Anda di halaman 1dari 7

TEORI DASAR

Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memiliki peranan penting


dalam pembentukan biomolekul. Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur
sel, komponen utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolism
dalam tubuh. (Mustika, 2012)

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
zat ini berfungsi sebagai sumber energy dalam tubuh serta sebagai zat pembangun
dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan
ikatan peptide. Molekul protein mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga (Winarno, 1984)

Pada umumnya kadar protein didalam bahan pangan menentukan mutu bahan
pangan itu sendiri. Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh
nutrient yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrient tersebut
digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein
adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbs protein oleh
tubuh (Del Valle, 1981).

Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya, bahan pangan dapat


dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila
mengandung asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami
perubahan-perubahan, antara lain:

a. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan


b. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman
c. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim
proteolitiik
d. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya
warna coklat
(S.A & Suwedo H, 1987)
Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein
seperti panas, asam, basa, pelarut organic, garam, logam berat, radiasi sinar
radioaktif. (Sudarmadji, 1996).

Metode kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan


nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didektruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan ammonium sulfat. Setelah pembebasan
dengan alkali kuat, ammonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke
dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara filtrasi. Metode ini telah banyak
mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab
hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa
yang cocok digunakan sebagai semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah
sampel dan perdeaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini
kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen
yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti
amina, protein, dan lain sebagainya. (Lenhinger, 1982)

Cara kjeldahl diigunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam


bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisa dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan
angka konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan.(Muchtadi,
1989).

Prinsip kerja analisis kjeldahl adalah sampel didektruksi dengan asam


sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia
yang terjadi ditambung dan ditittrasi dengan bantuan indicator. Cara kjeldahl pada
umunya dapat dibedakan dengan dua cara, yaitu cara makro dan semimakro.
(Muchtadi, 1989).

Cara makro kjeldahl digunakan untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300
mg dari bahan homogeny. Cara analisis ini akan berhasil dengan baik dengan
asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat
dalam jumlah yang besar. Cara ini memiliki kekurangan yaitu bahwa Purina,
piridina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatininaikut
teranalisis dan terukur sebagai nit rogen protein. Walaupun demikian, cara
inimasih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk oengukuran kadar protein
dalam bahan makanan. (Lenhinger, 1982).

Analisa dengan cara kjeldahl dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu
proses dektruksi, destilasi dan titrasi.

Pada tahap dektruksi sampel dipanaskan dalam asam sulfat pehat sehingga
terjadi dektruksi menjadi unsure-unsurnya. Elemen karbon, hydrogen teroksidasi
menjadi CO2 dan H2O. sedangkan N akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk
mempercepat proses dektruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran
Na2SO4 dan HgO. Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4.
Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga dektruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan,
kadang-kadang diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi
karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan
perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. (Sudarmadji,
1996).

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia dengan


penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak
terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas
yang besar maka dapat ditambahkan logam zink. Ammonium yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh asam klorida atau asam borat dalam jumlah yang
berlebihan. Supaya kontak antara asam dan amoniak lebih baik maka diusahakan
ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui
keadaan asam dalam keadaan berlebihan maka diberikan indicator. (Sudarmadji,
1996).

Pada tahap titrasi, apabila penampung destilat digunakan asam klorida


maka sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH
standar (0,1N). akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan
menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila digunakan indicator
Phenoftalein. Apabila penampung destilasi digunakan asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N
dengan indicator (BCG+MR) akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna
larutan dari biru menjadi merah muda. (Sudarmadji, 1996).

Keuntungan menggunakan metode kjeldahlm diantaranya:

a. Memberikan ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam sampel
tidak dalam bentuk protein
b. Protein yang berbeda memerlukan factor koreksi yang berbeda karena
memiliki urutan asam amino yang berbeda
c. Penggunaan asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang
cukup besar, seperti halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik
ini memakan waktu untuk membawa keluar. (Mustika, 2012).

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Dektruksi

a. Penimbangan bahan :
Susu : 1,001 gram
Kalsium sulfat : 7,5065 gram
Raksa : 0,352 gram
b. Data pengamatan
Labu dibilas dengan etanol kemudian dimasukan 1,001 gram serbuk dancow
ditambahkan 7,5061 gran K2SO4 dan 0,352 gram Hg2O larutan menjadi warna
orange. Kemudian ditambahkan 12 mL H2SO4 warna larutan berubah menjadi
coklat keehitaman.
Destilasi

50 mL HCl didalam Erlenmeyer ditambah 50 mL ammonia dari hasil destilasi.


Jadi 100 mL yang akan dititrasi oleh NaOH. Larutan HCl ditambah indicator
fenoptalein dan ammonia menghasilkan larutan bening.

Titrasi

a. Penimbangan Asam Oksalat


N = 0,1 N
BE as.oksalat = 63
Volume = 250 mL
𝑔𝑟 1000
N = 𝐵𝐸 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,1 N = 63 x 250 𝑚𝐿
0,1 𝑁 𝑥 63 𝑥 250 𝑚𝐿
g = 1000
1575 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1000

= 1,575 gram
b. Penimbangan NaOH
N = 0,1 N
BE NaOH = 40
Volume = 50 mL
𝑔𝑟 1000
N = 𝐵𝐸 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,1 N = 40 x 50 𝑚𝐿
0,1 𝑁 𝑥 40 𝑥 50 𝑚𝐿
g =
1000
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1000

= 0,2 gram
c. HCl 0,1 N dalam 500 mL
(V1 . N1) HCl Pekat = (V2 . N2) HCl yang akan dibuat
V1 . 12 N = 500 mL . 0,1 N
50 𝑚𝐿
V1 = 12
V HCl pekat yang akan diambil = 4,16 mL

d. Data titrasi
Titrasi NaOH
Volume awal = 9,2 mL
Volume akhir = 16,2 mL
Titrasi HCl
Volume awal = 59,5 mL
Volume akhir = 53,2 mL
e. Pembakuan NaOH
V NaOH yang terpakai = 16,2 mL
V asam oksalat = 25 mL
N asam oksalat = 0,1 N
(V1 . N1) asam oksalat = (V2 . N2) NaOH
25 mL. 0,1 N = 16,2 mL . N2
2,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
N2 = 16,2 𝑚𝐿

= 0,15 N
f. Blanko HCl
V NaOH yang terpakai = 53,2 mL
V HCl = 50 mL
N hasil pembakuan NaOH = 0,15 N
(V1 . N1) NaOH = (V2 . N2) HCl
53,2 mL . 0,15 N = 50 mL . N2
6,384 𝑔𝑟𝑎𝑚
N2 = 50 𝑚𝐿

= 0,128 N
Volume Titran (NaOH)
Asam Oksalat
HCl
Blanko HCl
Sampel Hasil Destilasi

g. Penetapan Kadar Protein Total


14 𝑥 (𝑚𝐿 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑚𝐿 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
% N = 14 x x 100%
𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000

DAFTAR PUSTAKA
Cakrawati dan Mustika NH, Dewi, (2012), Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan,
Alfabeta, Bandung.
Del Valle, F.R., (1981), Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by
Processing, JAOCS.
Lehninger, Albert L., (1982), Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Muchtadi, (1989), Evaluasi Nilai Gizi Pangan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, (1996), Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Winarno, F.G., (1984), Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai