Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH DIAGNOSTIK KESULITAN DAN BIMBINGAN BELAJAR

“TEORI BELAJAR: 1). BEHAVIORISTIK DAN 2). KOGNITIF


Dosen Pengampu: Nedi Kurnaedi, M.Pd.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:


ARINDA LAILA PERISINTA SARI (2011080346)
ATHIYA RIZKI AZKIYA (2011080379)
CHINTYA AFIFAH DIANRARA (2011080038)
CINDY CIVANIA PUTRI (2011080323)
JAMAL PRAYOGA (2011080343)
LAILI INDRIYANI (2011080293)
MAYA FERINICA IQBAl (2011080097)
RESTI NOVITA PUTRI (2011080232)
VELLA MARTA UTAMI (2011080218)

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang sudah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih bisa menikmati indahnya Alam ciptaan-Nya. Sholawat serta salam kita haturkan kepada teladan
kita semua Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberitahu kepada kita jalan yang benar
berupa ajaran agama yang sempurna serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.Sangat bersyukur karena kelompok kami
dapat menyusun makalah yang menjadi tugas dalam mata kuliah “Diagnostik Kesulitan dan Bimbingan Belajar” dengan
judul “Teori Belajar: 1). Behavioristik dan 2). Kognitif”. Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak yang sudah membantu sampai makalah ini dapat terselesaikan.Akhir kata, kami sangat memahami apa
bila makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami butuh kritik dan sarannya yang bertujuan untuk
menyempurnakan makalah ini.

Bandar Lampung, 4 September 2022-09-04

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 latar belakang 4
1.2 Rumusan masalah 4
1.3 Tujuan masalah 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
2.1 Teori Belajar Behavioristik 5
2.2 Teori belajar kognitif 7
2.3 Teknik-Teknik Kreatif Untuk Menggunakan CBT pada Anak dan Remaja 9

BAB III
PENUTUP 11
Kesimpulan 11
Daftar pustaka 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar.
Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi
tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan
model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya
menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses
yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa. Oleh karena itu, dalam suatu
pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar. Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami
sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta
dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori
tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini munculah beberapa aliran pasikologi
pendidikan, antara lain yaitu:
- Psikologi behavioristik; dan
- Psikologi kognitif.
Kedua aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya.
Oleh sebab itu, kami akan membahas lebih lanjut tentang teori-teori belajar yang telah tersebut di atas pada pembahasan
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


A. Teori Belajar Behavioristik
B. Teori Belajar Behavioristik
C. Teknik-Teknik Kreatif Untuk Menggunakan CBT pada Anak dan Remaja

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan pengetahuan, referensi tentang teori
belajar Behavioristik dan Kognitif. Dan semoga makalah ini juga bisa bermanfaat bagi pembaca serta penulis.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Behavioristik


a. Pengertian
Sebelum melangkah lebih jauh pada teori belajar Behavioristik, kita perlu menyamakan persepsi tentang makna
teori, belajar, dan behavior atau tingkah laku. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Secara umum, teori merupakan analisis
hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain. Pernyataan teori umumnya hanya diterima secara “sementara”
dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif Oxford Advanced Learner’s Dictionary mengungkap beberapa
makna teori, antara lain: suatu teori adalah suatu himpunan gagasan yang masuk akal dan bertujuan untuk menjelaskan
fakta-fakta atau kejadian-kejadian. Jadi, teori dapat juga disimpulkan sebagai seperangkat prinsip/kaidah/dalil tentang
suatu fenomena alam atau sosial yang telah diuji kebenarannya oleh banyak pihak dan dapat digunakan untuk
merumuskan serta meramalkan fenomena yang sejenis di tempat dan waktu yang berbeda. Contoh: teori Pythagoras,
teori Gravitasi Newton, teori Evolusi Darwin, dan sebagainya.Selanjutnya, definisi belajar. Belajar bukanlah sekedar
mengumpulkan dan menghafal sebanyak mungkin informasi. Berikut adalah pendapat beberapa tokoh pendidikan dan
psikologi tentang definisi belajar. Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology menjelaskan pengertian belajar
sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan. Sementara Harold Spears mengemukakan definisi
belajar dalam pandangannya yang lebih detail.
Menurutnya Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow
direction. Belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, dan mengikuti arahan.
Walaupun belajar selalu berkaitan erat dengan perubahan perilaku, namun tidak bisa dikatakan bahwa semua perubahan
merupakan hasil belajar. Misalnya perubahan yang terjadi pada seseorang karena berada di bawah pengaruh obat-
obatan, penyakit, ataupun perubahan fisik.Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang
sangat menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang dapat diamati. Menurut aliran behavioristik, belajar
pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indera dengan kecenderungan untuk
bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R). Oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori
StimulusRespons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-
banyaknya.Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah,
dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar.
Ini bisa dimaklumi karena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti anjing,
burung merpati, tikus, dan kucing sebagai objek. Peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-
refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar
yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respon. Belajar menurut psikologi
behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung
pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan.Teori belajar tingkah laku atau behavioristik didirikan dan
dianut oleh beberapa ilmuwan. Diantaranya adalah Ivan Pavlov, Thorndike, Watson, dan Skinner. Berikut adalah
sekilas riwayat hidup dan teori yang mereka kembangkan.

5
Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung,
yang terjadi melalui hubungan stimulusstimulus dan respon-respon (Dahar, 1988: 24). Para penganut teori ini
berpendapat bahwa sudah cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-respon yang diberi
reinforcement apabila ia memberikan respon yang benar. Mereka tidak mempersoalkan apa yang terjadi dalam pikiran
siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan
kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya (Muhibbin Syah, 2004: 104) dan
menganggap manusia bersifat mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan
mempunyai peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri.Dalam hal ini konsep behavioristik memandang bahwa perilaku
individu merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar
dan didukung dengan berbagai penguatan (reinforcement) untuk mempertahankan perilaku atau hasil belajar yang
dikehendaki (Sanyata, 2012: 3). Semuanya itu timbul setelah manusia mengalami kontak dengan alam dan lingkungan
sosial budayanya dalam proses pendidikan. Maka individu akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai sifat abstrak
lainnya tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan lingkungannya.

b. Ciri-Ciri Teori Belajar Behavioristik


Teori belajar behavioristik melihat semua tingkah laku manusia dapat ditelusuri dari bentuk refleks. Dalam
psikologi teori belajar behavioristik disebut juga dengan teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang
diperoleh dari pengkondisian lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Hal ini dilihat
secara sistematis dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan keseluruhan keadaan mental. Menurut Ahmadi
(2003:46), teori belajarbehavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu : Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia
bukan dari kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan
kenyataan.Pengalamanpengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari. Oleh sebab itu,
behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua,segala perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari
unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. Refleks adalah
reaksi yang tidak disadari terhadap suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu
mesin. Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut
behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan,
dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek keinginan hati.

c. Penerapan Teori Belajar Behavioristik di Kelas


Penerapan teori belajar ini dalam kegiatan pembelajaran di kelas tergantung dari beberapa hal. Diantaranya
adalah tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media, dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun secara rapi, sehingga belajar merupakan perolehan
pengetahuan. Sementara mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Jadi pembelajar
diharapkan mendapat pengetahuan yang sama dari orang yang mengajar. Pola berpikir utama siswa adalah copy-paste
terhadap yang diajarkan guru. Metode ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan, dan
sebagainya.
Sebagai contoh adalah pembelajaran percakapan bahasa asing, keterampilan menggunakan komputer, pelajaran
olah raga, kursus keterampilan, dan sebagainya.Teori ini juga cocok untuk diterapkan di kelas kanak-kanak yang masih
membutuhkan dominasi orang dewasa. Dimana mereka harus banyak mengulang dan dibiasakan, suka menirukan, dan
bersemangat dengan bentuk-bentuk penghargaan seperti pujian, maupun dengan benda-benda seperti permen, coklat,
alat-alat tulis, dan sebagainya.Para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran menurut konsep
behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok, yaitu:1. Tahap akuisisi atau tahap perolehan pengetahuan. Dalam
fase ini siswa belajar tentang informasi baru.2. Tahap retensi, yaitu fase dimana informasi atau keterampilan baru
dipraktikkan sehingga siswa dapat mengingatnya selama periode tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan

6
(storage stage), artinya hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa yang akan datang.3. Tahap transfer. Ada
kalanya gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat kembali saat akan digunakan di masa depan. Untuk itu,
kemampuan mengingat kembali informasi dan mentransferkannya dalam pembelajaran yang baru memang memerlukan
strategi yang bermacam-macam. Namun yang paling utama adalah ingatan terhadap informasi yang valid.
Terlepas dari kelemahan dan kekuatan teori belajar behavioristik ini, harus diakui bahwa teori ini relatif sederhana dan
mudah dipahami karena hanya berkisar sekitar perilaku yang dapat diamati dan dapat menggambarkan beberapa macam
hukum perilaku. Teori ini sering diterapkan oleh guru ataupun lembaga pendidikan yang menyukai pemberian hadiah
(reward) dan hukuman (punishment) terhadap perilaku siswa. Pondok-pondok modern seperti Al-Amien, Gontor, dan
semacamnya sedikit banyak menerapkan teori ini dalam pelaksanaan beberapa program pendidikannya.

2.2 Teori belajar kognitif


a. Pengertian
Puspo Nugroho (2015) mengemukakan asal kata “cognitive” adalah “kognition” dengan arti yang sama pada
kata “knowing”, artinya mengetahui. Secara umum kata kognitif diartikan dengan penggunaan pengetahuan, penataan
dan perolehan. Menurut Wundt kognitif adalah suatu proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur
melalui pengalaman-pengalaman. Wundt percaya bahwa pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif
yang kemudian disimpan didalam memori (Nurul Kholifah, 2015).Teori perkembangan kognitif ini dikembangkan oleh
Jean Piaget. Jean Piaget (1896-1980) lahir di Swiss. Pada awalnya ia ahli biologi, dan dalam usia 21 tahun sudah meraih
gelar doktor. Pengaruh pemikiran Jean Piaget baru mempengaruhi masyarakat, seperti di Amerika Serikat, Kanada, dan
Australia, hal ini disebabkan karena terlalu kuatnya cengkeraman aliran Behaviorisme gagasan Watson (1878-1958).
Teori belajar kognitif adalah suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dibandingkan hasil belajar.
Karena menurut teori kognitif sendiri, ilmu pengetahuan yang dibangun dalam diri setiap individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan, Margaret Gredler dan Bell (1991).
Teori belajar kognitif menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual.
Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang
tampak menurut Suryono Haryanto (2011). Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berpikiryang sangat kompleks (Nurul kholifah, 2015).

b. Struktur dan fungsi kognitifMenurut teori kognitif, aktivitas mengetahui dan memahami sesuatu (cognition) itu
tidaklah berdiri sendiri. Aktivitas ini selalu dihubungkan dengan rencana disempurnakan oleh kognisi yang lain. Proses
penjalinan dan tata hubungan diantara kognisi-kognisi ini membangun suatu struktur dan system. Struktur dan system
ini dinamakan struktur kognitif. Sifat yang pasti dari system kognitif ini tergantung akan (1) karakteristik dari stimuli
yang doproses kedalam kognisi, (2) pengalaman dari masing-masing individu.Sistem kognitif mempunyai beberapa
fungsi. Diantara fungsi-fungsi, antara lain:
1. Memberikan pengertian
Pada kognitif baru menurut teori kognitif, pengertian terjadi jika suatu kognitif baru dihubungkan dengan system
kognitif yang telah ada. Kognisi membentuk atribut-atribut tertentu, tergantung pada bagaimana ia berinteraksi dengan
satu atau lebih system kognitif.
2. Menghasilkan emosi
Interaksi antara kognisi dan system kognitif tidak hanya memberikan pengertian pada kognisi saja, tetapi dapat
pula memberikan pengertian pada kognisi saja, tetapi dapat pula memberikan konsekuensi-konsekuensi yang berupa
perasaan, misalnya perasaan senang dan tidak senang, baik atau buruk, dan lain sebagainya.
7
3. Membentuk Sikap
Menurut teori kognitif jika suatu system kognitif dari sesuatu memerlukan komponen-komponen yang
mengandung efektif emosi, maka sikap untuk mencapai suatu tujuan atau objek itu telah terbentuk. Bersatunya system
kognitif dan komponen afektif menghasilkan tendensi perilaku untuk mencapai suatu objek sikap seseorang itu
mempunyai kognitif (pengetahuan), afektif (emosi), dan tindakan (tendensi perilaku).
4. Memberikan motivasi terhadap konsekuensi perilaku
Relevansi teori kognitif untuk menganalisa dan memahami perilaku manusia yang mudah diamati adalah
terletak pada motivasi dari perilaku seseorang. Hal ini disebabkan karena:a. Perilaku tidak hanya terdiri dari tindakan-
tindakan yang terbuka saja, melainkan juga termasuk faktor-faktor internal, seperti: berfikir, emosi, persepsi, dan
kebutuhanb. Perilaku itu dihasilakn oleh ketidakselarasan yang timbul dalam struktur kognitif.

c. Implikasi Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif dalam Pembelajaran


Willingham (dalam Danim dan Khairil : 2010 : 39) menyatakan bahwa Hubungan psikologi kognitif untuk kepentingan
pembelajaran di kelas adalah seperti hubungan kognitif untuk kepentingan fisika untuk keperluan pembangunan di
bidang teknik, semisal jembatan. Memang, pengetahuan tentang pikiran psikologi kognitif yang diperoleh dari
percobaan tidak akan memberitahu guru cara mengajar anak-anak secara baik. Namun demikian, psikologi kognitif
dapat menjelaskan prinsip-prinsip pikiran siswa beroperasi sebagai pedoman latihan. Danim dan Khairil (2010 : 39)
menyatakan bahwa Guru-guru pada umumnya sudah tahu fakta kunci aktivitas di kelas: perhatian sangat penting bagi
kepentingan siswa belajar. Karena itu guru harus mengetahui bahwa anak-anak cenderung sama cara belajarnya,
pengetahuan faktual berkaitan dengan keterampilan berpikir, dan siswa tidak harus selalu didorong menggunakan
metode yang diterapkan para ahli. Pada sisi lain, tentu guru harus memahami dimensi emosional, elemen motivasi, dan
elemen sosial anak didiknya.
Dalam membahas tentang implikasi perkembangan kognitif dalam pembelajaran maka akan dijelaskan tentang
implikasi teori Piaget dalam pembelajaran dan akan dilanjutkan dengan implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran.
Santrock (2008:61) menyatakan bahwa ada beberapa strategi mengajar untuk menerapkan teori Piaget dalam
pembelajaran:
 Gunakan pendekatan konstruktivis.
Senada dengan pandangan aliran konstruktivis, Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih baik
jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.
 Fasilitasi mereka untuk belajar.
Guru yang efektif harus merancang situasi yang membuat murid belajar dengan bertindak. c. Pertimbangkan
pengetahuan dan tingkat pemikiran anak.
Murid tidak datang ke sekolah dengan kepala kosong. Mereka punya banyak gagasan tentang dunia fisik dan alam.d.
Gunakan penilaian terus-menerus. Makna yang disusun oleh individu tidak dapat diukur dengan tes standar. Penilaian
matematika dan bahasa (yang menilai kemajuan dan hasil akhir), pertemuan individual di mana murid mendiskusikan
strategi pemikiran mereka dan penjelasan lisan dan tertulis oleh murid tentang penalaran mereka dapat dipakai sebagai
alat untuk mengevaluasi kemajuan mereka.e. Tingkatkan kemampuan intelektual murid.
Menurut Piaget tingkat perkembangan kemampuan intelektual murid berkembang secara alamiah. Anak tidak
boleh didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap.f.
Jadikan ruang kelas menjadi eksplorasi dan penemuan. Guru menekankan agar murid melakukan eksplorasi dan
menemukan kesimpulan sendiri. Guru lebih banyak mengamati minat murid dan partisipasi alamiah dalam aktivitas
mereka untuk menentukan pelajaran apa yang diberikan.

8
2.3 Teknik-Teknik Kreatif Untuk Menggunakan CBT pada Anak dan Remaja
 Permainan (Game)
Dalam konteks CBT, permainan bisa menjadi alat pengajaran yang kaya, terutama untuk anak-anak usia sekolah dasar.
Perma inan sangat berguna dalam CBT untuk membantu anak-anak me ngembangkan dan melatih strategi-strategi
kognitif. Terapis dapat menyusun struktur tugas dalam permainan tersebut untuk menantang anak-anak untuk
mengevaluasi situasi secara realistis dan menafsirkan konsekuensi dari pilihan mereka dalam konteks yang aman
Banyak permainan yang menyertakan risiko dan pengambi an keputusan. Untuk dapat menavigasi mereka dengan
berhas anak-anak harus memperhatikan dan merencanakan. Dengan ra ini, permainan dapat menyimulasikan realitas,
memberi kesem patan bagi anak-anak untuk melatih keterampilan-keterampilan dan cara berpikir baru tanpa harus
merasakan konsekuensi yang terjadi dalam kehidupan nyata. Swanson dan Casarjian (2001) me ngatakan bahwa
permainan dapat membantu anak-anak mem praktikkan keterampilan-keterampilan sosial, terutama pengen dalian diri
dan regulasi.
Banyak jenis permainan yang dapat diadaptasi untuk meme nuhi kebutuhan terapis. Berbagai permainan terapeutik
tersedia secara komersial, yang mencakup begitu banyak cara menyajikan masalah, seperti manajemen amarah,
keterampilan-keterampilan sosial, pengendalian diri, pengaturan emosi, dan seterusnya. Na mun demikian, konselor
mungkin melihat bahwa mengadaptasi permainan-permainan papan tradisional untuk memenuhi kebu tuhan spesifik
klien mereka tidak hanya lebih ekonomis, tetapi juga lebih efisien. Konselor, yang bekerja secara individu atau bersama
anak, dapat membuat aturan untuk mendorong pengembangan keterampilan. Misalnya, jika seorang anak senang
bermain Can dy Land, terapis dapat menambahkan aturan pada permainan tersebut bahwa setiap kali pemain mendarat
pada warna kuning mereka harus menjawab sebuah kartu yang berisi pertanyaa tentang perasaan, sedangkan setiap kali
mereka mendarat pada warna biru, mereka harus menjawab pertanyaan tentang pikiran Untuk anak-anak yang lebih
kecil atau sangat aktif, modifikasi modifikasi serupa dapat dilakukan pada permainan lokomotorik sperti engklek
(hopscotch) atau tangkap. Dalam Latihan Terpandu 76 lakukan curah pendapat mengenai cara-cara menggunakan
permainan populer dalam konseling anak-anak dan remaja.
 Bercerita
Cerita menyediakan cara untuk memperkenalkan gagasan-gagas an baru dan dapat membantu anak-anak dan remaja
memersep sikan dunia secara berbeda melalui metafora. Freidberg dan Wilt 2010) menjelaskan bagaimana penggunaan
cerita dapat membe nkan metafora untuk membantu menciptakan situasi-situasi psi kalogis yang kompleks dan nyata
bagi anak-anak. Cerita dapat dibuat oleh terapis atau didasarkan pada media populer, tergan tung pada masalah yang
sedang ditangani. Tergantung pada usia dan tingkat perkembangan anak serta sifat masalahnya, metafora dan cerita bisa
dibuat lebih atau kurang abstrak. Dalam memban ti anak-anak memahami masalah, metafora dapat dibuat lebih abstrak
dan diajarkan melalui buku atau cerita. Misalnya, cerita nita tentang bajak laut yang menghindari hiu dan garis pantai
anak yang cemas secara sosial tentang ruang makan siang sekolah ng berbahaya dapat digunakan untuk memahami
persepsi dan tuntutan untuk berinteraksi dengan orang lain. Terapis dapat nenggunakan cerita untuk membantu anak
mengidentifikasi dan menyusun ulang bahaya yang dia persepsikan di dalam dunianya.Setelah masalah dipahami dan
dibingkai ulang, terapi dapat bera lih ke kegiatan bercerita yang lebih konkret dan realistis, lengkap dengan
keterampilan dan naskah untuk dipraktikkan.
 Drama dan Permainan Boneka
Karya besar dari para peneliti dan teoretikus seperti Bandu (1969) dan Meichenbaum (1971) menyoroti kekuatan
pembelaja an sosial yaitu, anak-anak dan remaja jauh lebih cenderung un tuk melakukan sebuah perilaku jika mereka
melihat seorang te man sebaya atau model peran lain juga melakukannya terlebih dahulu. Semakin konkret dan selaras
cerita dengan realitas anak, semakin besar kemungkinan anak untuk meniru perilaku yang diinginkan (Freidberg &
Wilt, 2010) Drama yang dramatis dapat memberikan konteks yang sesuai secara perkembangan dan me nyenangkan
untuk penerapan gagasan-gagasan dan perilaku ba ru melalui pemodelan sosial.
Knell (1995, 2009) menjelaskan bagaimana wayang, barang mainan, atau boneka dapat digunakan untuk memodelkan
res pons-respons yang lebih adaptif terhadap situasi sosial. Terapis adalah seorang partisipan aktif dalam permainan
9
peran ini. Ter gantung pada fase konseling, konselor dapat bertindak sebagai model peran yang memberikan respons
yang tepat atau menjadi tokoh antagonis yang mencoba untuk mendapatkan respons ber beda yang lebih adaptif.
Bentuk-bentuk drama dramatis lainnya telah ditemukan dapat mendorong pengembangan keterampilan sosial pada anak
kecil (Lillard et al, 2013). Ketika bekerja dengan satu anak atau satu kelompok anak-anak, seorang terapis dapat
memberikan naskah yang menggambarkan sketsa yang parall dengan situasi kehidupan nyata yang menghadirkan
tantangan bagi anak-anak.
Pertimbangkan kasus Jasmine. Konselor menggunakan main an untuk membantu transisinya dengan sekolah dan
seorang guru baru.
Ketika anak-anak dan remaja belajar keterampilan-kete rampilan baru untuk pertama kali, mereka mungkin akan men
butuhkan lebih banyak dukungan melalui naskah yang leb lengkap. Ketika anak-anak menjadi lebih nyaman dengan le
terampilan-keterampilan baru tersebut, sketsanya bisa dibuat menjadi lebih terbuka, dan anak-anak dapat didorong
untuk mengimprovisasi resolusi cerita Anak-anak juga bisa diminta un ak memainkan banyak peran dalam adegan,
dengan anak-anak mengambil peran sebagai orang dewasa seperti guru dan orang a sementara terapis mengambil peran
anak Perlakuan semacam memungkinkan anak untuk mengambil perspektif orang lain serta untuk mempraktikkan
reaksi-reaksi yang mungkin mereka berikan terhadap situasi sosial yang berbeda. Sebagai tambahan untuk intervensi
yang dibuat secara individual oleh konselor, ada banyak manual perawatan berbasis CBT yang dapat dibeli. Dua di
antara sekian banyak intervensi semacam itu yang lebih populer dan efektif, Coping Cat (untuk kecemasan pada anak-
anak dan remaja) dan Penn Resiliency Program (untuk mengurangi gejala jala depresi pada remaja) dijelaskan dalam
Latihan Terpandu.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi Kognitif-Perilaku telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir sebagai sebuah
pendekatan yang didu kung secara empiris, efektif, dan efisien untuk menangani seba gian besar masalah psikososial.
Akan tetapi, penerapannya untuk anak-anak terbatas karena ketergantungan yang besar pada in struksi verbal dan
kebutuhan untuk memahami dan membingkai kognitif yang kompleks dan abstrak. Bermain menawarkan cara
menerjemahkan kerangka kerja yang mendasarinya dan mengon struksikan CBT menjadi bentuk yang membantu dan
dapat dipe hami anak-anak
Prinsif Dasar Konseling
 CBT muncul dari menggabungkan teori-teori perilaku dan kognitif, yang sudah ada sejak awal 1900-an.
 CBT adalah istilah payung untuk berbagai macam pera watan dan teknik menggabungkan unsur-unsur behavior
isme dan teori kognitif dalam bentuk tertentu.
 Meskipun awalnya dirancang untuk digunakan pada orang dewasa, CBT telah dimodifikasi sesuai dengan ke
butuhan anak-anak dan remaja untuk diterapkan pada berbagai masalah dan budaya.
 CBT memiliki basis penelitian terbesar dari semua ben tuk konseling hingga saat ini. Banyak pendekatan untuk
digunakan bersama anak-anak dan remaja telah ditelit sebagian dilakukan secara ekstensif, dan terbukti efekt
 Konselor harus berhati-hati untuk tidak berasumsi bahwa suatu teknik atau program intervensi adalah valid dan
dapat diandalkan karena program ini dilabeli sebagai CBT. Beberapa program dan teknik bekerja dengan baik
hanya pada populasi atau masalah tertentu< dan banyak yang belum diteliti samasekali.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://academia.edu/resource/work/6891707
Andriani, F. (2015). Teori belajar behavioristik dan pandangan islam tentang behavioristik. Syaikhuna: Jurnal
Pendidikan Dan Pranata Islam, 6(2), 165-180.
Anidar, J. (2017). Teori belajar menurut aliran kognitif serta implikasinya dalam pembelajaran. Jurnal Al-Taujih:
Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(2), 8-16.
Budiningsih, C. A. (2012). Belajar dan pembelajaran.
Konseling Anak-Anak dan Remaja.Sondra Smith-Adcock Catherine Tucker.PUSTAKA PELAJAR

12

Anda mungkin juga menyukai