Survey dan
Informasi
Spasial
Pengantar Survey dan Perpetaan
01
Fakultas Teknik Sipil W111700001 Novika Candra Fertilia, S.T., M.T.
Teknik
Pengantar Survey dan Informasi Spasial
A. PENDAHULUAN
Dalam tujuan perencanaan masalah teknis suatu daerah, berawal dari pengumpulan
informasi ataupun data penunjang perencanaan yang lebih dikenal sebagai data sekunder
bagi perencana itu. Dalam hal seperti ini, disadari ataupun tidak, diperlukan pemampatan
kenampakan (view) daerah obyek dalam bentuk secukupnya (sesuai dengan keperluan).
Tujuan perencanaan dapat memberikan masukan berupa harapan ataupun keinginan atas
informasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Ini berarti pula bahwa yang
diperlukan satu perencana dengan lainnya dapat berbeda. Walaupun demikian terdapat
sekumpulan data (informasi) yang dapat menjadi data dasar atas daerah studi (obyek) ,
dimana data tersebut diperlukan oleh setiap perencana dalam memperkecil keseluruhan
daerah. Data yang menjadi dasar bagi penempatan data lainnya ini dikenal dengan PETA.
Seperti yang diulas di atas, bahwa diperlukan pemampatan dan perkecilan data
daerah studi untuk mempermudah perencanaan. Perbesaran/perkecilan baru dapat
dilaksanakan dengan baik bila seluruh data dinyatakan dalam bentuk numerik. Pernyataan
suatu obyek dalam bentuk numerik, memerlukan pengukuran yang menyatakan suatu
besaran dalam satuan (unit) ataupun dimensi tertentu dengan menggunakan alat ukur.
Aktivitas merubah bentuk data dari tak terukur menjadi numerik terukur ini, sekarang lebih
dikenal dengan istilah KUANTIFIKASI atau juga Analog to Digital Conversion. Dengan
adanya data numerik ini, barulah dapat dilakukan hitungan-hitungan mathematis atas data
tersebut. Salah satu masalah yang dapat ditarik kesimpulannya adalah bahwa:
“Setiap obyek secara mathematis diwakili oleh data numerik dalam satuan (unit)
tertentu”
PENGUKURAN/KUANTIFIKASI
( A / D Conversion)
Bentuk-bentuk Geometrik :
* Titik
* Garis
DATA sebagai wakil obyek * Bidang (area)
(bentuk digital/numerik)
PENGOLAHAN DATA
(secara numerik)
Diagram 1.
Konsep Dasar Pemetaan
Dalam memasuki suatu ilmu maupun pengetahuan, sebaiknya langkah awal yang
dilakukan ada-lah mengetahui secara umum keseluruhan dasar ilmu dan
pengetahuan tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar tidak terjadi salah
pengertian maupun penerapan atas ilmu tersebut.
Ilmu ukur tanah itu sendiri, berawal dari suatu dasar pemikiran bahwa :
“Tidak ada 2 titik berbeda yang terletak/berada pada tempat yang sama.”
Tersirat suatu penerapan bentuk geometrik mathematik yang mendasar, yaitu titik ,
dan tempat titik tersebut, atau lebih dikenal dengan posisi atau lokasi.
Dengan demikian, peran mathematika akan sangat besar pada ilmu ukur tanah dan
setiap kegiatan yang tercakup di dalamnya akan selalu berkaitan dengan
mathematika walaupun yang sederhana.
Mengingat obyek kegiatan dan kajian adalah “unsur muka bumi” , maka pada
mulanya, seluruh unsur muka bumi, dipisahkan dalam jenis data yang berbeda.
Jenis data atas unsur muka bumi, yang berikutnya lebih mudah dikatakan sebagai
obyek kajian, tetap tidak terpisahkan dalam menyajikan informasi atas obyek
tersebut.
Dalam penyajian informasi atas suatu obyek, kedua jenis data tersebut di atas, tidak
mungkin saling dipisahkan, karena bila dipisahkan akan memberikan salah
pengertian (mis-information).
Berhubung jenis data kualitatif lebih banyak berkaitan dengan penggunaan bahasa
(berupa istilah dan keterangan lisan maupun tertulis), maka tidak dibahas dengan
rinci. Yang akan dibahas dengan terinci (detailed) adalah data kuantitatif, di mana
pengolahan data didasari oleh penerapan mathematika.
Yang dimasksud dengan informasi spasial adalah data yang memiliki referensi ruang
kebumian (georeference) di mana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit spasial.
Data spasial dapat berupa vektor (polygon, line, points) maupun raster.
Pemetaan adalah suatu pekerjaan yang tujuan akhirnya adalah visualisasi informasi
yang umumnya dikenal dalam bentuk lembar peta, disertai dengan kelengkapan
( simbol, warna, tulisan/texts, keterangan) sesuai dengan bidang aplikasinya dan
digambarkan dengan aturan tertentu. Pada saat ini sering divisualisasikan secara digital.
Hasil pekerjaan pemetaan adalah dokumen statis
C. PETA
Peta adalah suatu gambaran permukaan bumi yang diproyeksikan pada bidang
datar.
Syarat-syarat dasar peta:
1. Peta harus conform, artinya bentuk daerah, pulu, benua yang digambar pada peta harus
sama bentuknya dengan kenyataan di lapangan.
2. Peta harus ekuivalen, artinya daerah yang digambar sama luasnya jika dilakukan dengan
skala peta
3. Peta ekuidistan, artinya jarak-jarak yang digambar di peta harus tepat perbandingannya
dengan sesungguhnya di lapangan
4. Peta harus rapi dan bersih
1. Menyeleksi data
2. Memperlihatkan ukuran
4. Memperlihatkan bentuk
a. Skala Peta
Pemilihan dan pemakaian skala peta yang bagaimana pun akan selalu melibatkan
pemotongan angka (truncation error) dan kesalaham pembulatan (rounding error). Hal inilah
yang selalu menjadi sandungan bagi para pemakai peta dalam merencanakan pekerjaan
yang dilakukannya di atas peta tersebut. Kesalahan ini sangat mudah terjadi, apabila diingat
peta perencanaan umumnya memakai skala 1000, sedangkan ketebalan pena gambar
paling kecil adalah 0,1 mm. Hal ini berarti untuk setiap titik memungkinkan terjadinya
kesalahan sebesar 10 cm di atas permukaan tanah. Sehingga patut dimaklumi, bahwa
pemakaian peta dengan skala makin kecil akan semakin mengundang kesalahan.
b. Simbol Peta
Simbol ini teridri dari dua jenis, yaitu simbol kualitatip yang menyatakan bentuk
aslinya dan simbol kuantitatip yang menyatakan sesuatu dalam bilangan dan huruf.
Pengukuran yang tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang
diukur
2. Jarak (d)
Panjang adalah jarak terpendek yang menghubungkan dua buah titik dan dihitung
sesuai dengan permukaan te,pat kedua titik tersebut terletak. Satuan yang berlaku adalah
Satuan Internasional (SI), yaitu dengan meter (m) sebagai satuan utama. Jarak mendatar
adalah jarak penghubung lurus terpendek yang terletak di atas bidang horizon pengamatan.
3. Luas (Area = A)
Luas adalah ukuran suatu daerah dalam 2 dimensi di atas permukaan datar dan
mempunyai satuan dasar hektar (HA).
4. Sudut (s)
Sudut adalah selisih dua buah arah dari dua buah target di titik pengamatan.
Selisih kedua arah ini mempunyai satuan derajat dengan pecahannya menit dan detik. 1°
30’ 60”.
a. Sudut mendatar (s)
Sudut ini terletak pada bidang horizon pengamat dan terletak diantara kedua
titik proyeksi target yang bersangkutan seperti terlihat pada gambar 5.
b. Sudut vertikal (h)
Sudut ini terletak pada bidang vertikal di titik pengamat. Terdapat dua jenis
bacaan sudut vertikal, yaitu yang dimulai dari bidang horizon dan sering dinyatakan sebagai
sudut h. Sudut vertikal lainnya dimulai dari titik zenith dan dinyatakan dengan sudut z.
Dengan demikian, sudut z adalah komplemen dari sudut h atau terdapat hubungan sebagai
berikut: h = 90° - z.
c. Sudut jurusan (α)
5. Sistem Koordinat
Sistem koordinat siku-siku mengandung unsur absis yang bergerak sepanjang
sumbu X dan unsur ordinat yang bergerak sepanjang sumbu Y. Sistem koordinat polar
dinyatakan dengan unsur sudut yang diukur dari sumbu x positip berlawanan dengan arah
jarum jam serta unsur jarak di antara kedua buah titik yang bersangkutan. Sistem koordinat
geografis dinyatakan dengan unsur sudut jurusan dari pusat sistem ke titik yang
bersangkutan.
Perbedaan kedua sistem yang terakhir ini terdapat pada unsur sudut yang dimulai
pada lengan sistem koordinat yang berbeda namun pada kwadran yang sama.
Gambar 6. Sistem koordinat kertesis (kiri) dan sistem koordinat polar (kanan)
Beda tinggi (h) adalah jarak antara dua buah bidang ekuipotensial tempat kedua titik
tersebut terletak dan sepanjang garis gaya gravitasi yang melalui salah satu titik tersebut.