Anda di halaman 1dari 15

BLOK PREVENTIVE DENTISTRY (PREVDENT)

SELF LEARNING REPORT


CASE STUDY 1
SEFALOMETRI

Tutor:
drg. Supriyati

Oleh:
Hanifah Nur Syafa
G1B017019

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2019
CASE STUDY 1
SEFALOMETRI

1. Penjelasan Singkat
a. Titik N (Nasion) Merupakan titik paling luar dari sutura nasofrontalis
dilihat dari bidang median. Jika sutura frontonasalis
tidak tampak, maka titik N dapat diidentifikasi pada
titik yang paling cekung dari tulang frontalis dan tulang
nasalis (Krull et. al., 2016).
b. Titik S (Sella) Merupakan titik yang terletak pada pusat cekungan
sella tursica (fossa hipofisis) yang di dalamnya terdapat
kelenjar hipofisis (pituitary). Kelenjar hipofisis adalah
master of glands, memegang tanggung jawab atas
banyak fungsi endokrin. Titik S merupakan pusat
pertumbuhan kranium dan merupakan titik yang paling
stabil. Titik S dikatakan sebagai landmark sefalogram
yang mengambang sebab dapat diidentifikasi melalui
kriteria visual dan tidak menempel pada struktur
tertentu (Durao et. al., 2016).
c. Titik O (Orbital) Titik paling inferior dari tepi eksternal orbita. Pada
sefalogram biasanya tampak orbita kanan dan kiri, titik
O diambil dari tengah-tengah O kanan dan kiri (Krull
et. al., 2016).
d. Titik Po/P Titik paling superior meatus auditorius eksternal. Dapat
(Porion) diidentifikasi pada titik paling superior pada metal ring
sefalostat (Durao et. al., 2016; Krull et. al., 2016).
e. Titik ANS/SNA Titik paling anterior dari tulang premaksila yang
(Anterior Nasal tingginya sama dengan palatum. Terletak pada dasar
Spine) cavum nasalis (Singh, 2007; Cho, 2009).
3

f. Titik PNS/SNP Titik paling posterior tulang palatina. Terletak pada


(Posterior Nasal pertemuan palatum durum dan palatum mole (Cho,
Spine) 2009).
g. Titik A Disebut juga titik subspinal, merupakan titik tercekung
dari tulang maksila anterior diantara titik ANS dan
alveolar crest gigi insisivus sentral atas. Letak titik A
biasanya 2 mm anterior akar gigi insisivus sentral atas
(Singh, 2007; Krull et. al., 2016).
h. Titik B Disebut juga titik supramental, merupakan titik
tercekung pada lekukan mandibula. Titik B terletak di
inferior infradental dan superior pogonion, biasanya
pada sepertiga apeks gigi insisivus sentral bawah. Pada
orang dengan dagu yang tidak cekung, titik B sulit
diidentifikasi (Singh, 2007).
i. Titik Pog Merupakan titik paling anterior dari simfisis mentale
(Pogonion) (Krull et. al., 2016).
j. Titik Me Merupakan titik paling inferior dari simfisis mentale
(Menton) (Krull et. al., 2016).
k. Titik Gn Merupakan titik paling anteroinferior dari garis outline
(Gnation) dagu. Titik Gn terletak di tengah-tengah titik Pogonion
(Pog) dan titik Mentale (Me) (Singh, 2007).
l. Titik Go Merupakan titik konstruksi inferoposterior mandibula,
(Gonion) yang didapatkan melalui proyeksi bidang mandibula
dan tepi posterior ramus mandibula ke angulus
mandibula (Cho, 2009).
4

Gambar 1: Titik Referensi Sefalometri


Sumber: Rakosi et. al., 1993

2. Garis dan Bidang Referensi Sefalometri


a. Garis Referensi Merupakan dua titik referensi pada sefalogram yang
dihubungkan sehingga membentuk sebuah garis
(Rakosi et. al., 1993).
b. Bidang Referensi Merupakan tiga titik referensi atau lebih yang
dihubungkan dengan garis sehingga membentuk
bidang. Garis dan bidang referensi harus ditentukan
lebih dahulu sebelum kalkulasi sudut dan panjang
referensi untuk analisis sefalogram (Rakosi et. al.,
1993).
1) S-N Garis yang ditarik dari titik S ke titik N. Garis S-N
merupakan perpanjangan anteroposterior dari basis
kranium. Nilai normal garis S-N adalah 7,1 mm (Rakosi
et. al., 1993).
2) S-N’ Perpanjangan basis cranium ke arah anterior (Rakosi et.
al., 1993).
3) S-Ar Perpanjangan lateral basis cranium. Nilai normal garis
S-Ar adalah 32-35 mm (Rakosi et. al., 1993).
5

4) Garis atau Disebut juga garis maksila, mennjukkan panjang


Bidang Palatal palatum durum. Idealnya, garis palatal sejajar dengan
(ANS-PNS) garis oklusal dan garis Frankfurt (Rakosi et. al., 1993)
5) Garis atau Garis yang ditarik dari permukaan oklusal gigi molar
Bidang Oklusal permanen kearah anterior menuju insisivus. Idealnya,
garis oklusal sejajar dengan garis palatal dan garis
Frankfurt (Krull et. al., 2016)
6) Garis Corpus Aspek horizontal dari mandibular. Perhitungan dari titik
Mandibula atau Me ke T2 (titik paling posteroinferior corpus
Bidang mandibular). Normalnya nilai garis mandibular 3 mm
Mandibula lebih besar daripada S-N (Rakosi et. al., 1993).
7) Panjang Ramus Aspek vertical dari mandibular. Garis yang ditarik dari
titik ar (titik konstruksi dari pertemuan titik paling
posterior ramus dengan batas luar basis cranium) serta
T1 (titik paling inferior ramus) (Rakosi et. al., 1993).
6+7 Panjang Didapatkan melalui penjumlahan aspek vertical dan
mandibular horizontal mandibular (Olayemi, 2011)
8) Y-axis Garis yang ditarik dari titik S ke titik Gn yang
menunjukkan pertumbuhan mandibula ke arah inferior
dan anterior. Normalnya membentuk sudut 53º - 66º
dengan garis SN, dengan rata-rata pad akas Kaukasia
adalah 59,4º (Krull et. Al., 2016).
9) Kedalaman Garis yang ditarik dari titik N ke Go (Rakosi et. al.,
Wajah 1993).
10) Garis atau Garis yang ditarik tegak lurus dari garis Se-N ke arah
Bidang Pn bidang palatal (Rakosi et. al., 1993).
11) Ideal Frankfurt Garis konstruksi yang ditarik dari Po ke O. Bidang FH
Horizontal didapatkan dari garis Po kanan ke O kanan, Po kiri ke
(FH) Line O kiri serrta garis antar Po dan O. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa FHP lebih stabil sebagai bidang
referensi sebab menunjukkan deviasi yang kecil ketika
sudut FHP dengan bidang horizontal diambil dari
6

berbagai perhitungan (Qadir dan Mushtaq, 2017).


Idealnya sejajar dengan garis S-N.
12) Tinggi Wajah Garis yang ditarik dari titik S ke titik Go (Rakosi et. al.,
Posterior 1993).
13) Tinggi Wajah Garis yang ditarik dari titik N ke titik Me (Rakosi et.
Anterior al., 1993).
14) Tinggi Wajah Garis yang ditarik dari titik N ke titik A. normalnya
Anterior bernilai 53 mm (Krull et. Al, 2016).
Bagian Tengah
15) Garis N-B Garis yang ditarik dari titik N ke titik B, untuk
mengetahui perkembangan mandibular (Rakosi et.
al., 1993).
16) Garis Wajah Garis yang ditarik dari titik N ke titik Pog (Krull et.
(Fasial) al., 2016)

Gambar 2: Garis Referensi Sefalometri Gambar 3: Sudut Referensi Sefalometri


Sumber: Rakosi et. al., 1993 Sumber: Rakosi et. al.,

3. Cara Pengukuran
a. Sudut SNA
Pengukuran dimulai dari menarik garis SN terlenih dahulu,
kemudian dari titik N, ditarik garis ke titik A. Sudut SNA terletak pada titik
pertemuan garis SN dan NA. Nilai sudut SNA idealnya adalah 82º dengan
deviasi 2º. Sudut SNA menunjukkan lokasi horizontal skeletal maksila
7

terhadap basis kranium. Interpretasi SNA apabila lebih besar dari nilai
normal menunjukkan bahwa maksila mengalami protrusi (pertumbuhan ke
anterior berlebihan), sedangkan apabila lebih kecil menujukkan bahwa
maksila mengalami retrusi (pertumbuhan ke anterior kurang) (Krull et. al.,
2016). Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan titik S, maka dapat
mempengaruhi titik N dan titik A, sehingga akan terjadi kesalahan
perhitungan sudut yang dapat mengakibatkan kesalahan diagnosis.
Penelitian oleh Durao et. Al., (2016) menunjukkan bahwa kesalahan
perhitungan SNA hingga 0,50º dapat mempengaruhi diagnosis pasien.

Gambar 4: Sudut SNA


Sumber: Krull et. Al., 2016
b. Sudut SNB
Pengukuran dimulai dari menarik garis SN terlenih dahulu,
kemudian dari titik N, ditarik garis ke titik B. Sudut SNB terletak pada titik
pertemuan garis SN dan NB. Nilai sudut SNB idealnya adalah 80º dengan
deviasi 2º. Sudut SNB menunjukkan lokasi skeletal horizontal mandibula
terhadap basis kranium. Interpretasi SNB apabila lebih besar dari nilai
normal menunjukkan bahwa mandibula mengalami protrusi (pertumbuhan
ke anterior berlebihan), sedangkan apabila lebih kecil menujukkan bahwa
mandibula mengalami retrusi (pertumbuhan ke anterior kurang). Jika ada
abnormalitas pada basis cranium, maka sudut ini akan mengalami
peningkatan atau pengurangan secara drastic, sehingga tidak dapat
dijadikan acuan (Krull et. al., 2016). Kesalahan pengukuran sudut SNB
sebesar 0,31º dapat mempengaruhi diagnosis pasien atas relasi
mandibulanya dengan basis cranium (Durao et. al., 2016)..
8

Gambar 4: Sudut SNB


Sumber: Krull et. Al., 2016

c. Sudut ANB
Sudut ANB didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk antara titik
A, N, dan B yang menunjukkan hubungan antara maksila dan mandibula.
Perhitungan sudut ANB yaitu selisih antara sudut SNA dan SNB. Nilai
normalnya adalah 2º dengan deviasi 2º. Jika sudut ANB bernilai positif,
menunjukkan bahwa maksila terletak lebih anterior dibandingkan
mandibular, jika bernilai negatif, maka maksila terletak lebih posterior
dibandingkan mandibular sehingga menampakkan tampilan maloklusi
kelas III (Krull et. Al., 2016).

Gambar 4: Sudut ANB


Sumber: Krull et. Al., 2016

4. Sudut FHP-Man
Sudut FHP-Man sering disingkat sebagai FMPA (FHP-Mandibular
Plane Angle), merupakan sudut yang menunjukkan pola pertumbuhan
mandibula. Sudut ini dianalisis oleh Tweed dengan cara menghitung besarnya
sudut yang terbentuk melalui pertemuan FHP dengan bidang mandibula atau
9

garis Me-Go. Menurut Krull et. al. (2016), nilai normal FMPA adalah 26º
dengan deviasi sebesar 4º. Pada pertumbuhan yang normal, terjadi
pengurangan 1º tiap empat tahun. Di sisi lain, Qadir dan Mushtaq (2017)
menyatakan bahwa nilai normal FMPA adalah 25,96º dengan deviasi sebesar
5,99º. Interpretasi FMPA jika menunjukkan hasil lebih dari 31º, menunjukkan
adanya pertumbuhan mandibular searah jarum jam dengan pola wajah adalah
dolikofasial. Jika hasil kurang dari 21º menunjukkan bahwa adanya
pertumbuhan vertikal wajah yang terhambat, seperti yang tampak pada pola
waja brakifasial (Krull et. al., 2016).

Gambar 5: Sudut FHP-Man


Sumber: Krull et. Al., 2016

5. Sudut Kecembungan Muka (Angle of Convexity)


Sudut kecembungan muka menentukan profil lateral muka. Sudut ini
terbentuk akibat pertumbuhan sagital jaringan keras dan lunak pada struktur
kraniofasial, sehingga didapatkan profil muka cembung atau cekung. Profil
muka cembung dapat disebabkan oleh pertumbuhan maksila yang berlebihan
atau defisiensi pertubuhan mandibular, sehingga mengakibatkan terjadinya
overjet yang besar dan bibir yang inkompeten. Sebaliknya, profil muka cekung
terjadi jika pertumbuhan maksila mengalami defisiensi atau pertumbuhan
mandibula yang berlebihan, sehingga terjadi anterior crossbite. Sudut
kecembungan muka diperkenalkan oleh Down, yang dihitung dari pertemuan
garis N-A dan garis A-Pog. Nilai normal berkisar antara -8,5º sampai 10º. Jika
sudut kecembungan muka besar, maka terjadi profil muka cembung, jika
kurang maka profil muka cekung (Ahmed, Shaikh, dan Fida, 2017).
10

Gambar 6: Sudut Kecembungan Muka ditunjukkan pada No. 3


Sumber: Ahmed, Shaikh, dan Fida, 2017

6. Sudut Fasial (Facial Angle)


Sudut fasial merupakan sudut yang didapatkan dari pertemuan garis
fasial (N-Pog) dengan FHP. Nilai normalnya adalah 87º pada usia 9 tahun dan
akan mengalami peningkatan sebesar 0,33º tiap tahun degan deviasi 3º. Sudut
fasial menunjukkan lokasi horizontal dagu. Apabila nilai lebih besar daripada
nilai normal, maka menunjukkan relasi skeletal kelas III yang ditandai dengan
protrusi mandibula. Apabila nilainya lebih kecil daripada nilai normal maka
menunjukkan relasi skeletal kelas II yang ditandai dengan protrusi maksila
(Krull et. al., 2016).

Gambar 7: Sudut Fasial


Sumber: Krull et. Al., 2016

7. Sumbu Pertumbuhan (Growth Axis = Y Axis)


Sumbu pertumbuhan diukur dari pertemuan garis Y (S-Gn) dengan
FHP. Sumbu pertumbuhan ini menunjukkan posisi dagu dengan muka bagian
11

atas. Pertambahan nilai sumbu pertumbuhan mengindikasikan adanya


pertumbuhan dagu ke arah inferior dan anterior. Nilai normal sumbu
pertumbuhan adalah 53º hingga 66º dengan rata-rata 59,4º. Pada maloklusi
kelas II, nilai sumbu pertumbuhan lebih besar daripada maloklusi kelas III. Jika
nilai sumbu pertumbuhan kurang dari normal, maka terdapat pertumbuhan
muka ke horizontal yang lebih besar daripada kea rah vertical, sehingga dapat
berpotensi mengakibatkan adanya deep bite. Sebaliknya, jika nilai sumbu
pertumbuhan lebih besar daripada nilai normal, maka menunjukkan adanya
pertumbuhan vertical yang lebih besar daripada pertumbuhan horizontal,
sehingga berpotensi mengakibatkan open bite (Singh, 2007).

Gambar 8: Sumbu Pertumbuhan


Sumber: Singh, 2007
8. Analisis Tracing Jurnal Studi Kasus
Studi kasus oleh Souza (2016). Seorang anak perempuan 8 tahun 9
bulan didampingi dengan orang tuanya mengeluhkan estetika pada wajahnya
yang menunjukkan adanya overjet yang bernilai negatif. Tidak ada keluhan
fungsional dan OH baik. Sang ibu dan kakak perempuan pasien menunjukkan
maloklusi kelas III. Pada pasien foto sefalometri dan pengukurannya
didapatkan hasil sebagai berikut:
12

Gambar 9: Sefalogram sebelum Perawatan

Gambar 9: Sefalogram saat Perawatan

Gambar 10: Sefalogram setelah Perawatan


13

Gambar 11: Superimposisi Sefalogram sebelum dan setelah Perawatan

Gambar 12: Perhitungan Sefalometri sebelum dan setelah Perawatan

Berdasarkan hasil tracing sefalogram dan perhitungan sefalometri,


pasien menunjukkan relasi molar neutroklusi dengan anterior cross bite,
sehingga diklasifikasikan sebagai Malokluksi Kelas I tipe 3. Sudut SNA dan
SNB jauh lebih besar daripada nilai normal pada sebelum dan sesudah
perawatan, yakni SNA semula 93º menjadi 92º serta SNB semula 92º menjadi
90º. Walaupun nilainya jauh lebih besar dibandingkan nilai normal, namun
kedua sudut menunjukan pertambahan yang seimbang sehingga profil muka
tidak terlihat cembung atau cekung, hal ini dapat erbukti pada nilai sudut ANB
yang normal pada setelah perawatan, yakni sebesar 2º. Besarnya nilai SNA dan
14

SNB ini kemungkinan dapat terjadi akibat adanya kesalahan dalam penentuan
ttitik S, N, A, dan B sehingga nilainya dapat menunjukkan variasi yang besar.
Pada perhitungan sudut kecembungan muka, setelah mendapat
perawatan pasien menunjukkan hasil sebesar 2,5º hal ini menunjukkan bahwa
kecembungan muka pasien tergolong normal. Kemudian pada perhitungan
sumbu pertumbuhan (Y-axis) sebelum dan setelah perawatan adalah 55º dan
61,5º. Hal ini menunjukkan bahwa dagu pasien mengalami pertumbuhan
searah jarum jam ke arah inferior dan anterior sehingga tinggi vertikal muka
pasien mengalami pertumbuhan yang mendekati ideal. Tinggi muka bagian
bawah juga mengalami peningkatan, hal ini ditunjukkan peningkatan sudut S-
N Go-Gn, yang semula 20º menjadi 22º. Selain itu, FMPA menunjukkan
peningkatan dari 14º menjadi 17º. Nilai ini masih kurang dari normal, namun
dapat memberikan tampilan yang lebih estetik pada mandibula. Perawatan
kompromi dilakukan juga pada kasus ini sebab kasusnya mirip dengan
maloklusi kelas III.
Pola dental pasien juga mengalami perbaikan setelah mendapat
perawatan. Hal ini tampak pada sudut IMPA yang mengalami pengurangan
sebanyak 1º, menunjukkan bahwa inklinasi insisivus bawah terhadap
mandibula yang semakin tegak. Sudut antara N-A dan insisivus atas mengalami
pertambahan nilai yang cukup pesat, yakni sebesar 5º, hal ini merupakan
koreksi cross bite, yang ditandai dengan nilai overjet yang positif. Jarak N-A
dan insisivus atas juga menunjukkan perbaikan setelah perawatan dengan
selisih 1mm dengan nilai normal. Sudut antara insisivus bawah dengan garis
NB yang semula sebesar 28º diretroklinasi sehingga didapatkan sudut sebesar
26º. Sudut antar insisivus yang semula 136º dan mengakibatkan tampilan
cembung pada muka bagian bawah diperbaiki sehingga mendapatkan hasil
132º yang mendekati nilai normalnya, yaitu 131º.
15

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed M., Shaikh A., dan Fida M., 2017, Assessment of the Facial Profile: The
Correlation between Various Cephalometric Analyses and the Soft Tissue
Angle of Convexity. Journal of Pakistan Dental Association, Vol. 26(2):
59-66.
Cho, H. J., 2009, A Three-Dimensional Cephalometric Analysis, The Cutting Edge,
Vol. 43(4): 235-252.
Durao, A.R., Moroselli, A. R. C., Dias, C. C., Ferreira, A., dan Jacobs, R., 2016,
Sella landmark variability and its effect on the Angles SNA and SNB: a
comparative study, Rev Gaúch Odontologia, Vol. 64(3): 263-70.
Krull, J. T., Krull, J. E., dan Dean, J. A., 2016, McDonald and Avery’s Dentistry
for the Child and Adolescent, 10th Ed., Ch. 21 Cephalometrics and Facial
Aesthetics: The Key to Complete Treatment Planning, Elsevier: Mosby.
Olayemi, A. B., 2011, Assessment and determination of human mandibular and
dental arch profiles in subjects with lower third molar impaction in Port
Harcourt, Nigeria, Annals of Maxillofacial Surgery, Vol. 1(2): 126-30.
Qadir, M., dan Mushtaq, M., 2017, Assessment of Reliability and Accuracy of
Various Cephalometric Reference Planes Using Comparative
Cephalometric Analysis, IOSR Journal of Dental and Medical Sciences,
Vol. 16(11): 69-74.
Rakosi, T., Jonas, I. dan Graber T. M., 1993, Orthodontic Diagnosis, Thieme
Verlag: New York.
Singh, G., 2007, Textbook of Orthodontics, 2nd Ed., Jaypee Brothers: New Delhi.
Suzao, P. A., 2016, Angle Class I malocclusion with anterior negative overjet,
Dental Press Journal of Orthodontics, Vol. 21(2): 102-14.

Anda mungkin juga menyukai