Anda di halaman 1dari 26

UJIAN TENGAH SEMESTER

CURRENT ISSUES IN HOSPITAL MANAGEMENT

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Current Issues In Hospital Management pada
Program Studi Magister Konsentrasi Manajemen Rumah Sakit

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Nanan Sekarwana, dr., Sp.AK., MARS.
Dr. Titik Respati, drg., m.Sc., PH.

Disusun oleh :

Yasyiroh Diniyati Utami


NPM : 20090320089

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021
Kerjakan semua soal di bawah ini.
Soal No 1.
Dalam isu terkini pada managemen Rumah Sakit, beberapa kebijakan telah diterbitkan oleh
pemerintah. Permenkes no 3 tahun 2020 mengenai Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
adalah kebijakan yang terbaru.
Buat analisis mengenai kebijakan terbaru ini dengan membandingkan dengan Permenkes no
54 tahun 2014.
Analisis dapat dihubungkan dengan tantangan manajemen RS di masa depan baik dari segi
mutu maupun sumber daya manusia di RS.

Soal no 2.
SPMI RS (Standar Penjaminan Mutu Internal RS) adalah salah satu hal yang sangat penting
dalam manajemen RS.
a. Jelaskan SPMI RS secara rinci dengan contohnya.
b. Bagaimana penerapan SPMI ditempat kerja saudara dan jelaskan secara rinci
pelaksanaannya.

Soal no 3.
Ceriterakan tentang SPME RS (Standar Penjaminan Mutu Eksternal RS). Apakah SPME di RS
saudara sudah dilaksanakan. Jelaskan mengenai proses SPME di tempat saudara. Bagaimana
Tempat bekerja mendapat nilai yang sekarang ini.

Catatan: Untuk Saudara yang tidak bekerja di RS silahkan membuat perencanaan mengenai
SPMI dan SPME dengan skenario Saudara bekerja di RS.

Soal no 4.
Skenario: Anda menjadi salah satu pimpinan di satu RS Tipe B dan merencanakan untuk
mengembangkan pelayanan yang lebih baik dari aspek pelayanan medik. Selama ini banyak
keluhan dari pasen baik di bagian Rawat Jalan maupun di Rawat Inap berkaitan dengan sumber
daya manusia tenaga kesehatan yang kurang mendukung aspek pelayanan.

Buat rencana untuk perbaikan mutu layanan terhadap pasen baik di rawat jalan maupun di rawat
inap secara rinci dari perencanaan sdm nakes , sehingga program ini diharapkan dapat
meningkatkan kepuasan pasen. Buat perencanaan tenaga kesehatan di masing masing pusat
layannan agar memenuhi standar yang diharapkan di RS tsb.
JAWABAN :
1. Dibawah ini merupakan gambaran perbedaan Permenkes No. 56 tahun 2014
dengan Permenkes No. 3 tahun 2020.
Masalah dalam Permenkes No 3 Tahun 2020,
1. UU No 44 Tahun 2009 Pasal 24 dan Penjelasan Ayat 2, rumah sakit umum perbedaan
klasifikasi didasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan medik. Permenkes No 3 Tahun
2020 menghilangkan perbedaan itu, pembedaan kelas rumah sakit didasarkan jumlah
tempat tidur. Permenkes No 3 Tahun 2020 tidak sesuai dengan UU No 44 Tahun 2009.
2. UU No 36 Tahun 2009 Pasal 30, sistem rujukan berjenjang melalui Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama, kemudian fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua dan terakhir Fasilitas
Kesehatan Tingkat Tiga. sistem rujukan memastikan pelayanan tingkat kedua memiliki
kemampuan standar, dan pelayanan tingkat tiga memiliki kemampuan menerima
rujukan. Permenkes No 3 tahun 2020, meniadakan perbedaan pelayanan. Kelas rumah
sakit hanya dibedakan berdasarkan jumlah tempat tidur. sehingga permenkes No 3 tahun
2020 tidak sesuai dengan pola rujukan dalam UU No 36 Tahun 2009. UU No 44 Tahun
2009 memberikan celah, agar dibuat sistem rujukan baru.
3. Permenkes No 3 Tahun 2020, memberikan kebebasan dokter, dokter spesialis dan dokter
subspesialis untuk berpraktik pada seluruh kelas rumah sakit namun proses masuknya
dokter ke rumah sakit di ikuti kajian analisa kebutuhan kerja, kebutuhan pelayanan dan
kemampuan pelayanan, artinya dokter berpraktik didukung oleh kebutuhan masyarakat,
didukung sarana prasarana sesuai kompetensi nya. kajian kajian tersebut bila disetujui
dinas kesehatan, maka diterbitkan SIP, demikian sebaliknya.
4. Permenkes No 3 tahun 2020 bersifat otomatis dalam hal kenaikan kelas. bila tempat tidur
rumah sakit menyentuh minimal tempat tidur klasifikasi kelas rumah sakit diatas nya
maka reviu klasifikasi kelas rumah sakit secara nasional atau laporan BPJS Kesehatan
dapat otomatis menaikkan kelas rumah sakit.
5. Permenkes No 3 tahun 2020 memposisikan setiap rumah sakit untuk bersaing secara
terbuka, persaingan tersebut dimungkinkan terjadi karena dokter sebagai komponen
utama pelayanan dapat berada pada seluruh klasifikasi kelas rumah sakit.
Tantangan Manajemen RS dengan diberlakukannya Permenkes No.3 tahun 2020 salah
satunya berdampak pada sistem rujukan RS. Hal ini bertentangan dengan dengan Pasal 29
Perpres No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan: “Dalam hal Peserta
memerlukan Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan FKTP harus merujuk ke
FKRTL terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Tidak hanya menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran namun tidak memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pelaku jasa pelayanan kesehatan dan
masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan.
Padahal Mekanisme mengenai Rujukan sebelumnya telah diatur juga dalam Pasal 15
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 yang menyebutkan jelas;
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat II HANYA dapat diberikan atas Rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat Pertama
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat III HANYA dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan TK II atau TK I
3. Ketentuan tersebut dikecualikan pada Keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis dan pertimbangan kesediaan
fasilitas.
Tujuan Sistem Rujukan terstruktur adalah;
1. Untuk menjamin pelaksanaan kontinuitas perawatan
2. Untuk menjamin anggota JKN
3. Untuk mendapatkan manfaat kesehatan dan perlindungan pada kebutuhan dasar
kesehatan pasien
4. Untuk meningkatkan efektifvirs dan efisiensi dalam sistem kesehatan
5. Untuk memperkuat fasilitas kesehatan perifer
6. Untuk meningkatkan kemampuan untuk pengambilan keputusan di fasiliras kesehatan
tingkat rendah
7. Untuk meningkatkan kolaborasi antara 3 tingkat fasilitas kesehatan
Perlunya sistem Rujukan berjenjang;
1. Pelayanan berkelanjutan
2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi Sistem Kesehatan
3. Faskes Primer diberdayakan
Dampak Rujukan Tidak berjenjang;
1. Penumpukan Pasien di Rumah Sakit Rujukan
a. Penambahan poli dan tempat tidur tidak pernah cukup
b. Waktu tunggu pasien lebih lama
c. Biaya (transport dan opportunity cost) lebih tinggi
d. Mutu layanan di Rs Rujukan Menurun
2. Pasien yang membutuhkan pelayanan menjadi terhambat
a. Antrian rawat jalan yang lama
b. Pasien ditolak di RS Rujukan karena tempat tidur penuh
3. Transfer Knowledge ke layanan Primer tidak terjadi
4. Tidak meratanya fasilitas kesehatan
5. Promotif, Preventif dan Rehabilitatif kurang berfungsi
6. Kesalahan Poli tujuan karena pasien berkunjung ke Rumah Sakit tanpa dirujuk dokter di
layanan primer
7. Biaya pelayanan tidak terkendali
a. Biaya pelayanan meningkat
b. Biaya tidak dapat diprediksi
Profesi dokter dan atau dokter gigi perlu mendapatkan jaminan perlindungan hukum
dalam memberikan kepastian dalam melakukan upaya kesehatan kepada pasien sebagaimana
disebutkan dalam pasal 50 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 demikian juga tenaga
kesehatan yang disebutkan dalam 27 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 jo pasal 57
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2014 jo pasal 36 Undang – Undang Nomor 38 tahun 2014
jo Pasal 60 Undang – Undang Nomor 4 tahun 2019 dirasakan belum terlihat jelas dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 ini.
Sama halnya dengan dokter maka tenaga kesehatan yang merupakan bagian dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat diberikan hak untuk mendapatkan imbalan dan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Dengan demikian,
dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat sepanjang dilaksanakan dengan iktikad baik dan sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan yang berlaku, maka undang – undang menjamin perlindungan hak – hak
kepentingannya.
Dengan dihilangkannya pasal yang mengatur tentang rujukan berjenjang justru tidak
memberikan kepastian dan perlindungan hukum baik bagi pelaku jasa pelayanan kesehatan dan
penyelenggara pelayanan kesehatan namun juga bagi masyarakat, Bila Orientasi Rujukan
adalah Hanya berdasarkan banyaknya jumlah tempat tidur.
Dampak diberlakukannya PMK No 3/2020:
a. Kuantitas dan Kualitas dokter tidak akan merata di masing – masing Rumah Sakit. SDM
Tenaga medis akan menumpuk di satu rumah sakit yang dianggapnya lebih ‘menjanjikan’
dan Rumah Sakit lain tidak memiliki dokter.
b. Belum jelasnya mengenai standar pelayanan, standar tarif dan standar biaya dalam sistem
rujukan.

2. Standar Penjaminan Mutu Internal RS


Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor- faktor subjektivitas individu
yang berkepentingan dalam pelayanan kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi
masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah sehingga akan
membentuk pendangan yang bereda dalam definisi mutu pelayanan kesehatan.
Menurut Robert dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien,
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan
penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan
adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana,
kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi kerugian
Mutu harus dapat :
1. Dicapai
2. Diukur
3. Dapat memberi keuntungan
4. Untuk mencapainya diperlukan kerja keras
Manfaat Pelaksanaan Program Menjamin Mutu :
1. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
2. Dapat lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan.
3. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
4. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan
hukum.
Syarat Program Menjamin Mutu :
1. Bersifat khas
2. Mampu melaporkan setiap penyimpangan
3. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
4. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
5. Mudah dilaksanakan.
6. Mudah dimengerti.
Komponen yang mempengaruhi baik buruknya suatu rumah sakit dalam konsep QA, yakni:
1. Aspek Klinis
Komponen yang berhubungan dengan hal medis ( dokter, perawat, teknik medis,dll)
2. Efisiensi dan efektifitas
Pelayanan dengan harga yang wajar, tepat guna, tidak ada diagnosa, dan terapi yang
berlebihan.
3. Keselamatan pasien
Upaya perlindungan pasien dari hal- hal yang bisa membahayakan pasien.
4. Kepuasan pasien
5. Kenyamanan
6. Keramahan
7. Kecepatan
Kualitas pelayanan bergantung pada tiga faktor yang saling terkait :
1. Structural Inputs
a. Sarana fisik
b. Perlengkapan
c. Manajemen Keuangan
d. Sumber Daya Manusia
e. Sanitasi air
2. Process Measures
a. Manajemen RS
b. Evidence based guidelines
c. Sarana kegiatan dokter dan perawat
3. Outcomes
a. Aspek klinis
b. Efisiensi dan efektivitas
c. Keselamatan dan kepuasan pasien
7 Dimensi Mutu yaitu :
1. Aman
2. Adil
3. Berorientasi pasien
4. Tepat waktu
5. Efektif
6. Efisien
7. Integrasi
Indikator Nasional Mutu Rumah Sakit
1. Kepatuhan identifikasi pasien
2. Kepatuhan kebersihan tangan
3. Kepatuhan penggunaan APD
4. Waktu tanggap operasi seksio sesarea emergensi <30 menit
5. Waktu tunggu rawat jalan
6. Penundaan operasi elektif
7. Ketepatan waktu visit dokter spesialis
8. Pelaporan nilai kritis laboratorium
9. Kepatuhan penggunaan formularium nasional (FORNAS)
10. Kepatuhan terhadap alur klinis Clinical Pathway
11. Kepatuhan upaya pencegahan resiko pasien jatuh
12. Kecepatan waktu tanggap complain
13. Kepuasan pasien dan keluarga
Perencanaan Standar Penjaminan Mutu Internal RS :

I. INDIKATOR AREA KLINIS


JUDUL INDIKATOR MUTU TARGET PENANGGUNG JAWAB
Kelengkapan asesmen awal medis dalam waktu
100% Kepala Instalasi Rawat Inap
24 jam setelah pasien masuk rawat inap
Kepala Instalasi Laboratorium &
Waktu Lapor Hasil Tes Kritis Laboratorium 100%
Instalasi Rawat Inap
Keterlambatan Hasil Foto Rawat Jalan 0% Kepala Instalasi Rawat Jalan
Ketidaktepatan Pemberian Obat (5 Benar) 0% Kepala Instalasi Farmasi
Kematian Pasien di IGD 0% Kepala Instalasi Gawat Darurat

II. INDIKATOR AREA MANAJEMEN


JUDUL INDIKATOR MUTU TARGET PENANGGUNG JAWAB
Kecepatan Respon Terhadap Komplain ≥75% Kepala Seksi Humas & Pemasaran
Keterlambatan waktu menangani kerusakan alat 100% Kepala Seksi RT & IPSRS
Keterlambatan Pelayanan Ambulans di Rumah
0% Kepala Seksi RT & IPSRS
Sakit
Ketidaktepatan administrasi keuangan
0% Kepala Instalasi Farmasi
laboratorium

III. INDIKATOR AREA SASARAN KESELAMATAN PASIEN


JUDUL INDIKATOR PENANGGUNG
AREA INDIKATOR TARGET
MUTU JAWAB
Ketepatan identifikasi Kepatuhan Identifikasi
ISKP 1 100% Ketua Tim SKP
pasien Pasien
Kelengkapan pengisian form
Peningkatan Kepala Instalasi
Cacatan Perkembangan
ISKP 2 komunikasi yang 100% Rawat Inap &
Pasien Terintegrasi (CPPT)
efektif Ketua Tim SKP
pasien sesuai SBAR
Peningkatan Ketidaktepatan Pemberian Kepala Instalasi
ISKP 3 0%
keamanan obat Obat (5 Benar) Farmasi
Kepastian tepat lokasi, Angka Kelengkapan
Kepala
ISKP 4 tepat prosedur, tepat Pengisian Surgical Checklist 100%
Instalasi Bedah
pasien operasi di Kamar Operasi
Pengurangan risiko
ISKP 5 infeksi terkait Kepatuhan Cuci Tangan 85% Ketua Tim PPI
pelayaan kesehatan
Pengurangan risiko
ISKP 6 Kejadian pasien jatuh 0% Ketua Tim SKP
jatuh

IV. INDIKATOR WAJIB


JUDUL INDIKATOR MUTU TARGET PENANGGUNG JAWAB
Kepatuhan Identifikasi Pasien 100% Ketua Tim SKP
Emergency Respon Time (Waktu Tanggap
100% Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pelayanan Gawatdarurat ≤ 5 menit)
Waktu Tunggu Rawat Jalan 60 menit Kepala Instalasi Rawat Jalan
Penundaan Operasi Elektif 0% Kepala Instalasi Bedah
Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis 80% Kepala Instalasi Rawat Inap
Kepala Instalasi Laboratorium &
Waktu Lapor Hasil Tes Kritis Laboratorium 100%
Instalasi Rawat Inap
Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
80% Kepala Instalasi Farmasi
Bagi RS Provider BPJS
Kepatuhan Cuci Tangan 85% Ketua Tim PPI
Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cedera Kepala Instalasi Rawat Inap & Kepala
100%
Akibat Pasien Jatuh pada pasien Rawat Inap Tim SKP
Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway 80% Ketua Tim CP
Kepuasan Pasien dan Keluarga 80% Kepala Seksi Humas & Pemasaran
Kecepatan Respon Terhadap Komplain ≥75% Kepala Seksi Humas & Pemasaran

V. INDIKATOR LOKAL
JUDUL INDIKATOR MUTU TARGET PENANGGUNG JAWAB
Kepatuhan Pengisian Catatan Medis Gawat
100% Kepala Instalasi Gawat Darurat
Darurat pada pasien Gawat Darurat

VI. INDIKATOR TAHUN 2018


JUDUL INDIKATOR MUTU TARGET PENANGGUNG JAWAB
a. Indikator Area Klinik
Tidak Dilakukannya Penandaan Lokasi
0% Kepala Instalasi Bedah
Operasi
Kepala Instalasi Bedah
Ketidaklengkapan Asesmen Pre Anestesi 0%

Insiden Tertinggalnya Instrumen/Kasa


0% Kepala Instalasi Bedah
/Benda Lain Saat Operasi
Keterlambatan Waktu Mulai Operasi > 30
0% Kepala Instalasi Bedah
Menit
Keterlambatan waktu penerimaan obat
0% Kepala Instalasi Farmasi
racikan
Keterlambatan waktu penerimaan obat non
0% Kepala Instalasi Farmasi
racikan
Pasien Rehabilitasi Medis Yang Drop Out ≤ 50% Koordinator Fisioterapi
Kesalahan Tindakan Rehabilitasi Medis 0% Koordinator Fisioterapi
Sisa Makan Siang Pasien Non Diit <20% Kepala Instalasi Gizi
Kelengkapan Asesmen Medis Dalam
Waktu 24 Jam Setelah Pasien Masuk 100% Kepala Instalasi Rawat Inap
Rawat Inap
Infeksi Daerah Operasi IDO ≤ 1,5% Kepala Instalasi Rawat Inap
Kejadian Reaksi Transfusi ≤ 0,01% Kepala Instalasi Rawat Inap
Keterlambatan Operasi Sectio Caesarea 0% Ketua Tim PONEK
Kejadian Tidak Dilakukan Inisiasi
0% Ketua Tim PONEK
Menyusu Dini (IMD) pada Bayi Baru Lahir
Bayi Baru Lahir yang Tidak Mendapatkan
0% Ketua Tim PONEK
ASI Eksklusif Selama Rawat Inap
b. Indikator Area Manajemen
Kepala Instalasi Sterilisasi &
Linen Hilang 0%
Laundry
c. Indikator SKP
Kelengkapan Asesmen Risiko Jatuh Pasien
100% Ketua Tim SKP
Rawat Inap
d. Indikator Area Lokal
Kepatuhan Penulisan Resep Sesuai
100% Kepala Instalasi Farmasi
Formularium
Kelengkapan Obat & Alkes di Troly
100% Kepala Instalasi Farmasi
Emergency
Kepatuhan Telaah Resep 100% Kepala Instalasi Farmasi
Tidak Adanya Laporan Kesalahan
100% Kepala Instalasi Farmasi
Pemberian Obat Rawat Jalan
Kepuasan Pelanggan Fisioterapi ≥ 80% Koordinator Fisioterapi
Pencatatan Asuhan Gizi Pasien Risiko
100% Kepala Instalasi Gizi
Nutrisi dalam Rekam Medik 2×24 jam
Tidak Adanya Pasien Rujuk di IGD ≤ 5% Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pemberi Pelayanan Persalinan dengan
100% Koordinator Kamar Bersalin
Tindakan Operasi
Angka Kematian Ibu 0% Koordinator Kamar Bersalin
Kecepatan Waktu Pemberian Informasi Kepala Seksi Perbendaharaan &
100%
tentang Tagihan Pasien Rawat Inap Verifikasi
Tidak Adanya Pasien Umum yang Tidak Kepala Seksi Perbendaharaan &
100%
Membayar Setelah Selesai Pelayanan Verifikasi
Kepatuhan Penulisan Diagnosa Pada Form
100% Kepala Instalasi Laboratorium
Permintaan Pasien Laboratorium
Kepala Instalasi Sterilisasi &
Tidak Adanya Instrumen Yang Hilang 100%
Laundry
Ketepatan Waktu Penyerapan Linen Rawat Kepala Instalasi Sterilisasi &
100%
Inap Laundry
Kepala Instalasi Sterilisasi &
Ketepatan Jumlah Penyerahan Linen 100%
Laundry
Ketepatan Waktu Pengurusan Kenaikan
100% Kepala Seksi Personalia
Gaji
Ketepatan Prosedur Pengangkatan Pegawai 100% Kepala Seksi Personalia
Kejadian Kegagalan Pelayanan Rontgen ≤ 2% Kepala Instalasi Radiologi
Pelaksana Ekspertisi Hasil Pemeriksaan 100% Kepala Instalasi Radiologi
Waktu Tunggu Hasil Pelayanan Thorax
≤ 3 jam Kepala Instalasi Radiologi
Foto
Tidaka Adanya Kesalahan Pemberian
100% Kepala Instalasi Radiologi
Label
Kepatuhan Skrining Nyeri Pasien Rawat
100% Kepala Instalasi Rawat Inap
Inap
Tidak Adanya Pasien Rujuk di Rawat Inap ≤ 5% Kepala Instalasi Rawat Inap
Kepatuhan Monitoring Pemberian Darah
100% Kepala Instalasi Rawat Inap
pada Pasien yang Dilakukan Transfusi
Kepatuhan Kontrol Pertama Bayi yang
80% Kepala Instalasi Rawat Jalan
Lahir di RSB
Ketersediaan Pelayanan 100% Kepala Instalasi Rawat Jalan
Tidak Adanya Pasien Rujuk di Rawat Jalan ≤ 5% Kepala Instalasi Rawat Jalan
Kelengkapan Pengisian Resum Medis 24
100% Kepala Seksi Rekam Medis
Jam Setelah Selesai Pelayanan
Kelengkapan Informed Concent Setelah
100% Kepala Seksi Rekam Medis
Mendapatkan Informasi yang Jelas
Kalibrasi Alat 100% Kepala Seksi RT & IPSRS
Ketepatan Waktu Pemeliharaan Alat 100% Kepala Seksi RT & IPSRS
Pengolahan Limbah Padat Berbahaya
100% Kepala Seksi RT & IPSRS
sesuai Dengan Aturan
Pengawasan Keliling Oleh Petugas
100% Kepala Seksi RT & IPSRS
Keamanan
Pencatatan & Pelaporan Pasien TB 100% Ketua Tim TB DOTS
Kepatuhan Pemeriksaan HIV pada Pasien
100% Ketua Tim TB DOTS
TB
Kepatuhan Pemeriksaan HIV pada Pasien
100% Ketua Tim HIV
Ibu Hamil
Ketepatan Waktu Pelaporan IKP 100% Ketua Tim IKP
Perawatan Metode Kanguru 100% Ketua Tim PONEK
Rawat Gabung 100% Ketua Tim PONEK
Angka Kematian Ibu 0% Ketua Tim PONEK
Angka Kematian Bayi 0% Ketua Tim PONEK
Kepatuhan Penggunaan APD 100% Ketua Tim PONEK
Kegiatan Pencatatan & Pelaporan INOS 100% Ketua Tim PONEK
Pencatatan dan pelaporan indikator mutu dilaksanakan tiap bulan oleh unit terkait dan
dianalisa tiap bulan, proses tersebut dilakukan melalui monitoring indikator mutu yaitu proses
analisis, penilaian dan pengumpulan informasi secara sistematis dan kontinyu terhadap
indikator mutu sehingga dapat mengidentifikasi persoalan, dapat mengetahui yang dikerjakan
telah berhasil atau belum dan dijadikan koreksi untuk penyempurnaan indikator mutu
selanjutnya. Hasil pengukuran lebih tinggi atau lebih rendah dari target digunakan sebagai
bahan untuk menemukan upaya perbaikan.
3. Standar Penjaminan Mutu Eksternal RS
Menurut Peraturan Kementrian Kesehatan (Permenkes) RI No.
159a/Menkes/PER/II/1998 tentang rumah sakit, akreditasi adalah suatu pengakuan yang
diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar
minimal yang ditetapkan. Sedangkan menurut Permenkes RI No. 012/2012, menyatakan bahwa
akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh mentri baik dari dalam maupun luar
negeri, baik pemerintah maupun swasta yanng bersifat mandiri dalam proses pelaksanaan,
pengambilan keputusan, dan penerbutan sertifikat status akreditasi. Adapun tujuan akreditasi
rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu.
Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat
masyarakat untuk berobat keluar negeri.
Sesuai dengan Undang-undang No.44 Tahun 2009, pasal, 40 ayat 1, menyatakan bahwa,
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.Meskipun akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak
tahun 1995 dengan berbasis pelayanan, yaitu 5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan,
namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya
masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu
dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap mutu rumah sakit di Indonesia.
Menurut Joint Comission International (JCI)(2011), akreditasi adalah proses penilaian
organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit utamanya rumah sakit non
pemerintah, oleh lembaga akreditasi internasional berdasarkan standar internasional yang
telahditetapkan. Akreditasi disusun untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan
kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
memilih dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu pada Joint Commission International
(JCI). Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan memilih akreditasi dengan sistem Joint
Commission International (JCI) dikarenakan lembaga akreditasi tersebut merupakan badan
yang pertama kali terakreditasi oleh International Standart Quality (ISQua) selaku penilai
lembaga akreditasi.Standar ini akan dievaluasi kembali dan akan dilakukan perbaikan bila
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.
Akreditasi rumah sakit di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1995, yang dimulai
hanya 5 (lima) pelayanan, pada tahun 1998 berkembang menjadi 12 (dua belas) pelayanan dan
pada tahun 2002 menjadi 16 pelayanan. Namun rumah sakit dapat memilh akreditasi untuk 5
(lima), 12 (duabelas) atau 16 (enam belas) pelayanan, sehingga standar mutu rumah sakit dapat
berbeda tergantung berapa pelayanan akreditasi yang diikuti.
1. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1, merupakan standar akreditasi baruyang
bersifat nasional dan diberlakukan secara nasional di Indonesia pada Januari 2018. Disebut
denganedisi 1, karena di Indonesia baru pertama kali ditetapkan standar nasional
untukakreditasi rumah sakit (SNARS, 2017).Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
ini,disusun dengan menggunakan acuan acuan sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip standar akreditasi dari ISQ
b. Peraturan dan perundangan-undangan termasuk pedoman dan panduan ditingkat
Nasional baik dari pemerintah maupun profesi yang wajib dipatuhi dandilaksanakan oleh
rumah sakit di Indonesia
c. Standar akreditasi JCI edisi 4 dan edisi 5
d. Standar akreditasi rumah sakit KARS versi 2012
e. Hasil kajian hasil survei dari standar dan elemen yang sulit dipenuhi oleh rumah sakit di
Indonesia.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 berisi 16 bab, yang terbagi sebagai
berikut :
a. SASARAN KESELAMATAN PASIEN
SASARAN 1 : Mengidentifikasi pasien dengan benar
SASARAN 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif
SASARAN3: Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harusdiwaspadai (High Alert
Medications)
SASARAN 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar,prosedur yang benar,
pembedahan padapasien yang benar.
SASARAN 5 : Mengurangi risiko infeksi terkaitpelayanan kesehatan
SASARAN 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
b. STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PASIEN
1). Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
2). Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
3). Asesmen Pasien (AP)
4). Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP) 5). Pelayanan Anestesi
dan Bedah (PAB)
6). Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
7). Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
c. STANDAR MANAJEMEN RUMAH SAKIT
1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
3. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
5. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
6. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
d. PROGRAM NASIONAL
1). Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
2). Menurukan Angka Kesakitan HIV/AIDS.
3). Menurukan Angka Kesakitan TB
4). Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) 5). Pelayanan Geriatri
e. INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN DI
RUMAHSAKIT
Proses akreditasi didasarkan pada hasil evaluasi kepatuhan Rumah Sakit terhadap Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1. Setelah terakreditasi, rumah sakit diharapkan untuk
menunjukkan kepatuhan terus menerus terhadap standar di setiap siklus akreditasi. Standar
akreditasi diperbarui setiap tiga tahun.
Survei akreditasi dilaksanakan dengan menilai kesesuaian rumah sakit terhadapstandar
nasional akreditasi rumah sakit edisi 1 melalui proses:
a. Wawancara dengan staf dan pasien serta informasi lisan lainnya;
b. Pengamatan proses penanganan pasien secara langsung;
c. Tinjauan terhadap kebijakan, prosedur, panduan praktik klinis, rekam medis pasien,
catatan personel, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan dokumen lain
yang diminta dari rumah sakit;
d. Tinjauan data peningkatan mutu dan keselamatan pasien, penilaian kinerja dan hasil;
e. Pelaksanaan aktivitas telusur pasien secara individual (yaitu mengevaluasi pengalaman
perawatan pasien melalui proses perawatan di rumah sakit); dan
f. Pelaksanaan aktivitas telusur terfokus terhadap sistem atau proses di seluruh organisasi
(misalnya, manajemen obat, pengendalian infeksi, limbah dan bahan berbahaya, atau
sistem dan proses rawan masalah, berisiko tinggi, bervolume tinggi/rendah lainnya)
Keputusan akreditasi final didasarkan pada kepatuhan rumah sakit terhadap
standarakreditasi. Rumah sakit tidak menerima nilai/skor sebagai bagian dari
keputusanakreditasi final. Ketika suatu rumah sakit berhasil memenuhi persyaratan
akreditasiKARS, rumah sakit tersebut akan menerima penghargaan Status Akreditasi sebagai
berikut:
a. Rumah Sakit Non Pendidikan
1. Tidak lulus akreditasi
a) Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei,semua mendapat
nilai kurang dari 60 %
b) Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi dapat mengajukan akreditasiulang setelah
rekomendasi dari surveior dilaksanakan.
2. Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15 bab yang di
survei hanya 4 bab yang mendapat nilai minimal 80% dan 12bab lainnya tidak ada yang
mendapat nilai dibawah 20%.
3. Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 15 bab yang di
survei ada 8 bab yang mendapat nilai minimal 80% dan 7 bab lainnya tidak ada yang
mendapat nilai dibawah 20%.
4. Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 15 bab yang di
survei ada 12 bab yang mendapat nilai minimal 80% dan 3 bablainnya tidak ada yang
mendapat nilai dibawah 20%.
5. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari 15 bab yang di
survei semua bab mendapat nilai minimal 80%.
b. Rumah Sakit Pendidikan
1. Tidak lulus akreditasi
a) Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang di survei mendapat nilai
kurang dari 60%.
b) Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang setelah
rekomendasi dari surveior dilaksanakan.
2. Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 16 babyang di
survei hanya 4 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusipendidikan pelayanan
kesehatan, mendapat nilai minimal 80% dan 12bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai
dibawah 20%
3. Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 16 bab yang di
survei ada 8 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusipendidikan pelayanan
kesehatan, mendapat nilai minimal 80% dan 8bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai
dibawah 20%.
4. Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 16 bab yang di
survei ada 12 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusipendidikan pelayanan
kesehatan mendapat nilai minimal 80 % dan 4bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai
dibawah 20%.
5. Akreditasi tingkat paripurna
a) Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari16 bab yang di
survei semua bab mendapat nilai minimal 80%.
b) Bila Rumah Sakit tidak mendapat status akreditasi paripurna dan ada bab
nilainyadibawah 80 % tetapi diatas 60%, maka Rumah Sakit dapat mengajukan
surveiremedial untuk bab tersebut.
Perencanaan Akreditasi Rumah Sakit
Tahapan yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan akreditasi adalah :
a. Pembinaan Akreditasi oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Tahap pembinaan akreditasi bertujuan untuk menyiapkan sistem pelayanan di rumah
sakit. Hasil pembinaan berupa rekomendasi yang mencakup aspek hukum atau aspek
manajemen pelayanan yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah rumah sakit perlu
bimbingan atau tidak.
b. Bimbingan Akreditasi oleh Surveyor Pembimbing
Tahap bimbingan akreditasi bertujuan untuk memberikan penjelasan, pemahaman dan
penerapan standar pelayanan yang menjadi item penilaian dalam akreditasi. Hasil bimbingan
ini berupa rekomendasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan rumah sakit dan
dokumen yang perlu disediakan untuk mencapai akreditasi. Bila masih membutuhkan
bimbingan, rumah sakit berhak untuk meminta bimbingan dari konsultan luar selain KARS
untuk mendapat bimbingan lebih intensif.
c. Survei Akreditasi oleh Surveyor Akreditasi
Tahap survei akreditasi merupakan saatnya penilaian terhadap pemenuhan standar rumah
sakit menggunakan instrumen akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS. Survei akreditasi
dilakukan oleh KARS sedangkan sertifikasi diberikan oleh Dirjen Pelayanan Medik DEPKES
RI berdasarkan rekomendasi KARS. Rumah sakit tidak dapat memilih surveyor akreditasi
untuk menjamin objektivitas penilaian.
d. Pendampingan Pasca Akreditasi oleh Tim Pendampingan yang terdiri dari KEMESKES,
KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), PERSI daerah dan Dinas Kesehatan
Tahap pendampingan pasca akreditasi bertujuan menindaklanjuti rekomendasi hasil
survei akreditasi agar rumah sakit yang telah terakreditasi dapat meningkatkan mutu pelayanan
yang masih dibawah standar dan tetap mempertahankan mutu pelayanan yang sudah tercapai.
Pendampingan dilaksanakan secara berkala minimal 6 bulan pasca survey akreditasi.
4. Perencanaan SDM Nakes RS Tipe B
Berdasarkan pedoman teknis sarana dan prasarana Rumah Sakit tipe B oleh kementerian
Kesehatan struktur organisasi rumah sakit tipe B yakni sebagai berikut :
Berdasarkan Permenkes No.56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit
sebagai berikut :
STANDAR SDMK (Kelas)
NO. SDM
K A B C D
1. Dokter Umum 18 12 9 4
2. Dokter Gigi 4 3 2 1
3. Dokter Spesialis Dasar 24 12 8 4
a. Spesialis Penyakit Dalam 6 3 2 1*
b. Spesialis Kesehatan Anak 6 3 2 1*
c. Spesialis Bedah 6 3 2 1*
d. Spesialis Obstetri dan Ginekolog 6 3 2 1*
Ket: *) dari 4 jenis spesialis dasar, wajib terisi 2 jenis pelayanan, masing-masing 1 tenaga
4. Spesialis Penunjang Medik 15 10 3
a. Spesialis Anestesiologi 3 2 1
b. Spesialis Radiologi 3 2 1
c. Spesialis Patologi Klinik 3 2 1
d. Spesialis Patologi Anatomi 3 2
e. Spesialis Rehabilitasi Medik 3 2
5. Dokter Spesialis Lain 36 8
a. Spesialis Mata 3 1*
b. Spesialis THT 3 1*
c. Spesialis Syaraf 3 1*
d. Spesialis Jantung & Pembuluh Darah 3 1*
e. Spesialis Kulit & Kelamin 3 1*
f. Spesialis Kedokteran Jiwa 3 1*
g. Spesialis Paru 3 1*
h. Spesialis Orthopedi 3 1*
i. Spesialis Urologi 3 1*
j. Spesialis Bedah Syaraf 3 1*
k. Spesialis Bedah Plastik 3 1*
l. Spesialis Kedokteran Forensik 3 1*
Ket: *) dari 12 jenis spesialis lain, wajib terisi 8 jenis pelayanan, masing-masing 1 tenaga

6. Dokter Sub Spesialis 32 2


a. Sub Spesialis Bedah 2 1*
b. Sub Spesialis Penyakit Dalam 2 1*
c. Sub Spesialis Kesehatan Anak 2 1*
d. Sub Spesialis Obstetri & Ginekolog 2 1*
e. Sub Spesialis Mata 2
f. Sub Spesialis THT 2
g. Sub Spesialis Syaraf 2
h. Sub Spesialis Jantung & Pembuluh Darah 2
i. Sub Spesialis Kulit & Kelamin 2
j. Sub Spesialis Jiwa 2
k. Sub Spesialis Paru 2
l. Sub Spesialis Orthopedi 2
m. Sub Spesialis Urologi 2
n. Sub Spesialis Bedah Syaraf 2
o. Sub Spesialis Bedah Plastik 2
p. Sub Spesialis Gigi Mulut 2
Ket: *) dari 4 jenis sub spesialis dasar, wajib terisi 2 jenis pelayanan, masing-masing
1 tenaga
7. Spesialis Medik Gigi dan Mulut 7 3 1
a. Spesialis Bedah Mulut 1 1 1*
b. Spesialis Konservasi/ Endodonsi 1 1 1*
c. Spesialis Periodonti 1 1*
d. Spesialis Orthodonti 1 1 1*
e. Spesialis Prosthodonti 1 1*
f. Spesialis Pedodonsi 1 1*
g. Spesialis Penyakit Mulut 1 1*
Ket: *) dari 7 jenis spesialis medik gigi dan mulut, wajib terisi 1 jenis pelayanan, minimal
1 tenaga
8. Tenaga Kefarmasian
a. Apoteker 15 13 8 3
Kepala Instansi Farmasi RS 1 1 1 1
Rawat Jalan 5 4 2
Rawat Inap 5 4 4 1
Instansi Gawat Darurat 1 1
Ruang ICU 1 1
Koordinator penerimaan dan distribusi 1 1
farmasi
Koordinator produksi farmasi 1 1 1 1
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
Rawat Jalan 10 8 4 2
Rawat Inap 10 8 8
Instansi Gawat Darurat 2 2
Ruang ICU 2 2
Membantu tugas koordinator penerimaan Disesuai Disesua
dan distribusi farmasi k an i kan
dengan dengan
beban beban
kerja kerja
Membantu tugas koordinator produksi Disesuai Disesua Disesuai Disesuai
farmasi k an i kan kan kan
dengan dengan dengan dengan
beban beban beban beban
kerja kerja kerja kerja
9 Tenaga Kesehatan dan Petugas Lainnya
a. Keperawatan (Perawat dan Bidan) 1:1 1:1 2:3 2:3
Ket:
1) Untuk RS Tipe A dan B; 1 tenaga keperawa tan untuk 1 tempat tid ur (2/3 ten ga tetap)
2) Untuk RS Tipe C dan D; 2 tenaga keperawa tan untuk 3 tempat tid ur (2/3 ten ga tetap)
b. Gizi
c. Keterapian Fisik
d. Radiografer
e. Fisikawan Medik
f. Petugas Proteksi Radiasi Medik
g. Tenaga Elektromedik
h. Keteknisian Medis
i. Rekam Medik
j. Petugas IPSRS
k. Petugas Pengelola Limbah
l. Petugas Kamar Jenazah

Dalam merencanakan Sumber Daya Manusia yang tepat guna, maka suatu rumah sakit
perlu membuat rencana strategis minimal 5 tahun ke depan. Salah satu pedoman sebagai standar
perencanaan SDM yakni menggunakan Permenkes No. 56 tahun 2014 mengenai klasifikasi dan
perizinan Rumah Sakit.
SDM merupakan ujung tombak dari pelayanan di rumah sakit. SDM yang bermutu pada
prinsipnya mempunyai kemampuan profesional dan teknikal tertentu yang kehadirannya pada
semua lini pekerjaan akan melahirkan banyak keuntungan. Dalam organisasi rumah sakit upaya
untuk menciptakan rumah sakit yang mempunyai citra baik (berkualitas) di mata pelanggannya
sangat ditentukan oleh kualitas SDMterstandarisasi yang dimilikinya. SDM terstandarisasi
berarti tenaga yang dimiliki oleh organisasi telah mempunyai keterampilan dan pengetahuan
yang sesuai dengan bidang tugas yang dikerjakan baik dilihat dari tingkat pendidikan maupun
pengalaman yang dimiliki SDM yang bersangkutan. SDM rumah sakit pada dasarnya telah
terspesialisasi secara jelas, karena semua tenaga medis seperti perawat, bidan, dokter, dokter
spesialis, farmasi dan lain-lain secara khusus telah mempunyai latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas yang mereka kerjakan. Dengan latar belakang pendidikan itulah SDM di
organisasi rumah sakit diharapkan mampu menunjang pelayanan rumah sakit yang berkualitas.
Meskipun demikian, karena masalah kesehatan dan teknologi yang digunakan selalu berubah
maka upaya peningkatan mutu SDM akan selalu diperbaiki dengan berbagai cara dan strategi
baik melalui pre-service education dan in-service education. Apalagi di era saat ini yang
menuntut keunggulan mutu SDM yang ditandai dengan sinergi antara keleluasaan pengusaan
ilmu pengetahuan danketeramplian memanfaatkan teknologi informasi.
Seorang dokter dan perawat bukan hanya dituntut mampu memberikan pelayanan medis
dan perawatan, tetapi harus mampu menggunakan komputer dan menguasai keterampilan
berkomunikasi secara baik kepada pasien agar hubungan pasien dengan pelayan kesehatan
dapat berjalan dengan baik. Tentunya dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika hubungan
komunikasi pasien dan pelayan kesehatan terjadi distorsi. Kualitas SDM seperti itulah yang
membedakan SDM rumah sakit dengan SDM rumah sakit lainnya, karena latar belakang
pendidikan mungkin sama akan tetapi pengusaan teknologi informasi dan komunikasi yang
dimiliki dapat berbeda. Keadaan itu akan menjadi pendorong organisasi rumah sakit untuk
dapat meraih keunggulan kompetitif (competitive adventages) yaitu dapat memenangkan
persaingan dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien dibandingkan rumah
sakit lainnya.
SDM terstandardisasi yang telah menguasai teknologi informasi dan komunikasi
merupakan unsur penting dalam faktor proses produksi yakni penyampaian jasa pelayanan
kepada pasien dan menciptakan keunggulan kompetitif. Untuk menciptakan SDM yang
berkualitas tentu saja terkait dengan kompetensi. Kompetensi selain menentukan perilaku dan
kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaan dengan baik
berdasarkan standar kriteria yang ditentukan. Menurut The NationalPark Service kompetensi
merupakan kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan di bidang karier tertentu yang
dimiliki sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan tugas atau fungsinya pada keahlian
tertentu yang secara spesifik telah ditentukan.
SDM rumah sakit terdiri atas petugas medis dan nonmedis. Tenaga medis secara khusus
telah diposisikan sesuai tugas dan fungsi dengan mempertimbangkan disiplin ilmu atau latar
belakang pendidikan mereka, namun dapat saja tugas dan fungsi administrasi tidak dijabat oleh
orang yang tepat sesuai kriteria yang ditentukan. Meskipun inti jasa pelayanan di rumah sakit
adalah jasa kesehatan, pengguna jasa pelayanan kesehatan tersebut tentunya harus melalui
tahap demi tahap proses kegiatan dan akan bertemu dengan bagian-bagian pelayanan tidak
langsung (seperti bagian informasi, administrasi, dll). Bagian pelayanan tidak langsung di
rumah sakit dapat saja mengakibatkan pasien merasa tidak puas dan tidak nyaman. Kondisi itu
terjadi, apabila petugas di bagian pelayanan tidak langsung bersikap tidak ramah, kurang sopan,
judes dan tidak terampil.
Jika SDM rumah sakit memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, keterampilan
yang sesuai, SDM tersebut belum dapat dikatakan mempunyai kompetensi yang tinggi karena
kompetensi yang tinggi bukan hanya menyangkut pengetahuan/pendidikan (knowledge) dan
keterampilan (skill) saja tetapi menyangkut banyak kondisi. Mengutip pernyataan Spencer et
al karakteristik kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar melakukan pekerjaan dengan
baik berda-sarkan kriteria yang telah ditentukan, meliputi motif (motive), sifat/ciri bawaan
(traits), konsep diri (self concept), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Motif
menyangkut daya dorong kemauan orang yakni karyawan rumah sakit untuk melakukan
tindakan baik yang berasal dari dalam diri maupun luar diri. Sifat/ciri bawaaan menyangkut
reaksi ciri bawaan yang bersifat konsisten terhadap situasi misalnya seorang dokter harus
mempunyai pandangan luas dalam mengambil keputusan yang tepat pada saat gawat darurat
maupun masalah kesehatan yang tidak ada kepastian. Inti kedua kompetensi berada pada
dasar personality iceberg sehingga sangat sulit untuk dinilai dan dikembangkan serta memakan
biaya yang cukup besar untuk memilih karakteristik tersebut.
Konsep diri merupakan refleksi dari konsep sikap, nilai atau self image yang diyakini
orang. Konsep diri yang harus diyakini para karyawan adalah bahwa bekerja merupakan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik sehingga dalam bekerja harus bersikap
baik (seperti senyum, ramah dan sopan) kepada pelanggan. Karakteristik konsep diri dapat
diubah melalui pelatihan dan psikoterapi atau pengalaman pengambangan yang positif
walaupun memerlukan waktu yang relatif lama. Karakteristik kompetensi pengetahuan dan
keterampilan relatif lebih mudah untuk dikembangkan melalui pelatihan dengan cara yang
paling efektif untuk menjamin kemampuan pegawai. Kompetensi pengetahuan dan
keterampilan mempunyai kecenderungan lebih tampak (visible) dan lebih mudah untuk dapat
ditingkatkan dibandingkan karakteristik kompetensi lainnya yang berada lebih dalam dan
tersembunyi dalam diri seseorang.
Karakteristik kompetensi SDM berupa pengetahuan dan keterampilan merupakan
kompetensi yang mendasar yang harus dimiliki SDM untuk menuju ke arah kompetensi yang
lebih dalam dan tersembunyi. Artinya para karyawan tidak akan mempunyai konsep diri, motif
dan sifat/ciri bawaan baik untuk menjadi SDM yang berkualitas, jika tidak mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai