3 FA 2 / kelompok 2
Nama anggota :
I. TUJUAN
Menetapkan kadar protein dalam masing-masing tahu apakah
mempunyai kadar protein minimial 9,0% sesuai syarat mutu tahu SNI.
Mengetahui perbedaan kadar protein pada masing-masing tahu.
II. PRINSIP
Prinsip metode Kjeldahl yaitu senyawa nitrogen diubah menjadi
ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk
diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat
dan kemudian dititrasi dengan larutan baku asam (SNI-01-2891-1992).
Pipet volume
Tabung reaksi
Bahan
CuSO45H2O 3g
K2SO4 2g
NaOH 30% 80 mL
Na2SO4 2g
V. PROSEDUR
LAMPIRAN 1 : Skema Alur Kerja
1 . Destruksi
Keterangan : N = 0,1 N
g 1000
N= x
BE v
g 1000
0,1= x
190,685 100
g
0,1= x 10
190,685
19,0685 = 10 x g
1. 11,8 mL
2. 11,9 mL
Perhitungan N HCl
b x valensi x v
N HCl1=
BM x mL titrasi
1,9065 x 2 x 100
N HCl1= =0,085 N
382 x 11,8 mL
b x valensi x v
N HCl2=
BM x mL titrasi
1,9065 x 2 x 100
N HCl2= =0,0838 N
382 x 11,9 mL
0,0845+ 0,0838
N HCl2= =0,0841 N
2
Vo = 0 mL
N = 0,0841 N
W = 1,0055 g; 1,0056 g
Pengukuran 1
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ ( 9,4−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1005,5
% N = 1,1007
% Protein = % N x f
Pengukuran 2
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ ( 9,5−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1005,6
% N = 1,1123
% Protein = % N x f
6,8793 % +6,9518 %
Rata−rata% protein sampel B= =6,9155%
2
Vo = 0 mL
N = 0,0841 N
W = 1,0062 g; 1,0064 g
Pengukuran 1
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ (10,1−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1006,2
% N = 1,1818
% Protein = %N x f
Pengukuran 2
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
% N = 1,1465%
% Protein = % N x f
7,3862 %+ 7,1656 %
Rata−rata% protein sampel B= =7,2959 %
2
Vo = 0 mL
N = 0,0841 N
W = 1,0047 g; 1,0074 g
Pengukuran 1
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ (11,3−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1004,7
% N = 1,3242
% Protein = %N x f
Pengukuran 2
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ (11,8−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1004,7
% N = 1,3791
% Protein = % N x f
8,2762 %+ 8,6193 %
Rata−rata% protein sampel C= =8,4477 %
2
Vo = 0 mL
N = 0,0841 N
W = 1,0053 g; 1,0049 g
Pengukuran 1
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ (11,3−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1005,3
% N = 1,3234
% Protein = % N x f
Pengukuran 2
%N=
[ (Va−Vo ) N x 14 x 100 % ]
w
%N=
[ (10,9−0 ) 0,0841 x 14 x 100 % ]
1004,9
% N = 1,2771
% Protein = %N x f
8,2712% +7,9818 %
Rata−rata% protein sampel D= =8,1265 %
2
VII. PEMBAHASAN
konsumen.
sebagai berikut :
H2BO3- + H+ H3BO3
Biru kehijauan
dilakukan duplo
(dua kali proses)
( va−vo ) N x 14 x 100 %
%
N W
=
sebagai pendukung dalam melihat hasil analisa kadar protein pada tahu. Metode yang
menurut (Sudarmadji, 2010) prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan
jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti
semua air sudah diuapkan. Pengukuran kadar air bertujuan menghitung kadar air yang
terkandung dalam sampel dimana kehilangan berat sampel diukur sebagai kadar air.
Pengukuran kadar air dalam penelitian ini mendapatkan hasil sebagai berikut: 72,92%
(Sampel A); 80,82% (Sampel B); 78,08% (Sampel C); 73,87% (Sampel C).
Kadar protein yang di dapat rata-rata 7,6914% dengan kadar air dari seluruh
sampel yaitu rata-rata 76,42%, kadar protein yang didapat dari masing- masing sampel
kurang dari 9,0% seperti yang telah disyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia, hal
ini dijelaskan menurut (Sarwono, 2001) dalam (Midayanto dkk, 2014) yang
semakin lama perendaman maka kadar protein semakin menurun sedangkan kadar air
semakin meningkat. Sesuai dengan (Cahyadi, 2002) dalam (Midayanto dkk, 2014)
disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen protein terlarut dalam
air.
VII. KESIMPULAN
Dari hasil penetapan kadar protein dalam tahu bermerk yang beredar di supermarket dengan
1. Masing-masing tahu bermerk mengandung kadar protein kurang dari 9,0%. Hal itu menunjukan
bahwa tahu bermerk tersebut belum memenuhi persyaratan kandungan protein dalam syarat
2. Empat (4) sampel tahu bermerk memiliki kadar protein masing masing sebagai berikut: 6.9155%
(Sampel A); 7.2759% (Sampel B); 8.4477% (Sampel C); 8.1265% (Sampel D). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar protein pada masing-masing tahu bermerk.
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Batubara, Ulfa Nazmi. 2009. “Analisa Protein, Kalsium dan Lemak Pada Ikan Pora-
Pora”. Medan: [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
Chang, Sam K.C. 2009. “Protein”. Dalam Nielsen, S.Suzanne (Ed.) Food Analysis. USA:
Springer.
Praktikum Analisis Keamanan Pangan
Disusun Oleh :
IV. Prosedur
Penentuan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram sampel kemudian dilarutkan dalam labu
takar 250 ml, lalu ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
Dititrasi dengan larutan baku thiosulfat sampai kuning muda, tambahkan 2,5 ml
larutan amilum 1% titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang
Dipipet 25 ml larutan percobaan untuk gula reduksi, lalu dimasukkan kedalam labu
Erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 100ml aquadest, 10 ml HCl 25%
Kemudian dipanaskan dalam penangas air panas pada suhu 70-80oC selama 10-15
menit
Lalu dinetralkan dengan menambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH 30%
sampai merah muda
Masukkan kedalam labu takar 250 ml sampel dimasukkan kedalam 250 ml, lalu
ditambahkan 10 ml larutan luff schoorl, 20 ml aquadest selanjutnya direfluks
selama 10 menit
Dinginkan dengan air dingin yang mengalir, kemudian tambahkan 10 ml H2SO4 6
N diaduk sampai homogen, tambahkan 1 gram KI lalu diaduk sampai homogen.
Dititrasi dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning muda, lalu tambahkan 2 ml
larutan amilum 1% titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.
V. Data Pengamatan
fp x mg gula x 10−3
Kadar gula reduksi sesudah inversi = x 100 %
w sampel
= 0,08702%
= 870,2 ppm
fp x mg gula x 10−3
Kadar gula reduksi sesudah inversi = x 100 %
w sampel
= 0,573193 %
= 5,731.93 ppm
VI. Pembahasan
Karbohidrat dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu karbohidrat
sederhana dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam yaitu
monosakarida, polisakarida, dan disakarida. Gula merupakan suatu karbohidrat
sederhana yang menjadi sumber energy dan merupakan polisakarida polimer. Untuk
mengetahui kandungan karbohidrat dalam suatu makanan dapat dilakukan dalam
beberapa macam uji kuantitatif.
Karbohidrat sederhana dapat diartikan sebagai suatu senyawa yang terdiri atas
molekul-molekul karbon ( C ), hydrogen ( H ), dan oksigen ( O ) atau karbon dan
hidrat ( H2O ). Karbohidrat yang termasuk kedalam kelompok dapat dicerna adalah
glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa, maltose dan pati.
Praktikum kali ini yang bertujuan untuk menentukan kadar gula terhadap dua
sampel yaitu jelly drink dan fruit tea dilakukan dengan metode Luff Schoorl.
Penetapan kadar gula total terhadap kedua sampel ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu
penetapan kadar gula sebelum dan setelah inversi. Penetapan kadar gula sebelum
inversi ditujukan untuk sakarida yang bersifat pereduksi, sedangkan penetapan kadar
gula setelah inversi untuk sakarida yang tidk bersifat pereduksi. Gula pereduksi yaitu
gula yang dapat mereduksi karena adanya gugus aldehid dan gugus keton. Tujuan dari
penetapan kadar gula ini yaitu untuk mengetahui apakah sampel yang diuji memenuhi
spesifikasi persyaratan mutu minuman jeli (SNI 01-3552-1994) untuk jelly drink dan
spesifikasi mutu minuman teh dalam kemasan (SNI 01-3143-1992) untuk fruit tea.
Hasil kali factor kimia dengan selisih kadar gula sebelum dan setelah inversi
menunjukan kadar gula pada masing-masing sampel.
Prinsip dari metode Luff Schoorl berdasarkan pada hidrolisis pati menjadi
gula atau asam. Digunakan pereaksi garam Cu kompleks (Luff) pada penetapan kadar
ini akan membuat gula yang bersifat pereduksi seperti glukosa mereduksi Cu₂⁺,
menjadi Cu⁺ atau CuO. Kelebihan CuO yang dihasilkan ditetapkan dengan metode
titrasi iodometri. Tetapi metode luff school ini mempunyai kelemahan terutama
disebabkan oleh komposisi yang konstan, hal ini diketahui dari penelitian A.M
meiden yang ditunjukan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan dengan
pembuatan reagen.
Pada titrasi ini, digunakan KI sebagai reduktor dan asam sulfat, sehingga I₂,
dapat dibebaskan. I₂ yang terbentuk saat dilakukan penambahan indikator kanji akan
membentuk kompleks berwarna berwarna biru tua. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penambahan indikator kanji yaitu waktu penambahan, penambahan indikator harus
dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi atau saat warna larutan kuning muda/pucat.
Tujuannya agar amilum pada indikator tidak membungkus iod yang menyebabkan iod
sukar lepas kembali dan membuat warna biru sulit hilang sehingga TAT tidak dapat
diamati.
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl
ini didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu2+ àR-COOH + Cu2O
2 Cu2+ + 4 I- à Cu2I2 + I2
2 S2O32- + I2 à S4O62- + 2 I-
Pada pengujian kadar gula ini, blanko ditetapkan agar mL natrium tiosulfat
yang digunakan untuk mentritasi kelebihan Cu2+ dapat diketahui. Selisih ml Na-tio
blanko dengan ml Na-tio sampel disetarakan menjadi 0,1 N untuk dibandingkan
dengan daftar Luff Schoorl sehingga kadar gula dalam sampel dapat diketahui dengan
cara mg gula dalam tabel dikalikan dengan fp dan factor 0,95 dibagi bobot sampel
dikali 100%.
Penambahan HCl 25% dan pemanasan pada penetapan gula setelah inversi
dilakukan untuk menghidrolisis gula yang tidak bersifat pereduksi menjadi gula
pereduksi. Lalu ditambahkan NaOH 30% untuk menetralkan kembali larutan yang
mana sebelumnya ditambahkan indikator PP agar dapat diketahui saat larutan menjadi
netral yaitu saat warna larutan menjadi merah muda. Untuk menghilangkan warna
merah muda ini ditambahkan asam asetat 1% hingga warna larutan kembali seperti
semula.
Di Indonesia penggunaan pemanis buatan, baik jenis maupun jumlah yang
digunakan dalam bahan makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985, penggunaan pemanis buatan
berdasarkan jenis bahan makanan untuk jenis bahan makanan jem dan jelly yaitu 200
mg/kg dan untu minuman ringan (fruit tea) yaitu sebanyak maksimal 300 mg/kg dan
batas maksimum penggunaan 208/Men.Kes/Per/IV/1985. Penggunaan pemanis buatan
berdasarkan jenis bahan makanan untuk jenis bahan makanan jem dan jelly yaitu 200
mg/kg dan untuk minuman ringan (fruit tea) yaitu sebanyak maksimal 300 mg/kg dan
batas maksimum penggunaan sakarin dalam makanan dan minuman adalah tidak lebih
dari 300 mg/kg. sedangkan pada praktikum kali ini untuk penetapan kadar pada jelly
drink diperoleh sakarin sebanyak 9,16 mg/kg dan untuk fruit tea diperoleh sebanyak
150,84 mg/kg yang berarti masih aman dikonsumsi dan sesuai dengan permenkes.
Dan dari hasil percobaan kami untuk perhitungan kadar gula reduksi sesudah
inversi pada drink jelly yaitu didapat kadar sebanyak 0,08702 % dan untuk hasil ppm
nya sebesar 870,2 ppm. Hasil ini tidak memenuhi syarat SNI karena syarat SNI untuk
jelly yaitu minimal 20% b/b untuk jumlah gula dihitung sebagai sukrosa karna di
syarat SNI tidak diperbolehkan adanya bahan tambahan pemanis buatan yaitu sakarin.
Dan dari hasil percobaan untuk perhitungan kadar gula reduksi setelah inversi
pada fruit tea yaitu didapat kadar sebanyak 0,573192 % dan untuk hasil ppm nya
5,731.39 ppm. Hasil ini tidak memenuhi syarat SNI karena syarat SNI untuk fruit tea
yaitu minimal 6 % b/b untuk jumlah gula dihitung sebagai sakarosa.
VII. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar gula sebelum
inversi dan sesudah inversi pada sampel jelly drink diperoleh hasil sebesar 870,2 ppm
dan pada sampel fruit tea sebesar 5,731,93 ppm.
3 FA 2 / Kelompok 2
Nama anggota :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2020
I. TUJUAN
Menentukan ada atau tidaknya zat warna Rhodamin B pada sampel saos dan
menentukan nilai rf
II. PRINSIP
Analisis sampel zat warna dengan kromatografi kertas pada sampel. Berdasarkan
kromatografi kertas dapat dilakukan dengan metode menaik (ascending), kromatografi
ascending merupakan kromatografi kertas yang arah fase geraknya menaik, dengan
memanfatkan gaya kapiler.
IV. PROSEDUR
V. HASIL PENGAMATAN
Data Pengamatan
5 cm
2,9 cm
2,7cm
2,0 cm
VI. PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa metode yang
digunakan yaitu metode kromatografi ascending. Dimana prinsip dari kromatografi kertas
yaitu berdasarkan fase diam dan fase gerak. Fase diam adalah kertas whatman sedangkan
fasapengembang. Ditentukan nilai Rf (Retention factor) berdasarkan rasio jarak yang dite
mpuholeh senyawa dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Praktikum ini
dilakukan dengan maksud untuk mengidentifikasi zat warna rhodamin B pada sample saus
merk X dan merk Y. Penelitian ini menjadi penting dikarenakan rhodamin B
keberadaannya terutama dalam produk olahan makanan seperti saos perlu diawasi,
mengingat senyawa ini merupakan bahan pewarna sintesis yang sering digunakan pada
industri tekstil. Penggunaan rhodamin B dalam suatu olahan makanan terutama pada saos
dilarang karena dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti memacu
pertumbuhan sel-sel kanker serta menyebabkan kanker hati apabila dikonsumsi secara
terus menerus. Sehingga diharapkan dengan dilaksanakannya penelitian ini mampu
membantu dalam pengawasan serta pemahaman pedagang maupun masyarakat dalam
memilih produk olahan makanan untuk dikonsumsi atau untuk di pasarkan terutama pada
saos.
Masing-masing sampel saus merk X dan merk Y diambil beberapa gram dan
ditambahkan ammonia 2%. Tujuan ditambahkan ammonia yaitu untuk menarik zat warna
yang terdapat pada saos merk X dan merk Y. Setelah itu larutan disaring, dan proses
penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan zat warna yang terdapat pada saos merk X
dan merk Y yang akan dianalisis dari senyawa-senyawa pengotor yang dapat menganggu
absorbansi. Hasil penyaringan berupa filtrat dan residu. Filtrat selanjutnya dipanaskan,
adapun tujuan pemanasan adalah untuk mempercepat proses pelarutan saos yang dalam
bentuk pasta hingga memperoleh larutan berwarna. Proses pemanasan menggunakan suhu
sekitar ± 400 C agar tidak terjadi kerusakan pada sampel. Proses KLT dilakukan dengan
menggunakan fase gerak/eluen (n-butanol : etil asetat : ammonia) (10 : 4 : 5) dan fase diam
yang digunakan adalah silika gel. Dalam fase diam terdapat plat tipis aluminium yang
fungsinya untuk tempat berjalannya adsorben sehingga proses migrasi analit oleh
solventnya bisa berjalan. Setelah dibuat eluen, maka larutan eluen tersebut dijenuhkan
terlebih dahulu. Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak
terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot diatas
fase diam oleh fase gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan
untuk mengoptimalkan naiknya eluen.
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh jarak noda dengan batas bawah dan jarak
tempuh pelarutnya. Kemudian dilakukan perhitungan Rf, jika nilai Rf-nya besar berarti
daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluennya) maksimum sedangkan jika nilai Rf-nya
kecil berarti daya pisah zat dilakukan solvent (eluennya) minimum. Rf yang optimum
yaitu berada pada rentang 0,5 – 0,8. Rf sampel kemudian dibandingkan dengan Rf baku.
Hal ini terbukti pada pengujian dengan menggunakan eluen tersebut mampu menghasilkan
pemisahan yang baik karena nilai Rf yang dihasilkan oleh eluen tersebut masih masuk
dalam rentang optimum (0,5 – 0,8) yaitu 0,4– 0,58. Hal ini dapat dideteksi dengan melihat
kromatogram, warna bercak sampel saos merk Y hampir sejajar dengan warna bercak baku
pembanding, dan selisih harga Rf sampel merk Y dengan harga Rf dari baku kurang dari
0,2. Rf (Retorduction Factor) merupakan jarak yang ditempuh noda dibandingkan dengan
jarak tempuh eluen. Hasil dinyatakan positif bila warna bercak antara sampel dan baku
sama dan harga Rf antar sampel dengan baku sama atau saling mendekati dengan selisih
harga ≤ 0,2. Sedangkan sampel saos merk X memiliki selisih harga Rf tidak sama dengan
harga Rf baku atau lebih dari 0,2. Dapat diketahui bahwa sampel saos merk X tidak
mengandung zat warna rhodamin B, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai Rf
sampel saos merk X yang apabila dibandingkan dengan nilai Rf baku pembanding tidak
memiliki nilai yang sama atau tidak mendekati. Dan sampel saos merk Y mengandung zat
warna Rhodamin B karena memiliki nilai yang mendekati nilai Rf baku pembanding
rhodamin B.
VII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sampel saos
merk X tidak mengandung zat warna rhodamin B karena memiliki nilai Rf yang berbeda
atau jauh dari nilai Rf baku pembanding, dan sampel saos merk Y mengandung zat warna
rhodamin B karena memiliki nilai Rf yang mendekati nilai Rf baku pembanding rhodamin
B.
2. Gelas Ukur
3. Cawan Petri
4. Penjepit
5. Kertas Saring
6. Whattman
7. Plastic Warp
8. Etanol
9. Rhodamin B
11. Chamber