Anda di halaman 1dari 5

Biografi Zainal Abidin Ahmad

Zainal Abidin Ahmad itu adalah nama lengkapnya, beliau merupakan seorang tokoh
pemikir politik Islam di Indonesia tidak hanya itu, beliau juga merupakan salah satu tokoh
pergerakan Islam dari Partai Masyumi. Ia merupakan seorang pengarang dan penulis yang
produktif, contoh judul buku karangannya antaralain : Konsepsi Negara Bermoral menurut Imam
Ghazali, Negara Adil dan Makmur menurut Ibnu Sina, Ilmu Politik Islam, Riwayat Hidup Ibnu
Rushd, Konsepsi Politik dan Ideologi Islam, dan masih banyak lagi tulisan yang di karangnya yang
masih bererakan di majalah lama. Ia belajar mengkritisi politik secara otodidak baik masa klasik
maupun masa modern pun di belajarinya. Aset tertinggi yang dimilikinya adalah ia mengusai
bahasa Arab, Inggris, dan juga Belanda hal tersebut lah yang menjadikannya dapat menguasai ilmu
secara mandiri dan otodidak. Hal tersebut juga menyetarakan tarafnya dengan tokoh masyumi
lainnya yang memiliki lulusan pendidikan tinggi secara formal. Di Partai Masyumi, beliau juga di
kenal sebagai ideolog dan menduduki jabatan wakil ketua Majelis Perwakilan Rakyat Sementara
(MPRS) serta utusan sidang konstituante 1955. Dengan begitu, tetapi di kenalnya Zainal Abidin
Ahmad tidak se terkenal tokoh masyumi lainnya seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin
Prawiranegara.

Dari analisa buku karangan Zainal Abidin Ahmad “Pembentukan negara Islam” menunjukkan
bahwa pemikirannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik yang berlaku di Indonesia saat
itu. Menurutnya, negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sudah mengandung unsur
ketuhanan yang satu-satunya. Karena dia menganut nilai-nilai Islam. Baginya, bentuk negara Islam
hendaknya tidak mengedepankan nama Islam dan unsur-unsur Islam sebagai dasar negaranya,
tetapi yang terpenting adalah terwujudnya nilai-nilai yang sangat keislaman, yaitu universal. Ia
juga salah satu pemikir Masyumi yang turut memperjuangkan Islam sebagai tulang punggung
negara. Zainal Abidin Ahmad tidak ikut serta dalam pemberontakan bersenjata dengan pemerintah.
Salah satu alasan dia tidak melakukan ini adalah karena dia tidak ingin kemerdekaan dipenuhi
dengan pertumpahan darah hanya karena ada perselisihan atas dasar negara yaitu Islam dan
Pancasila

Gagasan Politik Islam Zainal Abidin Ahmad

Dia mendefinisikan ilmu politik sebagai ilmu manajemen, dasar-dasar pemerintahan dan cara
pemerintahannya. Ilmu politik dalam bahasa Arab adalah siyasah, menurutnya makna siyasah
memiliki arti yang lebih luas dari pada ilmu politik. Di era kebodohan, makna kata siyasah tidak
dimaknai sebagai sebuah negara, melainkan dimaknai pada masa Nabi Muhammad. Kata tersebut
memiliki arti negara seperti halnya kata politik, yang berasal dari kata Yunani polis, yang berarti
kenegaraan. Dasar negara menurut Zainal Abidin Ahmad mengacu pada ayat-ayat QS al-Quran.
Konsep-konsep tersebut, menurut Zainal Abidin Ahmad, merupakan landasan negara. Abidin
Ahmad melihat bahwa 4 basis ini digunakan pada masa Al-Khulafa 'Ar-Rasyidun..

Pemikiran Zainal Abidin ahmad Tentang Konsep Negara Islam

3 Konsep negara Islam menurut Zainal Abidin Ahmad :

- Ada suatu pemerintahan rakyat yang bermusyawarah


- Mempunyai sumber-seumber pembuatan undang-undang negara
- Penetapan pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara

Hubungan Agama Dan Negara

Menurutnya, dalam hal ini, "Negara Islam" tidak harus bertumpu pada nama atau formula, dan
tidak boleh digambarkan terlalu jauh untuk memberi kesan bahwa negara yang kita tinggali saat
ini tidak memiliki kondisi yang memadai. untuk itu. Kita harus mensyukuri kenyataan yang
berlaku di tanah air kita dan tidak melanggar hukum yang berlaku, cukuplah negara kita mencapai
cita-cita negara Islam. Indonesia cukup menerima berkah yang melimpah dan bisa juga disebut
"baldatun thayyibatun wa rabbun gafur". Negara Islam bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau
dicurigai, tetapi merupakan berkah kebahagiaan tidak hanya bagi umat Islam tetapi untuk semua
orang dan alam yang ada.

Kriteria Negara Islam

- Negara Berdaulat

Menurut Zainal Abidin, negara berdaulat adalah negara merdeka yang memiliki kedaulatan penuh,
baik eksternal maupun internal. Kepergian tersebut berarti ia mampu melakukan hubungan politik
secara bebas dan mandiri dalam menghadapi dunia internasional. Sedangkan makna internal
adalah negara yang memiliki kekuasaan penuh atas warganya dan tidak ada kekuatan lain yang
dapat menandinginya, menurutnya kriteria negara yang disebutkan sebelumnya adalah yang
dipraktikkan pada masa Nabi di Madinah. Keberadaan Piagam Madinah adalah awal dari
kebangkitan negara Islam, yang dengan jelas menunjukkan ciri-ciri kemerdekaan dan
kedaulatannya secara penuh.

- Negara Republik

Machiavelli adalah karakter yang mengatakan bahwa republik lebih baik dari pada monarki. Di
sisi lain, katanya, suara banyak orang adalah Tuhan yang benar. Bentuk negara ini pernah
dikonseptualisasikan oleh Rumi, dan Machiavelli memujinya sebagai contoh yang bagus dari
konsep negara bebas, yaitu, negara di mana semua orang patuh dan tunduk kepada pemerintah dan
hukumnya. Menurut Abidin, republik tidak bisa lepas dari Islam. Menurutnya, negara yang
didirikan oleh Khulafaur Rasyidin ini merupakan negara Islam yang menyerupai republik dan
khalifah sebagai presiden karena dipilih oleh rakyat. Ibn Rusyd berpendapat bahwa pemerintahan
Arab pada periode pertama Islam adalah sistem republik yang mirip dengan filosofi Plato, tetapi
Mu'awiyyah merusak segalanya dengan membentuk sistem pemerintahan otokratis. Menurut
Abidin, dalam sejarah Islam, penghapusan pemerintahan republik merupakan salah satu aspirasi
politik yang direncanakan oleh seseorang dari Umayyad bani, yang pernah dipecat oleh Mu'awiyah
dari jabatannya sebagai menteri utama di Kuffah dalam sejarahnya.

- Syura, atau demokrasi

Demokrasi dapat dikatakan sebagai sistem pemerintahan yang dikelola oleh masyarakat. Untuk
pertama kalinya, Yunani kuno memulai demokrasi. Masalahnya, adakah perbedaan antara
demokrasi dan syura yang dipraktikkan di Barat?

Menurut pengamat, syura adalah kebebasan berbicara, tetapi dibatasi oleh hukum Islam atau
hukum Allah. Sedangkan demokrasi tidak berdasarkan hukum atau syariah. Adapun bagi mereka
yang mengatakan demokrasi adalah versi barat dari syura, tetapi syura bukanlah demokrasi.

- Pemilihan Umum

Pemilihan umum dalam Islam hukumnya wajib menurut Abidin, karena dasar melakukan
musyawarah. Dalam islam sudah di ajarkan cara pemilu dengan bebas sebagaimana di contohkan
oleh Khulafaur Rasyidin. Warga negara mendapat kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya dan
menentukan pilihannya tanpa adanya pemaksaan. Pemilu adalah memilih seorang pemimpin dan
merupakan wakil rakyat yang dapat memperjuangkan tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk
kepentingan rakyat. Para calon pemimpin seharusnya memiliki wawasan yang luas, yang
sebagaimana telah di katakana oleh Al-Mawardi dalam pemimpin yang adil menurutnya. Hal ini
di karenakan sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar atas rakyat dan negaranya
guna menciptakan keselamatan dan kemakmuran keduanya.

Demokrasi Menurut Zainal Abidin Ahmad

Konsep demokrasi yang dikembangkan oleh Zainal Abidin Ahmad dapat digambarkan sebagai
demokrasi dengan kata sifat, istilah yang dikenalkan oleh Collier dan Levitcky untuk konsep
demokrasi yang masih membutuhkan atribut atau kata sifat.

1. Demokrasi parlementer Islam

Dalam argumentasinya, Islam adalah pelopor demokrasi parlementer dalam sejarah dunia.
Menurutnya, Islam muncul beberapa abad lalu dengan membawa dua prinsip penting. Pertama,
prinsip demokrasi dalam pengajaran refleksi. Kedua, prinsip parlementerisme yang terkandung
dalam ajaran ulil amri. Prinsip pertama muncul sejak masa demokrasi langsung yang diterapkan
di Yunani kuno dan prinsip kedua harus diakui dan Islam adalah pendiri prinsip kedua. Ulil amri
adalah istilah yang disebutkan dalam Alquran dan juga diartikan sebagai wakil terpilih untuk
dewan perwakilan, oleh karena itu diikuti dengan ungkapan minkum (di antara kamu), artinya
orang-orang yang kamu pilih. Prinsip ini sebenarnya tidak lain adalah prinsip demokrasi.

2. Konsep kedaulatan rakyat

Ia mengklaim bahwa rakyat menjalankan kedaulatan tertinggi di negara melalui ulil amrinya. Ulil
amri baginya adalah wakil mutlak rakyat yang kedudukannya lebih tinggi dari kepala negara.
Tugas pokok ulil amri adalah penciptaan dan amandemen konstitusi negara dan pemilihan kepala
negara. Konsekuensinya, Ulil Amri memiliki 2 hak konstitusional. Kedua undang-undang ini milik
kekuasaan tertinggi, di mana nasib negara dan kepemimpinan bergantung pada kemauan rakyat.

3. Pertanyaan tentang persyaratan menjadi wakil rakyat

Menurut Zainal Abidin, tidak semua wakil rakyat harus berasal dari kalangan santri, kyai, alim
dan ahli agama, bahkan tidak semua pemimpin harus berasal dari agama Islam. Dengan cara ini,
secara tidak langsung ia berargumen bahwa pintu parlemen terbuka bagi setiap warga negara, apa
pun masalahnya. Dia menyatakan bahwa Islam memberikan kebebasan kepada sebuah negara
untuk menetapkan kondisi yang dianggap perlu sesuai dengan perjalanan waktu dan waktu.

4. Konsep kesetaraan warga negara

Zainal Abidin mengkritik konsep klasik yang membedakan warga negara sebagai non-Muslim dan
Muslim. Meskipun tidak ada diskriminasi terhadap non-Muslim di semua bidang, ini berarti bahwa
semua warga negara, terlepas dari asal-usulnya, memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak
yang sama di semua bidang, namun jika dikaitkan dengan posisi pemimpin negara menurut Zainal
Abidin. , negara lebih baik dijalankan oleh seseorang yang beragama Islam.

REFERENSI

cholis, nur. 2019. "pemikiran zainal abidin tentang konsepsi negara islam." al-qanun 119-
124.
maryam. 2013. "etika al-qur'an terhadap non muslim." tsaqafah 79-81.
qutub, sayyid. 1984. keadilan sosial dalam islam. bandung: pustaka.
Soebagyo, I.N. 1984. riwayat hidup dan perjuangan H.Zainal Abidin. jakarta: pustaka
antara.
syamsul hadi untung, eko adhi sutrisno. 2014. "sikap islam terhadap minoritas non-muslim."
kalimah 34-36.
zulkarnain, fizher. 2017. "pemikiran politik islam zainal abidin ahmad." tsaqafah 113-134.

Anda mungkin juga menyukai