Anda di halaman 1dari 232

Gunung Api Indonesia

dan Karakteristik Bahayanya


BAGIAN I: WILAYAH BARAT

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi


Badan Geologi
2020
Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya
BAGIAN I: WILAYAH BARAT

Editor:
Hendra Gunawan, Nia Haerani

Tim Penyusun:
Agoes Loeqman, Ahmad Basuki, Cahya Patria, Edi Prantoko, Hilma Alfianti,
Hetty Triastuty, Iyan Mulyana, Kristianto, Kushendratno, Mamay Surmayadi,
M. Nugraha Kartadinata, Novianti Indrastuti, Priatna, Sofyan Primulyana,
Sucahyo Adi, Umar Rosadi, Wilfridus F.S. Banggur

Penata Letak:
Bunyamin

Diterbitkan tahun 2020 oleh


Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Alamat:
Jalan Diponegoro No. 57 Bandung 40122
Jawa Barat

website: vsi.esdm.go.id
Sambutan
Teriring puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami menyambut baik penerbitan buku Gunung Api
Indonesia dan Karakteristik Bahayanya Bagian I: Wilayah Barat. Buku ini berusaha memberikan informasi kepada
masyarakat umum tentang gunung-gunung api yang ada di Indonesia, termasuk di dalamnya pembahasan
karakteristik bahaya geologi yang ditimbulkan oleh keberadaan gunung-gunung api tersebut.

Badan Geologi sebagai salah satu institusi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki
tugas dan fungsi di bidang penelitian dan pelayanan geologi, tentu memiliki kewenangan untuk mengawal
penyebarluasan informasi kegeologian ke tengah khalayak banyak. Informasi tersebut meliputi bidang sumber
daya geologi, vulkanologi dan mitigasi bencana geologi, air tanah, dan geologi lingkungan, serta survei
geologi.

Sebagai upaya penyebarluasan informasi kegeologian, buku ini menjadi salah satu bukti komitmen Badan
Geologi untuk terus mengedepankan upaya perlindungan sekaligus turut mewujudkan masyarakat Indonesia
yang sejahtera. Dalam konteks gunung api, Badan Geologi melakukan pemantauan terhadap 69 gunung api
aktif tipe A dengan 74 pos pengamatan gunung api yang tersebar di seluruh Indonesia.

Teknologi pemantauannya sekarang sudah kian berkembang. Kini teknologinya sudah berbasis digital.
Sebelumnya menggunakan peralatan seismograf analog serta pemantauan visual yang masih mengandalkan
kemampuan mata maupun teropong. Demikian pula dengan metodenya. Metodenya pemantauan dipertajam
dengan penerapan metode deformasi, kimia, dan lain-lain.

Peningkatan teknologi dan metode pemantauan gunung api terus dilakukan untuk lebih mempertajam akurasi
informasinya serta kecepatan penyampaian informasinya yang tentu sangat dibutuhkan oleh semua pihak,
yakni pemerintah, masyarakat, akademisi, swasta, maupun pihak luar yang membutuhkannya. Misalnya dengan
terobosan yang dilakukan oleh Badan Geologi melalui rilis aplikasi berbasis gadget yang dapat diakses setiap
saat oleh masyarakat luas.

Sambutan iii
Oleh karena itu, buku Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya sangat layak dibaca oleh semua
kalangan, khususnya bagi pihak-pihak yang berdekatan, berkaitan, dan berkepentingan terhadap keberadaan
gunung-gunung api di daerahnya masing-masing.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu tersusun hingga
terbitnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk masyarakat luas.

Eko Budi Lelono


Kepala Badan Geologi

iv Sambutan
Kata Pengantar
Rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya akhirnya buku Gunung
Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya Bagian I: Wilayah Barat dapat diterbitkan. Buku ini bisa menjadi salah
satu bukti dari perwujudan tugas Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sesuai dengan
Peraturan Menteri ESDM No. 13 tahun 2016 Pasal 693, yaitu untuk melaksanakan penelitian, penyelidikan,
perekayasaan dan pelayanan di bidang vulkanologi dan mitigasi bencana geologi.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa buku ini merupakan salah satu perwujudan dari Peraturan Menteri
ESDM tersebut dikarenakan yang disajikan di dalam buku ini berangkat dari hasil-hasil penelitian, penyelidikan,
perekayasaan dan pelayanan di bidang vulkanologi dan mitigasi bencana geologi sebelum, tanggap darurat,
dan setelah kejadian kebencanaan gunung api di Indonesia.

Di dalam buku Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya ini berusaha menginventarisasi pelbagai
permasalahan yang terkait dengan gunung api di Indonesia dan informasi kebencanaan geologi yang mungkin
dapat ditimbulkannya.

Tim penyusun buku ini berupaya memberikan informasi terkait informasi Umum yang melingkupi wilayah
tempat gunung api berada; sejarah dan karakteristik letusan yang berisi mengenai catatan-catatan letusan
berikut sifat-sifat atau ciri-ciri yang menjadi penanda letusannya; sistem pemantauan gunung api atau strategi
mitigasi yang ada dan dikembangkan pada masing-masing gunung api; dan Kawasan Rawan Bencana Gunung
api (KRB), peta KRB gunung api, dan potensi ancaman jiwa bila suatu gunung api meletus.

KRB adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan baik secara
langsung maupun tidak. Peta KRB Gunung api yang disusun berdasarkan data geologi, kegunungapian, sebaran
permukiman, dan infrastruktur menjadi peta petunjuk tingkat kerawanan yang berpotensi menimbulkan
bencana pada suatu kawasan apabila terjadi letusan gunung api.

Kata Pengantar v
Informasi-informasi yang disajikan tim penyusun dan disunting editornya nampak sedapat mungkin ditulis secara
ringkas, padat, populer, disertai dengan gambar-gambar yang berkaitan dengan gunung api. Hal tersebut tentu
saja dimaksudkan agar kalangan luas dapat lebih mudah memahami informasi dan pesan-pesan yang hendak
disampaikan melalui buku ini.

Akhirnya, kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan penyunting buku ini serta
semua pihak yang telah mendukung dalam penulisan buku, serta membantu dalam proses penerbitannya.
Semoga buku ini bermanfaat.

Kasbani
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geoologi

vi Kata Pengantar
Daftar Isi
Sambutan iii
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii

1 Peut Sague 1 12 Anak Krakatau 75 23 Sumbing 149


2 Seulawah Agam 7 13 Gede 83 24 Merapi 155
3 Bur Ni Telong 15 14 Salak 91 25 Kelud 165
4 Sorik Marapi 23 15 Tangkubanparahu 95 26 Arjuno-Welirang 181
5 Sinabung 29 16 Papandayan 103 27 Semeru 187
6 Marapi 37 17 Galunggung 109 28 Bromo 195
7 Tandikat 45 18 Guntur 117 29 Lamongan 201
8 Talang 51 19 Ciremai 125 30 Raung 207
9 Kerinci 57 20 Slamet 131 31 Ijen 213
10 Kaba 63 21 Dieng 137
11 Dempo 69 22 Sundoro 143

Daftar Isi vii


1
Peut Sague
Oleh: Edi Prantoko

Peut Sague 1
Informasi Umum

Peut Sague adalah salah satu dari tiga gunung api strato dikatakan tidak ada. Secara geografis G. Peut Sague
aktif di wilayah Provinsi Aceh. Peut Sague mempunyai terletak pada 04º55’30” LU dan 96º20’00” BT, sedangkan
arti gunung api yang mempunyai empat puncak. secara adiministratif masuk dalam wilayah Kecamatan
Dibandingkan dengan dua gunung api lainnya di Aceh, Meureudu Selatan, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
penduduk yang bermukim di lereng dan kakinya boleh

2 Peut Sague
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kegiatan letusan G. Peut Sague yang tercatat dalam yang disertai suara gemuruh dan semburan bara api. Pada
waktu sejarah tidak menunjukkan letusan dahsyat karena bulan Desember 1920 dari kejauhan tampak pada bagian
hanya disebutkan sebagai tiang asap, sinar api, guguran kawah sebelah barat dan barat laut adanya guguran lava
lava dan suara gemuruh serta suara ledakan termasuk disertai hembusan asap, kadangkala terdengar ledakan.
letusan terakhir tahun 2000. Pada tanggal 25 September Pada tanggal 10 Februari 1979 Pemerintah Daerah TK II
1919 tampak asap putih mengepul dari salah satu puncak Sigli melaporkan bahwa G. Peut Sague mengeluarkan api
sebelah barat G. Peut Sague. Pada bulan Maret 1920 dari dan suara gemuruh. Pada awal tahun 2000 laporan dari pilot
kejauhan tampak tiang asap membumbung tinggi disertai Garuda yang melalui jalur Banda Aceh-Medan menyatakan
sinar api berasal dari kawah bagian barat dan timur. Pada telah terjadi letusan di G. Peut Sague dengan ketinggian
bulan Mei 1920 Patroli Belanda melihat gumpalan asap asap mencapai ± 3 km, dengan warna asap hitam keabuan.

Interval Letusan G. Peut Sague

Peut Sague 3
KRB dan Potensi Ancaman Jiwa
Berdasarkan potensi bahaya yang mungkin terjadi, kawasan aliran piroklastik dan longsoran puing vulkanik dengan
rawan bencana Gunung Api Peut Sague terbagi menjadi 3, radius 5 km dari puncak.
yaitu:
c. KRB I
a. KRB III KRB I adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran
KRB III adalah kawasan yang sering dilanda awan panas, massa berupa lahar dan lontaran berupa hujan abu
aliran lava, lontaran atau guguran batu pijar dan gas serta kemungkinan terkenal lontaran batu pijar dengan
beracun dengan radius lontaran 2 km dari puncak. radius 8 km dari puncak.

b. KRB II Desa yang terdampak KRB sebanyak 6 desa yang tersebar


KRB II adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran di Kabupaten Pidie. Adapun jiwa yang terancam sebanyak
lava, lontaran batu pijar, termasuk hasil letusan freatik, 11.157 jiwa.
hujan abu lebat, kemungkinan gas racun, awan panas/

Tabel Desa terdampak (data Dukcapil 2018)

Jumlah
No Desa Kecamatan Kabupaten KRB
Penduduk
1 Keune Geumpang Pidie I 636
2 Leupu Geumpang Pidie I 1336

3 Teu Rucut Mane Pidie I 991


4 Blang Dalam Mane Pidie I 1810
5 Leuuteung Mane Pidie I 2050
6 Mane Mane Pidie I 4334

4 Peut Sague
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Peut Sague.

Peut Sague 5
Sistem Pemantauan Gunung Api

Gunung Api Peut Sague letaknya jauh dan pencapaiannya Aktivitas vulkanik G. Peut Sague dipantau secara terus-
sangatlah tidak mudah sehingga G. Peut Sague jarang menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Peut sague
dikunjungi orang. Meskipun demikian, penyuluhan dan yang terletak di Desa Mane Kecamatan Mane, kabupaten
pemahaman tentang gunung api bagi masyarakat perlu Pidie, Provinsi Aceh. Saat ini, pemantauan G. Peut Sague
dilakukan, bahwa terdapat gunung api yang sewaktu-waktu menggunakan satu stasiun seismik, hasil pemantauan
meletus dan dapat membahayakan serta menimbulkan kegempaan tersebut dilaporkan secara rutin setiap hari ke
korban jiwa. kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG) di Bandung melalui aplikasi MAGMA berbasis
internet.

Pos Pengamatan G. Peut Sague

Peta Jaringan Pemantauan G. Peut Sague

6 Peut Sague
2
Seulawah Agam
Oleh: Edi Prantoko

Seulawah Agam 7
Informasi Umum

Seulawah Agam adalah salah satu dari tiga gunung api dan 95º36’00” BT. Sedangkan secara administratif masuk
strato aktif di wilayah Provinsi Aceh. Secara geografis dalam wilayah Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh
Gunung Api Seulawah Agam terletak pada 05º25’30” LU Besar Provinsi Aceh.

8 Seulawah Agam
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Gunung Seulawah Agam sudah diketahui sejak umur


pertengahan. Menurut Sapper (1927) telah terjadi letusan
normal di kawah parasit pada awal abad 16, sehingga
Neumann van Padang mengklasifikasikannya sebagai
Gunung Api aktif. Letusan berikutnya terjadi pada kawah
Parasit pada 12-13 Januari 1839 yang kemudian dikenal
sebagai Kawah Heutz seperti yang diuraikan oleh Volz
(1912). Pada tanggal 16 dan 17 Agustus 1975 terdengar
suara gemuruh disertai kepulan asap dari puncak.

Interval Letusan G. Seulawah Agam.

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Berdasarkan Potensi bahaya yang mungkin terjadi, kawasan aliran piroklastik dan longsoran puing vulkanik dengan
rawan bencana Gunung Api Seulawah Agam menjadi 3, radius 5 km dari puncak.
yaitu:
c. KRB I
a. KRB III KRB I adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran
KRB III adalah kawasan yang sering dilanda awan panas, massa berupa lahar dan lontaran berupa hujan abu
aliran lava, lontaran atau guguran batu pijar dan gas serta kemungkinan terkenal lontaran batu pijar dengan
beracun dengan radius lontaran 2 km dari puncak. radius 8 km dari puncak.

b. KRB II Desa yang terdampak KRB sebanyak 42 desa yang tersebar


KRB II adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran di Kabupaten Aceh Besar. Adapun Jiwa yang terancam
lava, lontaran batu pijar, termasuk hasil letusan freatik, sebanyak 26.691 jiwa.
hujan abu lebat, kemungkinan gas racun, awan panas/

Seulawah Agam 9
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Seulawah Agam.

10 Seulawah Agam
Tabel Desa terdampak (data Dukcapil 2018)

Jumlah
No Desa Kecamatan Kabupaten KRB
Penduduk
1 Ayon Seulimeum Aceh Besar I,II,III 353
2 Pulo Seulimeum Aceh Besar I,II,III 231

3 Meurah Seulimeum Aceh Besar I,II,III 326


4 Lampantee Seulimeum Aceh Besar I,II 480
5 Lamteuba Droe Seulimeum Aceh Besar I,II 1189
6 Iboh Tanjong Seulimeum Aceh Besar I,II,III 341
7 Lampanah Seulimeum Aceh Besar I 379
8 Lambada Seulimeum Aceh Besar I 1362
9 Ujong Keupula Seulimeum Aceh Besar I 911
10 Iboh Tunong Seulimeum Aceh Besar I 390
11 Ateuk Seulimeum Aceh Besar I 433
12 Lam Apeng Seulimeum Aceh Besar I, II 606
13 Blang Tingkeum Seulimeum Aceh Besar I 770
14 Meunasah Baro Seulimeum Aceh Besar I,II 403
15 Alue Rindang Seulimeum Aceh Besar I 883
16 Alue Gentong Seulimeum Aceh Besar I 447
17 Jawie Seulimeum Aceh Besar I 97
18 Buga Seulimeum Aceh Besar I 515
19 Gampong Seulimeum Seulimeum Aceh Besar I 564
20 Lamjruen Seulimeum Aceh Besar I 404
21 Gampong Raya Seulimeum Aceh Besar I 189

Seulawah Agam 11
Jumlah
No Desa Kecamatan Kabupaten KRB
Penduduk
22 Kayee Adang Seulimeum Aceh Besar I 311
23 Seunebok Seulimeum Aceh Besar I 983
24 Lampisang Tunong Seulimeum Aceh Besar I 779
25 Pinto khop Seulimeum Aceh Besar I 133
26 Mangeu Seulimeum Aceh Besar I 293
27 Batee lhee Seulimeum Aceh Besar I 381
28 Meunasah Tunong Seulimeum Aceh Besar I 595
29 Beureunut Seulimeum Aceh Besar I 318
30 Ujong Mesjid Lampanah Seulimeum Aceh Besar I 276
31 Leungah Seulimeum Aceh Besar I 626
32 Bayu Seulimeum Aceh Besar I 398
33 Lon Asan Lembah Seulawah Aceh Besar I 636
34 Saree Aceh Lembah Seulawah Aceh Besar I,II,III 2056
35 Desa tauladan Lembah Seulawah Aceh Besar I,II 1086
36 Lamtamot Lembah Seulawah Aceh Besar I,II,III 1834
37 Lambaro Tunong Lembah Seulawah Aceh Besar I 456
38 Paya keureleh Lembah Seulawah Aceh Besar I 536
39 Lon Baroh Lembah Seulawah Aceh Besar I 433
40 Suka Damai Lembah Seulawah Aceh Besar I,II,III 2442
41 Meusale Indrapuri Aceh Besar I 383
42 Ieseum Mesjid Raya Aceh Besar I 463

12 Seulawah Agam
Sistem Pemantauan Gunung Api

Aktivitas vulkanik G. Seulawah Agam dipantau secara terus- Hasil pemantauan kegempaan tersebut dilaporkan secara
menerus dari Pos PGA Seulawah Agam di Desa Lambaro rutin setiap hari ke kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Tunong, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung melalui aplikasi
Aceh Besar. Saat ini pemantauan G. Seulawah Agam MAGMA berbasis internet.
menggunakan dua stasiun seismic.

Peta Jaringan Pemantauan G. Seulawah Agam.


Pos Pengamatan G. Seulawah Agam.

Seulawah Agam 13
3
Bur Ni Telong
Oleh: Umar Rosadi

Bur Ni Telong 15
Informasi Umum

Untuk memantau kegiatan G. Bur Ni Telong secara terus- lereng barat dan selatan bagian atas dengan komposisi
menerus, maka sejak 18 Agustus 1998 dibangun Pos andesitik dasitik. Pada umumnya lava di bagian lereng
Pengamatan Gunungapi di Desa Kute Lintang, Kecamatan bersifat andesitik, sedangkan di daerah puncak (kawah)
Bukit yang mulai dioperasikan pada 15 Oktober 1998. umumnya dasitik (Suhadi dkk, 1994). Aliran piroklastik
Kegiatan G. Bur Ni Telong dipantau secara menerus baik mempunyai sebaran yang cukup luas di sekitar lereng
secara visual dan kegempaan dari Pos Pengamatan G. Bur terutama di bagian baratdaya, adapun jatuhan piroklastik
Ni Telong. tersingkap di lereng selatan dan baratdaya umumnya
menumpang diatas aliran piroklastika.
G. Bur Ni Telong merupakan gunungapi termuda yang
terdapat di dalam suatu kompleks gunungapi tua yang Pemantauan kegiatan aktivitas vulkanik G. Bur Ni Telong
terdiri dari G. Salah Nama, G. Geureudong dan G. Pepanji. menggunakan Seismograf Kinemetrics model PS-2 dengan
Penyebaran produk letusan G. Bur Ni Telong sebagian sistim RTS. Gempa-gempa yang terekam didominasi oleh
besar ke arah selatan, tenggara dan baratdaya, terdiri dari gempa tektonik, sedangkan gempa vulkanik sangat jarang
aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik dan lava. terjadi.
Sebagian besar lava tersingkap di daerah puncak dan di

16 Burni Te Long
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Aktivitas vulkanik Gunungapi Bur Ni Telong tercatat Aktivitas vulkanik Gunungapi Bur Ni Telong
sejak 1837, Akhir September 1837 terjadi beberapa kali
letusan dan gempa bumi yang menyebabkan banyak Tahun Keterangan
kerusakan (Wichmann, 1904). Neuman van Padang (1951)
1837 terjadi beberapa kali letusan dan gempa bumi yang
menganggap sebagai letusan normal kawah pusat, menyebabkan banyak kerusakan
Wichmann (1904), letusan terjadi tanggal 12 - 13 Januari
1839 Letusan terjadi tanggal 12 - 13 Januari 1839 dengan abu
1839 dengan abu letusan mencapai P. We, 14 April 1856, letusan mencapai P. We.
letusan dari kawah pusat (Neuman van Padang, 1951) 1856 Letusan dari kawah pusat material yang dimuntahkannya
material yang dimuntahkannya berupa abu dan batu. berupa abu dan batu.
Neuman van Padang (1951) menulis bahwa di bulan 1919 terjadi letusan normal dari kawah pusat
Desember 1919 terjadi letusan normal dari kawah pusat, 7
Desember 1924, Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti 1924 Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti satu letusan
satu letusan (Neuman van Padang, 1951).

G. Bur Ni Telong dapat dicapai dengan pesawat udara dari


Jakarta - Medan - Bener Meriah, dari Bandara Bener Meriah
(Rembele) dilanjutkan menuju Pos PGA Bur Ni Telong
terletak di Desa Kute Lintang, Kecamatan Bukit, kurang
lebih memakan waktu 15 menit. Puncak G. Bur Ni Telong
dapat dicapai dari dua arah, yaitu dari lereng tenggara via
Kampung Sentral dan dari lereng baratdaya via Bandar
Lampahan. Umumnya orang melakukan pendakian melalui
lereng baratdaya, dari Desa Bandar Lampahan dibutuhkan
waktu sekitar 3 - 4 jam untuk mencapai puncak G. Bur Ni
Telong.

Interval Letusan G. Bur NI Telong.

Bur Ni Telong 17
KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Meskipun kegiatan G. Bur Ni Telong saat ini hanya fumarola seperti lontaran batu (pijar), hujan abu lebat dan hujan
yang berasap tipis dan lemah, namun bukan berarti bahwa lumpur (panas). G. Bur Ni Telong diperkirakan tidak
gunung tersebut tidak berbahaya dan tidak akan meletus akan menghasilkan guguran batu (pijar), hujan Lumpur
kembali. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan (panas) maupun gas beracun, karena ketiga jenis produk
bahaya yang ditimbulkannya perlu dipersiapkan peta gunungapi ini sering tergantung pada karakteristik
kawasan rawan bencananya. gunungapi tersebut, yang mana berdasarkan sejarah
letusannya ketiga jenis produk tersebut tidak tercatat.
Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Bur Ni Telong terbagi 3 Kawasan ini meliputi radius 5 km dari kawah aktif.
kawasan yaitu: 3. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang
1. Kawasan Rawan Bencana III, sangat berpotensi berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup
terancam awanpanas guguran/awanpanas letusan, gas kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan
racun, dan guguran lava, aliran lava serta lontaran batu aliran lava. Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
pijar (diameter > 6 cm). Kawasan ini meliputi radius 3 Kawasan rawan bencana terhadap aliran ma berupa
km dari kawah aktif. lahar/banjir dan kemungkinan perluasan awan panas
2. Kawasan rawan bencana II adalah kawasan yang dan aliran lava. Kawasan ini terletak di dekat lembah
berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak.
atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa
Lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun. Kawasan hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin
rawan bencana II ini dibedakan menjadi dua yaitu, dan kemungkinan dapat terkena lontaran abtu (pijar).
Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa Kawasan ini meliputi radius 8 km dari kawah aktif dan
awan panas, aliran lava dan aliran lahar, Kawasan daerah aliran sungai yang berhulu dari G. Bur Ni Telong.
rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan

Tabel Demografi KRB G. Bur Ni Telong (Ducapil, 2018)

Jumlah
No Desa Kecamatan KRB
Penduduk
1 Rejewali Ketol I 755
2 Buter Ketol I 552
3 Pondok Balik Ketol I 730
4 Segene Balik Kute Panang I 347
5 Blang Paku Wih Pesam I 95
6 Suka Makmur Wih Pesam I/II 105

18 Burni Te Long
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Bur Ni Telong.

Jumlah
No Desa Kecamatan KRB
Penduduk
7 Bener Ayu Wih Pesam I 101
8 Simpang Antara Wih Pesam I 202
9 Kebun Baru Wih Pesam I 1200

Bur Ni Telong 19
Jumlah
No Desa Kecamatan KRB
Penduduk
10 Cinta Damai Wih Pesam I 124
11 Lut Kucak Wih Pesam I 402
12 Karang Rejo Wih Pesam I 327
13 Jamur Ujung Wih Pesam I 323
14 Wonosobo Wih Pesam I/II 405
15 Gegerung Wih Pesam I 203
16 Wih Pesam Wih Pesam II 76
17 Simang Balek Wih Pesam II/III 137
18 Suka Makmur Timur Wih Pesam II 149
19 Cekal Baru Timang Gajah I 511
20 Kulem Para Kanis Timang Gajah I 225
21 Timang Rasa Timang Gajah I/II 110
22 Fajar Harapan Timang Gajah II 664
23 Kampung Baru 76 Timang Gajah II 547
24 Damaran Baru Timang Gajah II/III 624
25 Bandar Lampahan Timang Gajah II 1079
26 Mude Benara Timang Gajah II 422
27 Karang Jadi Timang Gajah II 725
28 Lampahan Timur Timang Gajah II 602
29 Lampahan Barat Timang Gajah I 352
30 Lampahan Timang Gajah II 541
31 Rembune Timang Gajah II/III 362
32 Pantai Pendiangan Timang Gajah II/III 1120
33 Pantai Lues Gajah Putih I/II 608
34 Bintang Bener Permata II 1051
35 Bener Pepanyi Permata II/III 1585
36 Gele Semayang Bandar I 206
37 Suku Wih Ilang Bandar I 493
38 Bukit Wih Ilang Bandar I 1442

20 Burni Te Long
Jumlah
No Desa Kecamatan KRB
Penduduk
39 Hakim Tunggul Naru Bukit I/II 384
40 Rembele Bukit I/II 650
41 Blang Tampu Bukit I 702
42 Ujung Bersah Bukit I 1575
43 Kute Tanyung Bukit I 453
44 Surele Kayu Bukit I 544
45 Tingkem Benyer Bukit I 128
46 Bale Atu Bukit I 377
47 Blang Sentang Bukit I 1488
48 Kute Lintang Bukit II/III 710
49 Sedie Jadi Bukit II/III 305
50 Waq Pondok Sayur Bukit II/III 421
51 Panji Mulia I Bukit I/II 553
52 Panji Mulia Ii Bukit I/II 886
53 Mupakat Jadi Bukit I 226
54 Belang Ara Bukit I 619
55 Muluem Bukit I 198
56 Godang Bukit I 242
57 Bujang Bukit I/II 1083
58 Kenawat Redelong Bukit I 1438
59 Ujung Gele Bukit I 639
60 Paya Gajah Bukit I 1779
61 Blang Sentang Bukit I 1488
62 Reje Guru Bukit I 692 Keterangan:
63 Delung Asli Bukit I 406 *Peta KRB G. terdiri dari tiga
Kawasan yang yang telah dire-
64 Delung Tue Bukit I 425 visi (2015) dengan data jumlah
65 Uring Bukit I 342 penduduk bersumber dari
data Ditjen Dukcapil, Kement-
66 Babussalam Bukit I/II 1654 erian Dalam Negeri (2018
67 Kute Kering Bukit I 453

Bur Ni Telong 21
Sistem Pemantauan

Dalam upaya mitigasi bencana gunungapi Bur Ni Telong, 3. Pemantauan secara visual dilakukan dengan mengamati
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan kondisi puncak/kawah dengan bantuan peralatan, yaitu:
Geologi telah melakukan: Kamera digital, teropong.
1. Sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam 4. Pemantauan secara instrumental, meliputi pemantauan
kawasan rawan bencana kegempaan menggunakan seismometer dan saat ini
2. Koordinasi dengan aparat daerah setempat dan institusi telah dipasang di 1 stasiun permanen.
terkait lainnya serta pada masyarakat.

Peta jaringan stasiun pemantauan Gunung Api Bur Ni Telong.

22 Burni Te Long
4
Sorik Marapi
Oleh: Sofyan Primulya

Sorik Marapi 23
Informasi Umum
Sorik Marapi merupakan salah satu gunungapi aktif tipe tubuh gunungapi ini banyak terdapat manifestasi aktivitas
A di Indonesia yang mempunyai danau kawah dengan vulkanik berupa solfatara/fumarola, kolam lumpur (mud
airnya yang bersifat asam di bagan puncaknya. Secara pool), dan mata air panas, diantaranya Mata Air Panas
administrasi, Sorik Marapi termasuk ke dalam wilayah Binanga, Sopotinjak, Purba Julu, Roburan Dolok-1,
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Posisi Roburan Dolok-3, Sibanggor Tonga-1 dan Sibanggor
geografis puncak 0°41’11.72”LS dan 99°32’13,09” BT serta Tonga-2. Mata Air Panas Roburan Dolok-2 dan Mata Air
ketinggian 2145 m dpl (di atas muka laut). Pos Pengamatan Panas Sampuraga. Suhu solfatara di puncak Kawah sangat
Gunung Sorik Marapi berada di Desa Sibanggor Tonga, bervariasi antara 90°C- 249°C.
Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing
Natal, Sumatera Utara. Gunung Sorik Marapi merupakan gunungapi yang produk
erupsinya berkomposisi andesitik hingga andesitik basaltik,
Dari kajian geologi, kemunculan G. Sorik Marapi diduga merupakan komposisi yang umum ditemukan di gunung-
berhubungan dengan aktivitas Sesar Besar Sumatera gunung berapi yang berada di jalur busur Sunda.
(Semangko) yang berarah barat laut – tenggara. Di sekitar

24 Sorik Marapi
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Catatan sejarah letusan Sorik Marapi tidak begitu banyak, freatik berupa lumpur dan lontaran batu dari fumarola
yaitu tahun 1830, 1879, 1892, 1893, 1917 dan 1970. Karakter Sibangor Julu. Pada tanggal 20 Mei 1917 terjadi letusan
letusan pada umumnya berupa letusan freatik berupa abu freatik berupa abu selama 3 jam, disertai dentuman hebat
disertai lontaran batu, atau semburan lumpur dari kawah terdengar sampai Kotanopan. Dan terakhir pada tahun
pusat karena adanya air danau kawah. Tahun 1830 dan 1970 terjadi letusan freatik berupa abu. Tahun 1987 terjadi
1879 terjadi letusan fretik dari kawah pusat menghasilkan peningkatan temperatur di solfatar Sibangor Julu dari 95°C
abu, lumpur, dan lontaran material berukuran bomb. Pada menjadi 119° C yang diikuti oleh semburan lumpur panas.
21 Mei 1892 terjadi letusan yang mengakibatkan timbulnya
2 buah lubang di kawah puncak. Endapan letusan ini telah Kondisi saat ini, seringkali terjadi peningkatan temperatur
menimbulkan lahar yang menelan korban jiwa 180 orang pada solfatara di tubuh G. Sorik Marapi, serta sering diikuti
di Desa Sibangor, Pada Bulan Januari 1893 terjadi letusan oleh peningkatan kegempaan.

Interval letusan G. Sorik Marapi.

Sorik Marapi 25
KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (KRB) adalah kawasan Di KRB II yang berpotensi terancam oleh material aliran
yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi merupakan perluasan dari daerah KRB III meliputi kaki
terancam bahaya erupsi baik secara langsung maupun gunung hingga ketinggian sekitar 1000 m dari puncak.
tidak langsung. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Beberapa pemukiman yang berpotensi terlanda oleh
merupakan peta petunjuk tingkat kerawanan yang material aliran yaitu Desa Hutabaringin Julu, Desa Huta
berpotensi menimbulkan bencana pada suatu kawasan Baringin, Desa Sibanggor Julu, Desa Huta Lombang, Desa
apabila terjadi erupsi gunungapi. Peta Kawasan Rawan Tanabato, Desa Pagaran Gala-Gala, dan Desa Bulu Soma.
Bencana Gunungapi disusun berdasarkan data geologi,
kegunungapian, sebaran permukiman, dan infrastruktur. Di KRB II yang berpotensi tertimpa oleh lontaran batu
Peta ini memuat informasi tentang jenis bahaya gunungapi, (pijar) berdiamater maksimum 64 mm hingga radius 6 km
daerah rawan bencana, arah/jalur penyelamatan diri dari puncak. Desa-desa yang berpotensi tertimpa oleh
dan lokasi pengungsian. Peta Kawasan Rawan Bencana lontaran batu, yaitu: Hutabaringin Julu, Huta Baringin,
Gunungapi Lamongan hanya berlaku dengan syarat-syarat: Sibanggor Julu, Huta Lombang, Tanabato, Pagaran Gala-
erupsi terjadi di kawah pusat, arah erupsi kurang lebih Gala, Sopotinjak, Bulu Soma, Huta Baru, Sibangor Jae,
tegak lurus, tidak terjadi pembentukan kaldera, morfologi Huta Julu, Huta Raja, Hutana Male, dan Desa Tarlola.
puncak gunungapi relatif tidak berubah. Sehingga apabila Berdasarkan data dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah
terjadi erupsi/kegiatan baru yang menyimpang atau lebih penduduk yang bermukim di desa-desa tersebut adalah
besar dari erupsi/kegiatan normal maka Peta Kawasan 9.049 orang atau 2.217 kepala keluarga.
Rawan Bencana Gunungapi direvisi kembali.
Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) merupakan kawasan
Di Sorik Marapi, Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu, serta
merupakan kawasan yang sangat berpotensi terlanda aliran hujan abu. Wilayah pemukiman yang berpotensi terlanda
piroklastik (awan panas), aliran lava, aliran lahar, lontaran aliran lahar merupakan desa-desa yang yang dilalui oleh
batu (pijar), serta hujan abu lebat. Di KRB III yang sangat aliran dari sungai-sungai yang berhulu di puncak atau
berpotensi terancam oleh material aliran berada di daerah sekitar puncak, diantara Batang Binanga, Batang Roburan,
puncak serta kaki gunung hingga ketinggian sekitar 1600 Batang Pancur, Batang Sibanggor, Batang Namilas,
m dari puncak, dengan radius 1 km hingga 3 km. Batang Sitinjak, Batang Sipalis, Batang Antunu, dan
Batang Sampean. Desa-desa yang dilalui oleh aliran sungai
Di KRB III sangat berpotensi tertimpa oleh lontaran batu tersebut diantaranya: Desa Hutabaringin Julu, Desa Huta
(pijar) berdiameter lebih dari 64 mm hingga radius 1,5 km Baringin, Desa Sibanggor Julu, Desa Huta Lombang, Desa
dari puncak. Di wilayah KRB III ini tidak terdapat pemukiman Tanabato, Desa Pagaran Gala-Gala, Desa Bulu Soma, Desa
penduduk. Huta Baru, Desa Sibangor Jae, Desa Huta Julu, Desa Huta
Raja, Desa Hutana Male, dan Desa Tarlola.
Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) merupakan kawasan
yang berpotensi terlanda perluasan aliran lava, guguran Di Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) yang berpotensi
lava, lahar, lontaran batu (pijar, serta hujan abu (lebat). terlanda oleh lontaran batu berdiameter kurang dari

26 Sorik Marapi
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Sorik Marapi.

10 mm hingga radius 8 km dari puncak. Untuk material dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah penduduk yang
lontaran yang berukuran lebih kecil seperti abu dan lapili bermukim di desa-desa tersebut adalah 11.063 orang atau
halus maka arah sebarannya nya akan lebih bergantung 2714 kepala keluarga.
kepada arah dan kecepatan angin. Berdasarkan data

Sorik Marapi 27
Strategi Mitigasi

Salah satu strategi upaya mitigasi bencana gunungapi, selain analog menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di
membuat peta kawasan rawan bencana juga melakukan wilayah Desa Sibanggor Julu (koordinat 0°42’26,40” LU
pemantauan aktivitas atau gejala peningkatan aktivitas 99°33’49,38” BT, Elevasi 1084 m), dan Stasiun seismik HTBR
gunungapinya. Khususnya di Sorik Marapi, telah dilakukan sistem analog menggunakan seismometer tipe L4C di
pemantauan aktivitas kegempaan secara kontinyu melalui pasang di wilayah Desa Huta baringin (koordinat 0°41’5,05”
peralatan pencatat gempa atau seismograf dengan sistem LU 99°34’55,03” BT, Elevasi 1074 m). Pemantauan lainnya
analog. Terdapat 2 Stasiun seismik yang dipasang di yaitu pengamatan kondisi asap di puncak yang dilakukan
tubuh G. Sorik Marapi, yaitu stasiun seismik SBGJ sistem secara visual dari pos pengamatan gunungapi.

Pos Pengamatan G. Sorik Marapi.

Peta Jaringan Pemantauan G. Sorik Marapi.

28 Sorik Marapi
5
Sinabung
Oleh: Umar Rosadi

Sinabung 29
Informasi Umum

Sebelum erupsi pada tahun 2010, Sinabung diklasifikasikan instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) yang
ke dalam gunungapi tipe B, yaitu gunungapi yang tidak berada di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang
punya catatan sejarah letusan sejak tahun 1600. Namun Empat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
pada tanggal 27 Agustus 2010 pukul 18.15 WIB terjadi
erupsi freatik sehingga G. Sinabung diklasifikasikan sebagai Pemantauan G. Sinabung dimulai pada 28 Agustus
gunungapi tipe A. Secara geografis, G. Sinabung terletak 2010, setelah terjadi erupsi pertama tanggal 27 Agustus
pada posisi koordinat 3°10’ LU dan 98°23,5’ BT, dengan 2010 yang sebelumnya gunung ini tidak dipantau secara
ketinggian puncak 2460 m dpl. Secara administratif G. kontinyu. Pos Pemantauan permanen dimulai pada bulan
Sinabung masuk ke dalam wilayah Kabupaten Karo, September 2012.
Provinsi Sumatera Utara dan diamati secara visual dan

30 Sinabung
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sebelum letusan tahun 2010, letusan-letusan masa lalu G.


G. Sinabung digolongkan menjadi gunungapi aktif tipe
Sinabung tidak tercatat dalam sejarah sehingga sebelum A. Aktivitas G. Sinabung sepanjang tahun 2010-2019.
tahun 2010 G. Sinabung diklasifikasikan sebagai gunungapi
Sejak tanggal 27 Agustus hingga 30 Agustus 2010, terjadi
beberapa kali erupsi dengan tinggi kolom abu vulkanik
aktif tipe B. Berdasarkan Peta Geologi Gunungapi Sinabung,
batuan termuda yang ditemukan berupa endapan aliran berkisar 500 - 1.500 m, tahun 2011 - 2012 Sinabung
piroklastik di bagian tenggara puncak sekarang dengan memasuki fase istirahat dan aktivitas erupsi diawali kembali
umur sekitar 1200 tahun y.l atau 800 – 900 A.D (Prambada,
tanggal 15 September 2013 dan terus berlangsung erupsi
2010). yang disertai oleh awanpanas guguran dan letusan hingga
tanggal 9 Juni 2019 dengan tinggi kolom abu vulkanik
Aktivitas G. Sinabung sebelum Agustus 2010 yang berkisar 500 - 7.000 m dari puncak dan awanpanas guguran/
mencirikan bahwa G. Sinabung aktif adalah manifestasi letusan berkisar 750 - 4.900 m dari puncak. Setelah tanggal
solfatara, baik di daerah sekitar kawah maupun puncak 9 Juni 2019 hingga April 2020 tidak terjadi lagi erupsi.
yang mengisi bagian lembah, dinding, dan dasar kawah
lama maupun di sekitar lembah sungai bagian timur Karakter erupsi G. Sinabung adalah eksplosif dan efusif
dan tenggara dengan jarak lebih kurang 300 m ke arah dengan VEI antara 2 – 3. Erupsi yang diawali dengan
puncak, sedangkan di bagian selatan terdapat tiga buah pertumbuhan kubah lava dan diikuti oleh awanpanas
kelompok yang bentuknya memanjang di sepanjang guguran dan erupsi eksplosif dan dibarengi oleh awanpanas
lembah sungainya. Namun letusan tahun 2010 menjadikan letusan, arah aliran awan panas dominan ke arah selatan,
tenggara dan timur.

Interval letusan G. Sinabung.

Sinabung 31
Gunungapi Sinabung secara administratif terletak di Pengamatan G. Sinabung yang terletak di Desa Ndokum
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Koordinat Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo atau
geografis daerah puncak terletak pada 03°10’ LU dan 98° lebih kurang 7 km dari ibukota Kabupaten, Kabanjahe.
23,5’ BT dengan titik tertinggi 2460 m dpl. untuk mencapai puncak G. Sinabung jalur pendakian
yang umum digunakan dari arah utara, yaitu dari Danau
G. Sinabung dapat dicapai dengan pesawat udara dari Lau Kawar dengan jalur yang jelas (sebelum erupsi) dapat
Jakarta menuju Medan selama 2,5 jam dan kemudian dicapai dengan waktu 4-5 jam.
melalui jalan darat selama lebih kurang 3 jam menuju Pos

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Sinabung terbagi 3 terlanda lahar hujan, perluasan awanpanas, hujan
kawasan, yaitu: abu, dan material pijar (diameter < 1 cm). Kawasan ini
a. Kawasan Rawan Bencana III, sangat berpotensi meliputi radius 7 km dari kawah aktif.
terancam awanpanas guguran/awanpanas letusan, gas
racun, dan guguran lava, aliran lava serta lontaran batu Demografi
pijar (diameter > 6 cm). Kawasan ini meliputi radius 3 1. Jumlah Penduduk yang berada dalam KRB I, II, dan III
km dari kawah aktif. (Tahun 2018): 41.906 Jiwa, terdiri dari 36 Desa dan 4
b. Kawasan Rawan Bencana II, berpotensi terancam Kecamatan, 1 Kabupaten.
awanpanas guguran/awanpanas letusan, gas racun, 2. Kecamatan Tiganderget 15.980 jiwa (KRB I/II/III)
guguran lava, aliran lava, serta lontaran batu pijar 3. Kecamatan Payung 6.770 jiwa (KRB I/II/III)
(diameter 1-6 cm). Kawasan ini meliputi radius 5 km 4. Kecamatan Simpang Empat 9.535 jiwa (KRB II/III)
dari kawah aktif. 5. Kecamatan Naman Teran 9.621 jiwa (KRB II/III)
c. Kawasan Rawan Bencana I, berpotensi terancam

Tabel Demografi KRB G. Sinabung (BPS, 2018)

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk


1 Susuk Tiganderket II 1582
2 Temburuan Tiganderket II 384
3 Sukatendel Tiganderket II/III 1354
4 Jandimeriah Tiganderket III 1342
5 Tiganderket Tiganderket II/III 2054
6 Kutambaru Tiganderket I/II/III 819

32 Sinabung
Peta perkiraan zona bahaya G. Sinabung.

Sinabung 33
No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk
7 Mardinding Tiganderket III 975
8 Perbaji Tiganderket III 589
9 Batukarang Tiganderket I/II 5371
10 Tanjung Merawa Tiganderket I/II 1314
11 Kutakepar Tiganderket II/III 196
12 Rimo Kayu Payung I/II/III 780
13 Cimbang Payung I/II 312
14 Payung Payung II/III 2113
15 Ujung Payung Payung II/III 376
16 Guru Kinayan Payung III 2666
17 Suka Meriah Payung III 523
18 Tiga Pancur Simpang Empat II 1081
19 Berastepu Simpang Empat II/III 2585
20 Pintimbesi Simpang Empat II 323
21 Beganding Simpang Empat II 1869
22 Sirumbia Simpang Empat II 599
23 Jeraya Simpang Empat II 740
24 Gamber Simpang Empat III 624
25 Kuta Tengah Simpang Empat II/III 680
26 Perteguhan Simpang Empat II 889
27 Torong Simpang Empat II 145
28 Bekerah Naman Teran III 391
29 Simacem Naman Teran III 489
30 Kuta Tonggal Naman Teran II/III 393
31 Sukandebi Naman Teran II 1014
32 Sukatepu Naman Teran II 761
33 Sukanalu Naman Teran II/III 1273
34 Sigarang-Garang Naman Teran III 1627
35 Kutarayat Naman Teran II/III 2440
36 Kutagugung Naman Teran II/III 1233

34 Sinabung
Sistem Pemantauan Gunungapi

Dalam upaya mitigasi bencana gunungapi Sinabung, Pusat


Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi
telah melakukan:
1. Sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam
kawasan rawan bencana
2. Koordinasi dengan aparat daerah setempat dan institusi
terkait lainnya serta pada masyarakat.
3. Pemantauan secara visual dilakukan dengan mengamati
kondisi puncak/kawah/kubah lava dengan bantuan
peralatan, yaitu: CCTV di 4 stasiun (Pos MGA, KBYK,
LKWR, Ojolali), Kamera digital, dan rangefinder.
4. Pemantauan secara instrumental meliputi:
a. Kegempaan: Pemantauan kegempaan
menggunakan seismometer dan saat ini telah
dipasang di 5 stasiun permanen yang mengelilingi
tubuh G. Sinabung, serta satu stasiun di luar tubuh
G. Sinabung.
b. Deformasi: Pengukuran deformasi dengan peralatan
Total Station (EDM), GPS kontinyu dan Tilt Meter.
c. Geokimia: Pengamatan geokimia dengan cara
pengukuran multigas kontinyu di tiga stasiun.

Peta jaringan pemantauan aktivitas G. Sinabung.

Sinabung 35
6
Marapi
Oleh: Novianti Indrastuti

Marapi 37
Informasi Umum

Marapi merupakan salah satu gunungapi paling aktif di Selain wisata gunungapi, salah satu kota wisata terdekat
Sumatera Barat, Indonesia. Secara administratif G. Marapi dengan G. Marapi adalah Bukittinggi yang terletak di
berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar dan Agam, bagian timurlaut. Beberapa objek wisata di Bukittinggi
Provinsi Sumatera Barat, dan secara geografis puncak G. antara lain Ngarai Sianok, Jam Gadang, Gua Jepang, Istana
Marapi berada pada posisi 0° 22’ 47,72” LS dan 100° 28’ Bung Hatta, Museum Perjuangan, dan Kebun Binatang.
6,71” BT dengan ketinggian puncak 2891 m dpl. G. Marapi Semua lokasi objek wisata tersebut berada di dalam kota
telah meletus lebih dari 50 kali sejak akhir abad ke-18. Bukittinggi dan jaraknya satu sama lain relatif berdekatan,
sehingga sangat mudah pencapaiannya.
Cara mencapai ke arah puncak ada tiga, yakni dari arah
tenggara, baratlaut, dan selatan. Masing-masing untuk
pendakian tersebut dimulai dari Pariaman, Sungai Puar,
dan Kota Baru.

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Marapi merupakan gunungapi tipe stratovolcano dengan di puncak marapi G. Marapi berupa lapangan solfara dan
daerah puncaknya dicirikan oleh kaldera yang mempunyai fumarola, yaitu: Kepundan A, Kepundan B, Kepundan
beberapa kawah aktif berarah baratdaya – timurlaut. Kawah C, K. Bungo, K. Tuo, K.Bongsu dan Kawah Verbeek atau

38 Marapi
Kepundan Enga, semuanya merupakan pusat erupsi tanggal 2 Mei 2018, G. Marapi mengalami erupsi, kolom
dengan lebar lubang antara 175-600 m dan panjang 1.200 letusan berwarna kelabu tebal dengan tinggi mencapai
m. 4000 m di atas puncak.

Sejarah letusan/aktivitas vulkanik G. Marapi pada periode Karakter letusan G. Marapi berupa letusan secara eksplosif
tahun 1807 – 1950, tercatat 28 kali periode letusan G. maupun efusif dengan masa istirahat rata-rata 4 tahun.
Marapi dengan selang waktu kejadian letusan umumnya Kegiatannya tidak selalu terjadi pada kawah yang sama,
1 tahun dan paling lama 27 tahun. Letusan G. Marapi tetapi bergerak membentuk garis lurus dengan arah timur
pada 1807 dan 1822 berupa asap hitam-kelabu disertai – baratdaya antara Kawah Tuo hingga Kawah Bongsu.
bara sinar api dan leleran lava. Pada periode 1833 – 1950, Sejak awal tahun 1987 sampai sekarang letusannya bersifat
secara umum letusannya berupa abu kelabu disertai bara eksplosif dan sumber letusan hanya berpusat di Kawah
api, terkadang lontaran material pijar dari puncak serta Verbeek. Letusan disertai suara gemuruh, abu, pasir, lapili
suara gemuruh. Pada 24 April 1871, 16 – 18 Juni 1917 dan dan kadang-kadang juga diikuti oleh lontaran material pijar
16 September 1917 terjadi hujan abu di Bukitting, tahun dan bom vulkanik (Rasyid, 1990).
1927 terjadi hujan abu sampai di Padang Panjang. Untuk
pada periode 1973-2018, pusat aktivitas letusan berada di Prekursor erupsi G. Marapi saat ini pada umumnya
Kawah Verbeek, manifestasinya berupa tembusan solfatara/ apabila terjadi peningkatan kegempaan Tornilo di Stasiun
fumarola. Kadang-kadang terjadi letusan bersifat eksplosif Batupalano (ketinggian 1503 m) yang diikuti meningkatnya
berupa letusan abu, lontaran material pijar dan pasir data tiltmeter dan RSAM kegempaan, dan mulai terekam
yang jatuh disekitar puncak/kawah, sebaran abu letusan swarm Gempa Low Frekuensi dan Gempa Tornilo secara
tergantung arah angin. Aktivitas terkini G. Marapi terjadi menerus di Stasiun Puncak (ketinggian 2740 m).

Peta puncak Gunungapi Marapi

Marapi 39
Grafik Interval Letusan G. Marapi

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Potensi bahaya letusan G. Marapi berdasarkan Peta


Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Marapi, dibagi ke
dalam tiga tingkatan:
a. Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), adalah kawasan
sumber erupsi, daerah puncak dan sekitarnya yang
sangat berpotensi terlanda oleh berbagai macam hasil
erupsi dalam bentuk aliran piroklastika, aliran lava,
gas vulkanik beracun, jatuhan piroklastik dan lontaran
fragmen batuan (pijar). Kawasan ini berada pada radius
sekitar 3 km dari pusat erupsi.
b. Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan
yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lahar,
lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini
mencakup daerah dengan radius sekitar 5 km dari pusat
erupsi.
c. Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I), adalah kawasan
yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan kemungkinan
dapat terkena perluasan lahar/awan panas serta jatuhan
piroklastik. Kawasan ini terletak di sepanjang daerah
aliran sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian Letusan G. Marapi 2 Mei 2018

40 Marapi
hilir sungai yang berhulu di daerah puncak, sedangkan penduduk 43489 jiwa (lihat tabel) yang masuk ke dalam
kawasan yang berpotensi terlanda oleh jatuhan abu wilayah KRB I, II, dan III G. Marapi.
dan fragmen batuan < 2 cm dalam radius 7 km dari
pusat erupsi. Potensi bahaya G. Marapi saat ini yaitu berupa erupsi
abu disertai lontaran material/pasir yang melanda wilayah
Berdasarkan data sebaran penduduk di Kawasan Rawan dengan radius 3 km dari pusat erupsi Kawah Verbeek, yaitu
Bencana (KRB) G. Marapi tahun 2018, terdapat sekitar 7 daerah yang termasuk di dalam KRB III.
Kecamatan, 14 Nagari dan 20 Jurong dengan total jumlah

Peta KRB G. Marapi

Marapi 41
Daftar Desa dan jumlah penduduk dalam KRB G. Marapi Tahun 2018

Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Nagari Jorong KRB
Penduduk
1 Agam Sungai Puar Sariak Pasa Kubang Tabek I 495
2 Agam Sungai Puar Sariak Suntiang I 236
3 Agam Sungai Puar Sariak Baruah Mudiak I 288
4 Agam Sungai Puar Sariak Dadok I 163
5 Agam Sungai Puar Sariak Lukok I 274
6 Agam Sungai Puar Sariak Sariah Ateh I 30
7 Agam Sungai Puar Batu Balano Simpang III I 1165
8 Agam Sungai Puar Batu Balano Simpang IV I 695

9 Agam Sungai Puar Batu Balano Padang Tarok I 503


10 Agam Sungai Puar Batu Balano Aceh Baru I 404
11 Agam Sungai Puar Sungai Puar Limo Kampuang I 2371
12 Agam Sungai Puar Sungai Puar Kapalo Koto I 2962
13 Agam Sungai Puar Sungai Puar Tangah Koto I 1342
14 Agam Canduang Bukik Batabuah Gobah I 2488
15 Agam Canduang Bukik Batabuah Batang Selasih I 3546
16 Agam Canduang Lasi Pasanehan I 300
17 Agam Canduang Lasi Lasi Mudo I 954

18 Agam Canduang Lasi Lasi Tuo I 394


19 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Baru - I 2483
20 Tanah Datar Sepuluh Koto Aie Angek - I 3009
21 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Laweh Batu Panjang I 532
22 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Laweh Kepala Koto I 527

23 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Laweh Kandang Diguguk I 612


24 Tanah Datar Sepuluh Koto Panyalaian Kubu Diateh I 1095
25 Tanah Datar Sepuluh Koto Panyalaian Koto Subarang I 1277
26 Tanah Datar Sepuluh Koto Paninjauan Balai Satu I 1061
27 Tanah Datar Sepuluh Koto Paninjauan Hilie Balai I 2715

42 Marapi
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Nagari Jorong KRB
Penduduk
28 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Sungai Jambu I 1650
29 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Bulan Sariak Jambak Ulu I 745
30 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Batur I 570
31 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Labuatan I 635
32 Tanah Datar Pariaman Pariaman Pariangan I 1922
33 Tanah Datar Pariaman Pariaman Padang Panjang I 1651
34 Tanah Datar Pariaman Pariaman Guguk I 868
35 Tanah Datar Batipuh Andaleh Jirek I 363
36 Tanah Datar Batipuh Andaleh Koto Ganting I 635
37 Tanah Datar Batipuh Andaleh Subarang I 585
38 Tanah Datar Batipuh Sabu Kampung XI I 627
39 Tanah Datar Batipuh Sabu Subarang I 743
40 Tanah Datar Batipuh Sabu Pakan Akad I 574

Strategi Mitigasi

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Marapi dilakukan dari Hembusan asap kawah G. Marapi berwarna putih
Pos Pengamatan Gunungapi Marapi, yang berlokasi di Jl. sedang hingga tebal, dengan ketinggian 50 – 150 m. Pos
Prof. Hazairin No 168, Bukittinggi, Sumatera Barat, yang Pengamatan G. Marapi berlokasi di Batang Agam, Jl. Prof.
berjarak sekitar 13 km dari kawah/puncak G. Marapi arah Hazairin 168, Bukittinggi dengan koordinat 00°18’46,64”
barat laut. Metode pemantauannya adalah metoda visual LS, 100°22’08,53” BT, tinggi: 924 mdpl.
dan instrumental.
Aktivitas vulkanik G. Marapi dipantau menerus dengan
Pengamatan visual dipantau secara menerus dari Pos menggunakan 9 stasiun seismik. Empat stasiun seismik
Pengamatan G. Marapi yang meliputi pengamatan tinggi, milik PVMBG, yaitu Stasiun BTPL, Stasiun PACT, Stasiun
warna, tekanan asap abu letusan dan arah penyebarannya. LASI, dan Stasiun SABU, sedangkan 5 stasiun merupakan

Marapi 43
stasiun dari kerja sama antara EOS (Earth Observatory visual dengan menggunakan CCTV yang terpasang di
of Singapore) dan PVMBG yaitu Stasiun PCAK, Stasiun puncak G. Marapi sejak tanggal 27 September 2019. Peta
KUBU, Stasiun GGSL, Stasiun PAUH, dan Stasiun TNGK. sistem pemantauan G. Marapi dapat dilihat pada gambar
Pemantauan ke arah puncak gunung dilakukan secara di bawah ini.

Peta sistem pemantauan G. Marapi

44 Marapi
7
Tandikat
Oleh: Agoes Loeqman

Tandikat 45
Informasi Umum

Peta lokasi G. Tandikat, Sumatera Barat. G.


Tandikat adalah gunungapi kembar dengan
G. Singgalang, yang tumbuh diatas granit
tua, sekis dan batu gamping dari Bukit Bari-
san, juga merupakan bagian dari 3 puncak
gunung di dataran tinggi minangkabau
yang dikenal dengan Puncak Tri Arga (yaitu
Singgalang, Marapi dan Tandikat).

Tandikat (Tandikai, Tandike) merupakan gunungapi aktif airtanah, yang dapat dikembangkan untuk wisata alam dan
tipe A, berbentuk strato dengan beberapa kawah di argowisata.
puncaknya. Secara administratif G. Tandikat berada di
wilayah Kabupaten Padang Pariaman dan Agam, Provinsi Aktivitas erupsi G. Tandikat tercatat 2 kali dalam sejarah,
Sumatera Barat, sementara posisi geografis puncaknya yaitu pada tahun 1889 dan 1914, berdasarkan data
berada pada 0º25’57,30” LS dan 100º19’01,69” BT, dengan diatas, terlihat bahwa gunungapi ini sudah lama tidak
tinggi puncak dari permukaan laut mencapai 2438 m atau menunjukkan peningkatan aktivitasnya, untuk itu perlu
1740 m dari dataran tinggi Minangkabau. dilakukan pemantauan terus-menerus.

Gunungapi Tandikat memiliki berbagai sumber daya yang Salah satu akses menuju G. Tandikat adalah melalui Kota
dapat dimanfaatkan, selain produk hasil erupsi masa lampau Padang, setelah melewati Pos PGA Tandikat yang berada
yang dapat digunakan sebagai bahan galian golongan C di Jorong Sikadunduang Singgalang kecamatan X koto,
untuk bahan bangunan serta adanya potensi sumber daya Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (0º 25’ 8.82” LS
panasbumi, di sekitar G. Tandikat ini terdapat pula kawasan dan 100º 22’ 2.4” BT), perjalanan menuju kompleks solfatar
perkebunan, beberapa mata air panas, air terjun, kawasan dan fumarol G. Tandikat yang berada di puncak G. Tandikat
hutan lindung yang berfungsi sebagai tempat cadangan ditempuh dengan jalan kaki selama 5-6 jam.

46 Tandikat
Sejarah dan Karakteristik Letusan
Aktivitas erupsi G. Tandikat tercatat sebanyak 2 kali, yaitu terakhir pada 1914 hingga kini belum menunjukkan adanya
pada tahun 1889 dan 1914. Tidak ada laporan korban jiwa, peningkatan aktivitas.
dan berdasarkan produk yang dihasilkan G. Tandikat, tidak
ditemukan adanya endapan piroklastik jatuhan, hanya
ditemukan aliran piroklastik dan aliran lava. Data erupsi Tahun Keterangan
yang tercatatpun hanya abu yang tipis dan tampak di sekitar 1889 19 Februari, Di puncak G. Tandikat terlihat tiang asap dan nyala
kawah. Karakter erupsinya cenderung bertipe letusan api dan juga terasa getaran gempa yang diiringi suara letusan.
Sampai tanggal 17 April tiang asap masih terlihat kadang
strombolian dan aliran lava yang terkadang menghasilkan disertai oleh hujan abu. Kegiatan yang terjadi pada tahun ini
pula aliran piroklastik. bergantian dengan kegiatan letusan yang terjadi di G. Marapi,
Bukittinggi.
Dari rangkaian sejarah erupsi diatas, terlihat bahwa G. 1914 31 Mei, Administratur Veen (Natuurk. Tijdschr. Nederl. Ind.
Tandikat memiliki periode erupsi 15 tahun dan pasca erupsi 1915, p 188) mengatakan telah terjadi leleran lava yang
mengalir hanya di bagian puncak saja. Tetapi menurut
Kemmerling (1921, p.21) yang terjadi bukan leleran lava tetapi
hanya lontaran bom gunungapi.

Strategi Mitigasi
Tandikat di masa mendatang maka kegiatan pemantauan deformasi, pengukuran metoda geolistrik, pengukuran
aktivitas G. Tandikat harus dilakukan baik secara visual geomagnit dan pengukuran metoda geokimia gas dan air.
maupun instrumental dengan bermacam metoda.
Pemantauan visual meliputi kondisi cuaca, tinggi asap,
sementara metoda seismic (kegempaan) dilakukan
secara menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi
Tandikat, pada posisi 0º 25’ 8,82” LS dan 100º 22’ 2,4”
BT di Jorong Sikadungduang, Desa Ganting, Kecamatan
X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Peralatan permanen
yang digunakan untuk memonitor kegempaan G. Tandikat
selama 24 jam terdiri dari satu unit seismograf PS-2, dengan
sensor seismometer ditempatkan pada tubuh G. Tandikat
(Sta. TDK) pada posisi stasiun 0º 25’ 44,3” LS dan 100º 21’
18,8” BT, di ketinggian 1279 m dpl.

Pemantauan lainnya dilakukan secara temporer, misalnya


pengukuran suhu solfatara dan fumarola, pengukuran Peta lokasi Pos PGA dan Stasiun Seismik G.
Tandikat, Sumatera Barat.

Tandikat 47
KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Untuk mengantisipasi terjadinya erupsi G. Tandikat, Pusat 96.006 jiwa. (khusus untuk KRB I, kemungkinan jumlah
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah membuat penduduk terdampak berkurang, mengingat tidak semua
Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB), yang identik dengan wilayah desa di KRB I terlewati oleh aliran sungai).
peta daerah bahaya gunungapi, merupakan peta petunjuk
yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana suatu
daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta KRB biasanya
disusun berdasarkan sejarah erupsi, kondisi geologi,
demografi, dan perkiraan/model kejadian erupsi yang akan
datang, sehingga dalam peta ini kita dapat memperoleh
informasi mengenai jenis dan tipe bahaya gunungapi,
kawasan rawan bencana, arah pengungsian, lokasi
pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana.
Peta KRB G. Tandikat dibagi kedalam tiga kawasan rawan
bencana, yaitu:
1. KRB III adalah kawasan yang selalu terancam aliran
awan panas, aliran lava, guguran lava, lontaran batu
(pijar), dan/atau gas beracun, serta hujan abu lebat. G. Tandikat.
Kawasan ini meliputi daerah pucak dan sekitarnya
(radius 2 km). Tercatat 4 desa berada dalam KRB III
ini, yaitu: Singgalang, Tandikek, Tandikek Utara, dan
Malalak Selatan.
2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda aliran
awan panas, aliran lava, lontaran batu pijar dan/atau
guguran lava, dan hujan abu lebat, serta lahar hujan
(radius 5 km). Tercatat 6 desa berada dalam KRB II ini,
yaitu: Singgalang, Guguak, Tandikek, Tandikek Utara,
Malalak Selatan dan Malalak timur.
3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar
hujan, lontaran batu pijar dan hujan abu. (radius 8
km serta sepanjang sungai-sungai yang berhulu dari
puncak G. Tandikat).

Desa yang diperkirakan terdampak erupsi G. Tandikat


pada Peta KRB sebanyak 18 desa yang yang tersebar di 4
Endapan belerang di lubang Solfatar G.Tandikat.
Kabupaten dengan jumlah jiwa yang terancam sebanyak
48 Tandikat
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Tandikat.

Tandikat 49
Tabel Desa dan Jumlah Penduduk yang terdampak (Dukcapil, Kemendagri 2018) :

Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk III II I
1 Tanah Datar X Koto Singgalang 9184 √ √ √
2 Kota Padang Panjang Padang Panjang Barat Silaing Bawah 5858 √
3 Kota Padang Panjang Padang Panjang Barat Silaing Atas 2603 √
4 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Guguak 5336 √ √
5 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Kapalo Hilalang 6555 √
6 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Kayu Tanam 9436 √
7 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Anduriang 3930 √
8 Padang Pariaman Patamun Tandikek 3871 √ √ √

9 Padang Pariaman Patamun Tandikek Utara 2677 √ √ √


10 Padang Pariaman Patamun Sungai Durian 5073 √
11 Padang Pariaman V Koto Tmur Gunung Padang Alai 6482 √
12 Padang Pariaman Padang Sago Batu Kalang 2537 √
13 Padang Pariaman Padang Sago Koto Baru 1960 √
14 Padang Pariaman VII Koto Sungai Sariak Sungai Sariak 15532 √
15 Padang Pariaman 2XII Enam Lingkuang Sicincin 6754 √
16 Agam Malalak Malalak Selatan 2753 √ √ √
17 Agam Malalak Malalak Timur 2826 √ √
18 Agam Malalak Malalak Barat 2639 √

50 Tandikat
8
Talang
Oleh: Hilma Alfianti

Talang 51
Informasi Umum

Talang merupakan salah satu gunungapi aktif di Sumatera, sebagai gunungapi strato yang tersusun atas perselingan
yang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten endapan piroklastika dan lava. Endapan aliran piroklastika
Solok, Provinsi Sumatera Barat. Gunungapi ini memiliki mengandung batuapung dengan volume dan pelamparan
elevasi tertinggi 2.597 m di atas permukaan laut. Catatan yang luas menunjukan bahwa Gunungapi Talang pada
sejarah geologi yang tergambarkan dalam peta Geologi masa lampau pernah mengalami letusan berskala besar.
Gunungapi Talang memperlihatkan Gunungapi Talang

52 Talang
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Talang merupakan gunungapi Tipe A. Dalam catatan


sejarah kehidupan manusia, Talang tercatat pernah
meletus, sedikitnya, 11 kali sejak tahun 1833 hingga
2007. Berdasarkan catatan sejarah ini, jeda antar letusan
terpendek adalah 1 tahun, sedangkan terpanjang
adalah 80 tahun. Gunungapi Talang cenderung selalu
memperlihatkan karakteristik letusan eksplosif melalui
kawah pusat, kawah parasit, atau melalui sistem rekahan.
Selain itu, catatan geologi menunjukkan Gunungapi Talang
masa lampau pernah mengalami letusan berskala besar
yang berpotensi mengalami perulangan pada masa yang Sejarah letusan Gunungapi Talang.
akan datang.

Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan Gunungapi Talang dilakukan secara kontinyu


melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta
menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Talang di
Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Talang.,
Provinsi Jambi. Transmisi data monitoring dilakukan secara
telemetri dari lokasi alat di lapangan ke Pos Gunungapi
Talang dan melalui VSAT (Very Small Aperture Terminal)
sebagai sistem transmisi data berbasis sinyal satelit dari
Gunungapi Talang terkirim langsung ke Kantor Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung
secara real-time. Peningkatan teknologi sistem monitoring
gunungapi dapat meningkatkan kualitas pemahaman proses
aktvitas vukanisme gunungapi sehingga pengambilan
keputusan penangan krisis gunungapi dapat lebih cepat
dilakukan.

Sistem jaringan peralatan monitoring Gunungapi Talang


Talang 53
Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang sekitar 8 km dari pusat erupsi di bagian puncak. Terdapat
pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen yang
bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sebagai terancam bahaya di Desa Bukit Sileh dan Batu Bajanjang,
gunungapi tipe A yang masih aktif, Talang memiliki potensi Kecamatan Lembang Jaya di dalam KRB II Talang. Jumlah
bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi penduduk di desa tersebut (Kecamatan Lembang Jaya
Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan Peta Dalam Angka 2019) adalah 8.942 jiwa.
Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Talang. Berdasarkan
potensi ancamannya, KRB Talang dibagi menjadi tiga, Kawasan Rawan Bencana I
secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu Kawasan KRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda
Rawan Bencana III, II, dan I. lahar, dan hujan abu lebat serta lontaran batu dalam
radius 8 km dari pusat letusan. KRB I yang berasal dari
Kawasan Rawan Bencana III potensi ancaman lahar berada disepanjang alur sungai
KRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran yang berhulu di kawasan puncak dan mengalir ke lereng
awan panas, lava, gas racun, dan hujan abu lebat yang bawah bagian barat, barat laut, dan utara yang meliputi
disertai lontaran batu pijar dalam radius 2 km dari pusat wilayah administrasi Kecamatan Lembang Jaya, Gunung
letusan jika terjadi letusan. KRB III Talang terkonsentrasi Talang, Kubung, Danau Kembar, Bukit Sundi, Kabupaten
di kawasan puncak yang tidak memiliki pemukiman dan Solok. Selain itu, zona landaan lahar berada pada wilayah
aktivitas manusia secara permanen. Kecamatan Lubuk Sikarah dan Tanjung Harapan, Kota
Solok. Data kependudukan di wilayah administrasi
Kawasan Rawan Bencana II tersebut (Kabupaten Solok Dalam Angka 2019 dan Kota
KRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran Solok Dalam Angka 2019) adalah 252.029 jiwa (lihat tabel).
awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang Meskipun demikian, perkiraan jumlah penduduk di KRB
disertai lontaran batu dalam radius 5 km dari pusat letusan. I Gunungapi Talang yang rawan terhadap landaan lahar
KRB II Talang cenderung memperlihatkan zona perluasan adalah sekitar 12.600 jiwa.
ke lereng utara, timur laut, timur dalam jangkauan terjauh

Data kependudukan Kabupaten dan Kota Solok

Populasi
No Kabupaten/Kota Kecamatan Desa KRB
(jiwa)
1 Kabupaten Solok Lembang Jaya Bukit Sileh 4594 II
2 Kabupaten Solok Lembang Jaya Batu Janjang 4348 II
3 Kabupaten Solok Lembang Jaya Danau Kembar 27089 I
4 Kabupaten Solok Lembang Jaya - 20055 I

54 Talang
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Talang, Sumatera Barat

Talang 55
Populasi
No Kabupaten/Kota Kecamatan Desa KRB
(jiwa)
5 Kabupaten Solok Gunung Talang - 50719 I
6 Kabupaten Solok Bukit Sundi - 23581 I
7 Kabupaten Solok Kubung - 60809 I
8 Kota Solok Lubuk Sikarah - 38350 I
9 Kota Solok Tanjung Harapan - 31426 I

56 Talang
9
Kerinci
Oleh: Hilma Alfianti

Kerinci 57
Informasi Umum

Kerinci merupakan salah satu gunungapi aktif di Sumatera, Catatan sejarah geologi yang tergambarkan dalam peta
yang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten Geologi Gunungapi Kerinci memperlihatkan Gunungapi
Kerinci, Provinsi Jambi, dan Kabupaten Solok, Provinsi Kerinci sebagai gunungapi strato yang tersusun atas
Sumatera Barat. Dengan elevasi puncak 3840 m di atas perselingan endapan piroklastika dan lava. Endapan aliran
permukaan laut dan lebar bentangan tubuhnya yang piroklastika mengandung batuapung dengan volume dan
mencapai 18 km, Kerinci merupakan gunungapi tertinggi pelamparan yang luas menunjukkan bahwa Gunungapi
dan terbesar di Indonesia. Dalam konteks geologi, Kerinci pada masa lampau pernah mengalami letusan
gunungapi dengan dimensi tubuhnya yang besar dapat berskala besar.
merepresentasikan kompleksitas sejarah dan dinamika
vulkanismenya.

58 Kerinci
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kerinci merupakan gunungapi Tipe A. Dalam catatan


sejarah kehidupan manusia, Kerinci tercatat pernah
meletus sedikitnya 22 kali sejak tahun 1838 hingga 2019.
Gunungapi Kerinci cenderung selalu memperlihatkan
karakteristik letusannya berskala kecil dan tidak menerus
dengan frekuensi relatif sering. Meskipun demikian,
catatan geologi menunjukkan Gunungapi Kerinci masa
lampau pernah mengalami letusan berskala menengah
dan besar yang berpotensi mengalami perulangan pada
masa yang akan datang.
Sejarah letusan G. Kerinci.

Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan Gunungapi Kerinci dilakukan secara kontinyu


melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta
menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Kerinci di
Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci,
Provinsi Jambi. Transmisi data monitoring dilakukan secara
telemetri dari lokasi alat di lapangan ke Pos Gunungapi
Kerinci dan melalui VSAT (Very Small Aperture Terminal)
sebagai sistem transmisi data berbasis sinyal satelit dari
Gunungapi Kerinci terkirim langsung ke Kantor Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung
secara real-time. Peningkatan teknologi sistem monitoring
gunungapi dapat meningkatkan kualitas pemahaman proses
aktivitas vukanisme gunungapi sehingga pengambilan
keputusan penanganan krisis gunungapi dapat lebih cepat
dilakukan.
Sistem jaringan peralatan monitoring Gunungapi Kerinci.

Kerinci 59
Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang radius 6 km dari pusat letusan. KRB II Kerinci cenderung
pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam memperlihatkan sebagai zona perluasan KRB III ke arah
bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sebagai utara, timur laut, timur, dan tenggara dalam jangkauan
gunungapi tipe A yang masih aktif, Kerinci memiliki potensi terjauh sekitar 7 km dari pusat erupsi di bagian puncak.
bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Tidak ada pemukiman dan aktivitas manusia secara
Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan Peta permanen di dalam KRB II Kerinci.
Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Kerinci. Berdasarkan
potensi ancamannya, KRB Kerinci dibagi menjadi tiga, Kawasan Rawan Bencana I
secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu Kawasan KRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar,
Rawan Bencana III, II, dan I. dan hujan abu lebat serta lontaran batu dengan diameter
10 mm dalam radius 8 km dari pusat letusan. KRB I yang
Kawasan Rawan Bencana III berasal dari potensi ancaman lahar berada di sepanjang
KRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran alur sungai yang berhulu di kawasan puncak dan mengalir
awan panas, lava, gas racun, dan hujan abu lebat yang ke lereng bawah bagian barat laut, utara, timur, tenggara,
disertai lontaran batu pijar dengan diameter 64 mm dan selatan. Zona potensi ancaman lahar terhadap populasi
dalam radius 3 km dari pusat letusan jika terjadi letusan. manusia berada di lereng bagian selatan – tenggara dalam
KRB III Kerinci terkonsentrasi di kawasan puncak yang wilayah administrasi Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten
tidak memiliki pemukiman dan aktivitas manusia secara Kerinci. Terdapat enam desa yang diperkirakan terancam
permanen. bahaya aliran lahar, yaitu Desa Batang Sangir, Kersik Tuo,
Sungai Sampun, Batuhampar, Bedeng Delapan, dan Sungai
Kawasan Rawan Bencana II Kering. Jumlah penduduk di desa tersebut (lihat tabel)
KRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran adalah 8.562 jiwa (Kecamatan Kayu Aro Dalam Angka 2018
awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang dan 2019).
disertai lontaran batu dengan diameter 20 mm dalam

Jiwa yang terancam pada KRB I di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB


1 Kerinci Kayu Aro Batang Sangir 2497 I
2 Kerinci Kayu Aro Kersik Tuo 2700 I
3 Kerinci Kayu Aro Sungai Sampun 367 I
4 Kerinci Kayu Aro Batuhampar 1173 I
5 Kerinci Kayu Aro Bedeng Delapan 1279 I
6 Kerinci Kayu Aro Sungai Kering 546 I
60 Kerinci
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Kerinci, Sumatera Barat - Jambi

Kerinci 61
10
Kaba
Oleh: Kushendratno

Kaba 63
Informasi Umum

Gunungapi Kaba merupakan gunungapi aktif yang berada kaldera dan kerucut vulkanik. Kawah-kawah dipuncak
di Bengkulu. Secara administratif termasuk ke dalam tersebut adalah Kaba Lama, Kaba Baru, Sumur letusan
wilayah Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, 1940 Kawah Baru, Vogelsang I, lubang letusan 1951
Propinsi Bengkulu, sedangkan secara geografi puncaknya (Vogelsang II). Pusat erupsinya sering berpindah-pindah,
terletak pada 102º 37’ BT dan 3º31’ LU dengan ketinggian jejak perpindahan titik-titk erupsi tersebut memebentuk
1952 m dpl. kelurusan baratdaya – timurlaut. Karakter letusannya
bersifat magmatik eksplosif, menghasilkan hujan abu serta
Di G. Kaba sedikitnya terdapat 8 titik erupsi yang dapat disertai awan panas dan leleran lava.
ditelusuri dari bentuk kawah, sisa-sisa dinding kawah/

64 Kaba
Kawah lama G. Kaba. Kawah baru G. Kaba.

Sejarah dan Karakteristik Letusan


Sejarah letusan G. Kaba pertama kali tercatat pada
tahun 1883. Letusan freatomagmatik pada tahun 1883
ini menghilangkan salah satu danau kawah sehingga
menimbulkan banjir dan menyebabkan korban jiwa
sebanyak 126 orang. Tahun 1845 terjadi letusan serupa
dan memakan korban jiwa sebanyak. Sejak saat itu, 19
kali letusan telah terjadi tetapi tidak menimbulkan korban
jiwa. Letusan terakhir terjadi tahun 1952. Adapun Interval
letusan paling cepat satu tahun dan paling lama 20 tahun.
Karakter erupsi G. Kaba adalah letusan magmatik yang
bersifat eksplosif, menghasilkan hujan abu serta disertai
awan panas dan leleran lava. Lama waktu letusan cukup
panjang, bahkan pernah terus menerus selama setahun.
Pusat erupsi sering berpindah. Letusan freatik dan
Sejarah erupsi G. Kaba.
freatomagmatik sering terjadi, terlebih dengan keadaan
kawah yang mudah menampung air hujan membentuk
danau kawah.

Kaba 65
Sistem Pemantauan Gunungapi

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Kaba dilakukan dari kegempaan dengan memasang 2 stasiun seismik di
Pos Pengamatan G. Kaba yang terletak di Desa Sumber bagian puncak gunung. Hasil pemantauan kegempaan
Urip, Kecamatan Selupu Rejang, Kab. Rejang Lebong. tersebut dilaporkan secara rutin setiap hari ke kantor Pusat
Pemantauan aktivitas vulkanik terus-menerus dilakukan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di
baik secara visual dari Pos PGA Kaba maupun secara Bandung melalui aplikasi MAGMA berbasis internet.

Jaringan stasiun pemantauan aktivitas G. Kaba.

66 Kaba
Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Kaba dibuat tahun radius lontaran 8 km dari puncak. Desa yang terdampak
2008 oleh Mulyana dkk. Peta ini terbagi menjadi 3 KRB, KRB sebanyak 22 desa yang tersebar di 2 kabupaten, yaitu
yaitu KRB III dengan radius lontaran 2 km dari puncak, KRB II Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong. Adapun jiwa
dengan radius lontaran 5 km dari puncak, dan KRB I dengan yang terancam sebanyak 39.033 jiwa.

Tabel Desa terdampak dan jumlah penduduk terancam (Data dukcapil, 2018)

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB


1 Kepahiang Kebawetan Bandung Baru 908 I, II
2 Kepahiang Kebawetan Bukit Sari 533 I, II
3 Kepahiang Kebawetan Mekarsari 643 I, II
4 Kepahiang Kebawetan Tugu Rejo 693 I
5 Kepahiang Kebawetan Sumber Sari 909 I
6 Kepahiang Kebawetan Sidorejo 604 I
7 Rejang Lebong Sindang Dataran Bengko 2284 I
8 Rejang Lebong Sindang Dataran Sukomenati IV 3043 I
9 Rejang Lebong Sindang Dataran Talang Belitar 696 I
10 Rejang Lebong Sindang Kelingi Sindang Jaya 1423 I, II
11 Rejang Lebong Sindang Kelingi Air Dingin 807 I, II
12 Rejang Lebong Sindang Kelingi Sindang Jati 1722 I
13 Rejang Lebong Sindang Kelingi Kayu Manis 619 I
14 Rejang Lebong Selupu Rejang Sumber Urip 2493 I, II
15 Rejang Lebong Selupu Rejang Simpang Nangka 1750 I, II
16 Rejang Lebong Selupu Rejang SambilRejo 3530 I, II
17 Rejang Lebong Selupu Rejang Sumber Bening 4224 I, II
18 Rejang Lebong Selupu Rejang Karang Jaya 2998 I
19 Rejang Lebong Selupu Rejang Kali Padang 969 I
20 Rejang Lebong Selupu Rejang Air Putih Kali Bandung 1136 I

Kaba 67
No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB
21 Rejang Lebong Selupu Rejang Air Meles Atas 2475 I
22 Rejang Lebong Selupu Rejang Suban Ayam 2826 I
23 Rejang Lebong Selupu Rejang Cawang Baru 1748 I

Sejarah letusan G. Ciremai dalam sejarah kehidupan manusia.

68 Kaba
11
Dempo
Oleh: Sucahyo Adi

Dempo 69
Informasi Umum

Gunungapi Dempo merupakan salah satu gunungapi di dpl. Desa terdekat adalah Bukit Timur, Kecamatan Jarai,
Pulau Sumatera yang secara fisiografi berada di antara Kabupaten Lahat dan Afdeling II di Perkebunan Teh
Bukit Barisan dan Pegunungan Gumai. Secara administratif Dempo, Kotamadya Pagar Alam, ± 5 km dari G. Dempo.
kawasan Gunungapi Dempo termasuk dalam Provinsi
Sumatera Selatan. Sejarah letusan Gunung Dempo tercatat sejak tahun 1818
dan hingga kini telah terjadi 21 kejadian, dengan selang
G. Dempo mempunyai dua puncak, yaitu G. Dempo dan G. waktu kejadian antara 1 – 34 tahun. Letusan terakhir
Merapi, letaknya sejajar arah Barat Laut - Tenggara. Tinggi terjadi pada tanggal 1 Januari 2009, status kegiatan G.
puncak G. Merapi di sekitar rumah seismograf dengan Dempo dinaikan dari status Normal (Level I) menjadi status
menggunakan GPS system 1200 – Leica berketinggian ± Waspada (Level II) pada tanggal 1 Januari 2009 pukul 16.00
3.181,7 m, sedangkan G. Dempo sendiri puncaknya pada WIB.
posisi 103°08’ BT dan 04°02’ LS. berketinggian 3.049 m

G. Dempo dilihat dari arah Pos PGA pada Maret 2009.

70 Dempo
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan Gunung Dempo tercatat sejak tahun 1818 Letusan G. Dempo adalah Letusan freatik danau kawah,
dan hingga kini telah terjadi 21 kejadian, letusan terakhir diiringi dengan banjir lumpur/lahar letusan, dan hujan
terjadi pada tanggal 1 Januari 2009 pukul 10:45:51 WIB.
Status kegiatan G. Dempo dinaikkan dari status Normal
(Level I) menjadi status Waspada (Level II) pada tanggal 1
Januari 2009 pukul 16.00 WIB.

Frekuensi letusan tidak teratur, periode istirahat dan


periode letusan tidak tetap, jangka waktu terpendek
periode istirahat adalah satu tahun sedangkan periode
terpanjang adalah 26 tahun. Karakter letusan G. Dempo
merupakan Letusan Freatik yang umumnya berlangsung
secara tiba-tiba dan dalam waktu singkat. Sifat letusan
G. Dempo adalah selalu mengeluarkan lumpur belerang,
piroklastik, dan air dari danau kawah cukup membahayakan
bagi daerah sekitarnya. Dampak bahaya letusan umumnya
Grafik Interval Erupsi G. Dempo periode 1818 – 2020.
bersifat lokal dan tersebar di sekitar pusat letusan. Karakter

Danau Kawah G. Dempo 5 April 2020.


Dempo 71
Sistem Pemantauan Gunungapi

Pemantauan aktivitas G. Dempo menggunakan seismograf dipasang di Pos PGA G. Dempo yang berada di Desa
PS-2 sistem telemetri, seismometer L4-C dipasang di Margo Mulyo, Kelurahan Dempo Makmur, Kec. Pagar
atas bibir kawah Marapi – G. Dempo, atau berada pada Alam Utara, Kotamadya Pagar Alam, atau pada koordinat
posisi 04º 00’ 55,38442” LS dan 103º 07’ 40,67851” BT 4º 01’ 27,75275” LS dan 103º 11’ 16,29083” BT dengan
dengan ketinggian 3.181 m dpl. Alat perekam gempa ketinggian 1.073 m dpl.

Pos Pengamatan G. Dempo

Peta jaringan stasiun pemantauan


aktivitas G. Dempo.

72 Dempo
Kawasan Rawan Bencana

Dalam usaha untuk memperkecil risiko bencana bila terjadi 2. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang
letusan G. Dempo, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana berpotensi terlanda hujan abu lebat dan lontaran batu
Geologi telah melakukan pembuatan Peta Kawasan Rawan (pijar) dalam radius 3 km dari pusat erupsi. Sebaran
Bencana. Berdasarkan bentang alam (morfologi dan batu erupsi yang berasal dari material jatuhan sangat
topografi), sifat kegiatan gunungapi dan penyebaran bahan dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin.
letusan masa lampau, maka Kawasan Rawan Bencana 3. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang
gunungapi Dempo dibagi 3, yaitu: berpotensi tertimpa hujan abu dan kemungkinan dapat
1. Kawasan Rawan Bencana III adalah daerah yang tertimpa material lontaran batu (pijar) dalam radius 8
diperkirakan dapat terlanda langsung oleh material km dari pusat letusan
letusan gunungapi, seperti awan panas, leleran lava,
jatuhan batu pijar dan hujan abu lebat. Daerah KRB ini Banyak penduduk yang bermukim di sekitar kaki G. Dempo
meliputi daerah berbentuk lingkaran dengan radius 1 karena tanahnya subur dan ada juga yang bekerja sebagai
km dari pusat letusan. Karena densitasnya yang besar, buruh perkebunan, tapi banyak di antara mereka yang tidak
lontaran abu (pijar) tidak dipengruhi oleh arah angin menyadari bahwa mereka berada dalam daerah bahaya dan
dan kecepatan sehingga memiliki kecenderungan waspada G. Dempo. Kawasan Rawan Bencana G. Dempo
terlontarkan ke segala arah. secara umum berada dalam wilayah empat kecamatan
(lihat tabel).

Data jumlah penduduk sekitar G. Dempo

Jumlah
No Kecamatan Desa KRB
Penduduk
1 Muara Pinang Sawah 3.087 I
2 Muara Pinang Salaeman Ilir 1.713 I
3 Lintang kanan Babatan 8.033 I
4 Muara Payang Muara Payang 1.848 I
5 Pagar Alam Dempio Makmur 3.268 I
6 Jarai Mangun Sari 1.742 I
7 Tanjung Sakti Pumi Sindang Panjang 2.796 I

Dempo 73
Peta KRB G. Dempo.

74 Dempo
12
Anak Krakatau
Oleh: Kristianto

Anak Krakatau 75
Informasi Umum

Kompleks Vulkanik Krakatau terletak di Selat Sunda,


Pelabuhan Tanjung Priuk dengan menggunakan kapal Jet-
Lampung Selatan terdiri atas empat pulau, yaitu Rakata,
Foils atau Kapal Pesiar. Jalur kedua dapat ditempuh dari
Sertung, Panjang, dan Anak Krakatau. Krakatau menjadi
Pelabuhan Labuan, kota kecamatan di pantai barat Banten,
gunungapi terkenal di dunia karena letusan dahsyatdari pelabuhan ini dapat menyewa kapal motor atau kapal
(paroksismal) pada 27 Agustus 1883. Setelah 44 tahun tidak
nelayan yang berkapasitas antara 5 sampai 20 orang.
ada kegiatan, erupsi baru terjadi di pusat kaldera, tepatnya
Jalur ketiga ditempuh dari Pelabuhan Canti, Kalianda, di
di antara kawah Danan dan Perbuatan pada 29 Desember
pelabuhan ini juga dapat menyewa kapal motor atau kapal
1927, yang menandai kelahiran Gunung Anak Krakatau,
nelayan yang akan menempuh Krakatau melalui P. Sebuku
secara geografi terletak pada koordinat 6°06’05,8” LS dan
dan P. Sebesi. Waktu yang paling baik untuk berkunjung
105°25’22,3” BT, dan secara administratif termasuk ke
ke Krakatau adalah pada musim panas, yaitu antara Mei
dalam Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan,
sampai September dari arah Jakarta, Banten maupun dari
Provinsi Lampung. Kalianda. Kompleks vulkanik ini tidak berpenduduk, tetapi
dijadikan objek daya tarik pariwisata yang bertujuan untuk
Kompleks Gunungapi Krakatau dapat dicapai dari penelitian ilmiah atau menikmati pemandangan alamnya.
beberapa jalur laut. Jalur pertama berangkat dari

76 Anak Krakatau
Foto letusan strombolian tanggal 22 Juli 2018 (atas), letusan diikuti aliran lava 16 September 2018 (kiri bawah), dan kondisi kawah pada 12
November 2019 (kanan bawah).

Anak Krakatau 77
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Krakatau diketahui dalam sejarah pada saat terjadi erupsi, baik bersifat eksplosif maupun efusif. Dari sejumlah
letusan besar pada 416 SM, yang menyebabkan tsunami letusan tersebut, pada umumnya titik letusan selalu
dan pembentukan kaldera. Letusan paroksismal pada 27 berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya. Waktu
Agustus 1883 dianggap kejadian terbesar dalam sejarah istirahat berkisar antara 1 - 8 tahun dan umumnya terjadi 4
letusannya, melontarkan rempah vulkanik dengan volume tahun sekali berupa letusan abu dan leleran lava.
18 km3, tinggi asap 80 km dan menimbulkan gelombang
pasang (tsunami) setinggi 30 m di sepanjang pantai Letusan pada 22 Desember 2018 diketahui didahului
barat Banten dan pantai selatan Lampung. Tsunaminya dengan terjadinya gempa tektonik dengan kekuatan 5 SR,
menewaskan 36.417 jiwa. Diperkirakan 2000 orang tewas yang diikuti oleh kejadian kejadian longsoran tubuh G. Anak
di Sumatera bagian selatan oleh “abu panas” dan terdapat Krakatau. Longsoran tersebut mengakibatkan tsunami
bukti nyata bahwa piroklastik mencapai jarak tersebut. yang melanda wilayah Lampung Selatan dan pantai Utara
Sebanyak 3150 jiwa tewas diarah piroklastik ini, pada Banten dan menyebabkan korban jiwa. Letusan terjadi
pulau-pulau antara Krakatau dan Sumatera. secara menerus hingga tanggal 26 Desember 2018.

Krakatau tenang kembali mulai Februari 1884 sampai Juni Aktivitas yang biasa terjadi hingga saat ini berupa letusan
1927, ketika pada 11 Juni 1927 erupsi yang berkomposisi tipe volcano menghasilkan abu dan pasir kemungkinan awan
magma basa muncul di pusat komplek Krakatau, yang panas berselingan dengan tipe strombolian menghasilkan
dinyatakan sebagai kelahiran G. Anak Krakatau. lontaran batu (pijar)/bom vulkanik, sering diakhiri dengan
leleran lava, sedangkan lahar tidak pernah terjadi.
Catatan sejarah kegiatan vulkanik G. Anak Krakatau sejak
lahirnya 11 Juni 1930 hingga 2017, telah mengadakan

Grafik sejarah letusan, indeks letusan, dan ketinggian puncak Gunung Anak Krakatau.

78 Anak Krakatau
Strategi Mitigasi

Pemantauan Gunung Anak Krakatau secara permanen bisnis wisata, dan masyarakat lainnya harus diberi informasi
dilakukan sejak 1985 dari Pos Pengamatan Gunungapi situasinya.
(PGA) G. Anak Krakatau di Pasauran, Serang, dengan
menggunakan satu komponen seismograf sistem telemetri
radio (RTS) jenis PS-2, kemudian pada 1995 dibangun pos
pengamatan lainnya yang berlokasi di Desa Hargopancuran,
Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dengan
tujuan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung
Selatan yang memiliki wilayah Krakatau dapat menerima
informasi kegiatan G. Anak Krakatau secara langsung.
Pengamatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau saat
ini menggunakan metode visual, kegempaan, deformasi,
dan infrasound dilakukan secara menerus. Sistem
pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau
terdiri dari 4 (lima) stasiun seismik (St. Tanjung, St. Lava93,
St. Sertung, St. Pulosari), 2 (dua) stasiun Tiltmeter (Puncak,
Tanjung), satu GPS (Lava93), 3 (tiga) Infrasound (Lava93,
Pos PGA Pasauran, Po PGA Kalianda), dan tiga kamera
CCTV (Puncak, Lava93, Pos PGA Pasauran).

Sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan penanggulangan


bencana gunungapi kaitannya dengan kemungkinan
bahaya tsunami, terutama di daerah pantai barat Banten
dan pantai selatan Lampung, walaupun hal ini masih jauh
namun perlu diantisipasi. Pembuatan struktur pemecah
gelombang ataupun penanaman tanaman (mangrove) di
sepanjang pantai-pantai yang berpotensi dilanda tsunami
dan pemasangan sistem peringatan dini tsunami.

Memberdayakan masyarakat yang bermukim di kawasan


yang rawan bahaya tsunami bagaimana menyelamatkan
diri dari bahaya tsunami dan tindakan apa yang perlu
dilakukan bila sewaktu-waktu terjadi tsunami.
Sistem monitoring Gunung Anak Krakatau
Bila erupsi nampak menerus, perencanaan dan komunikasi
sangat penting. Pemerintah Daerah, perhotelan, pelaku
Anak Krakatau 79
Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Berdasarkan tingkat kegiatan, sejarah kegiatan/frekuensi karena tidak ada penduduk yang bermukim di Krakatau.
erupsinya, Anak Krakatau mirip dengan gunungapi Merapi
(Jawa Tengah) diklasifikasikan sebagai gunungapi sangat Kawasan Rawan Bencana II ini dibedakan menjadi dua,
giat/sering meletus. Sesuai dengan ketentuan Standardisasi yaitu:
Nasional Indonesia nomor SNI 13-4689-1998, Peta Kawasan a. Kawasan Rawan Bencana II terhadap aliran massa,
Rawan Bencana G. Anak Krakatau dibagi dalam tiga tingkat aliran lava, dan awan panas. Data geologi dan sejarah
kerawanan dari rendah ke tinggi, yaitu Kawasan Rawan kegiatan Anak Krakatau menunjukkan bahwa produk
Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan letusan Anak Krakatau sejak lahirnya dan erupsi-erupsi
Bencana III. setelahnya banyak menghasilkan lava, sementara aliran
piroklastik/awan panas jarang terjadi. Lereng timur-
Kawasan Rawan Bencana I timurlaut, baratdaya dan barat lebih berpotensi dilalui
Kegiatan yang terjadi hingga saat ini, Krakatau sangat jarang aliran lava.
menghasilkan awan panas yang biasa membentuk lahar, b. Kawasan Rawan Bencana II terhadap bahaya lontaran
sehingga bahaya lahar dianggap tidak ada. Berdasarkan dan hujan abu lebat. Bahaya lontaran adalah semua
produk erupsi yang saat ini, Kawasan Rawan Bencana I jenis batuan letusan yang dilontarkan ke udara berupa
hanya berpotensi terkena hujan abu tanpa memperhatikan bom vulkanik (kerak, roti), jatuhan piroklastik/hujan abu
arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran lebat dan juga pecahan batuan tua (fragmen lithik).
batu (pijar). Berdasarkan erupsi terdahulu yang terjadi Batas kawasan ini berbentuk lingkaran dengan radius
sejak lahirnya Anak Krakatau hingga saat ini, bila jatuhan 5 km dari pusat erupsi. Pada jarak 5 km di sekitar
piroklastik ukuran kerikil dapat mencapai 5 km dari pusat Anak Krakatau terdiri atas pulau-pulau Rakata Besar,
erupsi, maka pasir dan abu dapat mencapai lebih jauh lagi Sertung, dan Panjang yang merupakan pulau-pulau
hingga 8 km tergantung kuatnya tiupan angin saat erupsi terdekat tidak berpenduduk, sedangkan pulau yang
terjadi. Pada jarak tersebut, di sekitar Anak Krakatau hanya berpenduduk adalah Sebesi berjarak lk. 30 km sebelah
terdapat pulau-pulau Rakata, Sertung dan Panjang yang utara Anak Krakatau.
tidak berpenduduk, kecuali sewaktu-waktu pengunjung
insidentil terdiri atas wisatawan dan kemungkinan nelayan. Kawasan Rawan Bencana III
Secara umum, berdasarkan Standar Nasional Indonesia
Kawasan Rawan Bencana II (SNI 13-4689-1998) Kawasan Rawan Bencana III adalah
Secara umum Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava,
yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran lontaran atau guguran batu (pijar), dan gas racun. Sejak
batu (pijar), hujan abu lebat dan aliran lahar. Telah disebutkan lahirnya Anak Krakatau pada 1927 hingga erupsi terakhir,
pada sub bab sebelumnya bahwa dalam waktu sejarah di hanya menghasilkan aliran lava dan abu serta lontaran
Krakatau awan panas jarang terjadi. Selain dari pada itu, batu (pijar) dan kadang-kadang dan awan panas, apalagi
sungai sebagai pengangkut lahar juga tidak ada, sehingga guguran batu (pijar) dan gas racun tidak pernah terjadi.
selain tidak ada bahaya lahar juga tidak membahayakan Kawasan Rawan Bencana III hanya diperuntukan bagi
80 Anak Krakatau
gunungapi yang sangat giat atau sering meletus. Telah b. Kawasan Rawan Bencana III yang sering terlanda
disebutkan bahwa Krakatau termasuk gunungapi sangat material lontaran berupa bom vulkanik dan lontaran
giat atau sering meletus. Pada Kawasan Rawan Bencana batu lainnya, serta jatuhan piroklastik (hujan abu lebat).
III tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan aktivitas Sebaran lontaran batu (pijar)/bom vulkanik mencapai
lainnya (komersial). jarak 500 m hingga 1,0 km dari pusat erupsi, sedangkan
yang berukuran kerikil dan lebih kecil dapat mencapai 2
Kawasan Rawan Bencana III terdiri atas dua bagian, yaitu: km dari pusat erupsi.
a. Kawasan Rawan Bencana III yang sering terlanda aliran
massa berupa: lava, dan kemungkinan awan panas. Potensi penduduk yang terancam di kawasan rawan
Peta geologi Krakatau menunjukkan bahwa aliran lava bencana I, II, dan III Gunung Anak Krakatau tidak ada
mendominasi tubuh Krakatau, dimana sebarannya karena pada ketiga KRB ini tidak berpenduduk. Potensi
hampir ke sekeliling lerengnya kecuali lereng timur- ancaman hanya membahayakan kepada pengunjung yang
timurlaut, dan jarak sebarannya umumnya mencapai terdiri atas wisatawan atau nelayan yang kebetulan berada
pantai hingga laut lk. 1,5 km. Erupsi Krakatau jarang di kawasan rawan bencana tersebut.
menghasilkan awan panas, sebarannya hanya terbatas
di daerah puncak.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Anak Krakatau

Anak Krakatau 81
13
Gede
Oleh: M. Nugraha Kartadinata

Gede 83
Informasi Umum

Gede adalah gunungapi aktif tipe A yang berada di Jawa dicirikan oleh lapangan solfatara dan fumarola. Pada saat
Barat. Secara administratif gunungapi ini terletak di tiga ini kawah yang paling aktif adalah Kawah Lanang dan
wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Kawah Wadon.
Sukabumi, dan Kabupaten Bogor. Koordinat geografis
puncak gunungapi ini berada pada 6° 47’ LS dan 106°
59’ BT dengan ketinggian maksimum 2692 m di atas
permukaan laut.

Gunungapi Gede bertipe strato dan mempunyai beberapa


kawah, yaitu Kawah Gumuruh, Kawah Gedeh, Kawah Sela,
Kawah Ratu, Kawah Lanang, Kawah Wadon, dan Kawah
Baru. Pada bagian barat dan utara, gunung ini dibatasi oleh
Gunung Pangrango yang membentuk gunungapi kembar
dengan Gunung Gede. Pada arah yang lain, gunungapi ini
dibatasi oleh kelompok gunungapi tua.

Kawah Ratu yang merupakan kawah utama Gunung Gede,


mempunyai diameter 300 m dengan dinding yang curam.
Kawah Lanang merupakan kawah aktif dengan ukuran 230
x 170 m dengan dinding kawah sangat terjal. Kawah Baru
terletak di dalam Kawah Gede, Kawah Wadon terletak
di bagian utara Kawah Gede dengan ukuran 149 x 80 m,

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Dalam sejarahnya Gunung Gede telah mengalami beberapa Karakter erupsi G. Gede pada umumnya berupa erupsi
kali erupsi. Menurut Kusumadinata (1979) Gunung Gede ekplosif berskala kecil dan berlangsung singkat yang
tercatat sudah mengalami erupsi sebanyak 27 kali, yaitu mengeluarkan material berukuran abu hingga pasir halus
pada tahun 1747, 1748, 1761, 1832, 1834, 1840, 1843, dengan interval waktu istirahat aktivitas terpendek 1 tahun
1845, 1847, 1848, 1852, 1853, 1866, 1870, 1888, 1889, dan terpanjang 71 tahun. Sepanjang sejarah letusannya
1891, 1909, 1946, 1947, 1948, 1949, 1955, dan 1956. Indeks Besaran Letusan (Volcanic Explosivity Index, VEI)
Gunung Gede berkisar antara 1 dan 3. Letusan dengan
84 Gede
indeks paling tinggi (VEI 3) terjadi pada tahun 1747-1748, Erupsi 1747-1748 diduga mengeluarkan aliran lava dari
1832, 1840, dan 1853. Namun demikian letusan dengan Kawah Lanang. Pada tahun 1890 diduga terjadi awan
VEI 2 merupakan letusan yang paling sering terjadi di panas namun tidak ada laporan mengenai korban jiwa.
Gunungapi Gede. Sejak erupsi terakhir pada tahun 1956 hingga kini Gunung
Gede dalam keadaan istirahat, kecuali beberapa kali terjadi
peningkatan kegempaan.

Vocanic Explosivity Index G. Gede sepanjang sejarah erupsinya.

Strategi Mitigasi

Strategi mitigasi bencana letusan gunungapi dengan Gunung Gede, sosialisasi mengenai Peta Kawasan Rawan
target utama memberikan peringatan dini yang sudah Bencana Gunung Gede dan publikasi-publikasi mengenai
dilakukan di G. Gede dimulai dengan melakukan riset G. Gede yang bersifat populer.
dasar yang diperlukan dalam memahami karakter letusan
Gunung Gede, yaitu dengan melakukan pemetaan Monitoring Gunungapi baik visual maupun instrumental
geologi dan riset kebumian lainnya. Data-data tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam strategi Mitigasi
sangat diperlukan dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan Gunungapi. Di Gunung Gede telah terpasang 8 stasiun
Bencana Gunung Api Gede yang terakhir dibuat pada sesimik di Bedogol (BDGL), Kaduspukur (KDP), Mangkurajo
tahun 2008 (Hadisantono, dkk). (MKR), Mekarwangi (MKW), Citeko (CTK), Culamega
(CLM), Gunung Putri (PTR), dan Puncak (PUN). Selain itu
Selain itu dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat dilengkapi pula dengan 5 stasiun repeater di Repeater
dilaksanakan sosialisasi mengenai bahaya-bahaya letusan Hadun (RHDN), Gunung Kencana (GKCN), Gunung Geulis

Gede 85
(GLSR), Pasir Sumbul (PSBL) dan VILLA. Empat stasiun GPS Mangkurajo (MKR) dan Puncak (PUN). Satu stasiun Multigas
Mangkurajo (MKR), Mekarwangi (MKW), Pasir Sumbul di Puncak (PUN) dan sat CCTV di RM Bumiaki.
(PSBL), dan Gunung Putri (PTR). Dua stasiun tiltmeter di

Peta lokasi jaringan pemantauan G. Gede

86 Gede
Peta Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Pada dasarnya kawasan rawan bencana gunungapi dibagi Tidak ada satupun desa yang permukimannya berada di
menjadi kawasan rawan bencana terhadap aliran massa dalam KRB III terhadap aliran massa maupun lontaran batu,
dan kawasan rawan bencana terhadap material lontaran. namun banyak desa-desa dengan permukimannya berada
Berdasarkan Peta KRB Gunung Api, kawasan rawan dalam KRB II dan KRB I baik terhadap aliran massa maupun
bencana gunung api Gunung Gede di bagi menjadi KRB lontaran batu. Tabel pada halaman-halaman berikut ini
III, KRB II, dan KRB I. adalah daftar desa yang mempunyai permukiman berada
dalam kawasan rawan bencana.
Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang
berpotensi tinggi terlanda lahar letusan, aliran lahar Untuk letusan yang sifatnya kecil maka kawasan yang
(hujan), awan panas, gas racun, lontaran batu dengan paling berpotensi terlanda produk letusan adalah Kawasan
ukuran maksimum lebih besar dari 64 mm, dan hujan abu Rawan Bencana III terhadap aliran massa dan kawasan
lebat. KRB III terhadap aliran massa digambarkan dengan dengan radius 1,5 km dari pusat letusan (kecuali hujan
kawasan berwarna merah tua, dan KRB III terhadap bahaya abu bisa turun dimana-mana), oleh karena itu saat terjadi
lontaran digambarkan dengan daerah yang diarsir dengan letusan, meskipun sifatnya letusan kecil kawasan tersebut
warna merah dalam lingkaran berdiameter 1,5 km dari tidak boleh ada aktivitas manusia. Tidak perlu dilakukan
sumber erupsi. evakuasi penduduk karena seluruh permukiman berada di
luar KRB III.
Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi
sedang terlanda lahar letusan, awan panas, aliran lava, Apabila letusan makin membesar dan mengarah ke
aliran lahar (hujan), lontaran batu dengan ukuran maksimum skenario letusan terburuk, maka produk letusan yang
64 mm, dan hujan abu lebat. KRB II terhadap aliran massa berupa aliran massa seperti awan panas, lahar letusan,
digambarkan dengan kawasan berwarna merah muda, dan aliran lava dan aliran lahar (hujan) berpotensi melanda KRB
KRB II terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan II bahkan ke KRB I. Karena itu penduduk yang berdiam
kawasan yang diarsir dengan warna merah muda diantara di permukiman yang masuk dalam KRB harus dievakuasi
lingkaran dengan radius 1,5 km dan radius 5 km. dengan memprioritaskan penduduk yang berdiam di
permukiman-permukiman yang berada dalam KRB aliran
Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi massa.
terlanda aliran lahar, lontaran batu dengan ukuran
maksimum 10 mm dan hujan abu lebat. KRB I terhadap Dalam skenario terburuk tidak semua penduduk
aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna sebagaimana tercantum pada tabel harus dievakuasi.
kuning, dan KRB I terhadap bahaya lontaran digambarkan Hal ini dikarenakan karena tidak semua dusun/kampung/
dengan kawasan yang diarsir dengan warna kuning diantara permukiman dalam satu desa berada dalam KRB. Namun
lingkaran dengan radius 5 km dan radius 10 km. demikian sebagian besar penduduk Desa Cimacan dan
sebagian kecil penduduk Desa Palasari, Ciloto, dan

Gede 87
Sindanglaya yang semuanya termasuk ke dalam Kecamatan Sementara itu desa-desa lain dalam daftar harus dilakukan
Cipanas diprioritaskan harus segera dievakuasi karena pemetaan secara detail permukiman-permukiman mana
ketiga desa tersebut berada dalam KRB II aliran massa dan saja yang harus dievakuasi, oleh sebab itu data spasial
KRB II bahaya lontaran. Selain itu satu desa di Kecamatan sampai setingkat kampung/dusun harus terus-menerus
Pacet yaitu Desa Sukatani separuh penduduknya harus diperbaharui.
dievakuasi karena berada dalam KRB II bahaya lontaran.

Daftar desa-desa yang permukimannya berada dalam Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Gede

KRB II KRB I
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa Aliran Lontaran Aliran Lontaran Penduduk
Massa Batu Massa Batu
1 Cianjur Cipanas Sindanglaya x √1 √1 √4 17.263
2 Cianjur Cipanas Cimacan √3 √1 √1 √4 19.561
3 Cianjur Cipanas Palasari √1 x x √4 11.870

4 Cianjur Cipanas Ciloto √1 x x √4 9.462


5 Cianjur Pacet Sukatani x √2 x √4 12.809
6 Cianjur Pacet Cipendawa x x √1 √4 20.057
7 Cianjur Pacet Ciherang x x √1 √4 16.954
8 Cianjur Pacet Ciputri x x √1 √4 11.173
9 Cianjur Cugenang Galudra x x x √4 4.348
10 Cianjur Cugenang Sukamulya x x x √4 5.710
11 Cianjur Cugenang Nyalindung x x x √4 5.008
12 Cianjur Cugenang Mangunkerta x x x √2 6.817
13 Cianjur Cugenang Sarampad x x √1 √2 7.270
14 Cianjur Cugenang Padaluyu x x x √2 7.950
15 Cianjur Cugenang Talaga x x x √2 5.917
16 Cianjur Cugenang Cibeureum x x √1 √4 8.946
17 Cianjur Cugenang Cirumput x x x √2 6.691
18 Cianjur Warungkondang Bunikasih x x √1 √2 5.890
19 Cianjur Warungkondang Tegalega x x √1 √2 4.953
20 Cianjur Warungkondang Mekarwangi x x x √1 5.517

88 Gede
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Gede.

Gede 89
KRB II KRB I
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa Aliran Lontaran Aliran Lontaran Penduduk
Massa Batu Massa Batu
21 Cianjur Gekbrong Kebonpeuteuy x x √1 √2 6.759
22 Cianjur Gekbrong Gekbrong x x x √2 8.213
23 Sukabumi Sukalarang Titisan x x √1 √1 10.706
24 Sukabumi Sukalarang Sukalarang x x x √2 9.468
25 Sukabumi Sukalarang Sukamaju x x x √2 6.122
26 Sukabumi Sukaraja Margaluyu x x x √2 6.732
27 Sukabumi Sukaraja Selawi x x x √1 7.746
28 Sukabumi Sukaraja Langensari x x √1 √1 9.746
29 Sukabumi Sukaraja Cisarua x x x √3 7.267
30 Sukabumi Sundajaya Girang Sundajaya Girang x x x √1 8.316
31 Sukabumi Perbawati Perbawati x x √1 √1 7.222
32 Sukabumi Kadudampit Undrusbinangun x x x √1 4.851
33 Sukabumi Kadudampit Cipetir x x x √1 5.556
34 Sukabumi Kadudampit Sukamaju x x x √1 7.858
35 Sukabumi Kadudampit Gedepangrango x x x √3 6.733
36 Sukabumi Kadudampit Sukamanis x x x √1 6.055
37 Bogor Cisarua Tugu Selatan x x x √2 18.447
38 Bogor Cisarua Cibeureum x x x √1 14.608

Catatan:
x Tidak ada permukiman dalam KRB
√1 Desa dengan jumlah permukiman sebagian kecil dalam KRB
√2 Desa dengan jumlah permukiman separuhnya dalam KRB
√3 Desa dengan jumlah permukiman sebagian besar dalam KRB
√4 Desa dengan jumlah permukiman seluruhnya dalam KRB

90 Gede
14
Salak
Oleh: Wilfridus F.S. Banggur

Salak 91
Informasi Umum

Gunung Salak merupakan salah satu gunung api yang


terdapat di Jawa Barat yang secara administratif masuk ke
dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.
PVMBG memasukkan Gunung Salak ke dalam Gunung Api
Tipe A yang berarti bahwa rekam jejak aktivitas vulkaniknya
pernah meletus sekurang-kurangnya satu kali dalam kurun
waktu antara tahun 1600 hingga sekarang. Gunung Api
Salak merupakan gunung api berbentuk stratovolcano
dengan tipe kerucut berupa cinder cone dimana kompleks
kerucut gunung api nya terletak pada kaki gunungnya.
Secara geografis berada pada 6,72º LS dan 106,73º BT
dengan puncak tertinggi berada pada 2211 mdpl. Pada
puncaknya terdapat Kawah Ratu, Kawah Cikuluwung Putri
dan Kawah Hirup yang merupakan daerah solfatara. Visual Gunung Api Salak dari Pos Pengamatan Gunung Salak

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kompleks Gunung Salak merupakan deretan pegunungan


di dataran tinggi Bogor yang terdiri atas G. Salak, G.
Perbakti, dan G. Ipis. Aktivitas vulkanisnya yang terjadi pada
1515 yang menghasilkan terbentuknya kubah lava yang
membentuk G. Sumbul diarah baratlaut pada puncaknya.
Aktivitas letusan berikutnya terjadi pada 5 Januari 1699
yang diyakini merupakan suatu letusan besar yang bersifat
magmatik, akan tetapi catatan detail mengenai letusan
ini tidak ada. Aktivitas vulkaniknya pada periode 1780
hingga 1919 diyakini merupakan suatu letusan freatik yang
terpusat di Kawah Ratu. Letusan pada 1935 dan 1938
tercatat merupakan suatu letusan yang bersifat freatik
yang berpusat di Kawah Cikuluwung Putri.
Interval erupsi G. Salak berdasarkan catatan sejarah.

92 Salak
KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Berdasarkan bentuk ancaman, sejarah dan sebaran produk 2. Kawasan Rawan Bencana II
letusan, maka Kawasan Rawan Bencana G. Salak dibagi Kawasan ini berpotensi terlanda jatuhan piroklastik
menjadi sebagai berikut: lebat, lontaran batu pijar dengan radius 3 km dari
1. Kawasan Rawan Bencana I kawah pusat. Sementara untuk produk material aliran,
Kawasan Rawan Bencana I pada peta digambarkan berpotensi terlanda aliran piroklastik, aliran lava, base
dengan warna kuning, untuk arsiran lingkaran surge dan gas beracun. Pemukiman penduduk yang
menunjukkan potensi bahaya lontaran batu pijar berpotensi terlanda di antaranya Desa Gunungsari
berukuran kecil dan jatuhan material piroklastik (12919 jiwa), Desa Gunungbunder (7775 jiwa). Sebagai
berukuran halus (hujan abu) dengan radius ± 5 km dari catatan perlu untuk memastikan bahwa tidak semua
pusat erupsi. Sedangkan untuk ancaman aliran akan dusun dalam desa-desa tersebut akan berdampak
berupa landaan lahar hujan. Aliran lahar ini akan melalui secara langsung, melainkan dusun yang terdekat ke
sungai-sungai yang berhulu di lereng-lereng puncak arah pusat kawah.
Gunung Salak. Pemukiman penduduk yang berpotensi 3. Kawasan Rawan Bencana III
terlanda aliran lahar merupakan pemukiman penduduk Zona rawan material lontaran berada pada radius 1,5
yang dilalui oleh aliran sungai-sungai tersebut. km dari pusat erupsi berpotensi terlanda lontaran
batu pijar lebat dan gas beracun. Potensi landaan
aliran massa berupa aliran piroklastik, aliran lava. Pada
Kawasan ini tidak terdapat pemukiman penduduk.
Nama Sungai Desa Terdampak
Ciapus Tamansari (12929 jiwa), Pasireurih (12483
jiwa), Sukaresmi (11197 jiwa), Ciapus
(21411 jiwa)

Cihideung Gunung mulya (6366 jiwa), Situdaun


(8707 jiwa), Neglasari (9353 jiwa)
Cinangneng Tapos (8397 jiwa), Tapos II (7079
jiwa), Cibitung Tengah (10018
jiwa), Gunungbunder II (7775 jiwa),
Gunungbunder I (7803 jiwa), Cibening
(11743 jiwa)

Salak 93
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Salak

Sistem Pemantauan Peta Jaringan peralatan pemantauan Gunungapi Salak


Pos Pemantauan Gunung Salak terletak di Kampung
Babakansari Desa Benda Kecamatan Benda, Kabupaten
Sukabumi. Pengamatan seismik menggunakan 3 stasiun
seismometer jenisL 4C, yaitu Stasiun Pasir reungit,
Pasirtengah, dan Stasiun Seismik Cibatok.

94 Salak
15
TangkubanParahu
Oleh: Ahmad Basuki

Tangkubanparahu 95
Informasi Umum

Legenda Sangkuriang dan sejarah cekungan Bandung Keindahan bentuk kawah dengan aktivitas vulkaniknya
sangat melekat dengan salah satu gunungapi yang berada menjadi daya tarik wisata bagi masyarakat di Jawa Barat.
di bumi parahiyangan ini. Berada sekitar 20 km di utara Pengunjung dapat menikmati panorama alam berupa
Kota Bandung, Gunung Tangkubanparahu terlihat seperti bentangan Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, beserta
perahu terbalik dengan ketinggian puncak mencapai 2084 sisa dinding kawah Pangguyangan Badak dari bibir Kawah
m di atas permukaan laut, atau 1300 m di atas dataran tinggi Ratu sebelah timur. Masyarakat juga dapat menikmati
Bandung. Tubuh Gunung Tangkubanparahu sendiri berada aktivitas vulkanik berupa semburan mata air panas, dan
dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten bualan fumarola dari Kawah Domas. Selain kawah-kawah
Subang, dan Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. tersebut, Gunung Tangkubanparahu memiliki beberapa
kawah lainnya seperti Kawah Badak, Kawah Jarian, Kawah
Gunungapi Tangkubanparahu muncul di tengah Kaldera Jurig, dan Kawah Orok. Semua lokasi kawah tersebut
Sunda pada 90.000 tahun yang lalu. Dari aktivitas berada dalam Kawasan Taman Wisata Alam Gunung
vulkaniknya sejak dulu ini akhirnya muncullah kawah- Tangkubanparahu.
kawah aktif yang membentang dalam arah barat-timur.

96 Tangkubanparahu
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah Gunung Tangkubanparahu tidak bisa dilepaskan Pada tahun 2019, Gunung Tangkubanparahu kembali
dari sejarah Gunungapi Sunda yang aktif sekitar 210 ribu mengalami erupsi berupa letusan abu menerus yang
tahun yang lalu. Gunung Tangkubanparahu pada saat ini berlangsung hingga berbulan-bulan. Perioda erupsi ini
dianggap fase termuda yang merupakan kelanjutan dari diawali dengan terjadinya erupsi freatik dari Kawah Ratu
sistem vulkanik Gunungapi Sunda - Tangkubanparahu. pada tanggal 26 Juli 2019. Kolom abu mencapai ketinggian
Sejak kemunculannya 90.000 tahun yang lalu, Gunung hingga 200 m di atas puncak dan menyebabkan hujan abu
Tangkubanparahu mengalami beberapa kali erupsi, baik lebat dalam radius 500 m dari pusat erupsi. Selanjutnya
berupa erupsi efusif maupun eksplosif. Hal ini terlihat dari pada tanggal 2 Agustus hingga 17 September 2019 kolom
adanya perselingan antara endapan tepra dengan aliran abu keluar terus-menerus dengan tinggi mencapai 10 -
lava. Hasil radiocarbon dating dari lapisan tephra yang ada 180 m di atas dasar kawah. Erupsi ini tidak menimbulkan
di Gunung Tangkubanparahu menunjukkan pernah terjadi korban jiwa namun menimbulkan hujan abu lebat di sekitar
erupsi pada 8020 dan 7500 tahun sebelum Masehi. Namun Kawah Ratu. Kawasan TWA Gunung Tangkubanparahu pun
catatan sejarah pada masa kini baru mencatat terjadinya di tutup selama lebih dari 2 bulan.
erupsi pada 11 Oktober 1826 dengan indeks kekuatan
letusan (VEI) 2.

Seiring berjalannya waktu, Gunung Tangkubanparahu


tumbuh dan mengalami erupsi beberapa kali dalam interval
waktu 2 - 50 tahun sekali. Erupsi yang terjadi umumnya
berupa erupsi freatik atau berupa erupsi abu dan batu
dari Kawah Ratu dengan indeks kekuatan letusan berkisar
antara VEI=1 hingga VEI=2 atau setara dengan erupsi
dengan ketinggian kolom abu sekitar 0,1 km hingga 5 km.
Erupsi magmatik diperkirakan pernah terjadi pada tahun
1910. Erupsi dari kawah lainnya, misalnya kawah Domas
pernah terjadi pula pada tanggal 1 April 1829, sedangkan
dari Kawah Baru terjadi pada Januari 1957. Kejadian erupsi
di Gunung Tangkuban dalam catatan sejarahnya tidak
pernah menimbulkan korban jiwa.

Foto erupsi Gunung Tangkubanparahu 5 September 2019.

Tangkubanparahu 97
Sejarah erupsi Gunung Tangkubanparahu

Tahun Lokasi Erupsi VEI


11 Okt 1826 2
1 Apr 1829 Kawah Ratu dan Kawah Domas 2
27 Mei 1846 Kawah Ratu 2
22 Mei 1896 Kawah Baru 2
7 Apr 1910 Kawah Ratu 2
1 Mar 1926 Kawah Ecoma 1
20 Mei 1929 Kawah Ecoma 0
4 Juli 1952 Kawah Ecoma 1
16 Jan 1957 Kawah Baru 1
16 Jul 1967 Kawah Ecoma 1
20 Jul 1969 Kawah Ecoma 1
14 Sep 1983 Kawah Ratu 1
1992 Kawah Ratu 1
4 Mar 2013 Kawah Ratu 1
5 Okt 2013 Kawah Ratu 1 Interval letusan Gunung Tangkubanparahu
26 Juli 2019 Kawah Ratu 1

Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan aktivitas vulkanik Gunungapi Tangkubanparahu


dilakukan dari Pos Pengamatan Gunungapi (POS PGA)
yang berada di di Desa Cikole, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat. Lokasi ini berada sekitar 300
m dari pintu masuk kawasan Taman Wisata Alam Gunung
Tangkubanparahu. Selain sebagai tempat bekerja bagi
petugas pengamat gunungapi, Pos PGA juga merupakan
tempat pengumpulan dan pengolahan data aktivitas
vulkanik Gunung Tangkubanparahu.

Data visual dan instrumental diperoleh dari peralatan


pemantau yang terpasang, baik di bibir kawah maupun
tubuh Gunung Tangkubanparahu. Hingga saat ini terpasang
1 CCTV yang berada di bibir Kawah Ratu untuk merekam
Pos Pengamatan Gunungapi Tangkubanparahu
98 Tangkubanparahu
secara visual aktivitas kawah Ratu serta hembusannya.
Empat stasiun kegempaan telah terpasang dengan sebaran
2 stasiun berada di puncak (Stasiun RTU dan TOW) dan 2
stasiun berada di kaki gunung sebelah timur dan timur laut
(stasiun POS dan CTR). Untuk mengukur perubahan yang
terjadi pada tubuh gunungapi maka dilakukan pengukuran
jarak miring antar titik di Kawah Ratu dengan metoda EDM
(elektro distance measurement).

Untuk menambah keakuratan metoda deformasi, dipasang


pula peralatan GPS kontinyu di Bibir Kawah Ratu sebelah
timur (stasiun SUCI) dan sebelah selatan (Stasiun ITBR).
Sementara itu pemantauan visual secara langsung serta
pengukuran suhu bualan fumarola dan solfatara di Kawah
Domas dilakuan secara periodik oleh petugas pengamat
Gunungapi Tangkubanparahu.
Peta lokasi stasiun seismik (segitiga biru), GPS (segitiga
merah), dan Titik EDM (orange).

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Sebagai salah satu gunungapi yang masih aktif, Gunung Bandung, dan Kota Cimahi. Secara keseluruhan terdapat
Tangkubanparahu masih berpotensi untuk mengalami sekitar 17 kecamatan dan 52 desa yang masuk dalam
erupsi kembali. Berdasarkan sejarah letusannya, ancaman wilayah KRB Gunung Tangkubanparahu.
yang timbul pada saat ini adalah berupa hujan abu lebat/
lumpur panas di sekitar kawah, lontaran batu (pijar) dan Kawasan Rawan Bencana III sebagai wilayah yang terdekat
aliran lahar. Oleh karena itu dibuatlah peta kawasan rawan dengan Kawah Ratu berada dalam wilayah 3 kecamatan
bencana yang memuat wilayah-wilayah di sekitar Gunung yaitu Kecamatan Ciater (Desa Ciater), Kecamatan Sagala
Tangkubanparahu yang diduga akan terlanda oleh Herang(Desa Sagala Herang Kaler) dan Kecamatan
produk letusan dari Gunung Tangkubanparahu. Wilayah Lembang (Desa Sukajaya, Desa Cikahuripan, dan Desa
tersebut terbagi dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Jayagiri). Kawasan ini berada dalam radius 1 km dari
III, KRB II, dan KRB I yang meliputi 6 wilayah kabupaten Kawah Ratu. Meskipun tidak berpenghuni, namun
dan kota, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung aktivitas masyarakat di kawasan ini sangat tinggi terutama
Barat, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kota pengunjung wisata dan pedagang. Seperti diketahui

Tangkubanparahu 99
jumlah pengunjung Gunung Tangkubanparahu pada tahun ini. Dengan demikian terdapat sekitar 161.863 jiwa yang
2014 mencapai 1.884.844 pengunjung. Jika terjadi erupsi, berpotensi terdampak di dalam kawasan ini.
kawasan ini akan selalu terancam oleh hujan abu lebat,
lumpur panas dan lontaran material pijar. Kawasan Rawan Bencana I merupakan wilayah-
wilayah yang memiliki aliran sungai yang diperkirakan
Selanjutnya jika erupsi Gunung Tangkubanparahu semakin akan terlanda oleh aliran lahar dari erupsi Gunung
menguat maka potensi bencana akan semakin meluas. Tangkubanparahu. Terdapat sekitar 17 kecamatan
Wilayah dalam radius 5 km dari Kawah Ratu atau berada dengan 51 desa yang wilayahnya berada dalam kawasan
dalam KRB II akan berpotensi terlanda hujan abu lebat atau rawan bencana ini atau sekitar 596.774 jiwa berpotensi
lontaran material pijar. Terdapat sekitar 7 kecamatan yang terancam oleh aliran lahar ini.
terdiri atas 17 desa yang wilayahnya berada dalam kawasan

Peta KRB Gunung Tangkubanparahu.

100 Tangkubanparahu
Daftar Desa dan jumlah penduduk dalam KRB Gunung Tangkubanparahu

Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk I II III
1 Subang Ciater Ciater 5621 √ √
2 Subang Ciater Nagrak 2228 √ √
3 Subang Ciater Cibeusi 2864 √
4 Subang Ciater Cibitung 2984 √
5 Subang Ciater Sanca 4727 √
6 Subang Ciater Palasari 6708 √
7 Subang Jalan Cagak Sarireja 3767 √
8 Subang Kasomalang Sindangsari 7662 √
9 Subang Kasomalang Cimanglid 3569 √
10 Subang Kasomalang Pasanggrahan 5554 √
11 Subang Kasomalang Bojongloa 4081 √
12 Subang Kasomalang Kasomalang Kulon 7415 √
13 Subang Cisalak Darmaga 3753 √
14 Subang Sagala Herang Sagalaherang kaler 6009 √ √ √
15 Subang Sagala Herang Sukamandi 2816 √ √
16 Subang Sagala Herang Dayeuhkolot 4960 √
17 Subang Sagala Herang Leles 3527 √
18 Subang Sagala Herang Curug agung 3867 √
19 Subang Serang Panjang Cinta mekar 2546 √
20 Subang Serang Panjang Cijengkol 5381 √
21 Subang Serang Panjang Cikujang 4282 √
22 Subang Serang Panjang Cipancar 5438 √ √
23 Purwakarta Wanayasa Babakan 3853 √
24 Purwakarta Bojong Cihanjawar 2274 √ √
25 Purwakarta Bojong Pasangrahan 2388 √ √
26 Bandung Barat Parongpong Karyawangi 11257 √ √
27 Bandung Barat Parongpong Cihanjuang Rahayu 14244 √ √

Tangkubanparahu 101
Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk I II III
28 Bandung Barat Parongpong Cihanjuang 21107 √
29 Bandung Barat Parongpong Cihideung 17846 √ √
30 Bandung Barat Parongpong Cigugur Girang 19585 √
31 Bandung Barat Parongpong Ciwaruga 21923 √
32 Bandung Barat Cisarua Kertawangi 13217 √ √
33 Bandung Barat Cisarua Pada Asih 7236 √
34 Bandung Barat Lembang Sukajaya 12831 √ √ √

35 Bandung Barat Lembang Cikahuripan 13214 √ √ √


36 Bandung Barat Lembang Jayagiri 21151 √ √ √
37 Bandung Barat Lembang Cikole 14598 √ √
38 Bandung Barat Lembang Cibogo 12878 √ √
39 Bandung Barat Lembang Gudang Cikahuripan 15250 √
40 Bandung Barat Lembang Langensari 14488 √
41 Bandung Barat Lembang Wangunharja 9444 √
42 Bandung Barat Lembang Cibodas 12535 √
43 Bandung Barat Lembang Mekarwangi 5644 √
44 Bandung Cimenyan Ciburial 12009 √
45 Kota Bandung Sukasari Isola 13770 √
46 Kota Bandung Sukasari Geger Kalong 27722 √
47 Kota Bandung Sukasari Sarijadi 25285 √
48 Kota Bandung Cidadap Ciumbuleuit 20789 √
49 Kota Bandung Coblong Dago 29998 √
50 Kota Cimahi Cimahi Utara Citeureup 40369 √
51 Kota Cimahi Cimahi Utara Cibabat 57503 √
52 Kota Cimahi Cimahi Tengah Cimahi 12081 √

102 Tangkubanparahu
16
Papandayan
Oleh: Cahya Patria

Papandayan 103
Kawah baru dan kawah emas

G.Papandayan dilihat dari arah Pos PGA.

Informasi Umum
Gunungapi Papandayan merupakan gunungapi aktif tipe
A, terletak pada 7º19’42” LS dan 107º44 BT dengan tinggi
2.665 m dpl (di atas permukaan laut) memiliki beberapa
kawah aktif, diantaranya: kawah Emas, kawah Manuk, kawah
Nangklak, dan kawah Baru. Berdasarkan catatan sejarah
letusannya, G. Papandayan pernah beberapa kali meletus,
tercatat sejak tahun 1772 dan letusan terakhir terjadi pada
November 2002. Langkah untuk mitigasi bahaya letusan
G. Papadayan yang telah dilakukan adalah pengamatan
aktivitas vulkanik G. Papandayan secara menerus dengan
metode visual dan seismik dari Pos PGA di kampung
Pusparendeng, Desa Pakuwon, Kec. Cisurupan, Kab Garut.
Selain itu untuk acuan mitigasi di lokasi bencana telah
dibuat Peta Kawasan Rawan Bencana G. Papandayan.
Lokasi G.Papandayan di
Kabupaten Garut – Jawa
Barat

104 Papandayan
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Evolusi Gunungapi G. Papandayan dan sekitar, dimulai 1942, 1993 dan letusan terakhir terjadi pada November
dengan pembentukan Pegunungan Selatan (tersier), diikuti 2002.
dengan pembentukan gunungapi di sekitar G. Papandayan
(G. Geulis, G. Cikuray, G. Jaya, dan G. Puntang), disusul Letusan November 2002 ditandai oleh peningkatan suhu
dengan pembentukan tubuh G.Papandayan, menghasilkan pada beberapa titik solfatara, disusul dengan terjadinya
kawah Papandayan, Kawah Tegal Alun-alun, Kawah letusan freatik yang diikuti oleh letusan freatomagmatik.
Nangklak, Kawah Manuk, Kawah Mas, dan Kawah Baru. Pasca letusan terakhir di tahun 2002, peningkatan aktivitas
Pembentukan endapan sekunder yang dimanifestasikan vulkanik G. Papandayan hanya berupa peningkatan
dengan endapan guguran puing, terjadi sebelum tahun kegempaan seperti yang terjadi pada tahun 2008, 2011,
1772 (tersebar di sektor utara-timurlaut, bersumber dari 2012 dan pada awal Mei 2013.
Kawah Manuk) dan terjadi pada tahun 1772 (tersebar di
sektor timurlaut, bersumber dari Kawah Mas).

G. Papandayan pernah beberapa kali meletus, yang


sebagian besar bersifat preatik dan preato magmatik. Dari
beberapa letusan yang pernah terjadi tercatat meletus
atau meningkat kegiatannya sebanyak 11 kali, yaitu pada
tahun 1772, 1882, 1923, 1924, 1925, 1926, 1927, 1928,

Tahun dan rentang waktu antar letusan G. Papandayan Letusan G. Papandayan tahun 2002.

Papandayan 105
Strategi Mitigasi Bencana

Kawasan Rawan Bencana mungkin dilanda terutama yang berada di arah bukaan
Kerawanan bencana G. Papandayan dibagi menjadi tiga dengan konsentrasi pemukiman relatif besar.
tingkatan, yaitu secara berurutan dari tingkat tertinggi ke
terendah: Sistem Pemantauan
1. Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang Pemantauan kegiatan G. Papandayan dilakukan dengan
sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava dan metode pengamatan visual dan seismik dari Pos
gas racun. Pengamatan Gunungapi Papandayan yang terletak di
2. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang kampung Pusparendeng, Desa Pakuwon, Kecamatan
berpotensi terlanda awan panas dan aliran lava. Cisurupan, Kabupaten Garut.
3. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang sangat
berpotensi terlanda lahar hujan. Pemantauan visual gunungapi yang tampak secara kasat
mata di permukaan berupa: hembusan asap, bualan
G. Papandayan mempunyai kawah aktif yang terbuka ke lumpur, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola
arah timurlaut, sehingga kemungkinan bahaya yang akan serta suhu kawah aktif dilakukan secara berkala oleh
ditimbulkan apabila terjadi letusan (terutama letusan petugas pengamat. Pengamatan seismik dilakukan
eksplosif magmatik/preatomagmatik), daerah yang untuk memantau kegiatan gempa-gempa vulkanik dan
tektonik dengan menggunakan alat seismograf. Saat ini
pengamatan kegempaan G. Papandayan menggunakan
satu seismometer, yaitu station Maung.

Pos PGA Papandayan


Lokasi Sta. Seismometer Manung (MANG)
106 Papandayan
Peta KRB G. Papandayan.

Papandayan 107
17
Galunggung
Oleh: M. Nugraha Kartadinata

Galunggung 109
Informasi Umum

Gunungapi Galunggung adalah gunungapi aktif tipe A yang Gunung Galunggung tumbuh di dalam depresi yang
terletak di Kabupaten Tasikmalaya (sebagian besar) dan berbentuk sepatu kuda akibat dari longsoran sebagian
sebagian kecil wilayahnya termasuk ke dalam Kabupaten besar tubuh gunungapi ke arah tenggara. Proses tersebut
Garut, Jawa Barat. Koordinat geografi daerah kawahnya dinamakan volcanic debris avalanche dan menghasilkan
terletak pada 7°15’ LS dan 108°03’ BT’. morfologi yang dinamakan perbukitan sepuluh ribu di
sebelah tenggara G. Galunggung.
Gunung Galunggung menempati daerah seluas 275 km2
dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km Gunung Galunggung mempunyai danau kawah di bagian
(timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan puncaknya sehingga apabila terjadi erupsi gunung ini
G. Karasak, di bagian utara dengan G. Talagabodas, di berpotensi mengeluarkan lahar letusan. Mitigasi fisik
bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan telah dilakukan dengan membuat terowongan untuk
berbatasan dengan batuan Tersier Pegunungan Selatan. mengurangi volume danau kawah. Terowongan tersebut
terhubung dengan Sungai Cikunir.

110 Galunggung
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Letusan yang terjadi dalam catatan sejarah letusan terjadi beberapa bulan hingga minggu menjelang letusan.
sebanyak 4 kali, yaitu pada 1822, 1894, 1918 dan 1982 Magnitude letusan besar di G. Galunggung mempunyai
– 1983 dengan durasi letusan selama beberapa jam kisaran VEI 4 sampai 5. Erupsi tahun 1982 adalah erupsi
hingga beberapa bulan. Letusan 1822, terjadi dalam satu eksplosif dengan VEI 4 yang diakhiri dengan erupsi efusif
hari, pada tanggal 8 Oktober 1822, antara pukul 13.00 berupa aliran lava yang keluar dari kerucut sinder.
hingga pukul 17.00 WIB, yang mengakibatkan 4011 orang
meninggal dunia. Letusan 1894, berlangsung selama
13 hari, yaitu pada tanggal 7-19 Oktober 1894. Letusan
1918, terjadi dalam 4 hari, yaitu pada tanggal 16 - 19 Juli
1918, kubah lava G. Jadi terbentuk. Letusan terakhir tahun
1982 - 1983, terjadi dalam 9 bulan, pada tanggal 5 April
1982 - 8 Januari 1983. Pada letusan tahun 1982, material
abu hasil letusan Gunung Galunggung tercatat dua kali
mencapai Kota Bandung yang berjarak sekitar 100 km dari
gunungapinya.

Karakter kegiatan G. Galunggung berupa erupsi epusif


berupa aliran lava sampai letusan eksplosif dengan sekala
menengah sampai besar yang bisa berlangsung singkat
sampai lama dengan tipe Strombolian hingga Pellean
dengan Indeks VEI antara 1 sampai 5. Tanda-tanda Vocanic Explosivity Index Gunung Galunggung
peringatan kegiatan (precursor) hanya berlangsung antara sepanjang sejarah erupsinya.

Strategi Mitigasi Bencana

Strategi mitigasi bencana letusan gunungapi dengan target Selain itu dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat
utama memberikan peringatan dini yang sudah dilakukan dilaksanakan sosialisasi mengenai bahaya-bahaya letusan
di G. Galunggung dimulai dengan melakukan riset dasar Gunung Galunggung, sosialisasi mengenai Peta Kawasan
yang diperlukan dalam memahami karakter letusan Rawan Bencana Gunung Galunggung dan publikasi-
Gunung Galunggung, yaitu dengan melakukan pemetaan publikasi mengenai G. Galunggung yang bersifat populer.
geologi dan riset kebumian lainnya. Data-data tersebut Monitoring Gunungapi baik visual maupun instrumental
sangat diperlukan dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan merupakan hal yang sangat penting dalam strategi Mitigasi
Bencana Gunung Galunggung yang terakhir direvisi pada Gunungapi. Di Gunung Galunggung telah terpasang 4
tahun 2015. stasiun sesimik di Pasirmalang, Pasirbentang, Malaganti
Galunggung 111
dan Parentas. Selain itu dilengkapi pula dengan 1 stasiun dan peralatan CTD (conductivity, temperature, depth) di
repeater di Parentas, 2 stasiun tiltmeter di Pasirbentang danau kawah. Peta Lokasi Jaringan pemantauan di G.
dan Malaganti, 1 stasiun CCTV di bibir kawah bagian timur, Galunggung dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Peta jaringan pemantauan di Gunung Galunggung.

112 Galunggung
Peta Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Pada dasarnya kawasan rawan bencana gunungapi dibagi Ada empat desa dari dua kecamatan yang sebagian
menjadi kawasan rawan bencana terhadap aliran massa kecil permukimannya berada didalam KRB III terhadap
dan kawasan rawan bencana terhadap material lontaran. aliran massa namun tidak satupun berada dalam KRB III
Berdasarkan Peta KRB Gunung Api, kawasan rawan lontaran batu. Namun demikian banyak desa-desa dengan
bencana gunung api Gunung Galunggung di bagi menjadi permukimannya berada dalam KRB II dan KRB I baik
KRB III, KRB II, dan KRB I. terhadap aliran massa maupun lontaran batu. Pada tabel di
halaman berikutnya terdapat daftar desa yang mempunyai
Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang berpotensi permukiman berada dalam kawasan rawan bencana.
tinggi terlanda lahar letusan, aliran lahar (hujan), awan
panas, gas racun, lontaran batu dengan ukuran maksimum Untuk letusan yang sifatnya kecil maka kawasan yang
lebih besar dari 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB III paling berpotensi terlanda produk letusan adalah Kawasan
terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan Rawan Bencana III terhadap aliran massa dan kawasan
berwarna merah tua, dan KRB III terhadap bahaya lontaran dengan radius 3 km dari pusat letusan (kecuali hujan abu
digambarkan dengan daerah yang diarsir dengan warna bisa turun dimana-mana), oleh karena itu saat terjadi
merah dalam lingkaran berdiameter 3 km dari sumber letusan, meskipun letusan kecil kawasan tersebut tidak
erupsi. boleh ada aktivitas manusia. Perlu dilakukan evakuasi
sebagian kecil penduduk dari Desa Sukaratu, Sinagar, dan
Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi Linggajati dari Kecamatan Sukaratu dan Desa Santana
sedang terlanda lahar letusan, awan panas, aliran lava, Mekar dari Kecamatan Cisayong karena sebagian kecil
aliran lahar (hujan), lontaran batu dengan ukuran maksimum permukimannya berada dalam KRB III aliran massa.
64 mm, dan hujan abu lebat. KRB II terhadap aliran massa
digambarkan dengan kawasan berwarna merah muda, dan Apabila letusan makin membesar dan mengarah ke
KRB II terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan skenario letusan terburuk, maka produk letusan yang
kawasan yang diarsir dengan warna merah muda diantara berupa aliran massa seperti awan panas, lahar letusan,
lingkaran dengan radius 3 km dan radius 5 km. aliran lava dan aliran lahar (hujan) berpotensi melanda KRB
II bahkan ke KRB I. Karena itu penduduk yang berdiam
Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi di permukiman yang masuk dalam KRB harus dievakuasi
terlanda aliran lahar, lontaran batu dengan ukuran dengan memprioritaskan penduduk yang berdiam di
maksimum 10 mm, dan hujan abu lebat. KRB I terhadap permukiman-permukiman yang berada dalam KRB aliran
aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna massa.
kuning, dan KRB I terhadap bahaya lontaran digambarkan
dengan kawasan yang diarsir dengan warna kuning diantara Dalam skenario terburuk tidak semua penduduk dalam
lingkaran dengan radius 5 km dan radius 7 km. tabel tersebut harus dievakuasi. Hal ini dikarenakan karena
tidak semua dusun/kampung dalam satu desa berada

Galunggung 113
Daftar desa-desa yang permukimannya berada dalam KRB G. Galunggung

KRB III KRB II KRB I


Jumlah
No Kecamatan Desa Aliran Lontaran Aliran Lontaran Aliran Lontaran Penduduk
Massa Batu Massa Batu Massa Batu
1 Cisayong Santana Mekar √1 x √3 √2 √1 √2 3875
2 Sukaratu Sukaratu √1 x √3 √2 √1 √2 6755
3 Sukaratu Sinagar √1 x √3 √2 √1 √2 6069
4 Sukaratu Linggajati √1 √1 √3 √2 √1 √2 4716
5 Sukaratu Indrajaya x x √1 x √1 √4 4937
6 Sukaratu Sukagalih x x x x √2 x 4573
7 Sukaratu Sukamahi x x x x √1 x 4781
8 Sukaratu Gunungsari x x x x √2 x 9518
9 Sukaratu Tawangbanteng x x x x √4 x 6088
10 Padakembang Mekarjaya x x √2 √1 √2 √3 7734
11 Padakembang Rancapaku x x x x √2 x 9726
12 Padakembang Cisaruni x x x x √2 √1 5982
13 Padakembang Padakembang x x √2 √2 √1 √2 7063
14 Leuwisari Mandalagiri x x x √1 x √3 7063
15 Leuwisari Cigadog x x x √1 x √3 4101
16 Leuwisari Linggamulya x x x x x √2 4429
17 Leuwisari Linggawangi x x x x x √4 4474
18 Sariwangi Sukamulih x x x x x √3 3953
19 Sariwangi Sukaharja x x x x x √3 5443
20 Bungursari Sukalaksana x x x x √1 x 7669
21 Singaparna Cikunir x x x x √1 x 8880

Catatan:
x Tidak ada permukiman dalam KRB
√1 Desa dengan jumlah permukiman sebagian kecil dalam KRB
√2 Desa dengan jumlah permukiman separuhnya dalam KRB
√3 Desa dengan jumlah permukiman sebagian besar dalam KRB
√4 Desa dengan jumlah permukiman seluruhnya dalam KRB

114 Galunggung
dalam KRB. Namun demikian desa-desa Sukaratu, Sinagar, Sementara itu desa-desa lain dalam daftar harus dilakukan
Linggajati yang termasuk ke dalam Kecamatan Sukaratu pemetaan secara detail premukiman-permukiman mana
dan Desa Mekarjaya serta Padakembang yang termasuk saja yang harus dievakuasi, oleh sebab itu data spasial
Kecamatan Padakembang penduduknya harus dievakuasi, sampai setingkat kampung/dusun harus terus-menerus
karena seluruh permukimannya berada didalam KRB II dan diperbaharui.
I, baik terhadap ancaman aliran massa maupun lontaran
batu.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Galunggung

Galunggung 115
18
Guntur
Oleh: Hetty Triastuty

Guntur 117
Informasi Umum

Gunungapi Guntur (1801 m dpl) adalah salah satu gunungapi Setelah letusan terakhir di tahun 1847, G. Guntur
aktif tipe A yang terletak di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa belum pernah meletus. Akan tetapi aktivitas seismik
Barat. Posisi geografi puncak G. Guntur terletak pada 07º G. Guntur terpantau cukup tinggi. Alasan ini pula yang
09’ 20” LS dan 107º 51’05 BT. Di daerah puncak terdapat menyebabkan mengapa sistem pemantauan G. Guntur
beberapa sisa aktivitas gunungapi tua yang berdekatan terus dikembangkan, selain dengan keberadaannya yang
dan membentuk kelurusan berarah barat laut – tenggara, dekat dengan Kota Garut dan beberapa objek wisata yang
yaitu Puncak Kabuyutan, Parukuyan, Masigit (yang padat penduduk. Pemantauan aktivitas vulkanik G. Guntur
merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian 2249 m dilakukan dari Pos Pengamatan G. Guntur yang terletak
dpl) dan Gandapura. Rangkaian gunungapi ini diperkirakan di Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong Kaler. Peralatan
mempunyai sumber magma yang sama. Di kaki tenggara pemantauan gunungapi, seperti metode visual, seismik,
G. Guntur tersebar bukit-bukit kecil yang keberadaannya dan deformasi, dipasang baik di Pos PGA Guntur maupun
terjadi akibat dari longsoran gunungapi. di sekitar dan puncak G. Guntur untuk memantau secara
menerus aktivitas gunung.

Foto G. Guntur, diambil dari Pos PGA Guntur yang terletak di sebelah baratdaya G. Guntur.

118 Guntur
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kegiatan gunungapi di Kompleks G. Guntur telah dimulai sedangkan erupsi efusif terjadi pada tahun 1841 (VEI 2)
lebih dari 330.000 tahun silam. G. Guntur yang merupakan yang menghasilkan aliran lava kearah Cipanas.
gunungapi termuda dan masih aktif hingga kini, telah
memulai kegiatannya sejak 50.000 tahun yang lalu. Sejak
akhir abad ke-17, yaitu dari tahun 1690 hingga 1847,
setidaknya tercatat 19 letusan. Durasi letusan berkisar
antar 5-12 hari dengan interval waktu antar letusan 1-3
tahun (terpendek), 6-7 tahun, bahkan mencapai 38 tahun
(menengah), dan 80 tahun (terpanjang). Sejak letusan
terakhir di tahun 1847, lebih dari 173 tahun G. Guntur
belum pernah meletus lagi hingga saat ini. Namun
demikian, beberapa kali terjadi krisis kegempaan seperti
yang terjadi di tahun 1996, 1997, 2002, dan 2013.

Mengacu sejarah letusan G. Guntur, karakter letusan yang


diperlihatkan G. Guntur adalah letusan eksplosif dan efusif,
dengan Volcanic Eruption Index (VEI) antara 2 – 3 (Sumber:
GVP, Smithsonian Institute). Letusan eksplosif terbesar Grafik interval letusan G. Guntur. Tahun 1690 adalah letusan G.
Guntur yang pertama kali tercatat.
(VEI 3) pernah terjadi pada tahun 1690 dan Januari 1843,

KRB dan Potensi Ancaman Bahaya

Untuk menjelaskan tingkat kerawanan kawasan bila massa meliputi areal dari Kawah Guntur dan Masigit
G. Guntur meletus, maka dibuatlah peta Kawasan meluas kearah baratlaut dan tenggara.
Rawan Bencana G. Guntur (M.N. Kartadinata dan E.K. 2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi sedang terlanda
Abdurachman, 2015) yang terbagi dalam 3 kawasan, yaitu: perluasan awan panas, longsoran puing vulkanik, aliran
1. KRB III adalah kawasan yang berpotensi tinggi terlanda lahar, lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat.
awan panas, aliran lava, kemungkinan longsoran puing, 3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terkena aliran
aliran lava, dan lontaran batu (pijar). Berdasarkan sejarah lahar dan atau tertimpa material jatuhan berupa hujan
erupsinya serta lokasi pusat erupsi saat ini, erupsi yang abu. Apabila letusan membesar, kawasan ini berpotensi
akan diperkirakan terbatas di sekitar kawah Guntur rendah terlanda perluasan awan panas, aliran lava,
dan Masigit. Namun demikian, KRB III terhadap aliran dan guguran puing serta berpotensi tertimpa material
Guntur 119
jatuhan berupa hujan abu lebat, lontaran batu (pijar) Dalam “Penyempurnaan Masterplan Kawasan Rawan
berukuran maksimum 10 mm. Daerah yang berpotensi Bencana Perkotaan Garut 2019” yang dikeluarkan oleh
terlanda lahar umumnya di sepanjang sungai/di dekat Pemerintah Kab. Garut, total penduduk yang masuk
lembah atau pada bagian hilir sungai. kawasan rawan letusan G. Guntur (2019) berjumlah 207.368
jiwa. Namun, data dalam masterplan ini menunjukkan
Daerah yang masuk dalam KRB baik III, II, maupun I saat perbedaan dalam nama kecamatan/desa yang terdampak
ini beberapa lokasi menjadi objek wisata yang tentunya dan jumlah penduduknya.
menjadi tantangan dalam strategi mitigasi bencana
di G. Guntur. Beberapa objek wisata tersebut seperti Dengan merujuk pada informasi kecamatan/desa yang ada
yang masuk dalam KRB II di antaranya: Kawasan Wisata dalam Peta KRB 2015, Tabel Desa Terdampak dan Jumlah
Cipanas, Tarogong. Dalam masa liburan seperti liburan Penduduk menggunakan 2 sumber data penduduk yang
Idul Fitri, pengunjung kawasan ini dapat mencapai lebih masuk dalam KRB G. Guntur:
dari 33 ribu wisatawan (Data: 6-9 Juni 2019). Selain itu pula • Penyempurnaan Masterplan Kawasan Rawan Bencana
terdapat peternakan sapi yang terletak di Desa Sukawangi, Perkotaan Garut 2019
Tarogong Kaler yang membuat perekonomian di sekitarnya • Data jumlah penduduk bersumber dari data BPS tahun
menggeliat. 2018

Tabel Desa Terdampak dan Jumlah Penduduk

Jumlah KRB
No Kecamatan Desa Keterangan
Penduduk II I
1 Samarang Tanjung Karya 4.241 √ **

2 Samarang Cinta Rakyat 5.927 √ **


3 Samarang Sirnasari 4.302 √ **
4 Samarang Samarang 8.198 √ **
5 Samarang Cintaasih 4.244 √ **
6 Samarang Sukalaksana 3.921 √ **
7 Samarang Sukakarya 6.166 √ **
8 Samarang Parakan 4.331 √ **
9 Samarang Tanjungkarya 4.241 √ **
10 Samarang Cisarua 4.515 √ **
11 Tarogong Kidul Haurpanggung 14.758 √ *
12 Tarogong Kidul Sukakarya 6.166 √ **

120 Guntur
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Guntur

Guntur 121
Jumlah KRB
No Kecamatan Desa Keterangan
Penduduk II I
13 Tarogong Kidul Tarogong 5.690 √ √ *

14 Tarogong Kidul Sukagalih 15.308 √ *


15 Tarogong Kidul Mekargalih 7.217 √ *
16 Tarogong Kidul Jayagara 11.610 √ *
17 Tarogong Kidul Pataruman 7.638 √ *
18 Tarogong Kidul Jayawaras 12.147 √ *
19 Tarogong Kidul Sukajaya 12.470 √ *
20 Tarogong Kaler Sirnajaya 9.911 √ *
21 Tarogong Kaler Mekarjaya 4.110 √ **
22 Tarogong Kaler Rancabango 14.941 √ √ *
23 Tarogong Kaler Langensari 8106 √ *

24 Tarogong Kaler Cimanganten 8.104 √ *


25 Tarogong Kaler Jati 13.008 √ *
26 Tarogong Kaler Tanjungkamuning 6.982 √ *
27 Tarogong Kaler Sukajadi 328 √ * Dalam KRB 2015 masuk KRB II dan I
28 Tarogong Kaler Mekarwangi 6.219 √ *
29 Tarogong Kaler Pananjung 11.051 √ *
30 Tarogong Kaler Pasawahan 11.482 √ *
31 Tarogong Kaler Sukawangi 3.815 √ **
32 Banyuresmi Sukasenang 9.640 √ √ *
33 Banyuresmi Sukakarya 6.429 √ **
34 Banyuresmi Sukaraja 5.888 √ **
35 Banyuresmi Pamekarsari 5.745 √ **
36 Banyuresmi Sukaratu 2.614 √ *
37 Leles Haruman 6.515 √ √ **
38 Leles Dano 6.261 √ √ **

122 Guntur
Jumlah KRB
No Kecamatan Desa Keterangan
Penduduk II I
39 Leles Jangkurang 7.992 √ **
40 Leles Lembang 4.987 √ **
41 Leles Cipancar 4.778 √ **
42 Leles Kandangmukti 3.986 √ **
43 Leles Ciburial 5.850 √ **
44 Leles Salamnunggal 5.057 √ **
45 Leles Leles 4.987 √ **
46 Leles Cangkuang 9.259 √ **
47 Leles Margaluyu 7.557 √ **
48 Kadungora Rancasalak 9.026 √ **
49 Kadungora Mandalasari 6.988 √ **
50 Kadungora Hegarsari 2.082 √ **
51 Kadungora Karangmulya 7.597 √ **
52 Kadungora Karangtengah 6.260 √ **
53 Kadungora Gandamekar 6.671 √ **
54 Kadungora Kadungora 4.223 √ **
55 Kadungora Cisaat 4.188 √ **
56 Kadungora Cikembulan 4.506 √ **
57 Kadungora Neglasari 5.615 √ **
58 Garut Kota Cintarasa ? √ Tidak ada datanya
59 Garut Kota Sukamentri 11.368 √ *, Kelurahan
60 Ibun Laksana 8.263 √ **
61 Ibun Talun 6.675 √ **
62 Ibun Lampegan 7.764 √ **
63 Karangpawitan Lengkongjaya 5.103 √ **, Kelurahan. Dalam KRB 2015, kec. ini tidak
tercantum

Guntur 123
Sistem Pemantauan

Salah satu strategi mitigasi bencana letusan adalah dengan Dengan menerapkan berbagai macam metode pemantauan
melakukan pemantauan aktivitas G. Guntur secara intensif gunungapi, seperti visual, seismik dan deformasi, hingga
24 jam. Dibangun juga Pos Pengamatan G. Guntur yang saat ini jaringan pemantauan G. Guntur dilengkapi dengan
terletak di Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong, Kab. 5 stasiun seismik, 4 stasiun GPS, dan 2 stasiun Tiltmeter
Garut yang berdiri sejak tahun 1985 yang digunakan untuk yang dipasang baik di puncak maupun lereng dan sekitar
memantau operasional peralatan dan data pemantauan G. Guntur.
yang terekam di Pos PGA. Di Pos PGA Guntur ada 4 orang
Pengamat Gunungapi yang juga bertugas di antaranya
membuat laporan aktivitas G. Guntur setiap harinya.

Jaringan Pemantuan G. Guntur

124 Guntur
19
Ciremai
Oleh: Mamay Surmayadi

Ciremai 125
Informasi Umum

Ciremai merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa


Barat. Dengan ketinggian 3078 m di atas permukaan laut
Ciremai juga adalah gunungapi tertinggi di Jawa Barat.
Secara administrasi, gunungapi ini termasuk ke dalam
wilayah Kabupaten Majalengka, Kuningan, dan Cirebon.
Lokasi geografisnya berada pada 6º 53,5’ Lintang Selatan,
dan 108º 24’ Bujur Timur. Adapun kota terdekat ke gunung
ini adalah Kuningan. Puncak gunung ini dapat dijangkau
dari jalur Palutungan dan Linggajati (Kuningan) dan Apuy
(Majalengka).

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Ciremai merupakan gunungapi Tipe A yang tercatat pernah


tujuh kali meletus sejak tahun 1698 hingga 1937. Letusan
Ciremai ini berskala kecil yang menghasilkan abu vulkanik
disertai hembusan uap. Berdasarkan catatan sejarah ini,
jeda antar letusan terpendek adalah 3 tahun, sedangkan
terpanjang adalah 112 tahun. Meskipun bukan sebagai
dasar perhitungan kuantitatif dalam penentuan prakiraan
bahaya gunungapi, jeda 112 tahun sejak tahun 1937
menjadikan Ciremai sebagai gunungapi yang memiliki
probabilitas untuk meletus dalam kurun waktu sekitar 30
tahun kedepan. Sejak tahun 1937 hingga sekarang, Ciremai
tidak memperlihatkan gejala letusan. Meskipun demikian,
catatan geologi menunjukkan Gunungapi Ciremai masa
lampau pernah mengalami letusan berskala menengah
dan besar yang berpotensi mengalami perulangan pada Sejarah letusan G. Ciremai.
masa yang akan datang.

126 Ciremai
Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan Gunungapi Ciremai dilakukan secara kontinu di Bandung secara real-time. Peningkatan teknologi sistem
melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta monitoring gunungapi dapat meningkatkan kualitas
menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Ciremai di pemahaman proses aktvitas vukanisme gunungapi sehingga
Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. pengambilan keputusan penangan krisis gunungapi dapat
Transmisi data dilakukan secara telemetri dari lokasi alat di lebih cepat dilakukan. Upaya mitigasi untuk memperkecil
lapangan ke Pos Gunungapi Ciremai dan melalui VSAT (Very atau meniadakan risiko bencana melalui sistem peringatan
Small Aperture Terminal) sebagai sistem transmisi data dini sehingga pengungsian penduduk di kawasan rawan
berbasis satelit dari Gunungapi Ciremai terkirim langsung bencana dapat dilakukan.
ke Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Sistem jaringan peralatan monitoring G. Ciremai, Jawa Barat.

Ciremai 127
Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang Argapura Dalam Angka 2018), Meskipun demikian,
pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam jumlah penduduk yang berada pada KRB II adalah sekitar
bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sehubungan 580 jiwa. Sementara itu, zona perluasan KRB II sektor
Ciremai sebagai gunungapi yang masih aktif dan memiliki tenggara melingkupi Kampung Palutungan, Desa Cisantana
potensi bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Jumlah
Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan penduduk Desa Cigugur adalah 6.284 jiwa (Kecamatan
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ciremai. Cigugur Dalam Angka 2018). Perkiraan jumlah penduduk
Berdasarkan potensi ancamannya, KRB Ciremai dibagi Kampung Palutungan yang berada di KRB II adalah sekitar
menjadi tiga, secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu 650 jiwa.
Kawasan Rawan Bencana III, II, dan I.
Data kependudukan Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka dan
Kawasan Rawan Bencana III Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan (Kecamatan Argapura Dalam
Angka 2018; Kecamatan Cigugur Dalam Angka 2018)
KRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran
awan panas, lava, gas racun, dan hujan awbu lebat yang
disertai lontaran batu pijar dalam radius 1.5 km dari pusat
letusan jika terjadi letusan. KRB III Ciremai terkonsentrasi
di kawasan puncak yang tidak memiliki pemukiman dan
aktivitas manusia secara permanen.

Kawasan Rawan Bencana II


KRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran
awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang
Kawasan Rawan Bencana I
disertai lontaran batu dalam radius 4 km dari pusat letusan.
KRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar,
KRB II Ciremai melingkupi kawasan puncak dan lereng perluasan aliran awan panas dan lava serta hujan abu lebat
bagian tengah dalam radius sekitar 4 – 6 km dari puncak.
dan lontaran batu pijar dalam radius 8 km dari pusat letusan.
KRB II Ciremai yang berada di sektor barat dan tenggara
KRB I yang berasal dari potensi ancaman lahar berada
lebih melampar ke lereng yang lebih bawah sehingga disepanjang alur sungai yang berhulu di kawasan puncak
berpotensi menimbulkan ancaman lebih besar terhadap dan mengalir ke lereng bawah bagian barat, barat laut, utara,
jiwa manusia dan kehidupannya, dibandingkan dengan timur laut, timur, dan tenggara. Zona potensi ancaman lahar
sektor lainnya. ini meliputi kawasan yang cukup luas, sembilan kecamatan
di wilayah Kabupaten Majalengka, sembilan kecamatan
Zona perluasan KRB II sektor barat melingkupi Desa di wilayah Kabupaten Kuningan, dan enam kecamatan
Argamukti dan Argalingga di Kecamatan Argapura, di Kabupaten Cirebon. Data statistik kependudukan
Kabupaten Majalengka. Jumlah penduduk Desa Argamukti memperlihatkan jumlah polulasi 24 kecamatan tersebut
dan Argalingga (table 2) adalah 5.867 jiwa (Kecamatan

128 Ciremai
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Ciremai, Jawa Barat.

Ciremai 129
(Kabupaten Majalengka Dalam Angka 2019; Kabupaten perkiraan jumlah penduduk di KRB I Gunungapi Ciremai
Kuningan Dalam Angka 2019; Kabupaten Cirebon Dalam yang rawan terhadap landaan lahar adalah sekitar 30.000
Angka 2019) adalah 1.234.496 jiwa. Meskipun demikian, jiwa.

Data kependudukan beberapa kecamatan di


Kabupaten Majalengka, Kuningan, dan Cirebon
(Tahun 2019)

130 Ciremai
20
Slamet
Oleh: Hetty Triastuty

Slamet 131
Informasi Umum

Slamet termasuk gunungapi tipe strato, merupakan


gunungapi kedua paling tinggi di Pulau Jawa setelah G.
Semeru. Bentuk lerengnya teratur kecuali di bagian lereng
barat laut dan barat daya. Secara geografi terletak pada
posisi 07º14’30’’ Lintang Selatan dan 109º12’30’’ Bujur
Timur dengan ketinggian 3432 m di atas permukaan laut
(dpl). Secara administrasi G. Slamet masuk dalam kawasan
Kabupaten Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal dan
Purbalingga.

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Slamet mulai tercatat pada tahun 1772 Seperti gunungapi lainnya di Indonesia, G. Slamet
dan termasuk gunungapi yang sering meletus melalui menunjukkan kegiatan erupsinya yang berupa erupsi
beberapa lubang letusan di dalam Kawah IV. Letusan eksplosif dan efusif. Erupsi eksplosif mengeluarkan bom
terakhir G. Slamet terjadi pada tahun 2014, dan setelah vulkanik, lapilli, pasir, abu, dan kemungkinan awan panas
letusan ini telah terjadi beberapa peningkatan aktivitas letusan, sedangkan erupsi efusif berupa leleran lava
vulkanik, khususnya kegempaan, seperti yang terjadi pada sehingga merupakan gunungapi lapis atau strato.
tahun 2019, meskipun tidak diakhiri dengan letusan.
Bila terjadi letusan/erupsi besar, maka bahaya utama
Berdasarkan catatan sejarah letusan, pada umumnya letusan G. Slamet atau bahaya primer (bahaya langsung
letusan G. Slamet adalah letusan abu disertai lontaran akibat letusan) adalah luncuran awan panas, lontaran
sekoria dan batu pijar, kadang-kadang mengeluarkan piroklastik (bom vulkanik, lapili, pasir dan abu) dan
lava pijar. Letusannya berlangsung beberapa hari, pada mungkin aliran lava. Sedangkan bahaya sekunder (bahaya
keadaan luar biasa mencapai beberapa minggu. Periode tidak langsung dari letusan) adalah lahar hujan yang terjadi
istirahat G. Slamet terpendek antara dua letusan lk. 1 setelah letusan apabila turun hujan lebat di sekitar puncak.
tahun dan terpanjang 53 tahun. Untuk periode istirahat lk. Jauhnya sebaran jatuhan piroklastik, tergantung pada
1 tahun kemungkinan masih satu fase letusan atau kegiatan ketinggian lontaran dan kencangnya angin yang bertiup
lanjutan. pada saat terjadi letusan, terutama penyebaran hujan abu
dan pasir.

132 Slamet
KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Untuk menjelaskan tingkat kerawanan kawasan bila G. besar pemukiman yang terletak di lereng dan kaki utara,
Slamet meletus, maka dibuatlah peta Kawasan Rawan baratlaut dan selatan. Pada KRB ini tidak diperkenankan
Bencana G. Slamet (E.K. Abdurachman, R.D dkk, 2006) untuk hunian tetap ataupun dibudidayakan untuk tujuan
yang terbagi dalam 3 kawasan, yaitu: Kawasan Rawan komersial secara permanen.
Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan • Kawasan Rawan Bencana II
Rawan Bencana I. Adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas,
• Kawasan Rawan Bencana III aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan
Daerah yang terancam oleh material lontaran, sebagian

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Slamet.


Slamet 133
abu lebat dan lahar. utara termasuk wilayah Kabupaten Tegal, sektor timurlaut
• Kawasan Rawan Bencana I - tenggara termasuk wilayah Kabupaten Purbalingga dan
Adalah kawasan yang letaknya berpotensi terlanda sektor selatan - baratdaya termasuk wilayah Kabupaten
lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena Banyumas.
perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini
terletak di sepanjang sungai/di dekat lembah sungai
Pendataan penduduk (2019-2020) dititikberatkan pada
atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah
pengumpulan data kependudukan yang termasuk ke
puncak. Selama letusan membesar, kawasan ini dalam daerah KRB I dan KRB II dengan radius 4 - 8 km dari
berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu
puncak. Wilayah tersebut sewaktu-waktu penduduknya
pebat dan lontaran batu (pijar). akan terkena dampak akibat letusan. Data kependudukan
di daerah G. Slamet dan sekitarnya yang termasuk kedalam
Daerah G. Slamet mulai dari puncak hingga kakinya daerah KRB I dan KRB II tersebut dapat dilihat dalam tabel.
dibagi ke dalam 5 wilayah kabupaten. Sektor barat -
baratlaut termasuk wilayah Kabupaten Brebes, sektor

Data kependudukan di daerah G. Slamet dan sekitarnya

DESA/
No KABUPATEN KECAMATAN JUMLAH JUMLAH KK
KELURAHAN
1 Pemalang Pulosari Clekatakan 6.693 1.775
2 Pemalang Pulosari Batursari 3.314 920
3 Pemalang Pulosari Penakir 5.819 1.64
4 Pemalang Pulosari Gunungsari 4.24 1.304
5 Pemalang Pulosari Jurangmangu 1.352 420
6 Pemalang Pulosari Gambuhan 8.731 2.447
7 Pemalang Pulosari Karangsari 5.302 2.416
8 Pemalang Pulosari Siremeng 5.258 1.83
9 Tegal Bumijawa Sigedong 7.285 1.818
10 Tegal Bumijawa Guci 5.279 1.392
11 Tegal Bumijawa Batumirah 4.503 1.21
12 Tegal Bojong Rembul 8.85 2.339
13 Tegal Bojong Dukuhtengah 3.121 935

134 Slamet
DESA/
No KABUPATEN KECAMATAN JUMLAH JUMLAH KK
KELURAHAN
14 Tegal Bojong Kedawung 3.312 924
15 Tegal Bojong Suniarsih 2.508 617
16 Brebes Paguyangan Pandansari 10.212 3.399
17 Brebes Sirampog Igirklanceng 2.78 931
18 Brebes Sirampog Dawuhan 7.635 2.462
19 Brebes Sirampog Batusari 3.111 1.01
20 Banyumas Karanglewas Sunyalangu 4.911 1.317
21 Banyumas Kedungbanteng Windujaya 2.556 723
22 Banyumas Kedungbanteng Melung 2.241 522
23 Banyumas Baturraden Kutasari 5.623 1.747
24 Banyumas Baturraden Pandak 2.708 780
25 Banyumas Baturraden Pamijen 2.792 695
26 Banyumas Baturraden Kemutug Lor 4.933 1.503
27 Banyumas Baturraden Karangmangu 2.857 842
28 Banyumas Sumbang Sikapat 4.084 1.208
29 Banyumas Sumbang Limpakuwus 4.915 1.578
30 Purbalingga Kutasari Karangaren 1.568 538
31 Purbalingga Kutasari Cendana 5.083 1.647
32 Purbalingga Mrebet Serayu Karanganyar 2.962 921
33 Purbalingga Mrebet Serayu Larangan 4.09 1.228
34 Purbalingga Mrebet Sangkanayu 6.014 1.976
35 Purbalingga Karangreja Serang 8.469 2.446
36 Purbalingga Karangreja Kutabawa 6.172 1.666
37 Purbalingga Karangreja Siwarak 7.442 2.268

Slamet 135
Sistem Pemantauan Gunung Api

Salah satu strategi mitigasi bencana letusan G. Slamet Dengan menerapkan berbagai macam metode pemantauan
adalah dengan melakukan pemantauan aktivitas G. gunungapi, seperti visual, seismik dan deformasi, hingga
Slamet secara intensif dan kontinyu 24 jam. Dibangun saat ini jaringan pemantauan G. Slamet dilengkapi dengan
juga Pos Pengamatan G. Slamet yang terletak di Desa 5 stasiun seismik, 3 stasiun Tiltmeter yang dipasang baik
Gambuhan, Kab. Pemalang yang berdiri sejak tahun 1986 di puncak maupun lereng dan sekitar G. Slamet, serta 2
yang digunakan untuk memantau operasional peralatan CCTV untuk membantu pemantauan visual.
dan data pemantauan yang terekam di Pos PGA. Di Pos
PGA Slamet ada 3 orang Pengamat Gunungapi yang juga
bertugas di antaranya membuat laporan aktivitas G. Slamet
setiap harinya.

Jaringan Pemantuan G. Slamet

136 Slamet
21
Dieng
Oleh: Priatna

Dieng 137
Informasi Umum

NEGERI DI ATAS AWAN, itulah sebutan yang melekat Sinila, Sileri, Candradimuka, Sikidang, Sibanteng, Bitingan,
untuk Dieng, kompleks gunung api di Jawa Tengah dan Pagerkandang; tiga Kawah (Kabupaten Wonosobo):
yang kesehariannya sangat akrab dengan awan. Dieng Pakuwaja, Sikendang, dan Pulosari; lima kawah (Kabupaten
yang sebagian besar wilayahnya masuk Kabupaten Batang): Sibanger, Wanapria, Wanasida, Gerlang, dan
Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang menyajikan ragam Siglagah.
pesona. Sisa aktivitas vulkanik berupa gunung, kawah,
dan lapangan panas bumi menjadi warisan geologi yang Karakteristik Dieng masa lalu ditandai dengan letusan
bernilai. eksplosif dan disusul dengan aktivitas letusan freatik
dan keluarnya gas dari rekahan dan lubang fumarol.
Namun di balik semua pesona kawasan yang membentang Berdasarkan sejarah aktivitas Dieng hingga tahun 2019
14 x 6 km arah barat laut - tenggara dengan tinggi 2200 tercatat sebanyak 468 korban jiwa dan 50 terluka. Hal
hingga 2565 m dpl itu, ancaman gas beracun dan letusan ini menjadi bukti bahwa Dieng merupakan satu dari 127
freatik setiap saat mengintai. Ada 16 kawah yang dipantau, gunung api di Indonesia yang perlu mendapat perhatian.
yaitu delapan kawah (Kabupaten Banjarnegara): Timbang,

Aktivitas Gunung Dieng

Aktivitas Dieng di masa lampau didominasi oleh letusan Ketiga peristiwa besar terjadi: dua kali di Kawah Sileri dan
eksplosif di Gunung Pakuwaja dan Gunung Butak Ptarangan. sekali di Kawah Timbang serta kejadian lainnya hingga
Berdasarkan sejarah tahun 1450 terjadi letusan eksplosif tahun 2019 telah mengakibatkan 468 korban jiwa dan 50
di Gunung Pakuwaja dan letusan berikutnya terjadi tahun orang terluka.
1825. Sementara itu letusan eksplosif di Butak Ptarangan
terjadi tahun 1786 yang mengakibatkan 38 orang terluka. Aktivitas Gunung Dieng dipantau dari POS Pengamatan
Gunung Api Dieng yang berlokasi di Desa Karang Tengah,
Setelah letusan eksplosif yang terjadi di Pakuwaja dan Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Sementara di
Butak Ptarangan, aktivitas Dieng didominasi oleh letusan lapangan telah dipasang peralatan seismik, sensor gas,
freatik. Tahun 1928 dan tahun 1939 pernah terjadi korban sensor suhu. Sementara pengamatan visual dilakukan
jiwa sebanyak 50 orang di Kawah Timbang akibat letusan melalui CCTV untuk Kawah Timbang dan Kawah Sileri.
freatik yang memuntahkan lumpur dan batu. Korban akibat
gas beracun paling banyak terjadi tahun 1979, letusan Berdasarkan hasil Kajian tahun 2019, Kawah Candradimuka
freatik di Kawah Sinila memicu keluarnya gas di Kawah masuk kelompok gunung api magmatik-hidrotermal,
Timbang mengakibatkan 149 orang meninggal. memiliki Suhu bawah permukaan dan fraksi magmatisme
tertinggi di Dataran Tinggi Dieng.

138 Dieng
Sejarah Letusan Gunung Dieng

Korban Korban
No Tahun Kawah Aktivitas Produk VEI
Meninggal Luka
1 1450 Pakuwaja eksplosif abu 3
2 1786 Butak Ptarangan eksplosif abu 38 2
3 1825 Pakuwaja eksplosif batu 2
4 1883 Sikidang meningkat lumpur 1
5 1883 Sibanteng meningkat lumpur -
6 1884 Sikidang freatik - 1
7 1895 Siglagah freatik semburan 1
8 1928 Timbang freatik batu 40 2
9 1939 Timbang freatik lumpur 10 2
10 1944 Sileri freatik - 117 2
11 1964 Sileri freatik lumpur 114 1
12 1965 Candradimuka freatik lumpur 1
13 1979 Sinila freatik lumpur 1

14 1979 Timbang aliran gas 149 -


15 1981 Sikidang freatik lumpur 1
16 1996 Padangsari freatik lumpur 1
17 2003 Sileri freatik lumpur 1
18 2009 Sibanteng freatik lumpur 1
19 2011 Timbang aliran gas 1
20 2013 Timbang aliran gas 1
21 2017 Sileri freatik latu 12 1
22 2018 Sileri lumpur lumpur 1
23 2019 Pagerkandang lumpur lumpur 1

Dieng 139
Ancaman Bahaya

Berdasarkan kejadian masa lalu, hasil pemantauan terkini, Gas Beracun


dan hasil penelitian, maka telah disusun Peta Kawasan Berasarkan kejadian tahun 2013 di Kawah Timbang maka
Rawan Bencana (KRB) Gunung Api Dieng. Ancaman utama disusun skenario bencana khusus di Kawasan Kawah
Dataran Tinggi Dieng adalah letusan freatik di Kawah Sileri Timbang sebagai ancaman utama bahaya di Dataran
dan ancaman gas beracun di Kawah Timbang. Tinggi Dieng. Desa terdampak: Sumberejo, dan dusun
terdampak: Simbar, Serang, Kaliputih. Gas mengalir
Letusan Freatik mencapai 2500 m ke arah selatan melalui lembah Kalisat.
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Dari ketiga dusun tersebut, jaraknya 1-1,5 km gas mengalir
Mitigasi Bencana Geologi untuk Kawah Sileri adalah pada melewati lembah Kalisat. Permukiman yang berada di atas
saat tingkat aktivitas Level I (status normal) masyarakat tidak lembah aman dari ancaman gas ini. Ancaman utama gas
diperbolehkan berada dalam radius 200 m dari Kawah. kepada petani, pejalan kali, dan perlintasan jalan provinsi
yang melewati Batur. Pada tahun 2013 tidak terjadi korban
jiwa dengan cara pengaturan buka tutup jalan provinsi dan
jalur lewat petani.

Upaya Mitigasi Bencana

Berdasarkan hasil kajian tahun 2019 potensi bencana


Gunung Dieng diklasifikasikan menurut tingkat magmatismc
melalui pendekatan gas karbon dioksida dan suhu di
bawah permukaan, serta nilai fraksi isotop oksigen-18.
Berdasarkan kajian dan pengalaman di lapangan berikut ini
prakiraan kejadian korban di kawah yang menjadi prioritas
di Kabupaten Banjarnegara, yaitu Kawah Timbang, Kawah
Sileri, Kawah Candradimuka dan di Kabupaten Wonosobo,
yaitu Kawah Sikendang yang berada di tepi Telaga Warna.
Kawah Timbang.

140 Dieng
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Dieng.

Kawah Timbang Kawah Candradimuka


Prakiraan bencana terjadi pada 30 orang petani dan pejalan Pejalan kaki dan pengunjung sekitar 10 orang bisa terkena
kaki bisa terkena aliran gas beracun terutama gas karbon semburan lumpur dan aliran gas beracun.
dioksida.
Kawah Sikendang
Kawah Sileri Pengunjung Telaga Warna yang sering berfoto di lokasi
Para petani dan pengunjung wisata air panas waterpark Kawah Sikendang sekitar 10 orang bisa terkena aliran gas
sekitar 20 orang bisa terkena lumpur dan batuan erupsi beracun.
Kawah Sileri.
Dieng 141
Peta jaringan sistem pemantauan aktivitas Gunung Dieng.

142 Dieng
22
Sundoro
Oleh: Iyan Mulyana

Sundoro 143
Informasi Umum

Sundoro merupakan gunungapi tipe A yang terletak di Secara morfologi gunungapi ini terdiri dari kerucut utama
Kabupaten Wonosobo dan Temanggung, dengan posisi dan kerucut-kerucut parasit. Kerucut utama tumbuh
geografis 7º 18’ LS dan 109º 59’ 30” BT (Kusumadinata, mencapai ketinggian 3500 m di atas permukaan laut, yang
1979). merupakan puncak G. Sundoro pada saat ini. Kerucut-
kerucut parasit tumbuh pada ketinggian 1600 – 2500 m,
Menurut Neumann van Padang (1951, p.112), G. Sundoro antara lain: G. Kembang (+ 2339), G. Kekep (+1650 m), G.
merupakan kerucut gunung api yang sangat teratur, Watu (+ 1650 m), G. Arum (+ 2100 m), G. Kebonan (+ 1692
dipisahkan dari G. Sumbing oleh Pelana Kledung (1405 m), serta kerucut lainnya.
m). Di bagian timur dari puncak datar seluas 400 x 300
m terdapat kawah kembar besar K1 - K2 berukuran 210 Aktivitas vulkanik di puncak umumnya berupa fumarola
x 150 m, sedangkan dataran Segero Wedi, Banjaran, Z3 dan danau kawah dengan diameter sekitar 150 m dan
dan Z4, di bagian barat dan utara, adalah sisa dari kawah kedalaman dari bibir kawah sekitar 75 m.
utama dan sekunder.

Panorama G. Sundoro dilihat dari Desa Tuksari sebelah tenggara dari Gunung Api Sundoro

144 Sundoro
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Sundoro tercatat sejak tahun 1806. diperkirakan erupsi efusif seperti leleran lava, pembentukan
Interval letusan terbagi dalam jangka waktu pendek sekitar kubah lava serta aliran piroklastik pernah terjadi pada
1 – 4 tahun, dan interval panjang yaitu sekitar 15 – 60 tahun. masa lampau. Erupsi terakhir diperkirakan terjadi pada 29
Oktober 1971 berupa letusan freatik.
Setelah istirahat selama lk. 60 tahun, pada tahun 1970
terjadi kenaikan kegiatan tanpa menghasilkan suatu Dari sejarah dan endapan hasil letusannya, diperkirakan
letusan. letusan tipe strombolian mendominasi karakter letusan
Gunung Sundoro.
Pada tahun 2011: November 2011 - 30 Maret 2012, teramati
asap solfatara di beberapa tempat pada dinding dan
dasar kawah utama. Aktivitas kegempaan juga mengalami
peningkatan sejak bulan November 2011.

Karakter letusan umumnya berupa letusan abu dan letusan


freatik. Namun hasil penelitian pada endapan batuan di
sekitar kerucut-kerucut parasit dan pada tubuh G. Sundoro

Sejarah letusan G. Sundoro tercatat sejak tahun 1806.

Hembusan solfatara dari kawah aktif G. Sundoro.

Sundoro 145
Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Sundoro dilakukan secara secara visual dan instrumentasi dengan menggunakan
kontinyu dari Pos PGA G. Sundoro yang terletak di Desa 3 stasiun seismik analog secara telemetri dengan
Gentingsari, Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung. menggunakan gelombang radio VHF, (St. Sidempul, St.
Sistem pemantauan di G. Sundoro pada saat ini dilakukan Sibajak dan St. Mlalen) serta kamera CCTV (Pos).

Pos Pengamatan G Sundoro

Peta Jaringan Peralatan Pemantauan G. Sundoro.

146 Sundoro
Peta KRB dan Potensi Bahaya

Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Sundoro terbagi 3 penduduk 66.789 jiwa, 6 desa masuk KRB I, KRB II, dan
kawasan, yaitu: KRB III dengan jumlah penduduk 14.318 jiwa.
1. KRB III adalah kawasan yang sering terlanda awan • 9 desa berada di KRB II dengan jumlah penduduk
panas, aliran lava, gas beracun, bahan lontaran batu 18.384 jiwa, 8 desa berada di KRB I dengan jumlah
(pijar), dan hujan abu lebat. Kawasan ini terdiri atas dua penduduk 21.331 jiwa.
bagian, yaitu:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa Luas wilayah Kabupaten Wonosobo 984,68 km2 atau
berupa awan panas dan aliran lava 98.468 Ha. Desa yang terdampak yang berada pada Peta
b. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran Kawasan Rawan Bencana G. Sundoro sebanyak 34 desa
batu (pijar) dan hujan abu lebat yang tersebar di 7 kecamatan, dengan rincian sebagai
2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan berikut:
panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu • 21 desa masuk ke KRB I, KRB II, KRB III dengan jumlah
lebat. Kawasan ini dibedakan menjadi dua bagian, penduduk 91.730 jiwa.
yaitu: • 13 desa berada pada KRB I dengan jumlah penduduk
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa 57.402 jiwa.
berupa awan panas dan aliran lava
b. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran Kabupaten Wonosobo
batu (pijar) dan hujan abu lebat
3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terkena aliran Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah desa KRB
lahar dan kemungkinan dapat terkena perluasan aliran Kejajar 11.478 3 I, II, III
I, II, III
piroklastik (awan panas). Apabila letusannya membesar, Kretek 49.700 10
Garung 30.552 8 I, II, III
maka kawasan ini sangat berpotensi tertimpa bahan Mojotengah 23.133 7 I
jatuhan piroklastik berupa lontaran batu (pijar) dan Wonosobo 23.133 2 I
hujan abu. Selomerto 5.201 3 I
Kalijajar 5.935 1 I

Desa yang terdampak sesuai Peta KRB G. Sundoro berada


di 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Temanggung

Kabupaten Wonosobo. Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah desa KRB


Ngadirejo 30.746 10 I, II
Luas wilayah Kabupaten Temanggung 870,65 km atau 2 Bansari 18.384 9 I
Parakan 16.668 7 I, II
87.065 Ha terbagi dalam 20 Kecamatan dengan jumlah Kledung 14.319 6 I, II, III
penduduk 791.264 jiwa. Desa yang terdampak seperti Candiro 7.859 2 I, II
yang tercantum pada Peta Kawasan Rawan Bencana G. Jumo 6.919 4 I
Kedu 14.412 4 I
Sundoro sebanyak 46 desa yang tersebar di 8 kecamatan, Bulu 11.516 4 I, II
dengan rincian sebagai berikut:
• 23 desa masuk KRB I dan KRB II dengan jumlah
Sundoro 147
Peta KRB G. Sundoro

148 Sundoro
23
Sumbing
Oleh: Kushendratno

Sumbing 149
Informasi Umum

Sumbing merupakan gunung api strato tipe A. Gunung Kota terdekat ke gunung ini adalah masing-masing
yang terletak di Jawa Tengah ini termasuk ke dalam Magelang di sebelah tenggara, Temanggung di sebelah
wilayah Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, timurlaut, Parakan di sebelah utara, dan Wonosobo di
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo. sebelah barat. Kaki gunung Sumbing sebelah baratlaut
Puncaknya berketinggian 3371 m dpl. Secara geografis berbatasan dengan Gunung Sundoro, sedangkan di sebelah
terletak pada 07°17,08’ LS dan 110°03,8’ BT. Bibir kawah selatan dan tenggara berbatasan dengan Pegunungan
gunung sebelah timur laut telah hancur seperti tersobek. Menoreh, Beser, dan Kekep.
Oleh karena itu gunung ini diberi nama Sumbing, karena
nampak seolah-olah seperti bibir sumbing.

150 Sumbing
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah erupsi G. Sumbing tidak banyak diketahui, tetapi dengan temperatur 90ºC dan kubangan lumpur dekat
Neuman van Padang (1937) menyebutkan bahwa tahun kubah lava. Sejak leleran lava tahun 1730 dan kegiatan
1730 terjadi letusan pada kawah menghasilkan leleran solfatara serta kubangan lumpur tahun 1937, hingga saat
lava dan kubah lava. Tahun 1937 terjadi kegiatan solfatara ini tidak jelas bagaimana karakter erupsi gunungapi ini.

Sistem Pemantauan Gunung Api

Aktivitas vulkanik G. Sumbing dipantau


secara terus-menerus dari Pos PGA
Sumbing di Desa Gentingsari, Kecamatan
Parakan, Kabupaten Temanggung, Provinsi
Jawa Tengah. Saat ini, pemantauan G.
Sumbing menggunakan satu stasiun seismik,
hasil pemantauan kegempaan tersebut
dilaporkan secara rutin setiap hari ke kantor
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) di Bandung melalui
aplikasi MAGMA berbasis internet.

Jaringan pemantauan aktivitas G. Sumbing.


Sumbing 151
Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Sumbing dibuat yang terdampak KRB sebanyak 51 desa yang tersebar
tahun 2006 oleh R.D Hadisantono, dkk. Peta ini terbagi di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo, Magelang
menjadi 3 KRB yaitu KRB III dengan radius lontaran 2 km dari dan Temanggung. Adapun jiwa yang terancam sebanyak
puncak, KRB II dengan radius lontaran 5 km dari puncak, 167.283 jiwa.
dan KRB I dengan radius lontaran 8 km dari puncak. Desa

Peta KRB G. Sumbing.

152 Sumbing
Tabel Desa terdampak dan jumlah penduduk terancam (Data dukcapil, 2018)

Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk I II
1 Wonosobo Kalikajar Lamuk 3845 √
2 Wonosobo Kalikajar Wonosari 2097 √
3 Wonosobo Kalikajar Purwojiwo 3086 √ √
4 Wonosobo Kalikajar Butuhlor 7038 √ √
5 Wonosobo Kalikajar Butuhkidul 2570 √
6 Wonosobo Kalikajar Bowongso 4576 √
7 Wonosobo Kalikajar Kwadungan 4294 √ √
8 Wonosobo Sapuran Banyumudal 6022 √ √
9 Wonosobo Sapuran Rimpak 3938 √ √
10 Wonosobo Kepil Ulosaren 4330 √ √
11 Wonosobo Kertek Reco 7724 √
12 Magelang Kajoran Sukomakmur 5414 √ √
13 Magelang Kajoran Sutopati 7540 √
14 Magelang Kaliangkrik Temanggung 6948 √ √
15 Magelang Kaliangkrik Adipuro 3043 √ √
16 Magelang Kaliangkrik Kaliangkrik 3971 √
17 Magelang Kaliangkrik Munggangsari 3424 √ √
18 Magelang Kaliangkrik Ngargosoko 3173 √ √
19 Magelang Kaliangkrik Pengarengan 1458 √ √
20 Magelang Kaliangkrik Mangli 2111 √ √
21 Magelang Kaliangkrik Balerejo 3195 √
22 Magelang Kaliangkrik Kebonlegi 1260 √ √
23 Magelang Windungsari Tanjungsari 3364 √ √
24 Magelang Windungsari Dampit 1139 √ √
25 Magelang Windungsari Womoroto 3035 √
26 Magelang Windungsari Ngemplak 2357 √ √
27 Magelang Windungsari Kalijoso 1160 √

Sumbing 153
Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk I II
28 Magelang Windungsari Gunungsari 2157 √
29 Temanggung Selopampang Tanggulanom 2988 √
30 Temanggung Selopampang Jetis 2245 √
31 Temanggung Tembarak Gandu 1575 √
32 Temanggung Tembarak Kemloko 4220 √
33 Temanggung Tembarak Banaran 1969 √
34 Temanggung Telogo Mulyo Legoksari 1736 √ √
35 Temanggung Telogo Mulyo Losari 2914 √ √
36 Temanggung Telogo Mulyo Pagersari 4824 √
37 Temanggung Bulu Bansari 3040 √
38 Temanggung Bulu Wonosari 2318 √ √
39 Temanggung Bulu Pagergunung 2446 √
40 Temanggung Bulu Gandurejo 5262 √
41 Temanggung Parakan Glapansari 3222 √
42 Temanggung Bulu wonotirto 4009 √
43 Temanggung Kledung Petarangan 3769 √
44 Temanggung Kledung Canggal 598 √
45 Temanggung Kledung Kruwisan 2345 √
46 Temanggung Kledung Kwadungandungun 2227 √
47 Temanggung Kledung Tlahab 4057 √
48 Temanggung Kledung Jambu 869 √ √
49 Temanggung Kledung Kedung 2709 √
50 Temanggung Kledung Batursari 1923 √ √

154 Sumbing
24
Merapi
Oleh: Lestari Agustiningtyas

Merapi 155
Informasi Umum

G. Merapi (2986 m dpl) terletak di perbatasan empat Merapi Muda, dan Merapi Baru. Periode pertama adalah
kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Pra Merapi dimulai sejak sekitar 700.000 tahun lalu dimana
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Kabupaten saat ini menyisakan jejak G. Bibi (2025 m dpl) di lereng
Boyolali dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah. timurlaut G. Merapi. Gunung Bibi memiliki lava yang
Posisi geografinya terletak pada 7° 32’30” LS dan 110° bersifat basaltic andesit. Periode kedua, periode Merapi
26’30” BT. Berdasarkan tatanan tektoniknya, gunung ini Tua menyisakan bukit Turgo dan Plawangan yang telah
terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia berumur antara 60.000 sampai 8.000 tahun. Saat ini kedua
menunjam di bawah Lempeng Eurasia yang mengontrol bukit tersebut mendominasi morfologi lereng selatan
vulkanisme di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. G. Merapi. Pada periode ketiga, yaitu Merapi Muda
Gunung Merapi muncul di bagian selatan dari kelurusan beraktivitas antara 8000 sampai 2000 tahun lalu. Di masa
dari jajaran gunungapi di Jawa Tengah mulai dari utara ke itu terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun
selatan, yaitu Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi dengan bukit Batulawang dan Gajahmungkur yang sekarang
arah N165 E. Kelurusan ini merupakan sebuah patahan tampak di lereng utara Gunung Merapi serta menyisakan
yang berhubungan dengan retakan akibat aktivitas tektonik kawah Pasar Bubar. Periode keempat aktivitas Merapi
yang mendahului vulkanisme di Jawa Tengah. Aktivitas yang sekarang ini disebut Merapi Baru, dimana terbentuk
vulkanisme ini bergeser dari arah utara ke selatan, dimana kerucut puncak Merapi yang sekarang ini disebut sebagai
G. Merapi muncul paling muda. Gunung Anyar di bekas kawah Pasar Bubar dimulai sekitar
2000 tahun yang lalu.
Secara garis besar sejarah geologi G. Merapi terbagi
dalam empat periode, yaitu Pra Merapi, Merapi Tua,

Peta lokasi G. Merapi yang terletak di Jawa Tengah

156 Merapi
Morfologi Gunung Merapi (kiri) dan lelehan lava pijar di puncak Gunung Merapi (kanan).

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Merapi secara tertulis mulai tercatat 1849, 1872) dan abad ke-20 yaitu 1930-1931. Erupsi abad
sejak awal masa kolonial Belanda sekitar abad ke-17. ke-19 jauh lebih besar dari letusan abad ke-20, dimana
Letusan sebelumnya tidak tercatat secara jelas. Sedangkan awan panas mencapai 20 km dari puncak. Kemungkinan
letusan-letusan besar yang terjadi pada masa sebelum letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall,
periode Merapi baru, hanya didasarkan pada penentuan 2000). Aktivitas Merapi pada abad ke-20 terjadi minimal
waktu relatif. 28 kali letusan, dimana letusan terbesar terjadi pada tahun
1931.
Berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, G.
Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali Secara umum, letusan Merapi pada abad ke-18 dan abab ke-
meletus dalam 4 tahun. Masa istirahat berkisar antara 19 masa istirahatnya relatif lebih panjang, sedangkan indeks
1-18 tahun, artinya masa istirahat terpanjang yang pernah letusannya lebih besar. Akan tetapi tidak bisa disimpulkan
tercatat andalah 18 tahun. Pada periode 3000 - 250 tahun bahwa masa istirahat yang panjang, menentukan letusan
yang lalu tercatat lebih kurang 33 kali letusan, dimana 7 yang akan datang relatif besar, karena berdasarkan fakta,
diantaranya merupakan letusan besar (Andreastuti dkk, beberapa letusan besar memiliki masa istirahat pendek.
2000). Pada periode Merapi baru telah terjadi beberapa Atau sebaliknya, pada saat mengalami istirahat panjang,
kali letusan besar, yaitu abad ke-19 (tahun 1768, 1822, letusan berikutnya ternyata kecil. Ada kemungkinan juga
Merapi 157
bahwa periode panjang letusan pada abad ke-18 dan abad Awanpanas akan mengalir secara gravitasional menyusur
ke-19 disebabkan banyak letusan kecil yang tidak tercatat lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km/jam dan
dengan baik, karena kondisi saat itu. Jadi besar kecilnya akan berhenti ketika energi geraknya habis. Inilah awan
letusan lebih tergantung pada sifat kimia magma dan sifat panas yang disebut Tipe Merapi yang menjadi ancaman
fisika magma. bahaya yang utama.

G. Merapi berbentuk sebuah kerucut gunungapi dengan Dalam catatan sejarah, letusan G. Merapi pada umumnya
komposisi magma basaltik andesit dengan kandungan tidak besar. Bila diukur berdasarkan indek letusan VEI
silika (SiO2) berkisar antara 52 - 56%. Morfologi bagian (Volcano Explosivity Index) antara 1-4 dengan jarak luncur
puncaknya dicirikan oleh kawah yang berbentuk tapal awanpanas berkisar antara 4-15 km. Letusan G. Merapi
kuda, dimana di tengahnya tumbuh kubah lava. sejak tahun 1872-1931 mengarah ke barat-barat laut.
Tetapi sejak letusan besar tahun 1930-1931, arah letusan
Letusan G. Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke dominan ke barat daya sampai dengan letusan tahun 2001.
permukaan membentuk kubah lava di tengah kawah aktif Kecuali pada letusan tahun 1994, terjadi penyimpangan
di sekitar puncak. Munculnya lava baru biasanya disertai ke arah selatan, yaitu ke hulu K. Boyong, terletak antara
dengan pengrusakan lava lama yang menutup aliran bukit Turgo dan Plawangan. Pada erupsi tahun 2006,
sehingga terjadi guguran lava. Lava baru yang mencapai terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah tenggara,
permukaan membetuk kubah yang bisa tumbuh membesar. dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali
Pertumbuhan kubah lava sebanding dengan laju aliran Gendol. Erupsi terbesar tahun 2010 terjadi pada tanggal
magma yang bervariasi hingga mencapai ratusan ribu 5 November 2010, yaitu terjadi penghancuran kubah lava
meter kubik per hari. Kubah lava yang tumbuh di kawah yang menghasilkan awanpanas sejauh 15 km ke K. Gendol.
dan membesar menyebabkan ketidakstabilan. Kubah lava
yang tidak stabil posisinya dan didorong oleh tekanan
gas dari dalam menyebabkan sebagian longsor sehingga
terjadi awan panas.

Strategi Mitigasi

Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi tindakan operasional berupa pemberian peringatan
masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana dini, meningkatkan komunikasi dan prosedur pemberian
yang dapat dilakukan melalui berbagai cara termasuk informasi, menyusun rencana tanggap darurat yang
pelaksanaan penataan ruang, pengaturan pembangunan, berupa penerapan dari tindakan rencana keadaan darurat
pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan tidak kalah dan sesegera mungkin mendefinisikan perkiraan akhir dari
penting adalah penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, fase kritis.
dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. a. Peringatan Dini
Apabila sudah mencapai fase krisis, harus dilakukan Ada 4 tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana

158 Merapi
letusan Merapi, yaitu Aktif Normal, Waspada, Siaga, khususnya yang tergabung dalam Forum Merapi.
dan Awas. Salah satu poster penyebaran informasi di Gunung
1) Aktif Normal: Aktivitas Merapi berdasarkan Merapi berkaitan dengan tingkat aktivitas adalah
data pengamatan instrumental dan visual tidak Poster “Catur Gatra Ngadepi Beboyo” yang sudah
menunjukkan adanya gejala yang menuju pada beredar di Desa-Desa Kawasan Rawan Bencana.
kejadian letusan.
2) Waspada: Aktivitas Merapi berdasarkan data b. Penyebaran Informasi
pengamatan instrumental dan visual menunjukkan Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan pada
peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada saat Merapi dalam keadaan status aktivitas yang
tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak selalu membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam
diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan status aktif normal maupun pada status siaga. Namun
(erupsi), tetapi bisa kembali ke keadaan normal. demikian pada keadaan aktivitas Merapi meningkat
Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan seperti ketika aktivitas Merapi dinyatakan pada status
di desa-desa yang berada di kawasan rawan bencana Waspada dan atau Siaga menjelang terjadinya krisis
Merapi. Merapi sosialisasi dilakukan lebih sering. Sosialisasi
3) Siaga: Peningkatan aktivitas Merapi terlihat semakin status aktivitas dan ancaman bahaya Merapi pada
jelas, baik secara instrumental maupun visual, intinya bertujuan untuk menyampaikan, menjelaskan
sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan kondisi vulkanis Merapi untuk menjaga kesiapan
bahwa aktivitas dapat diikuti oleh letusan. Dalam segenap aparat dan masyarakat dalam menghadapi
kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih peningkatan atau penurunan status aktivitas Gunung
intensif. Sasarannya adalah penduduk yang tinggal Merapi. Sasarannya antara lain adalah menyampaikan
di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK kondisi aktivitas Merapi terkini.
PB dan LSM serta para relawan. Disamping itu
masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana Pada 17 Desember 2007 di Yogyakarta, Bupati Klaten,
sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu. Bupati Boyolali, Bupati Magelang, Provinsi Jawa
4) Awas: Analisis dan evaluasi data, secara instrumental Tengah dan Bupati Sleman, Provinsi Daerah Istimewa
dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa Yogyakarta serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
kegiatan Merapi menuju pada atau sedang Bencana geologi (PVMBG) sepakat bekerja sama
memasuki fase letusan utama. Pada kondisi Awas, dalam “Forum Merapi” dalam rangka pengurangan
masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana risiko Merapi. Forum Merapi merupakan wadah
atau diperkirakan akan terlanda awan panas yang bersama untuk menyatukan kekuatan, menyelaraskan
akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah program dan menjembatani komunikasi antar pelaku
ancaman bahaya primer awan panas. dalam kegiatan bersama untuk aksi pengurangan
Sarana komunikasi radio bergerak juga termasuk risiko bencana letusan G. Merapi serta menjaga
dalam sistem penyebaran informasi dan peringatan kesinambungan daya dukung lingkungan bagi
dini di Merapi. Komunikasi berkaitan dengan kondisi masyarakat sekitarnya. Perjanjian kerja sama “Forum
terakhir Merapi bisa dilakukan antara para pengamat Merapi” telah disepakati pada 19 Desember 2008.
gunungapi dengan kantor BPPTK, instansi terkait, Kesepakatan kerja sama “Forum Merapi” berdasarkan
aparat desa, SAR, dan lembaga swadaya masyarakat pertimbangan kesadaran pentingnya kerja sama untuk

Merapi 159
mengurangi risiko bencana sebagaimana dirintis sejak yang berkompeten di bidangnya dan dilakukan atas
26 Mei 2006 di kantor Badan Koordinator II Magelang sepengetahuan pemerintah setempat.
oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sleman,
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
Paguyuban Siaga Gunung (PASAG) Merapi, Pusat
Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta, serta didukung oleh
Oxfam Great Bratain (GB), Deutsche Gesselschaft
for Technische Zusammennabeit (GTZ), United
Nations Children’s Fund (UNICEF), dan United nation
Development Programme (UNDP).

c. Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB)
Wajib Latih Penanggulangan bencana termasuk di
dalamnya adalah upaya mengurangi risiko bencana
yang meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiap-
siagaan, penyelamatan dan pemulihan. Kegiatan
penanggulangan bencana merupakan satu kesatuan
aktivitas yang melibatkan semua komponen masyarakat
dan aparatur melalui koordinasi dari tingkat lokal sampai
nasional. Peningkatan kapasitas kelembagaan maupun
kapasitas masyarakat merupakan hal mutlak penting
demi mengurangi risiko bencana. Konsep wajib latih
muncul sebagai alternatif dalam rangka pengurangan
risiko bencana melalui rekayasa sosial peningkatan
kapasitas masyarakat di kawasan rawan bencana.
Wajib latih adalah program berkesinambungan
yang diharapkan dapat membentuk budaya siaga
bencana pada masyarakat. Tujuan wajib latih adalah
meningkatkan pengetahuan masyarakat akan potensi
ancaman bencana, menciptakan dan meningkatkan
kesadaran akan risiko bencana. Sasaran wajib latih
adalah penduduk yang berada di kawasan rawan
bencana berusia 17-50 tahun atau sudah menikah,
sehat jasmani dan rohani dan mendapat izin keluarga. Poster Catur Gatara Ngadepi Beboyo salah satu ouput yang
dikeluarkan BPPTKG dalam upaya peringatan dini kepada
Penyelenggaraan wajib latih dilakukan oleh instansi
masyarakat.
pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat

160 Merapi
Pemantauan Gunung Merapi

G. Merapi dikenal sebagai gunungapi yang sangat aktif. d. Geokimia


Oleh karena aktivitasnya yang tinggi, periode letusannya Sulfur dioksida (SO2) merupakan salah satu komponen
pendek, yaitu antara 2-7 tahun, para ahli gunungapi yang ada dalam gas vulkanik yang dimonitor emisinya
memanfaatkannya sebagai objek penelitian dan untuk memantau aktivitas suatu gunungapi. Konsentrasi
penyelidikan serta untuk ujicoba peralatan pemantauan. SO2 bervariasi antara 5% sampai 50% mol, dengan fluks
Sebagai akibatnya, hampir semua metoda pemantauan, yang bervariasi. Monitoring emisi SO2 suatu gunungapi
baik yang konvensional hingga yang paling modern pernah biasanya menggunakan Corelation Spectroscopy
diaplikasikan di G. Merapi. (COSPEC). COSPEC mengukur kolom SO2 dengan
menggunakan pancaran sinar ultra violet (UV) sebagai
Berikut ini disajikan berbagai metoda monitoring yang sumber energinya. Di Gunung Merapi, pengukuran
pernah diterapkan di G. Merapi dan hasilnya antara lain emisi gas SO2 dengan COSPEC telah dilakukan secara
visual, seismik, deformasi, geokimia, gayaberat mikro, dan harian sejak tahun 1990. Metoda ini merupakan salah
magnetik. satu pemantauan jarak jauh berdasarkan geokimia yang
a. Visual telah banyak diaplikasikan di gunungapi lain di dunia.
Pengamatan visual dilakukan dengan cara menggunakan Sebelum tahun 2010, monitoring gas vulkanik di Kawah
panca indra, baik itu penglihatan, pendengaran, bau Woro dan Kawah Gendol dilakukan dengan metoda
asap dan lain-lain. Kondisi visual yang dapat diamati pengambilan sampel gas menggunakan tabung
antara lain asap solfatara, kondisi cuaca, curah hujan, Gigenbach. Dengan prinsip dan cara pengukuran yang
suara guguran, bau asap/belerang. Untuk itu terdapat sama dengan COSPEC, saat ini pengukuran emisi
5 Pos Pengamatan, yaitu Pos Kaliurang, Pos Ngepos, gas SO2 telah dikembangkan menggunakan DOAS
Pos Babadan, Pos Jrakah, dan Pos Selo. (Differential Optical Absorption Spectroscopy) dan
b. Seismik dipasang di Pos PGM Babadan. Selain itu, monitoring
Seismograf elektromagnetik mulai digunakan pada terhadap gas CO2 saat ini dilakukan dengan memasang
tahun 1969, yaitu menggunakan seismograf Hosaka sensor CO2 di lava 53 menggunakan telemetri.
yang menggunakan kabel agar dapat diletakkan
di tempat-tempat yang lebih representatif. Saat ini e. Geofisika
terdapat 30 stasiun pemantauan seismik. Pengamatan dengan metode geofisika di G. Merapi
c. Deformasi dilakukan secara berkala antara lain Magnetik, Gravitasi,
Pengukuran deformasi G. Merapi dilakukan Magnetotelurik, dan Resistivitymeter. Pada dasarnya
dengan menggunakan berbagai metoda antara lain metode pengamatan dengan metode geofisika ini
pengukuran jarak dengan EDM (Electronics Distance dilakukan untuk mendapatkan data Subsurface. Data
Measurement), GPS (Global Positioning System), dan subsurface yang diperoleh ini dapat menginterpretasikan
Telemetri Tiltmeter. Saat ini terdapat 16 reflektor untuk kondisi kantong magma dan memonitoring adanya
pemantauan dengan EDM, 10 stasiun pemantauan migrasi yang menuju ke permukaan. Salah satu hasil
dengan GPS dan 13 stasiun pemantauan dengan dari survei Geofisika metode gravitasi untuk mendeteksi
Tiltmeter. subsurface.

Merapi 161
didekati dengan kamera DSLR yang datanya
ditelemetrikan dan diambil setiap jamnya. Dari metode
foto ini lebih mudah mengamati perubahan morfologi,
menghitung volume kubah lava dan kondisi morfologi
terkini.

Hasil data pengamatan dengan metode gravitasi untuk mengetahui


subsurface kondisi bawah permukaan.

f. Pengamatan Morfologi
Pengamatan morfologi didekati dengan metode foto.
Foto yang dikembangkan saat ini bisa dilakukan melalui
fotoudara maupun fotogrametri. Metode foto udara
menggunakan wahana berupa drone yang dilakukan
secara berkala. Sedangkan metode fotogrametri

Metode foto udara ini efektif memberikan informasi perhitungan kualitatif


volume pertumbuhan kubah lava, kendala metode ini adalah adanya angin
kencang dan kabut yang menyebabkan misi ditunda atau dibatalkan.

Lokasi Stasiun Pemantauan Gunung Merapi

162 Merapi
Peta Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi terbagi peta, Kawasan Rawan Bencana II digambarkan berwana
menjadi 3 kawasan rawan bencana, yaitu: merah muda. Masyarakat yang tinggal di Kawasan
a. KRB I: rawan terhadap lahar/banjir dan kemungkinan Rawan Bencana II diharuskan mengungsi jika terjadi
dapat terkena perluasan awan panas. Apabila eskalasi ancaman letusan gunungapi sesuai dengan
erupsinya membesar, maka kawasan ini berpotensi saran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
tertimpa hujan abu dan lontaran batu (pijar). Peluapan Geologi sampai daerah ini dinyatakan aman kembali.
lahar dapat terjadi apabila sungai (termasuk di bawah Pernyataaan bahwa harus mengungsi, tetap tinggal di
jembatan) tersumbat oleh pepohonan yang tumbang tempat, dan keadaan sudah aman kembali, diputuskan
dan melintang di badan sungai. Untuk mengantisipasi oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang
ancaman lahar, perlu mensiagakan peralatan berat berlaku.
untuk menyingkirkan sumbatan, mencegah peluapan
dan atau penyimpangan aliran lahar. Apabila terjadi c. KRB III: sering terlanda awanpanas, aliran lava, guguran
banjir lahar dalam skala besar, warga masyarakat batu (pijar), gas racun dan lontaran batu (pijar) hingga
yang terancam agar menjauhi daerah aliran sungai radius 2 km. Oleh karena tingkat kerawanannya tinggi,
dan menuju tempat-tempat evakuasi terdekat yang Kawasan Rawan Bencana III tidak direkomendasikan
dianggap aman sebagai hunian tetap. Dalam rangka upaya pengurangan
risiko bencana, perlu dilakukan pengendalian tingkat
b. KRB II: berpotensi terlanda aliran awanpanas, gas kerentanan secara ketat. Apabila terjadi peningkatan
beracun, guguran batu (pijar) dan aliran lahar. Batas aktivitas vulkanik G. Merapi, masyarakat yang tinggal
Kawasan Rawan Bencana II ditentukan berdasarkaan di Kawasan Rawan Bencana III diprioritaskan untuk
sejarah kegiatan lebih tua dari 100 tahun, dengan diungsikan terlebih dahulu. Berdasarkan Peta KRB G.
indeks letusan (VEI 3-4), baik untuk bahaya aliran massa Merapi, terdapat 22 desa yang berada pada KRB III.
ataupun bahaya material lontaran batu (pijar. Di dalam

Merapi 163
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi

164 Merapi
25
Kelud
Oleh: Agoes Loeqman

Kelud 165
Informasi Umum

Kelud (Kelut, Klut, Coloot) merupakan Gunungapi aktif tipe Meski pascaerupsi 2014 belum menunjukkan adanya
A, berbentuk strato berdanau kawah, aktivitas erupsinya peningkatan aktivitas, namun mengingat banyaknya
merupakan fenomena menarik dalam sejarah erupsi pengunjung dan warga yang beraktivitas di sekitar G.
gunungapi di Indonesia, dan sudah tercatat sejak tahun Kelud, maka hal ini menimbulkan risiko yang cukup tinggi,
1000 A.D. dan telah mengakibatkan banyak korban jiwa. sehingga kegiatan pemantauan aktivitas G. Kelud harus
Erupsi yang terjadi umumnya silih berganti antara erupsi terus dilakukan selama 24 jam.
eksplosif dengan erupsi efusif (pembentukan kubah lava).
Akses termudah menuju G. Kelud adalah melalui Kota
Gunungapi Kelud memiliki berbagai sumber daya alam Kediri (kota terdekat), setelah melewati Pos PGA Kelud
yang dapat dimanfaatkan. Selain produk hasil erupsi yang berada di Dusun Margo Mulyo, Desa Sugih Waras
masa lampau yang dapat digunakan sebagai bahan galian Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri (7º 55’ 40.14” LS
golongan C untuk bahan bangunan, G. Kelud memiliki dan 112º 14’ 45.48” BT) perjalanan menuju puncak/kawah
potensi wisata yang sangat menarik mulai dari perkebunan, dari Pos PGA Kelud dapat ditempuh dengan kendaraan
hutan hingga area kawahnya, juga situs purbakala berupa bermotor dalam waktu 30 menit.
candi-candi peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu yang
sempat tertimbun akibat bencana erupsi G. Kelud.

166 Kelud
Lokasi secara administratif Kelud berada di tiga
wilayah kabupaten: Kediri, Blitar dan Malang,
Provinsi Jawa Timur. Posisi geografis puncaknya
berada pada posisi 7º56’00” LS & 112º18’30” BT,
dengan tinggi mencapai 1731 m dpl.

Sejarah, Interval, dan Karakteristik Erupsi

Sejarah aktivitas G. Kelud tercatat sejak tahun 1000, dengan 1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, dan 2014 dengan
interval erupsi 1 – 311 tahun. Erupsi pada 1586 merupakan jumlah korban seluruhnya mencapai 5435 jiwa.
erupsi yang paling banyak menimbulkan korban jiwa, yaitu
kl. 10.000 orang meninggal dunia. Sementara selama abad Sejarah mencatat, erupsi Kelud terjadi silih berganti antara
ke-20 telah terjadi 7 kali erupsi, masing-masing pada tahun eksplosif dan efusif (pembentukan kubah lava). Erupsi

Kelud 167
yang terjadi umumnya erupsi eksplosif dan diakhiri dengan Erupsi gunungapi Kelud terakhir pada 13 Februari 2014
pembentukan kubah lava sebagai akhir dari perioda erupsi. bersifat eksplosif yang menghancurkan kubah lava (hasil
Adanya endapan piroklastik serta lava di puncak G. Kelud erupsi sebelumnya yang bersifat efusif pada 3 November
menjadi bukti adanya perioda erupsi yang silih berganti 2007). Gejala erupsi pada November 2007 diawali
antara erupsi ekplosif dan pembentukan kubah lava (efusif). dengan terjadinya perubahan warna air danau kawah dan

Sejarah mencatat, erupsi Kelud terjadi silih berganti antara eksplosif dan efusif
(pembentukan kubah lava). (Kiri atas) Erupsi tahun 1990, (kanan atas) erupsi
tahun 2014, dan (bawah) erupsi 2007.

168 Kelud
meningkatnya kandungan gas CO2 yang selanjutnya diikuti meningkatnya gempa vulkanik sejak akhir November 2013
dengan meningkatnya gempa vulkanik serta suhu danau dan mencapai puncaknya pada awal Februari 2014.
kawah. Sementara erupsi Februari 2014 diawali dengan

Aktivitas erupsi G. Kelud yang silih berganti anatara erupsi eksplosif dan
efusif menyebabkan perubahan morfologi di sekitar puncak/Kawah. (Kiri
atas) April 2007, (kanan atas) Desember 2013, dan (bawah) November
2019.
Kelud 169
Interval erupsi G. Kelud

Tabel sejarah erupsi G. Kelud.

Tahun Korban Jumlah Keterangan Tahun Korban Jumlah Keterangan


1000 ? ? Erupsi pusat 1785 ? ? informasi tidak rinci
1311 ada ? Informasi tidak rinci 1811 ? ? 5 Juni, informasi tidak rinci
1334 ada ? Informasi tidak rinci 1825 ada ? informasi tidak rinci
1376 ? ? Erupsi pusat, kubah lava terbentuk 1826 tidak - 11, 14, 18 dan 25 Oktober, tidak rinci
1385 ? ? informasi tidak rinci 1835 ? - informasi tidak rinci
1395 ? ? informasi tidak rinci 1848 ada ? 16 Mei, kawah terbuka ke selatan
1411 ? ? informasi tidak rinci 1851 ? ? 24 Januari, informasi tidak rinci
1451 ? ? informasi tidak rinci 1864 ? ? 3-4 Januari informasi tidak rinci
1462 ? ? informasi tidak rinci 1901 tidak ? erupsi eksplosif kawah pusat (20 jt m3)
1481 ? ? informasi tidak rinci 1919 ada 5.160 erupsi eksplosif kawah pusat (py. flow)
1548 ? ? informasi tidak rinci 1920 tidak - sumbat lava terbentuk
1586 ada 10.000 informasi tidak rinci 1951 ada 7 erupsi eksplosif (200 jt m3) bom sampe Wlingi
1641 ? ? informasi tidak rinci 1966 ada 210 erupsi eksplosif (90 jt m3) lahar Bladak
1716 ada ? 20 Juli, Informasi tidak rinci 1990 tidak - erupsi eksplosif (24 jt m3)
1752 tidak - 1 Mei, erupsi pusat 2007 tidak - pembentukan kubah lava
1771 tidak - 10 Januari, erupsi pusat 2014 tidak - erupsi eksplosif (105 jt m3)
1776 ? ? informasi tidak rinci

170 Kelud
Strategi dan Mitigasi Bencana

Untuk mengantisipasi sekecil mungkin dampak dan 112º 14’ 45,48” BT), meliputi pemantauan visual dari
negatif yang ditimbulkan oleh erupsi G. Kelud, maka warna, ketebalan dan tinggi asap solfatara dan cuaca di
usaha penanggulangan bahaya baik sebelum, selama sekitar puncak, disamping itu dilakukan pengamatan
berlangsung, dan sesudah erupsi harus terus dilakukan.langsung ke danau kawah meliputi pengukuran suhu dan
Kegiatan usaha penanggulangan bahaya sebelum terjadi PH air, mengamati perubahan warna air dan gelembung-
erupsi letusan antara lain adalah pemantauan aktivitasgelembung gas yang muncul pada permukaan air danau
gunung secara menerus dan terpadu baik secara visual kawah. Selain secara visual, pemantauan selama 24 jam
ataupun instrumental dengan bermacam metoda. dilakukan pula dengan metoda kegempaan (seismic)
dan deformasi, beberapa peralatan pemantauan berupa
Pemantauan aktivitas G. Kelud dipusatkan di Pos seismometer, GPS, tiltmeter, CCTV telah dipasang
PGA Kelud di Dusun Margo Mulyo, Desa Sugih Waras permanen di tubuh G. Kelud dan semua data ditelemetrikan
Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri (7º 55’ 40,14” LS ke POS PGA Kelud.

Peta lokasi stasiun pemantauan G. Kelud pascaerupsi Februari 2014.


Kelud 171
KRB dan Potensi Ancaman

Dalam mengantisipasi terjadinya erupsi G. Kelud, Pusat 2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah membuat panas, aliran lava, lahar letusan dan lahar hujan, hujan
Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB), yang identik dengan abu dan dapat terkena lontaran batu pijar (radius 10 km).
peta daerah bahaya gunungapi, merupakan peta petunjuk Tercatat 6 desa berada dalam KRB II ini, yaitu Sugihwaras,
yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana suatu Sempu, Satak, Puncu, Besowo, Kebonrejo, Sepawon
daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta KRB biasanya (Kediri), Slumbung, Tulungrejo, Krisik, Ngaringan, Soso,
disusun berdasarkan sejarah erupsi, kondisi geologi, Gadungan, Sumberagung, Sumbersari, Penataran,
demografi, dan perkiraan/model kejadian erupsi yang akan Karangrejo, Sidodadi (Blitar), Pandansari, Ngantru,
datang, sehingga dalam peta ini kita dapat memperoleh Sidodadi, Pagersari, Pondokagung (Malang).
informasi mengenai jenis dan tipe bahaya gunungapi, 3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar
kawasan rawan bencana, arah pengungsian, lokasi hujan, dan kemungkinan dapat terlanda lahar letusan,
pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Peta hujan abu, dan lontaran batu (radius 14 km serta
KRB G. Kelud dibagi kedalam tiga kawasan rawan bencana, sepanjang sungai-sungai yang berhulu dari puncak/
yaitu: kawah G. Kelud).
1. KRB III adalah kawasan yang selalu terancam awan
panas, gas beracun, lahar letusan, dan kemungkinan Desa yang diperkirakan akan terdampak erupsi G. Kelud
aliran lava, lontaran batu (pijar) dan lumpur panas. pada Peta KRB sebanyak 202 desa yang tersebar di 4
Kawasan ini meliputi daerah pucak dan sekitarnya (radius kabupaten dengan jumlah jiwa yang terancam sebanyak
7 km). Tercatat 17 Desa berada dalam KRB III ini, yaitu: 1.109.603 jiwa. Khusus untuk KRB I, kemungkinan jumlah
Sugihwaras, Satak, Puncu, Besowo, Sepawon (Kediri), penduduk terdampak berkurang, mengingat tidak semua
Slumbung, Tulungrejo, Ngaringan, Soso, Gadungan, wilayah desa di KRB I terlewati oleh aliran sungai.
Sumberagung, Sumbersari, Penataran, Karangrejo,
Sidodadi (Blitar), Pandanari, Ngantru (Malang).

Tabel Desa dan Jumlah Penduduk yang terdampak (Dukcapil, Kemendagri 2018)

Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
1 Kediri Ngancar Sugihwaras 3624 √ √ √
2 Kediri Ngancar Sempu 3546 √ √
3 Kediri Ngancar Ngancar 4504 √
4 Kediri Ngancar Manggis 4641 √
5 Kediri Ngancar Margourip 5914 √

172 Kelud
Peta KRB G. Kelud.

Kelud 173
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
6 Kediri Ngancar Kunjang 5781 √
7 Kediri Ngancar Bedali 8677 √
8 Kediri Puncu Satak 3419 √ √ √
9 Kediri Puncu Puncu 8277 √ √ √
10 Kediri Puncu Manggis 8282 √
11 Kediri Puncu Sidomulyo 6107 √
12 Kediri Puncu Watugede 3276 √
13 Kediri Puncu Gadungan 17089 √
14 Kediri Puncu Wonorejo 7591 √
15 Kediri Puncu Asmorobangun 8864 √
16 Kediri Kepung Besowo 7749 √ √ √
17 Kediri Kepung Kebonrejo 4439 √ √
18 Kediri Kepung Krenceng 10045 √
19 Kediri Kepung Siman 7390 √
20 Kediri Kepung Brumbung 6121
21 Kediri Posoklaten Sepawon 6094 √ √ √
22 Kediri Posoklaten Plosokidul 3051 √
23 Kediri Posoklaten Jarak 8300 √
24 Kediri Posoklaten Brenggolo 5946 √
25 Kediri Posoklaten Wonorejotrisulo 4760 √
26 Kediri Posoklaten Sumberagung 8407 √
27 Kediri Posoklaten Pranggang 9264 √
28 Kediri Kras Pelas 3511 √
29 Kediri Kras Bleber 1577 √
30 Kediri Kras Setonorejo 3313 √
31 Kediri Kras Rejomulyo 2913 √
32 Kediri Kras Mojosari 3860 √
33 Kediri Kras Karangtalun 3865 √

174 Kelud
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
34 Kediri Kras Purwodadi 4577 √
35 Kediri Kras Kras 4933 √
36 Kediri Kras Nyawangan 3194 √
37 Kediri Kras Jambean 4508 √
38 Kediri Kras Krandang 4804 √
39 Kediri Kras Kanigoro 3993 √
40 Kediri Kras Bendosari 4334 √
41 Kediri Wates Duwet 8227 √
42 Kediri Wates Segaran 2030 √
43 Kediri Wates Tawang 10170 √
44 Kediri Kandat Selosari 4625 √
45 Kediri Kandat Karangrejo 5583 √
46 Kediri Kandat Kandat 6736 √
47 Kediri Kandat Cendono 4812 √
48 Kediri Ngadiluwuh Dukuh 7662 √
49 Kediri Ngadiluwuh Slumbung 2777 √
50 Kediri Ngadiluwuh Purwokerto 7216 √
51 Kediri Ngadiluwuh Branggahan 6428 √
52 Kediri Ngadiluwuh Banggle 3747 √
53 Kediri Ngadiluwuh Seketi 3976 √
54 Kediri Ngadiluwuh Tales 10264 √
55 Kediri Pare Sidorejo 5416 √
56 Kediri Pare Sambirejo 7358 √
57 Kediri Pare Darungan 5184 √
58 Kediri Pare Bendo 17205 √
59 Kediri Pare Tertek 12927 √
60 Kediri Pare Gedangsewu 5630 √
61 Kediri Pare Tulungrejo 16977 √
62 Kediri Pare Pare 18342 √

Kelud 175
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
63 Kediri Gurah Bangkok 5783 √
64 Kediri Gurah Besuk 5042 √
65 Kediri Gurah Banyuanyar 2902 √
66 Kediri Gurah Sumbercangkring 4136 √
67 Kediri Gurah Gurah 5160 √
68 Kediri Gurah Sukorejo 3516 √
69 Kediri Gurah Tirulor 6208 √
70 Kediri Gurah Tirukidul 5055 √
71 Kediri Gurah Gayam 5411 √
72 Kediri Gurah Tambakrejo 3397 √
73 Kediri Kayen Kidul Sukoharjo 3792 √
74 Kediri Kayen Kidul Mukuh 4412 √
75 Kediri Kayen Kidul Sambirobyong 3326 √
76 Kediri Kayen Kidul Senden 4112 √
77 Kediri Kayen Kidul Semambung 900 √
78 Kediri Kayen Kidul Bangsongan 5971 √
79 Kediri Kayen Kidul Nanggungan 3451 √
80 Kediri Kayen Kidul Padangan 7474 √
81 Kediri Kayen Kidul Sekaran 2810 √
82 Kediri Kayen Kidul Jambu 5663 √
83 Kediri Papar Pehwetan 3044 √
84 Kediri Papar Pehkulon 2984 √
85 Kediri Papar Minggiran 3418 √
86 Kediri Papar Kwaron 911 √
87 Kediri Pagu Wonosari 3513 √
88 Kediri Pagu Bulupasar 3997 √
89 Kediri Pagu Tenggerkidul 3792 √
90 Kediri Pagu Semanding 3313 √
91 Kediri Pagu Pagu 1612 √

176 Kelud
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
92 Kediri Pagu Sitimerto 4156 √
93 Kediri Pagu Jagung 1948 √
94 Kediri Ngasem Toyoresmi 2562 √
95 Kediri Ngasem Nambaan 4482 √
96 Kediri Ngasem Wonocatur 1725 √
97 Kediri Gampengrejo Sambiresik 4012 √
98 Kediri Gampengrejo Gampeng 3992 √
99 Kediri Ringinrejo Batuaji 5551 √
101 Kediri Ringinrejo Dawung 5393 √
102 Kediri Ringinrejo Purwodadi 5170 √
103 Kediri Ringinrejo Selodono 7179 √
104 Kediri Ringinrejo Suluhbango 3918 √
105 Kediri Ringinrejo Nambakan 2879 √
106 Kediri Ringinrejo Susuhbango 3918 √
107 Blitar Gandusari Slumbung 3166 √ √ √
108 Blitar Gandusari Tulung Rejo 4410 √ √ √
109 Blitar Gandusari Krisik 6694 √ √
110 Blitar Gandusari Ngaringan 7715 √ √ √
111 Blitar Gandusari Soso 4436 √ √ √
112 Blitar Gandusari Gadungan 6899 √ √ √
113 Blitar Gandusari Sumberagung 6679 √ √ √
114 Blitar Gandusari Semen 7420 √
115 Blitar Gandusari Gandusari 2727 √
116 Blitar Gandusari Butun 5079 √
117 Blitar Nglegok Sumbersari 9836 √ √ √
118 Blitar Nglegok Penataran 10314 √ √ √
119 Blitar Nglegok Modangan 7545 √
120 Blitar Nglegok Kedawung 7046 √
121 Blitar Garum Karangrejo 9915 √ √ √

Kelud 177
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
122 Blitar Garum Sidodadi 11858 √ √ √
123 Blitar Garum Slorok 7997 √
124 Blitar Garum Tawangsari 8004 √
125 Blitar Garum Sumberdiren 1976 √
126 Blitar Garum Garum 6171 √
127 Blitar Garum Pojok 7970 √
128 Blitar Pongok Candirejo 9530 √
129 Blitar Pongok Karangbendo 6979 √
130 Blitar Pongok Bacem 6102 √
131 Blitar Pongok Ponggok 12054 √
132 Blitar Pongok Pojok 4621 √
133 Blitar Pongok Maliran 5900 √
134 Blitar Pongok Jatilengger 3963 √
135 Blitar Pongok Kawedusan 4156 √
136 Blitar Pongok Kebonduren 9796 √
137 Blitar Pongok Ringinanyar 2553 √
138 Blitar Pongok Dadaplangu 4721 √
139 Blitar Pongok Langon 2979 √
140 Blitar Pongok Bendo 5157 √
141 Blitar Pongok Sidorejo 15925 √
142 Blitar Pongok Gembongan 12036 √
143 Blitar Srengat Kendalrejo 2533 √
144 Blitar Srengat Kandangan 3877 √
145 Blitar Srengat Selokajang 6077 √
146 Blitar Srengat Ngaglik 6078 √
147 Blitar Srengat Togogan 3424 √
148 Blitar Srengat Srengat 6485 √
149 Blitar Srengat Kerjen 2847 √
150 Blitar Srengat Karanggayam 5033 √

178 Kelud
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
151 Blitar Srengat Pakisrejo 3439 √
152 Blitar Wonodadi Kunir 6595 √
153 Blitar Wonodadi Gandekan 6659 √
154 Blitar Wonodadi Kebonagung 4254 √
155 Blitar Wonodadi Tawangrejo 4075 √
156 Blitar Wonodadi Rejosari 2070 √
157 Blitar Wonodadi Salam 2498 √
158 Blitar Wonodadi Jaten 1843 √
159 Blitar Udanawu Sumbersari 3287 √
160 Blitar Udanawu Mangunan 3057 √
161 Blitar Udanawu Karanggondang 2607 √
162 Blitar Udanawu Ringinanom 5680 √
163 Blitar Udanawu Tunjung 3145 √
164 Blitar Udanawu Temenggungan 2877 √
165 Blitar Udanawu Jati 2592 √
166 Blitar Welingi Babadan 9524 √
167 Blitar Welingi Tembalang 1472 √
168 Blitar Welingi Ngadirenggo 5924 √
169 Blitar Welingi Welingi 7038 √
170 Blitar Welingi Beru 7830 √
171 Blitar Welingi Tangkil 6496 √
172 Blitar Talun Kawelon 4111 √
173 Blitar Talun Bajang 5466 √
174 Blitar Talun Talun 6727 √
175 Blitar Talun Kamulan 3214 √
176 Blitar Talun Kadalrejo 10744 √
177 Blitar Talun Pasirharjo 3688 √
178 Blitar Talun Wonorejo 4487 √
179 Blitar Talun Sragi 2182 √

Kelud 179
Jumlah
No Kabupaten Kecamatan Desa KRB III KRB II KRB I
Penduduk
180 Blitar Talun Bondosewu 5634 √
181 Blitar Talun Jeblog 4337 √
182 Blitar Talun Tumpang 5413 √
183 Blitar Talun Jabung 3591 √
184 Blitar Selopuro Jambewangi 4104 √
185 Blitar Selopuro Mronjo 5932 √
186 Blitar Selopuro Jatitengah 3679 √
187 Blitar Selopuro Mandesan 4564 √
188 Blitar Kanigoro Papungan 6363 √
189 Blitar Kanigoro Kuningan 3097 √
190 Blitar Kanigoro Gaprang 5504 √
191 Blitar Kanigoro Jatinom 5301 √
192 Blitar Kanigoro Minggirsari 3823 √
193 Blitar Bangkalan Klabetan 3002 √
194 Malang Ngantang Pandansari 4724 √ √ √
195 Malang Ngantang Ngantru 5320 √ √ √
196 Malang Ngantang Sidodadi 5082 √ √
197 Malang Ngantang Pagersari 3222 √ √
198 Malang Ngantang Banturejo 3303 √
199 Malang Ngantang Banjarejo 4693 √
201 Malang Kesembon Pondokagung 6303 √ √
202 Malang Kesembon Bayem 5818 √
203 Tulungagung Ngantru Pojok 6480 √
204 Tulungagung Ngantru Banjarsari 4228 √

180 Kelud
26
Arjuno-Welirang
Oleh: Cahya Patria

Arjuno-Welirang 181
Informasi Umum

Kompleks Gunungapi Arjuno-Welirang adalah merupakan masa lampau (pra sejarah). Letusan terakhir terjadi pada
salah satu gunungapi Tipe A yang mempunyai beberapa tahun Oktober 1950, kemudian Agustus 1952.
kerucut di puncaknya. Secara administratif masuk dalam
tiga kabupaten, yaitu: Malang, Mojokerto, dan Pasuruan, Langkah mitigasi bahaya letusan G. Arjuno Welirang di
Provinsi Jawa Timur. antaranya pembuatan Peta KRB dan pengamatan aktivitas
vulkanik dari Pos G. Arjuno Welirang di Dusun Kesiman,
Sejarah aktivitas kompleks G. Arjuno-Welirang tidak banyak Desa Sukoreno, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan,
menunjukkan kegiatannya, meskipun di puncaknya banyak Provinsi Jawa Timur.
ditemukan sisa-sisa kawah yang mencirikan kegiatan di

Lokasi G. Arjuno-Welirang di Jawa Timur.

182 Arjuno-Welirang
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kompleks G. Arjuno-Welirang mempunyai beberapa Dalam masa sejarah aktivitas kompleks G. Arjuno-Welirang
kerucut di puncaknya yaitu: Kerucut G. Arjuno ( 3.339 m tidak banyak menunjukkan kegiatannya, meskipun di
dpl, kerucut tertua), Kerucut G. Bakal (2.960 m dpl), Kerucut puncaknya banyak ditemukan sisa-sisa kawah yang
G. Kembar II (3.126 m dpl), Kerucut G. Kembar I (3.030 mencirikan kegiatan di masa lampau (pra sejarah). Oleh
m dpl), dan Kerucut G. Welirang (3.156 m dpl). Kerucut- karena itu komplek G. Arjuna Welirang digolongkan
kerucut tersebut terbentuk akibat perpindahan titik erupsi ke dalam gunungapi tipe B yang bertahap solfatara
yang membentuk kelurusan berarah tenggara – baratlaut berdasarkan klasifikasi sejarah erupsi gunungapi di
dan dikontrol oleh sesar normal. Selain kerucut-kerucut Indonesia.
tersebut terdapat pula beberapa kerucut parasit yang
merupakan hasil letusan samping pada tubuh Kompleks Namun setelah terjadinya letusan pada tahun 1950,
G. Arjuno-Welirang. Kerucut parasit tersebut adalah G. kompleks gunungapi ini dimasukkan kedalam kelompok
Ringgit (2.477 m dpl) di bagian timurlaut, G. Pundak (1.544 gunungapi tipe A (Hadikoesoemo, 1957). Adapun kegiatan
m dpl) dan G. Butak (1207 m dpl) di bagian utara, serta yang tercatat dalam sejarah gunungapi ini adalah:
dua buah kerucut lainnya, yaitu G. Wadon dan G. Princi • 1950, Pada tanggal 30 Oktober terjadi letusan abu
yang terdapat pada tubuh bagian timur. pada ketinggian antara 2500 m dan 2.700 m di bagian
barat laut G. Welirang
Secara geografis kompleks G. Arjuno-Welirang 07º 40’- • 1952, Bulan Agustus terjadi hembusan asap putih tebal
07º 53’ Lintang Selatan dan 112º 31.7’ - 112º 42.52’ Bujur dan lumpur belerang dari kawah Plupuh (bagian barat
Timur, dengan ketinggian G. Arjuno 3.339 m dpl dan G. laut lk 4 km dari puncak). Aliran lumpur belerang putih
Welirang 3.156 m dpl. kekuningan mencapai beberapa ratus meter.

Strategi Mitigasi Bencana

Kawasan Rawan Bencana Berdasarkan peta KRB G. Arjuno-Welirang terbit tahun 2009
Arjuno-Welirang merupakan kompleks gunungapi dengan yang dibuat oleh M. Sumaryadi dkk., tingkat kerawanan
5 kerucut utama di kawasan puncak, yaitu: Arjuno (3.339 m), bencana G. Arjuno-Welirang dibagi menjadi tiga tingkatan
Bakal (2.960 m), Kembar II (3.126 m), Kembar I (3.030m) dan (secara berurutan dari tingkat tertinggi ke terendah), yaitu:
Welirang (3.156). Pemunculan kerucut-kerucut gunungapi Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II,
tersebut diinterpretasikan sebagai pengaruh struktur dan Kawasan Rawan Bencana I.
geologi berarah relatif baratlaut – tenggara. Selain kerucut
di bagian puncaknya, Arjuno-Welirang memiliki beberapa Kawasan Rawan Bencana III. Kawasan yang sangat
kerucut samping yang muncul di bagian lereng. berpotensi terlanda awan panas, aliran lava dan gas racun.
Arjuno-Welirang 183
Peta KRB kompleks G. Arjuno-Welirang.

184 Arjuno-Welirang
Pada radius 3 km dari sumber erupsi berpotensi tertimpa Sistem Pemantauan
lontaran batu (pijar), hujan lumpur dan hujan abu lebat. Pemantauan kegiatan G. Arjuno-Welirang secara
berkesinambungan dilakukan oleh Pos Pengamatan G.
Kawasan Rawan Bencana II. Kawasan yang berpotensi Arjuno Welirang yang terletak di desa Sukoreno, Kecamatan
terlanda awan panas dan aliran lava. Pada radius 5 km dari Prigen, Kabupaten Pasuruan. Metoda pemantauan yang
sumber erupsi berpotensi tertimpa hujan abu lebat dan saat ini berjalan adalah visual, seismik (kegempaan) dan
kemungkinan lontaran batu (pijar). deformasi:
• Dua station seismometer
Kawasan Rawan Bencana I. Kawasan yang sangat • Satu titik ukur deformasi (tiltmeter)
berpotensi terlanda lahar hujan dan kemungkinan • Satu Infrasound (di Pos PGA)
perluasan awan panas. Pada radius 5 km dari sumber • Satu CCTV (di Pos PGA)
erupsi berpotensi tertimpa hujan abu dan kemungkinan
lontaran batu (pijar).

Pos PGA Arjuno - Welirang

Jejaring alat pengamatan aktivitas vulkanik G. Arjuno - Welirang

Arjuno-Welirang 185
27
Semeru
Oleh: Kristianto

Semeru 187
Informasi Umum

Semeru merupakan salah satu gunungapi paling aktif Puncak Gunung Semeru dapat dijangkau dari tiga arah, yaitu
di Indonesia, terkenal dengan sebutan gunungapi yang dari Lumajang, Malang, dan Bromo. Pendakian ke puncak
tidak pernah istirahat atau selalu menampakkan aktivitas Gunung Semeru dimulai dari Ranupane kemudian menuju
letusannya, selalu menunjukkan aktivitas letusan abu rata- ke Ranu Kumbolo, Kalimati atau Arcopodo dan berakhir di
rata setiap 20 – 30 menit. Secara geografis terletak pada puncak G. Semeru. Perjalanan ini memakan waktu sekitar
08°06’30” lintang selatan dan 112°55‘00” bujur timur 2 hari dengan satu kali bermalam di Ranupane.
dengan tinggi puncaknya (Mahameru) 3676 m dpl yang
merupakan puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa. Secara
adiministratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten
Lumajang dan Malang, Jawa Timur.

188 Semeru
Foto Awan Panas Guguran (APG) Gunung Semeru tanggal 4 November 2010 (kiri), dan tanggal 2 Februari 2012 (kanan).

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Gunung Semeru diketahui meletus dalam catatan sejarah


dimulai tahun 1818, dengan masa istirahat terpanjang
11 tahun. Aktivitas erupsi Gunung Semeru berupa
pertumbuhan kubah lava, letusan abu yang disertai dengan
aliran lava, guguran material pijar, serta terjadinya awan
panas guguran dari ujung aliran lava. Aktivitas erupsi saat
ini terdapat di Kawah Jonggring Seloko yang terbentuk
sejak 1913. Sejak 1946 hingga saat ini, aktivitas letusannya
tidak pernah berhenti, letusan terjadi setiap interval antara
15 menit hingga 1 jam. Beberapa kejadian awan panas
guguran yang pernah terjadi mencapai jarak luncur 8 km
(1963), 10 km (1977, 1981), 11,5 km (1994), dan 11 km
(2002) yang mengarah ke Besuk Sat, Besuk, Bang, Besuk
Kembar, dan Besuk Kobokan. Bahaya sekunder berupa
lahar merupakan ancaman yang cukup signifikan dan sering
Grafik Interval letusan Gunung Semeru
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur jalan
serta bangunan.

Semeru 189
Letusan G. Semeru umumnya bertipe vulkanian dan Pada saat terjadi letusan eksplosif biasanya dikuti oleh
strombolian. Letusan tipe vulkanian dicirikan dengan terjadinya aliran awan panas yang mengalir ke lembah-
letusan eksplosif yang kadang-kadang menghancurkan lembah yang lebih rendah dan arah alirannya sesuai
kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya. dengan bukaan kawah dan lembah-lembah di G. Semeru.
Selanjutnya terjadi letusan bertipe strombolian yang Arah bukaan kawah G. Semeru saat ini ke arah tenggara
biasanya diikuti dengan pembentukan kubah dan lidah lava atau mengarah ke hulu Besuk Kembar. Aliran awan panas
baru. Intensitas letusan tertinggi antara VEI 2 – 3 (Sumber: di G. Semeru umumnya berupa aliran awan panas guguran
GVP, Smithsonian Institute). yang terjadi dari ujung aliran lava.

Strategi Mitigasi
Dalam rangka mengurangi risiko yang ditimbulkan pemantau gunungapi. Sehingga dengan keberadaan
oleh bencana Gunung Semeru, strategi mitigasi yang Pos PGA dan peralatan pemantauannya tersebut dapat
dilaksanakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana diketahui dengan baik aktivitas vulkanik saat naiknya
Geologi adalah dengan membangun Pos Pengamatan magma ke permukaan. Metode yang digunakan dalam
Gunungapi (PGA) serta melengkapinya dengan peralatan pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Semeru adalah

Jaringan pemantauan aktivitas G. Semeru.

190 Semeru
metode visual, seismik, dan deformasi. Pengamatan Ampelgading, Kabupaten Malang berjarak 9 km arah
aktivitas visual, kegempaan, dan deformasi dilakukan baratdaya dari puncak Semeru. Sistem pemantauan aktivitas
secara menerus dari arah Pos Pengamatan Gunungapi di vulkanik Gunung Semeru terdiri dari 5 stasiun seismik (St.
Gunungsawur Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro, Kepolo, St. Leker, St. Bang, St. Kamar A, St. Argosuko), 4
Kabupaten Lumajang yang berjarak 11,5 km arah tenggara (empat) stasiun GPS (Leker, Puncak, Argosuko, Pos), dan
dan Pos PGA Argopuro Desa Argoyuono, Kecamatan dua kamera CCTV.

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana adalah Kawasan Rawan Bencana I ini dibedakan menjadi dua,
kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasikan yaitu:
berpotensi terancam bahaya letusan baik secara langsung 1. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa, seperti:
maupun tidak langsung. Kawasan-kawasan tersebut lahar/banjir dan kemungkinan perluasan awan panas
ditentukan atas dasar kemungkinan pola sebaran jenis atau aliran lava.
potensi bahaya yang dikaitkan terhadap situasi topografi/ 2. Kawasan rawan bencana terhadap material jatuhan
geomorfologinya, sehingga dapat diperkirakan pola seperti: jatuhan abu dan kemungkinan dapat terkena
sebaran masing-masing jenis produk pada letusan yang lontaran batu (pijar), tanpa memperhitungkan arah
akan datang. angin.

Peta kawasan rawan bencana gunungapi yang identik Pada kawasan rawan bencana ini masyarakat perlu
dengan peta daerah bahaya gunungapi adalah peta meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan
petunjuk yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana gunungapi dan atau hujan lebat, dengan memperhatikan
suatu daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta ini juga perkembangan kegiatan gunungapi yang dinyatakan oleh
menerangkan jenis dan tipe bahaya gunungapi, kawasan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
rawan bencana, arah pengungsian, lokasi pengungsian dan sambil menunggu perintah dari Pemerintah Daerah, sesuai
pos-pos penanggulangan bencana. Peta kawasan rawan peraturan yang berlaku apakah mereka harus mengungsi
bencana Gunung Semeru dibagi kedalam tiga kawasan atau masih dapat tinggal di tempat.
rawan bencana, yaitu: Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan
Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana III. Kawasan Rawan Bencana II
Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi
Kawasan Rawan Bencana I terlanda awan panas, lontaran batu (pijar), aliran lava,
Kawasan Rawan Bencana I adalah daerah waspada yang hujan abu lebat, hujan lumpur (panas) atau lahar dan gas
berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup beracun.
kemungkinan dilanda perluasan awan panas dan aliran
lava. Bila erupsi membesar, daerah ini mungkin dilanda Kawasan Rawan Bencana II ini dibedakan menjadi dua
hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar). kelompok:

Semeru 191
1. Kawasan rawan terhadap awan panas, aliran lava, dalam tabel di bawah ini:
guguran lava, aliran lahar, dan gas beracun terutama
hulu K. Manjing, K. Glidik, K. Sumbersari, Besuk Sarat, Jumlah
Besuk Kembar, Besuk Kobokan, K. Pancing, Besuk No Kecamatan Desa
Penduduk
Semut, Besuk Tunggeng, Besuk Sat, K. Mujur, K. Liprak,
1 Candipuro Jugosari 1.681
K. Regoyo dan K. Rejali.
2. Kawasan rawan bencana terhadap hujan abu lebat, 2 Candipuro Sumberwuluh 3.803
lontaran batu (pijar) dan/atau hujan lumpur panas. 3 Candipuro Penanggal 2.23
4 Candipuro Sumbermujur 2.541
Pada Kawasan Rawan Bencana II masyarakat diharuskan
5 Candipuro Kloposawit 1.969
mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi,
sesuai dengan saran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi 6 Candipuro Sumberrejo 1.804
Bencana Geologi (PVMBG) sampai daerah ini dinyatakan 7 Pronojiwo Pronojiwo 7.491
aman kembali. Pernyataan bahwa harus mengungsi, tetap
8 Pronojiwo Supiturang 5.793
tinggal di tempat dan keadaan sudah aman kembali
diputuskan oleh Pemerintah Daerah, sesuai peraturan 9 Pronojiwo Oro-oro Ombo 8.809
yang berlaku. 10 Pronojiwo Sumberurip 4.118
11 Pasrujambe Pasrujambe 3.13
Kawasan Rawan Bencana III
12 Pasrujambe Kertosari 1.255
Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering
terlanda awan panas, aliran lava, material lontaran dan 13 Pasirian Gondoruso 3.025
guguran batu (pijar). Kawasan ini meliputi daerah puncak 14 Pasirian Sememu 3.689
dan sekitarnya dan beberapa lembah sungai yang berasal 15 Pasirian Nguter 1.729
dari daerah puncak, seperti: Kali Glidik, Besuk Sarat, Besuk
16 Tempeh Gesang 1.903
Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, Besuk Semut/Curah
Lengkong, dan Besuk Sat. Daerah yang mungkin dapat 17 Tempeh Jatisasi 1.528
terlanda awan panas paling jauh diperkirakan berkisar 9 -
14 km, yaitu ke arah Besuk Bang, Besuk Kembar dan Besuk Skenario dampak erupsi Gunungapi Semeru berdasarkan
Kobokan - Lengkong. data Peta Kawasan Rawan Bencana jika terjadi erupsi
besar sehingga seluruh kawasan rawan bencana III, II, dan
Pada Kawasan Rawan Bencana III tidak diperkenankan untuk I terlanda oleh material erupsi primer maupun sekunder,
hunian tetap dan aktivitas lainnya. Pernyataan daerah tidak maka wilayah yang terdampak di Kabupaten Lumajang
layak huni, tinggal di tempat dan keadaan sudah aman terdapat 49 dusun di 18 desa tersebar pada 5 kecamatan
kembali diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah atas yang terdampak dengan jumlah total penduduk terdampak
saran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 56.498 jiwa. Sehingga dalam skenario dampak erupsi ini,
(PVMBG). setidaknya terdapat 4 aspek yang harus dipertimbangkan
dalam penanganan bencananya, yaitu aspek kependudukan,
Kabupaten Lumajang pada 2015 yang masuk dalam aspek sarana dan prasarana, aspek sosial ekonomi, serta
kawasan rawan bencana Gunung Semeru dapat dilihat aspek lingkungan dan pemerintahan.

192 Semeru
Peta KRB G. Semeru.

Semeru 193
28
Bromo
Oleh: Iyan Mulyana

Bromo 195
Informasi Umum

Gunungapi Bromo secara admisnistratif termasuk dalam Pegunungan Tengger mempunyai sejarah gunungapi yang
4 wilayah, yaitu Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, panjang, dimulai dari 1,4 juta tahun yang lalu (Mulyadi,
Lumajang dan Malang Provinsi Jawa Timur. Secara 1992). Para ahli gunungapi menamakan pegunungan ini
geografis gunungapi ini terletak pada posisi 7° 55’ 30” LS dengan Kompleks Bromo – Tengger, terdiri dari beberapa
dan 112°37’ 00” BT dengan ketinggian puncaknya 2.329 tubuh gunungapi dengan pusat erupsi utamanya
m dpl. Gunungapi Bromo muncul dalam Kaldera Tengger membentuk busur. Pada masa pertumbuhannya kegiatan
yang berdiameter 8000 m (utara – selatan) dan 10.000 m eksplosif dan efusif telah membentuk kerucut Nongkojajar
(barat – timur), selain G. Bromo ada juga G. Batok dengan (1,4 ± 0,2 juta tahun yang lalu), Kerucut Ngadisari (822 ± 90
ketinggian 2.440 m dpl; G. Widodaren dengan ketiggian ribu tahun yang lalu), Kerucut Tengger Tua (265 ± 40 ribu
2614 m dpl; G.Watangan dengan ketinggian 2.601 m dpl; tahun yang lalu), Kerucut Keciri (tidak diketahui umurnya)
dan G. Kursi dengan ketinggian 2.581 m dpl (Sjarifuddin, dan Kerucut Cemoro Lawang (144 - 135 ± 30 ribu tahun
1900). yang lalu).

Panorama G. Bromo dilihat dari Pos PGA Bromo

196 Bromo
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Bromo tercatat pertama kali pada Karakteristik letusan umumnya berupa letusan abu, lapili,
September 1804. Interval letusan G. Bromo berkisar antara dan bom gunungapi dari kawah pusat dan tidak mengalirkan
1 hingga 16 tahun. Letusan G. Bromo terkadang tidak lava (Sjarifudin, 1990). Suara gemuruh umumnya terdengar
diiringi dengan prekursor yang jelas. Namun pada saat pada saat erupsi yang disertai erupsi abu. Suara dentuman
erupsi umumnya amplitudo gempa Tremor meningkat. sering pula terjadi yang menandakan terjadinya letusan
Gempa Vulkanik Dalam terkadang terekam sebelum terjadi eksplosif dan lontaran material pijar. Hujan abu bisa terjadi
erupsi. secara menerus dan merusak lahan pertanian di sekitar G.
Bromo. Material hasil letusan bisa terlihat di dalam dan
Selama 2 dekade terakhir, G. Bromo telah meletus sebanyak sekitar kaldera lautan pasir.
5 kali, yaitu pada tahun 1995, 2000, 2004, 2010, dan 2016,
dengan interval letusan berkisar pada 4 – 6 tahun. Asap kawah utama dengan warna putih hingga coklat dan
intensitas tipis hingga tebal ketinggian maksimum 900 m
Pada rentang waktu tahun 2017 - 2018 G. Bromo tidak dari atas puncak (A. Basuki, 2019).
mengalami erupsi, namun peningkatan amplitudo gempa
tremor menerus terjadi pada bulan Desember 2017.
Pada tanggal 4 Maret 2019 G. Bromo memasuki kembali
perioda erupsi yang ditandai dengan terekamnya Gempa
Letusan, peningkatan amplitudo Gempa Tremor Menerus,
dan peningkatan asap kawah menjadi berwarna kelabu Asap kawah utama
tebal. Aktivitas erupsi semakin meningkat pada tanggal 17 dengan warna putih
hingga coklat dan
- 22 Maret 2019.
intensitas tipis hingga
tebal ketinggian
maksimum 900 m dari
atas puncak

Erupsi strombolian
Februari 2010
Interval Letusan G. Bromo

Bromo 197
Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Bromo dilakukan secara pemantauan G. Bromo secara permanen dan dengan
kontinyu dari Pos Pengamatan Gunungapi Bromo yang menempatkan 4 stasiun seismik (stasiun Pos, Bromo, Kursi,
berada di Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan dan Mungal), 1 stasiun tiltmeter, 1 stasiun Borehole Tiltmeter
Sukapura, Kabupaten Probolinggo. dan kamera CCTV (Pos). Dilakukan pula pengukuran EDM
periodik dengan 3 titik reflektor (Bromo, Kursi, Batok).
Aktivitas vulkanik G. Bromo dipantau dengan beragam
metode, baik secara visual maupun instrumental. Sistem

Pos Pengamatan Gunungapi Bromo.

Peta jaringan pemantauan aktivitas G. Bromo.

198 Bromo
Peta KRB dan Potensi Bahaya

Potensi bahaya erupsi G. Bromo tertuang dalam Peta 10 mm dan hujan abu lebat, meliputi radius 6 km dari
Kawasan Rawan Bencana G. Bromo. Berdasarkan sejarah kawah aktif.
dan sebaran produk erupsi, Kawasan Rawan Bencana (KRB)
G. Bromo dibagi menjadi: Potensi bahaya saat ini berupa terjadinya erupsi freatik
a. Kawasan Rawan Bencana III, yaitu kawasan yang dan magmatik yang tiba-tiba, sebaran material vulkaniknya
berpotensi tinggi terlanda aliran lava, guguran lava, gas berupa hujan abu dan lontaran batu (pijar) mulai sekitar
vulkanik beracun, dan lahar. Kawasan ini juga berpotensi kawah hingga radius 1 km dari pusat erupsi.
tinggi terlanda lontaran batu (pijar) berukuran lebih
dari 64 mm dan hujan abu lebat. KRB ini berada dalam Desa yang akan terdampak sebanyak 13 desa yang berada
radius 2 km dari kawah aktif. di 4 kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan, Probolinggo,
b. Kawasan Rawan Bencana II, yaitu kawasan yang Lumajang, dan Malang. Dari 4 kabupaten tersebut,
berpotensi sedang terlanda aliran lava, lahar dan desa yang terdampak berada di 6 kecamatan, yaitu
lontaran batu (pijar) berukuran maksimum 64 mm dan Kecamatan Tosari, Puspo, dan Lumbang yang berada di
hujan abu lebat. KRB ini berada dalam radius 4 km dari Kabupaten Pasuruan, Kecamatan Sukapura di Kabupaten
kawah aktif. Probolinggo, Kecamatan Senduro di Kabupaten Lumajang
c. Kawasan Rawan Bencana I, yaitu kawasan yang dan Kecamatan Pocokusumo di Kabupaten Malang.
berpotensi terlanda lontaran batu berukuran maksimum

Tabel Jumlah Penduduk di KRB (data 30 Juni 2018)

Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk I II III
1 Pasuruan Tosari Mororejo 2.039 √ √ √
2 Pasuruan Tosari Podokoyo 1.915 √ √ √
3 Pasuruan Tosari Wonokitri 3.073 √ √ √
4 Pasuruan Puspo Kedawung 1.918 √
5 Pasuruan Lumbang Wonorejo 1.877 √
6 Probolinggo Sukapura Ngadisari 1.512 √ √ √
7 Probolinggo Sukapura Wonotoro 649 √
8 Probolinggo Sukapura Wonokerto 1.264 √
9 Probolinggo Sukapura Ngadas 677 √ √ √
10 Probolinggo Sukapura Ngadirejo 1.421 √ √ √

Bromo 199
Jumlah KRB
No Kabupaten Kecamatan Desa
Penduduk I II III
11 Probolinggo Sukapura Sariwani 1.383 √ √
12 Lumajang Senduro Ranupani 1.401 √
13 Malang Poncokusumo Ngadas 1.700 √

Peta KRB G. Bromo

200 Bromo
29
Lamongan
Oleh: Sofyan Primulyana

Lamongan 201
Informasi Umum

Lamongan termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Pertumbuhan G. Lamongan diduga akibat proses
Lumajang, Jawa Timur. Posisi geografis puncak 7º 59’ LS pensesaran pada tubuh G. Tarub yang berarah tenggara-
dan 113º 20,5’ BT serta ketinggian 1651 m dpl (di atas baratlaut. Pensesaran ini menyebabkan runtuhnya sebagian
muka laut). Menariknya, Gunung Lamongan dikelilingi oleh tubuh G. Tarubdi bagian barat, lebih lanjut muncul tubuh
64 pusat erupsi samping/parasitik yang menghasilkan 37 G. Lamongan. Gunung Lamongan merupakan gunungapi
kerucut vulkanik dan 27 buah maar. yang produk erupsinya berkompisisi basalt, yang mana
komposisi basalt tersebut sangat jarang ditemukan di
Dari kajian geologi, G. Lamongan merupakan gunungapi gunung-gunung berapi yang berada di jalur Busur Sunda.
muda dari G. Tarub yang berada di bagian Timur.

Gunung Lamongan difoto dari sisi Barat

202 Lamongan
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Lamongan tercatat pernah meletus sejak tahun 1799 sekitar 3 km dari puncak. Antara tahun 1925 hingga 2005,
hingga tahun1898. Tidak kurang dari 31 kali letusan pernah peningkatan aktivitas Lamongan berupa meningkatnya
terjadi sejak tahun 1799. Interval letusan berkisar antara gempa-gempa tektonik lokal, seringkali disertai kejadian
1 hingga 53 tahun. Karakter letusannya pada umumnya retakan tanah.
berupa letusan abu, lontaran batu (pijar), beberapa kali
letusan diantaranya menghasilkan aliran lava pijar dari Setelah tahun 1898 atau sejak tahun 1925 hingga saat
kawah pusat. Periode tahun 1841 hingga 1849 merupakan ini, peningkatan aktivitas vulkanik yang terjadi berupa
letusan yang cukup besar, menyebabkan sebagian dinding peningkatan jumlah gempa-gempa Tektonik Lokal,
kawah runtuh, menghasilkan aliran lava mencapai sekitar 1 tercatat sekitar 8 kali kejadian gempa Tektonik Lokal yang
km dari puncak. Periode tahun 1861 hingga 1861 terjadi mengakibatkan retakan tanah pada bagian tubuh Gunung
lagi letusan yang cukup besar menghasilkan aliran lava Lamongan.
ke selatan hingga mencapai sekitar Desa Salak, berjarak

Interval letusan G. Lamongan

Lamongan 203
KRB dan Potensi Ancaman

Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (KRB) adalah kawasan Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) merupakan kawasan
yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi yang berpotensi terlanda perluasan aliran lava, guguran
terancam bahaya erupsi baik secara langsung maupun lava, lahar, lontaran batu (pijar), serta hujan abu (lebat).
tidak langsung. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi
merupakan peta petunjuk tingkat kerawanan yang Di KRB II yang berpotensi terlanda oleh material aliran
berpotensi menimbulkan bencana pada suatu kawasan merupakan perluasan dari wilayah KRB III, yaitu wilayah
apabila terjadi erupsi gunungapi. Peta Kawasan Rawan di kaki gunung bagian utara, barat, hingga selatan. Di
Bencana Gunungapi disusun berdasarkan data geologi, KRB II yang berpotensi tertimpa oleh lontaran batu (pijar)
kegunungapian, sebaran permukiman, dan infrastruktur. berdiameter maksimum 64 mm hingga radius 3,5 km
Peta ini memuat informasi tentang jenis bahaya gunungapi, dari puncak. Di wilayah KRB II terdapat pemukiman yang
daerah rawan bencana, arah/jalur penyelamatan diri berpotensi terlanda aliran lahar, hujan abu, serta lontaran
dan lokasi pengungsian. Peta Kawasan Rawan Bencana batu yaitu Desa Alun-Alun, Papringan, Sumber Wringin,
Gunungapi Lamongan hanya berlaku dengan syarat-syarat: Sumber Petung, Salak, dan Kali Penggung. Berdasarkan
erupsi terjadi di kawah pusat, arah erupsi kurang lebih data dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah penduduk
tegak lurus, tidak terjadi pembentukan kaldera, morfologi yang bermukim di desa-desa tersebut adalah 27.213 orang
puncak gunungapi relatif tidak berubah. Sehingga apabila atau 7431 kepala keluarga.
terjadi erupsi/kegiatan baru yang menyimpang atau lebih
besar dari erupsi/kegiatan normal maka Peta Kawasan Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) merupakan kawasan
Rawan Bencana Gunungapi direvisi kembali. yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu, serta
hujan abu. Di KRB I yang berpotensi tertimpa oleh lontaran
Di Lamongan, Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) batu berdiameter kurang dari 10 mm hingga radius 7 km
merupakan kawasan yang sangat berpotensi terlanda dari puncak . Wilayah pemukiman yang berpotensi terlanda
aliran piroklastik (awan panas), aliran lava, guguran lava aliran lahar adalah Desa Alun-Alun, Ranu Bedali, Sumber
pijar, lahar, lontaran batu (pijar), serta hujan abu lebat. Petung, Tegal Randu, Papringan, Ranu Pakis, Sumber
Wringin, Duren, Ranu Wurung, Salak, Kali Penggung, Tlogo
Di KRB III yang sangat berpotensi terancam oleh material Sari, Ranu Agung, dan Ranu Gedang. Hujan abu dapat
aliran berada di daerah puncak serta kaki gunung bagian melanda desa-desa tersebut dan tergantung arah serta
Utara, Barat, hingga Selatan. Di KRB III sangat berpotensi kecepatan angin. Berdasarkan data dari Disdukcapil tahun
tertimpa oleh lontaran batu (pijar) berdiameter lebih dari 2018, total jumlah penduduk yang bermukim di desa-desa
64 mm hingga radius 2 km dari puncak. Di wilayah KRB III tersebut adalah 46.549 orang atau 13.772 kepala keluarga.
ini tidak terdapat pemukiman penduduk.

204 Lamongan
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lamongan, Jawa Timur

Lamongan 205
Strategi Mitigasi Bencana

Salah satu strategi upaya mitigasi bencana gunungapi, selain seismometer tipe L4C di pasang di wilayah Gunung Meja
membuat peta kawasan rawan bencana juga melakukan (koordinat 7°58’30” LS; 113°18’34” BT, Elevasi 365 m),
pemantauan aktivitas atau gejala peningkatan aktivitas Stasiun seismik BKCL menggunakan seismometer tipe
gunungapinya. Khususnya di Lamongan, telah dilakukan L4C di pasang di wilayah Bukit Cilik (koordinat 7°57’46”
pemantauan aktivitas kegempaan secara kontinyu melalui LS; 113°17’23” BT, Elevasi 448 m). Stasiun seismik PREGI
peralatan pencatat gempa atau seismograf dengan menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di Bukit
sistem analog dan digital. Terdapat 4 stasiun seismik yang Pregi (koordinat 7°57’57” LS; 113°18’58” BT, Elevasi 602
dipasang di tubuh G. Lamongan, yaitu stasiun seismik m). Pemantauan lainnya adalah pengamatan kondisi asap di
ANYR menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di puncak yang dilakukan secara visual dari pos pengamatan
wilayah Gunung Anyar (koordinat 7°59’35” LS; 113°18’34” gunungapi.
BT, Elevasi 461 m), Stasiun seismik MEJA menggunakan

Pos Pengamatan Gunungapi Lamongan.

Peta Lokasi Stasiun pemantauan seismik di G. Lamongan.


206 Lamongan
30
Raung
Oleh: Sucahyo Adi

Raung 207
Informasi Umum

Raung merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa piroklastik. Perioda letusan terpendek antara dua letusan
Timur yang terletak di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten adalah 1 tahun dan terpanjang 90 tahun.
Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. Posisi geografi
puncak terletak pada 8° 07,5’ LS dan 114° 02,5’ BT.
Gunungapi Raung (nama lain: Rawon), dengan kerucut
terpancung yang muncul di lereng barat Kompleks Kaldera
Ijen, memiliki ketinggian puncak mencapai 3328 m dpl.
Raung merupakan gunungapi strato berkaldera, dengan
kawah utama Kaldera Raung serta kawah lainnya, yaitu
Tegal Alun-alun dan Tegal Brungbung. Kaldera Raung
berbentuk ellips dengan ukuran 1750 x 2250 m, dengan
kedalaman 400-550 m dari pematang gunung.

Pusat erupsi G. Raung saat ini berada pada dasar


kaldera. Karakter letusan G. Raung bersifat eksplosif
dan menghasilkan abu yang dilontarkan ke udara dan
pernah terjadi awan panas yang meluncur menyelimuti
sebagian tubuh gunungapinya pada tahun 1953. Bahaya
utama letusan G. Raung adalah bahaya langsung akibat
dari letusan seperti luncuran awan panas dan lontaran Letusan G. Raung 25 Juli 2015

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan yang pertama kali diketahui terjadi pada


menyelimuti sebagian tubuh gunungapinya, seperti yang
tahun 1586, berupa letusan dahsyat melanda beberapa pernah terjadi tahun 1953 dengan tinggi asap letusan
daerah dan terdapat korban manusia, kemudian yang mencapai lk. 6 km di atas puncak. Penyebaran abu
terakhir terjadi peningkatan kegiatan berupa letusan abu
letusannya dihembuskan angin hingga mencapai radius
pada tahun 2015. lk. 200 km. Demikian juga letusan yang terjadi pada 13 -
19 Februari 1956, tinggi tiang asap letusan mencapai lk.
Sepanjang sejarah letusan G. Raung menunjukkan sifat 12 km. Suara dentuman letusan terdengar selama lk. 4
yang ekplosif, letusan tersebut menghasilkan abu yang jam hingga jauh di Surabaya dan Malang, hujan abu yang
dilontarkan ke udara dan awan panas yang mengalir dihembuskan angin menyebar hingga Bali dan Surabaya.

208 Raung
Pada tahun 1973 dilaporkan pernah terjadi peningkatan
kegiatan berupa letusan abu dan menghasilkan leleran lava
yang mengalir tidak jauh dari kawahnya yang berada di
dasar kaldera. Tembusan fumarola terdapat pada puncak
kerucut sinder dan di bagian tubuh aliran lava.

Pusat kegiatan letusan G. Raung saat sekarang berada


pada dasar kaldera yang melingkar berbentuk ellips
dengan garis tengah lk. 1750 x 2250 m, dinding kaldera
sangat terjal, kedalaman dasarnya diduga lk. 400 - 500 m
di bawah pematang kaldera. Bulan Februari 1902, pada
dasar kaldera muncul kerucut pusat setinggi lk. 90 m.

Letusan dan peningkatan kegiatan vulkanik yang terjadi


dalam sejarah tercatat sejak abad ke-16, yaitu sejak tahun
1586 sampai abad ke-20, yaitu peningkatan kegiatan
terakhir tahun 1973, berdasarkan tahun letusan telah
terjadi 43 kali letusan dan peningkatan kegiatan. Letusan
yang cukup hebat yang menimbulkan kerusakan dan Interval Erupsi G. Raung periode 1585 -2015
korban manusia terjadi pada tahun 1586, 1597, 1638,
1730, 1817, dan 1838. Sejarah mencatat bahwa letusan dari letusan seperti luncuran awan panas dan lontaran
G. Raung bersifat ekplosif, menghasilkan abu yang piroklastik. Sedangkan bahaya sekunder atau bahaya tidak
dilontarkan ke udara dan pernah terjadi awan panas yang langsung dari letusan gunungapi adalah lahar hujan yang
meluncur menyelimuti sebagian tubuh gunungapinya, terjadi setelah letusan apabila turun hujan lebat di sekitar
seperti yang pernah terjadi tahun 1953 dengan tinggi asap puncak G. Raung.
letusan mencapai lk. 6 km di atas puncak. Penyebaran abu
letusan tertiup angin sampai sejauh lk. 200 km. Letusan Jauhnya sebaran jatuhan piroklastik tergantung pada
yang terjadi pada 13 - 19 Februari 1956, tinggi tiang asap ketinggian lontaran dan pada kencangnya angin yang
letusan mencapai lk. 12 km dari puncak. Suara dentuman meniup pada waktu letusan, terutama penyebaran hujan
terdengar selama lk. 4 jam hingga jauh di Surabaya. Pada abu dan pasir. Pada letusan memuncak, bom vulkanik
tahun 1973 pernah terjadi peningkatan kegiatan berupa (lontaran batu pijar) bisa terlemparkan sampai sejauh lk.
letusan abu dan menghasilkan leleran lava yang mengalir 3 - 5 km dari lubang letusan. Hujan abu dan pasir yang
tidak jauh dari kawahnya di dasar kaldera. tebal dapat menyebabkan atap rumah ambruk, terutama
dalam musim hujan, dan kerusakan tanaman. Hujan abu
Tembusan fumarola mengepul pada puncak kerucut sinder juga berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan
dan di bagian tubuh aliran lava. Bahaya utama letusan G. gangguan pernapasan. Awan letusan yang bermuatan abu
Raung atau bahaya primer adalah bahaya akibat langsung tersebut sangat membahayakan penerbangan.

Raung 209
Sistem Pemantauan

Kegiatan vulkanik G. Raung dipantau dari Pos PGA yang


terletak di bagian tenggara G. Raung, yaitu di Dusun
Mangaran, Desa Sragi, Kecamatan Songgon, Kabupaten
Banyuwangi. Secara geografi terletak pada 08º 11’
53,61“ LS; 114º 09’ 12,62” BT; pada elevasi 634 meter
dpl. Pemantauan yang dilakukan berupa pengamatan
visual, kegempaan, dan deformasi. Pengamatan seismik
menggunakan 4 unit seismometer jenis L4C, pengamatan
deformasi menggunakan 3 unit GPS Geodetik dan 1 unit
tiltmeter.

Foto Pos Gunungapi Raung

Kawasan Rawan Bencana


Wilayah G. Raung dibagi ke dalam 3 wilayah kabupaten, daerah bahaya ini diperluas ke sektor tenggara, barat-
sektor timur-selatan termasuk wilayah Kabupaten baratdaya dan baratlaut sampai sejauh lk. 15 km sesuai
Banyuwangi, sektor barat-baratdaya termasuk wilayah dengan keadaan morfologinya, sedangkan ke sektor
Kabupaten Jember dan sektor utara-baratlaut termasuk utara, timur, selatan-baratdaya, barat-baratlaut sampai
wilayah Kabupaten Bondowoso. sejauh lk. 7 km. Di dalam kawasan daerah bahaya ini
(KRB II) hampir tidak berpenduduk (tidak ada kampung),
Potensi bahaya erupsi G. Raung tertuang dalam Peta sebagian besar berupa hutan.
Kawasan Rawan Bencana. Berdasarkan sejarah dan sebaran 2. Kawasan Rawan Bencana I adalah daerah yang letaknya
produk erupsi Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Raung lebih jauh dari sumber bahaya. Daerah ini mungkin
dibagi menjadi dua, yaitu: akan terkena jatuhan hujan abu, pasir, dan lapilli. Untuk
1. Kawasan Rawan Bencana II adalah daerah yang letaknya kemungkinan bahaya terhadap jatuhan piroklastik
terdekat dengan sumber bahaya sehingga kemungkinan diperkirakan meliputi wilayah antara radius lk. 6 dan
akan terlanda oleh bahaya langsung berupa luncuran 10 km dari tengah-tengah kaldera. Bila terjadi letusan,
awan panas dan lontaran piroklastik. Untuk kemungkinan penduduk yang bermukim di daerah ini harus waspada,
bahaya terhadap lemparan bom vulkanik (lontaran batu tergantung pada perkembangan letusan, bila letusannya
pijar) dan eflata lainnya diperkirakan meliputi wilayah lebih kuat maka penduduk di daerah waspada ini
dalam radius lk. 6 km berpusat tengah-tengah kaldera. harus mengungsi. Daerah waspada ini terutama hanya
Untuk kemungkinan bahaya awan panas dan lahar, berdasarkan kemungkinan terkena jatuhan lontaran

210 Raung
piroklastik. Untuk kemungkinan bahaya lahar hanya Kecamatan Sempu, Kecamatan Ledokombo, Kecamatan
meliputi lembah-lembah atau daerah aliran sepanjang Sumber Jambe, Kecamatan Tlogosari, Kecamatan Sempol,
sungai-sungai yang berhulu dari daerah puncak. Kecamatan Silo, Kecamatan Glenmore, dan Kecamatan
Kalibaru. Jumlah penduduk yang ada di kecamatan
Kecamatan yang mempunyai wilayah ke dalam kawasan tersebut menyebar di desa-desa seperti tercantum di tabel
Rawan Bencana G. Raung, yaitu: Kecamatan Songgon, di bawah ini.

Daerah KRB G. Raung

Jumlah Jumlah
No Desa Kecamatan No Desa Kecamatan
Penduduk Penduduk
1 Sumbersalak Ledokombo 10.340 21 Tegal Harjo Glenmore 11.204
2 Slateng Ledokombo 9.598 22 Jambe Wangi Sempu 23.188
3 Gunung Malang Sumber Jambe 7.908
4 Rowosari Sumber Jambe 4.840
5 Jambe arum Sumber Jambe 7.065
6 Tegaljati Sumberwringin 6.718
7 Rejo Agung Sumberwringin 6.177
8 Gunosari Tlogosari 6.583
9 Brambang Tlogosari 2.246
10 Durusalam Kembang Tlogosari 5.973
11 Pakissan Tlogosari 6.260
12 Jampit Sempol 1.578
13 Sumber arum Songgon 6.321
14 Kalibaru wetan Kalibaru 14.533
15 Kajaharjo Kalibaru 13.790
16 Sumberjati Silo 11.969
17 Margomulyo Glenmore 4.325
18 Bumiharjo Glenmore 8.377
19 Sumbergondo Glenmore 7.532
20 Sepanjang Glenmore 10.303

Raung 211
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Raung

212 Raung
31
Ijen
Oleh: Novianti Indrastuti

Ijen 213
Informasi Umum

G. Kawah Ijen merupakan salah satu gunungapi strato yang di dalamnya terjadi berbagai proses, baik fisika
dengan danau kawah yang terletak di perbatasan antara maupun kimia, antara lain pelepasan gas magmatik,
Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa pelarutan batuan, pengendapan, pembentukan
Timur, Indonesia. Secara administratif G. Ijen berada di material baru dan pelarutan batuan yang sudah
wilayah Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jawa Timur terbentuk sehingga menghasilkan air danau yang
dan secara geografis G. Kawah Ijen berada pada posisi 8° sangat asam dan mengandung bahan terlarut dengan
03’ 30” LS dan 114° 14’ 30” BT dengan ketinggian puncak konsentrasi sangat tinggi.
2145 m dpl. d. Lapangan Gipsum/anhidrit
Pembentukan gipsum/anhidrit terjadi di bawah dam
G. Ijen terletak di bagian ujung timur P. Jawa mulai dari Kawah Ijen, yaitu di hulu Kali Banyupait.
selat Bali sampai daerah Bondowoso meliputi luas 500 km2, e. Batuan vulkanik terutama batu apung.
terdiri dari endapan vulkanik antara lain abu gunungapi. f. Objek wisata dan studi vulkanologi.
Lapili, bom gunungapi, dan leleran lava. Letusan yang
menghancurkan puncak gunungapi di pegunungan Ijen Di puncak G. Ijen terdapat danau kawah dengan airnya
adalah letusan G. Raung dan Ijen. yang berwarna hijau toska dan ber-pH sangat asam. Di
sebelah tenggara danau terdapat lapangan solfatara yang
G. Ijen memiliki sumber daya gunungapi bervariasi dan merupakan dinding danau Kawah Ijen dan di bagian barat
sangat potensial, meliputi: terdapat DAM Kawah Ijen yang merupakan hulu dari Kali
a. Sublimat belerang Banyupait. Kawah Ijen berbentuk elips karena perpindahan
Belerang dihasilkan dari sublimasi gas-gas belerang pipa kepundan. Dinding kawah terendah terletak di sebelah
yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar barat dan merupakan hulu Kali Banyupait. Sekarang kawah
200°C. Kapasitas belerang rata-rata sekitar 8 ton/hari. berukuran 1160 m x 1160 m pada ketinggian 2386 dan
Lapangan solfatara terletak di sebelah tenggara danau 2148 dan kedalaman 200 m di atas muka laut. Danau
Kawah Ijen. Kawah Ijen berukuran 910 m x 600 m pada ketinggian
b. Sumber mataair panas 2148 m dan kedalaman 200 m. Volume air danau sekitar
Sumber mataair panas bertipe asam sulfat khlorida 30 juta m3 (Takano dkk, 1996).
dengan suhu 70°C dan pH sekitar 2,6 terletak di dekat
lapangan solfatara Ijen, sedangkan air panas netral Lapangan solfatara G. Kawah Ijen selalu melepaskan gas
bertipe bikarbonat dengan suhu sekitar 45°C terdapat vulkanik dengan konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau
dalam kaldera Ijen sebelah utara, yaitu di Blawan, gas yang kadang menyengat dan mengiritasi saluran
Kabupaten Bondowoso. pernapasan.
c. Air Danau Kawah Ijen
Danau Kawah Ijen merupakan reaktor multi komponen

214 Ijen
Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan/aktivitas vulkanik G. Ijen pertama kali


tercatat pada tahun 1796 dan merupakan letusan freatik.
Pada periode tahun 1917 sampai 1991 selang periode
letusan tercatat 6 sampai 16 tahun sekali, dan sejak tahun
1991 letusan freatik terjadi setiap satu sampai tiga tahun
sekali. Letusan besar yang menelan korban manusia adalah
letusan yang terjadi pada tahun 1817.

Letusan yang pernah terjadi adalah freatik dan magmatik.


Letusan freatik lebih sering terjadi karena G. Ijen memiliki
danau kawah sehingga ada kontak langsung atau tidak
langsung antara air dengan magma sehingga membentuk
uap yang bertekanan tinggi yang menyebabkan terjadinya
letusan. Erupsi G. Ijen mengeluarkan gas, material
piroklastik yang terdiri dari pasir, abu dan bom gunungapi
yang semuanya bersifat batuapungan. Jenis batuan
gunungapi Ijen menurut Brouwer (dalam Kemmerling
1921) terdiri andesit augit hipersten.

G. Kawah Ijen

Letusan freatik G. Kawah Ijen tahun 1993

Ijen 215
Setiap awal tahun (Januari hingga Maret), ketika memasuki Pada musim penghujan tahun 2018, tanggal 21 Maret
musim penghujan, air danau kawah Ijen bertambah 2018, dari data Multigas DAM --> letusan/ outburst terjadi
dikarenakan intensitas hujan di puncak meningkat. pada pukul 19.23 dan berdampak terjadinya keracunan
Penambahan volume air danau kawah ini, selain gas warga Watuscapil berjarak lebih kurang 7 km dari
menyebabkan densitas air kawah di permukaan berkurang kawah Ijen, sedangkan di Paltuding yang berjarak 3 km
juga biasanya diikuti oleh turunnya suhu air di permukaan dari kawah aman.
danau.
Jenis bahaya letusan G. Ijen yang perlu diwaspadai adalah
Pada awal tahun 2017 tercatat terjadi tiga kali gas events lontaran material/pijar dan abu vulkanik, lahar letusan, gas
(CO2 explotion events) ini, yaitu pada tanggal 17 Januari beracun (air asam dari danau kawah yang mengalir dalam
2017, 14 Februari 2017, dan 5 Maret 2017. kali banyupait sampai ke muara).

Grafik Interval Letusan G. Ijen

216 Ijen
Kawasan Rawan Bencana

Potensi bahaya letusan G. Ijen berdasarkan Peta Kawasan


Rawan Bencana G. Kawah Ijen, dibagi ke dalam tiga
tingkatan, yaitu:
a. Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), adalah kawasan
sumber erupsi, daerah puncak dan sekitarnya yang
sangat berpotensi terlanda oleh berbagai macam hasil
erupsi dalam bentuk aliran piroklastika, aliran lava,
gas vulkanik beracun, jatuhan piroklastik dan lontaran
fragmen batuan (pijar). Kawasan ini berada pada radius
sekitar 1,5 km dari pusat erupsi.
b. Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan
yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lahar,
lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini
mencakup daerah dengan radius sekitar 6 km dari pusat
erupsi.
c. Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I), adalah kawasan
yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan kemungkinan
dapat terkena perluasan lahar/awan panas serta jatuhan
piroklastik. Kawasan ini terletak di sepanjang daerah
aliran sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian
hilir sungai yang berhulu di daerah puncak, sedangkan
kawasan yang berpotensi terlanda oleh jatuhan abu
dan fragmen batuan < 2 cm dalam radius 8 km dari
pusat erupsi.

Berdasarkan data sebaran penduduk di Kawasan Rawan


Bencana (KRB) G. Ijen, terdapat sekitar 3 kabupaten, 12
kecamatan, dan 48 desa dengan total jumlah penduduk
47441 jiwa (lihat tabel) yang masuk ke dalam wilayah KRB
I, II, dan III G. Ijen.

. Peta KRB G. Ijen

Ijen 217
Data sebaran penduduk di Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Ijen

No. Kabupaten Kecamatan Desa Aliran Sungai Jumlah Jiwa


1 Bondowoso Sempol Kali Anyar Banyupahit 4,260
2 Bondowoso Sempol Sumber Rejo 2,181
3 Bondowoso Sempol Kali Gedang 1,145
4 Situbondo Asem Bagus Bantal 852
5 Situbondo Banyu Putih Banyu Putih 345
6 Banyuwangi Glagah Kampung Anyar Kali Bendo 880
7 Banyuwangi Glagah Wono Sari 950
8 Banyuwangi Glagah Delik 700
9 Banyuwangi Glagah Kempuh 650

10 Banyuwangi Banyuwangi Tukang Kayu 2500


11 Banyuwangi Banyuwangi Boyolangu 1100
12 Banyuwangi Banyuwangi Kampung Anyar 2150
13 Banyuwangi Giri Penataban 950
14 Banyuwangi Giri Jambean 650
15 Banyuwangi Giri Langring 700
16 Banyuwangi Giri Kampung Melayu 1050
17 Banyuwangi Giri Pecinan 850

18 Banyuwangi Kalipuro Pesucin Kali Kaseman 400


19 Banyuwangi Kalipuro Kelir Kali Sukowidi 650
20 Banyuwangi Kalipuro Banjar Waru 400
21 Banyuwangi Kalipuro Bulusari 350
22 Banyuwangi Kalipuro Tetalun Kali Klatak 425
23 Banyuwangi Kalipuro Kali Puro 650
24 Banyuwangi Kalipuro Klatakan 525
25 Banyuwangi Kalipuro Tanjung 600
26 Banyuwangi Kalipuro Kampung Baru 700
27 Banyuwangi Kalipuro Kali Klatak 450
28 Banyuwangi Kalipuro Bungkuran Kali Sudung 300

218 Ijen
No. Kabupaten Kecamatan Desa Aliran Sungai Jumlah Jiwa
29 Banyuwangi Kalipuro Mardawi 350
30 Banyuwangi Kalipuro Tribungan 250
31 Banyuwangi Kalipuro Paltujuh 150
32 Banyuwangi Kalipuro Watu Kebo Curah Kramasan 3969
33 Banyuwangi Kalipuro (Bajul Mati)
34 Banyuwangi Kalipuro Kali Mailang
35 Banyuwangi Kalipuro Wongsorejo 1450
36 Banyuwangi Songgon Bayu Lor Kali Binau 725
37 Banyuwangi Songgon Kebonan 650
38 Banyuwangi Songgon Balak 400
39 Banyuwangi Rogojampi Penggantikan 850
40 Banyuwangi Rogojampi Pancoran 450
41 Banyuwangi Rogojampi Tegalwero 900
42 Banyuwangi Rogojampi Watu Kebo 1250
43 Banyuwangi Rogojampi Blimbing Sari 700
44 Banyuwangi Licin Tamansari Kali Secawan 2224
45 Banyuwangi Licin Licin 460
46 Banyuwangi Licin Banjar 1100

47 Banyuwangi Glagah Petang 450


48 Banyuwangi Glagah Kertosari 900
49 Banyuwangi Kabat Dadapan 350
50 Banyuwangi Kabat Pondok Nongko 700

Ijen 219
Strategi Mitigasi Bencana

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Ijen dilakukan dari Pos Hembusan asap solfatara G. Ijen berwarna putih sedang
Pengamatan Gunungapi Kawah Ijen, yang berlokasi hingga tebal, dengan ketinggian sekitar 200 m di atas
di Dusun Panggungsari, Desa Tamansari, Kec. Licin, puncak.
Banyuwangi yang berjarak sekitar 10 km dari kawah/
puncak G. Ijen, dengan koordinat 08º 08’ 48,90” LS, 114º Aktivitas vulkanik G. Ijen dipantau menerus dengan
15’ 25,53” BT dengan ketinggian 737 m dpl. Metode menggunakan 4 stasiun seismik, 2 stasiun geokimia (2
pemantauannya adalah metoda visual dan instrumental. sensor gas). Pemantauan ke arah puncak gunung dilakukan
secara visual dengan menggunakan CCTV yang terpasang
Pengamatan visual dipantau secara menerus dari Pos di sekitar kawah G. Ijen. Peta sistem pemantauan G. Ijen
Pengamatan G. Ijen yang meliputi pengamatan tinggi, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
warna, tekanan asap abu letusan dan arah penyebarannya.

Peta sistem pemantauan G. Ijen


220 Ijen

Anda mungkin juga menyukai