Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH

KIMIA DASAR

Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah dan


Praktikum Prof. Retno Muwarni, PhD.

PRAKTIKUM ACARA (III)

ANALISA KUANTITATIF METODE TITRASI

Kelas : Peternakan D
Asisten Penanggung Jawab : Mawar Indah Permata
Anggota Kelompok : 1. Abdullah Maulana Fakih 23010120140246
2. Annisa Maulita Tri Utami 23010120140248
3. Evita Putri Damayanty 23010120140250
4. Mochammad Galih P. A. 23010120140247
5. Muhammad Faris 23010120140249

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN BIOKIMIA


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
ACARA III

ANALISA KUANTITATIF METODE TITRASI

3.1 Tujuan
3.1.1 Mengenal dan mempraktekkan analisa kimia kuantitatif.
3.1.2 Standarisasi konsentrasi NaOH menggunakan larutan asam oksalat sebagai
standar primer.
3.1.3 Menentukan konsentrasi asam asetat dalam cuka makanan menggunakan
larutan yang telah diketahui konsentrasinya yaitu NaOH sebagai larutan standar
sekunder.
3.1.4 Menentukan Konsentrasi unsur kalsium dan magnesium.

3.2 Hasil dan Pembahasan


3.2.1 Standarisasi Larutan NaOH sebagai larutan sekunder dengan larutan
oksaloasetat sebagai standar primer.

PERCOBAAN VOLUME ASAM OKSALAT (ML)

TITRASI I 8,5 ml

TITRASI II -

RATA-RATA 8,5 ml

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapat hasil bahwa standarisasi
NaOH dilakukan dengan cara membuat larutan NaOH dengan menggunakan 2 gram NaOH
yang dilarutkan ke dalam 500 ml. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan 50 ml
larutan NaOH yang dimasukan ke dalam buret dan menggunakan larutan H2C2O4 yang
dipipet sebanyak 2 ml. Sebelum mentitrasi dengan menggunakan NaOH larutan
ditambahkan 10 tetes indikator PP. Penggunaan indikator PP bertujuan untuk sebagai
indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Najib et al.,
(2017) bahwa standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat,
ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan terlebih dahulu. Titik akhir titrasi adalah titik akhir yang menandakan titrasi
harus di hentikan, yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna. Titrasi dengan
menggunakan NaOH bertujuan untuk mengetahui konsentrasi NaOH pada saat standarisasi
NaOH. Pada saat titrasi standar primer yang digunakan adalah NaOH, dan larutan standar
sekunder yang digunakan adalah Natrium Oksalat (H2C2O4). Tujuan dari standarisasi ini
adalah untuk memastikan apakah konsentrasi larutan NaOH yang di buat sudah sesuai
dengan konsentrasi yang dicari. Hal ini sesuai dengan pendapat Sari, (2017) bahwa
Sebelum penggadaan bahan baku maka diperlukan standarisasi, agar mutu produk dan
ekstrak terjamin kestabilannya. Dengan adanya baku standar dan proses yang terkendali,
maka akan diperoleh produk atau bahan ekstrak yang mutunya terstandar.
Asam oksalat (C2H2O4) merupakan senyawa turunan dari asam karboksilat yang
mengandung 2 gugus karboksil yang terletak pada bagian ujung rantai karbon yang lurus.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Mardina, (2013), pembuatan asam oksalat
dari bahan yang mengandung selulosa dengan metode hidrolisis berkatalisator NaOH
meliputi beberapa tahapan yaitu hidrolisis, filtrasi, pengendapan dengan CaCl2,
pengasaman dengan H2SO4 dan pengkristalan. Berikut merupakan reaksi NaOH dengan
asam oksalat.
(COOH)       +         2NaOH           >>>     Na2C2O4          +          2H2O
Untuk menstandarisasi larutan NaOH maka dalam percobaan ini menggunkan larutan asam
oksalat H2C2O2 sebagai larutan standarnya. Berdasarkan hasil percobaan yang telah
dilakukan dapat diketahui ini merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam
oksalat dan basa NaOH. Volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi adalah 100
mL. Asam oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening. Hal ini sesuai
dengan pendapat Irwanda et al., (2017) bahwa Beberapa sifat fisik asam oksalat
diantaranya tidak berbau, higroskopis, berwarna putih sampai tidak berwarna, dan
mempunyai berat molekul 90 gram/mol dan NaOH sebagai titer yang berwarna bening,
sebelum dilakukan titrasi kita masukkan 3 tetes indikator PP yang diketahui berwarna
bening kedalam larutan oksalat agar pada saat titrasi dapat terjadi perubahan warna ketika
mencapai titik ekuivalen yaitu titik dimana jumlah larutan asam oksalat sama denagn
jumlah larutan pada NaOH yang diperlukan untuk bereaksi sempurna.
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika
konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan suatu warna lain jika
konsentrasi itu lebih rendah. Hal ini sesuai pendapat Indira, (2015) bahwa indikator asam
basa berupa zat kimia yang mempunyai warna yang berbeda apabila ditambahkan ke dalam
larutan asam dan basa. Indikator asam basa dapat berubah warna apabila pH lingkungan
berubah. Fenolphtalein (phenolphthalein) atau biasa disingkat sebagai PP adalah suatu
senyawa organik dengan rumus C20H14O4 dan biasa dipakai sebagai indikator untuk titrasi
asam basa. Tidak bewarna dalam larutan asam dan berwarna merah muda bila dalam
larutan basa. Fungsi penambahan indicator PP adalah sebagai indikator pembuktian bahwa
sampel tersebut bersifat basa atau asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Khairunisa et al.,
(2017) bahwa larutan yang ditambahkan indikator phenolphthalein warnanya akan
berubah. Phenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi lebih
banyak dan dia akan memberikan warna yang terang dan perubahan warnanya lebih mudah
untuk diamati. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan dan hasil dari
Perhitungan Normalitas NaOH sebagai berikut:
Diketahui :
gr H2C2O4.2H2O=== 0.63 gram ==
Mr H2C2O4.2H2O=== 126
a H₂C₂O₄ === 2
ml larutan === 0.1 L
ml larutan NaOH=== 0.01 L

Ditanya : N NaOH?
Jawab :

N1 =gr 1000
1 x 1x xa
Mr ml
=
0,63 0.63 1000
x x2
=126 126 100

= 0.05 x 2
V1 V1 x N1 = 0.1 N
0,1 0.1 x 0.1
0.1 x 0.1 =V2 V2 x N2
0.01 =0,0 1 x N2 Berdasarkan dari
praktikum 1N =N2 N2 yang telah
dilakukan, N2 dapat diketahui
juga bahwa perubahan warna
yang terjadi pada standarisasi NaOH+ H2C2O2 dari yang semula bening menjadi
berwarna merah.

3.2.2 Penentuan Kandungan Asam Asetat Dalam Cuka Makanan Menggunakan


Larutan NaOH 0,1 N

PERCOBAAN VOLUME NaOH (ML)

TITRASI I 4,5 ml
TITRASI II -
RATA-RATA 4,5 ml

Cuka adalah suatu zat yang dibuat dari berbagai bahan yang bergula atau berpati
melalui fermentasi alkohol yan diikuti oleh fermentasi asetat. Produk ini merupakan suatu
larutan asam asetat dalam air yang megandung cita rasa, zat warna dan substansi yang
terekstrak, asam buah, ester-ester, garam-garam organik dari buah, yang berbeda-beda
sesuai dengan asalnya, pada cuka titrasi bertujuan untuk mencari konsentrasi suatu larutan
yang belum diketahui secara pasti, kemudian dapat digunakan untuk mencari kadar asam
asetat yang didapat dari cuka. Hal ini sesuai dengan pendapat Leasa, (2015) bahwa salah
satu cara untuk melihat kadar asam asetat yang terdapat dalam cuka aren yaitu dengan
menggunakan penentuan nilai TAT (Total Asam Tertitrasi). Titik akhir titrasi akan tajam
pada titrasi asam atau basa lemah jika penitrasian adalah basa atau asam kuat denag
perbandingan tetapan diasosiasi asam lebih beasar daripada basa. Hal ini juga diperkuat
oleh Putri, (2015) bahwa titrasi asam dapat memberikan titik akhir titrasi yang cukup tajam
dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator pH pada titik ekivalen antara 4-10.
Untuk mendapatkan konsesntrasi cuka yang tepat perlu dilakukan standarisasi
NaOH dulu. Hal ini juga diperkuat oleh Leasa, (2015) bahwa untuk melihat konsentrasi
asam astetat maka harus melakukan proses penentuan kadar asam astetat yang terdapat
pada cuka aren. Salah satu cara untuk melihat kadar asam astetat yang terdapat dalam cuka
aren yaitu dengan menggunakan penentuan nilai TAT. Berdasarkan pendapat Febriani,
(2018) dijelaskan bahwa Cuka yang telah melalui tahap fermentasi kemudian dianalisa
berapa banyak kadarnya dengan menggunakan metode asidialkalimetri yaitu dengan NaOH
0,1 M dan indikator phenolphtalin. Penggunaan indikator bertujuan untuk mengetahui titik
akhir titrasi. Reaksi yang terjadi:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq)→ CH3COONa(aq) + H2O(aq).
Pembuatan cuka didasarkan pada dua prinsip yaitu fermentasi alkohol dan asetat.
Prinsip pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan Saccharomyces cereviciae yang
mengubah kandungan gula sederhana atau pati menjadi alkohol dalam kondisi anaerob
(tanpa udara). Tahap ini dapat bekerja secara optimal jika pada pH 3,5-6,0, dan pada suhu
yang efisien 28-35 0 C. (Zubaidah, 2010). Sedangkan pada tahap kedua
dilakukanfermentasi asetat dengan menggunakan bakteri Acccetobacter,
misalnya Acccetobacter Acety, xylinum, acetyginum, dan pasteurinus. Acetobacter
aceti yang mengubah alkohol dengan kadar tertentu menjadi sejumlah asam asetat dalam
kondisi aerob, pada suhu optimum 15-34 0C, pH 3,04,0. Kriteria mutu cuka yang utama
adalah kandungan asam asetatnya (Zubaidah, 2010). Komposisi asam yang terdapat pada
cuka makanan yaitu asam asestat dan air, hal ini juga diperkuat oleh Dewi, (2020) bahwa
komposisi cuka pada makanan pempek dengan bahan asam berupa asam Jawa atau asam
cuka dengan atau penambahan ebi. Komposisi bahan asam yang berbeda kemungkinan
juga akan menghasilkan pH yang berbeda sehingga dapat menghasilkan nilai kekerasan
email yang berbeda pula Dewi, (2020). Cuka yang dijual harus mengandung paling sedikit
4% (4 g asam asetat per 100 ml), harus segar dan dibuat dari buah-buahan yang layak
dikonsumsi serta harus diberi label yang semestinya. Cuka yang sudah banyak beredar di
pasar dan dikonsumsi oleh mayarakat terbuat dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi
tubuh. Biasanya cuka dibuat secara industri dengan menggunakan metode sintesis kimia
murni. Untuk itu perlu dibuat inovasi alami dalam pembuatan cuka misalnya dengan
menggunakan buah.
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna
jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan suatu warna lain
jika konsentrasi itu lebih rendah. Hal ini sesuai pendapat Indra (2015) bahwa indicator
asam basa berupa zat kimia yang mempunyai warna yang berbeda apabila ditambahkan ke
dalam larutan asam dan basa. Indikator asam basa dapat berubah warna apabila pH
lingkungan berubah. Fenolphtalein (phenolphthalein) atau biasa disingkat sebagai PP
adalah suatu senyawa organik dengan rumus C20H14O4 dan biasa dipakai sebagai indikator
untuk titrasi asam basa. Tidak bewarna dalam larutan asam dan berwarna merah muda bila
dalam larutan basa. Fungsi penambahan indikator phenophetalein adalah sebagai indikator
pembuktian bahwa sampel tersebut bersifat basa atau asam. Hal ini sesuai dengan pendapat
Khairunisa (2017) bahwa larutan yang ditambahkan indikator phenolphthalein warnanya
akan berubah. Phenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi
lebih banyak dan dia akan memberikan warna yang terang dan perubahan warnanya lebih
mudah untuk diamati.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapat hasil mengenai Perhitungan
Kadar Asam Cuka yakni :
D1 = V1= 4,5
N = 0,1
B = 60
P = 25
D2 = Kadar Asam Cuka ( % )

V 1 × N × B× P
D3 = Kadar Asam Cuka ( % ) = ×100 %
V 2 ×1000
4,5 ×0,1 ×60 × 25
= ×100 %
5 ×1000
= 13,5 %
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa Tujuan titrasi asam cuka makanan untuk
menentukan kadar asam asetat dalam cuka makan dengan metode titrasi asam-basa. Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa bahan yakni NaOH, indikator pp, dan cuka yang
diencerkan 25 kali baru setelah itu di titrasi dengan NaOH. Pada saat semua bahan
tercampur kemudia di titrasi dengan NaOH setelah itu hentikan jika perubahan waarna
sudah konstan.

3.2.3 Penentuan Kesadahan Total

PERCOBAAN VOLUME EDTA (ML)

TITRASI I 13,4 ml
TITRASI II -
RATA-RATA 13,4 ml

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut. Hamper kegiatan yang
dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri (mandi),
membersihkan tempat tinggal, kebutuhan untuk makanan dan minumann sampai dengan
aktivitas lainnya. Kesadahan pada prinsipnya adalah terkontaminasi air dengan unsur
kation seperti Na, Ca, Mg. didalam kesadahan yang paling banyak dijumpai adalah air laut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bobihu, (2012) bahwa “kesadahan (hardnes) adalah
gambaran kation logam divalent (valen duan). Kation – kation ini dapat beraksi dengan
(soap) membentuk endapan (prespitasi) maupun dengan anion – anion yang terdapat dalam
air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam” Kesadahan yang tinggi dan mulai
berakibat pada peralatan rumah tangga apabila jumlah diatas 100 ml/L. pada kesadahan
diatas 300 mg/L dalam jangka waktu yang panjang akan berpengaruh pada manusia dengan
ginjal yang lemah sehingga mengalami gangguan pada ginjal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bobihu, (2012) bahwa kesadahan adalah air yang mengandung bahan –
bahankimia terlarut seperti Mg dan Ca yang dapat mengakibatkan penyakit batu saluran
kemih . Kesadahan ini dapat digolongkan pada kesadahan sementara dan kesadahan tetap.
Kesadahan sementara akan terendap pada saat pemanasan. Kesadahan tetap akan lebih
permanen di dalam air.
Air merupakan komponen utama untuk manusia, tanaman maupun hewan. Air
merupakan pelarut yang sangat baik bagi banyak bahan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Astuti et al., (2016) bahwa pada air tawar permukaan umumnya kandungan Ca dan Mg
dalam kadar yang tinggi (>200 ppm) CaCO3. Hal ini serupa sesuai pendapat Wulandari,
(2017) bahwa kadar kesadahan maksimum yang diperbolehkan dalam air minum adalah
500 mg/L. Kesadahan total dilakukan menggunakan metode titrasi kompleksometri,
sedangkan kadar klorida air dilakukan menggunakan metode titrasi argentometri dan
metode Mohr.

Teori yang menurut para peneliti dapat menjadi dasar didapatkannya hasil ini adalah
terdapat 2 jenis air sadah yakni air sadah temporer (temporary hardness), dan
air sadah permanen. Umumnya air sadah berasal dari daerah di mana lapisan tanah atas
tebal, dan adanya pembentukan kapur. Hal ini dapat dilihat bila sabun atau deterjen yang di
gunakan sukar berbusa dan di bagian dasar peralatan yang di pergunakan untuk merebus
air terdapat kerak atau endapan. Hal ini sesuai pendapat Lombogia, (2014) bahwa air
sadah temporer, dan telah mengalami pemanasan sebelum dikonsumsi, sehingga jumlah
kalsium konsumsi, dan yang diekskresi ginjal tidaklah bermakna, namun keadaan ini harus
dipastikan melalui penelitian lebih lanjut. Temporary hardness dapat di ketahui dengan
menyelidiki keadaan tempat pemanas air (panci/kettle). Panci/kettle yang berkerak
menandakan adanya proses presipitasi kalsium (kesadahan temporer). Air sadah temporer
adalah air yang kesadahannya dapat berkurang oleh proses pemanasan, Hal
inidiperkuatdenganpendapat Lombogia, (2014) bahwa Air sadah temporer yang
dipanaskan, akan mengalami presipitasi menjadi kalsium karbonat. (CaCO3).
Sedangkan air sadah permanen adalah air sadah yang mineralnya tidak dapat dihilangkan
oleh proses pemanasan.

Bedasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan dan hasil dari perhitungan yang
didapat hasil kesadahan total yang didapat sebanyak 34.304 mg/L dengan cara sebagai
berikut.
Perhitungan Kesadahan Total :
D1 = A = 13,4 ml
M EDTA = 1,28
Mr CaCO3 = 100
v air = 50
D2 = Kesadahan Total ?
A × M EDTA × 1000× Mr CaCO3
D3 = Kesada h an Total=
V Sampel (Volume Air )
13,4 ×1,28 ×1000 ×100
=
50
= 34.304 mg/L
Berdasarkan hasil pengamatan yang di dapat dapat dijelaskan bahwa kesadahan total
adalah jumlah dari kesadahan karbonat dan kesadahan non karbonat atau jumlah dari
kesadahan tetap dan kesedahan sementara atau jumlah dari kesadahan Ca dan kesadahan
Mg. Standar kesadahan maksimum yang diperbolehkan adalah 500mg/l, dan kadar
minimum yang diperbolehkan adalah 50 mg/l.
Kompleksometri adalah suatu metode penetapan kadar Ca2+ dan
Mg2+ didalam air sadah dengan menggunakan EDTA (etilen diamin tetra asetat) sebagai
larutan standart sekunder dan Buffer pH 10 serta Indicator EBT jika ditambahkan kepada
suatu larutan yang mengandung suatu ion Ca dan Mg akan membentuk warna merah
anggur, dimana EBT ini berfungsi sebagai mempermudah untuh mengetahui titik akhir
titrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yaqin, (2014) bahwa indicator EBT (Erichrome
Black T) akan membentuk ikatan antara EDTA dan EBT yang berwarna merah anggur dan
pada saat titik akhir titrasi. Indikator EBT akan lepas sehingga membentuk kompleks
warna biru yang konstan dimana terbentuk ikatan antara EDTA, dengan Ca2+ dan Mg2+.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu (2019) bahwa Jika tidak berubah menjadi warna
ungu muda maka dititrasi dengan EDTA.
3.2.4 Penentuan Kadar Kalsium

PERCOBAAN VOLUME EDTA (ML)

TITRASI I 5,7 mL

TITRASI II -

RATA-RATA 5,7 mL
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia Dasar,
2020
Standar kandungan Ca dan Mg pada air tawar permukaan umumnya kandungan Ca
dan Mg dalam kadar yang tinggi (>200 ppm). Tujuan penambahan EDTA dan mureksid
adalah EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil.
Penambahan indikator mureksid ini berfungsi sebagai pengompleks yang menghasilkan
warna tertentu. menurut Fitriani, (2019) kalsium (Ca)serapannya diukur pada panjang
gelombang422,7 nm, untuk magnesium (Mg) 285,2 nmdan untuk natrium (Na) pada
panjanggelombang 589 nm dengan menggunakanSSA. Pemilihan alat SSA ini
karenamempunyai sensitivitas yang tinggi, cepat,spesifik untuk unsur yang ditentukan,
dandapat digunakan untuk penentuan kadar unsuryang konsentrasinya sangat kecil pada
sampel.Selain itu, analisis menggunakan SSAmemungkinkan pengukuran beberapa
jenismineral/logam yang terkandung dalam suatubahan (sampel) secara bersamaan
karenaabsorbansi atau emisi dari setiap jenis logamdapat diukur pada panjang gelombang
tertentusesuai dengan jenis logamnya Dari hasil pengamatan yang di dapat dapat diketahui
bahwa kandungan Ca dan Mg Pada air tawar permukaan umumnya kandungan Ca dan
Mg dalam kadar yang tinggi (>200 ppm). Penetapan kadar kalsium, dan magnesium dapat
dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer serapan atom (SSA). Fitriani,
(2019) berpendapat bahwa SSA berprinsip pada pengukuran sinar yang diserap oleh atom
dari unsur-unsur yang garis resonansinya berada di bawah 500 nm
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan
ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Setyawati,
(2017) Berpendapat bahwa Senyawa kompleks Zn(II)-EDTAmemiliki karakteristik
panjang gelombangmaksimal 752 nm ; ikatan Zn-O dariligan EDTA muncul pada serapan
478,35cm-1 dan ikatan Zn-N dari ligan EDTAmuncul pada serapan 516,92 cm-1
Penambahan indikator mureksid ini berfungsi sebagai pengompleks yang menghasilkan
warna tertentu. Hal ini diperkuat oleh pendapat Astuti, (2016) bahwa kesadahan total yang
dilakukan, sampel dititrasi menggunakan larutan baku sekunder EDTA, dimana larutan
tersebut belum diketahui dengan tepat molaritasnya, untuk mengetahui konsentrasi dari
larutan sekunder EDTA diperlukan standarisasi primer CaCO3 yang kemudian dihitung
molaritas EDTA
Bedasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan dan hasil dari perhitungan yang
didapat hasil penentuan kadar kalsium yang didapat adalah sebagai berikut.
Perhitungan Kesadahan Total :

D1 = B = 5,7
MEDTA = 1,28
Ar Ca = 40
Ar Mg = 24
ml sampel = 50
D2 = a. Kadar Ca
b. Kadar Mg
D3 = Kadar Ca =

5,7 ×1,28 ×1000 × 40


=
50
= 5836,8 ml

Kadar Mg =

( 13,4−5,7 ) × 1,28× 1000× 24


=
50
= 4730,88 ml
3.3 Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk
menstandarisasi larutan NaOH dalam percobaan ini dapat menggunakan larutan asam
oksalat H2C2O2 sebagai larutan standarnya. Hasil percobaan yang telah dilakukan ini
merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam oksalat dan basa NaOH. Asam
oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening. Konsentrasi asam asetat
dalam cuka menggunakan konsentrasi NaOH yaitu sebesar tiga belas koma lima persen.
Untuk unsur kalsium dan magnesium dapat dihitung dengan rumus kesadahan total.
Dimana kadar dari kalsium yaitu lima ribu delapan ratus tiga puluh enam koma delapan ml,
sedangkan untuk kadar dari magnesium adalah empat ribu tujuh ratus tiga puluh koma
delapan puluh delapan ml. Tujuan penambahan EDTA dan mureksid dalam kesadahan total
adalah EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi
dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil.

DaftarPustaka
Eva Fitriani, D. K. (2019). Analisis kalsium (ca), magnesium (mg), natrium (na) dan
posforus (p) dalam daun beluntas (pluchea indica l.). J. Akademika Kim, 8(1) : 17-
22.

Harsasi Setyawati, S. S. (2017). Sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks zn(ii)-edta


sebagai senyawa antialga pada cooling water industri. J. Kimia Riset, 2(1) : 43-50.

Siti Rusdiana Puspa Dewi, R. A. (2020). Perbedaan berbagai komposisi cuka pempek terhadap
kekerasan email. J. of Dentistry, 4(1) : 263-271.

Khairunnisa, K. D. (2017). Kajian ekstrak etanol mahkota bunga ketepeng cina (cassia alata l)
sebagai bioindikator asam basa. J. Riset Kimia, 3(3) : 292-302.

Winsen Irwanda, A. H. (2017). Sintesis asam oksalat dari getah batang tanaman sri rejeki
(dieffenbachia seguine (jacq.) schott) menggunakan metode hidrolisis asam fosfat. J. Kimia
Khatulistiwa, 6(1) : 30-36.

Ahmad Najib, A. M. (2017). Standarisasi ekstrak air daun jati belanda dan teh hijau. Jurnal
Fitofarmaka, 4(2) : 241-245.

Bobihu, R. (2012). Uji kadar kesadahan sumber air minumpada kejadian penyakit batu saluran
kemihdi desa barakati kecamatan batudaakabupaten gorontalo tahun 2012. J. Public Healt, 1(1) :
61-70.
Dian Wuri Astuti, S. F. (2016). Analisis kadar kesadahan total pada air sumur di
padukuhan bandung playen gunung kidul yogyakarta. J. Analytical and
Environmental Chemistry, 1(1) : 69-73.
Dwi Ratna Febriani, Z. A. (2018). Pembuatan cuka alami buah salak dan pisang
kepokbeserta kulitnya teknik fermentasi. Walisongo J. Of Chemistry, 1(2) : 73-78.
Ema Ratna Sari, M. (2017). Standarisasi mutu ekstrak daun singkong(manihot esculenta
crantz). J. lmiah Bakti Farmasi., 2(1) : 13-20.
Hesty Leasa, M. N. (2015). Pengaruh lama fermentasi terhadap total asam cuka aren
(arenga pinnata mer.). J. Biologi, Pendidikan & Terapan, 1(2) : 140-144.
Indira, C. (2015). Pembuatan indikator asam basa karamunting. J. Kaunia, 11(1) : 1-10.
Indri Ayu Pratiwi Lombogia, A. U. (2014). Hubungan konsumsi air sumur di pesisir pantai
denganhiperkalsiuria pada anak di pesisir pantai maasing. J. E-Clinic, 2(1) : 1-6.
Nur Yaqin, L. O. (2014). Pengaruh pemberian asam sitrat terhadap kadar kesadahan air
dengan metode kompleksometri di desa sukomulyo gresik. J. Sains, 4(7) : 1-6.
Primata Mardina, N. D. (2013). Pembuatan asam oksalat dari sekam padidengan hidrolisis
berkatalisator naoh danca(oh). J. Bahan Alam Terbarukan, 2(2) : 8-13.
Rahayu, Y. A. (2019). Analisis ph dan kesadahan total pada air umpan boilerdi pmks pt.
sisirau aceh tamiang. J. Kimia Sains Dan Terapan, 1(1) : 1-4.
SIMANJUNTAK, R. (2018). Penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi cair
merek “lx”dengan metode titrasi asidimetri. J. Ilmiah Kohesi, 2(4) : 59-69.
Wulandari, D. D. (2017). Analisa kesadahan total dan kadar klorida airdi kecamatan
tanggulangin sidoarjo. MTPH Journal, 1(1) : 14-19.

3.4 Kontribusi Anggota

NO NAMA KONTRIBUSI

1. Abdullah Maulana Fakih Penyusun Laporan (Hasil dan


Dokumentasi), Mengerjakan
Kerangka Laporan
2. Annisa Maulita Ti Utami Penyusun Laporan (Materi dan
Metode, Kesimpulan), Mengedit
3. Evita Putri Damayanty Mengerjakan Kerangka Laporan

4. Mochammad Galih Permana Agung Menyusun Cover, dan Pengumpulan


Bahan Laporan.
5. Muhammad Faris Mengerjakan Kerangka Perhitungan
Laporan

Anda mungkin juga menyukai