Anda di halaman 1dari 72

SEFALOMETRI RADIOGRAFI

DAN ANALISIS

drg. Andriani Harsanti, MM


FOTO
SEFALOMETRI LATERAL

Untuk melihat kelainan arah:

• ANTERO POSTERIOR/
SAGITAL

• VERTIKAL
Kegunaan Sefalometri
• Mempelajari pola dan arah
pertumbuhan kraniofasial
Kegunaan Sefalometri
• Relasi aksial inklinasi insisif
• Morfologi jaringan lunak (profil wajah)
PROFIL WAJAH

Wajah Datar Cembung Cekung


Kegunaan Sefalometri
• Analisis fungsional
• Lokalisasi malrelasi rahang
Kegunaan Sefalometri
• Diagnosis kelainan kraniofasial
• Merencanakan perawatan ortodonti
• Kemampuan dan keterbatasan perawatan
• Evaluasi hasil perawatan
• Untuk penelitian
Titik Dalam
Analisis Sefalometri
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
N (Nasion) : Titik paling anterior dari sutura naso frontonasalis
S (Sella) : Terletak di tengah-tengah Sella Tursika
(hypophysial fossa)
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
A (Subspinal) : Titik terdalam pada kurvatura tulang alveolar antara
spina Nasalis Anterior dan Prostion
B (Supramental) : Titik terdalam pada kontur anterior dari symphysis
mandibula antara interdental dengan Pogonion
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
Pg (Pogonion) : Titik paling anterior dari symphysis mandibula
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
Gn (Gnation) : Titik terluar pada kurvatura symphisis antara Pogonion dan
Menton. Titik ini ditentukan dengan membuat perpotongan
antara garis singggung tepi bawah mandibula dengan
bidang fasial (N-Pg)
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
Go ( Gonion) : Titik pada angulus mandibula yang ditentukan
dengan membuat perpotongan antara garis
singgung tepi bawah mandibula dengan garis
singgung tepi belakang mandibula
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
Or (Orbital) : Titik paling bawah pada margin
infraorbital kiri
Titik Dalam Analisis
Sefalometri
P (Porion) : Titik paling tinggi pada permukaan
superior dari jaringan lunak dari meatus
akustikus eksternal
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang Sella Nation (S-N):
Garis yang menghubungkan titik S dan N
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang Frankfurt Horisontal (FHP):
Garis yang menghubungkan titik Orbita dan titik Porion
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang mandibula: Garis menghubungkan titik Go dan Gn
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang Oklusal:
Garis yang melalui titik pertemuan antara insisif atas dan
bawah dengan titik pertemuan antara bonjol mesiobukal dari
molar pertama atas dan bawah pada saat oklusi.
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang Palatal : Garis yang menghubungkan ANS dan PNS
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Bidang Fasial : Garis dari Nasion ke Pogonion
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Basis Apikal Gigi : Garis yang melewati titik A dan B
Bidang Dalam
Analisis Sefalometri
Sumbu Y : Garis dari Sela Tursika ke Gnation
CLASSIFICATION OF THE MOST IMPORTANT
SKELETAL MALOCCLUSION
Sudut SNA
• Menunjukkan posisi sagital
maksila terhadap basis kranii
anterior (SN)

• Interpretasinya: Normal : 82 + 2
– SNA < 80  retrognati
– SNA 80-84  ortognati
– SNA > 84  prognati
Sudut SNB
• Menunjukkan posisi sagital mandibula
terhadap basis kranii anterior

• Interpretasinya : Normal : 80 + 2
• Sudut SNB < 78  retrognati
• Susut SNB 78 - 82  ortognati
• Sudut SNB > 82  prognati
Sudut ANB
• Diperoleh dengan cara: sudut SNA –
sudut SNB
• Interpretasi:
– Sudut ANB menunjukkan hubungan
maksila dengan mandibula dalam arah
sagital
– Berdasarkan perbedaan sudut ANB
dapat diketahui:
• ANB > 4  distal jaw relationship
(skeletal kelas II)
• ANB 0 - 4  Neutral jaw
relationship(skeletal kelas I)
• ANB < 0  mesial jaw relationship
(skeletal kelas III)
I-NA (mm)
• Jarak ini diukur dari permukaan
• labial gigi insisif rahang atas
• ke garis N-A (dalam mm)
• Interpretasi :
– Jarak I-NA < 2 mm  retroposisi
– Jarak I-NA 4 mm  normal
– Jarak I-NA > 6 mm  proposisi
Sudut I-NA
• Sudut ini dibentuk dari perpotongan
garis N-A dengan garis sumbu gigi
insisif rahang atas
• Interpretasi:
– I-NA < 15  retrusi
– I-NA 15-32 (rata2: 22)  normal
– I-NA > 32  protrusi
I-NB (mm)
• Jarak ini diukur dari titik terdepan
permukaan labial gigi insisif rahang
bawah ke garis NB (dalam mm)
• Interpretasi:
– Jarak I-NB < 2mm  retroposisi
– Jarak I-NB 4 mm  normal
– Jarak I-NB > 6 mm  proposisi
Sudut I-NB
• Sudut ini dibentuk dari perpotongan
garis N-B dengan sumbu gigi insisif
rahang bawah
• Interpretasi: pengukuran sudut ini
menunjukkan hubungan gigi insisif
rahang bawah dengan basis maksila
– Sudut I-NB < 15  retrusi
– Sudut I-NB 25  normal
– Sudut I-NB > 32  protrusi
Sudut interinsisal ( I – I )
• Sudut ini dibentuk dari garis sumbu
gigi insisif rahang atas dengan garis
sumbu gigi insisif rahang bawah
• Interpretasi:
– Sudut I - I < 120  Protrusi
– Sudut I - I 131  normal
– Sudut I - I > 150  Retrusi
Pg – NB (mm)
• Jarak Pg – NB digunakan untuk
mengetahui posisi antero-posterior
menton  dengan cara mengukur jarak Pg
ke garis NB
• Kedudukan menton dapat
mempengaruhi tipe profil muka bagian
bawah
• Interpretasi:
– Jarak 2 mm  menton normal
– Jarak < 2mm  menton retrusi
– Jarak > 2 mm  menton protrusi
Sudut Go Gn -SN
• Digunakan untuk mengetahui
arah pergerakan mandibula
• Interpretasi :
– Sudut < 20 derajat  rotasi
anticlockwise
– Sudut 32 derajat  normal
– Sudut > 35 derajat  rotasi
clockwise
Sudut Bidang oklusal - SN
• Penentuan bidang oklusal: garis yang
ditarik dari titik tengah overbite gigi
insisif pada saat oklusi dengan titik
kontak paling distal gigi2 molar
terakhir pada saat oklusi

• Interpretasi:
– Sudut < 5 derajat  bidang
oklusal landai
– Sudut 14 derajat  normal
– Sudut > 30 derajat  curam
Analisis skeletal Down’s
1. Sudut fasial ( Facial angle)
2. Sudut konveksitas( angle of covexity)
3. Bidang A-B
4. Sudut bidang FHP – bidang mandibula
5. Sumbu Y ( Y axis)
Sudut Fasial
• Dibentuk oleh bidang fasial (Nasion –
Pg) dengan bidang FHP
• Sudut ini menyatakan derajat retrusi
atau protrusi menton
• Interpretasi:
– sudut < 82 derajat  menton
retrusi
– Sudut 82 – 95  normal, rata2
 87,8
– Sudut < 95 derajat  menton
protrusi
Sudut konveksitas
• Sudut ini menunjukkan derajat protrusi
maksila dilihat dari keseluruhan profil.
• Sudut ini dibentuk dari garis Nasion – Pg
dengan nasion – titik A
• Interpretasi:
– Sudut (+) 10 – (- 8,5)  wajah normal
– Jika titik A terletak dibelakang bidang
fasial (N-Pg)  nilai sudut negatif (-)
– Jika titik A terletak didepan bidang fasial
(N-Pg)  nilai sudut positif (+)
– Jika sudut ini positif dan besar  maksila
protrusi
Bidang A - B
• Dibentuk dari perpotongan bidang fasial
(N-Pg) dengan garis yang
menghubungkan titik A dan titik B ( A-
B)
• Digunakan untuk menunjukkan relasi
tulang basal satu dengan yang lainnya
dan terhadap profil keseluruhan
• Garis A-B bila diperpanjang ke atas akan
membentuk sudut dengan bidang fasial
(N-Pg)  bila perpanjangan garis A-B
terletak didepan bidang fasial (N-Pg) 
nilainya negatif (N-Pg disebelah kiri A-
B), jika sebaliknya positif (N-Pg di
sebelah kanan A-B)

• Interpretasi:
– Besar sudut dianggap normal 
0 – (-9) derajat
Sudut FHP – Bidang mandibula
• Sudut ini dibentuk dari bidang
mandibula (bidang yang melalui
tepi inferior mandibula
menyinggung sudut gonion dan
simfisis mandibula) dengan bidang
FHP
• Sudut ini digunakan untuk
mengetahui hubungan
pertumbuhan mandibula dalam
arah vertikal dan dalam arah
anteroposterior
• Interpretasi :
– Sudut 17 – 28  normal
– Sudut < 17  low angle
– Sudut > 28  high angle
Sumbu Y (Y axis)
• Dibentuk dari perpotongan garis S-Gn
dengan bidang FHP
• Digunakan untuk mengetahui posisi
mandibula relatif terhadap basis kranii
• Interpretasi:
– Sudut 53 – 66  normal
– Sudut > 66  posisi mandibula
terhadap basis kranii lebih ke
posterior dengan kecenderungan
pertumbuhan vertikal lebih banyak
– Sudut < 66  posisi mandibula
terhadap basis kranii relatif lebih ke
anterior dengan kecenderungan
pertumbuhan ke anterior lebih
banyak
Inklinasi bidang oklusal (occlusal plane)
• Bidang oklusal dibuat dengan menarik
garis lurus melalui bonjol gigi M1 rahang
atas dengan pertemuan gigi2 insisif
rahang atas dan rahang bawah
• Pada maloklusi yang berat dengan posisi
gigi insisif yang ektrem  bidang oklusal
ditentukan dari oklusal gigi premolar dan
molar.
• Interpretasi:
– Sudut 1,5 – 14,3 derajat  normal 
rata2  9,3 derajat
– Sudut < 1,5 derajat  bidang oklusal
mempunyai tendensi paralel dengan
FHP (landai)
– Sudut > 14,3 bidang oklusal menukik
ke bawah (curam)
Sudut I - I
• Sudut yang dibentuk dari perpotongan
sumbu gigi Insisif rahang atas dengan gigi
insisif rahang bawah
• Interpretasi:
– Sudut < 130 derajat  Protrusi
– Sudut 130–150,4 (rata2 135,4) 
normal
– Sudut > 150,5  Retrusi
Sudut insisif – bidang mandibula
• Sudut yang dibentuk antara
bidang mandibula dengan
sumbu gigi insisif rahang bawah
(IMPA)
• Interpretasi:
– Sudut + 7 s/d – 8,5 (rata2  91,4
=1,4)  normal
– Sudut > + 7 (97) derajat 
labioversi
– Sudut < -8,5 (81,5) derajat 
linguoversi
Sudut I RB–bidang oklusal
• Digunakan untuk mengetahui
posisi gigi insisif rahang bawah
terhadap bidang oklusal
• Interpretasi:
– Sudut + 3 (93) s/d + 20 ( 110) 
normal
I – bidang AP
( derajat protrusi gigi insisif rahang atas )
• Dilakukan dengan pengukuran
linier (dalam mm)
• Ukur jarak  tepi insisal gigi
insisif rahang ke garis AP (A-
Pog)
• Interpretasi:
– Jarak rata2nya 2,7 mm
(didepan garis
– AP)
– Jarak normalnya  + 5
mm(didepan garis AP) s/d –
1 mm (dibelakang garis AP)
Analisis Wit’s
• Analisis ini digunakan untuk menilai ketidak
harmonisan rahang atas dengan rahang
bawah dengan cara mengukur hubungan ke
dua rahang dalam arah antero-posterior
• Pengukuran dilakukan dengan cara menarik
garis dari titik A tegak lurus ke bidang oklusal
dan dari titik B tegak lurus ke bidang oklusal
• Bidang oklusal ditentukan dengan cara
menarik garis interdigitasi maksimum antar
bonjol2 gigi
Analisis Wit’s
• Titik kontak antara titik A dengan
bidang oklusal diberi nama AO dan titik
kontak antara titik B dengan bidang
oklusal di beri nama BO
• Interpretasi:
– Pada oklusi normal  titik BO  1mm
lebih ke posterior dari titik AO
– Displasia skeletal kelas II  titik BO
terletak dibelakang titik AO
– Displasia skeletal kelas III  titik BO
terletak lebih kedepan dari titik AO (lebih
dari 1mm)
Analisis Wendel Wylie
• Digunakan untuk mengukur displasia dalam arah
vertikal, dengan mengukur tinggi total wajah yaitu Na –
Me (Nasion - Menton).

• Interpretasi (tinggi total wajah dibagi atas):


– Wajah bagian atas (Nasion –ANS)  45%
– Wajah bagian bawah (ANS – Menton)  55%

Rumus untuk menentukan wajah anterior:


tinggi wajah bagian atas : tinggi wajah total x 100%
ANALISIS TWEED
• FMPA (Sudut bidang frankfurt mandibular)
• IMPA (Sudut bidang insisif mandibular)
• FMIA (Sudut frankfurt mandibular insisif)
» FMPA IMPA FMIA
» (derajat) (derajat) (derajat)

Normal :16 – 35 85-95 60-75


Rata2 :25 90 65
SUPER IMPOSISI
RADIOGRAFI SEFALOMETRI

Warna garis yang dipergunakan:


• Hitam - Sebelum perawatan.
• Biru - Dalam masa perawatan.
• Merah - Akhir perawatan
• Hijau - Masa retensi.
SUPER IMPOSISI
RADIOGRAFI SEFALOMETRI

Wajah:
• Dinding bagian depan
sellatursica.
• Bidang tulang
sphenoid.

Sebelum perawatan
Sesudah perawatan
SUPER IMPOSISI
RADIOGRAFI SEFALOMETRI

Maksila:
• Kontur dasar hidung.
• Sebagian kontur
palatum.

Sebelum perawatan
Sesudah perawatan
SUPER IMPOSISI
RADIOGRAFI SEFALOMETRI

Mandibula:
• Kontur anterior tulang
dagu.
• Kontur bagian dalam
tulang kortikal tepi
mandibula.
• Kontur kanalis
mandibularis. Sebelum perawatan
Sesudah perawatan
Cephalometric Analysis
 

SNA Sella-Nasion-A (dg) 91 98


SNB Sella-Nasion-B (dg) 86 86
ANB A-Nasion-B (dg) 5 12
Upper 1 to Nasion-A (mm) 8 6
Upper 1 to Nasion-A (dg) 23 2
Lower 1 to Nasion-B (mm) 15 14
Lower 1 to Nasion-B (dg) 44 30
Occlusal Plane to Sella-Nasion (dg) 17 16
Sella-Nasion to Gonion-Gnathion (dg) 47 42
Pogonion to Nasion-B (mm) 1 1
Articulare-Sella-Nasion (dg) 104 104
Gonion-Sella-Articulare (dg) 11 10
Convexity (mm) 10 15
CONTOH KASUS
KELAS II DENTOSKELETAL
DENGAN RETROGNATIK
MANDIBULA
KELAS III DENTOSKELETAl DENGAN RETROGNATI
RAHANG ATAS DAN PROGNATI RAHANG BAWAH

SEBELUM PERAWATAN SESUDAH PERAWATAN


BEFORE AFTER
Cephalometric Analysis
I II
SNA Sella-Nasion-A (dg) 82 83

SNB Sella-Nasion-B (dg) 91** 81

ANB A-Nasion-B (dg) -9 *** 2


Upper 1 to Nasion-A (mm) 14 10
Upper 1 to Nasion-A (dg) 31 24
Lower 1 to Nasion-B (mm) 7 8
Lower 1 to Nasion-B (dg) 19 23
Occlusal Plane to Sella-Nasion (dg) 16 13
Sella-Nasion to Go –Gn (dg) 37 38
Pogonion to Nasion-B (mm) 3 8
Articulare-Sella-Nasion (dg) 113 112
Gonion-Sella-Articulare (dg) 17 15

Anda mungkin juga menyukai