a. Orbital (Or) : titik paling inferior pada tepi orbit atau tepi bawah rongga mata.
b. Porion (Po) : titik paling superior dari external auditory meatus.
c. Artikulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranial dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
d. Gonion (Go) : titik tengah kontur yang menghubungkan ramus dan korpus
mandibula.
e. Pterygomaxiliary fissure (PTM) : permukaan posterior dari tuber maksila
yang bentuknya menyerupai tetes air mata.
51
Garis atau Bidang pada Sefalometri
Garis referensi yang menghubungkan dua titik dibuat sebelum dilakukan
pengukuran angular dan linear. Ada sejumlah besar garis pedoman pada tengkorak
yang dibicarakan pada literatur antropologi, tetapi hanya beberapa garis yang
berhubungan langsung dengan ortodonti yang akan dibicarakan. Garis atau bidang
yang digunakan dalam sefalometri adalah sebagai berikut :
a. Sella-Nasion (SN) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik Sella tursika ke
titik Nasion. Bidang ini menggambarkan struktur anatomi yang dikenal
sebagai basis kranial anterior.
b. Frankfort Horizontal (FH) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik Porion
ke titik Orbital. Penentuan lokasi ear rods yang salah akan mengakibatkan
kesalahan juga dalam penentuan letak porion. Oleh karena itu, penentuan
letak ear rods dengan teliti akan menghasilkan posisi bidang Frankfort yang
tepat.
c. Bidang Palatal : bidang yang dihubungkan oleh titik spina nasalis anterior dan
posterior. Bidang ini disebut juga bidang maksila.
d. Bidang Fasial (N-Pog) : bidang yang dihubungkan oleh titik Nasion dan
Pogonion.
e. Bidang Mandibula : bidang yang dihubungkan oleh titik Menton dan Gonion.
Cara termudah adalah membuat garis dari Menton membentuk tangen
terhadap tepi bawah mandibula pada sudut mandibula. Posisi bidang
mandibula akan tidak tepat bila saat pengambilan foto sefalometri pasien
tidak dalam keadaan oklusi sentrik.
f. Bidang Ramus : bidang yang menyinggung tepi posterior dari ramus
ascenden mandibula dan melalui titik artikular.
g. Bidang Oklusi : bidang yang dibentuk dari garis yang melewati oklusal cusp
mesial dari gigi molar dan pertengahan antara ujung gigi insisivus atas dan
bawah. Bidang ini dikenal sebagai bidang oklusal fungsional (FOP).
h. Y-axis (S-Gn) : garis yang dihubungkan oleh titik Sella tursika dengan
Gnation. Garis ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan fasial dengan
mengukur sudut antara S-Gn dan bidang Frankfort Horizontal (FH) menurut
52
analisis Downs. Sedangkan menurut analisis Steiner yaitu sudut antara S-Gn
dengan titik N.
E. Analisis Sefalometri
Analisis sefalometri meliputi analisis dental, skeletal dan jaringan lunak.
Terdapat lima komponen yang biasanya dipelajari dalam analisis sefalometri
pada arah horizontal dan vertikal yaitu basis kranial, rahang atas, rahang
bawah, gigi atas dan gigi bawah. Pengukuran skeletal berguna untuk
mengevaluasi hubungan rahang terhadap basis kranial. Pengukuran dental
berguna untuk menghubungkan gigi terhadap gigi lain, rahang, dan struktur
kranial. Pengukuran jaringan lunak telah berkembang untuk tujuan penegakan
diagnosis dan cenderung menggambarkan hubungan bibir ke hidung dan
dagu. Terdapat banyak analisis yang digunakan dalam sefalometri, antara lain
analisis Downs, Steiner, Ricketss, Tweed, McNamara, Sassouni, Harvold,
Wits, dan Moorrees.
Analisis Skeletal
Analisis skeletal dibagi menjadi dua yaitu pengukuran skeletal
anteroposterior dan vertikal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bishara
mengenai analisis sefalometri pada penduduk lowa ras Kaukasoid di Eropa
53
utara, pengukuran skeletal anteroposterior berupa pengukuran SNA, SNB,
ANB, Wits (mm), NAPog, SNPog, dan FH:NPog, dan pengukuran skeletal
vertikal berupa pengukuran N-Ans (mm), NMe (mm), N:Ans’ (%), Ar’-Go
(mm), S:Go (mm), MP:SN, MP:FH, NSGn. dan FH:SGn. Penelitian ini tidak
melakukan semua pengukuran di atas. Pengukuran yang dilakukan antara lain
sebagai berikut :
54
normal berarti posisi mandibula prognasi, sedangkan kurang dari normal
menunjukkan posisi mandibula retrognasi. Nilai SNB yang kurang dari 74⁰
atau lebih dari 84⁰ mengindikasikan perlunya pembedahan orthognatik.
55
Gambar 5. Sudut yang menghubungkan basis kranial dengan maksila dan
mandibula
56
sedangkan sudut yang positif menunjukkan titik A yang anterior atau titik Pog
yang posterior.
yang normal menurut Steiner adalah 32o 59o. Berdasarkan penelitian yang
57
Gambar 7. Sudut rotasi mandibula
pertumbuhan dagu ke bawah, depan atau belakang. Nilai normalnya 59o 3o atau
58
Gambar 8. Sudut pertubuhan wajah (Y axis / N-SGn)
F. Analisis Dental
Analisis dental dibagi menjadi dua yaitu pengukuran dental angular dan
pengukuran dental linear. Pengukuran dental angular berupa sudut interinsisal (U1
: l1), sudut insisivus sentralis atas terhadap basis cranial (U1 : SN), sudut
insisivus sentralis bawah terhadap bidang mandibula (L1 : MP) dan sudut insisvus
sentralis bawah terhadap Frankfort Horizantal (L1 : FH). Pengukuran dental linear
berupa jarak insisvus sentralis atas terhadap bidang A-Pog (U1 : APog), jarak
insisivus sentralis atas terhadap garis N-A (U1 : NA) dan jarak insisivus sentralis
bawah terhadap garis N-B (L1 : NB).
59
maka gigi maksila dn mandibula harus ditegakkan. JIka besar sudut
interinsisal lebih dari 130o, maka gigi maksila dan mandibula membutuhkan
koreksi kedepan dari inklinasi aksial.
retroklinasi. Nilai normal sudut ini adalah 103o 5o. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Bishara pada penduduk lowa, nilai rata-rata normal sudut ini
untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 102o pada laki-laki dan
perempuan.
60
Gambar 9. Sudut intersisal dan sudut insisivus atas terhadap basis kranial
anterior
61
Gambar 10. Sudut insisivus sentralis bawah terhadap bidang mandibula
Jika jaraknya bernilai positif, berarti posisi incisal edge berada di depan
garis A-Pog dan hal ini mengindikasikan insisivus maksila yang protrusif. Jika
62
jaraknya bernilai negative, berarti posisi incisal edge berada di belakang garis A-
Pog dan hal ini mengindikasikan insisivus maksila yang retrusif. Semakin dekat
ujung insisisal insisivus sentralis atas terhadap garis A-Pog semakin baik juga
hubungan gigi insisivus dan bentuk wajah.
63
Gambar 12. Hubungan insisivus maksila terhadap bidang N-A
64
Ada beberapa analisis jaringan lunak yaitu analisis profil, analisis bibir,
analisisi posisi lidah dan analisis fungsional, dimana penelitian ini lebih lanjut
membahas tentang evaluasi posisi bibir. Evaluasi posisi bibir terdiri dari analisis
Ricketts, analisis Steiner dan analisis Holdaway. Analisis menurut Ricketts yaitu
evaluasi posisi bibir atas dan bawah terhadap garis estetis (E line). Pertama ditarik
garis dari jaringan lunak dagu ke ujung hidung yang disebut garis estetis. Bila
bibir terletak di posterior garis E berarti bernilai negatif. Nilai positif
menggambarkan posisi bibir di anterior garis E. Nilai normal posisi bibir atas
terhadap garis estetis adalah 2-3 mm dan untuk bibir bawah terhadap garis estetis
adalah 1-2 mm.
Analisis Holdaway menggambarkan secara kuantitatif hubungan jaringan
lunak wajah dengan gambaran wajah, baik yang menyenangkan dan harmonis
maupun yang tidak yaitu berupa tangen dari bibir atas terhadap garis N-B. Sudut
inii disebut dengan H Angle. Nilai normal H Angle adalah 7-80. Menurut
Holdaway pengukuran terhadap posisi jaringan lunak dagu lebih baik daripada
pengukuran sudut fasial jaringan keras karena adanya variasi ketebalan jaringan
lunak dagu. Analisis menurut Steiner yaitu evaluasi posisi bibir atas dan bawah
terhadap S line. Pertama ditarik garis dari jaringan lunak dagu ke ujung ke
pertengahan batas
65
Gambar 14. Hubungan bibir atas dan bawah terhadap garis E
H. Radiografi Panoramik
Definisi
Gambaran panoramic adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah
gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang
maksila dan mandibular beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan
overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramic
adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam
satu film.
Indikasi
Adapun seleksi kasus yang memerlukan gambaran panoramik dalam
penegakan diagnosa, diantaranya seperti :
1. Adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi terpendam yang menghalangi
gambaran pada intra-oral.
2. Melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih dari 6 mm.
3. Untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan rencana pembedahan. Foto
rutin untuk melihat perkembangan erupsi gigi molar tiga tidak disarankan.
66
4. Rencana perawatan orthodonti yang diperlukan untuk mengetahui keadaan
gigi atau benih gigi.
5. Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada seluruh bagian mandibula.
6. Rencana perawatan implan gigi untuk mencari vertical-height.
1. Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital yang telah dimasukkan
kedalam tempatnya.
2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan.
3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.
4. Hidupkan alat untuk melihat bahwa alat dapat bekerja, naik atau turunkan
tempat kepala dan sesuaikan posisi kepala sehingga pasien dapat diposisikan.
5. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.
Persiapan pasien :
Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting,
aksesoris rambut, gigi palsu dan alat orthodonti yang dipakainya.
Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien
dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat
bergerak.
Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak
ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.
Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan
untuk memegang handel agar tetap seimbang.
Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka
bersentuhan pada tempat dagu.
Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala
67
Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke
palatum dengan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.
Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu
dalam saat penyinaran.
6. Persiapan operator:
Operator memakai pakaian pelindung.
Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari
sumber x-ray ketika waktu penyinaran.
Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan
tidak ada pergerakan.
Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi
kepala pada tempatnya.
Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk di proses.
7. Persiapan lingkungan terhadap proteksi radiasi :
Pastikan perangkat sinar X digunakan dengan teknik yang baik dan
parameter secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar.
Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung
harus radiopaque.
68
Gambar 1.14 Foto Panoramik
17 27
13 23
15 25
14 24
45 44 33
43
47 37
Kesimpulan :
Urutan erupsi
RA : 14, 24, 15, 25, 13, 23, 17, 27.
RB : 44, 45, 33, 43, 37, 47.
69
pada analisis sefalometri saja. Kombinasi semua analisis akan memberikan
gambaran menyeluruh tentang keadaan pasien.
Analisa sefalometri terbagi dalam pemeriksaan sefalometri lateral dan
frontal. Adapun kegunaan pemeriksaan sefalometri adalah untuk :
- Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial
- Mendiagnosa kelainan kraniofasial;
- Mempelajari profil wajah;
- Merencanakan perawatan ortodonti;
- Evaluasi hasil perawatan ortodonti;
- Merencanakan dan mengevaluasi hasil perawatan bedah ortognati;
- Analisa fungsi sendi rahang;
- Untuk tujuan penelitian.
70
- B (Supramentale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang
bawah, secara teoritis merupakan batas tulang basal mandibular dan tulang
alveolaris.
- Go (Gonion) : titik tengah pada lekungan sudut mandibular diantara ramus
dan korpus.
- Me (Menton) : titik terendah pada dagu.
71
< SNB 800 2 830 1,5 Protrusi sedang
72
1.4. Rencana Perawatan Umum
Rencana perawatan pada kasus ini:
1) Dental Health Education (DHE)
2) Ekstraksi gigi 54, 63, 64, 75, 74, 73, 83 (Pro Pedo)
3) Scaling and Root Planinng RA dan RB (Pro Perio)
4) Perawatan ortodonsia:
a. Koreksi berdesakan lebih lama dari RA dan RB (Pro Orto)
Koreksi garis lintang median RB 1,5 mm (Pro Orto)
b. Koreksi gigitan silang pada gigi 21/31 (Pro Orto)
c. Fase evaluasi (Pro Orto)
d. Fase retensi (Pro Orto)
73
BAB 2. Laporan Kasus
2.1. Analisis Fungsional
a. Free Way Space
Cara Pengukuran:
1. Penderita didudukkan dalam posisi istirahat (rest position), kemudian
ditarik garis yang terhubung antara titik di ujung hidung dan ujung dagu
(paling anterior) dan dihitung berapa jaraknya.
2. Penderita dalam keadaan oklusi sentris, kemudian ditarik garis yang
menghubungkan antara titik di ujung hidung dan ujung dagu (paling
anterior) dan dihitung berapa jaraknya.
3. Nilai FWS = jarak pada saat posisi istirahat dikurangi jarak pada saat
oklusi sentris.
Nilai normal menurut Houston (1989) = 2 -3 mm.
Nilai FWS perlu diketahui dan dapat digunakan sebagai panduan untuk
melakukan atau pemberian peninggian gigit di-posterior sehubungan dengan
adanya gigitan terbalik anterior. Apabila FWS > tumpang gigit maka tidak perlu
diberi peninggian gigit posterior. Apabila FWS < tumpang gigit maka perlu diberi
peninggian gigit posterior.
74
Gambar 2.1 Pengukuran Free Way Space
Nilai free way space merupakan jarak pada posisi istirahat
dikurangi jarak pada saat oklusi sentris. Pengukuran pada pasien
didapatkan hasil free way spacenya yaitu sebesar 1 mm yang termasuk
dalam kategori kurang. Nilai kurang ini karena adanya gigi posterior yang
berlubang dan belum erupsi sempurna.
b. Path of Closure
Path of Closure merupakan gerakan mandibula dari posisi istirahat
menuju oklusi sentris, Path Of Closure dikatakan normal apabila gerakan
mandibula ke atas, ke muka dan belakang. Bagian otot yang bekerja pada
mandibula dalam keadaan relaksasi dan kondilimandibula pada posisi
retrusi pada fosa glenoidalis. Sedangkan yang tidak normal apabila
terdapat deviasi mandibula dan displacement mandibula. Idealnya path of
closure dari posisi istirahat ke posisi oklusal maksimum berupa gerakan
engsel sederhana melewati free way space sebesar 2-3 mm. Ada 2 macam
75
perkecualian path of closure yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan
displacement mandibula. Perlu dibedakan antara deviasi mandibula dan
displacement mandibula karena perawatannya berbeda. Deviasi biasanya
tidak menyebabkan rasa sakit, keausan pada gigi atau rusaknya jaringan
periodontal. Displacement mandibula
Pada jangka panjang dapat menyebabkan kejadian hal di atas.
Normal apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan belakang.
Tidak normal apabila terdapat:
deviasi mandibula
displacement mandibula
Cara Pemeriksaan :
1. Penderita didudukkan pada posisi istirahat (rest position), dilihat
posisi garis mediannya.
2. Penderita diinstruksikan untuk oklusi sentris dari posisi istirahat
dan lihat kembali posisi garis mediannya.
Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju
oklusi sentris tidak ada pergeseran (sliding) BERARTI tidak ada
gangguan path of closure. Apabila posisi garis median pada saat
berada pada posisi istirahat menuju oklusi sentris terdapat pergeseran
(sliding) BERARTI terdapat gangguan path of closure.
Pada hasil pemeriksaan pasien tidak memiliki gangguan path of
closure.
76
3. Penderita di instruksikan untuk membuka dan menutup mulutnya.
Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi di bagian luar
meatus acusticus externa atau bunyi clikcing pada saat membuka dan
menutup mulut BERARTI pola pergerakan TMJ normal.
Pada hasil pemeriksaan pasien pola pergerakan TMJ normal.
77
kemudian pasien diminta untuk menutup mulut
Setelah itu, pasien diminta mendeviasikan mandibula ke kanan dan kiri
serta melakukan gerakan protrusi
Perhatikan apakah ada gangguan pergerakan
78
Clicking (kliking) sebagai salah satu bunyi pada sendi
temporomandibular. Secara umum terdapat dua macam bunyi sendi
yaitu: kliking dan krepitus. Kliking merupakan keluhan pada sendi
temporomandibular yang paling sering. Klik dapat terjadi pada setiap
waktu selama gerakan membuka dan menutup dari mandibular. Bunyi
kliking adalah bunyi tunggal dalam waktu yang singkat. Bunyi tersebut
dapat berupa bunyi bedebuk perlahan, samar sampai bunyi retak yang
tajam dan keras. Kliking adalah satu suara dengan waktu yang
pendek. Suara ini relatif kuat terdengar dan kadang-kadang terdengar
seperti satu tepukan. Klik tunggal (single clicking) adalah bunyi yang
terdengar pada saat membuka mulut, saat kondilus bergerak melewati
posterior border masuk ke zona intermediet diskus. Kliking ini merupakan
salah satu gejala paling awal terjadinya kelainan sendi
temporomandibula. Sedangkan kliking ganda (double clicking) adalah
bunyi kliking kedua saat menutup mulut setelah kliking tunggal terdengar
pada waktu membuka mulut. Bunyi ini terdengar saat kondilus bergerak
dari zona intermediet diskus ke posterior border.
Bunyi kliking ada kaitannya dengan perubahan posisi kondil dalam
fosa mandibular. Beberapa penelitian tomografi menunjukkan bahwa
pasien yang mengalami kliking mempunyai letak kondil yang retroposisi.
Seiring dengan meningkatnya usia, kliking akan lebih sering di termukan.
Disamping itu, bertambahnya usia juga mempunyai hubungan dengan
bertambahnya pencabutan gigi. Kliking bertambah insidennya seiirng
dengan berkurangnya jumlah gigi. TMJ “kliking” sulit di dengan karena
bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop.
79
dengan bertambahnya usia dan jarang ditemukan pada populasi usia muda.
Seringkali pasien merasakan adanya keterbatasan gerakan rahang atau
gerak rahang yang asimetris, dan bunyi sendi yang biasanya digambarjan
sebagai bunyi keletuk (kliking), letupan (popping), bunyi mencitu (grating)
atau krepitasi. Apabila dilihat secara superfisial, ini terlihat seperti
mekanisme refleks melindungi untuk tujuan peringatan terhadap
kerusakan.
f. Pola Atrisi
Pola atrisi adalah permukaan oklusal gigi yang datar atau rata karena
faktor pemakaian atau oleh karena kebiasaan jelek seperti bruxism sehingga
menyebabkan bentuk wajah yang lebih pendek dan fungsi kunyah akan
menjadi terganggu. Bila hal tersebut tidak dirawat, maka akan dapat
menimbulkan ngilu pada gigi serta rasa sakit pada sendi rahang. Pola atrisi
dikatakan normal apabila terjadinya atrisi gigi yang disebabkan oleh karena
pemakaian gigi yang telah lama, misalnya gigi atrisi pada orang yang telah
lanjut dan atrisi gigi susu pada anak-anak yang telah memasuki fase gigi
permanen, Sedangkan bila dikatakan pola atrisi tidak normal apabila terjadinya
atrisi gigi oleh karena adanyakebiasaan jelek, misalnya bruxism, Contohnya
atrisi gigi permanen pada penderita usia muda atau pada anak-anak pada fase
gigi pergantian.
Pada hasil pemeriksaan pada pasien tidak ditemukan adanya atrisi.
80
Keadaan yang dapat dilihat pada model adalah bentuk lengkung geligi,
diskrepansi pada model, analisa ukuran gigi, kurva spee, diastema, simetri gigi-
gigi, gigi yang terletak salah, pergeseran garis median, relasi gigi posterior, relasi
gigi anterior.
81
Ada berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Salah
satu cara untuk mengukur tempat yang tersedia di rahang atas adalah
dengan cara membuat lekungan dari kawat tembaga (brass wire) mulai
dari miesial molar pertama permanen kiri melewati fisura gigi-gigi di
depannya terus melewati insisal insisif yang letaknya benar terus
melewati fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar pertama
permanen sisi kanan. Kawat ini kemudian diluruskan dan diukur
panjangnya. Panjang kawat ini merupakan tempat yang tersedia. Untuk
rahang bawah lekung kawat tidak melewati fissure gigi posterior tetapi
lewat tonjol bukal gigi posterior rahang bawah. Metode ini merupakan
Analisis Nance.
Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan teknik yang
di perkenalkan oleh Lundstrom, yaitu dengan cara membagi lengkung gigi
menjadi enak segmen berupa garis lurus untuk setiap dua gigi termasuk gigi molar
pertama permanen.
82
Gambar 2.4 Metode Lundstrom
83
Gambar 2.6 Pengukuran Tempat yang dibutuhkan
84
Gambar 2.7 Tabel Sitepu
85
c. Analisa Ukuran Gigi
Tooth size analysis atau lebih sering disebut analisis Bolton dilakukan
dengan mengukur lebar mesiodistal setiap gigi permanen. Ukuran ini kemudian
dibandingkan dengan table standart jumlah lebar gigi anterior atas maupun bawah
(dari kaninus ke kaninus) dan juga jumlah lebar mesiodistal semua gigi atas dan
bawah (molar pertama ke molar pertama) tidak termasuk molar kedua dan ketiga.
Bila perbedaan ukuran gigi ini kurang dari 1,5 mm jarang berpengaruh
secara signifikan, tetapi kalau melebihi 1,5 mm akan menimbulkan masalah dalam
perawatan ortodonti dan sebaiknya hal ini dimasukkan dalam pertimbangan
perawatan ortodontik.
Pengukuran empat gigi insisivus rahang atas didapatkan hasil 33 mm. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui gigi normal, makrodonsia atau mikrodonsia. Hasil
33 mm mengindikasikan gigi tersebut berukuran normal.
d. Kurva Spee
Kurva spee merupakan garis imaginer yang ditarik dari incisal edge gigi
incisive pertama sampai molar kedua permanen rahang bawah, dilihat dari arah
sagittal berdasarkan model studi. Ada 3 macam yaitu datar, positif dan negative.
Cara pemeriksaannya adalah ditarik garis imaginer yang menghubungkan antara
incisal edge gigi insisif pertama sampai molar kedua permanen rahang bawah.
Kurve of spee datar apabila garis imaginer membentuk garis lurus. Positif apabila
garis imaginer membentuk garis cekung. Negatif apabila garis imaginer
membentuk garis cembung. Hasil analisis pada model kurva spee pasien tergolong
positif.
e. Diastema
86
lebih lanjut untuk mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak
normal. Hasil analisis pada model, tidak ditemukan adanya diastema.
f. Simetri gigi-gigi
a. Versi: mahkota gigi miring kearah tertentu tetapi akar gigi tidak
b. Infraoklusi: gigi yang tidak mencapai garis oklusi dibandingkan dengan
gigi lain dalam lengkung geligi
c. Supraoklusi: gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi
lain dalam lengkung geligi
d. Rotasi: gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris atau eksentris
e. Transposisi: dua gigi yang bertukar tempat
f. Ektostema: gigi yang terletak diluar lengkung geligi
Gigi yang terletak salah yaitu:
Gigi 12 distolabial rotasi eksentris
Gigi 11 distolabial rotasi eksentris dan labioversi
Gigi 21 mesiolabial rotasi eksentris dan labioversi
Gigi 22 labioversi
Gigi 31, 41 distolabial rotasi eksentris
87
h. Pergeseran Garis Median
Untuk menilai apakah ada pergeseran garis median lengkung geligi
terhadap median muka dilihat letak gigi insisif sentral kiri dan kanan. Bila titik
kontak insisif sentral terletak disebelah kiri garis median muka maka keadaan ini
disebut terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula sebaliknya. Penentuan garis
median muka sebaiknya dilakukan langsung pada pasien. Pada pemeriksaan garis
median yaitu ditemukan adanya pergeseran median 1,5 mm ke kanan pada rahang
bawah.
88
mm (kurang) dan gigi 22 terhadap gigi 32 sebesar 0 mm (edge to edge). Tumpang
gigit pada gigi 11 terhadap gigi 41 yaitu 1 mm (normal), gigi 12 terhadap gigi 42
sebesar 2 mm (normal), gigi 21 terhadap gigi 31 ialah 1 mm (normal) dan gigi 22
terhadap gigi 42 sebesar 1 mm (normal).
89
Tidak ada relasi: jika gigi dicabut atau caninus permanen belum erupsi.
Relasi gigi molar pertama permanen rahang kanan dan kiri ialah neutroklusi.
Tidak terdapat relasi caninus oleh karena gigi caninus permanen belum
erupsi.
l. Etiologi Maloklusi
Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan
disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi maloklusi dapat
digolongkan:
a. Faktor herediter
b. Faktor lokal:
Disharmoni dentomaksila (DDM)
Gigi sulung tanggal premature
Persistensi gigi
Trauma
Pengaruh jaringan lunak
Kebiasaan buruk
90
m. Indeks PAR
Indeks ini dibuat untuk mengukur hasil perawatan. Beberapa komponen
memiliki skor tertentu dan diberi bobot yang besarnya tergantung kesepakatan
ortodontis. Skoring ini dilakukan pada model sebelum dan sesudah perawatan.
Skor akhir merupakan akumulasi dari tiap komponen yang di skor. Komponen
yang diperiksa beserta besarnya bobot adalah:
Berdesakan yang ditunjukkan adanya pergeseran titik kontak (bobot 1)
Relasi gigi posterior dalam potongan sagital, transversal, dan vertikal
(bobot 1)
Jarak gigit (bobot 6)
Tumpang gigit (bobot 2)
Pergeseran garis median (bobot 4)
0 : oklusi ideal
1-16 : maloklusi ringan
17-32 : maloklusi sedang
33-48 : maloklusi parah
> 48 : maloklusi sangat parah
Dari hasil Analisa diperoleh skor total 18, maka tergolong maloklusi
sedang.
91
2.2. Diagnosa dan Ringkasan
2.2.1. Diagnosa
Diagnosa pada kasus ini yaitu maloklusi Klas I Angle tipe 1
(berdesakan anterior RA dan RB) dan tipe 6 (tumpang gigit dan jarak gigit
bertambah pada 12, 11, 21, 22 dan diastema sentral antara gigi 11 dan 21).
42 41 31 32
2.2.2. Ringkasan
a. Diskrepansi
Rahang Atas : 70-82,6= -12,6 mm (kekurangan
tempat)
Rahang Bawah : 62-71,74= -9,74 mm
(kekurangan tempat)
Diskrepansi merupakan selisih antara tempt yang tersedia da tempat
yang dibutuhkan. tempat tersedia dapat diukur berdasarkan sudut
inklinasi yang tepat, pengukurannya dengan menggunakan brasswire,
dengan menghitung panjang lengkung geligi dari mesial M1 permanen
kanan ke mesial M1 permanen kiri pada lengkung yng dianggap
benar. Sedangkan tempat yang dibutuhkan yaitu jumlah mesio distal
gigi permanen pengganti. Perhitungan diskrepansi bertujuan untuk:
1. Mengetahui ada tidaknya kekurangan tempat
92
2. Menentukan macam perawatan
3. Menentukan perlu tidaknya pencabutan
4. Mengetahui apakah gigi tetap yang tumbuh memiliki cukup
atau lebih atau kurang tempat
5. Meramalkan derajat kemungkinana yang besar jumlah ruang
dalam milimeter yang dibutuhkan untuk mencapai keteraturan
gigi yang tepat.
b. Tumpang Gigit
12 = 4 mm 11 = 3 mm 21 = 3,5 mm 22 = 3 mm
42 41 31 32
(bertambah) (bertambah) (bertambah) (bertambah)
Gigitan dalam (deepbite) merupakan sekelompok gigi yang tumpang
gigitnya bertambah lebih dari normal, normalnya 1-2 mm.
Sedangkantumpang gigit (overbite) merupakan jarak vertikal antara
insisal insisif RA terhadap insisal insisif RB.
c. Jarak Gigit
12 = 4 mm 11 = 4 mm 21 = 3,5 mm 22 = 3,5 mm
42 41 31 32
(bertambah) (bertambah) (bertambah) (bertambah)
Jarak gigit (overjet) adalah jarak horizontal antara insisal insisid RA
terhadap bidang labial insisif RB, normalnya berjarak 2-3mm.
d. Etiologi
Faktor umum: keturunan ayah dan ibu kandung pasien berdesakan
Faktor lokal :
a) DDM 32 dan 42 linguoversi
b) Letak salah benih 12, 11,21, 22, 31 labioversi
c) Persistensi gigi 82 dan 54
93
BAB 3. Rencana Perawatan dan Prognosa
3.1. Rencana Perawatan
Rencana perawatan pada kasus ini:
1) Dental Health Education (DHE)
2) Ekstraksi pada gigi 53, 54, 63, 73, 74, 82, 83, 84 (Pro Pedo)
3) Scalling and Root Planinng RA dan RB (Pro Perio)
4) Tumpatan pada gigi 16, 26, 36, 46 (Pro Konser)
5) Perawatan ortodonsia :
a. Koreksi berdesakan anaterior RA dan RB (Pro Orto)
b. Koreki protrusi anterior rahang atas (Pro Orto)
c. Koreksi gigitan dalam dan jarak gigit yang (Pro Orto)
bertambah
d. Koreksi pergeseran garis median 1mm kekiri (Pro Orto)
e. Fase evaluasi (Pro Orto)
f. Fase retensi (Pro Orto)
3.2. Prognosa
Prognosa pada kasus ini baik, oleh karena:
a. Faktor lokal (dental)
b. Pasien dalam masa pertumbuhan
c. Pasien kooperatif
d. Keluarga pasien kooperatif
BAB 4. Desain
94
DAFTAR PUSTAKA
95
Eka, E. 2012. Sekilas Ilmu Ortodonti (Keahlian merapikan gigi dan menserasikan
bentuk wajah ). Spesialis Ortodonti Bagian Ortodonti FKG Universitas
Hasanudin. http://www.orthodontic-eka.com/2012/02/sekilas-ilmu-ortodonti-
keahlian.html diakses pada 7 April 2018 pukul 07:11
Iman, Pinandi. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II. Yogyakarta: Bagian Ortodonsia
Fak. Kedokteran Gigi UGM.
Proffit, W.R., dkk. 2000. Contemporary Orthodontic, Edisi III. St. Louis: Mosby
Inc.
White, L.W. 1996. Modern Orthodontic Treatment Planning and Therapy, Edisi I.
California: Ormco Corporation.
96