Anda di halaman 1dari 8

Spiritual teaching : guru senantiasa mencintai pekerjaan dan anak didiknya

Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwanya, ada misi untuk mengantarkan
mereka (anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih baik secara intelektualdan sosial bukan
sekedar karena profesi gurulah pekerjaan yang paling mudah didapatkan. Maka ia akan bisa
mengalirkan energi kecerdasan, kemanusiaan, kemuliaan, dan keislamanyang besar dalam
dada setiap muridnya, bahkan sesudah ia meninggal. Guru yang mengajar dengan mental
seorang pendakwah sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat
upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi agar tetap lembut
menghadapi murid yang membuat kening berkerut.
Guru selalu mendarma baktikan tenaga dan pikirannya demi kemajuan pendidikan,
dan mereka juga ikhlas dalam melakukannya. Guru juga tidak menuntut balas jasa, karena
pekerjaannya itu bukan bisnis yang harus ada kalkulasi untung dan rugi. Tapi yang dituntut
guru cuma satu, yakni keadilan akan haknya sebagai warga negara, sebagai pegawai, dan
sebagai pemangku profesi yang sangat mulia dan berat sekali tanggung jawabnya.
Oleh karena itu dalam sejarah pendidikan, tentu seorang gurulah yang paling awal
muncul, baru kemudian murid dan infrastruktur lain yang terkait dengan paradigma
pengelolaannya. Lihat saja Ki Hajar Dewantara, Moh. Syafei, R.A. Kartini, Dewi Sartika dan
tokoh-tokoh pendidikan lainnya, mereka semua adalah guru yang kemudian menciptakan
sebuah pendidikan. Setelah terciptanya pendidikan baru kemudian berkembang kurikulum
yang berkaitan dengan manajemen lembaga pendidikan, seperti bangunan sekolah, kepala
sekolah, karyawan, hingga sampai pada perdana mentri pendidikan.
Sebuah reposisi guru sangay diperlukan karena perannya tidak lagi hanya sebagai
“pengabdi” pendidikan yang dicekoki rutinitas, tapi harus menjadi “pendidik murni” yang
mendapatkan kesempata-kesempatan yang luas untuk mengembangkan sendiri pola
pembelajarannya dan meningkatkan kualitas pribadi sehingga bisa menghasilkan anak didik
yang cerdas dan bermoral.
1 Sejarah Kelahiran Profesi Guru
Pada zaman dahulu, sebelum agama masuk di Indonesia, seorang yang ingin belajar
harus mengunjungi seorang petapa. Petapa itu mungkin saja yang telah meninggalkan tahta
kerajaan karena sudah tua dan memperdalam masalah kerohanian. Petapa itulah yang disebut
juga guru bagi murid muridnya yang menuntut ilmu ditempat tersebut. Biasanya para murid
itu mengerjakan sawah ladang petapa untuk keperluan hidup sehari-hari.
Pada masa kerajaan Budha/Hindu di Indonesia orang belajar dibiara. Biksu yang
mengajar membaca serta menulis huruf sansekerta dibiara tersebut disebut guru. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bekerja diladang. Para siswa juga meminta
sedekah dari masyarakat untuk membantu kehidupan sehari-hari.
Setelah agama islam masuk di Indonesia orang belajar di pesantren supaya dapat
membaca Alquran dan melakukan salat dengan benar. Ualama yang mengajar dipesantren
juga dinamakan guru. Para siswa biasanya tinggal dirumah ulama tersebut dan membantu
bercocok tanam untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Para pedagang Portugis dan Belanda yang datang di Indonesia umumnya beragama
kristen, selain berdagang mereka juga menyebarkan agama itu. Mempelajari agama kristen,
membaca dan menulis huruf latin. Para pendeta yang mengajarkan agama kristen itu juga
disebut guru. Untuk kepentingan penjajahannya Belanda memerlukan pegawai yang pandai
menulis dan membaca huruf latin. Karena itu mereka mendirikan sekolah dan mengajarkan
ilmu pengetahuan yang tidak berkaitan dengan agama. Inilah awal mula sistem pendidikan
modern di Indonesia.
2 Menjadi Seorang Guru Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
Kreativitas merupakan dasar dari segala hal dalam rangka meningkatkan sesuatu
kearah kemajuan. Untuk berlaku kreatif, maka kita harus punya pengetahuan keterampilan
dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan langkah kemajuan, kemauan atau niat merupakan awal bagi terbentuknya
sebuah sikap, tingkah laku loyalitas sebagai wujud dari kreadibilitas kepribadian seseorang.
Jika antara kreativitas dan kepribadian yang baik itu berpadu, maka akan menampilkan
proses pendidikan yang selalu diiringi dengan kreativitas anak didik. Untuk mewujudkan
keterpaduan itu perlu adanya motivasi dan sikap konkret dari para pendidik agar tujuan untuk
meningkatkan kemampuan anak didik lebih terarah dan tepat guna.
Dalam proses pendidikan, kemampuan dan daya serap anak didik itu berbeda-beda.
Dalam hal ini, ada beberapa faktor kesulitan yang biasa dihadapi oleh siswa, yaitu:
1. Faktor dalam diri anak didik (faktor internal) yang meliputi:
-Kemampuan intelektual,
-Faktor efektif seperti percaya diri
-Motivasi
-Kematangan belajarnya
-Kemampuan mengingat
-Kemampuan mengindra
2. Faktor luar anak (faktor eksteral), yakni yang berkaitan dengan kondisi belajar mengajar,
yaitu:
-Guru
-Kualitas belajar mengajarkan-LIngkungan (teman sekelas atau keluarga)
a. Dalam Khazanah Pendidikan: Guru “Digugu dan Ditiru”
Memang benar apa yang diucapkan guru disekolah harus dilaksanakan oleh murid,
dan apa yang diajarkan guru juga harus didengarkan oleh murid. Tetapi jika metode
pengajaran yang dilakukan guru itu kurang tepat, apakah murid harus berdiam diri saja?
Banyak guru yang hanya menyuruh murid untuk menulis dipapan, sedang dirinya mengantuk,
atau bila guru itu tidak mampu menguasai materi yang akan disampaikannya, maka diapun
akan mendiktekan pelajaran dan menyuruh murid untuk menuliskannya dibuku mereka.
Bila metode ini dipakai, tentu ini adalah metode bermasalah yang hanya akan
membuat anak ini tidak kreati. Dengan kata lain, ungkapan guru digugu dan ditiru menjadi
tidak relevan lagi, sedang yang tepat adalah digugu dan turu, karena memang demikian
realitasnya. Guru hanya bermalas-malasan dalam mengajar, sehingga murid pun tidak bisa
menelaah pelajaran secara luas.
Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa ada yang mau meluruskan, maka muridlah
yang paling dirugikan. Murid menjadi kehilangan orientasi belajar sehingga usaha untuk
mencerdaskan anak didik menjadi terbengkalai. Selain itu anak didik tidak mampu lagi
menelaah apa makna ilmu yang diberikan guru dan juga tidak mampu menganalisis lebih
jauh tentang apa yang diajarkan guru waktu itu dikelas.
b. Signifikasi Pengajaran Guru di Sekolah
Metode pembelajaran adalah sebuah cara atau sistem untuk mengembangkan
pembelajaran agar dapat menemukan suatu keserasian dalam kesinambungan antara siswa
dan guru.
Dalam kegiatan belajar mengajar adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan, hal
ini berarti siswa tersebut mempunyai kelemahan dalam daya pikir dan ingat, serta menangkap
dan menganalisis pelajaran yang diberikan.
Adapun faktor-faktor kesulitan belajar yang mendera anak adalah:
-Rendahnya intelektual anak
-Gangguan perasaan atau emosi yang berlebihan
-Kurang matangnya anak dalam belajar
-Usia yang terlalu muda
-Latar belakang yang tidak menunjang
-Kebiasaan belajar yang kurang baik
-Kemampuan mengingat yang rendah
-Terganggunya alat-alat panca indera
-Proses belajar mengajar yang tidak sesuai
-Tidak adanya dukungan dari pihak ketiga
Dengan mengetahui inti permasalahan yang dihadapi anak, maka guru harus dapat
mencari jalan keluar untuk memperbaikinya agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Untuk mencari jalan keluar tersebut, guru harus mengambil langkah-langkah
mengidentifikasi, mendiagnosis, meramalkan, memberikan perawatan (treatment) dan
menindak lanjuti (follow up), sehingga murid yang bersangkutan merasa terbantu sehingga
akan berusaha untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik dan berkualitas.
c. Guru dan Struktur Kurikulum
Kurt Lewin pernah berkatabahwa cara untuk mengupayakan pendidikan itu terbai
menjadi tiga, yaitu:
1. Otoriter atau otokratis cirinya adalah banyak pemaksaan dan
pemeriksaan sehingga membuat murid kurang inisiatif dan bertanggung jawab.
2. Sosio-integratif, ciri-cirinya adalah murid banyak berinisiatif
dan bertanggung jawab, dan pemeriksaan hanya sejauh yang diperlukan saja dan tidak
mendetail serta tidak pula mendiktenya.
3. Laisswz-faire, ciri-cirinya adalah pengajar sama sekali tidak
melakukan pemaksaan ataupun pemeriksaan
Dari bentuk tersebut, maka cara belajar sosio-integratif adalah cara yang paling ideal,
karena murid dapat belajar dan bekerja mandiri, sedang guru sifatnya hanya mendorong
membantu murid. Dari bentuk ini juga, murid bisa berlatih sikap demokratis dan kooperatif,
seperti yang terjadi jika terjadi diskusi dan kerja sama dalam membahas suatu materi.
Jika metode otoriter digunakan, maka ketergantungan pada guru akan menjadi sangat
besar sehingga muridpun menjadi tidak kreatif dan mandiri. Sedangkan metode Laissez faire
hanya akan membuat peran guru hilang dan hanya berperan pada hal-hal yang penting saja
sehingga muridpun belajar tanpa ada pengawasan dari seorang guru. Akibat dari metode
laissez faire ini, murid yang lemah akan diteror murid yang kuat, sehingga bisa jadi akan
terbentuk kelompok-kelompok primodial (kelompok yang merasa benar dan pintar) didalam
kelas. Akibatnya kelaspun menjadi pecah dan tidak ada kesepakatam dari masing-masing
individu.
3 Akreditasi Guru dalam Pegawai Negeri dan Sebagai Abdi Bangsa
Pegawai negeri merupakan abdi negara yang mengabdi untuk kepentingan
masyarakat secara luas dalam suatu negara.
Begitu juga guru yang pengabdi pendidikan. Kalau guru bisa mengabdikan dirinya
dengan baik, maka pendidikan pasti akan melahirkan anak didik yang bisa menjadi tumpuan
harapan bangsa. Peran guru ini sangat mulia, karena harus melahirkan anak-anak bangsa yang
cerdas dan cakap serta kreatif untuk membangun bangsa ini kedepan. Sebagai abdi
pendidikan, guru harus menjadi pelayan yang baik bagi pekerjaannya, bekerja secara
sungguh-sungguh dan sepenuh hati untuk mendidik anak yang menjadi insan yang mandiri
dan cakap dalam segala hal.
Jadi, akreditasi pegawai negeri, khususnya guru dalam dunia pendidikan, menjadi
sangat penting dan merupakan komponen utama dalam membangun bangsa. Dalam hal ini,
guru akan menjadi unsur yang paling penting bagi perjalanan bangsa ini. Guru adalah titik
awal peradaban suatu bangsa. Karena gurulah muncul orang-orang cerdas dan berilmu,
karena gurulah seorang presiden bisa memerintah dengan wawasan yang luas, karena gurulah
ada menteri yang bisa melayani kebutuhan rakyat melalui departemennya masing-masing,
dan karena gurlah setiap orang menjadi cerdas berilmu sehingga bisa memakmurkan diri dan
lingkungannya.
4 Antara Kualitas Guru, Gaji dan Pengabdian
Ada ribuan istilah yang bisa digunakan untuk membahsakan sifat atau karakter guru
yang ideal. Namun, sepertinya tidak ada yang mampu menyaingi kedua istilah ini lembut dan
brilian. Dua kata inilah modal utama untuk menjadi guru berprestasi. Kelembutan adalah
cermin cinta dan kasih sayang, sedangkan kebrilian adalah cerminan kreativitas,
profesionalisme dan progresivitas.
a. Antara Rutinitas dan Kreativitas
Sungguh ironis bila seorang guru bekerja hanya untuk memenuhi kewajiban dan
menjalankan rutinitas belaka tanpa mau menganggap bahwa kreativitas dalam pendidikan
merupakan tujuan utama dalam memberikan pembelajaran terhadap murid.
Unsur signifikan dari proses pendidikan adalah kreativitas. Dari kreativitas itulah
akan tercipta kemajuan, sehingga hal yang berkenaan dengan proses pendidikan bisa terus
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan utama pendidikan itu sendiri. Guru kreatif
akan memunculkan murid yang kreatif juga. Apabila guru dan murid kreatif, maka lembaga
sekolah juga akan menyesuaikan diriuntuk menjadi kreatif. Kreatif dalam melahirkan
kebajikan, metode, proses pembelajaran, dan hal-hal yang berkennaan dengan pendidikan
lainnya. Dari sana kemudian, tidak akan ada lagi siswa yang terjerumus pada pergaulan yang
buruk akibat masa pubertas mereka yang meluap-luap sehingga akan menjadi manusia
dewasa yang stabil. Dari sana pula, akan bergerak maju dan bersaing secara sehat dan
konstruktif.
b. Profesi dan Perlindungan Guru
Usaha untuk membuat profesi guru menjadi profesional sudah dilakukan oleh
pemerintah salah satunya dengan adanya syarat bagi seorang guru tertentu untuk mengikuti
akta IV dan pendidikan khusus lainnya agar bisa menjadi guru negeri dilingkungan
pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan untuk menertibkan profesi guru agar bisa
mengaplikasikan kode etik guru dengan sebaik-baiknya dan juga bersikap profesional dengan
tugasyang diembannya. Namun hal itu harus diimbangi dengan suatu bentuk perlindungan
hukum dari hal-hal yang tidak di inginkan. Karena itulah perlu adanya sebuah rumusan
undang-undang yang secara tegas dapat mengikat dan melindungi hak-hak dan kewajiban
guru.
Untuk membentuk sebuah undang-undang yang bisa melindungi hak dan kewajiban guru,
maka yang perlu dibentuk adalah:
– Perlindungan terhadap LPTK sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk
memproduksi pendidik, khususnya guru bagi semua jenis dan jenjang pendidikan. LPTK juga
satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pelatihan bagi lulusan perguruan tinggi
untuk menjadi guru SD sampai SLTA dan dosen.
– Perlindungan bagi mereka yang lulus pelatihan LPTK atau yang tidak lulus untuk menjadi
guru/dosen, dan juga bagi mereka yang lulus perguruan tinggi tapi tidak mengikuti LPTK.
– Perlindungan terhadap keikutsertaan PGRI dalam memberikan rekomendasi keanggotaan
setiap calon guru/ dosen dan mengevaluasi guru/ dosen dalam menjalankan/ melanggar
norma-norma kode etik guru sebagai bahan pertimbangan mengenai situasinya.
Konsepsi perlindungan diatas dibuat sebagai salah satu akreditasi bagi guru untuk
mencapai kredibilitas dalam memangku jabatan guru. Selain itu, perlindungan hukum
tersebut bisa digunakan untuk memulihkan profesi yangharus di hormati oleh penyandangnya
dan ditunaikan secara profesional dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dengan
demikian, jika seorang ingin menjadi guru atau dosen, maka dia harus mengikuti pelatihan
diluar LPTK karena itu akan dikenakan sanksi menurut undang-undang yang akan dibentuk
jika ketentuan butir-butir pasalnya seperti diatas.
Sedangkan syarat untuk menjadi seorang guru ada 3, yaitu:
1. Memiliki kualifikasiminimum dan seritifikasisesuai dengan jenjang kewenangan
mengajarkan
2. Kesehatan jasmani dan rohani
3. Memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
5 Figur Guru yang Diharapkan Saat Ini
Siapakah yang disebut “guru” itu? Bagaimana membedakan peran, tugas dan
tanggung jawab guru? Bagaimanakah sang guru dirasakan kehadirannya dalam masyarakat?
– Sang guru adalah pendamping utama kaum pembelajar, orang-orang muda dan benih-benih
kehidupan masa depan, dalam proses menjadi pemimpin.
– Sang guru adalah aktor intelektual yang selalu ada dibelakang layar, ia semacam
“provokator” yang tut wuri handayani.
– Sang guru belajar dari dirinya sendiri, ketika pemimpin belajar pada semua orang dan
terinspirasi oleh matahari, air, api, atau alam semesta, sedangkan pembelajar belajar pada
idolanya, tokoh-tokoh yang dikaguminya.
– Bagi seorang guru untuk bersungguh-sungguh mengajar yang paling menentukan bukanlah
gaji, meski gaji yang tidak mencukupi kebutuhan dasar memang dapat mengganggu
ketenangan dan totalitas mengajar. Sebaliknya, pertambahan gaji yang tidak diiringi oleh
kuatnya komitmen sebagai guru tidak cukup memadai untuk membuat seorang guru mengajar
dengan totalitas.
Menjadi manusia guru, itulah tugas dan panggilan tertinggi seorang manusia. Dan,
sejarah mengajarkan kepada kita bahwa hanya segelintir orang yang mampu membawa
dirinya sampai ketahap itu.
Pada dasarnya, tugas mulia seorang guru tidak hanya mencerdaskan dan
memberdayakan anak didik, namun yang paling penting adalah mengarahkan dan
memperbaiki moral anak didik agar bisa menjadi insan yang bisa diandalkan dan bermanfaat
bagi bangsa. Jika hanya bertumpupada upaya pencerdasan anak didik belaka tanpa adanya
perbaikan moral, maka yang terjadi adalah terciptanya anak didik yang cerdas tapi
kecerdasannya itu dipakai untuk menipu, melakukan korupsi dan bahkan akan membodohi
masyarakat yang tidak berpendidikan. Kita pasti sudah tau bahwa orang yang melakukan
korupsi itu adalah orang yang berpendidikan tinggi dan bahkan sangat tinggi dalam jenjang
pendidikan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
-Harefa, Andrias. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Harian Kompas: Jakarta.
-Mandaru, M.Z. 2005. Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari. Ar-Ruzz: Yogyakarta.
-Munir, Abdullah. 2006. Spiritual Teaching: Agar Guru Semakin Mencintai Pekerjaan dan
Anak Didiknya. PT Pustaka Insan Madani: Yogyakarta.
-Taruna, SH. 2004. Pendidikan Sejarah Perjuangan (PSP) Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI). Semarang.
-Tilaar, H.A>R, Prof. Dr. M.Sc.Ed. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Rineka CIPta:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai