Anda di halaman 1dari 21

VI.

Perambatan Kesalahan

VI.1 Perambatan Kesalahan Sistematik


Bila data pengukuran masih mengandung kesalahan sistematik, tetapi langsung
digunakan untuk menghitung besaran-besaran lain maka hasil hitungan dari data
tersebut masih mengandung kesalahan sistematik.
Contoh:
Bila panjangan diukur dengan pegas ukuran, hasilnya 95 m. Didapat dari empat kali
ukuran pegas ditambah ukuran terakhir sebesar 15 m. Apabila panjang pegas yang 20
m senyatanya lebih panjang 4 cm, maka panjang sebenarnya sepert dalam table
berikut:
Panjang Ukuran Panjang Sebenarnya
20 m 20.04 m
40 m 40.08 m
60 m 60.12 m
80 m 80.16 m
95 m 95.19 m
Dari table tersebut dapat ditulis hubungan matematis: y = x + 0.002 x = 1.002 x,
dimana x : hasil ukuran dan y : ukuran terkoreksi.
Contoh lain:
Apabila terjadi hubungan antara hitungan dengan lebih satu ukuran diperlukan rumus
umum untuk mencari perambatan kesalahan sistematik.
Apabila ada hubungan fungsional sebagai berikut:
y1 = f1(x1, x2, …, xn) (11)
y2 = f2(x1, x2, …, xn) (12)
Karena masing-masing x mengandung kesalahan sistematik sebesar dx, maka nilai y
juga mengalami kesalahan sebesar dy, sehingga persamaan (11) dan (12) menjadi:
y1 + dy1 = f1(x1 + dx1, x2 + dx2, …, xn + dxn) (13)
y2 + dy2 = f2(x1 + dx1, x2 + dx2, …, xn + dxn) (14)
Untuk mencari dy1 dan dy2 dengan memanfaatkan deret Taylor sampai turunan
pertama saja, sehingga persamaan (13) dan (14) menjadi:
y1 + dy1 = = f1(x1, x2, …, xn) + a1dx1, a2dx2 + … + andxn (15)
y2 + dy2 = = f2(x1, x2, …, xn) + b1dx1, b2dx2 + … + bndxn (16)
Dalam bentuk matriks persamaan (15) dan (16) menjadi:
Y + Dy = F ( x) + G.Dx (17)

Persamaan (11) dan (12) diketahui Y = F(x), maka persamaan (4) menjadi:
Dy = GDx (18)

Persamaan (18) disebut rumus perambatan kesalahan sistematik. Sedangkan rumus


pada persamaan (17) sebagai linierisasi persamaan yang tidak linier, dengan rumus
matriks G (untuk dua nilai y (y1, y2) dan n nilai x) maka:

a a2 a3 ... a n 
G =  1  (19)
 b1 b2 b3 ... bn 

 ∂y1 ∂y1 ∂y1 ∂y1 


 ... 
∂x ∂x 2 ∂x3 ∂x n 
G= 1 (20)
 ∂y 2 ∂y 2 ∂y 2 ∂y 2 
 ∂x ∂x 2 ∂x3
...
∂x n 
 1 
Contoh:
Empat persegi panjang diukur panjangnya 200 m dan lebar 100 m. Dari hitungan
diketahui bahwa panjang dan lebar ukuran tersebut kependekan 4 cm dan 2 cm.
Berapa nilai yang harus dikoreksikan terhadap luas dan keliling empat persegi
panjang:
Luas (L) = p x l
Keliling (K) = 2(p + l)
Akibat kesalahan sistematiknya:
 dL  1 p  dp 
Dy =   = GDx =   
 dK  2 2  dl 

100 200  0,04   8  m 2


Dy =   = 
 2 2  0,02   0,12  m

Luas yang benar = 20000 + 8 = 20008 m2


Keliling yang benar = 600 + 0.12 = 600.12 m

VI.2 Perambatan Kesalahan Acak


Apabila akan dicari parameter U dan W yang merupakan fungsi dari X dan Y, yang
diukur adalah hanya X dan Y saja. Jika X dan Y diukur sebanyak n kali maka rata-rata
dan matriks kovarian X dan Y dapat diperoleh, yaitu
Σx i
x1, x2, x3, ... , xn rata-ratanya x = (21)
n
Σy i
y1, y2, y3, ... , yn rata-ratanya y = (22)
n
Dari rata-rata dan ukuran tersebut, matriks kovarian x,y dapat diperoleh dengan
elemennya adalah :
Σ( x − xi ) 2 Σdxi
S =
2
= (23)
n −1 n −1
x

Σ( y − y i ) 2 Σdy i
S y2 = = (24)
n −1 n −1
Σ( x − xi )( y − y i ) Σ(dxi )(dy i )
S xy2 = = (25)
n −1 n −1
Dalam hal ini:
xi = x − dxi

y i = y − dy i

Masing-masing nilai x dan y dapat digunkan untuk menghitung nilai u dan w, sehingga
diperoleh sejumlah n nilai u dan w, yaitu:
u i = a1 xi + a 2 y i + a3 (26)

wi = b1 xi + b2 y i +b3 (27)

i nilainya dari 1 sampai dengan n dan a1 , a 2 , a3 , b1 , b2 , b3 adalah konstanta.

Nilai rata-rata U dan W dapat dihitung:


U = a1 X + a 2Y + a3 (28)

W = b1 X + b2Y + b3 (29)
Hubungan antara nilai rata-rata U dan W dengan masing-masing nilai u dan w adalah
sebagai berikut:
u i = U − du i (30)

wi = W − dwi (31)

Persamaan (26) dan (27) dapat diubah menjadi:


U − du i = a1 ( X − dxi ) + a 2 (Y − dy i ) + a 3 (32)

W − dwi = b1 ( X − dxi ) + b2 (Y − dy i ) +b 3 (33)

Dengan mengeliminir persamaan (30) dan (31) ke persamaan (32) dan (33) diperoleh:
du i = a1 dxi + a 2 dy i (34)

dwi = b1 dxi + b2 dy i (35)

Elemen matriks kovarian dari U dan W, yaitu:


Σ(U − u i ) 2 Σdu i
S =
2
= (36)
n −1 n −1
u

Σ(W − wi ) 2 Σdwi
S w2 = = (37)
n −1 n −1
Σ(U − u i )(W − wi ) Σ(du i )(dwi )
2
S uw = = (38)
n −1 n −1
Apabila hanya diketahui nilai rata-rata X dan Y serta varian kovariannya, maka dari
persamaan (34) s.d. persamaan (38) diperoleh:
Σ(a1 dxi + a 2 dy i ) 2
S =
2
(39)
n −1
u

Σ(a12 dxi2 + a 22 dy i2 + 2a1 a 2 dxi dy i )


S =
2
(40)
n −1
u

 Σdxi2   Σdy12   Σdxi dy i 


S u2 = a12   + a 22   + 2a1 a 2   (41)

 n −1   n −1   n −1 
Dari persamaan (23) s.d. (25) dan (41) diperoleh:
S u2 = a12 S x2 + a 22 S y2 + 2a1 a 2 S xy (42)

S w2 = b12 S x2 + b22 S y2 + 2b1b2 S xy (43)


2
S uw = a1b1 S x2 + (a1b2 + a 2 b1 ) S xy + a 2 b2 S y2 (44)
Persamaan (42) s.d. (44) adalah rumus perambatan kesalahan dengan memperhatikan
adanya korelasi antara X dan Y. Bila tidak ada korelasi antara X dan Y, berarti nilai
kovarian X dan Y tepat nol, maka rumusnya menjadi:
S u2 = a12 S x2 + a 22 S y2 (45)

S w2 = b12 S x2 + b22 S y2 (46)


2
S uw = a1b1 S x2 + a 2 b2 S y2 (47)

Rumus umum perambatan kesalahan acak tanpa ada korelasi antar parameternya
adalah:
Bila U = aX + bY + cZ + ... (48)
Maka SU2 = a 2 S X2 + b 2 S Y2 + c 2 S Z2 + ... (49)

Bila diketahui:
 S2 S XY 
Σ XY =  X  (50)
 S XY S Y2 

 S2 SUW 
Σ UW =  U 
 (51)
 SUW SW2 

a a2 
G =  1  (52)
 b1 b2 

Maka persamaan (45) s.d. (47) ditulis dalam bentuk matriks:


Σ UW = GΣ XY G T (53)

Rumus perambatan kesalahan acak tetap berlaku pada persamaan U dan W yang tidak
linier, pemecahannya dengan melinierkan persamaan tersebut menurut deret Taylor
sampai turunan pertama saja.
Apabila:
U = F(X,Y,Z,...) (54)
W = F(X,Y,Z,...) (55)
Maka:
∂U ∂U ∂U
u + du i = F ( X , Y , Z ) + .dxi + .dy i + .dz i (56)
∂x ∂y ∂z
∂W ∂W ∂W
w + dwi = F ( X , Y , Z ) + .dxi + .dy i + .dz i (57)
∂x ∂y ∂z
Dari persamaan (53) dapat diketahui:
u = F(x,y,z,...) (58)
w = F(x,y,z,...) (59)
Sehingga persamaan (56) dan (57) dapat ditulis menjadi:
du i = a1 dx i + a 2 dy i + a3 dz i + ... (60)

dw i = b1 dx i +b2 dy i + b3 dz i + ... (61)

Masing-masing nilai a dan b adalah diferensial parsial fungsinya ke masing-masing


parameternya, sehingga bentuk matriks G untuk hitungan perambatan kesalahan:
 ∂u ∂u ∂u 
 ... 
G=
∂x ∂y ∂z  =  a1 a2 a3 ... 
 (62)
 ∂w ∂w ∂w   ... 
 ∂x ...   b1 b2 b3
 ∂y ∂z 
Contoh:
Empat persegi panjang diukur panjangnya 200 m dengan simpangan baku = 4 cm,
sedangkan lebarnya diukur 100 m dengan simpangan baku = 4 cm. Berapa luas empat
persegi panjang tersebut dan nilai simpangan bakunya?
Hitungan:
p = 200 m ± 0,04 m
l = 100 m ± 0,04 m
L = p.l
Σ L = GΣ pl G T

 ∂L ∂L  S p 0 T
2
S L2 =   G
 ∂p ∂l  0 S l2 

 0,04 2 0  l 
S L2 = (l p )  
 0 0,04 2  p 
 0,04 2 0  100 
S L2 = (100 200 )  
 0 0,04 2  200 

S L2 = 80 m

Luas empat pesegi panjang L = p.l = 200x100 = 20000 m2


Simpangan baku persegi pamjang = ± 80 m
Apabila antar pengukuran tidak berkorelasi, maka rumus peramatan kesalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Suatu fungsi Y = F(a,b), dimana pengukuran a dan b tidak berkorelasi.

ΣY = GΣXG T (63)

 ∂F 
 ∂F ∂F   S a 0   ∂a 
2
S Y2 =     (64)
 ∂a ∂b   0 S b2   ∂F 
 ∂b 

 ∂F 
 ∂F ∂F 2   ∂a 
S Y2 =  .S a2 .S b    (65)
 ∂a ∂b   ∂F 
 ∂b 

 ∂F  2  ∂F  2
2 2

S =
2
 .S a +   .S b (66)
 ∂a   ∂b 
Y

Contoh pada analisis awal pengukuran sipatdatar. Pengukuran dilakukan dengan


mengukr rambu (yang diletakkan tegak lurus) dengan alat sipatdatar yang didatarkan
denan bantuan nivo atau pendulum, oleh karena itu ada dua sumber kesalahan, yaitu
kesalahan karena nivo dan rambu.
Rambu Rambu

Sn Sn D.S n

D D

Gambar 4 Pengukuran beda tinggi

Kesalahan nivo ( S n ) = 0,2” s.d. 2,5”

Kesalahan rambu ( S r ) = 0,001 mm s.d. 0,0015 mm untuk pengukuran berjarak 1

m.
Kesalahan tiap kedudukan alat S k adalah:

S k2 = 2{( D.S n ) 2 + D 2 S r2 } (67)

S k2 = 2 D 2 ( S n2 + S r2 ) (68)

Kesalahan tiap seksi:


Misalkan 1 seksi terdiri dari n kedudukan alat dan S merupakan panjang seksi, maka:
2
S seksi = n.S k2
2
S seksi = 2nD 2 ( S n2 + S r2 ) (69)

Panjang 1 seksi = 2nD = S , dengan D = jaral alat ke rambu.


S S2 = S seksi
2
(70)

S S2 = 2nD 2 ( S n2 + S r2 ) (71)

S S2 = (2nD).D.( S n2 + S r2 ) (72)
S S2 = S .D.( S n2 + S r2 ) (73)

Contoh:
Seksi sepanjang 10000 m (10 km) diukur dengan alat sipatdatar dengan ketelitian 2,0”
dan rambu dengan ketelitian 0,012 mm tiap 1 m jarak pandangan. Tentukan kesalahan
seksi.
Hitungan:
S S2 = S .D.( S n2 + S r2 )

  2,0"  2  0,012  2 
S = 10000x60  + 
  206265   1  
2
S
 
(
S S2 = 10000 x60 9,4015 x10 −11 + 1,14 −10 )
S S2 = 10000 x60(2,380 x10 ) −10

S S2 = 1,428 x10 −4 m2

S S = 0,012 m

VI.3 Toleransi
Dalam suatu pengukuran pasti mengandung suatu kesalaan. Namun demikian berapa
besarnya kesalahan terbesar yang masih diperbolehkan disebut sebagai suatu toleransi
pengukuran. Untuk menyatakan bahwa suatu pengukuran memenuhi toleransi,
toleransi perlu dinyatakan sebagai ketidakpastian. Yang umum dipakai toleransi adalah
± 3S . Dengan kata lain, suatu pengukuran dinyatakan memenuhi suatu toleransi (t ) ,

bila memenuhi 3S ≤ t , dalam hal ini S merupakan nilai simpangan baku


pengukurannya.
Contoh:
Dua buah BM yang berjarak 1,5 km akan diukur dengan alat sipatdatar yang
mempunyai ketelitian 2,0” dan rambu dengan ketelitian 0,012 mm tiap 1 meter jarak
pandangan. Berapa jarak alat ke rambu ( D ) maksimum yang diperbolehkan, sehingga
kesalahan seksi (jarak dua BM) memenuhi toleransi (t) = ±10 mm.
Hitungan:
t = 10 mm
S S = t / 3 = 0,0033 m

S = 1,5 km = 1500 m

S S2 = S .D.( S n2 + S r2 )

S S2
D=
S ( S n2 + S r2 )

0,0033 2
D=
  2,0"  2  0,012  2 
1500  + 
  206265   1  
 

0,0033 2
D=
((
1500 0,97 x10 −5 ) + (1,2 x10 ) )
2 −5 2

D = 30,5 m

Jadi jarak alat ke rambu maksimum 30 m

VI.4 Elips Kesalalahan


Penyajian geometris varian-kovarian tidak dapat dilaksanakan, untuk itu dapat
digunakan elips kesalalahan untuk mengganti penyajian varian kovarian. Salah satu
fungsi distribusi dari dua parameter yang berkorelasi, yang distribusi kedua parameter
tersebut bersifat normal disebut sebagai fungsi distribusi normal bivariate. Fungsi-fungsi
ini mempunyai sifat-siat yang identik dengan fungsi distribusi normal dengan satu
parameter, diantaranya adalah:
a. Mempunyai satu puncak pada nilai rata-rata kedua parameter.
b. Fungsinya F(x,y) selalu bernilai positif.
c. Memotong bidang x,y (z=0) di nilai tak terhingga.
d. Potongan denga bidang yang sejajar bidang x,y (bidang z=0) selalu berbentuk
elips. Potongan berbentuk elips ini yang disebut elips kesalahan.
Persamaan elips dengan pusat di pusat sumbu x dan y adalah:
2
x y  y 
2
 x 
  − 2r +  = (1 − r 2 )k 2 (74)
S x S y  S y 
 Sx  

(
k 2 = ln 4Π 2 z 2 S x2 S y2 (1 − r 2 ) −1
; k adalah suatu konstanta.

Persamaan tersebut adalah himpunan persamaan eips dengan semua pusatnya di x = 0


dan y = 0. Apabila k = 0 maka dinamakan elips kesalahan baku. Apabila k tepat nol
maka elips berbentuk sebuah titik tepat di x = 0 dan y -= 0, k negatif tidak diperoleh
nilai elipsnya, k tak terhingga elips tergambar sebagai bidang x,y = 0.
Untuk mempermuah pencarian elips, dapat dilakkan dengan merotasikan sumbu x, y
sehingga didapat sumbu x’ dan y’ baku yang berhimpit dengan sumbu panjang dan
sumbu pendek elips.
Apabila x dan y sumbu-sumbu asli, x’ dan y’ sumbu-sumbu hasil rotasi serta p adalah
besarnya sudut rotasi, maka persamaannya adalah:

y’

x 1’
Sx’ x1
p 1
y1
y1 ’ x
Sy’

x’

Gambar 5. Elips kesalahan

 x'   cos p − sin p  x 


  =    (75)
 y '   sin p cos p  y 
X dan y serta x’ dan y’ adalah suatu nilai acak yang mempunyai nilai varian kovarian,
sehingga kedua matriks kovarian kedua sistem tersebut adalah:
 S x2' S x' y' 
  (76)
S
 x' y' S y2' 

 S x2 S xy 
  (77)
S S y2 
 xy
Dengan hukum perambatan kesalahan acak, maka persamaannya menjadi:
 S x2' S x ' y '   cos p − sin p  S x2 S xy  cos p sin p 
 =    (78)
S
 x' y' S y2'   sin p cos p  S xy S y2  − sin p cos p 

Dengan mengalikan matriks tersebut diperoleh persamaan:


S x2' = S x2 cos 2 p − 2S xy sin p cos p + S y2 sin 2 p (79)

S y2' = S x2 sin 2 p − 2 S xy sin p cos p + S y2 cos 2 p (80)

0 = ( S x2 − S y2 ) sin p cos p + S xy (cos 2 p − sin 2 p ) (81)

Karena cos 2 p − sin 2 p = cos 2 p dan sin p cos p = 1 sin 2 p


2
Maka:
0,5( S x2 − S y2 ) sin 2 p + S xy cos 2 p = 0 (82)

 2 S xy 
2 p = tan −1  2  (83)
 S − S2 
 x y 
Dari hasil hitungan sudut p menunjukkan asimut utara timur dari sumbu panjang elips,
sedangkan kuadran sudut 2p dicari terganung dari tanda nilai penyebut maupun
pembilangnya.

Pembilang Penyebut Kuadran 2p Nilai Sudut


0 + 0
+ 0 90
0 - 180
- 0 270
+ + 1 0<2p<90
+ - 2 90<2p<180
- - 3 180<2p<270
- + 4 270<2p<360

Selanjutnya nilai sumbu panjang dan elipsnya adalah:

S 1x = 1
2
((S 2
y )
+ S x2 + W ) (84)

S 1x = 1
2
((S 2
y )
+ S x2 − W ) (85)

Dalam hal ini:


W = {4 S xy2 + ( S y2 − S x2 )}2 (86)

S 1x : setengah sumbu panjang elips

S 1y : setengah sumbu pendek elips

p : orientasi dari sumbu y ke sumbu y’ searah jarum jam

Contoh:
Suatu titik mempunyai kesalalahan posisi S x = 0,22 m, S y = 0,14 m, korelasinya = 0,8.

Ditanya sumbu panjang elips, sumbu pendeks elips dan orientasinya.


Hitungan:
S xy
r=
SxSy

S xy = 0,8(0,22 x0,14) m

S xy = 1,711 m

 2 S xy  2 x0,246
tan 2 p =  2 = = 1,711
 S − S2  (0,22) 2 − (0,19) 2
 x y 
Karena pembilang positif dan penyebut positif maka 2 p terletak pada kuadran 1.

tan 2 p = 1,711  2 p = 54,7o  p = 29,85o

S 1x = 1
2
((S 2
y ) )
+ S x2 + W = 0,248 m
S 1y = 1
2
((S 2
y ) )
+ S x2 − W = 0,077 m

Contoh:
Suatu elips diketahui nilai r = 100 m dan simpangan bakunya ±0,5 m serta α = 60o
dan simpangan bakunya ±30’. Tidak ada korelasi antara r dan α . Ditanya ketelitian
koordinat P.

σx’
.P
σy’

α r

Gambar 7. Posisi titik P


Hitungan:
x = r sin α = 86,60 m
y = r cos α = 50,00 m
Π Π Π
ρo = ; ρ'= ; ρ" =
180 180 x60 180 x60 x60
Σ y = GΣ x G T
T
 ∂x ∂x   ∂x ∂x 
  2 0  ∂α 
Σ y =  ∂α ∂r  S α  ∂r 
 ∂y ∂y  0 S r2  ∂y ∂y 
   
 ∂α ∂r   ∂α ∂r 

  30  2 
 r cos α sin α    0  r cos α sin α 
T

Σ y =    ρ '   
 − r sin α cos α    2 
− r sin α cos α 
 0 (0,5) 
T
 50 0,86  0,7569.10 −4 0  50 0,86 

Σy =    
 − 86, 6 0,5  0 0,25  − 86,6 0,5 

 0,3767 − 0,2195   S xP
2
S xP y P 
Σ y =  = 
 − 0,2195 0,630   S xP y P S y2P 

S xP = ± 0,614 m

S y P = ± 0,794 m

S xP y P = -0,2195 m2

Korelasi koordinat ada, walaupun korelasi pada pengukuran r dan α tidak ada.
Dengan rumus untuk mencari sumbu panjang elips, sumbu pendek elips dan orientasi
elips diperoleh:
S 1x = 0,87 m

S 1y = 0,5 m

p = 120o

Contoh soal untuk kesalahan lingkaran, yaitu elips yang berbentuk lingkaran.
Suatu elips diketahui nilai r = 100 m dan simpangan bakunya ±0,5 m serta α = 60o
dan simpangan bakunya ±17,19’. Tidak ada korelasi antara r dan α . Ditanya ketelitian
koordinat P. (soal ini sama dengan soal sebelumnya tetapi simpangan baku α berbeda)
Hitungan:
x = r sin α = 86,60 m
y = r cos α = 50,00 m
Σ y = GΣ x G T
T
 ∂x ∂x   ∂x ∂x 
  2 0  ∂α 
Σ y =  ∂α ∂r  S α  ∂r 
 ∂y ∂y  0 S r2  ∂y ∂y 
   
 ∂α ∂r   ∂α ∂r 

  17,19  2 
 r cos α sin α   0  r cos α sin α 
T

Σ y =    ρ '   
 − r sin α cos α  2 
− r sin α cos α 
 0 (0,5) 
T
 50 0,86  (0,005) 2 0  50 0,86 

Σy =     
 − 86, 6 0,5  0 (0,5) 2  − 86,6 0,5 

 0,25 0   S x2P S xP y P 
Σ y =  = 
 0 0,25   S xP y P S y2P 

S xP = ± 0,5 m

S y P = ± 0,5 m

S xP y P = 0

Kesalahan elipsnya:
 2 S xy 
tan 2 p =  2   p = 0o
 S − S2 
 x y 

S 1x = 1
2
((S 2
y ) )
+ S x2 + W = ±0,5

S 1y = 1
2
((S 2
y ) )
+ S x2 − W = ±0,5

Kesalahan elipsnya berupa lingkaran karena S 1x = S 1y dan p = 0o.

Kesalahan lingkaran merupakan kesalahan elips terbaik (ideal) artinya kesalahan jarak
dan kesalahan sudut memberi kontribusi yang sama.

y = y’

S y = S 1y

x = x’
S x = S 1x

Gambar 8. Kesalahan lingkaran


Agar supaya menghasilkan kesalahan elips ideal berupa lingkaran, ketelitian
pengukuran sudut harus sebanding dengan ketelitian jarak.
Pada contoh soal tersebut ketelitian sudut 17,19’ ternyata sebanding dengan ketelitian
0,5
jarak 0,5 m untuk jarak 100 m (1:200) atau .
100
Tabel ketelitian sudut dan jarak
SD

D
1o 1:57
10’ 1:344
20” 1:10310
10” 1:20620
1” 1:206200

Dalam hal ini


SD
= Sα
D
SD : ketelitian jarak

D : jarak
Sα : ketelitian sudut (dalam radian)

Contoh:
Jarak sisi poligon 100 m diukur dengan ketelitian 0,5 m. Berapa ketelitian sudut yang
diperlukan supaya menghasilkan elips kesalahan berupa lingkaran.
Hitungan:
Ketelitian jarak 0,5 m untuk panjang sisi 100m, berarti mempunyai ketelitian jajak =
0,5
= 1:200. Dari tabel tersebut, ketelitian sudut yang diperlukan madalah sekitar 20’,
100
tepatnya 17,19’.

Contoh:
Jarak sisi poligon 250 m, diukur dengan EDM dengan ketelitian (3 mm + 3 ppm) berapa
ketelitian alat ukur sudut yang setara?
Hitungan:
3
Ketelitian EDM pada pengkuran 250 m = 3 mm + 3 ppm = 3 mm + . 250 =
1000000
3,075 m.
3,075
Ketelitian jarak = = 1:81300
250
SD
= S α (dalam radian)
D
1 1
radian = 206265" = 2,5”
81300 81300
Kesalahan sudut yang setara: S α = 2,5”

VI.5 Bobot

Hasil ukuran group I:


No. Nilai jarak (m)
1 147,25
2 147,29
3 147,34
4 147,33
5 147,.26
6 147,36
7 147,25
8 147,32
Jumlah 1178,40

Hasil ukuran group II:


No. Nilai jarak (m)
1 147,32
2 147,25
3 147,23
4 147,28
Jumlah 589,08

Rata-rata group I (xI) = 1178.40/8 = 147,30 m


Rata-rata group II (xII) = 589.08/4 = 147,27 m

Tanpa memperhatikan masing-masing ukuran dan hanya menggunakan nilai rata-rata


(xI dan xII), nilai akhir x dapat dicari dengan rata-rata kedua nilai yaitu :
Rata-rata panjang (x)=(xI+xII)/2
=(147,30+147,27)/2=147,285 (a)
Bila rata-rata panjang (x) dihitung langsung dari kedua belas ukuran jarak, maka:
Rata-rata panjang (x)=
=(x1+x2+...+x12)/12=1767,48/12=147,29 (b)
Seharusnya nilai (a) dan (b) harus sama, perbedaan tersebut karena kekeliruan pengguna
rumus rata-rata.
Bila hitungan (x) pada nilai (a) diulangi dengan rumus berikut, yaitu:
x I p I + x II p II
x= (87)
p I + p II

Bila pI = 8 dan pII = 4 maka nilai x adalah :


(147.30 x8 + 147.27 x1)
x= = 147.29 (c)
8+4
pI dan pII disebut dengan bobot rata-rata nilai xI dan xII.

Apabila masing-masing kedua belas ukuran tersebut dianggap mempunyai ketelitian


yang sama, sehingga varian x1, x2, x3, ..., x12 adalah sama sebesar( S o ), maka dengan

rumus perambatan kesalahan acak dapat dihitung varian xI dan xII , masing-masing
sebesar:
(S 2 + S 2 + S 2 + S 2 + S 2 + S 2 + S 2 + S 2 )
S x2I =
(1 / 8) 2

= (1 / 8) S 2

S x2II = (1 / 4) S 2

Dari dua nilai xI dan xII serta nilai varian masing-masing, dan karena tidak ada korelasi
antar pengukuran yang berarti nilai kovariannya nol, maka nilai rata-rata (x) dapat
dihitung dengab rumus:
(1 / S x2I ).x I + (1 / S x2II ).x II
x= (88)
(1 / S x2I ) + (1 / S x2II )

Hubungan varian dengan bobot yaitu:


S 2 = k / p atau p = k / S 2 (89)

k adalah konstanta sembarang yang digunakan sebagai pembanding saja dalam


menentukan bobot.
Nilai k dapat diganti dengan varian ukuran dengan bobot tunggal ( S o2 ) atau disebut

juga varian dengan bobot tunggal atau faktor varian atau varian referensi atau varian
baku atau varian apriori.
Apabila jumlah ukuran banyak maka masing-masing bobot ukuran dapat dihitung
dengan rumus:
S o2 S o2 S o2 S o2
p1 = 2 p2= 2 p3= 2 ... p n = 2 (90)
S1 S2 S3 Sn

Penulisan bobot dalam bentuk matriks adalah:


 S o2  1 
 2  S 2 
 S1   1 
 p1   S o2  1
    
p2 S 22   S 22 
   
P= = S o2 = 2  (91)
p3  S o

1

   
 ...   S 32  S 32 
  
 p n   ... 
...
 So 
2  1 
 

 S n2   S n2 
Anggapan bobot ukuran sipatdatar
ΔHslag = RB – RD (92)
ΔHAB = ΣΔHslag = RB1+RB2+ ... +RBn – RD1+RD2+ ... +RDn (93)
Banyaknya slag = n
I. Apabila S RB1 = S RB2 = S RBn = S RD1 = S RD2 = S RDn = S

Maka : S ∆H AB = S 2n Rumus perambatan kesalahan

Sehingga:
S ∆H AB = S 2n 1 S ∆H BC = S 2n 2 S ∆H CD = S 2n 3 (94)

n1 , n2 , n3 : banyaknya slag AB, BC, CD

Bobot ΔH menjadi:
S o2 S o2 S o2
PAB = PBC = PCD = (95)
2n1 S 2 2n 2 S 2 2 n3 S 2

Apabila σ o2 = 2.σ o .2.σ 2 .k maka:

k k k
PAB = P BC = PCD = (96)
n1 n2 n3

II. Apabila setiap slag panjangnya sama, maka:


k k k
PAB = P BC = PCD = (97)
d1 d2 d3

d = jarak ukuran, bobot fungsi seper jarak

Anda mungkin juga menyukai