Anda di halaman 1dari 65

JUDUL PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP


PERKEMBANGAN MORAL AGAMA ANAK USIA 4-5
TAHUN DI PAUD AL-AKRAM DESA SEPAPAN
KECAMATAN JEROWARU KABUPATEN
LOMBOK TIMUR TAHUN
PELAJARAN 2019/2020

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Dan Psikologi Universitas


Pendidikan Mandalika Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
(S1) Pendidikan Luar Sekolah

Oleh:

HAEVAWATI
NIM: 16141007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNDIKMA MATARAM
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI 2020 PENDIDIKAN
LUAR SEKOLAH
Alamat : Jl. Pemuda No:59A Telp/Fax (0370) 638991
mataram
Email: fip@ikipmataram.ac.id

PERSETUJAUANPROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi yang berjudul "Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap

Perkembangan Moral Agama Anak Usia 4-5 Tahun di Paud Al-Akram Desa

Sepapan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Tahun Pelajaran

2019/2020”. Telah disetujui oleh dewan penguji skripsi sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada program studi

Pendidikan Luar Sekolah.

Mataram,…………………
(Dosen Pembimbing I) (Dosen Pembimbing II)

Suharyani, M.Pd. Herlina, M.Pd.


NIK. 200709045. NIK. 201311027.

Tanggal Penetapan:……………

Mengetahui, Menyetujui,
Dekan FIPP UNDIKMA Kaprodi PLS

Drs. Wayan Tamba, M.Pd. Herlina, SP., M.Pd.


NIP.195708221986031001 NIK. 201311027.
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul: “Proposal Skripsi yang berjudul "Pengaruh Pendidikan Karakter
Terhadap Perkembangan Moral Agama Anak Usia 4-5 Tahun di Paud Al-Akram
Desa Sepapan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Tahun Pelajaran
2019/2020”
Penyunsunan proposal ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. I. Wayan Tamba, M.Pd. Selaku Dekan FIPP UNDIKMA
Mataram
2. Ibu Suharyani, M.Pd. Selaku Wadek I FIP UNDIKMA dan Sebagai Dosen
Pembimbing I
3. Ibu Herlina, S.P., M.Pd. Selaku Kaprodi PLS dan Sebagai Dosen
Pembimbing II
4. Bapak M. Areif Rizka, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyunsunan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Peneliti menyadari bahwa proposal ini sangat jauh dari sempurna oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan proposal ini.Semoga bermanfaat bagi kita
semua.

Batu Golok, 23 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

PERSETUJAUANPROPOSAL SKRIPSI ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

2. Manfaat Praktis

E. Asumsi Penelitian

1. Asumsi Teoritis.....................................................................................

2. Asumsi Metodik....................................................................................

3. Asumsi Pelaksanaan..............................................................................

F. Ruang Lingkup Penelitian


G. Definisi Operasional Judul

1. Pendidikan Karakter..............................................................................

2. Perkembangan Moral Agama................................................................

3. Anak Usia Dini......................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pendidikan Karakter.............................................................................

a. Pengertian Pendidikan....................................................................

b. Pengertian Karakter........................................................................

c. Pengertian Pendidikan Karakter.....................................................

d. Nila-nilai atau Karakter Dasar yang Diajarkan dalam Pendidikan

Karakter

e. Jenis-jenis Pendidikan Karakter

f. Fungsi Pendidikan Karakter

g. Tujuan Pendidikan Karakter

2. Perkembangan Moral Agama...............................................................

a. Pengertian Perkembangan Moral Agama.......................................

b. Perkembangan agama pada anak...................................................

c. Pola-Pola Pengembangan Moral Agama Anak Usia Dini……...

d. Pengaaruh pendidikan karakter terhadap perkembangan moral


agama…………………………………………………………….
3. Anak Usia dini......................................................................................

a. Pengertian Anak Usia Dini.............................................................


b. Karakteristik Anak Usia Dini.........................................................

c. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini.............................

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

C. Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian...............................................................................

2. Sampel Penelitian

C. Instrument Penelitian

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuisioner/Angket....................................................................................

2. Observasi

3. Dokumentasi

E. Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Tabel

Tabel 1Kisi-kisi Instrumen Perkembangan Moral Agama Anak Usia Dini…..….

Tabel 2kategori kemampuan moral agama………………………….……………


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan generasi masa depan yang akan menentukan

baik-buruknya suatu bangsa melalui pendidikan yang berkualitas.

Pendidikan bertujuan bukan hanya membentuk manusia yang cerdas

otaknya dan terampil dalam melaksanakan tugas, namun diharapkan

menghasilkan manusia yang memiliki akhlaq atau budi pekerti yang baik,

sehingga menghasilkan warga negara yang hebat.

Oleh karena itu pendidikan tidak semata-mata mentrasfer ilmu

pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga mentransfer nilai agama dan

moral yang bersifat universal semenjak usia dini hingga kelak dewasa

menjadi warga yang taat dan cinta dengan negara dan bangsa.

Dewasa ini pendidikan di Indonesia di pandang sudah sarat dengan

muatan-muatan pengetahuan dan mengikuti tuntutan perkembangan

zaman, namun kurangmemperhatikan nilai- nilai budi pekerti dalam

membentuk jati diri siswa, sehinggamenghasilkan siswa yang pintar tetapi

tidak memiliki akhlaq yang baik. Hal tersebut tercermin dari anak-anak

yang menunjukkan kurangnya indikator budi pekerti seperti anak kurang

menghargai guru dan orang lain, anak berani pada guru dan orang tua,

serta anak kurang memperhatikan lingkungan sosialnya.


Dengan adanya fenomena dan kenyataan seperti yang telah

dipaparkan di atas, tentunya pengembangan nilai agama dan moral melalui

pendidikan budi pekerti atau pendidikan akhlaq menjadi sangat penting

bagi anak agar peran pendidikan sebagai habitus dapat merubah perilaku

anak menjadi manusia ideal dengan parameter memiliki sikap saling

menghormati, bertanggung jawab, cerdas, sehingga anak jika sudah

dewasa lebih bertanggung jawab dan menghargai sesamanya dan mampu

menghadapi tatangan jaman yang cepat berubah.

Kita harus tau bagaimanakah implementasi atau penerapan

pengembangan nialai agama dan moral di usia dini, karena anak usia dini

masih dalam usia keemasan atau golden age.

Golden age(masa keemasan) yaitu anak usia 0-6 tahun yang juga

sering disebut masa peka, atau masa terjadinya kematangan fungsi fisik

dan psikisnya yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh

lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk

mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosial emosional,

agama dan moral.

Masa inilah masa yang tepat untuk memulai sebuah pendidikan

untuk membentuk karakter anak.Pendidikan harus berprinsip pada

pengokohan moral agama anak didik di samping aspek-aspek lainnya.Hal

ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengantarkan anak didik agar

dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku secara terpuji (akhlak alkarimah).


Adapun pendidikan moral agama yang diberikan pada masa usia

dini berdasarkan Permendikbud No 137 Tahun 2014 tentang Standar

Nasional Pendidikan Anak Usia dini. Dimana tingkat pencapaian

perkembangan anak aspek nilai agama dan moral pada anak usia 4-5 tahun

antara lain: mengetahui agama yang dianutnya, meniru gerakan beribadah

dengan urutan yang benar, mengucapkan do‟a sebelum dan/atau sesudah

melakukan sesuatu, mengenal perilaku baik/sopan dan buruk,

membiasakan diri berperilaku baik, mengucapkan salam dan membalas

salam. Usia 5-6 tahun diantaranya: mengenal agama yang dianut,

mengerjakan ibadah, berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif,

dsb, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar

agama, menghormati (toleransi) agama orang lain.

Dalam lembaga pendidikan anak usia dini, moral dan nilai-nilai

agama ditanamkan antara lain melalui keteladanan dari guru maupun

orangtua. Anak-anak cenderung meneladani gurunya. Guru merupakan

teladan bagi murid-muridnya. Jika sang guru melakukan tindakan A,

murid juga akan meniru melakukan tindakan yang sama. Pembelajaran

akan berempati dan lebih bermakna apabila pendidik berusaha

menghadirkan situasi nyata dalam bentuk kegiatan sehari-hari baik

dirumah maupun disekolah. Proses pembelajaran tersebut ditanamkan

secara terus menerus dan langsung melalui metode keteladanan yang

dilakukan oleh guru. Dengan begitu diharapkan pembelajaran tersebut

akan membawa pengaruh dalam perilaku anak sehari-hari.


Perlunya pengembangan pendidikan karakter dan moral agama

sejak kecil yang dimulai pada anak usia dini, misalnya ketika guru atau

orang tua membiasakan anak-anaknya untuk berperilaku sopan seperti

mencium tangan orang tua ketika berjabat tangan, mengucapkan salam

ketika akan berangkat dan mau berbagi mainan, mau bekerja sama, tidak

marah, mau memaafkan, maka dengan sendirinya perilaku seperti itu akan

menjadi suatu kebiasaan mereka sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pendidikan karakter terhadap

perkembangan moral agama anak usia 4-5 tahun di paud Al-akram desa

Sepapan kecamatan Jerowaru kabupaten Lombok Timur tahun Pelajaran

2019/2020?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh

pendidikan karakter terhadap perkembangan moral agama anak usia 4-5

tahun di Paud Al-Akram desa Sepapan kecamatan Jerowaru kabupaten

Lombok Timur tahun pelajaran 2019/2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan di Indonesia, baik untuk lembaga pendidikan formal,

nonformal, maupun informal.


b. Sebagai sumbangan data ilmiah dibidang pendidikan dan disiplin

ilmu lainya bagi Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Fakultas

Ilmu Pendidikan dan Psikologi UNDIKMA

c. Menambah dan memperkaya keilmuan dunia pendidikan dalam

meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan anak

usia dini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi ketua lembaga sekolah PAUD Al-Akram, sebagai masukan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pembinaan kepada

anak khususnya dalam upaya mengembangkan moral agama agar

menjadi pribadi yang unggul dan religius.

b. Bagi guru sebagai referensi yang dapat diterapkan dalam proses

belajar mengajar dan membimbing anak didik untuk membentuk

moral agama pada anak didik sesuai tuntunan syar’i

c. Bagi orang tua orang tua sebagai acuan dalam meningatkan

caradalam mengasuh, membimbing, mendidik, dan membentuk

karakter anak agar menadi anak yang bermoral terutama dalam

pembentukan moral agama anak, agar menjadi anak yang sholih,

sholihah.

d. Bagi Peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat

sebagai refrensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap

aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini.


E. Asumsi Penelitian

Adapun yang menjadi asumsi dalam penelitan ini adalah sebagi

berikut:

1. Asumsi Teoritis

a. Semakin baik kualitas pendidikan karakter terhadap anak usia dini,

maka semakin baik pula moral agamaanak tersebut.

b. Pendidikan karakter terhadap anak usia dini merupakan cara untuk

membentuk moral agama yang baik terhadap anak usia dini yang

dapat dilakukan baik oleh guru-guru paud maupun oleh orang tua

anak

2. Asumsi Metodik

a. Metode penentuan subyek penelitian menggunakan metode random

sampling.

b. Metode pengumpulan data menggunakan metode observasi sebagai

metode utama, metode angket dan dokumentasi sebagai metode

pelengkap.

c. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif

dengan rumus t test.

3. Asumsi Pelaksanaan

Penelitian ini akan berhasil dengan baik dan lancar karena

ditunjang oleh beberapa faktor pendukung, antara lain:

a. Adanya kemampuan dari peneliti, baik dari waktu, tenaga, biaya,

dan pengetahuan secara lokasi yang terjangkau.


b. Terjalinnya hubungan baik antara peneliti dengan sumber data

c. Ketersediaan litelatur yang memadai

d. Adanya kesedianan dosen pembimbing untuk memberikan

sumbangan pemikiran dalam bentuk bimbingan dan arahan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup bertujuan untuk membatasi hal yang akan dibahas

untuk memperlancar proses penelitian yang akan dilakukan. Adapun

lingkup penelitian ini adalah:

1. Subyek Penelitian

Sabyek penelitian ini adalah anak usia 4-5 tahun di Paud Al-Akram

Desa Sepapan Kecamatan Jerowaru kabupaten lombok timur tahun

pelajaran 2019/2020

2. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini terbatas pada pengaruh pendidikan karakter

terhadap perkembangan moral agama anak usia 4-5 tahun di Paud Al-

Akram Desa Sepapan

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Paud Al-Akram Desa Sepapan, Kecamatan

Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur

G. Definisi Operasional Judul

1. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen


pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha

Esa,diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun terhadap bangsa dan

negara.

2. Perkembangan Moral Agama

Istilah pembentukan adalah proses atau usaha dan kegiatan

yang dilakukan berarti hal, cara, atau hasil kerja mengembangkan

mendirikan atau mengusahakan supaya lebih baik, lebih maju dan

lebih sempurna. Secara utuh moral agama mungkin terbentuk melalui

pengaruh lingkungan terutama pendidikan.Adapun sasaran utama

yang dituju dalam pengembangan moral agama ini adalah kepribadian

yang memiliki akhlak mulia.

3. Pendidikan anak usia dini (PAUD)

Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan yang

diberikan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam

tahun. Pendidikan anak usia dini dilakukan melalui pemberian

rangsangan.

Pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam

memasuki pendidikan dasar. Mengingat PAUD memiliki berbagai

bentuk pendidikan dan kategori tertentu maka dalam penelitian ini,

peneliti anak memfokuskan pada usia 4-5 tahun atau untuk kelompok

Taman Kanak-Kanak.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan

Sebelum berbicara mengenai apa itu pendidikan karakter,

terlebih dahulu akan dilihat definisi dari pendidikan itu sendiri.

Ada berbagai pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh

sejumlah pakar pendidikan. Menurut Hasan Langgulung

“Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa

Latin ‘educare’ berarti memasukkan sesuatu” (1994: 4).Dalam

konteks ini, makna pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai

tertentu ke dalam kepribadian anak didik atau siswa.

Driyarkara dalam jurnal yang ditulis Ali Muhtadi

(2010:32), mengemukakan “Bahwa pendidikan pada dasarnya

adalah usaha untuk memanusiakan manusia”. Pada konteks

tersebut pendidikan tidak dapat diartikan sekedar membantu

pertumbuhan secara fisik saja, tetapi juga keseluruhan

perkembangan pribadi manusia dalam konteks lingkungan yang

memiliki peradaban. Sedangkan menurut Khan (2010 : 1)

“Pendidikan merupakan sebuah proses yang menumbuhkan,

mengembangkan, mendewasakan, menata, dan mengarahkan”.

Pendidikan juga berarti proses pengembangan berbagai macam


potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang

dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya.

b. Pengertian Karakter
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 3)

“Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian

seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai

kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan

untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”.

Sedangkan menurut Darmiyati (2006: 5),

sistem pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan


kualitas masyarakat yang berkarakter positif adalah yang
bersifat humanis, yang memposisikan subjek didik
sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang perlu
dibantu dan didorong agar memiliki kebiasaan efektif,
perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, dan
keinginan.

Menurut Tadkiratun Musfiroh “Karakter mengacu pada

serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi (motivations),

dan ketrampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal

yang terbaik” (2008: 27). Menurut Megawangi dalam buku

Darmiyati (2004: 110) mendefinisikan pendidikan karakter

sebagai “Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat

mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan

kontribusi yang positif pada lingkungannya”.


Menurut Mulyana nilai merupakan “Sesuatu yang

diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang.

Nilai tersebut pada umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai

intelektual (benar-salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan

nilai etika (baik-buruk)” (2004: 24).

Istilah moral berasal dari kata moralis (Latin) yang berarti


adat kebiasaan atau cara hidup: sama dengan istilah etika
yang berasal dari kata ethos (Yunani). Tema moral erat
kaitannya dengan tanggung jawab sosial yang teruji secara
langsung, sehingga moral sangat terkait dengan
etika.Sedangkan tema nilai meski memiliki tanggung
jawab sosial dapat ditangguhkan sementara waktu.Sebagai
contoh kejujuran merupakan nilai yang diyakini
seseorang, namun orang tersebut (menangguhkan
sementara waktu) melakukan korupsi (Wibowo, 2010: 4).

Dari pemaparan diatas tampak bahwa pengertian karakter

kurang lebih sama dengan moral dan etika, yakni terkait dengan

nilai-nilai yang diyakini seseorang dan selanjutnya diterapkan

dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial.

Wibowo (2010: 4) mengemukakan “Manusia yang

berkarakter adalah individu yang menggunakan seluruh potensi

diri, mencakup pikiran, nurani, dan tindakannya seoptimal

mungkin untuk mewujudkan kesejahteraan umum”.

c. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 4)


pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta
didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan
warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan
kreatif.

Sedangkan menurut Koesoema pendidikan karakter

merupakan

nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah


masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai.
Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap
yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib,
sependeritaan,
pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai
yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter
(2007: 250).

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen

harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu

sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,

penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan

sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,

pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja

seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan

karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang

dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Pendidikan karakter juga diartikan sebagai segala sesuatu

yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter

peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik.

Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru


berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru

bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat

yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat

atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang

banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.Oleh

karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks

pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni

pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa

Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi

muda.

Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang

dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu

peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang

berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam

pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan

norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat

istiadat.

Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir

dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja

bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan

membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat


dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter

mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah

secara alami.

d. Nila-nilai atau Karakter Dasar yang Diajarkan dalam Pendidikan

Karakter

Lickona mengemukakan bahwa “Memiliki pengetahuan

nilai moral itu tidak cukup untuk menjadi manusia berkarakter,

nilai moral harus disertai dengan adanya karakter yang bermoral"

(1992: 53).“Termasuk dalam karakter ini adalah tiga komponen

karakter (components of good character) yaitu pengetahuan

tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral

feeling), dan perbuatan bermoral (moral actions)” (Zuriah, 2007:

45). Hal ini diperlukan agar manusia mampu memahami,

merasakan, dan sekaligus mengerjakan nilai-nilai kabajikan.

Aspek-aspek dari tiga komponen karakter adalah: moral

knowing. Terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari

diajarkannya moral knowing yaitu 1) kesadaran moral (moral

awareness), 2) mengetahui nilai moral (knowing moral values), 3)

perspective talking, 4) penalaran moral (moral reasoning), 5)

membuat keputusan (decision making), 6) pengetahuan diri (self

knowledge).Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka.


Moral feeling. Terdapat enam hal yang merupakan aspek

dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk

menjadi manusia berkarakter, yakni: 1) nurani (conscience), 2)

penghargaan diri (self esteem), 3) empati (empathy), 4) cinta

kebaikan (loving the good), 5) kontrol diri (self control), dan

kerendahan hati (humality).

Moral action perbuatan atau tindakan moral ini

merupakan out come dari dua komponen karakter lainnya. Untuk

memahami apa yang mendorong seseorang untuk berbuat (act

morally) maka harus dilihrus dilihat dari karakter yaitu

kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

e. Jenis-Jenis Pendidikan Karakter

Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan

dilaksanakan dalam proses pendidikan, yaitu:

1) pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang

merupakan kebenaran wahyu tuhan (konservasi moral).

2) pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain

yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra,

keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin

bangsa.

3) pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi

lingkungan).
4) pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap

pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi

diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan (konservasi humanis) (Khan, 2010:2).

f. Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 7)

fungsi pendidikan karakter adalah:

1) pengembangan: pengembangan potensi peserta didik

untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta

didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang

mencerminkan budaya dan karakter bangsa;

2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional

untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi

peserta didik yang lebih bermartabat; dan

3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan

budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

g. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah:

1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta

didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.


2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik

yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan

tradisi budaya bangsa yang religius;

3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab

peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;

4) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi

manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan

kebangsaan; dan

5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah

sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh

kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa

kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity)

(Ibid, 2010)

2. Perkembangan Moral Agama

a. Pengertian Perkembangan Moral agama

Perkembangan moral anak dapat ditandai dengan

kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang

berlaku. Masganti mengemukakan bahwa “perkembangan moral

adalah perkembangan yang berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk mengetahui baik dan buruk suatu perbuatan dan

kesadaran untuk melakukan perbuatan baik,dan rasa cinta

terhadap perbuatan baik”


Menurut Lillie kata moral berasal dari kata mores (bahasa

latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat-istiadat.

Sedangkan Yusuf moral berarti adat-istiadat, kebiasaan,

peraturan/nilai-nilai atay tata cara kehidupan. Selanjutnya Dewey

mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan

dengan nilai-nilai susila. Sementara itu moral adalah ajaran

tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban,

dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang

dinilai baik dan perlu dihindari.

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan

antara perbuatan yang benar dan yang salah.Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik

buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral

adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya

sebagai manusia dan moral merupakan kendali dalam bertingkah

laku. Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep

moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya. Anak

yang lebih besar lambat laun memperluas konsep sosial sehingga

mencakup situasi apa saja, lebih daripada hanya situasi khusus. Di

samping itu, anak yang lebih besar menemukan bahwa kelompok

sosial terlibat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada berbagai

macam perbuatan. Pengetahuan ini kemudian digabungkan dalam

konsep moral.
1) Teori Piaget

Piaget dalam Meggit mengungkapkan bahwa “ moral dan

penalaran moral berkembang pada dua tahap, yaitu: a. Tahap

Moral Heterongen atau Realisme Moral, b. Tahap moral otonom.

Adapun penjelasan dua tahap perkembangan moral anak yang

diungkapkan oleh piaget diatas adalah sebangai berikut :

a) Tahap Moralitas Heterogen

Tahap ini terjadi pada usia 3-8 tahun. Pada tahap ini anak-

anak menganggap bahwa semua peraturan bersipat tetap dan tidak

dapat diubah.Anak mampu membedakan yang benar dan salah,

tetapi mereka menilai berdasarkan seberapa parah dampak yang

dihasilkan oleh suatu tindakan.Pada tahap ini perilaku moral yang

dilakukan oleh anak akibat pembatasan-pembatasan yang

dilakukan oleh orang dewasa atau orang tua.Sehingga perilaku

anak yang sesuai dengan nilai-nilai moral bukan dilakukan karena

kesadaran sendiri, melainkan karena kepatuhan pada aturan

dimana anak diberi sangsi jika tidak dilakasanakan.

b) Tahap Moral Otonom

Pada tahap ini anak usia 8 tahun keatas. Anak mulai

memahami bahwa peraturan dapat diubah.Motif atau alasan

dibalik tindakan dapat diperhitungkan dan hukuman dianggap

sebangai pelajaran setimpal dengan tindakan yang dilakukan oleh

anak.
Berdasarkan teori perkembangan moral dari piaget,

kolberg dalam Soethiningsih mengemukakan bahwa

“perkembangan moral memiliki tiga tahap yaitu sebangai berikut

1) Tingkat I (pra konversional); 2) Tingkat II (konvensional) ; 3)

Tingkat III (pasca konvensional)”.

Adapun penjelasan dari tiga tindakan perkembangan

moral anak diatas adalah sebagai berikut .

1) Tingkat I : Pra konvensional.

Tingkatan ini merupakan tingkatan yang terendah dari

penalaran moral. Pada tingkatan ini, baik dan buruk

diinterprestasikan melalui rewad (imbalan) dan punishment

(hukuman). Tindakan ini memiliki dua tahap yaitu sebagai berikut

1. Tahap I : Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tahap ini anak berfikir bahwa sesuatu merupakan

kesalahan itu jika menghasilkan hukuman.Anak berfikir bahwa

mereka harus patuh karena takut hukuman, dan sebaliknya suatu

tingkah laku dianggap salah jika mendapat hukuman. Contohnya,

jika memukul teman lalu menangis, maka guru menghukum anak

dengan menyuruh menghafal surat pendek dan meminta maaf

pada temannya.

2. Tahap 2 : Individualisme, tujuan intrumental dan pertukaran

Pada tahap ini,anak menganggap hubungan sosial

layaknya hubungan jual beli dalam pemberian dan melakukan


sesuatu itu, bukan karena rasa terimakasi atau kasi sayang tetapi

bersifat pamrih. Anak berfikir jika berbuat baik kepada orang

lain, maka orang lain juga akan berbuat baik kepada dirinya.

Selain itu, anak melakukan sesuatu karena didasari adanya

penghargaan dari orang disekitarnya. Contohnya, jika anak

mengerjakan tugas dari guru, maka akan mendapat penghargaan

berupa pujian atau yang lain.

2) Tingkat II : Konvensional

Pada tingkat ini, anak menggunakan standar tertentu,

tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya orang tua

atau guru. Maka perilaku moral anak berdasarkan standar

tersebut. Tujuan anak memberlakukan stndar tersebut adalah

untuk mendapat persetujuan dan mempertahankan hubungan baik

dengan orang lain. Anak memandang perbuatan itu baik/ benar,

atau berharga bagi dirinya apabila dapat memenuhi harapan

keluarga, kelompok, atau bangsa.Disini berkembang sifat

konfirmitas, loyaritas, atau penyesuaian diri terhadap keinginan

kelompok, aturan sosial masyarakat.

3) Tingkat III : Pasca konvensional

Pada tingkatan ini mulai mengalah pada kesadarn atau

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral tanpa adanya

pemaksaan dari lain melainkan kesadaran dari dalam diri anak itu

tersebut. Pada tingkatan ini pula terdapat usaha pada tiap individu
untuk dapat memahami dan mengartikan nila- nilai atau prinsip-

prinsip moral yang dapat diterapkan atau dilaksanakan terlepas

dari otoritas kelompok, pendukung, orang yang memngang

prinsip-prinsip moral tersebut. Juga apakah telepas individu yang

bersangkutan termasuk dari bagian dari kelompok tersebut atau

tidak.

Menurut Mansur perkembangan nilai agama dan moral di

bagi menjadi tiga bagian yaitu:

1) Timbulnya jiwa keagamaan pada anak

Semua manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik

maupun psikis. Walaupun dalam keadaan lemah, namun ia telah

memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan

ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan

pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada usia dini. Sesuai

dengan prinsip pertumbuhannya, maka anak menuju dewasa

memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya,

yakni:

a) Prinsip biologis. Anak yang baru lahir, belum dapat

berdiri sendiri dalam arti masih dalam kondisi lemah

secara biologis.Keadaan tubunya belum tumbuh sempurna

untuk difungsikan secara maksimal.


b) Prinsip tanpa daya. Anak yang baru lahir hingga

menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari

orang tuanya. Ia tidak berdaya untuk mengurus dirinya.

c) Prinsip eksplorasi. Jasmani dan rohani manusia akan

berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih,

sehingga anak sejak lahir baik jasmani maupun rohaninya

memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan

latihan yang berlangsung secara bertahap. Demikian juga

perkembangan agama pada diri anak.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa anak dilahirkan

bukanlah sebagai makhluk yang religius, bayi sebagai manusia

dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan.Ada pula

pendapat yang mengatakan bahwa anak sejak lahir telah

membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di

kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah

berada pada tahap kematangan. Di samping itu perkembangan

pada anak usia dini ditandai dengan aspek perkembangan

moralitas heteronom, tetapi pada usia sepuluh tahun mereka

beralih ke suatu tahap yang perkembanganya lebih tinggi yang

disebut dengan moralitas otonom.

Ada beberapa teori timbulnya jiwa keagamaan anak,

yakni:
a) Rasa ketergantungan (sense of depende)

Manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat

kebutuhan, yakni keinginan untuk perlindungan (security),

keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan

untuk mendapat tanggapan (response), dan keinginan untuk

dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari

keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam

ketergantungan.Melalui pengalaman-pengalaman yang

diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa

keagamaan pada diri anak.

b) Instink keagamaan

Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting, di

antaranya instink keagamaan.Belum terlihatnya tindak keagamaan

pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang

kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Dengan

demikian pendidikan agama perlu diperkenalkan kepada anak

jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia tersebut,

nilai-nilai keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia

dini. Nilai keagamaan itu sendiri bisa berarti perbuatan yang

berhubungan antara manusia dengan Tuhan atau hubungan antara

sesama manusia.

b. Perkembangan agama pada anak


Perkembangan agama anak dapat melalui beberapa fase

(tingkatan), yakni:

1) The fairy tale stage (tingkat dongeng)

Pada tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6

tahun.Pada anak dalam tingkatan ini konsep mengenai

Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan

emosi.Pada tingkatan ini anak menghayati konsep

ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan

intelektualnya.Kehidupan pada masa ini lebih banyak

dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi

agama pun anak masih menggunakan konsep fantasi yang

diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal.

2) The realistic stage (tingkat kenyataan)

Tingkatan ini dimulai sejak anak masuk SD hinggga sampai

ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan

anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan

kepada kenyataan (realis).Konsep ini timbul melalui

lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari

orang dewasa lainya.Pada masa ini ide keagamaan anak

didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat

melahirkan konsep Tuhan yang formalis.

3) The individual stage (tingkat individu)


Anak pada tingkat ini memiliki kepekaan emosi yang paling

tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Ada

beberapa alasan mengenalkan nilai-nilai agama kepada anak

usia dini, yaitu anak mulai punya minat, semua perilaku

anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi

positif diri, sebagai individu, makhluk sosial dan hamba

Allah. Agar minat anak tumbuh subur, harus dilatih dengan

cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa

dalam melakukan kegiatan.

c. Pola-Pola Pengembangan Moral Agama Anak Usia Dini

Membentuk anak menjadi manusia seutuhnya ada tiga

tempat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan

masyarakat.Keluarga adalah tempat titik tolak perkembangan

anak.Peran keluarga sangat dominan untuk menjadikan anak

cerdas, sehat, dan memiliki nilai agama dan moral yang bagus

serta memiliki penyesuaian sosial yang baik.

Pola asuh adalah kegiatan kompleks yang meliputi banyak

perilaku spesifik yang bekerja sendiri atau bersama yang memiliki

dampak pada anak.Tujuan utama pola asuh yang normal adalah

menciptakan konrol perilaku yang baik untuk perkembangan

anak. Meskipun setiap orang tua berbeda dalam cara mengasuh

anaknya, namun tujuan utama orang tua dalam mengasuh anak


adalah sama yaitu untuk mempengaruhi, mengajari, dan

mengontrol anak mereka.

Pola asuh yang dilaksanakan dalam keluarga sangat

berperan dalam pembentukan pribadi anak.Hubungan emosional

muncul karena hubungan cinta kasih sayang ada dalam keluarga

merupakan unsur yang paling mendasar bagi perkembangan anak.

Pola asuh dalam keluarga di antaranya:

1) Pola Asuh Yang Memanjakan

Dalam hal ini masih ada orang tua yang mengertikan kasih

sayang dengan memanjakan yang berlebihan, hingga

segala sesuatu yang diberikan kepada si anak di luar batas

kewajaran.Akibatnya si anak tidak dapat mengembangkan

dirinya karena terlalu dikhawatirkan oleh orang tuanya.

2) Pola Asuh Membiarkan

Pola ini dilakukan oleh orang tua dengan membiarkan

anak sendiri tanpa mengarahkan sehingga anak dapat

membuat apa saja sesuai keinginannya. Kemungkinan

akibat yang muncul adalah anak akan mementingkan

dirinya sendiri, sulit untuk bekerja sama.

3) Pola Asuh Otoriter

Dalam pola ini orang tua bertindak bahwa sesuatu yang

menjadi aturanya harus dijalani dan dipatuhi oleh anak.

Akibat dari pola ini yaitu anak tidak akan pernah mampu
mengambil keputusan sendiri selalu bertanya kepada

orang tuanya, atau enggan dan tidak dapat mengambil

inisiatif sendiri.

4) Pola Asuh Otorittif

Pola asuh yang wajar dan tempat untuk membantu

perkembangan potensi-potensi anak yang dibawahnya

sejak lahir. Dalam penerapan pola ini disesuaikan dengan

situasi dan kondisi

5) Pola Asuh Demokratis

Pola asuh ini bertolak-belakang dengan pola asuh

otoriter.Orang tua memberikan kebebasan pada anaknya

untuk berpendapat dan menentukan masa depanya. Secara

lengkap pola asuh demokratis ini mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

a) Orang tua senantiasa mendorong anak unuk

membicarakan apa yang menjadi cita-citanya,

harapan dan kebutuhan mereka.

b) Pola asuh demokratis ada kerjasama yang harmonis

antara orang tua dan anak.

c) Anak di akui sebagai pribadi, sehingga segenap

kelebihan dan potensi mendapat dukungan serta

dipupuk dengan baik.


d) Karena sifat orang tua yang demokratis, mereka

akan membimbing dan mengarahkan anak-anak

mereka.

e) Ada control dari orang tua yang tidak kaku.

6) Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif ini merupakan lawan dari pola asuh

otoriter.Orang tua pada pola asuh ini membiarkan anaknya

untuk menampilkan dirinya dan tidak membuat aturan

yang jelas serta kejelasan tentang perilaku yang mereka

harapkan.Mereka seringkali menerima dan tidak peduli

dengan perilaku yang buruk.Hubungan mereka dan

anaknya adalah hangat dan menerima.Pada saat

menentukan batasan mereka mencoba untuk memberikan

alasan kepada anaknya dan tidak menggunakan kekuasaan

untuk mencapai keinginan mereka. Pola asuh ini memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

a) Orang tua memberi kebebasan penuh pada anak

untuk berbuat.

b) Dominasi untuk anak.

c) Sikap longgar atau kebebasan dari orang tua.

d) Kontrol dan perhatian orang tua terhadap anak

sangat kurang, bahkan tidak ada.


Diantara pola asuh yang diberikan kepada anak hendaknya

yang dapat menjadikan anak berbudi pekerti yang baik.

d. Pengaaruh pendidikan karakter terhadap perkembangan moral


agama

Karakter seorang manusia sangat erat kaitannya dengan

agama, lingkungan, dan budaya dimana seseorang tersebut tumbuh

dan dibesarkan.Dalam konteks agama Pendidikan Agama Islam

dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan sikap spiritual,

sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.Sikap spiritual

dimaknai untuk menerima dan menjelaskan ajaran agama

Islam.Sikap sosial dimaknai untuk memiliki perilaku jujur,

disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam

berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru.

Dalam Islam, urgensi karakter ditransformasikan melalui

pendidikan, mengingat pendidikan disamping dikenal sebagai

tempat transfer of knowledge pendidkan juga dikenal sebagai

transfer of value. Kedua transfer ini diartikan sebagai

pembudayaan sistem-sistem ajaran Islam. Melalui kebudayaan

inilah manusia berkomunikasi dengan sesamanya dan memelihara

tata kehidupannya dalam masyarakat.pendidikan karakter

dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir,

penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi


jatidirinya. Pendidikan karakter yang ditanamkan dalam

pendidikan agama adalah penciptaan fitrah siswa yang berakhlakul

karimah, karena nilai-nilai yang banyak disebutkan secara eksplisit

dalam Al-Qur‟an dan Hadis yang merupakan inti dari ajaran Islam

adalah terciptanya akhlakul karimah, yang meliputi akhlak dalam

hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan sesama

manusia, dengan alam dan makhluk lainnya.

Pendidikan karakter adalah bagian dari orientasi pendidikan

moral agama Islam. Tujuannya adalah membentuk kepribadian

seseorang agar berperilaku jujur, baik, dan bertanggung jawab,

,menghormati dan mengahrgai orang lain, adil tidak diskriminatif,

egaliter, pekerja keras, dan karakter-karakter unggul lainnya.

Pendidikan karakter seseorang berpengaruh terhadap moral

agamanya, karena perkmbangan moral agama yang ada didalam

diri seseorang salah satunya diperoleh melalui Pendidikan

karakter, karena didalam proses Pendidikan karakter juga

bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral agama seseorang,

artinya semakin kuatnya Pendidikan Karakter yang diperoleh

maka akan semakin kuat tertanam karakter peserta didik. Untuk

lebih jelasnya, peneliti menyajikan diagram sebagai berikut


Pendidikan karakter Moral agama anak
(X) usia 4-5 tahun (Y)

1. Disiplin 1. Ucapan sehari-hari


2. Tanggungjawab yang senantiasa
3. Jujur dikembalikan kepada
4. Toleransi allah
2. Beribadah
3. Akhlak kepada
manusia

Berdasarkan diagram diatas, tampak bahwa pendidikan

karakter berpengaruh terhadap moral agama anak usia 4-5 tahun di

PAUD al akram desan Sepapan kecamatan Jerowaru kbupten

Lombok Timur Tahun Pelajaran 2019/2020. Dikaji melalui

indikator Pendidikan karakter maka akan tumbuh moral agama

peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Karakter ini dapat

berupa kedisplinan, tanggung jawab, jujur, sopan santun serta

toleransi yang tertanam pada jiwa peserta didik di Paud al akram

desa Sepapan.

3. Anak Usia Dini

a. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8

tahun. Menurut Beichler dan Snowman (Yulianti, 2010: 7),


anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun.

Sedangkan hakikat anak usia dini (Augusta, 2012) adalah

individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan

perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional,

kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus yang sesuai

dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Dari

berbagai definisi, peneliti menyimpulkan bahwa anak usia dini

adalah anak yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap

pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental.

Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden

age” atau masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak

mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara

cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak sama karena

setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan

yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

Apabila anak diberikan stimulasi secara intensif dari

lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas

perkembangannya dengan baik.

Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum

mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.Mereka

cenderung senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin

menang sendiri dan sering mengubah aturan main untuk


kepentingan diri sendiri.Dengan demikian, dibutuhkan upaya

pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek

perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan

psikis.Potensi anak yang sangat penting untuk

dikembangkan.Potensi-potensi tersebut meliputi kognitif, bahasa,

sosioemosional, kemampuan fisik dan lain sebagainya.

b. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik

secara fisik, sosial, moral dan sebagainya. Menurut Siti

Aisyah,dkk (2010: 1.4-1.9) karakteristik anak usia dini antara

lain; a) memiliki rasa ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi

yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi, d) masa paling

potensial untuk belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f)

memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, g) sebagai

bagian dari makhluk sosial, penjelasannya adalah sebagai berikut.

Usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada

usia ini anak paling peka dan potensial untuk mempelajari

sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini dapat kita lihat

dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila

pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus

bertanya sampai anak mengetahui maksudnya. Di samping itu,

setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari


faktor genetic atau bisa juga dari faktor lingkungan. Faktor

genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak, sedangkan faktor

lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak.

Anak usia dini suka berfantasi dan berimajinasi. Hal ini

penting bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Anak usia

dini suka membayangkan dan mengembangkan suatu hal

melebihi kondisi yang nyata. Salah satu khayalan anak misalnya

kardus, dapat dijadikan anak sebagai mobil-mobilan. Menurut

Berg, rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk

tenang memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali

hal-hal yang biasa membuatnya senang. Anak sering merasa

bosan dengan satu kegiatan saja. Bahkan anak mudah sekali

mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang dianggapnya

lebih menarik. Anak yang egosentris biasanya lebih banyak

berpikir dan berbicara tentang diri sendiri dan tindakannya yang

bertujuan untuk menguntungkan dirinya, misalnya anak masih

suka berebut mainan dan menangis ketika keinginannya tidak

dipenuhi.Anak sering bermain dengan teman-teman di lingkungan

sekitarnya.Melalui bermain ini anak belajar bersosialisasi.

Apabila anak belum dapat beradaptasi dengan teman

lingkungannya, maka anak anak akan dijauhi oleh teman-

temannya. Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri


dan anak akan mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain di

sekitarnya.

Pendidik perlu memahami karakteristik anak untuk

mengoptimalkan kegiatan pembelajaran.Pendidik dapat

memberikan materi pembelajaran sesuai dengan perkembangan

anak. Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini (Rahman,

2002: 43-44) adalah sebagai berikut.

1) Usia 0–1 tahun

Perkembangan fisik pada masa bayi mengalami

pertumbuhan yang paling cepat dibanding dengan usia

selanjutnya karena kemampuan dan keterampilan dasar

dipelajari pada usia ini. Kemampuan dan keterampilan

dasar tersebut merupakan modal bagi anak untuk proses

perkembangan selanjutnya. Karakteristik anak usia bayi

adalah sebagai berikut: 1) keterampilan motorik antara lain

anak mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri dan

berjalan, 2) keterampilan menggunakan panca indera yaitu

anak melihat atau mengamati, meraba, mendengar,

mencium, dan mengecap dengan memasukkan setiap benda

ke mulut, 3) komunikasi sosial anak yaitu komunikasi dari

orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon

verbal dan non verbal bayi.

2) Anak Usia 2–3 tahun


Usia ini anak masih mengalami pertumbuhan yang

pesat pada perkembangan fisiknya. Karakteristik yang

dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain: 1) anak sangat aktif

untuk mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya.

Eksplorasi yang dilakukan anak terhadap benda yang

ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif, 2)

anak mulai belajar mengembangkan kemampuan

berbahasa yaitu dengan berceloteh. Anak belajar

berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan

belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran, 3) anak belajar

mengembangkan emosi yang didasarkan pada factor

lingkungan karena emosi lebih banyak ditemui pada

lingkungan.

3) Anak usia 4–6 tahun

Anak pada usia ini kebanyakan sudah memasuki

Taman Kanak-kanak. Karakteristik anak 4-6 tahun adalah:

1) perkembangan fisik, anak sangat aktif dalam berbagai

kegiatan sehingga dapat membantu mengembangkan otot-

otot anak, 2) perkembangan bahasa semakin baik anak

mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu

mengungkapkan pikirannya, 3) perkembangan kognitif

(daya pikir) sangat pesat ditunjukkan dengan rasa

keingintahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Anak


sering bertanya tentang apa yang dilihatnya, 4) bentuk

permainan anak masih bersifat individu walaupun

dilakukan anak secara bersama-sama.

4) Anak usia 7–8 tahun

Karakteristik anak usia 7-8 tahun adalah: 1) dalam

perkembangan kognitif, anak mampu berpikir secara

analisis dan sintesis, deduktif dan induktif (mampu berpikir

bagian per bagian), 2) perkembangan sosial, anak mulai

ingin melepaskan diri dari orangtuanya. Anak sering

bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebayanya, 3)

anak mulai menyukai permainan yang melibatkan banyak

orang dengan saling berinteraksi, 4) perkembangan emosi

anak mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari

kepribadian anak.

Karakteristik anak usia dini merupakan individu yang

memiliki tingkat perkembangan yang relatif cepat merespon

(menangkap) segala sesuatu dari berbagai aspek perkembangan

yang ada. Sedangkan karakteristik anak usia dini menurut Richard

D.Kellough (Kuntjojo, 2010) adalah sebagai berikut: a)

egosentris, b) memiliki curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial,

d) the unique person, e) kaya dengan fantasi, f) daya konsentrasi

yang pendek, g) masa belajar yang paling potensial.


Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam

melihat dan memahami sesuatu cenderung dari sudut pandang dan

kepentingan diri sendiri.Anak mengira bahwa semuanya penuh

dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Melalui interaksi

dengan orang lain anak membangun konsep diri sehingga anak

dikatakan sebagai makhluk sosial. Anak memiliki daya imajinasi

yang berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Anak juga

memiliki daya perhatian yang pendek kecuali terhadap hal-hal

yang bersifat menyenangkan bagi anak.Berbagai perbedaan yang

dimiliki anak penanganan yang berbeda mendorong pada setiap

anak.Pada masa belajar yang potensial ini, anak mengalami masa

peka untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat.

Anak usia dini merupakan masa peka dalam berbagai

aspek perkembangan yaitu masa awal pengembangan kemampuan

fisik motorik, bahasa, sosial emosional, serta kognitif. Menurut

Piaget (Suyanto, 2003: 56-72), anak memiliki 4 tingkat

perkembangan kognitif yaitu tahapan sensori motorik (0-2 tahun),

pra operasional konkrit (2-7 tahun), operasional konkrit (7-11

tahun), dan operasional formal (11 tahun ke atas).

Dalam tahap sensori motorik (0-2 tahun), anak

mengembangkan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan

mengkoordinasikan dengan gerakan dan tindakan fisik.Anak lebih

banyak menggunakan gerak reflek dan inderanya untuk


berinteraksi dengan lingkungannya.Pada perkembangan pra

operasional, proses berpikir anak mulai lebih jelas dan

menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua

berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan

tangannya.Pada tahap operasional konkrit, anak sudah dapat

memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkrit

dan dapat memahami suatu pernyataan, mengklasifikasikan serta

mengurutkan. Pada tahap operasional formal, pikiran anak tidak

lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian di depan matanya.

Pikiran anak terbebas dari kejadian langsung.

Dilihat dari perkembangan kognitif, anak usia dini berada

pada tahap pra operasional. Anak mulai proses berpikir yang lebih

jelas dan menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu

semua berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan

tangannya. Anak mampu mempertimbangkan tentang besar,

jumlah, bentuk dan benda-benda melalui pengalaman

konkrit.Kemampuan berfikir ini berada saat anak sedang bermain.

c. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini

Menurut Bredekamp dan Coople (dalam Aisyah dkk,

2010), beberapa prinsip perkembangan anak usia dini yaitu

sebagai berikut: Aspek-aspek perkembangan anak seperti aspek

fisik, sosial, emosional, dan kognitif satu sama lain saling terkait

secara erat. Perkembangan anak tersebut terjadi dalam suatu


urutan yang berlangsung dengan rentang bervariasi antar anak dan

juga antar bidang perkembangan dari masingmasing

fungsi.Perkembangan berlangsung ke arah kompleksitas,

organisasi, dan internalisasi yang lebih meningkat.Pengalaman

pertama anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap

perkembangan anak.Perkembangan dan belajar dapat terjadi

karena dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural yang

merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun social tempat anak

tinggal.Perkembangan mengalami percepatan bila anak memiliki

kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan

yang baru diperoleh dan ketika mereka mengalami

tantangan.Sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional,

dan kognitif anak serta merefleksikan perkembangan anak yaitu

dengan bermain.Melalui bermain anak memiliki kesempatan

dalam pertumbuhan dan perkembangannya sehingga anak disebut

dengan pembelajar aktif. Anak akan berkembang dan belajar

dengan baik apabila berada dalam suatu konteks komunitas yang

aman (fisik dan psikologi), menghargai, memenuhi

kebutuhankebutuhan fisiknya, dan aman secara psikologis. Anak

menunjukkan cara belajar yang berbeda untuk mengetahui dan

belajar tentang suatu hal yang kemudian mempresentasikan apa

yang mereka tahu dengan cara mereka sendiri.


Dari berbagai uraian, dapat disimpulkan bahwa prinsip-

prinsip anak usia dini adalah anak merupakan pembelajar aktif.

Perkembangan dan belajar anak merupakan interaksi anak dengan

lingkungan antara lain melalui bermain. Bermain itu sendiri

merupakan sarana bagi perkembangan dan pertumbuhan anak.

Melalui bermain anak memiliki kesempatan untuk

mempraktekkan keterampilan yang baru diperoleh sehingga

perkembangan anak akan mengalami percepatan.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Adapun beberapa penelitian yang relevan terkait dengan masalah

yang dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Agus Setiawati (2006) “Pendidikan Moral dan Nilai-Nilai Agama

Pada Anak Usia Dini Bukan Sekedar Rutinitas”. Hasil penelitian

tersebut menyatakan bahwa di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini,

moral dan nilai-nilai agama ditanamkan melalui pembiasaan. Salah

satu perilaku yang ditanamkan pada anak usia dini adalah berdo’a

sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Dalam kegiatan sehari-

hari, guru banyak yang mengajarkan do’a-do’a tertentu yang panjang

dan menggunakan bahasa Arab tanpa disertai artinya yang masih

bersifat hafalan dan tidak ditekankan pada makna atau nilai-nilai

yang terkandung dalam bacaan do’a tersebut. Sehingga anak hanya

hafal apa yang diucapkan tanpa tahu maksud apa yang


diucapkannya. Disamping itu, proses pembelajaran kadang kurang

aplikatif. Pendidikan moral dan nilai-nilai agama anak ditanamkan

tidak hanya dalam kegiatan ibadah agama yang sifatnya rutinitas

tetapi secara luas dalam berbagai aktifitas anak dalam kehidupan

sehari-hari.

2. Annisa Fiahliha (2017) “Implementasi Nilai-Nilai Agama Dan Moral

Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Keteladanan Di TK

AISYIYAH 1 Sawahan Ngemplak, Boyolali.” Hasil penelitian

tersebut yaitu peneliti menemukan bagaimana sikap guru dalam

melakukan metode keteladanan pada peserta didiknya yaitu dengan

menerapkan materiketeladanan, metode keteladanan dibedakan

menjadi keteladanan dengan disengaja dan tidak disengaja. Adapun

keteladanan yang disengaja meliputi hafalan surat-surat pendek,

do‟a-do‟a harian, sopan santun, praktek sholat dhuha, belajar

berpuasa dan berzakat. Sedangkan materi yang disampaikan melalui

metode keteladanan yangtidak disengaja meliputi menjenguk teman

yang sakit, berbagi kepada teman danmeminta maaf kepada teman

3. Rosada (2009) “Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

IPS untuk Pengamalan Nilai Moral Siswa SMP 1 dan SMP VI di

Mataram”, berhasil dengan cara guru mau pun kepala sekolah

mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS

untuk pengamalan nilai moral siswa. Proses integrasi pendidikan

karakter siswa diupayakan guru melalui, pemberian contoh pada


materi yang dipelajari dalam kehidupan nyata sehingga yang

dipahami tidak hanya konsep tetapi didalam lingkungannya bisa

diaplikasikan, melalui program pemanfaatan metode pembelajaran,

media dan pendekatan yang relevan sehingga memberikan motivasi

siswa untuk belajar IPS, sehingga pembentukan karakter dasar siswa

dapat tercapai.

C. Kerangka Berfikir

Pendidikan karakter merupakan hal penting untuk perkembangan

moral agamaanak. Pendidikan tidak selalu berasal dari pendidikan formal

saja namun juga dari pendidikan non formal, yang mempunyai peranan

yang sama dalam mengembangkan moral agama siswa.

Peran sekolah sebagai pendidik nilai-nilai moral dalam membentuk

pribadi anak yang baik menjadi semakin penting saat banyak diantara

siswa memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat

atau lembaga agama

Terkait pendidikan karakter, tentunya setiap anak perlu dibina sejak

dini, karena semakin dini diberi wawasan tentang pendidikan karakter,

makin mudah dalam penerapannya.

Melihat begitu besarnya kaitan antara pendidikan karakter terhadap

perkembangan moral agamaanak, sehingga Hubungan pendidikan karakter

terhadap perkembangan moral agamaanakusia 4-5 tahun ini menjadi tema

yang akan diangkat dalam penelitian ini.


D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

masalah penelitian yang kebenaranya masih lemah, sehingga harus diuji

secara empiris (hipotesis berasal dari kata “hypo” yang berartti di bawah

dan “thesa” yang berarti kebenaran). Hipotesis berarti pendapat yang

kebenarannya masih rendah atau kadar kebenaranya masih belum

meyakinkan. Kebenaran tersebut perlu diuji atau dibuktikan.Pembuktian

atau pengujian dilakukan melalui bukti-bukti secara empiris, yakni melalui

data atau fakta-fakta di lapangan.Ini berarti kebenaran hipotesis harus

didukung oleh data atau fakta, bukan semata-mata oleh penalaran.

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah Hubungan

Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Perkembangan Moral

AgamaAnak Usia 4-5 Tahun di Paud Al-Akram Desa Sepapan Kecamatan

Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Tahun Ajaran 2019/2020. Variabel

yang akan diteliti terdiri dari variable X (Pengaruh Pendidikan Karakter)

dan variabel Y (Perkembangan Moral AgamaAnak Usia 4-5 Tahun).

Penelitian ini mengambil hipotesa sebagai berikut: “Ada Hubungan antara

Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Perkembangan Moral

AgamaAnak Usia 4-5 Tahun di Paud Al-Akram Desa Sepapan Kecamatan

Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Tahun Ajaran 2019/2020”


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang akan ditempuh

peneliti dalam menyelesaikan permasalahan yang berada ditempat

penelitian. Dimana dalam prosedur penelitian ini dijelaskan tentang

rancangan penelitiannya. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga tahap

pengembangan, adapun dalam setiap tahap pengembangan terdapat

rancangan peelitian , tahap pelaksanaan, tahap observasi, tahap evaluasi

dan tahap refleksi.

Adapun tahapan yang akan dilaksanakan dalam mengetahui

pengaruh pendidikan karakter terhadap perkembangan moral agama anak

usia 4-5 tahun di PAUD Al-Akram desa Sepapan kecamatan Jerowaru

kabupaten Lombok timur tahun pelajaran 2019/2020 adalah:

1) Observasi Awal
Peneliti melakukan terlebih dahulu pengamatan awal untuk

memperoleh beberapa gambaran tentang kondisi awal pembelajaran di

PAUD Al Akram dalam hal perkembangan moral agama anak.pada tahap

ini dilakukan observasi mengenal kondisi objektif pembelajaran di PAUD

Al Akram yang meliputi: perencanaan pembelajaran, pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan hasil perkembangan moral


agama anak yang kemudian dijadikan pedoman dalam menyusun

perencanaan pembelajaran pada tahap berikutnya.

2) Tahap Perencanaan

a. Menentukan tujuan dan tema kegiatan dalam pembelajaran untuk

mengembangkan moral agama anak melalui pendidikan karakter.

b. Menyiapkan lembar observasi

c. Menyiapkan dokumentasi

3) Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan peneliti menerapkan pembelajaran didalam

dan diluar kelas sesuai dengan rencana kegiatan harian yang telah disusun

yaitu dari pijakan lingkungan, pijakan sebelum main pijakan selama

bermain dan pijakan setelah main.

4) Tahap Observasi
Pada saat observasi peneliti akan melakukan proses observasi

terhadap aktivitas aktivitas yang dilakukan oleh anak selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. pada tahap ini, peneliti sebagai pendidik

mengamati dan menilai Bagaimana proses yang sedang terjadi, Apakah

kendala serta pengaruhnya terhadap anak dalam proses pembelajaran.

pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang

telah disusun sebelumnya.


5) Tahap Evaluasi
Model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

anekdot yaitu dengan melihat perkembangan anak melalui pengamatan

langsung dengan mencatat semua perkembangan moral agama anak yang

disesuaikan dengan indikator indikator perkembangan titik pada tahap ini

peneliti mulai melihat hasil observasi pada lembar kegiatan observasi atau

instrumen penelitian untuk menentukan bagaimana perkembangan moral

agama anak setelah kegiatan pengembangan.

6) Refleksi
Pada tahap ini peneliti akan membandingkan nilai pencapaian pada

observasi awal sebelum melakukan pengembangan dengan setelah

melakukan kegiatan pengembangan kemampuan titik jika nilai

pencapaiannya tidak memenuhi capaian keberhasilan, maka pada tahap

refleksi ini peneliti akan melakukan pengembangan kemampuan yang ke-2

dan seterusnya sampai hasil nilai pencapaian yang diperoleh memenuhi

tolak ukur dalam penelitian ini.

Rancangan yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah

"Pola rancangan One Group Pretest -posttestDesign dimana desain ini

terdapat pretest, sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberikan

perlakuan. Menurut pendapat para ahli yang salah satunya yaitu (Sugiyono

2011: 74-75) mengatakan bahwa "dengan melakukan pretest dan posttest

hasil dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan

sebelum dan sesudah diberi perlakuan"


Pengaruh pendidikan karakter Observasi awal

Masalah

Penyusunan instrument
penelitian

Pre-test

Eksperimen

Post- test

Hasil penelitian

Analisis data

Gambar 2.Alur Penelitian


Desain ini dapat digmabarkan sebagai berikut:

O1 X O2
Gambar 3.Rancangan Penelitian

Keterangan :

O1 = nilai pretest (sebelum diberi perlakuan)

O2 = nilai posttest (setelah diberi perlakuan)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut salah seorang ahli (Sugiyono, 2013: 117) mengatakan

bahwa "populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya".

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh sebuah populasi.menurut pendapat seorang ahli (Sugiono, 2013.2

118) yang mengatakan bahwa "bila populasi besar dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu.”

Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan sampel, tetapi

menggunakan studi populasi karena pada PAUD al-akram jumlah

siswanya kurang dari 100 orang maka studi populasi yang digunakan pada

penelitian ini sebanyak 15 orang peserta didik pada kelompok B1 usia 5-6

tahun di PAUD Al Akram desa Sepapan Kecamatan Jerowaru Kabupaten

Lombok Timur tahun pelajaran 2019/2020.

C. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat ukur yang digunakan

untuk mengukur fenomena alam ataupun sosial yang dialami titik adapun

pendapat seorang ahli (arikunto 2006: 160) yang mengatakan bahwa

"instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga

lebih mudah diolah".tujuan digunakannya instrumen tersebut adalah untuk

mengetahui kaarakter dan tingkat perkembangan moral agama anak,

Berdasarkan dari pendapat diatas maka disimpulkan bahwa

instrumen penelitian adalah alat ukur yang meliputi seperti:, angket atau

kuesioner wawancara, dokumentasi dan lain sebagainya. Instrumen

penelitian pada penelitian ini adalah angket (kuesioner) sebagai instrumen


utama, sedangkan instrumen observasi dan dokumentasi sebagai instrumen

pelengkap.

Tabel 1.Kisi-kisi Instrumen Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Moral


Agama Anak Usia Dini

Variable Sub Indikator Teknik Sumber


Variable Pengumpulan Data
Data
karakter Disiplin Taat pada peraturan observasi anak
yang berlaku
Tanggung Melaksanakan tugas
jawab secara sungguh-
sungguh dan berani
menanggung
konsekwensi dari
sikap, perkataan, dan
perilakunya.
Jujur Menyampaikan
sesuatu secara
terbuka, sebagaimana
adanya dan sesuai
hati nurani
Toleransi Menghargai dan
membiarkan
pendirian yang
berbeda atau
bertentangan dengan
pendiriannya.
Moral Ucapan Berdoa sebelum dan observasi anak
agama sehari-hari sesudah melakukan
yang pekerjaan
senantiasa
dikembalikan
kepada allah
beribadah Melaksanakan ibadah
baik ibadah yang
sifatnya wajib
maupun yang sunnah
Akhlak Memiliki rasa
terhadap persaudaraan
sesame (ukhuwwah) dan
manusia rendah hati
D. Teknik pengumpulan data

Dalam mengumpulkan data diperlukan teknik pengumpulan data.

Sehubungan dengan penelitian ini maka metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data yaitu:

1. angket/kuesioner

Menurut seorang ahli (Suharsimi, 2016: 151) mengatakan bahwa

angket atau dikenal juga dengan kuesioner adalah sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Alasan

digunakan angket sebagai metode dalam mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah, data yang diperoleh oleh responden merupakan

fakta-fakta yang dialami langsung oleh responden dan diungkapkan

kembali melalui sejumlah pertanyaan dalam angket.

Angket dalam penelitian ini sudah disediakan jawabannya

sehingga responden hanya tinggal memilih titik bentuk angket yang

diberikan kepada guru kelas yaitu angket check list yang berupa sebuah

daftar penilaian, dimana responden tinggal memberikan tanda (√) pada

kolom yang sesuai


2. Observasi

Orang sering sekali mengartikan observasi sebagai suatu aktivitas

yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata

titik dalam pengertian psikologi, observasi atau yang sering disebut juga

pengamatan meliputi kegiatan pembuatan perhatian terhadap suatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indra. menurut beberapa ahli salah

satunya (suharsimi 2006: 157) mengatakan bahwa "mengobservasi dapat

dilakukan melalui penglihatan penciuman pendengaran, peraba dan

pengecap".

Pengamatan dilakukan sejak awal penelitian dengan mengamati

Keadaan fisik lingkungan maupun di luar lingkungan itu sendiri titik

metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang lebih

lengkap, lebih mendalam dan terperinci maka dalam melakukan

pengamatan dilaksanakan melalui observasi titik Dalam penelitian ini

observasi dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai pengaruh

pendidikan karakter terhadap perkembangan moral agama anak usia 4-5

tahun di PAUD al akram desa Sepapan kecamatan Jerowaru kabupaten

Lombok timut tahun pelajaran 2019/2020.

3. Dokumentasi

Berikutnya adalah metode dokumentasi yang menjadi metode

pelengkap dari beberapa metode diatas dari pengertian dalam buku

Prosedur Penelitian menurut (suharsimi 2011:274) mengatakan bahwa

"dokumentasi adalah metode yang mencari data mencari data mengenai


hasil hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip gambar/foto, buku

surat kabar majalah, prasasti, notulen rapat, Lengger, agenda, dan lain

sebagainya.

Sesuai dengan judul penelitian di atas, maka dengan ini peneliti

mengarahkan metode dokumentasi ini untuk menggali dan menyerap data

yang bisa digali dan didapatkan pada penelitian yang diteliti tentang

Apakah ada pengaruh pendidikan karakter terhadap perkembangan moral

agama anak usia 4-5 tahun di PAUD Al-akram desa Sepapan kecamatan

Jerowaru kabupaten Lombok Timur tahun pelajaran 2019/2020.

E. Teknik analisis data

Analisis data ini digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian

yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan sesuai dengan apa yang

diharapkan. dalam segala proses memerlukan beberapa langkah-langkah

utama yang berkaitan dengan masalah subjek dan objek penelitian

menggunakan rumus statistik penelitian ini membutuhkan langkah-

langkah yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil pengumpulan data

berupa pengisian angket maupun dokumen lainnya.

Selanjutnya analisis statistic yang dipergunakan dengan

menerapkan rumus “ t test” yaitu sebagai berikut:

x¿ µ
¿

t=
s/√n
Keterangan :

t : nilai t-test

x : rata-rata perbedaan (D)

µ :0

s : standar deviasi

n : jumlah sampel

Adapun kemungkinan hasil yang mungkin diperoleh dengan

menggunakan rumus tersebut adalah: apabila t-hitung lebih besar dari t-

tabel maka Ha diterima, berarti t-hitung signifikan. Sebalikny apabila t-

hitung lebih kecil dari t-tabel maka Ha ditolak, berarti t-hitung tidak

signifikan. Menggunakan rumus statistic “t test” diatas nantinya akan

memberikan akan memberikan informasi tentang besarnya Pengaruh

Pendidikan Karakter Terhadap Moral Agama Anak Usia 4-5 Tahun di

PAUD Al-Akram Desa Sepapan Kecamatan Jerowaru Kabupaten

Lombok Timur Tahun Pelajaran 2019/2020.


DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhtadi. 2010. Strategi Implementasi Pendidikan Budi Pekerti yang Efektif di
Sekolah. Diambil dari Jurnal Dinamika Pendidikan No. 01/Th.XVI/september
2014
Aisyah, Siti, dkk. 2010. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka

Dkk Fathurrohman, 2013. Suryana, Pengembangan Pendidikan Karakter


(Bandung: PT Refika Aditama,)

Fadhilah Suralaga. 2005. Psikologi Pendidikan Dalam Persepektif Islam.Jakarta:


UIN Press.

Handoyo ,Iko dan Tijan (2010) . Model Pendidikan Karakter , Semarang : Widya
Karya Press

H. E. Mulyasa. 2003. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Teoritis Praktis Bagi Praktisi


Pendidikan.

Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna.

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How our Schools can teach
Respect and Responsibility. New York : Bantam Books.

Maksudin. 2013. Pendidiakan Karakter Non-Dikotomik, Yokyakarta: Pustaka


Pelajar.
M. Alisuf Sabri. 1999. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.

Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: PT Asdi


Mahasatya.

Sugiyono. 2017. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta CV.


Sulhan.2010. Pembangunan Karakter Pada anak.Surabaya: Surabaya Intelektual
Club.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Dan Pengembangan Research And
Development. Bandung: Alfabeda CV.
Suyatno Sutrisno, 2015.Pendidikan Islam Di Era Peradaban Modern (Jakarta:
Prenadamedia Group,)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional.2010. Bandung: Citra Umbara.

Yusuf. 2014. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian


Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group

Zubaidi, 2013.Desain Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Anda mungkin juga menyukai