Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 72 tahun
Diagnosa medis : Fraktur femoral neck
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dibawa ke UGD karna terjatuh di kamar mandi. Pasien
tidak bisa bangun setelah terjatuh dan mengeluh nyeri dibagian
pingggul kanan dan paha atas. Skala nyeri 10, pasien tampak
kesakitan bahkan sampai menangis. Di UGD diberikan suntikan
oxymorphone hidroklorida kemudian dibawa ke ruang radiologi
untuk dilakukan rongten. Satu minggu lagi akan dilakukan
reduksi terbuka dan internal fiksasi.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan dua tahun yang lalu pasien terdiagnosa
osteoporosis
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda Vital
BP : 120/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,6 oC
60
2) Sistem Muskuloskeletal
Pada saat pengkajian, tampak kaki kiri lebih pendek daripada kaki
kanan dan berotasi keluar. Nadi distal teraba kuat secara bilateral.
Kedua kaki teraba hangat. Tidak ada baal di kedua kaki. Kaki kiri
pasien hanya mampu menggerakan jari-jari. Kaki kanan masih
mampu fleksi, ekstensi, aduksi dan abduksi maupun rotasi. Saat
ini pasien terpasang traksi 10 lb (5 kg).
d. Data Psikologis
Pasien mengatakan “apakah selamanya kaki saya akan menggunakan
beban seperti ini”
e. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Satuan
Nilai Hasil Nilai Rujukan
pemeriksaan
HB 11 13,0 – 16,0 gr/dL
Leukosit 7000 12.000 sel/uL
2) Pemeriksaan Radiologi
X-Ray terlihat fraktur femoral neck (fraktur leher femur)
2. ANALISIS DATA
Data
Etiologi Masalah
(DS & DO)
DS : Trauma langsung Nyeri akut
- Pasien mengatakan (jatuh)
terjatuh dikamar mandi ↓
- Pasien mengeluh nyeri Tekanan pada tulang
- Pasien mengatakan dua ↓
tahun yang lalu pasien Riwayat
terdiagnosa osteoporosis Osteoporosis
DO ↓
- Skala nyeri 10 Tulang tidak mampu
- X-Ray terlihat fraktur menahan energi
femoral neck yang terlalu besar
- Pasien terpasang traksi 10 ↓
lb (5 kg) Fraktur femoral neck
↓
Diskontinuitas
↓
61
Merusak jaringan
sekitar
↓
Ceder sel
↓
Degranulasi sel must
↓
Pelepasan mediator
kimia
↓
Nociceptor
↓
Medulla Spinalis
↓
Korteks serebri
↓
Nyeri
DS : Frakur Femoral Gangguan
- Pasien mengatakan Neck mobilisasi fisik
“apakah selamanya kaki ↓
saya akan menggunakan Cedera sel
beban seperti ini” ↓
DO : Terapi restrictif
- Tampak kaki kiri lebih ↓
pendek daripada kaki Traksi
kanan dan berotasi keluar ↓
- Kaki kiri pasien hanya Gangguan mobilisasi
mampu menggerakan fisik
jari-jari
- Nadi distal teraba kuat
secara bilateral
- Pasien terpasang traksi 10
lb (5 kg)
- Satu minggu lagi akan
dilakukan reduksi terbuka
dan internal fiksasi
(ORIF)
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan (SDKI)
O
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma),
fraktur femoral nack
2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang, terapi restriktif (immobiliasasi)
62
63
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
O Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Nyeri merupakan pengalaman
berhubungan dengan Tindakan keperawatan 1. Observasi lokasi, karakteristik, subjektif dan harus dijelaskan oleh
agen pencedera fisik 2x24 jam pengalaman durasi, frekuensi, kualitas, pasien. Identifikasi karakteristik
(trauma), fraktur sensorik atau emosional intensitas nyeri nyeri dan faktor yang berhubungan
femoral nack ditandai yang berkaitan dengan merupakan suatu hal yang penting
dengan: kerusakan jaringan atau untuk memilih intervensi yang
DS : fungsional dapat cocok dan mengevaluasi kefektifan
- Pasien mengatakan menurun dengan dari terapi yang diberikan
terjatuh dikamar kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri 2. Skala nyeri dapat menjadi tolak
mandi - Mampu mengonrol ukur memonitor perkembangan
- Pasien mengeluh nyeri keberhasilan intervensi yang telah
nyeri (tahu penyebab dilakukan
- Pasien mengatakan nyeri, mampu 3. Identifikasi respon nyeri non 3. Reaksi terhadap nyeri biasanya
dua tahun yang lalu menggunakan verbal ditunjukkan dengan reaksi non
pasien terdiagnosa Teknik verbal yang tanpa disengaja
osteoporosis nonfarmakologi 4. Mengetahui faktor yang
DO : untuk mengurangi 4. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri dan
- Skala nyeri 10 nyeri, mancari memperberat dan mempengaruhi mempengaruhi nyeri dapat secara
- X-Ray terlihat bantuan) nyeri cepat pemberian intervansi
fraktur femoral - Malaporkan bahwa 5. Melepaskan ketegangan emosional
neck nyeri berkurang 5. Berikan tekni nonfarmakologi atapun saraf-saraf dan otot-otot agar
- Pasien terpasang dengan untuk mengurangi nyeri yaitu rileks, meningkatkan rasa kontrol
traksi 10 lb (5 kg) menggunkan relaksasi nafas dalam dan dan dapat meningkatkan koping
manajemen nyeri kompres dingin dalam manajemen nyeri, yang
- Mampu mengenali mungkin menetap untuk periode
nyeri (skala, yang lama
intensitas, frekuensi 6. Mengurangi nyeri dan mencegah
dan tanda nyeri) 6. Pertahankan imobilisasi bagian posisi tulang/tegangan jaringan yang
- Menyatakan rasa yang nyeri dengan tirah baring, cedera
nyaman setelah gips, pembebat traksi 7. Membantu untuk menghilangkan
nyeri berkurang 7. Jelaskan penyebab, periode dan ansietas
pemicu nyeri 8. Pasien dapat merasakan kebutuhan
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri untuk menghilangkan nyeri
9. Memungkinkan pasien untuk siap
9. Anjurkan memonitor nyeri secara berpartisipasi dalam mengontrol
mandiri tingkat ketidak nyamnannya
10. Kolaborasi pemberian analgetik
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Perawatan traksi 1. Dengan tetap menjaga kebersihan
fisik berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor kemampuan perawatan diri ketika sakit tidak akan
dengan kerusakan 2x24 jam keterbatasan diri saat terpasang traksi memperburuk kondisi kesehatan
integritas struktur dalam gerak fisik atau pasien, meningkatkan kemandirian
tulang, ekstremitas dapat pasien dalam peraatan diri sesuai
immobiliasasi/traksi meningkat dengan kondisi keterbatasannya
ditandi dengan kriteria hasil : 2. Monitor alat fiksasi eksternal 2. Mempertahkan posisi fungsional
DS : - Meningkatkan/ ektremitas
- Pasien mengatakan mempertahankan 3. Monitor sirkulasi, pergerakan 3. Mengetahui perkembangan
“apakah selamanya mobilitas dan sensasi pada ekstremitas ekstremitas yang cedera untuk
kaki saya akan - Mempertahkan yang cedera memilih intervensi dan mengevaluasi
menggunakan posisi fungsional intervensi yang dilakukan
beban seperti ini” - Mengkompensasi
DO : bagian tubuh yang 4. Monitor adanya komplikasi 4. Agar segera dilakukan intervensi dan
- Tampak kaki kiri memampukan immobilisasi tidak memperburuk kondisi pasien
lebih pendek melakukan aktivitas 5. Posisikan tubuh pada kesejajaran
daripada kaki kanan (alignment) yang tepat 5. Mempertahan kan tirah baring
dan berotasi keluar 6. Pertahan posisi berbaring yang
- Kaki kiri pasien tepat ditempat tidur 6. Memberi rasa nyaman pada pasien
hanya mampu 7. Pastikan tali dan katrol bebas
menggerakan jari- menggantung 7. Mempertahkan immobilisasi traksi
jari 8. Pastikan tarikan tali dan beban
- Nadi distal teraba tetap berada disepanjang sumbu 8. Mempertahankan mmobilisasi
kuat secara bilateral tulang fraktur fragmen tulang
- Pasien terpasang 9. Amankan beban traksi saat
traksi 10 lb (5 kg) menggerakan pasien 9. Agar memudahkan pasien untuk
- Satu minggu lagi 10. Ubah posisi pasien secara bergerak
akan dilakukan periodik sesuai keadaan pasien 10. Menurunkan insiden komplikasi kulit
reduksi terbuka dan dan pernapan
internal fiksasi 11. Bantu latihan rentang gerak pasif (decubitus,atelektasi,pneumonia)
(ORIF) aktif pada ektremitas yang sakit 11. Meningkatkan sirkulasi darah
64
Berdasarkan hasil analisis yang didapat terdapat terapi non farmakologi dalam
penanganan diagnosis nyeri akut pada fraktur yang satu minggu lagi akan
dilakukan reduksi terbuka dan internal fiksasi (ORIF). Dalam jurnal of islamic
nursing yang berjudul Terapi Non Farmakologi dalam Penanganan Diagnosis
Nyeri Akut pada Fraktur : Systematic Review terdapat 3 penanganan nyeri akut
yang di rasakan oleh pasien fraktur.
penelitian yang dilakukan oleh (Kristiarini, 2013) dengan hasil penelitian yang
didapatkan terdapat pengaruh relaksasi autogenic terhadap penurunan nyeri pada
ibu post section Caesar dengan hasil uji
statistik yang didapatkan yaitu p-value: 0,000.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Otot adalah jaringan peka rangsang. Dalam tubuh manusia terdapat 3 jenis
otot yaitu otot rangka , otot jantung dan otot polos. Terdapat beberapa
perbedaan antara ketiga jenis otot tersebut. Otot rangka biasanya digolongkan
sebagai alat gerak aktif sementara tulang tempat otot melekat disebut alat gerak
pasif.
System musculoskeletal mempunyai sendi mati, sendi kaku dan sendi
gerak. Serta mekanisme kerja otot atau system musculoskeletal dengan cara
berkontraksi dan berelaksasi.
Terdapat beberapa gangguan pada sistem muskuloskeletal diantaranya
dislokasi sendi yaitu cedera yang menyebabkan ujung tulang mengalami
perubahan posisi dari posisi normal dan artikulasi sendi hilang, fraktur adalah
patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap,
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan medulla tulang baik karena
infeksi piogenikatau non piogenik misalnya mikrobacterium tuberkulosa.
Infeksi ini dapat bersiffat akut maupun kronis.
Cara untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk dari gangguan-
gangguan pada musculoskeletal bisa dengan menggunakan traksi, gips, pasien
bisa melakukan operasi ortopedi yang telah dan benar-benar dianjurkan serta
sesuai indikasi pada gejala atau kondisi yang ditemukan.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini,
maka dari itu sebaiknya kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan.
68
DAFTAR PUSTAKA
Insani, U & Risnanto (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(Sistem Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.
Kartika, K,T,P., Subawa, I,W., Wiguna, I,N,A,A. (2018). Profil kasus Fraktur
Leher Femur yang Dilakukan Tindakan Operasi di RSUP Sanglah Denpasar
Periode Maret 2016- Agutsus 2017. E- Journal Medika, Vol.7 No.12. DOAJ
[online] tersedia:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/44355/26948
Diakses pada tanggal 27 November 2020
Noor, Zairin. 2020. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Risnanto dan Uswatun Insani. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah: Sistem Muskuloskeletal ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.
Suratun, Heryati, Santa Manurung, Een Raenah. 2008. Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Factor Ferdinand & Moekti Ariebowo. 2007. Praktisi Belajar Biologi. Jakarta:
Visinso Media Persada.
Price S. A, Willson L,M. 2006. Patofisilogi: konsep klinis proses-proses penyakit
E/6, Vol 2. Jakarta: Buku kedokteran EGC
Kowalak J.P, Welsh, W. Mayer, B. 2013. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: Buku
kedokteran EGC
Asrizal, R.A. 2014. Fraktur tertutup 1/3 tengah fremur dextra. Jurnal Medula,
Volume 2, Nomor 3, Maret 2014.
Bachtiar, S.M. 2018. Penerapan askep pada pasien ny. Y dengan post operasi
fraktur femur dextra dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas. Jurnal Media
Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar Volume 09, Nomor 02,
2018.
Brunner, S. (2001). “Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah”. Jakarta: EGC
Sholihah, S. (2018). “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan pada Pasien Ceddera Muskuloskeletal yang Memilih Berobat
69
70