Anda di halaman 1dari 23

Studi Seni dan Desain www.iiste.

org
ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Penciptaan Motif Batik


Corak Mojokerto
Berdasarkan Relief Candi
Majapahit sebagai
Kearifan Lokal
Guntur¹ *, Sri Marwati 2 , dan Ranang Agung
Sugihartono 3
1. Jurusan Batik Institut Seni Indonesia Surakarta, Jl. Ki Hadjar
Dewantara 19 Surakarta,
Jawa Tengah, Indonesia
2. Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia Surakarta, Jl. Ki Hadjar
Dewantara 19 Surakarta,
Jawa Tengah, Indonesia
3. Jurusan Televisi dan Film Institut Seni Indonesia Surakarta, Jl.
Ki Hadjar Dewantara
19 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
* E-mail dari penulis yang sesuai:
gunturisi@yahoo.co.id
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Republik Indonesia

Abstrak
Mojokerto adalah kota tempat berbagai candi
peninggalan Kerajaan Majapahit berada. Masing-masing
candi dilengkapi dengan relief yang terdiri dari
penggambaran tokoh atau sekedar sebagai hiasan. Selain
mampu menggugah rasa estetika keindahan, relief candi
sebagai modal visual yang dapat menjadi sumber
inspirasi dalam pengembangan kerajinan lokal di
Mojokerto. Kajian di bidang ini menitikberatkan pada
upaya menciptakan motif batik khas berdasarkan relief
candi di Mojokerto. Penelitian ini bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan
kreasi batik corak Mojokerto. Makalah ini terdiri dari
tiga bagian. Pertama, membahas tentang relief candi.
Kedua, membahas tentang unsur-unsur ragam hias pada
relief candi sebagai dasar inspirasi terciptanya motif
batik Mojokerto. Dan terakhir membahas tentang proses
mendesain motif Mojokerto.
Kata kunci : Mojokerto, Majapahit, relief, candi, motif, dan batik.
1. Perkenalan
Mojokerto merupakan salah satu dari 38 kota di Jawa
Timur. Wilayah Mojokerto meliputi Kecamatan Jatirejo,
Gondang, Pacet, Trawas, Ngoro, Pungging, Kutorejo,
Mojosari, Bangsal, Mojoanyar, Dlanggu, Puri, Trowulan,
Sooko, Dedek, Kemlagi, Jetis, dan Dawarblandong. Salah
satu kabupaten yang paling populer adalah Trowulan.
Trowulan yang terletak di lembah sungai Brantas
(Robson, 198) dahulu merupakan pusat ibu kota
Kerajaan Majapahit (Dumarçay, 1988).
Sebagai situs kerajaan Majapahit, Mojokerto memiliki
banyak peninggalan berupa candi, kolam, dan makam.
Selain itu, Mojokerto juga dikenal dengan kesuburan
tanahnya yang menghasilkan tebu, kopi, teh (Nasution,
2012), pabrik tenun (Austin, 1998), dan juga sebagai
tempat Presiden Soekarno menjalani masa kecilnya
(Wongkaren, 2007) .
Trowulan sebagai ibu kota Majapahit bisa dibilang
menjadi situs warisan paling banyak. Saat ini,
Kecamatan Trowulan memiliki banyak sekali candi
seperti Bajang Ratu, Menak Jinggo, Kedaton, Candi Tikus,
Wringin Lawang, Bejijong, dan Gentong . Candi Bangkal
dan Jedong terletak di Kecamatan Ngoro. Candi Kesiman
Tengah terletak di Kecamatan Pacet. Candi Kendalisodo
dan Jolotundo terletak di Kecamatan Trawas. Selain itu
juga terdapat kolam Segaran , Situs Makam Panjang (
Makam Panjang ), Situs Makam Putri Cempa , Situs
Makam Troloyo , dan Pendapa Agung .
Mojokerto memiliki seni, budaya, dan tradisi yang
beragam (Taufik dan Wandini, 2012). Di bidang seni, seni
kriya tersebar di beberapa desa di Mojokerto. Kerajinan
kuningan cor yang terletak di desa Trowulan dan
Bejijong (kecamatan Trowulan), kerajinan patung di desa
Watesumpak (kecamatan Trowulan), kerajinan terakota
di desa Bejijong (kecamatan Trowulan), kerajinan
sepatu, dompet, dan tas di Wringinrejo, Jepang, Desa
Karang Kedawang, Jampirogo, Sambiroto, dan Sooko.
Kerajinan yang sama terdapat di Desa Pakis (Kecamatan
Trowulan), Desa Tunggal Pager (Kecamatan Pungging),
Desa Balongmojo dan Desa Medali (Kecamatan Puri),
Desa Mojorejo dan Banjarsari (Kecamatan Jetis), Desa
Jampirogo dan Desa Kedung Maling (Kecamatan Sooko),
Desa Tulang Desa Pager dan Sekargadung (Kecamatan
Pungging). Kerajinan perak terdapat di desa Batankrajan
(kecamatan Gedeg) dan desa Mojodadi (kecamatan
kemlagi). Kerajinan bambu berada di desa Karang
Kunten dan Bening (Kecamatan Gondang), Desa
Mojopilang (Kecamatan Kemlagi), Desa Gunungan
(Kecamatan Dawarblandong), Desa Mojorejo (Kecamatan
Jetis), dan Desa Domas dan Kejagan (Kecamatan
Trowulan).

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Selain itu, Mojokerto juga memiliki sentra kerajinan


batik tulis. Ada "Batik Ali" di Jl. Suratan Gg.4 Kranggang
yang dikelola oleh H. Ali Kashan; "Batik Sofia" dikelola
oleh Sofia di Jl. Mojopahit, Suratan Gg. Tengah; "Erna
Batik" dikelola oleh Erna di Jl. Suradinawan, Gg. 2
Mojokerto; "Batik Negi" di Jl. Gajah Mada, Desa Dinoyo,
Kecamatan Jatirejo, dikelola oleh Heni Yunina; Pusat
Batik Mojopahit di Jl. KA Basuni, Desa Sooko, dikelola
oleh H. Ikfina Fahmawati, dan "LIB Collection" di Jl. KA
Basuni, Desa Sooko yang dikelola oleh Lilib Qolibab.
Fokus pada kosakata karya dan ragam kreasi, secara
umum menunjukkan bahwa pengembangan kerajinan
yang dilakukan oleh pengrajin di Mojokerto bersumber
dari gaya seni Majapahit. Supremasi Majapahit dalam
bidang seni dan budaya menjadi sumber inspirasi bagi
seniman dalam berkreasi di kemudian hari (Mulyana,
1965). Begitu pula dengan kerajinan yang berkembang di
Mojokerto belakangan ini. Beragam produk kerajinan
seperti patung batu (arca), kerajinan logam, kerajinan
terakota dan batik menghadirkan gaya seni Majapahit.
Di bidang batik, salah satu ciri yang membedakan batik
dari satu daerah dengan daerah lainnya adalah warna
dan motifnya. Warna gelap ( soga ) dan warna
"monokromatik" umum ditemukan pada batik dari
pedalaman, sedangkan warna cerah dan "polikromatik"
biasa ditemukan pada batik dari daerah pesisir. Motif
berbentuk abstrak merupakan ciri khas batik dari
daerah pedalaman, sedangkan motif berbentuk naturalis
dan realis banyak dijumpai pada batik dari daerah
pesisir. Makalah ini membahas apa saja yang bisa
dijadikan ciri khas batik Mojokerto? Bila relief candi
sebagai modal dalam desain visual batik, unsur apa saja
yang bisa dijadikan sebagai faktor pembeda atau
identifier? Bagaimana visualitas dalam menciptakan
motif batik khas Mojokerto?
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai karakter relief / arca Candi
Majapahit dalam perspektif antropomorfik dilakukan
oleh Ranang AS (2012). Berdasarkan koleksi yang
dimiliki Museum Trowulan di Mojokerto menunjukkan
bahwa patung / relief Garuda pada zaman Majapahit dan
Singasari sangat bagus, berornamen, dan tetap
memperhatikan ketentuan Cilpasastra (Hindu).
Keindahan relief candi Majapahit yang berada di
Mojokerto tampaknya berpotensi untuk dikembangkan
sebagai rujukan visual bagi masyarakat sekitar. Artikel
tentang batik di Mojokerto oleh Sri Marwati (2011)
menunjukkan bahwa motif Surya Majapahit merupakan
motif khas pada “Batik Erna” di desa Surodinawan,
Mojokerto. Namun sebenarnya masih banyak unsur
ragam hias pada relief candi yang dapat digali sebagai
motif.
3. Metodologi
Penelitian dilakukan di Mojokerto, Jawa Timur. Objek
penelitian meliputi situs percandian, museum, sentra
kerajinan, sentra batik, dan objek wisata lainnya di
Mojokerto. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu
identifikasi, perancangan, dan pendengaran. Pertama,
peneliti melakukan identifikasi potensi lokal yang ada di
Mojokerto meliputi motif batik eksisting, sentra batik
dan kerajinan lainnya, wisata budaya dan religi, industri
kreatif, sentra perdagangan, serta tinjauan ragam hias
dan motif pada relief candi Majapahit sebagai acuan
penciptaan. motif khas Mojokerto.
Metode perancangan dilakukan dalam berbagai kegiatan
yang terdiri dari pembuatan motif-motif khas Mojokerto
berdasarkan relief kearifan lokal, merancang corak batik
khas Mojokerto, dan merancang peralatan teknik sablon
batik. Tim peneliti merancang minimal empat jenis motif
alternatif berdasarkan relief artefak Majapahit. Motif
desain mencakup unsur bentuk dan warna lengkap
dengan konsep dasarnya. Relief merupakan suatu
bentuk pahatan, ornamen atau hiasan pada dinding
candi atau bentuk candi itu sendiri.
Terakhir, motif desain hasil studi ini meminta masukan
kepada stakeholders di Mojokerto termasuk seniman
dan instansi terkait. Saran atau kritik mereka terhadap
desain motif sangat diharapkan terutama pada aspek
motif, filosofi, dan warna batik. Dari hasil penelitian ini
akan ditindaklanjuti pada penelitian tahun kedua
dengan pelatihan teknologi desain sablon batik, kegiatan
produksi, dan pameran batik Mojokerto.
4. Diskusi
4.1. Sekilas tentang Mojokerto
Wilayah Mojokerto terletak antara 111º 20'13 "- 111º
40'47" Bujur Timur dan antara 7 ° 18'35 " - 7 ° 47 'Lintang
Selatan. Secara geografis, Mojokerto berbatasan dengan
dua kota - Lamongan dan Gresik di sebelah utara,
Sidoarjo dan Pasuruan di timur, Malang di selatan, dan
Jombang di barat. Secara administratif Mojokerto terdiri
dari 18 kecamatan, yaitu: Jatirejo, Gondang, Pacet,
Trawas, Ngoro, Pungging, Kutorejo, Mojosari, Bangsal,
Mojoanyar, Dlanggu, Puri, Trowulan, Sooko, Gedek,
Kemlagi, dan Dawarblandong.
Mojokerto cukup populer, baik di tingkat nasional
maupun internasional. Ia memiliki keterkaitan yang erat
dengan sejarah masa lampau, yaitu Kerajaan Majapahit.
Majapahit adalah pusat peradaban abad 13-15 Masehi.
Pusat peradaban kuno ini terletak di lembah sungai
Brantas antara Kediri dan Surabaya di
9

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

lokasi yang sekarang disebut Trowulan, dekat Mojokerto


(Robson, 1981). Dan Trowulan adalah ibu kota Kerajaan
Majapahit (Dumarça, 1988).
Mojokerto merupakan wilayah dimana peradaban
Majapahit tumbuh, berkembang, dan mencapai
puncaknya. Supremasi politik Majapahit bercirikan
wilayah teritorial yang luas yang tidak hanya
menjangkau nusantara tetapi juga mancanegara.
Majapahit juga memiliki supremasi di bidang
kebudayaan. Bahkan kekuatan politik dan budaya
Majahapahit mendominasi hampir di seluruh wilayah
Nusantara . Tidak mengherankan jika Majapahit sangat
unggul dalam bidang seni dan budaya, seperti sastra,
tari, arsitektur, candi, dan berbagai artefak lainnya.
Sebagai tempat kerajaan Majapahit, Mojokerto memiliki
berbagai situs penting, seperti candi, makam, dan lain-
lain. Karena itulah Mojokerto dikenal sebagai tujuan dan
kunjungan wisatawan, dimana pengunjung dapat
menikmati dan mengagumi jejak peradaban Majapahit.

4.2. Seni Batik di Mojokerto


Kebudayaan dan kesenian di Mojokerto tidak lepas dari
kehebatan kerajaan Majapahit di masa lampau. Bahkan,
Mojokerto bisa dikatakan sebagai pemilik kebudayaan
Majapahit. Mojokerto memiliki budaya, seni dan tradisi
yang beragam (Taufik dan Wandini, 2012). Mojokerto
memiliki berbagai jenis seni pertunjukan, seperti
Bantengan , Jaranan , Reog , Ludruk , Wayang (wayang
kulit), dan lain-lain. Di bidang kerajinan, Mojokerto juga
memiliki berbagai macam seni kerajinan, seperti logam
(perak dan logam cor), batik, bordir, sepatu, kuningan
cor, kayu (perahu phinisi), oleh-oleh, tas dan dompet,
kain perca, dan kerajinan bambu.
Meski Hardjonagoro berpendapat bahwa batik belum
dikenal sejak awal era Hindu-Budha terutama era
Majapahit. Bahkan batik juga digunakan dalam upacara
adat di keraton, seperti upacara pernikahan bangsawan,
tetapi tekstil selain batik (Hardjonagoro, 1979). Namun
jelas bahwa Majapahit menjadi sumber inspirasi bagi
para seniman hingga tak habis-habisnya menuangkan
kreasinya pada periode selanjutnya (Mulyana, 1965).
Berdasarkan pemikiran tersebut terdapat pemikiran
bahwa sejarah batik di Indonesia tidak lepas dari sejarah
budaya Majapahit. Demikian pula keberadaan batik di
Mojokerto tidak lepas dari sejarah kerajaan Majapahit.

Di bidang batik, Mojokerto memiliki sentra produksi


batik seperti Kwali, Mojosari, Betero, dan Sidomulyo.
Daerah produksi batik diperkirakan berasal dari periode
batik Majapahit. Malah ada spekulasi bahwa batik Solo
dan Yogyakarta merupakan hasil perbaikan corak batik
yang ada di Mojokerto (Nurainun, Heriyana, dan
Rasyimah, 2008). Batik Mojokerto memiliki keunikan
atau ciri khas yang berbeda dengan batik lainnya. Ciri
khas Batik Mojokerto dapat dikenali secara visual
melalui motif dan warnanya.
Produk batik daerah biasanya berbeda dengan produk
batik daerah lain. Perbedaan tersebut mengacu pada
aspek visual, seperti motif bentuk, warna, corak, dan
teknik pembuatannya. Perbedaan aspek visual tersebut
disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor
lingkungan alam, sejarah, sosial, budaya, teknis, filosofis,
dan faktor ekonomi. Dengan demikian batik Mojokerto
memiliki ciri atau ciri yang berbeda dengan batik
lainnya. Batik Mojokerto dapat dikenali melalui corak
atau motifnya. Jenis batik Mojokerto antara lain: Surya
Majapahit , Alas Majapahit , Lerek Kali , Gedheg Rubuh ,
Bunga Matahari atau Matahari (Sunflowers or Sun),
Mrico Bolong , Pring Sedapur , Gringsing , Bunga Sepatu ,
Kawung Cemprot , Koro Renteng , Sisik Gringsing , Rawan
Inggek , Ukel Cambah , Kembang Suruh , Buah Mojo ,
Mata Klungsu , Mahkota , Kupu-Kupu (kupu-kupu), dan
Kembang Baya .
Ada argumen bahwa tiga motif pertama - Surya
Majapahit , Alas Majapahit , dan Lerek Kali - dipandang
sebagai motif batik Mojokerto. Hal tersebut didasarkan
pada motif lain yang juga ditemukan di daerah lain.
Motif yang dianggap sama atau paling tidak mirip
dengan batik dari daerah lain adalah Mrico Bolong ,
Pring Sedapur , Gringsing , dan Rawan Inggek . Meski
memiliki kesamaan nama, namun secara visual berbeda.
Perbedaan ini dimungkinkan karena setiap daerah
memiliki akar budayanya masing-masing yang berbeda
antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jadi,
persamaan nama motif dan visualitasnya tidak identik.
Namun keberadaan suatu motif tidak lepas dari faktor
pendorong kemunculannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi artis dalam proses kreatifnya. Seniman
bukanlah orang yang terisolasi, tetapi mereka adalah
bagian dari komunitas. Ide, pemikiran, dan imajinasi
seniman tidak lepas dari konteks kehidupan seniman.
Artinya konteks sejarah, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan lainnya merupakan ruang tempat seniman
berinteraksi.
Begitu pula perajin di Mojokerto membuat motif batik,
seperti yang pernah dilakukan oleh Ernawati. Sebagai
pengrajin batik, ia telah menghasilkan lebih dari 30 jenis
motif motif batik Mojokerto. Enam diantaranya terdaftar
di Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Mojokerto,
yaitu Mrico Bolong , Rawan Inggek , Sesek Grenseng ,

10

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Matahari , Koro Renteng , dan Pring Sedapur . Motif batik


Mojokerto dipengaruhi oleh sejarah masa lalu, misalnya
motif Surya Majapahit atau Alas Majapahit . Pemberian
nama motif tersebut menimbulkan kesan adanya
asosiasi sejarah, Majapahit. Motif Surya Majapahit
merupakan abstraksi dan simbolisasi kejayaan
Majapahit. Sedangkan motif Alas Majaphit
menggambarkan fenomena hutan dengan binatang di
dalamnya. Simbol Majapahit diwujudkan melalui bentuk
Surya (Matahari) atau Surya Majapahit dan Candi Bentar
.
Motif Surya Majapahit pada relief candi dikategorikan
sebagai medali. Motif ini digambarkan dengan bentuk
bulat, ada semacam pinggiran kelopak yang bergaris-
garis, dan ada garis-garis seperti sinar di antara
kelopaknya. Penempatan motif ini biasanya di Kubang
Sangkup sebuah candi sebagai lambang kerajaan
Majapahit. Dalam tradisi Hindu, Surya diidentikkan
sebagai dewa matahari, Wisnu.
Lingkungan sosial juga mempengaruhi kreativitas
seniman. Pada pembatikan Mojokerto terlihat melalui
motif Gedhèg Rubuh . Motif tersebut dipengaruhi oleh
faktor sosial. Motifnya menyerupai bambu miring
(hampir roboh). Motif ini merupakan abstraksi dan
simbolisasi kondisi sosial ekonomi bawah.
Motif batik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
alam seperti motif Mrico Bolong dan Pring Sedapur .
Motif Mrico Bolong seperti lada bola berongga. Motif
Pring Sedapur adalah visualisasi rumpun bambu dengan
daun menjuntai dan burung merak. Motif ini diwarnai
dengan warna putih pada bagian pangkal dan dihiasi
dengan batang bambu berwarna biru, sedangkan bagian
daunnya berwarna biru dan hitam. Motif yang berasal
dari fenomena alam tersebut adalah Koro Renteng ,
Merak Glathik , Rawan Inggek , Ukel Cambah , dan
Kembang Suruh . Motif Koro Renteng menggambarkan
buah lentil atau kacang (latin: Canavalia). Di Indonesia
ada tiga jenis lentil, yaitu lentil pedang
(Canavaliagladiata), lentil bermuka masam (Mucuna
prurien), dan kacang tunggak (Psophocarpus
tetragonolobus). Motif Koro Renteng berupa untaian
manik-manik lentil ( direntengi , Jawa) yang disusun satu
persatu.
Kegiatan perempuan di dapur misalnya memasak,
terkadang memunculkan ide-ide kreatif. Tunas tunas
dengan bentuk yang unik dan warna putih merupakan
daya tarik dan inspirasi yang besar dalam menciptakan
suatu motif batik. Motif Ukel Cambah merupakan
gambaran kegiatan wanita di dapur yang berkaitan
dengan memasak, Motif yang dipengaruhi oleh
keindahan alam juga terdapat motif burung merak dan
burung wren. Burung merak terkenal dengan bulu
meraknya yang indah, sedangkan burung wren terkenal
dengan warnanya yang hitam legam dengan warna
putih di kepalanya.
Motif Rawan Inggek menggambarkan burung dan rawa.
Rawan berasal dari kata quagmire dalam bahasa jawa
yang artinya di rawa, sedangkan inggek (jawa) artinya
berenang. Rawan Inggek adalah motif yang
menggambarkan seekor burung berenang di rawa. Sirih
atau Sirih ( suruh , bahasa Jawa) merupakan tumbuhan
asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar
pada pohon lain. Ada jenis sirih merah ( Piper crocatum ,
Latin) dan sirih hijau ( Piper betle , Latin). Pada zaman
kuno, wanita mengunyah sirih dengan gambir dan jeruk
nipis secara bersamaan. Dalam tradisi Jawa, daun sirih
digunakan dalam ritual kawin, sebagai jamu dan
dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Sebenarnya
sirih tidak berbunga, tetapi pada motif Kembang Suruh
digambarkan sebagai tumbuhan merambat dan
berbunga.
4.3. Proses Kreatif Mendesain Motif Batik Khas Mojokerto
Pada bagian ini hasil desain motif khas Mojokerto akan
dijelaskan disini. Dalam mendesain motif khas
Mojokerto dibutuhkan pencarian identitas seni dan
budaya yang ada di Mojokerto. Proses kreatif mendesain
motif khas Mojokerto dilakukan melalui beberapa
tahapan, yaitu inventarisasi dan identifikasi relief candi,
pemilihan unsur motif pada relief candi, kegiatan
perancangan, dan hasil rancangan tersebut.
4.3.1. Identifikasi Relief di Candi Majapahit
Seperti yang dikatakan Slamet Mulayana bahwa
Majapahit telah menginspirasi berbagai seniman di
kemudian hari. Majapahit sebagai model kebudayaan
yang berkembang kemudian. Hal itu dapat dilihat
misalnya pada gapura Masjid Kudus (Jawa Tengah) yang
sekilas menyerupai candi dari zaman Majapahit.
Arsitektur atau bangunan istana kerajaan Mataram
Islam merupakan kelanjutan dari arsitektur atau
bangunan masa Majapahit. Tidak mengherankan bila
Majapahit menjadi sumber rujukan dan inspirasi kreasi
seni dan praktik budaya hingga sekarang. Tak terkecuali
para pengrajin batik di Mojokerto. Mojokerto tidak
hanya sebagai situs kerajaan Majapahit, tetapi sekaligus
sebagai pewaris seni dan budaya Majapahit.
Tak heran jika banyak kreasi seni dan estetika para
seniman di Mojokerto yang berorientasi pada seni dan
budaya dari zaman Majapahit, terutama terjadi pada
produk-produk seni batik Mojokerto. Candi dan relief
perlu dieksplorasi, dipelajari, dikembangkan dan
diekspresikan menjadi karya seni yang kreatif dan
inovatif dengan tetap bercirikan lokal. Pengrajin
Mojokerto menyadari bahwa relief pada candi
merupakan sumber inspirasi untuk dikembangkan
menjadi kreasi motif-motif batik baru.
Mojokerto memiliki 12 situs peninggalan candi dari
zaman Majapahit, yaitu: Candi Bajang Ratu, Bangkal,
Jedong, Kasiman Tengah, Minak Jinggo, Kedaton, Tikus,
Kendalisodo, Petirtaan Jolotundo, dan Siti Inggil.

11

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Sedangkan Candi Brahu dan Wringin Lawang tidak


dibahas di sini karena tidak terdapat elemen relief yang
ditemukan di candi tersebut.
4.3.2. Elemen Motif pada Relief Candi
Pada bagian ini akan dijelaskan unsur-unsur motif pada
beberapa candi di Mojokerto. Unsur motif yang artinya
unsur yang ada pada relief candi. Unsur-unsur tersebut
dipandang sebagai potensi visual yang dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan motif khas
Mojokerto. Hal tersebut didasari fakta bahwa Mojokerto
merupakan situs arkeologi dengan keanekaragaman
candi yang kaya. Potensi ini dapat dipandang sebagai
potensi budaya. Selain itu juga dapat dimanfaatkan
sebagai pengembangan ciri khas lokal dan ciri khas batik
Mojokerto. Berikut hasil inventarisasi dan identifikasi
unsur-unsur motif pada relief candi di Mojokerto.
4.3.2.1. Ornamen di Candi Bajang Ratu
Unsur-unsur motif pada relief Candi Bajang Ratu dapat
dikelompokkan menjadi banyak unsur antara lain
tumbuhan, hewan, geometri, dan unsur lainnya. Unsur
tanaman berupa sulur. Unsur hewan berupa singa,
kepala kala , kepala elang, dan naga. Elemen geometris
terdiri dari piramida terbalik. Selain itu, ditemukan pula
unsur lain, misalnya matahari.

Gambar 1. Motif binatang di Candi Bajang Ratu


(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.2. Ornamen di Candi Bangkal
Motif pada relief Candi Bangkal juga dapat
diklasifikasikan menjadi intoplant, hewan, geometri, dan
elemen lainnya. Unsur tanaman berbentuk sulur dan
gunung terlentang. Unsur hewan divisualisasikan dalam
bentuk kepala kala dan cangkang. Elemen geometris
terdiri dari piramida terbalik, tapak dara , jajaran
genjang, dan guirlande.

Gambar 2. Tumpal Terbalik di Candi Bangkal


(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.3. Hiasan di Candi Jedong
Motif pada Candi Jedong terdiri dari unsur tumbuhan
dan hewan. Unsur tanaman juga berbentuk sulur.
Sedangkan unsur hewan terdapat pada ornamen kepala
Kala di bagian atas pintu candi baik arah barat maupun
timur. Hiasan ini juga terdapat pada bagian atap yang
menempel pada sisi utara dan selatan. Selain itu, ada
areal begitu

12
Studi Seni dan Desain www.iiste.org
ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

elemen lainnya berbentuk motif gunung di setiap


sudutnya. Pada bagian bawah atap terdapat ornamen
Kala dan pada sudutnya dihiasi motif gunung.

Gambar 3. Motif sulur pada Candi Jedong


(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.4. Ornamen di Candi Kasiman Tengah
Ornamen pada relief Candi Kesiman Tengah terdiri dari
unsur tumbuhan, hewan, manusia, dan geometri.
Elemen tanaman dibuat menjadi bentuk bunga.
Sedangkan unsur hewan diciptakan menjadi singa dan
hewan berbentuk kelinci . Unsur sosok wanita
berbentuk manusia .

Gambar 4. Ornamen Kala pada Candi Kesiman


Tengah
(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.5. Ornamen pada Relief Candi Menak Jinggo
Ornamen pada candi Menak Jinggo juga terdiri dari
tumbuhan, hewan, geometri, dan elemen lainnya. Unsur
tumbuhan berbentuk tumbuhan pohon kehidupan, dan
sulur goreng. Unsur Hewan berbentuk Kelinci ( Hare )
dan Kepala Kala . Elemen geometris membentuk
guirlande. Ditemukan pula bahwa ornamen berbentuk
rumah. Dihiasi kepala Kala yang terletak di sisi atas
pintu masuk candi. Sosok ini ditandai dengan adanya
tanduk, mata melotot, taring dan dagu, cakar, dan sulur.
Kepala Kala yang menyerupai wajah manusia
merupakan gambaran Banaspati, hewan penjaga hutan
(Kempers, 1954).
Ornamen berbentuk kepala Kala merupakan simbol
pengusir bala. Kepala Kala juga diyakini memiliki
kekuatan gaib (van der Hoop, 1949). Hiasan berkelok-
kelok terdapat pada panel sisi atas yang dihiasi relief
dan karangan bunga di sisi bawah. Dihiasi dengan sosok
berkaki empat, bersayap, dan dibagian buntutnya dihiasi
dengan bentuk sulur. Dihiasi dengan sosok binatang
kelinci menyerupai kelinci , bertelinga besar, bertanduk,
dan berekor panjang. Dekorasi ini melambangkan
kelahiran kembali, pembaruan, kesucian api, dan
kehidupan setelah kematian (Choper, 1978).

13

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Gambar 5. Ornamen Ceplok di Candi Menak


Jinggo
(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.6. Ornamen di Candi Kedaton
Unsur ragam hias pada relief Candi Kedaton kurang
menonjol, seperti unsur motif geometris yang dipadukan
dengan unsur tumbuhan berbentuk tumpal .
Gambar 6. Ornamen geometris dan tumpal pada
Candi Kedaton
(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.7. Ornamen di Candi Tikus
Pada Candi Tikus terdapat tumbuhan relief berupa
bunga melati, bunga teratai, geometri, dan kepala Kala .

Gambar 7. Bunga Teratai dan Melati di Candi


Tikus
(Foto: Ranang, 2013)
4.3.2.8. Ornamen pada Relief Candi Kendalisodo
Relief di Candi Kendalisodo menggambarkan kisah Panji.
Cerita Panji digambarkan dengan memakai topi Tekes .
Panji termasuk istana para bangsawan. Relief
menggambarkan waktu hidup mengembara di dunia
yang tidak ada kaitan langsung dengan dewa (Manuaba,
Setijowati, dan Karyanto, 2013). Ornamen pada relief
Candi Kendalisodo terdiri dari elemen bentuk geometris,
tumpal terbalik , dan sulur.

14

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Gambar 8. Ornamen geomotrik di Candi


Kendalisodo
(Foto: Arif Setiawan, 2013)
4.3.2.9. Ornamen di Candi Jolotundo
Jolotundo adalah tempat pemandian. Pura ini terletak di
lereng barat Gunung Bekel, di sebelah barat puncak
Gunung Penanggungan. Candi ini merupakan tempat
pemandian Udayana (Duijker, 1944). Candi Jolotundo
dibangun oleh raja Jenggala bernama Panji Joyokusumo
dan sebuah bangunan pemakaman (Harianti; Pinasti,
dan Sudrajat, 2007). Relief candi menggambarkan cerita
Bhima yang terletak di teras depan (barat). Relief
menggambarkan kehidupan keluarga dan leluhur
Pandawa (Duijker, 1944). Di bagian samping Candi
Jolotundo terdapat elang dan ornamen berbentuk naga .
Kedua tokoh ini mengacu pada tema Amrta .
4.4. Pemilihan Ragam Ornamen Relief sebagai Rujukan
Pengembangan Batik Khas Mojokerto
Dari hasil identifikasi di atas diperoleh beberapa
ornamen yang dipilih sebagai acuan tim kreatif dalam
mengembangkan batik Mojokerto. Sebenarnya semua
ornamen yang menarik digunakan, namun peneliti perlu
mengerucutkan ornamen ciri yang dipilih.
Tabel 1. Ornamen pada relief Candi Majapahit di
Mojokerto
Candi Motif / Ornamen Relief

  Menanam
Bajang Ratu Sulur
     
Bangkal Bentuk tanaman Tumpal terbalik
   
Jedong Sulur, Berbentuk tumbuhan
 
tumpal
Kasiman Tengah Bunga
   
Menak Jinggo Bunga Ceplok
   
Kedaton Tanaman berbentuk Tumpal
   
Tikus Lotus, Jasmine
Kendalisodo Tumbuhan berbentuk tumpal menghadap ke baw
Selanjutnya dari hasil penentuan motif terpilih, peneliti
melakukan kontemplasi terhadap semua objek yang
telah diamati dan dipilih sebagai dasar proses kreatif
tahap selanjutnya.
4.5. Motif Desain Batik
Panggung ini dimaksudkan untuk menemukan motif khas
Mojokerto. Kegiatan untuk mencapai tujuan ini adalah:
4.5.1. Menggambar Motif
Gambar motif dikerjakan oleh tim kreatif yang dibentuk
oleh peneliti. Tim kreatif terdiri dari 4 mahasiswa
Program Studi Batik Fakultas Seni Rupa dan Desain. Tim
kreatif diberikan pembekalan oleh ketua peneliti agar
fokus pada desain motif yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Berdasarkan ornamen yang telah
ditentukan di atas, tim kreatif menggali motif dengan
arahan dan bimbingan peneliti. Dari gambar hasil motif
yang beragam tersebut, kemudian hasilnya dievaluasi
oleh peneliti bersama tim kreatif, untuk dilakukan
perbaikan desain motif yang diperlukan.
4.5.2. Motif Digitalisasi
Dari hasil perancangan motif yang dilakukan oleh tim
kreatif, peneliti memilih motif yang mencerminkan
kekhasan Majapahit yang dianggap berpotensi untuk
dikembangkan menjadi batik Mojokerto. Hasil dari

15

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Seleksi ini kemudian dilakukan dengan menggambar


garis perkuatan dengan spidol hitam dan garis
penghubung yang masih utuh. Bila semuanya sudah
sempurna, barulah kami membersihkannya dengan
penghapus pensil.
Kemudian motif didigitalkan dengan pemindai dengan
resolusi keluaran antara 200 hingga 300 piksel. Hasil
pemindaian berupa file gambar JPEG. Format tersebut
relevan dengan penerapan grafik yang akan digunakan
dalam pengolahan citra dan pewarnaan secara digital
pada tahap selanjutnya.
Selain itu, menggambar motif bisa dilakukan langsung
dengan menggunakan CorelDraw. Dari konsep motif
yang digambar langsung oleh komputer untuk
mendapatkan gambar yang bagus, detail garis pun bisa
tercapai. Padahal, pewarnaan bisa dilakukan di software
ini. Hanya saja dibutuhkan keahlian tinggi dalam
mengoperasikan software CorelDraw.
4.5.3. Motif Mewarnai
Gambar dalam format JPEG merupakan hasil
pemindaian kemudian diolah dengan software Adobe
Photographshop. Kegunaan aplikasi tersebut adalah
untuk kemudahan dalam pengolahan citra dan
eksplorasi pewarnaan. Dibandingkan dengan software
lain, Photographshop lebih memadai untuk digunakan
dalam motif desain. Selain itu, tim kreatif memiliki
banyak pengetahuan tentang perangkat lunak.
Motif diwarnai oleh alat di Adobe Photographshop.
Semua motif dapat dibuat dengan berbagai
kemungkinan pewarnaan dengan mudah. Sistem
pewarnaan memberikan ide kepada peneliti dengan
mudah dalam pemilihan motif terbaik. Selain itu akan
memungkinkan tim kreatif untuk memperbaiki warna,
jika ada koreksi dari peneliti atau masukan dari
stakeholders di Mojokerto selama pameran dan Focus
Group Discussion (FGP).

Gambar 9. Proses kreatif: menggambar,


komputerisasi, dan mewarnai
(Foto: Ranang, 2013)
Dari hasil desain digital di atas, motif dicetak di atas
kertas. Kemudian spesifikasi teknis motif tersebut
dirumuskan baik warna, garis, maupun ukuran. Ini
dimaksudkan untuk ditangani para pengrajin batik
dalam produksi nanti. Selanjutnya data teknis
diperlukan jika motif itu nantinya dikembangkan
menjadi prototipe atau akan diserahkan kepada instansi
terkait Hak Kekayaan Intelektual.
Gambar 10. Flowchart desain batik Mojokerto
(Guntur, 2013)

16

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Gambar 11. Transformasi ornanment menjadi


motif batik
(Guntur, 2013)
5. Kesimpulan
Kota Mojokerto merupakan salah satu kota di Jawa
Timur yang memiliki situs peninggalan sejarah kerajaan
Majapahit yang diklasifikasikan menjadi candi dan
petirtaan (pemandian). Sembilan diantaranya dijadikan
objek penelitian, yaitu Candi Bajang Ratu, Bangkal,
Jedong, Kasiman Tengah, Menak Jinggo, Kedaton, Tikus,
Kendalisodo, dan Jolotundo. Kesembilan candi tersebut
dipilih karena masing-masing candi memiliki relief.
Dalam upaya membangun karakter batik Mojokerto,
relief candi menjadi sumber inspirasi penting untuk
digali dan dikembangkan. Identifikasi pada relief candi
menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan pada
unsur-unsur motif, misalnya tumbuhan, hewan,
geometri, dan unsur lainnya.
Berdasarkan unsur ornamennya terdapat unsur umum
dan khusus. Unsur umum berarti penggambaran unsur
motif yang dapat ditemukan pada semua relief candi.
Sedangkan unsur spesifiknya adalah penggambaran
motif candi yang berbeda dengan candi lainnya.
Ornamen yang umum terlihat di banyak candi adalah
kepala kala , sulur, dan tumpal . Ketiga unsur tersebut
dapat ditemukan di Candi Bajang Ratu, Bangkal, Jedong,
Menak Jinggo, Kedaton, dan Tikus. Selain unsur umum,
setiap candi memiliki motif yang khas, misalnya
guirlande atau lekuk-lekuk yang terdapat di candi
Menak Jinggo. Motif berbentuk matahari ditemukan di
Candi Bajang Ratu. Motif berbentuk jajaran genjang
(tablet hisap) ditemukan di Candi Bangkal dan
Kendalisodo. Motif binatang berbentuk kelinci ( Hare )
ditemukan di Candi Menakjinggo dan Bajang Ratu.
Unsur tumbuhan berbentuk motif ceplok, bunga teratai,
dan melati terdapat di Candi Tikus. Unsur tumbuhan
berbentuk motif pohon kehidupan terdapat di Candi
Kedaton.
Ragam hias yang tampak di berbagai candi Majapahit
dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi pengembangan
batik Mojokerto. Selain itu, berdasarkan ornamen pada
relief candi, ciri khas batik Mojokerto juga didasarkan
pada warna lokal. Warna lokal Mojokerto berdasarkan
tradisi Majapahit. Misalnya, kuning merupakan simbol
kejayaan Majapahit. Dengan demikian, warna kuning
dapat digunakan sebagai penanda karakter batik
Mojokerto. Warna lokal juga dapat ditemukan pada batu
bata yang digunakan sebagai bahan bangunan candi.
Demikian ciri warna merah bata yang menjadi ciri khas
batik Mojokerto. Kemenangan Majapahit diwakili oleh
sosok Gajah Mada. Keperkasaannya dilambangkan
dengan warna hitam, warna yang abadi. Warna hitam
bisa jadi merupakan ciri khas batik Mojokerto.

Referensi
Andhisti, Ken. (2000). “Penggubahan Ornamen Candi P
eninggalan Majapahit Pada Motif Batik Tulis 'Erna'
Surodinawan Mojokerto”. (Skripsi: Universitas Negeri
Surabaya).
Damardjati, RS (1995). Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta:
Pradnya Paramita.
17

Studi Seni dan Desain www.iiste.org


ISSN 2224-6061 (Kertas) ISSN 2225-059X (Online)
Vol. 17, 2014

Duijker, Marijke. (2010). Penyembahan Bhima: Representasi Bhima


di Jawa selama Majapahit
Periode . Amstelveen: EON Pers.
Dumarçay, Jacques. (1988). “Komposisi Arsitektur di Jawa
Dari Abad Kedelapan hingga Keempat Belas”.
(terjemahan: Michael Smithies). Teks ceramah
disampaikan di Siam Society, Bangkok, pada hari Selasa,
24 Mei 1988.
Gray, Carole dan Malins, Julian. (2004). Memvisualisasikan
Penelitian: Panduan Proses Penelitian dalam Seni dan
Desain . Hants dan Burlington: Ashgate.
Gordon, Chritoper. (1998). Langkah-langkah dalam
Penelitian Tindakan . Tersedia:
http://www.stcoll.edu.jm/Education/PDF%5CReflective%20Practicu
(20 Juni 2013)
Guntur. (2007). Tinjauan Historis Motif Hias pada Batik
Tradisional Keraton Surakarta .
_______. (2008). Tinjauan Visual Motif Hias Alas-alasan Batik
Keraton Surakarta .
_______. (2009). Revitalisasi Ragam Hias Tradisional Gaya
Mataram: Pengembangan Desain .
_______. Furniture Dalam Kehidupan Komunitas Kriyawan
Indonesia di Tengah Persaingan Budaya Global
(Anggota).
_______. (2010). Makna Motif Hias Alas-alasan dalam Ritual
Tingalan Jumenengan dan Perkawinan di
Keraton Surakarta .
_______. (2010). Motif Hias Alas-alasan Batik Keraton Surakarta:
Bentuk, Fungsi, dan Makna . (Disertasi:
UGM Yogyakarta).
_______. (2011). Revitalisasi Seni Tradisi Nusantara dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia: Identifikasi,
Rekonstruksi, dan Reproduksi Kesenian Topeng dan Wayang Beber
di Jawa .
Harianti dkk . (2007). “Persepsi dan Partisipasi
Masyarakat Seki tar Candi terhadap Candi dan Upaya
Pelestariannya”. Laporan penelitian, Universitas Neger i
Yogyakarta.
Karsono, Bambang dan Wahid, Julaihi. (2008). “Poros
Gambar Sebagai Morfologi Dasar di Kota Yogyakarta -
Indonesia”. Konferensi Internasional Kedua tentang
Lingkungan Buatan di Negara Berkembang (ICBEDC,
2008)

Koshy, Valsa. (2005). Riset Tindakan untuk Meningkatkan


Praktik: Panduan Praktis . London: Penerbitan Paul
Chapman.
Laarhoven, Ruurdje. (2012). “Sebuah Diam Tekstil Trade
Perang: Batik Revival sebagai Ekonomi dan Politik
Senjata di 17 th Century Java”. Textile Society of America ,
Simposium Dua Tahunan ke-13, 19-22 September 2012.
Manuaba, Ida Bagus Putera dkk . (2013). “Keberadaan
dan Bentuk Transformasi Cerit a Panji”. Litera: Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya , Vol. 12,
No. 1, 53-67.
Marwati, Sri. (2012). Menggali Potensi Batik Mojokerto .
Makalah dipresentasikan dalam 'Seminar MGMP Seni
Budaya Kab. Mojokerto '.
Marwati, Sri. (2012). Trowulan Menuju Industri Kreatif .
Artikel untuk prosiding seminar nasional di Universitas
Negeri Semarang (UNNES).
McNiff, Jean dan Wihitehead, Jack. (2002). Penelitian
Tindakan: Asas dan Praktik . (Edisi ke-2nd). Routledge:
London dan New York.
Nasution. (2011). “Perkembangan Ekonomi Kolonial
Surabaya dan Dampaknya pada Pribumi, 1830-1930”.
Historia: Jurnal Internasional Pendidikan Sejarah, Vol.
XII, No. 1, 67-79.
Ranang AS (2012). Studi Karakter Relief / Patung
Antropomorfik pada Percandian Indonesia . Laporan
penelitian, ISI Surakarta.
Wongkaren, Turro S. (2007). “Mencari Visi Ekonomi n
Indonesia”. Tesis master, Universitas Hawai.
18

Anda mungkin juga menyukai