Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH

Teori-Teori Belajar Psikologi Pendidikan


Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen pengampu : Leni Khotimah Harahap, M.Pd.

Disusun Oleh:

Danang Priyadi (2008076046)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.wb
Dengan mengucapkan alhamdulillahirobbilalamin, Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul : “Teori
Belajar Psikologi Pendidikan”. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan
kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, semoga kita semua
mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti. Amin…
Adapun penulisan Makalah ini merupakan bentuk untuk memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan UIN Walisongo Semarang. Kami
tentu menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan didalamnya. Untuk itu, kami
mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk Makalah ini, supaya
Makalahini nantinya dapat menjadi Makalah yang lebih baik lagi dan
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Wassalamu’alaikumWr.wb

April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI 1

KATA PENGANTAR 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 3

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penulisan 5

1.4 Manfaat Penulisan 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan 7

2.2. Pengertian Teori Belajar 13

2.3 Macam-Macam dan Tokoh- Tokoh Teori Belajar 15

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan 57

3.2 Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikologi diartikan sebagai studi ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan


dan tingkah laku manusia (Slater, 2005). Psikologi pendidikan dimaksudkan
untuk memberikan pengaruh dalam kegiatan pendidikan pembelajaran dan proses
belajar mengajar yang lebih efektif dengan memperhatikan respon kejiwaan dan
tingkah laku anak didik. Keadaan sistem pembelajaran, cara mengajar, dan anak
didik di setiap daerah tidaklah sama. Kebiasaan anak didik ketika berada di
lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan terkadang juga berbeda.
Psikologi pendidikan muncul untuk memberikan perbaikan pada dunia
pendidikan dalam menerapkan kurikulum, proses belajar mengajar, layanan
konseling dan evaluasi untuk mendapatkan kualitas anak didik yang lebih baik.
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar.
Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang
dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan
manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu pertama; ketrampilan
intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk
mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek
didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar
sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses
emanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat
digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan,
sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan persepsi manusia. Oleh karena itu
seseorang harus menguasai prinsip – prinsip dasar belajar agar mampu

4
memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam
psikologis dan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.Perubahan
perilaku yang merupakan hasil dari proses belajar dapat berwujud perilaku yang
tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (inner behavior).
Perilaku yang tampak misalnya menulis, memukul, menendang sedangkan
perilaku yang tidak tampak misalnya berfikir, bernalar dan berkhayal.Untuk itu,
agar aktivitas belajar dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus
atau proses belajar untuk peserta didik harus dirancang secara matang, menarik,
dan spesifik sehingga peserta didik mudah memahami dan merespon positif
materi yang diberikan.
Teori adalah model atau kerangka pikiran yang menjelaskan telah
terbuktinya suatu kebenaran. Manusia membangun teori untuk menjelaskan,
meramalkan, dan menguasai suatu kejadian tertentu. Sering sekali, teori
dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Teori juga merupakan
seperangkat azas-azas yang tertentu tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata.
Belajar merupakan perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau
potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Stimulus merupakan apa saja yang diberikan guru kepada pelajar,
sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut.
Teori belajar merupakan suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan
metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Ada
beberapa jenis teori belajar yaitu: Burrhus Frederick Skinner, Jean Piaget,
Taksonomi Bloom, Jonh Dewey, Vygotsky, Dan Robert M. Gagne. Teori belajar
berguna untuk memudahkan seorang guru dalam proses belajar menngajar agar

5
membuat siswa lebih memahami pelajaran sehingga pelajaran itu lebih bermakna
dan teori belajar juga merupakan cara yang dilakukan peserta didik dan guru
dalam memperoleh maupun menyampaikan ilmu pengetahuan melalui proses
belajar atau mengajar. Setiap manusia wajib untuk belajar agar menjadi manusia
yang memiliki derajat tertingggi dibandingkan makhluk lainnya, itu sebab
timbulnya perbedaan antara manusia dengan hewan.
Teori belajar juga sangat bermanfaat karena dengan teori belajar, guru juga
lebih mengetahui bagaimana siswanya termasuk bagaimana perilaku(sikap),
pengetahuan, dan keterampilan siswanya dalam belajar. Sehingga dengan
demikian guru dapat mengevaluasi kesaahan-kesalahan yang terdapat dalam
tingkat pemahaman siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa
permasalahan yang menjadi pembahasan pada makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Psikologi Pendidikan dan ruang lingkupnya?
2. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar?
3. Sebutkan dan Jelaskan Macam-Macam Teori Belajar dan Siapa saja para
tokoh yang mencetuskan teori-teori belajar?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup dari psikologi pendidikan.
2. Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar, sehingga cara ini dapat
dipakai dalam proses belajar mengajar.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis teori belajar, dan apa saja yang ada dan
dipergunakan dalam teori belajar dan Untuk mengetahui siapa saja tokoh-
tokoh pendukung teori belajar.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan penulis dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
a. Manfaat bagi pembaca :

6
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca dan juga hasil dari penulisan makalah ini
diharapkan, pembaca dapat mengetahui secara umum pengertian dari ilmu
psikologi pendidikan, pengertian dan ruang lingkup teori belajar, dan para
tokoh yang mendukung bahkan mencetuskan teori-teori belajar yang
berguna untuk pembelajaran.
b. Manfaat bagi penulis :
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penulis untuk dapat memenuhi tugas makalah pelajaran psikologi
pendidikan. Penulisan makalah ini juga dapat dijadikan kajian awal untuk
melakukan Penulisan makalah lanjutan bagi penulis itu sendiri.

7
BAB  II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan


a) Pengertian Psikologi Pendidikan
Psikologi diartikan sebagai studi ilmu yang mempelajari tentang
kejiwaan dan tingkah laku manusia (Slater, 2005). Psikologi pendidikan
dimaksudkan untuk memberikan pengaruh dalam kegiatan pendidikan
pembelajaran dan proses belajar mengajar yang lebih efektif dengan
memperhatikan respon kejiwaan dan tingkah laku anak didik. Keadaan sistem
pembelajaran, cara mengajar, dan anak didik di setiap daerah tidaklah sama.
Kebiasaan anak didik ketika berada di lingkungan keluarga dan lingkungan
pendidikan terkadang juga berbeda. Psikologi pendidikan muncul untuk
memberikan perbaikan pada dunia pendidikan dalam menerapkan kurikulum,
proses belajar mengajar, layanan konseling dan evaluasi untuk mendapatkan
kualitas anak didik yang lebih baik. Beberapa pengertian tentang psikologi
pendidikan menurugt beberapa ahli, antara lain :
1) Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah
laku dan gejala gejala jiwa manusia (Abu, 2003).
2) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan manusia dalam suatu pembelajaran atau pelatihan
(KBBI).
3) Menurut Muhibin Syah (2003), psikologi pendidikan adalah sebuah
disiplin psikologi yang membahas masalah psikologis yang terjadi dalam
dunia pendidikan.
4) Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan
faktor – faktor yang berhubungan dengan dunia pendidikan
(Whiterington, 1982).

8
5) Sementara itu, Djiwandono (2002), mengatakan bahwa psikologi adalah
ilmu yang mempelajari tingkah laku dan pengalaman manusia.

Psikologi pendidikan bermaksud untuk menerapkan psikologi ke dalam


proses yang membawa pengubahan tingkah laku, dengan kata lain untuk
mengajar. Sedangkan arti psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
tentang belajar, pertumbuhan, dan kematangan individu serta penerapan
prinsip – prinsip ilmiah terhadap reaksi manusia. Pendidikan tersebut
bertujuan untuk mempengaruhi proses mengajar dan belajar.
Pengertian psikologi pendidikan menurut para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa psikologi pendidikan merupakan disiplin ilmu psikologi
yang mempengaruhi proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan.
b) Peran Psikologi terhadap Pendidikan
Psikologi pendidikan sudah menjadi dasar pembentukan dan
pengembangan sistem kurikulum, pembelajaran,d an penilaian dalam dunia
pendidikan. Kontribusinya terhadap perkembangan dunia pendidikan dapat
dijelaskan sebagai berikut :

1. Peran psikologi terhadap kurikulum pendidikan


Secara psikologis, pengembangan diri siswa didasarkan pada
kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotor. Kemampuan tersebut dapat
dilihat dari perkembangan sikap, motivasi, tingkah laku, dan komponen
lainnya. Komponen pembelajaran merupakan proses dari input ke output.
Lalu, penggunaan kurikulum sebagai kerangka alur input menuju output
atau hasil yang baik memerlukan hakikat – hakikat psikologi.
Kurikulum yang saat ini sedang dikembangkan adalah kurikulum
berbasis kompetensi. Kompetensi bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan pada ketrampilan, pengetahuan, dan refleksi dalam berfikir
dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak dengan refleksi diri yang

9
konsisten memungkinkan terbentuknya suatu individu individu yang
unggul dan kompeten.
2. Peran psikologi terhadap sistem pembelajaran
Terkait dengan teori teori psikologi yang berdampak pada seseorang
dalam bertingkah laku, psikologi juga mempengaruhi sistem pembelajaran
pada dunia pendidikan dengan positif. Siswa menjadi bersungguh –
sungguh belajar ketika respon psikologinya dibimbing oleh pengajar
dengan baik.
Dan juga, proses pemahaman pembelajaran suatu topik menjadi lebih
mudah dengan penyelesaian masalah-masalah pembelajaran yang dialami.
Keinginan atau hasrat menjadi lebih tinggi dengan pendekatan psikologi
dari guru dengan interaksi dan komunikasi yang menyenangkan.
Selain itu psikologi pendidikan juga telah melahirkan prinsip prinsip
pembelajaran seperti yang dipaparkan oleh Sudirwo, 2002 :
1) Seseorang yang belajar harus memiliki sebuah tujuan.
2) Tujuan dilahirkan dari kebutuhan bukan paksaan
3) Harus bersedia mengalami beberapa kesulitan.
4) Belajar itu dibuktikan dengan perubahan perilaku.
5) Belajar membutuhkan insight apa yang harus dipelajari dan dipahami.
6) Seseorang membutuhkan bimbingan.
7) Ujian perlu dilakukan namun didahului dengan pemahaman.

3. Peran psikologi terhadap sistem penilaian


Psikologi juga telah memberikan peranannya dalam sistem penilaian.
Misalnya, dengan tes psikologi untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa,
tes bakat untuk mengetahui bakat yang potensial terdapat dalam diri siswa
sehingga lebih mudah memberikan bimbingan dalam membantu
mengembangkan potensi diri siswa.

10
Tes aspek kepribadian juga dapat membantu guru mengenal lebih baik
pribadi siswanya sehingga bisa memberikan pendekatan yang lebih baik
lagi dalam proses pembelajaran. Berbagai tes psikologi tersebut membantu
memberikan penilaian terhadap masing masing siswa untuk mempermudah
menjembatani keinginan, potensial, maupun impian siswa sesuai dengan
kemampuan dan bakatnya.
c) Manfaat Mempelajari Psikologi Pendidikan
Terdapat beberapa manfaat mempelajari psikologi pendidikan menurut
Muhammad dan Wiyani (2013), yaitu :
1. Memahami perbedaan siswa
Masing masing siswa memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda
beda. Sebagai guru, perlu untuk memahami perbedaan perbedaan
karakteristik setiap siswa, tahap tumbuh kembangnya, serta tipe
perilakunya. Pemahaman tersebut dapat menghasilkan interaksi
pembelajaran yang sesuai dan pembelajaran yang efektif serta efisien.
Tidak hanya itu, pemahaman guru terhadap perbedaan-perbedaan
tersebut memungkinkan untuk memberikan interaksi belajar yang berbeda
pula pada setiap siswa agar pendekatan dan proses belajar lebih bisa
diterima tanpa membeda bedakan siswa secara personal atau pilih kasih.
2. Menciptakan iklim belajar yang kondusif di kelas
Kemampuan guru menciptakan iklim belajar yang kondusif
meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar dalam kelas.
Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar pendekatan dan interaksi yang
menyenangkan kepada siswa sesuai dengan masing masing karakteristik
siswa, akan memberikan iklim belajar yang kondusif dan proses
pembelajaran yang efektif.
3. Memilih strategi pembelajaran yang tepat
Mempelajari psikologi untuk mengenal karakteristik masing masing
siswa dan mengenal metode pembelajaran yang disukai, akan memberikan

11
kemampuan untuk memilih strategi pembelajaran yang tepat di dalam
kelas. Strategi pembelajaran yang sudah tepat, akan memberikan situasi
efektif belajar mengajar.
4. Memberikan bimbingan pada siswa
Psikologi memberikan kemampuan kepada guru untuk menjadi
seorang pembimbing bagi siswanya dengan pendekatan emosional dari hati
ke hati untuk mendapatkan kepercayaan siswa. Ketika siswa sudah
memberikan rasa percayanya kepada guru, maka proses membantu
penyelesaian masalah untuk proses pembelajaran yang efektif akan dapat
dilakukan dengan mudah.
5. Berinteraksi dengan tepat dengan siswa
Prinsip-prinsip psikologi mendasari cara berkomunikasi yang tepat
dalam pembelajaran. Komunikasi dengan siswa dinyatakan dengan
menempatkan diri sesuai tahapan tumbuh kembang siswa. Sehingga dapat
memberikan suatu interaksi yang menyenangkan. Penyesuaian dengan
tahapan rumbuh kembang siswa menciptakan pemahaman pengajar dari
sudut siswa dan mengetahui keinginan atau proses pembelajaran yang
disukai dan juga karakter masing masing siswa.
6. Memberikan evaluasi hasil pembelajaran
Sebagai seorang pendidik, dengan mempelajari psikologi pendidikan
akan mampu memberikan penilaian hasil pembelajaran secara adil. Selain
itu juga dapat menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa
tanpa membedakan satu dengan yang lainnya. Evaluasi hasil pembelajaran
bisa berupa nilai ujian secara intelegensi, nilai sikap, dan nilai keaktifan
mengikuti kegiatan sekolah. Ketiga hal tersebut menentukan kualitas
perbaikan itngkah laku siswa menjadi lebih baik.
7. Memotivasi belajar
Bekal psikologi pendidikan untuk pengajar agar pengajar mampu
memberikan dukungan, dorongan atau motivasi untuk siswanya dalam

12
semangat belajar yang lebih tinggi. Psikologi pendidikan mengajarkan
tentang memahami masing masing karakteristik siswa dan memberikan
motivasi sesuai dengan karakter tersebut agar lebih efektif mempengaruhi
semangat belajar siswa. Pemberian dukungan positif kepada siswa
menghasilkan semangat belajar yang meningkat.
8. Menetapkan tujuan pembelajaran
Psikologi pendidikan membantu pegajar untuk menentukan tujuan
pembelajaran terhadap perubahan perilaku seperti apa yang diinginkan
sebagai hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran ditetapkan pada setiap
materi yang akan diberikan. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran dijadikan
patokan kesesuaian hasil pembelajaran apakah nantinya dianggap berhasil
atau tidak.
9. Penggunaan media pembelajaran yang tepat
Pengetahuan psikologi pendidikan juga bermanfaat untuk menentukan
media pembelajaran yang tepat untuk siswa, misalnya media audio, visual,
motorik, dan lain sebagainya sebagai aktivitas pembelajaran yang
menyenangkan. media pembelajaran juga disesuaikan dengan materi
belajar yang akan disampaikan. Siswa terkadang lebih tertarik dengan
proses pembelajaran yang menggunakan komponen audiovisual dalam
proses pemahaman materi dan lebih efisien dalam pengembangan imajinasi
siswa.
10. Penyusunan jadwal pelajaran yang sesuai
Penyusunan jadwal pelajaran juga disesuaikan dengan kondisi siswa,
seperti pelajaran yang butuh pemikiran lebih rumit seperti matematika akan
lebih baik jika diletakkan pada jam belajar pertama, saat pikiran siswa
masih segar dan konsentrasinya masih maksimal. Jika mata pelajaran
seperti matematika diletakkan pada akhir kelas, maka hal itu tidak akan
efektif. Siswa sudah lelah, daya tangkapnya menurun, konsentrasi
menurun, dan pembelajaran menjadi tidak efektif.

13
Psikologi pendidikan memberikan dampak dan manfaat dari berbagai aspek
dalam pembelajaran. Psikologi pendidikan membantu pengajar untuk memahami
siswa lebih dalam berdasarkan karakteristiknya, tahap tumbuh kembangnya,
perilaku dan tingkah lakunya, secara emosional untuk memberikan proses belajar
mengajar yang tepat dan sesuai sehingga menghasilkan proses pembelajaran
yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran yang baik tersebut akan berdampak
pada hasil yang memuaskan. Siswa yang mendapatkan proses pembelajaran baik,
akan menerapkan pola pola kebiasaan yang baik setelah dirinya masuk ke dalam
keluarga dan masyarakat dan memberikan dampak perilaku positif dalam setiap
kehidupannya.

2.2 Pengertian Teori Belajar


Ausbel mengklasifikasikan belajar menjadi dua dimensi yaitu: dimensi
pertama berhubungan dengan bagaimana cara menyajikan informasi atau materi
pelajaran pada peserta didik melalui penerimaan dan penemuan. Dimensi kedua
berhubungan dengan bagaimana peserta didik dapat mengaitkan atau
menghubungkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang sudah ada.
Adapun struktur kognitif yang dimaksud adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh peserta didik.
Belajar dapat dimaknai sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai
hasil dari adanya peengalaman. Dalam hal ini, tidak termasuk perubahan tingkah
laku yang diakibatkan oleh kecacatan atau kerusakan fisik, penyakit, obat-obatan,
atau perubahan karena proses pematangan.1
Islam sebagai agama rahmah lil al-‘alamin sangat mewajibkan umatnya
untuk selalu belajar. Bahkan Allah mangawali menurunkan Al Qur’an sebagai
pedoman hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan rasul-Nya,
Muhammad SAW., untuk membaca dan membaca (iqra’), iqra’ merupakan salah

1
Ade Suhendra, Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, (Jakarta:
Kencana,2019),hlm., 163.

14
satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dan dalam arti yang luas, dengan iqra’
pula manusia dapat mengmbangkan pengetahuan dan memperbaiki
kehidupannya. Betapa pentingnya belajar, karena itu dalam Al-Quran Allah
berjanji akan meningkatkan derajat orang yang belajar daripada yang tidak.
Teori adalah model atau kerangka pikiran yang menjelaskan telah
terbuktinya suatu kebenaran. Manusia membangun teori untuk menjelaskan,
meramalkan, dan menguasai suatu kejadian tertentu. Sering sekali, teori
dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Teori juga merupakan
seperangkat azas-azas yang tertentu tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata.
Belajar merupakan perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau
potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya.
Teori belajar merupakan cara yang dilakukan peserta didik dan guru dalam
memperoleh maupun menyampaikan ilmu pengetahuan melalui proses belajar
atau mengajar. Setiap manusia wajib untuk belajar agar menjadi manusia yang
memiliki derajat tertingggi dibandingkan makhluk lainnya, itu sebab timbulnya
perbedaan antara manusia dengan hewan. Pada dasarnya guru dalam memberikan
pengajaran harus berlandas pada teori belajar, apabila guru mengajar tanpa
menggunakan teori belajar ibarat menyampaikan ilmu seperti berkhayal setinggi
langit. Maka dari itu, mengajar dengan menggunakan teori belajar sangatlah
penting agar mengetahui bagaimana cara membuat peserta didik menyukai guru
pada saat mengajar maupun di luar jam mengajar. Macam-macam grand teori,
yaitu teori behavior, konstruktif, kognitif, human, dan sibernetik.2

2
Maulana Arafat Lubis & Nashran Azizan, Pembelajaran Tematik SD/MI, (Jogjakarta: Penerbit
Samudra Biru, 2019), hlm. 32.

15
2.3 Macam – Macam Teori Belajar
a) Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata
lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya
perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Teori
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan
oleh faktor-faktor lingkungan.
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan
dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan.
Adapun kelebihan dan kelemahannya, sebagai berikut:
 Kelebihan
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar.
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-
unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan,
dan sebagainya.

16
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan
belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan.
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan
harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
 Kekurangan.
1. Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal
mesin atau robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self control
yang bersifat kognitif, sehingga, dengan kemampuan ini, manusia
mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya..
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan
seperti belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia
yang tidak terlihat kecuali melalu gejalanya
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit
diterima, mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan
dan manusia.

Berikut ini merupakan para tokoh pendukung teori behaviorisme, antara lain :
1. Edward Lee Thorndike
a) Biografi
Adward lee thorndike lahir tnggal 31 Agustus 1874 di Williamsburg,
dan Meninggal tanggal 10 Agustus 1949 di Montrose, New York. Ia adalah
seorang psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di
Teachers College, Columbia University. Masa kanak-kanak dan
Pendidikannya adalah sebagai anak seorang pendeta Metodis di Lowell,
Massachusetts. Thorndike lulus dari The Roxbury Sekolah Latin (1891), di

17
West Roxbury, Massachusetts, Wesleyan University (BS 1895), Harvard
University (MA 1897), dan Columbia University (PhD.1898 )
b) Teori Belajar
Psikologi aliran behaviristik mulai mengalami perkembangan dengan
lahirnya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Edward lee
thorndike dll. Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yang
menghasilkan penemuan yang berharga mengenai hal belajar.Pada
mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh
pengaruh dari Thorndike (1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang
disebut sebagai teori belajar “ Connectionism” karena belajar merupakan
proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon.
Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dlam rangkan menilai
respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa
binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Ia mengatakan, bahwa belajar dengan “Trial and error” itu dmulai dengan
adanya beberapa motif yang mendorong keaktivan. Dengan demikian,
untuk mengaktifkan anak dalam belajar dibutuhkan motivasi.Objek
penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan
membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon
situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga
menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan
stimulasinya.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. ada berbagai respon terhadap situasi
3. ada aliminasi respon-respon yang gagal
4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitian itu
c) Percobaan

18
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat
sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang. Eksperimen thorndike ini menggunakan hewan-hewan
terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle
box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons,
perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and
error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi.
Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan
yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai
salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang
telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya
dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar
tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error”
atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara
mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini,
kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
tidak mempunyai hasil. Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru,
selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi, Dalam
percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing

19
berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari.
Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah
pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan
ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan
12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila
di luar diletakkan makanan.
2. Ivan P. Pavlov
a) Biografi
Ivan Petrovich Pavlov (bahasa Rusia: Иван Петрович Павлов) (14
September 1849 – 27 Februari 1936) adalah seorang fisiolog dan dokter
dari Rusia. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil di Rusia tengah. Keluarganya
mengharapkannya menjadi pendeta, sehingga ia bersekolah di Seminari
Teologi. Setelah membaca Charles Darwin, ia menyadari bahwa ia lebih
banyak peduli untuk pencarian ilmiah sehingga ia meninggalkan seminari
ke Universitas St. Petersburg. Di sana ia belajar kimia dan fisiologi, dan
menerima gelar doktor pada 1879. Ia melanjutkan studinya dan memulai
risetnya sendiri dalam topik yang menarik baginya: sistem pencernaan dan
peredaran darah. Karyanya pun terkenal, dan diangkat sebagai profesor
fisiologi di Akademi Kedokteran Kekaisaran Rusia
b) Teori Belajar
Ivan P. Pavlov terkenal dengan teori classical conditioning theory.
Teori ini memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku. Menurut
teori ini belajar pada prinsipnya mengikuti suatu hokum yang sama untuk
semua manusia, bahkan semua makhluk hidup. Teori ini dikembangkan
melalui observasi terhadap perilaku belajar yang tampak (observable
behavior).
Pavlov meneliti proses belajar dengan melakukan percobaan dengan
anjing dan memperoleh hadiah Nobel untuk percobaannya itu. Ia memberi
daging secara periodik kepada anjing didahului dengan membunyikan bel.

20
Setiap kali daging akan di berikan, bel dibunyikan. Setelah beberapa lama,
setiap kali bel dibunyikan anjing mengeluarkan air liur. Bahkan ketika bel
dibunyikan tanpa daging, anjing juga mengeluarkan air liur. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa anjing mampu menghubungkan bunyi bel dengan
daging. Ketika mendengar bunyi bel anjing membayangkan datangnya
daging, sehingga air liurnya keluar. Proses dimana anjing dapat
menghubungkan antara bunyi bel dengan daging ini dinamakan respon dan
disebut belajar
Menurut Pavlov, daging sebagai stimulus tidak terkondisi, dan air liur
sebagai respon tidak terkondisi. Setiap kali daging diberikan kepada anjing,
maka secara refleks anjing akan mengeluarkan air liur. Bunyi bel disebut
sebagai stimulus terkondisi, yang pada dasarnya tida ada hubungannya
dengan respon. Anjing awalnya tidak mengeluarkan air liur ketika
mendengar bunyi bel. Tetapi karena stimulus tidak terkondisi (daging)
diberikan secara bersamaan dengn stimulus terkondisi (bunyi bel) maka
akhirnya timbul hubungan antara stimulus terkondisi (bel) dengan respon
(air liur). Jadi anjing dikatakn telah belahar, dan bel merupakan stimulus.
c) Percobaan
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing :
a. US ( Unconditioned Stimulus /stimulus tidak dikondisikan), yaitu
stimulus asli atau netral yang langsung menimbulkan respon, misalnya
daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
b. UR( Unconditioned Respons /respon tak bersyarat), yaitu perilaku
responden ( responden behavior ) yang muncul dengan hadirnya US,
yaitu air liur anjing keluar karena anjing melihat daging.
c. CS ( Conditioning Stimulus /stimulus bersyarat), yaitu stimulus yang
tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan
respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agara

21
menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel kn menyebabkan anjing
mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
d. CR ( Conditioning Respons/respon bersyarat), yaitu respon yang muncul
dengan hadirnya CS. Misalnya air liur anjing keluar karena anjing
mendengar bel.
Berdasarkan eksperimen Pavlon setelah pengkondisian atau
pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami
(UcS/Unconditional Stimulus= Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS-
Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng
dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlon ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal
dari luar dirinya.
Ivan Pavlon meneliti tingkah laku yang bersifat alami, Pavlon tidak
percaya jika refleksmerupakan reaksi dan hasil belajar. Pavlon tertari pada
masalah fungsi otak karena pemicu refleks bagi tingkah laku yang alami
adalah otak. Teori Pavlov juga disebut responding conditioning
(pengkondisian responden). Didasarkan pemikiran bahwa perilaku
merupakan respon yang dapat diamati atau diramalkan. Fisiolog mengkaji
stimuli yang disebutnya rangsangan tak bersyarat yang secara spontan
memanggil respon. Respon berupa refleks yang terpancing stimuli disibut
disebut responden. Responden atau respon yang bersyarat muncul di luar
kendali kemauan bebas peserta didik. Hubungan rangsangan bersyarat
dengan respon bersifat spontan, bukan disebabkan oleh belajar.
Namun perilaku refleks dapat muncul sebagai respon atas stimuli yang
sebenarnya tidak otomatis memancing respon. Melalui conditioning,

22
stimuli netral memancing refleks namun sengaja dibuat agar mampu
memancing respon refleks. Bila satu stimuli menghasilkan respon, maka
stimuli kedua yang tidak relevan dihadirkan serempak dengan stimuli
pertama, dan akhirnya respon tadi muncul tanpa perlu menghasilkan
stimuli pertama.

3. B.F. Skinner
a) Biodata

Burrhus Frederic Skinner lahir pada 20 Mei 1904 di Susquwhanna


Pennsylvania, Amerika Serikat. Masa kanak-kanaknya dilalui dengan
kehidupan yang penuh dengan kehangatan namun cukup ketat dalam
disiplin. Ayahnya adalah pengacara yang menjadi General Counsel di
sebuah perusahaan batu bara besar, dan ibunya adalah seorang ibu rumah
tangga biasa. Kakek dari ayahnya berimigrasi dari Inggris menuju Amerika
Serikat, Skinner juga menunjukan mint seni dan intelektual yang besar
dengan kecendungan kuat pada seni sastra. Ketika di Hamilton Collgge
Skinner mempelajari sastra modern dan kelasik, menulis puisi, berlatih
musik, menjadi pelukis, dan pemain saksofon yang handal. Skinne meraih
sarjana muda di Hamilton Collega, New York, dalam bidang sastraInggris,
pada tahun 1928.

Singkat cerita Skiner mulai memasuki kuliah psikologi di Universitas


Hardvard dengan menghususkan diri pada bidang tingkah laku hewan dan
meraih doktor pada tahun 1931. Dari tahun 1931 hingga 1936 Skiner
berkerja di Hardvard. Penelitian yang dilakukannya difokuskan pada
penelitian menganai system saraf hewan. Pada tahun 1936-1945 ia
mengajar di Universitas Mingoesta. Bidang Psikologi yang didalami oleh
Skinner adalah analisis ekperimental atas tingkah laku. Skinner melakukan
penyelidikan terutama pada organisme infrahuman, biasanya tikus atau

23
merpati (Baharudin dan Nur Wahyuni, 2008: 66- 67), ia juga dikenal
sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan
meyakini bahwa prilaku dikontrol melalui proses operant conditioning
(Sugihartono, 2007: 97).

b) Teori Belajar

Menurut Skinner manusia adalah sekumpulan reaksi unik yang


sebagian diantaranya telah ada dan secara genetis diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Pengkondisian yang kita alami dari
lingkungan sosial menentukan “pengalaman” yakni sekumpulan prilaku
yang sudah ada. Jadi manusia adalah produk dari lingkungannya (Husen,
2003: 115).

Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada tingkah laku


dankonsekuensi-konsekuensinya (Sagala, 2009: 16). Menurut Gredler
sebagaimana yang dikutip oleh Baharudin dan Nur Wahyuni, Skinner
mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku. Perubahan
perilaku yang dicapai sebagai hasilbelajar tersebut melalui proses
penguatan perilaku baru yang muncul yaknioperant conditioning
(kondisioning operan) (Baharudin dan Wahyuni, 2008: 67- 68). Operant
conditioning atau pengkondisian suatu operant yang dapatmengakibatkan
prilaku tersebut terulang kembali atau menghilang sesuai dengankeinginan
(Sugihartono, 2007: 97).

Menurut Skinner sebagaimana dikutip oleh Saiful Sagala, dalam


belajar ditemukan hal-hal berikut: Pertama. kesempatan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan respon belajar. Kedua, respon si pelajar.
Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan respon tersebut, baik
konsekuensinya sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman (Sagala,
2009: 14).

24
Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:

 Respondent Response (reflexive response), yaitu respon yang


ditimbulkan oleh perangsang perangsang tertentu. Perangsang-
perangsang yang demikian itu yang disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respon-respon yang secara relatif tetap, misalnya
makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons yang
ditimbulkannya.
 Operant Responsen (instrumental response), yaitu respon yang timbul
dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.
Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau
reinforcer, karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons
yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian
itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu
yang telah dilakukan. Jika seorang belajar (telah melakukan perbuatan),
lalu mendapat hadiah, maka dia akan menjadi lebih giat belajar
(responsnya menjadi lebih intensif/kuat) (Suryabrata, 2007: 271-272).

Jadi menurut teori ini hal terpenting dalam belajar adalah penguatan,
pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus dengan respon akan
semakin kuat apabila diberi penguatan. Baik penguatan positif maupun
negatif, dimana peningkatan positif dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

25
c) Percobaan

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan


selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:

a) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi


dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
b) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant
telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Menurut Skinner, ditemukan hal-hal berikut: Pertama. kesempatan
terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar. Kedua, respon si
pelajar. Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan respon
tersebut, baik konsekuensinya sebagai hadiah maupun teguran atau
hukuman.
4. Robert Gagne
a) Biodata
Robert Mills Gagné (21 Agustus 1916 - 28 April 2002) adalah seorang
psikolog pendidikan Amerika yang terkenal karena Condition of Learning-
nya . Dia memelopori ilmu pengajaran selama Perang Dunia II ketika dia
bekerja dengan pilot pelatihan Korps Udara Angkatan Darat. Dia
melanjutkan untuk mengembangkan serangkaian studi dan karya yang
menyederhanakan dan menjelaskan apa yang dia dan orang lain yakini
sebagai "instruksi yang baik." Gagné juga terlibat dalam penerapan konsep
teori instruksional untuk desain pelatihan berbasis komputer dan
pembelajaran berbasis multimedia.

26
Di sekolah menengah di North Andover, Massachusetts , dia
memutuskan untuk belajar psikologi dan mungkin menjadi psikolog setelah
membaca teks psikologi. Dalam pidato perpisahannya tahun 1932, ia
mengatakan bahwa ilmu psikologi harus digunakan untuk meringankan
beban hidup manusia. [1] Ia mendapat beasiswa ke Universitas Yale , dan
menerima AB pada tahun 1937. Dalam pekerjaan pascasarjana di Brown
University , ia mempelajari "respons operasi terkondisi" dari tikus putih
dalam berbagai kondisi sebagai bagian dari gelar Ph.D. tesis. Pekerjaan
mengajar perguruan tinggi pertamanya adalah pada tahun 1940, di
Connecticut College for Women.
Studi awalnya tentang manusia, bukan tikus, terputus oleh Perang
Dunia II. Pada tahun pertama perang, di Unit Penelitian Psikologi No. 1,
Maxwell Field, Alabama, dia mengatur dan menilai tes bakat untuk
memilih dan mengurutkan taruna penerbangan. Setelah itu, dia ditugaskan
ke sekolah perwira di Miami Beach. Dia ditugaskan sebagai letnan dua,
dan ditugaskan di School of Aviation Medicine, Randolph Field, Fort
Worth, Texas.
Setelah perang, dia memegang posisi fakultas sementara di
Pennsylvania State University . Dia kembali ke Connecticut College for
Women. Pada tahun 1949, ia menerima tawaran untuk bergabung dengan
organisasi Angkatan Udara AS yang menjadi Pusat Penelitian dan
Pelatihan Personil Angkatan Udara, di mana ia menjadi direktur penelitian
di Laboratorium Keterampilan Perseptual dan Motorik.
Pada tahun 1958, ia kembali ke dunia akademis sebagai profesor di
Universitas Princeton , di mana penelitiannya mengalihkan fokus ke
pembelajaran pemecahan masalah dan pembelajaran matematika. Pada
tahun 1962, dia bergabung dengan American Institutes for Research, di
mana dia menulis buku pertamanya, Condition of Learning. Dia
menghabiskan waktu tambahan di dunia akademis di University of

27
California, Berkeley, tempat dia bekerja dengan mahasiswa pascasarjana.
Dengan WK Roher, ia mempresentasikan makalah, "Psikologi
Instruksional", ke Review Tahunan Psikologi.
Pada tahun 1969, dia menemukan rumah yang tahan lama di Florida
State University. Dia bekerja sama dengan LJ Briggs dalam Principles of
Learning Ia menerbitkan edisi kedua dan ketiga dari The Condition of
Learning .
b) Teori Belajar
Teori belajar model nine instructional events Robert. M. Gagne ini
membantu para guru, para perancang pembelajaran dan para pengembang
program pembelajaran untuk memahami proses belajar yang terjadi di
dalam diri peserta didik sehingga dapat mempengaruhi, memperlancar atau
menghambat proses belajar peserta didik. Selain itu, model ini membantu
kita untuk melakukan intervensi dengan mengembangkan Pusat Sumber
Belajar (PSB), sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
kegiatan pembelajaran melalui pengembangan sistem instruksional. Dalam
melaksanakan fungsi pengembangan sistem instruksional (instructional
development), PSB menyediakan sumber-sumber belajar yang dapat
dimanfaatkan oleh guru dan peserta didik.
Teori belajar Gagne termasuk dakam psikologi tingkah laku atau
psikologi stimulus respon. Kemampuan yang dimiliki manusia karena ia
belajar disebut kapabilitas. Selanjutnya menurut Gagne ada 5 kapabilitas,
yaitu:
1. Informasi Verbal
2. Intelektual
3. Strategi Kognitif
4. Sikap
5. Keterampilan Motorik
Selai itu, Menurut Robert M. Gagne (dalam Nasution, 2008:136), ada 8

28
tipe belajar, yaitu:
1) Belajar Isyarat (Signal Learning)
Contoh: Abah-abah “Siap!” merupakan suatu signal atau isyarat untuk
mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa
senang.Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan
perasaan senang itu.
2) Belajar Stimulus – Respons ( Stimulus Respons Learning)
Contoh: Anjing dapat diajar “memberi salam” dengan mengangkat
kaki depannya bila kita katakan “kasi tangan” atau “salam”. Ucapan
“kasi tangan” merupakan stimulus yang menimbulkan respons
“memberi salam” oleh anjing itu. Kemampuan ini tidak diperoleh
secara tiba-tiba tetapi melalui latihan-latihan.
3) Belajar Rangkaian (Chaining)
Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh “chaining” seperti “ibu-
bapak”, “kampung halman”, “selamat tinggal”, dan sebagainya. Juga
dalam perbuatan kita banyak terdapat “chaining” ini, misalnya pulang
dari kantor, ganti baju, makan. Chaing terjadi bila terbentuk hubungan
antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang
satu lagi, jadi berdasarkan “contiguity”.
4) Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan anak itu dapat
mengatakan “bujur sankar”, atau mengatakan “itu bola saya” bila
dilihatnya bola. Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk
geometris agar dapat mengenal “bujur sangkar” sebagai salah satu
bentuk geometris, atau mengenal “bola”, “saya” dan “itu”.
5) Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Contoh: Anak dapat mengenal berbagai merk mobil beserta namanya,
walaupun tampaknya mobil itu banyak bersamaan. Demikian pula ia
dapat membedakan manusia yang satu dari yang lain, juga tanaman,

29
binatang, dan lain-lain. Guru mengenal murid serta nama-nama
masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara
murid-murid itu.
6) Belajar Konsep (Concept Learning)
Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia
sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk,
besar, jumlah, dan sebagainya. Ia dapat menggolongkan manusia
menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan
sebagainya, menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini
kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik,
melainkan dalam bentuk yang abstrak.
7) Belajar Aturan (Rule Learning)
Tipe belajar ini banyak terdapat dalam pelajaran di
sekolah.Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang
terdidik.Aturan ini terdapat dalam tiap mata pelajaran. Misalnya,
benda yang dipanaskan akan memuai, angin berembus dari daerah
maksimum ke daerah minimum, dan sebagainya.
8) Belajar Pemecahan Masalah ( Problem Solving Learning)
Dalam memecahkan masalah harus dilalui beberapa langkah
seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-
aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala langkah
perlu ia berpikir.
c) Percobaan
Eksperimen tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar
manusia, mendasari Teori hirarki belajar yang ditemukan oleh Robert M.
Gagne. Penelitiannya dimaksudkan untuk menemukan teori pembelajaran
yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar,
yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta
didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.

30
Hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau
top down. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan,
ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses
pembelajaran dipuncak hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan,
keterampilan atau pengetahuan prasyarat yang harus mereka kuasai lebih
dahulu agar mereka berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan
diatasnya.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar,
situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari
stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika
delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar,
implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
Eksperimen lain yang dilakukan oleh gagne adalah eksperimen
condition of learning. Eksperimen ini dilakukan oleh Robert Gagne.
Eksperimen ini tergolong eksperimen yang bisa dibilang p\aling modern
dari eksperimen-eksperimen behavior yang lain, krena eksperimen ini
menggunakan teknologi canggih dalam penerapannya. Gagne melakukan
percobaannya pada pilot AU di Amerika Serikat. Ia membuat sebuah
permodelan atau simulasi ruangan yang menyerupai kokpit pilot pesawat.
Dan kemudian ia mengkondisikan ruangan itu agar semirip mungkin baik
saat akan terbang, lepas landas, terbang di udara, dan juga saat mendarat.

b) Teori Belajar Kontruktivisme

Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu
saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif
membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat

31
mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah


ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri


pengetahuan mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri


melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu
dengan pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan


dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru
dengan pemahamannya yang sudah ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang


utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-
gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan

pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang

32
merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor
anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar


konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran
guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang
dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol
kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan
kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga


penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama
adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan
dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan


dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme.
Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif
oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan


anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan

33
pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara
spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah
mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui
orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru,
pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya
proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam


teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah
aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu :(1) siswa mengkonstruksi
pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2)
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi
siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi
dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler


(1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan
kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih
kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Selain itu Slavin menyebutkan strategi-strategi belajar pada teori
kontruktivisme adalah top-down processing( siswa belajar dimulai dengan
masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan
ketrampilan yang dibutuhkan, cooperative learning(strategi yang digunakan
untuk proses belajar, agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem
yang dihadapi dan generative learning(strategi yang menekankan pada

34
integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh
dengan skemata.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan
kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

Berikut merupakan tokoh-tokoh pendukung teori kontruktivisme ini,


antara lain:

1) John Dewey
Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada
penelitian John Dewey (Ibrahim & Nur, 2004). Dalam demokrasi dan
pendidikan Dewey menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya
mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan
laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu mendidik
Dewey menganjurkan pembelajar untuk mendorong pebelajar terlibat
dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya lebih
memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki
manfaat terbaik dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan mereka
sendiri.

2) Jhon Piaget
Jean Piaget lahir pada tahun 1896 dan wafat 1980 Masehi. Piaget
menekankan bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif

35
mereka, artinya segala informasi sidak sekedar dituangkan ke dalam
pikiran mereka dari lingkungan dan seorang anak melalui serangkaian
tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Teori ini dirancang
untuk mempengaruhi peserta didik agar menemukan nilainilai pribadi dan
social. Selain itu perilaku dan nilai-nilainya diharapkan anak menjadi
sumber bagi penemuan berikutnya.
Adapun tahap-tahap perkembangan anak menurut teori piaget, yaitu:
a. Tahap sensomotorik (usia 0-2 tahun) Pada tahap ini perkembangan
mental ditandai oleh kemajuan yang pesat dalam kemampuan bayi
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-
gerakan dan tindakan fisik. Anak dapat sedikit memahami
lingkungannya dengan cara melihat, meraba atau memegang, mengecap,
mencium dan menggerakkan. Anak tersebut mengetahiu bahwa perilaku
yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Pada tahap
ini terbagi atas 6 periode, yakni: (1) reflex (usia 0-1 bulan), (2)
kebiasaan (usia 1-4 bulan), (3) reproduksi (usia 4-8 bulan), (4)
koorsinasi schemata (usia 8-12 bulan), (5) eksperimen (usia 12-18
bulan), dan (6) representasi (usia 18-24 bulan).
b. Tahap Praoperasional (usia 2-7 tahun) Pada tahap ini anak telah mampu
menggunakan bahasa dan mengembangkan konsepnya, walaupun masih
sangat sederhana.
c. Tahap Operasional konkret (usia 7-11 tahun) Pada tahap ini anak sudah
mengembangkan pikiran logis dengan upaya memahami lingkungan
sekitarnya anak tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang
datangnya dari pancaindra.
d. Tahap operasional formal (usia 11 atau 15 tahun) Pada tahap ini anak
sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Melalui
operasional formal ini, anak sudah dapat memikirkan beberapa
alternative cara memecahkan suatu masalah.

36
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan diatas pandangan
konstruktivis kognitif (Ibrahim dan Nur, 2004). Pandangan ini banyak
didasarkan teori Piaget. Piaget mengemukakan bahwa pebelajar dalam
segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan
membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget pengetahuan adalah
konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang (Suparno, 1997).
Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus berevolusi.
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme
pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari
realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan
tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi
1988: 133). Pengertian tentang akomodasiyang lain adalah proses mental
yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru
atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh
secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar
merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi
yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada
seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan

37
proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan
keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual
anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus memiliki
ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat. Menurut
C. Asri Budiningsih menjelaskan bahwa ada dua macam proses adapatasi
yaitu adaptasi bersifat autoplastis, yaitu prosespenyesuaian diri dengan cara
mengubah diri sesuai suasana lingkungan, lalu adaptasi yang bersifat
aloplastis yaitu adaptasi dengan mengubah situasi lingkungan sesuai
dengan keinginan diri sendiri.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995:
222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang
sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3)
pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi
secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan,
melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah
sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema
sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar
tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri
pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan
perubahan tingkah laku.

38
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap
perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa
juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133)
mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap
beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap
manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang
sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari
operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan
hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah
laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh
keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan
tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang
timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme
sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak
dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik.
Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan
lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky
adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada
lingkungan sosial dalam belajar.Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga
percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman
ini (Ibrahim & Nur, 2004). Untuk memperoleh pemahaman individu
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimiliki.

3) Jerome Brunner

39
Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan
psikologi belajar kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model
instruksional kognitif yang sangat berpengaruh yang disebut dengan belajar
penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya
memberikan  hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan
masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan
yang benar-benar bermakna (Dahar, 1998).
Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar melalui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar
mereka dianjurkan untuk memperopleh pengetahuan. Perlunya pembelajar
penemuan didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya
melalui penemuan pribadi.

c) Teori Kognitif
Teori kognitif adalah teori yang mengatakan bahwa belajar merupakan
suatu proses perubahan presepsi dan pemahaman yang dapat diukur dan
diamati.Model ini lebih berorientasi pada studi bagaimana siswa belajar
berpikir. Fokus studiya adalah pada pertanyaan perkembangan kognitif. Bagi
guru yang terpenting adalah bagaimana dapat mempengaruhi perkembangan
berpikir dan bagaimana guru dapat menyesuaikan pengajaran dengan tingkat
perkembangan kognitif para siswa.
Teori Kognitivisme mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka
berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat
penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang
menjadi fokus baru mereka. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa
para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara

40
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun
lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan
mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif
modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks,
termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan
masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan
membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.
Adapun kelemahan dan kelebihannya, sebagai berikut:

 Kelebihan

1. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih


menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada
pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
2. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memeberikan
dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan
kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu
memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah
diberikan.
3. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk
mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat
peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang telah
diberikan.
4. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau
pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang
sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta didik

41
harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
 Kelemahan

1. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan


ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta
didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu
menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya
ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
2. Dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam
mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara
peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-
masing peserta didik memiliki cara yan berbeda-beda.
3. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka
dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang
diberikan
4. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif
tanpa
adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan
dalam
praktek kegiatan atau materi.
5. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan
kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang
telah diterimanya.
Berikut merupakan tokoh-tokoh teori kognitif, antara lain :

1. Max Wertheimer (1880-1943)

Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri


aliran psikologi Gestalt. Konsep pentingnya: Phi phenomenon, yaitu

42
bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah
dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan
manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses
interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di
otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga
diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.

Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia


melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama
stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk
dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis
yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut
diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang
kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus.
Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke
melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena
sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan
secara bergantian. Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-
hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt
Theory”. Hukum-hukum itu antara lain:

a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)

b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)

c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Kurt Koffka (1886-1941)

Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Sumbangan Koffka


kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari
prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi,

43
belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial.
Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar
dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka
tentang belajar antara lain:

a. Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang


membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara
sistematis mengikuti prinsipprinsip Gestalt dan akan muncul kembali
kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak
ingatan tadi.

b. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu


itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya
perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan
disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.

c. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.

3. Wolfgang Kohler (1887-1967)

Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler


pernah melakukan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya
ditulis dalam buku bertajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya
adalah: seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di
atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis.
Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu
tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil,
simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk
mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan
kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan
memanjatnya untuk mencapai pisang itu.

44
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah
atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan
berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut
Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan
mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam
eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme–dalam
hal ini simpanse–dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh
dengan pengertian atau dengan insight.

d) Teori Belajar Humanistime

Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para
pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya
isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara
tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata ain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita
amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan
untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya)
dapat tercapai.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

45
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik
mampu mengembangkan potensi dirinya.
Adapun kelemahan dan kelebihannya sebagai, berikut:
 Kelebihan
1) Tumbuhnya kreatifitas peserta didik
Dengan belajar aktif dan mengenali diri maka kreatifitas ang sesuai
dengan karakternya akan muncul dengan sendirinya. Dengan begitu
akan muncul keragaman karya.
2) Semakin canggihnya teknologi
Canggihnya teknologi ternyata mampu membangun motivasi dalam
diri peserta didik untuk belajar dan semakin maju perkembangan
belajarnya.
3) Tugas guru berkurang
Dengan peserta didik yang melibatkan dirinya dalam proses belajar itu
juga akan mengurangi tugas guru karena guru hanyalah failisator
peserta didik.
4) Mendekatkan satu dengan yang lainnya
Bimbingan guru kepada peserta didik akan mempererat hubungan
antar keduanya. Seringnya berkomunikasi akan menciptakan suasana
yang nyaman karena peserta didik tidak merasa takut atau tertekan.
Begitupun antar peserta didik.
 Kekurangan
1) Pemahaman yang kurang jelas dapat menghambat pembelajaran.
Guru biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga
peserta didik yang kurang referensi akan kesulitan untuk belajar.
2) Kebebasan yang diberikan akan cenderung disalahgunakan

46
Misal saja guru menugaskan peserta didik untuk berdiskusi sesuai
kelompok, pasti ada beberapa peserta didik yang mengandalkan teman
atau tidak mau bekerja sama.
3) Pemusatan pikiran akan berkurang
Dalam hal ini guru tidak sepenuhnya mengawasi karena system belajar
yang seperti ini adalah siswa yang berperan aktif menggali potensi,
sehingga peserta didik akan memanfaatkan keadaan yang ada.
4) Kecurangan-kecurangan yang semakin menjadi tradisi
Dalam pembuatan tugas peserta didik yang malas akan berinisiatif
mengcopy pekerjaan temannya. Ini akan mengurangi kepercayaan guru
maupun temannya
Berikut merupakan tokoh pendukung teori humanistic, antara lain:
1) Abraham Maslow
Aliran humanistik tidak pernah terlepas dari tokoh ternama ini yang
bernama lengkap Abraham Harold Maslow. Maslow dikenal sebagai ayah
spiritual psikologi humanistik. Abraham Harold (Abe) Maslow lahir pada 1
April 1908 di Manhattan, New York. Dia adalah anak tertua dari 7
bersaudara. Ayahnya bernama Samuel Maslow. Memiliki pandangan atheis.
Masa kecil Maslow bisa digambarkan dengan masa kecil yang tidak
menyenangkan, kisahnya dipenuhi dengan bagaimana beralih dari buku ke
buku untuk belajar melepaskan diri dari perasaan kesepian dan
inferioritasnya
Dari prestasi tersebut selanjutnya dia terdorong untuk terus memahami
dan mengembangkan ide-ide terbesarnya tersebut dengan mempelajari dan
meneliti sampel kecil dari beberapa orang yang secara psikologis sangat
menonjol untuk menentukan bagaimana perbedaan mereka dari orang-orang
dengan kesehatan normal.Memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan
teori belajar humanistik ini. Maslow berpendapat bahwa proses belajar pada
manusia merupakan proses yang dilaluinya untuk mengaktualisasikan

47
dirinya. Belajar adalah proses untuk mengerti sekaligus memahami siapa diri
kita sendiri, bagaimana kita menjadi diri kita sendiri, sampai potensi apa
yang ada pada diri kita untuk kita kembangkan ke arah tertentu
2) Carl Rogers
Baginya, pengalaman individu merupakan fenomena logika yang dialami
oleh individu itu sendiri. Rogers juga berpendapat bahwa setiap manusia
memiliki kecenderungan untuk mencapai kesempurnaan hidup, membentuk
konsep hidup yang unik, dan tingkah lakunya selaras dengan konsep
kehidupan yang dimilikinya. Menurut Rogers, pembelajaran terjadi melalui
fenomena hidup atau pengalaman yang dialami setiap orang.

e) Teori Belajar Kognitif Sosial


Teori sosial kognitif dibangun pertama kali oleh seorang psikolog Albert
Bandura sekitar tahun 1960-an. Teori ini menitikberatkan pada bagaimana dan
mengapa orang-orang cenderung untuk meniru apa yang dilihat melalui
media. Ini adalah teori yang fokus pada kapasitas kita untuk belajar dengan
mengalaminya secara langsung. Proses belajar melalui pengamatan ini
bergantung pada sejumlah faktor. Meliputi faktor kemampuan subyek untuk
memahami dan mengingat apa yang ia lihat, mengidentifikasi karakter
bermedia, dan berbagai hal yang membimbing kepada proses pemodelan
perilaku. Teori sosial kognitif adalah salah satu teori yang paling sering
digunakan untuk meneliti media dan komunikasi massa.
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan
baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan
oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini
dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran
Bandura (Bandura, 1962) juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan
Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa
publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan

48
faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam
proses belajar sosial. Teori ini sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi
media massa pada khalayak media di level individu.
Sudah jelas bahwa konsep utama dari teori kognitif sosial adalah
pengertian tentang observational learning atau proses belajar dengan
mengamati. Jika ada seorang “model” di dalam lingkungan seorang individu,
misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau
di lingkungan publik seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan,
proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan
model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses
modeling. Modeling atau peniruan merupakan “the direct, mechanical
reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan
mekanis(Baran & Davis, 2000: 184). Sebagai contoh, ketika seorang ibu
mengajarkan anaknya bagaimana cara mengikat sepatu dengan
memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali sepatunya,
maka proses ini disebut proses modeling. Sebagai tambahan bagi proses
peniruan interpersonal, proses modelingdapat juga terlihat pada narasumber
yang ditampilkan oleh media. Misalnya orang bisa meniru bagaimana cara
memasak kue bika dalam sebuah acara kuliner di televisi. Meski demikian
tidak semua narasumber dapat memengaruhi khalayak, meski contoh yang
ditampilkan lebih mudah dari bagaimana cara membuat kue bika.
Teori Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang
bagaimana perilaku bisa dibentuk melalui pengamatan pada model-model
yang ditampilkan oleh media massa. Efek dari pemodelan ini meningkat
melalui pengamatan tentang imbalan dan hukuman yang dijatuhkan pada
model, melalui identifikasi dari khalayak pada model tersebut, dan melalui
sejauh mana khalayak memiliki efikasi diri tentang perilaku yang dicontohkan
di media. Meski berdasarkan bidang studi psikologi sosial, teori ini memeiliki
efek yang kuat untuk pemahaman tentang efek kekerasan melalui media baik

49
untuk anak-anak maupun orang dewasa dan juga pada perencanaan kampanye
yang ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat melalui media.

Berikut merupakan tokoh pendukung teori kognisi sosial, antara lain:


1) Lev Vygotsky Semyonovich
Lev Vygotsky Semyonovich adalah seorang psikolog Belarusia
Soviet lahir pada tanggal 17 November 1896 di kota Orsha, Belarusia. Ia
pendiri teori pengembangan psikologi budaya historis. Vygotsky
menyatakan dalam teorinya bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta
didik belajar menagani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-
tugas tersebut masih dalam daerah terletak antara tingkat perkembangan
anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah
di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang paham.
Menurut Vygotsky perkembangan kognitif tergantung pada masa
kanak-kanak. Pengetahuan anak, gagasan, sikap, dan nilai perkembangan
terjadi melaui interaksi dengan yang lain. Vygotsky juga yakin bahasa
berperan sangat penting dalam perkembangan kognitif. Kontribusi yang
paling penting dari teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat
sosiokultural dari pembelajaran.Vygotsky yakin bahwa pembelajaran
terjadi apabila anak belajar atau bekerja pada daerah perkembangan
terdekat (zone of proximal development) mereka. Tugas-tugas yang
berada pada daerah perkembangan terdekat (zone of proximal
development) merupakan tugas-tugas, yang mana anak belum dapat
memahami sendiri teteapi dapat menangani tugastugas itu dengan bantuan
teman atau orang dewasa.

Selanjutnya, Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi


berada di dalam percakapan dan kolaborasi antara individu sebelum
fungsi mental tersebut baerada dalam individu. 8 Teori Vygotsky

50
menekankan hakikat pembelajaran sosiokultural, yang pada intinya
menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari
pembelajaran maupun penekannya pada lingkungan social pembelajaran.

Teori Vygotsky (1978) yang lain ialah scaffolding yang merupakan


pemberian bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap
pembelajaran. Setelah diberikan bantuan, maka peserta didik diberikan
kesempatan untuk melakukannya sendiri dengan bertanggung jawab .
bantuan yang diberikan guru berbentuk petunjuk, penjelasan, pengarahan,
dan peringatan yang mampu menjadikan peserta didik melakukannya
secara mandiri. Penerapan teori Vygotsky dalam interaksi pembelajaran
dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Walaupun peserta didik tetap dilibatkan dalam proses pembelajaran,


guru harus secara aktif mendampingi setiap aktivitas belajar peserta
didik.

b. Selain guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada


perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilanpeserta didik
melalui diskusi dan kerja kelompok sehingga mempercepat
perkembangannya.

c. Belajar sesama teman sebaya dimungkinkan lebih efektif, karena


mereka sendiri baru saja melewati tahap yang sudah dialami sehingga
dapat dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi
peserta didik lainnya.

2) Albert Bandura
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan
penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang
dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori
Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok

51
dari pemikiran Bandura (1962) juga merupakan pengembangan dari ide
Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada
beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial
dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi
seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini sangat berperan dalam
mempelajari efek dari isi media massa pada khalayak media di level
individu.
Penelitian Bandura mencakup banyak masalah yang bersifat sentral
untuk teori belajar sosial, dan lewat penelitian-penelitian itu teorinya
dipertajam dan diperluas. Penelitian ini meliputi studi tentang imitasi dan
identifikasi, perkuatan sosial, perkuatan diri dan pemonitoran, serta
perubahan tingkah laku melalui pemodelan.
Bersama Richard Wakters sebagai penulis kedua, Bandura menulis
Adolescent Aggression (1959), suatu laporan terinci tentang sebuah studi
lapangan dimana prinsip-prinsip belajar sosial dipakai untuk menganalisis
perkembangan kepribadian sekelompok remaja pria delinkuen dari kelas
menengah, disusul dengan Social Learning and personality development
(1963), sebuah buku dimana ia dan Walters memaparkan prinsip-prinsip
belajar sosial yang telah mereka kembangkan beserta evidensi atau bukti
yang menjadi dasar bagi teori tersebut.
Pada tahun 1969, Bandura menerbitkan Principles of behavior
modification, dimana ia menguraikan penerapan teknik-teknik behavioral
berdasarkan prinsip-prinsip belajar dalam memodifikasi tingkah laku dan
pada tahun 1973, Aggression: A social learning analysis. Dalam bukunya
yang secara teoretis ambisius, Social Learning Theory (1977), ia telah
berusaha menyajikan suatu kerangka teoretis yang terpadu untuk
menganalisis pikiran dan tingkah laku manusia.
Sama seperti halnya kebanyakan pendekatan teori belajar terhadap
kepribadian, teori belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku

52
manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip-
prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku
berkembang dan menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain
kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini
muncul, juga kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar
yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil
mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu belajar mengimitasi
atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan
orang lain model bagi dirinya.
Dalam bukunya terbutan 1941, Social larning and imitation, Miller
dan Dollard telah mengakui peranan penting proses-proses imitatif dalam
perkembangan kepribadian dan telah berusaha menjelaskan beberapa
jenis tingkah laku imitatif tertentu. Tetapi hanya sedikit pakar lain peneliti
kepribadian mencoba memasukan gejala belajar lewat observasi ke dalam
teori-teori belajar mereka, bahkan Miller dan Dollard pun jarang
menyebut imitasi dalam tulisan-tulisan mereka yang kemudian. Bandura
tidak hanya berusaha memperbaiki kelalaian tersebut, tetapi juga
memperluas analisis terhadap belajar lewat observasi ini melampaui jenis-
jenis situasi terbatas yang ditelaah oleh Miller dan Dollard.
Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognisi sosial Bandura
adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai
sikap, kemampuan, dan perilaku, serta cukup banyak dari pembelajaran
tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung.
Walaupun manusia dapat dan memang belajar dari pengalaman langsung,
banyak dari apa yang mereka pelajari didapatkan dengan mengobservasi
orang lain. Bandura (1986) menyatakan bahwa “apabila pengetahuan
dapat diperoleh hanya melalui akibat dari tindakan seseorang, proses
kognitif dan perkembangan sosial akan sangat terbelakang, dan juga akan
menjadi sangat melelahkan”.

53
Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang
dikemukakan oleh Albert Bandura, adalah sebagai berikut.
a. Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan
Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya
adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem
bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut,
secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab
yang satu terhadap yang lainnya.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai
proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah
seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis
imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam teori
menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan
antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap
perilaku kita. Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar
dalam kehidupan sosial kita sehari hari. Lingkungan dapat pula
membentuk kepribadian kita. Dalam skema diatas dapat kita lihat,
bahwa antara behavioral, environment, dan perception sangatlah
memberikan andil dalam proses pembelajaran sosial kita.
Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perilaku kita, dan
perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Begitu
pula dengan lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan
mempengaruhi perilaku kita. Keadaan lingkungan akan menimbulkan
reaksi-reaksi tersendiri dari individu tersebut. Yang dapat memberikan
stimulus terhadap individu untuk melakuka sesuatu berdasarkan apa
yang mereka lihat, cermati, dalm lingkungan tersebut.

54
Kemudian reaksi-reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut
akan memberikan penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri, dan
karakteristik dari individu tersebut akan memberikan penilaian
tersendiri dari orang lain. Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita
lihat dan reaksi-reaksi dari individu akan memberikan pengaruh
terhadap persepsi dan aksi kita akan stimulus yang diperlihatkan di
dalam lingkungan tersebut. Persepsi timbul karena ada stimulus dari
orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita.
Dengan demikian, antara behavioral, environment, dan
perception sangatlah bergantung satu sama lain, ketiga komponen
tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu
saling memberikan pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam
terlaksananya teori pembelajaran sosial. Komponen-komponen
tersebut salimg berhubungan antar komponen yang lain, dan saling
timbal balik, menerima dan memberi. Tidak akan tercipta
pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan, individu, dan aksi
reaksi sebagai akibat dari adanya stimulus yang ada.
b. Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/ lambang.
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis
melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap
gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri.
Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan
memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang
telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan
datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-
perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan,
dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis,
dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu.

55
Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif
dari masa lalu maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau
menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
c.  Kemampuan berpikir ke depan
Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah
dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat
dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat menduga
bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat
menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang harus
diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut
dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan.
d. Kemampuan seolah-olah mengalami apa yang dialami orang lain
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara
memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan
konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari
apa yang dialami orang lain.
e.  Kemampuan mengatur diri sendiri
Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki
kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa
giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaiamana
bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah
dengan teratur, dsb, adalah contoh prilaku yang dikendalikan. Perilaku
ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi
berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu
saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun tanggung
jawab utama tetap berada pada diri se8ndiri.
f.  Kemampuan untuk berefleksi

56
Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering
melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan
diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau ide-ide
mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri
mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling
penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa
mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas
dengan sukses.

57
BAB III
PENUTUP

3.2 Kesimpulan

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.


Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Stimulus merupakan apa saja yang diberikan guru
kepada pelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Teori belajar merupakan
suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan
belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Ada beberapa jenis teori belajar yaitu: behavioristic, kognitif,
kontruktivisme, kognisi social, humanistic. adapun tokoh-tokoh teori belajar
anatara lain: Burrhus Frederick Skinner, Jean Piaget, Taksonomi Bloom, Jonh
Dewey, Vygotsky, Dan Robert M. Gagne.
Di dalam teori belajar guru juga akan mengetahui tentang Tujuan
pendidikan dibagi ke dalam tiga domain yaitu: Cognitive Domain (Ranah
Kognitif) yaitu kompetensi ranah kognitif atau pengetahuan meliputi enam
jenjang proses berfikir, yaitu: kemampuan menghafal, kemampuan
memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, kemampuan
menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Affective Domain (Ranah
Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Psychomotor
Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan, seperti: tulisan tangan, mengetik, berenang, dan lain-lain.

58
3.2. Saran

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang


menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan
kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi
yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak
berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

59
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin & Esa Wahyuni, 2015. Teori belajar dan


pembelajaran,Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Kunandar, 2013. Penilaian Autentik:Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


Berdasarkan Kurikulum 2013, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Lubis Maulana Arafat & Nashran Azizan, 2019. Pembelajaran Tematik SD/MI,
Jogjakarta: Penerbit Samudra Biru.

Prastowo, Andi, 2015. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik


terpadu, Jakarta: Kencana.

Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.

Darsono dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang


Press.

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan


Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Raja

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar


Baru Algensido.

60

Anda mungkin juga menyukai