Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SEFALOMETRI II

ANALISIS RICKETTS

Disusun oleh:
drg. Ika Sukma Wulandari (17/420677/PKG/01174)

Dosen Pembimbing:
drg. Soehardono, MS., Sp. Ort (K)
drg. Christnawati, M.Kes., Sp.Ort(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018

1
ANALISIS RICKETTS

Diperkenalkan oleh Robert Murray Ricketts pada tahun 1960. Pada saat itu Ricketts
memaparkan analisis ini dengan maksud untuk mereview tujuan dan manfaat survey
sefalometrik dan menekankan penggunaan teknik ini pada rencana perawatan dan dalam
memperkirakan pertumbuhan.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengaplikasikan “4C” dari sefalometri:
1. Characterise®menjelaskan kondisi saat tertentu
2. Compare®membandingkan antar individu, atau individu yang sama pada waktu yang
berbeda.
3. Classify®mengklasifikasikan menjadi kategori-kategori.
4. Communicate ®kepada sesama klinisi, pasien, orang tua
Analisis Ricketts digunakan pada sefalometri lateral maupun frontal. Pada Orientasi
lateral terdiri dari Facial axis, Facial angle, Mandibular plane angle, Titik A ke facial plane,
Palatal plane ke FHP, I RB ke A-Pog (jarak dan angulasi), I RA ke A-Pog , M1 RA ke PtV ,
Bibir bawah ke E-line sedangkan pada Orientasi frontal terdiri dari Nasal width, Maxilary
width, Mandibular width, Molar width, Actual intermolar width, Intercuspid width, Denture
symmetry, Upper to lower molar relation

Definisi Lokasi Dan Titik


A6 Upper molar Titik pada bidang oklusal, tegak lurus terhadap permukaan distal M1
RA
B6 Lower molar Titik pada bidang oklusal, tegak lurus terhadap permukaan distal M1
RB
C1 Condyle Titik pada kepala kondilus yang bersinggungan dengan bidang
ramus
DT Soft tissue Titik pada kurva anterior jaringan lunak dagu yang bersinggungan
dengan bidang estetik atau E-line
CC Center of cranium Titik perpotongan bidang basion-nasion dengan facial axis

CF Titik dari bidang pada Titik perpotongan akar vertikal pterygoid dengan FHP
pterigoid

2
PT PT point Hubungan fissura pterygomaxillary dan foramen rotundum: garis
luar dari foramen rotundum dapat ditandai dengan menggunakan
template designed untuk tujuan itu (pola kontur bibir Jacobson-
Sadowsky, Unitek Corp) atau ini dapat sangat dekat dengan 10:30
(wajah jam) posisi pada garis sirkuler batas superior fissura
pterigomaksila
DC Condyle Titik pada pusat leher kondilus berpotongan dengan bidang Ba-N

En Hidung Titik pada jaringan lunak hidung, bersinggungan dengan E-line

Gn Gnathion Titik perpotongan antara bidang fasial dengan bidang mandibula

Go Gonion Titik perpotongan bidang ramus dengan bidang mandibula

PM Suprapogonion Titik dimana bentuk simpisis mentalis berubah dari convex ke


concave—disebut juga sebagai ptrotuberane menti
Pog Pogonion Titik pada tulang simfisis yang bersinggungan dengan bidang fasial

PO Cephalometric Perpotongan bidang fasial dengan corpus axis

TI Titik TI Titik perpotongan oklusal dan bidang fasial

Xi Titik Xi Pusat geometris dari ramus

Definisi Dan Lokasi Titik Xi


Lokasi titik Xi ditentukan oleh Frankfort Horizontal (FH) dan bidang vertikal akar
pterygoid (PtV).
Berikut ini adalah prosedurnya untuk menentukan titik Xi:
 Tentukan FH dan gambar bidang PtV tegak lurus bidang FH

3
 Buat empat bidang bersinggungan dengan titik R-1, R-2, R-3, dan R-4 pada
perbatasan ramus
 R-1: titik terdalam pada tepi anterior ramus, terletak dipertengahan antara
kurva superior dan inferior
 R-2: terletak pada tepi posterior ramus, berlawanan dengan R-1
 R-3: titik terdalam sigmoid notch, pertengahan antara kurva anterior dan kurva
posterior
 R-4: belawanan dengan R-3 pada tepi inferior mandibula
Titik Xi : persimpangan antara 2 garis diagonal

Definisi Dan Lokasi Bidang


Frankfort horizontal Bidang dari porion ke orbita

Facial plane Bidang dari nasion ke pogonion

Mandibular plane Bidang dari gonion ke gnation

PtV (Pterygoid vertical) Garis vertikal yang melalui outline distal radiografi dari fissura
pterygomaksillary dan perpendikular dengan frankfort horizontal
Basion-Nasion Plane Perpanjangan dari basion ke nasion, membagi wajah dan kranium

Occlusal plane Perpanjangan garis dari oklusal M1 ke P

Garis A pog Garis dari A ke pogonion yang sering dianggap sebagai bidang gigi

E line
Garis estetik atau perpanjangan bidang dari jaringan lunak ujung
hidung ke jaringan lunak dagu

4
Gambar Lokasi dan Bidang

Definisi Dan Lokasi Axis


Fasial Axis Garis dari foramen rotundum ke gnasion (PT-Gn)

Condilar Axis Perpanjangan dari DC ke titik Xi, digunakan untuk menjelaskan


gambaran morfologis mandibula
Corpus Axis Perpanjangan dari Xi ke PM, digunakan untuk menjelaskan morfologi
mandibula dan untuk mengevaluasi perubahan gigi geligi.

Axis Condylar Axis Corpus Axis Fasial


SEFALOMETRIK LATERAL DENGAN PENENTUAN TITIK, BIDANG DAN AXIS
MENURUT RICKETTS
Tracing Headfilm sefalometrik lateral dan batas serta bidang digambarkan pada
gambar 7-11. Variasi parameter diukur sesuai perubahan usia atau sesuai penerapan yang
akan dibuat. Informasi yang didapat kemudian diisi dan sesuai lembar analisis

5
Gambar Pengukuran Sefalometrik
Komponen axis Ricketts:
1. Sudut X-Y / facial axis
2. Facial angle / facial depth
3. Sudut FMPA
4. Kecembungan pada titik A
5. Lower incisor ke A-Pog
6. Molar atas ke PtV
7. Inklinasi incisivus bawah
8. Bibir bawah ke bidang E

NILAI RATA-RATA
Nilai Rata-rata Penyesuaian Berdasarkan Umur
(Umur 9 th)
Fasial Axis 90° ± 3,5° Tidak ada penyesuaian

Sudut Fasial 87° ± 3° Penyesuaian +1°/3 th

Sudut Mandibula 26° ± 4,5° Penyesuaian -1°/3 th

Convexity 2 mm ± 2 mm Penyesuaian -1/3 th


Convexity titik A

6
Gigi +1 mm ± 2 mm Tidak ada penyesuaian
I RB – APog Umur + 3 mm Penambahan 1 mm/ th
M RA – PtV 22° ± 4° Tidak ada penyesuaian
I RB – APog
Profil -2 mm + 2 mm Semakin tidak protrusif seiring
Bibir bawah – E line pertumbuhan

INTERPRETASI LATERAL
a. Posisi Dagu
 Fasial Axis
Sudut yang dibentuk antara bidang basion-nasion dan bidang dari foramen
rotundum (PT) ke gnathion. Rata-rata, sudut ini adalah 90o. Jika sudut kurang dari
rata-rata ini berarti dagu yang retroposisi (mundur), jika sudut lebih besar dari
sudut yang disarankan berarti pertumbuhan dagu protrusif atau maju. Perbedaan
1° sesuai dengan 2mm of height relative to depth. Nilai rata-rata 93° (+3°)
berkisar antara -12 ° s/d +29 ° dengan standart deviasi 3°.
Bila nilai sumbu X-Y kurang dari o ° hal ini menunjukkan bentuk muka
panjang. Nilai sumbu X-Y diberi tanda (+) bila lebih besar dari 90°, dan diberi
tanda (-) bila kurang dari 90° (retrognatihic). Sumbu ini digunakan untuk
mengetahui jurusan dari pertumbuhan dagu.
 Fasial Angle
Sudut antara facial plane (N-Pog) dan FHP. Sudut ini menunjukkan beberapa
indikasi posisi horizontal dari dagu. Ini memberi gambaran apakah klas II skeletal
atau klas III terkait dengan posisi mandibula. Nilai rata-rata 85,4° ± 3,7°, 1°
sesuai dengan 1,5mm. Untuk menyatakan perbedaan posisi dari dagu terhadap
titik Nasion. Nilai rata2 dari Down ; 87,7° (82-95). Bila Facial angle 80
(retrognathic), 85 (ortognathic ), 90 (prognathic ).
 Bidang Mandibula
Pengukuran sudut pada FH. Rata-rata, sudutnya adalah 26 derajat pada 9 tahn
dan menurun sekitar 1 derajat tiap tahun. Sudut bidang mandibula yang tinggi
atau tumpul mengimplikasikan bahwa terdapat gigitan terbuka yang berhubungan
dengan karakteristik morfologi skeletal mandibula. Bidang mandibula yang
rendah menggambarkan sebaliknya (deep bite). Rata-rata 26° pada usia 9 tahun
dan berkurang 1°/tahun.

7
b. Kecembungan
 Kecembungan Pada titik A
Kecembungan wajah bagian tengah diukur dari titik A ke bidang facial (N-
Pog). Nilai normalnya pada usia 9 tahun adalah 2 mm dan menurun 1 derajat tiap
5 tahun. Kecembungan yang besar mengimplikasikan pola skeletal klas II.
Kecembungan negatif mengimplikasikan pola skeletal klas III
c. Gigi
 I RB ke A-Pog
Garis A-Pog atau bidang yang direferensikan sebagai bidang dental dan
berguna sebagai garis referensi dimana pengukuran posisisi gigi anterior.
Idealnya gigi incisivus bawah terletak 1 mm di depan garis A-Pog. Pengukuran
ini digunakan untuk menentukan ke protrusifan rahang bawah.
 Molar RB ke PtV
Pengukuran ini adalah jarak dari pterygoid vertical (belakang maksila) ke
distal molar atas. Rata-rata, pengukuran ini sama dengan usia pasien + 3.00 mm
(contoh, pasien 11 tahun punya nilai normal 11+3=14 mm). Pengukuran ini
membantu dalam menentukan apakah maloklusi berhubungan dengan posisi
molar atas dan bawah. Juga berguna dalam menentukan apakah diperlukan
pencabutan atau tidak
 Inklinasi I ke RB
Sudut antara axis panjang incisivus bawah dan bidang A-PO (1 ke A-PO) di
ukur. Rata-rata, sudutnya adalah 28 derajat. Pengukuran ini provides beberapa
idea dari kecembungan incicivus bawah.
d. Profil
 Bibir bawah ke bidang E
Jarak antara bibir bawah dan bidang estetik (hidung dagu) adalah indikasi dari
keseimbangan jaringan lunak antra bibir dan profile. Nilai rata-rata dari
pengukuran ini adalah -2,00 mm pada usia 9 tahun. Nilai positif berada di depan
E-line

ANALISIS RICKETTS JARINGAN LUNAK


Untuk penentuan analisa estetis profil jaringan lunak seseorang, menurut Rickets
dipengaruhi oleh garis E. Seseorang dikatakan mempunyai profil yang harmonis jika Labral

8
superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E sedangkan labral inferior (Li) 1-2 mm di
belakangnya. Posisi Labral superior dan inferior ini menunjukkan profil bibir atas dan bawah.
Oleh karena titik Ls dan Li dapat berada di depan atau di belakang garis E maka diberi tanda
minus jika titik-titik ini terletak di belakang garis E, sebaliknya tanda positif jika terletak di
depan garis E.
Apabila letak titik Ls lebih 4 mm di belakang garis E maka profil tampak cekung.
sebaliknya tampak cembung jika terletak di depan garis E. Namun demikian menurut
Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis kelamin

Relasi kaninus
Diukur dari ujung kaninus maksila dan mandibula sepanjang OP

9
Relasi molar
Diukur dari permukaan distal molar mandibula ke permukaan distal molar maksila sepanjang
OP

Overjet insisivus
menggambarkan posisi horizontal dari gigi anterior. Diukur dari ujung insisivus mandibula ke
ujung insisivus maksila sepanjang OP

Incisor overbite
Diukur dari ujung maksila ke ujung mandibula tegak lurus OP

10
Mandibular incisor extrusion
untuk mengetahui penyebab overbite. Diukur dari ujung insisivus mandibula ke OP

Sudut interinsisal
Untuk mengetahui inklinasi vertikal dan horizontal dari insisivus maksila dan mandibula

A6 molar position to PtV


Digunakan utk menggambarkan posisi horizontal dari M1 maksila. Diukur dari permukaan
distal M1 RA ke PtV

11
A1 to A-Pog Plane
Untuk mengetahui protrusi gigi geligi maksila

B1 to A-Pog Plane
menggambarkan protrusi gigi geligi mandibula. Diukur dari ujung ujung insisivus mandibula
ke A-Pog. Nilai normal nya 1.0±2.5mm

OP to Xi
Xi  menggambarkan inklinasi OP ke mandibula.
Diukur jarak OP ke pusat geometri ramus & sudut antara OP dan corpus axis

A1 inclination to A-Pog
menggambarkan posisi insisivus RA thd maksila dan mandibula. Diukur dari sudut yg
dibentuk antara sumbu pjg inisivus maksila ke bidang A-Pog

12
B1 inclination to A-Pog
Diukur dari sudut yg dibentuk antara sumbu pjg insisivus mandibula ke A-Pog. Normalnya =
22 ± 40

Li to E-Line
menggambarkan protrusi bibir. Diukur dari tiitk paling anterior dari bibir bawah ke bidang
Pn-Pog’

13
Upper lip length
diukur dari ANS ke Ls. Normal nya 24 ± 2 mm

 Lip embrasure ke OP nilai yg tinggi menggambarkan bibir atas yg pendek


(Normal= -3 mm)

 Sudut nasolabial  Ls ke subnasal dan subnasal ke titik yg nersinggungan dg batas


inferior hidung (Normal = 1150)
 Cranial Base Angle (NSBa)  sudut ant bidang N-S dan Ba-S (normal = 129,60)
 Ba-S-PNS  utk mengetahui posisi horizontal dari palatum keras & lunak  utk
mengetahui penyebab obstruksi jalan nafas (Norm = 630)

Airway percent
Utk mengetahui persentase nasofaring yg diisi oleh jaringan adenoid

Linder-Aroson
Menggambarkan obstruksi jalan nafas

14
Linder Aronson AD1  jarak dari PNS ke PNS-Ba
Linder Aronson AD2  jarak dari PNS yg tegak lurus S-Ba

Jarak PtV ke adenoid


Menggambarkan obstruksi jalan napas. Diukur dari PtV 5mm superior PNS ke jaringan
adenoid terdekat.

 Convexity  utk mengetahui hub maksila thd mandibula. Diukur dari titik A ke N-
Pg. (Norm = 2 mm)
 Lower fasial height  utk mengetahui relasi vertikal maksila & mandibula. Nilai
kecil  skeletal deep bitE

 Diukur dari Sudut ant Xi-ANS dan Xi-PM (Normal = 450)

15
 Fasial depth  hub horizontal mandibula ke kranium. Diukur dari sudut N-Pog dan
FH. Norm= 86,50
 Fasial axis  sudut CC-Gn dan Ba-N. Normal = 90 0
 Maxilary depth  hub horizontal maksila ke kranium. Diukur dari sudut N-A dan
FH. Norm = 90 0
 Maxillary height  relasi vertikal maksila ke kranium. Diukur dari Cf-A dan CF-N.
Norm 53±3⁰
 Palatal plane ke FH  inklinasi maksila ke kranium. Diukur dari sudut palatal plane
ke FH. Norm = 10

 Mandibular plane ke FH  sudut pada batas bawah mandibula. Norm= 26 ⁰


 Landes angke (Ba-N-A)  posisi horizontal maksila ke kranium. Norm = 63 ⁰
 Cranial deflection  sudut ant Ba-N dan FH. Norm = 27 ⁰

Anterior Cranial Length


Panjang basisi kranial anterior. Diukur dari CC ke N sepanjang bidang BA-N. Norm=54,9
mm

Tinggi Ramus
Panjang ramus mandibula. Nilai yg kecil  pola fasial lebih vertikal. Diukur dari CF ke Go.
Norm = 3,3 mm
16
Ramus Xi Position
Posisi horizontal ramus. Nilai yg besar  pertumbuhan mandibula abnormal. Diukur dari
CF-Xi dan FH. Norm= 76⁰

Lokasi Po
Posisi anteroposterior Po dan glenoid fossa. Niai yg rendah  pertumbahan mandibula
abnormal
Diukur dari jarak Po ke PtV sepanjang FH. Norm = -38,6

Mandibular Arc
Hub angular dari ramus ke badan mandibula. Diukur dari sudut yg terbentuk ant korpus dan
kondil mandibula. Norm = 26⁰

17
ORIENTASI FRONTAL
 Z-Z zygomatic arch
Titik bilateral pada batas medial sutura zygomaticofrontal, pada perpotongan orbita.
 ZA-ZA Zygomatic arch
Pusat arkus zygomatikus, midpoints
 J-J maksila
Titik bilateral pada prosesus jugularis di persimpangan outline tuberosity maksila dan
zygomatic buttress
 NC-NC
Jarak terlebar antara Nasal capsule kanan dan kiri
 Ag  Antegonial notch
 A6 permukan bukal M1 RA
 B6 permukaan bukal M1 RB

INTERPRETASI FRONTAL
1. Nasal width
 Lebar nasal cavity
 Diukur dari bagian yg paling lebar dari lubang hidung

18
 Menjadi pertimbangan karena pentingnya respirasi yang normal pada perawatan
ortodonti
2. Mandibular width
 Lebar efektif mandibula. Diukur dari Ag-Ag .
3. Maxillary width
 Jarak antara titik J kanan dan kiri (JR-JL)
4. skeletal symmetry
 Dengan mengukur ANS dan Pog ke midsagital plane
 Tidak berubah dalam kadaan simetris, berubah dalam keadaan asimetris
5. Intermolar width
 Indikator lebar lengkung rahang pada M1
 Diukur dari permukaan M1 kanan dan kiri RB(B6-B6)
 Dapat berubah jika terjadi drifting
6. Intercuspid width
 Jarak antara puncak C RB (B3-B3)
 Indikator lebar lengkung rahang pada C RB
7. Denture symmetry
 Hubungan antara midpoint akar I1 RA dan RB dengan midsagital plane.
 Idealnya midpoint ada di midsagital plane.
8. Hubungan M RA dan M RB
 Merupakan indikator molar crossbite
 Dengan melihat perbedaan jarak antara permukaan bukal M RA dengan permukaan
bukal M RB
Dental Plane
Jarak ant batas bukal M1 mandibula ke dental plane = 15 mm pada orang dewasa. Jarak ant
permukaan bukal M1 RA dan RB jg diukur

19
Relasi Molar
Molar relation kiri (A6-B6)  oklusi buccolingual pada M1
Molar relation kanan (A6-B6)  oklusi buccolingual pd M1
Norm = 1,5 mm

Intermolar width
Jarak sagital antara molar RB. Diukur dari perm bukal M1 RB kiri ke perm bukal M1 RB
kanan
Norm = 55 mm

B6 to J-AB
Hub molar RB thd maksila dan mandibula. Diukur dari perm bukal molar mandibula ke
bidang yg dibentuk dari titik J ke antegonial notch (Ag)
Norm = 6,3 ± 1,7 mm pd usia 9 thn

20
Kemiringan OP
Perbedaan dalam tinggi ant bidang OP dan ZL-ZR. Norm = 0 ± 2 mm

Intercanine width
Jarak ant kaninus mandibula. Diukur dari ujung kaninus kanan ke ujung kaninus kiri
mandibula
Norm = 22,7 mm

21
Dental Midline
Utk menggambarkan midline diskrepansi. Diukur dari midline maksila ke midline mandibula
Norm = 0 mm

Dental Midline to Skeletal Midline


Diukur dari midline gigi ke garis yg digambar dari ANS ke titik paling inferior dari simfisis
mandibula (Me)

Maxillomandibular width
 Diukur dari J ke bidang frontofasial. Norm = 11±1,5 mm

22
Postural symmetry
 Utk mengidentifikasi asimetri skeletal
 Diukur dari sudut (kanan & kiri) yg dibentuk dari sutura zygomaticfrontal ke Ag dan
ZY-Ga
Norm 0 ±2⁰
Maxillomandibular midline
 Utk mengetahui skeletal midline discrepancy
 Diukur dari sudut ANS – Me yg tegak lurus bidang ZA-AZ
 Norm = 0 ⁰
Postural symmetry
 Perbedaan dalam derajat ant Ag kanan dan kiri dengan zygomatic arch kanan dan kiri
 Norm = 0 ⁰

Maxillary width (JL-JR)


 Jarak ant titik J kanan dan kiri (Norm = 61,9 mm)
Mandibular width
 Jarak ant Ag dan Ga sepanjang bidang Ag-Ga (Norm = 76,1 mm)
Fasial width
 Lebar wajah pada arkus zygomatikus
 Diukur dari jarak ant ZA-AZ (norm = 115,7 mm)

23
Nasal width
 Lebar nasal cavity
 Diukur dari bagian yg paling lebar dari lubang hidung (Norm=25mm)
Nasal height
 Tinggi nasal cavity
 Diukur dari jarak ant bidang ZL-ZR ke ANS (Norm = 44,5 mm)

TEKNIK SUPERIMPOSISI RICKETTS


Tujuan dari teknik superimpoisi metode Ricketts adalah untuk melihat perubahan
akibat pertumbuhan dan akibat perawatan.Teknik ini terdiri dari 4 area superimposisi yaitu :
1. Dagu
 Ba-N pada titi CC
 Mengevaluasi pertumbuhan dagu
 Pada pola pertumbuhan normal, dagu tumbuh pada sumbu fasial 2,8 mm/tahun. Rata-
rata 0°±3,3°/tahun.

Gambar. Area 1
2. Maksila
 Bidang Ba-N pada titik N
 Mengevaluasi perubahan posisi maksila
 Pada pertumbuhan normal sudut Ba-N-A tidak berubah
 Rata-rata perubahan 0°
 SD±1°/ 5 tahun

24
Gambar. Area 2

3. Gigi RA
 Bidang palatal pada ANS
 Mengevauasi posisi molar dan incisivus RA

Gambar. Area 3

4. Gigi RB
 Corpus axis (Xi-Pm) pada Pm
 Mengevaluasi perubahan posisi molar dan incisivus RB

Gambar. Area 4

25
KESIMPULAN

1. Analisis Ricketts merupakan salah satu metode analisis yang penting dalam perawatan
ortodonti
2. Kegunaan dari analisis ini yaitu untuk membantu menegakan diagnosa dan
mengevaluasi perubahan akibat pertumbuhan maupun akibat dari perawatan.
3. Analisis ini juga digunakan untuk pertimbangan dalam menentukan rencana
perawatan sebagai antisipasi terjadinya malokusi yang diperkirakan akan berkembang

26
DAFTAR PUSTAKA

Duterloo, H. S, Planche, P. 2011. Handbook of Cephalometic Superimposition.


Quintessencce Publ. Co. Canada.

Jacobson, A. 2006. Radiographic Cephalommetry, From Basics to 3D- imaging Second


Edition. Quintessence Publ. Co.

Ricketts, R. M. Perspective in The Clinical Application of Cephalometrics. Angle Orthod,


1981; 51: 115-150.

Ricketts, R. M. Cephalometrics Analysis and Synthesis. Angle Orthod, 1961; 31:3: 141-156.

27

Anda mungkin juga menyukai